Anda di halaman 1dari 37

2

A. Sinopsis Novel “Adzan Subuh Menghempas Cinta”

Novel “Adzan Subuh Menghempas Cinta” adalah novel yang

mengisahkan perjuangan cinta antara seorang santriwati bernama Wulandari

Sukma Asti atau lebih akrab dipanggil Wulan dengan seorang putra pimpinan

Podok Modern “Al-Ma’ruf” bernama Fandi. Wulan adalah santriwati kelas 6

yang aktif di pondok. Ia sebagai bagian humas dari Pengurus Pramuka. Ia

adalah sosok perempuan yang pintar, cantik, berlesung pipi dengan gaya

bicara yang lemah gemulai.

Kisah mereka berawal dari pertemuan yang tidak disengaja saat Wulan

berkunjung ke kediaman Pimpinan Pondok guna bertemu dengan Kyai

Rosyid untuk mengajuakan proposal suatu kegiatan pramuka. Wulan

mengajak sahabatnya Tina yang juga merupakan putri dari pimpinan pondok

dengan maksud agar perizinannya menjadi lebih mudah. Malam itu, Wulan

dan Tina berangkat menuju rumah Kyai Rosyid. Aura wibawa Kyai Rosyid

dan kharismanya cukup membuat Wulan khawatir, sedangkan Tina tidak

memiliki rasa khawatir sedikitpun. Tangan Wulan memencet bel, seketika

gagang pintu bergerak, semakin kebawah gagang pintu, semakin cepat

debaran jantung Wulan berdetak, sekilas Wulan membuka map

menghilangkan keraguan, tapi pertanyaan “Ukhti mencari siapa?”

mengejutkan hatinya. Hatinya berdebar kencang bukan karena aura Kyai

Rosyid namun sosok di balik pintu. Wulan bertanya-tanya siapakah sosok

laki-laki tersebut. Ternyata sosok itu adalah Fandi, kakak dari Tina sekaligus

putra dari Kyai Rosyid.


3

Sejak saat itulah nama Fandi terngiang-ngiang di pikiran Wulan. Ia

sendiri heran mengapa nama itu terngiang. Padahal apa hubungan Fandi

dengan dirinya?. Pikiran Wulan semakin menjadi-jadi ketika ia memperoleh

salam dari Fandi lewat Tina. Bertahun-tahun hidup dipondok baru kali ini

Wulan merasakan jatung berdebar saat bertemu kaum Adam. Pikirannya

semakin kalut memikirkan Fandi.

Fandi pun kini mulai mendekati Wulan, Ia mengirim sms kepada wulan

sekedar untuk mengingatkan kebaikkan. Ia mengirimkan pesan-pesannya

ketika sepertiga malam dan berniat membangunkan Wulan untuk sholat

malam. Ia juga mengirim surat yang dititipkan lewat adiknya untuk Wulan.

Fandi dan Wulan pun semakin dekat. Sampai suatu saat Fandi mengunjungi

Wulan di Pondok tentunya dengaan alasan bertemu Tina agar tidak

menimbulkan kecurigaan. Namun Fandi tak mendapati Wulan disana,

ternyata Wulan sudah berangakat dalam acara perkemahan pramuka lebih

awal karena ia selaku bagian humas. Fandi kecewa akan hal itu, namun Tina

memberi tahu kakaknya untuk datang pada acara malam api unggun jika ingin

bertemu dengan Wulan. Akhirnya Fandi pun mengudurkan niatnya dan

berencana bertemu nanti saat acara puncak dari perkemahaan tersebut.

Fandi datang bersama Ayah nya selaku pimpinan podok yang bertugas

sebagai pembuka acara. Sekilas tidak ada yang mencurigakan dari Fandi,

Ayah dan Ibunya juga tidak bertanya karena hal ini biasa jika malam api

unggun tiba, bedanya niat dalam hati yang tidak di ketahui secara kasat mata.

Sampai nya di perkemahan Fandi tak mendapati Wulan dimanapun. Akhirnya


4

ia bertanya pada Tina tentang keberadaan Wulan. Fandi justru mendapatkan

kabar bahwa Wulan pulang ke rumah karena Ayahnya meninggal. Fandi

kaget dan mengucapkan Innalillahi Wa Innailaihi Roji’un. Tina pun juga

seakan tidak percaya bahwa Ayah Wulan meninggal karena sepengetahuan

Tina, ayah Wulan sehat dan tidak mempunyai penyakit jutru ibunyalah yang

sakit-sakitan. Tentunya hal ini menjadi pukulan terhadap Wulan begitu pikir

Fandi.

Sudah dua minggu setelah wafatnya Ayah Wulan. Namun ia tak kunjung

memberi kabar ke Pondok. Padahal hanya satu minggu waktu yang diberikan

untuk kepulanganya. Handphonenya juga tidak dapat dihubungi, hingga

membuat Tina khawatir jika Wulan tidak kembali ke Pondok. Sedangkan

sebentar lagi akan ada ujian akhir di Pondok. Akhirnya Tina meminta bantuan

kepada kakaknya untuk berkunjung ke rumah Wulan untuk mencari tau

bagaimana keadaan Wulan. dan Fandi pun bersedia.

Fandi sampai di Desa Brumbung Kecamatan Kepung dan menemukan

rumah Wulan. Fandi mengetuk pintu dan bertemu dengan Ibu Wulan.

Seorang yang duduk diatas kursi roda, berkerudung dan sudah mulai keriput.

Fandi dipersilahkan duduk oleh Ibu Wulan sambil menunggu Wulan datang.

Disaat itu Ibu Wulan mengajak Fandi berbincang sebentar. Ibu Wulan

bingung karena Wulan tidak mau kembali ke Pondok, Wulan beralasan ingin

menjaga Ibu padahal sudah ada Bibinya. Fandi memaklumi mengingat tinggal

satu bulan masa Wulan di Pondok. Ketika Wulan datang, Ibunya

mempersilahkan Fandi untuk bercakap dengan Wulan. Raut muka Wulan


5

muram, matanya lebam menyisakan kepedihan, di pipinya terlihat bekas-

bekas aliran air mata. Fandi mengutarakan maksudnya kepada Wulan, Fandi

mengajak Wulan untuk kembali ke Pondok. Fandi meyakinkan Wulan dengan

mengingatkan bahwa sebentar lagi ujian akhir. Namun Wulan membantah ia

tidak bisa meninggalkan Ibunya yang sakit dan Adik perempuannya yang

masih kecil. Wulan merasa Fandi terlalu ikut campur dengan keluarganya

sampai ia menangis. Fandi meminta maaf jika menyakiti hati Wulan. Saat itu

pula Fandi mengatakan perasaan hati yang sebernarnya kepada Wulan. Wulan

terkejut dan tertunduk bingung dengan pernyataan Fandi. Ibu Wulan datang

dan Wulan sontak meninggalkan ibunya dan Fandi ke belakang. Ibu Wulan

kini kembali mengajak berbincang Fandi. Ibu Wulan mengatakan entah

Wulan nanti bisa kembali ke pondok atau tidak, jika Wulan akhirnya kembali

ke Pondok, Ibu Wulan menitipkan Wulan kepada Fandi untuk menjaganya

dan Fandi pun mengiyakan permintaan tersebut. Setelah itu, Fandi pamit

pulang tanpa ada suatu kepastian Wulan kembali ke Pondok. Apalagi saat

Wulan menitipkan salam untuk teman-temannya kepada Fandi seolah itu

adalah tanda perpisahan. Fandi takut jika tak dapat bertatap muka lagi dengan

Wulan, hingga Fandi berpikir dan memutuskan untuk mengucapkan rasa

sayangnya kepada Wulan. Wulan menundukkan dan menggelengkan kepala,

ia berfikir bahwa itu tidak mungkin dan terlalu beresiko untuknya dan juga

Fandi, mengingat Fandi adalah seorang putra pimpinan pondok dan mereka

pun hidup dikalangan Pondok. Fandi mengatakan bahwa tidak apa-apa jika ia

tidak menerima karena ia mengira bahwa ini pertemuan terakhir mereka.


6

Fandi merasa lega karena sudah mengungkapkan perasaannya. Wulan telah

berlinangan air mata. Karena hal tersebut, Fandi pamit pulang karena tidak

ingin membuat Wulan lebih menangis lagi.

Ujian Akhir telah tiba. Bel tanda masuk telah berbunyi, sudah menjadi

kewajiban pengawas untuk membaca absen terlebih dahulu sebagai awal

dimulainya ujian agar tahu perihal kehadiran. “Wulandari Sukma Asti,” nama

itu pertama kali disebut. Semua membisu, saling pandang diam tanda

kebingungan, wajah mereka celingukan. Nama itu kembali disebut, salah

seorang peserta menjawab Wulan pulang, bersamaan dengan itu muncullah

Wulan dari luar sambil mengucapkan salam. Semua peserta juga pengawas

seakan tidak percaya, namun itu benarlah seorang Wulan. Wulan kembali ke

Pondok dan mengikuti Ujian Akhir.

Tak terasa satu minggu berlalu. Ujian telah usai, para santri memikirkan

nasibnya masing-masing. Tak terkecuali Wulan. Semenjak Wulan kembali ke

Pondok ia menjadi orang yang banyak melamun. Sebagai sahabat, Tina

mencoba menghibur Wulan. Siang ini Tina mengajak Wulan jalan-jalan ke

kota. Bahkan Tina janji mentraktir Wulan makan makanan kesukaan Wulan.

Awalnya Wulan menolak, namun akhirnya ia mengiyakan.

Jam dua mereka berangkat. Di perjalanan Wulan diam seribu bahasa.

Tina hendak mengajak becanda, namun ia takun hanya dibalas senyuman

belaka. Bahkan sampai di rumah makan Singgalang, Wulan tanpa gairah

melahap 4 suap, tidak lebih. Wulan izin ke kamar mandi. Tina melihat-lihat

sekitar sambil menunggu Wulan kembali. Tiba-tiba pandangan nya terusik


7

dengan kehadiran kakaknya, Fandi. Tina bertanya-tanya mengapa kakaknya

itu ada disini. Tina tidak mau Wulan mengetahui bahwa kakaknya ada disini.

Namun belum sempat ia mengelak wulan telah keluar dari kamar mandi dan

kini telah mengetahui bahwa Fandi telah berada di depannya. Wulan

memandang dengan tatapan penuh makna dan dilema. Tubuhnya seketika tak

kuat menahan kegalauan. Wulan secepat mungkin menunduk dan

melanjutkan perjalanannya ke meja yang telah ia tempati tadi. Layaknya Nabi

Adam yang terbujuk untuk memakan buah khuldi demi kekalan di surga

bersama Hawa. Fandi juga demikian, ia berjalan menemui Wulan demi

kerinduan tanpa menghiraukan akibat yang menghadang. Semula mereka

terdiam sampai akhirnya Wulan ingin bicara empat mata dengan Fandi. Tina

merasa bukan bagian dari yang dimaksudkan Wulan, ia pun mohon pamit ke

kamar mandi, namun Fandi mencegahnya karena ia tak mau mendapat

sesuatu yang tak diinginkan jika pertemuan ini hanya ada dirinya dan Wulan.

Wulan mulai bertanya mengapa Fandi tak lagi menghubunginya. Wulan

berfikir bahwa yang dilakukan Fandi dulu hanyalah rayuan. Fandi beralasan

ia tak menghubungi Wulan karena pulsa nya habis. Wulan hanya ingin Fandi

jujur kepadanya dalam segala hal. Ia hanya ingin menghilangkan segala

prasangka yang hinggap didadanya. Fandi pun meminta maaf pada Wulan.

Mendadak Tina sakit perut. Ia mohon izin ke kamar mandi, kali ini Fandi

tidak mencegah, ia terlena dalam kenikmatan berbincang dengan Wulan.

Fandi pun melanjutkan perbincangannya dengan Wulan. Kini ia membahas

bagaimana keadaan Ibu dan Adik Wulan.


8

Di depan pintu kamar mandi Tina merapikan lipatan kerudung diiringi

langkah kaki kecil, hanya saja hatinya diliputi kegalauan besar ketika melihat

sosok Ustadzah Farida masuk ke Restoran. Wulan dan Fandi tak sadar dengan

kehadiran penegak keadilan tersebut. Kontan Tina menunduk ketakutan,

jatungnya terpaku melawan kegelisahan dan hatinya menciut. Melihat Tina

ada di depan matanya, Ustadzah Farida semakin curiga dengan sesosok

santriwati yang sedang duduk bersama seorang laki-laki. Tina mengambil

langkah lebih cepat dari Ustadzah Faridah dan bermaksud untuk duduk

disamping kakaknya agar tidak ada prasangka terhadap Wulan bahwa ia

memiliki hubungan, dengan kata lain “pacaran”. Padahal hal itu sangat

dilarang dan haram untuk didekati apalagi dilakukan. Namun Tina terlambat,

Ustadzah Faridah lebih dulu mengetahui bahwa santriwati tersebut adalah

Wulan. Bagi Fandi, siapa yang berdiri memergoki mereka bukanlah seorang

yang istimewa, melainkan seorang Ustadzah biasa.

Setelah kejadian itu Wulan dipanggil ke Staf Pengasuhan. Ia seakan

sudah tahu apa yang akan dihadapinya. Kekhawatiran menjalar ke sekujur

tubuhnya ketika kantor staf pengasuhan santri sebagai mahkamah agung

terlihat di pelupuk mata, rasa pahit omelan sudah terbayang, rasa getir dicerca

berusaha Wulan raba, rasa sakit tertuduh terus menghantui hati, hingga seribu

alasan telah disiapkan jika mendapat seratus dua puluh ribu pertanyaan

menikam. Wulan memasuki kantor. Di sana sudah duduk diatas kursi Ibu

Kost atau Ustadzah Faridah dengan tangan mengepal layaknya seorang

Hakim. Wulan mulai di beri puluhan pertanyaan tentang hubungan nya


9

dengan Fandi. Ia di tanya tentang kejadian saat direstoran kemarin, Wulan

menjelaskan bahwa itu hanya kesalahpahaman. Namun, Ibu Kost tidak

menerima alasannnya. Perihal hubungannya dengan Fandi, Wulan menjawab

antara mereka tidak ada apa-apa. Namun, Fandi yang memulai mendekatinya.

Ibu Kost tetap menyalahkan Wulan karena siapa pun yang mulai tetap saja

semua salah. Wulan tertunduk dan tak bisa berkata apapun lagi. Ibu Kost

memerintahkan Wulan menulis surat pengakuan. Di Pondok ini, jika seorang

santri telah menulis surat pengakuan nama penulisnya akan tercemar sebagai

pelanggar dan seluruh perilakunya akan diawasi. Wulan terpaksa menulisnya.

Sebelum itu Wulan bertanya pada Ibu Kost “Apakah ibu pernah jatuh cinta?”.

Ibu Kost marah mendengar pertanyaan Wulan. Wulan diseret keluar ruangan

untuk dipermalukan sebagai pembangkang oleh Ibu Kost. Seluruh santriwati

melihatnya seakan tidak percaya. Mereka semua mengira mungkin wulan

difitnah mengingat kelakuan Wulan yang tak pernah melanggar peraturan.

Beberapa menit kemudian Fandi datang. Ia tak tega dengan apa yang

dialami Wulan. Ia masuk ke Kantor dan berbicara dengan Ustadzah Farida. Ia

mencoba meluruskan kesalahfahaman ini. Ustadzah Farida beralasan bahwa

ia menghukum Wulan hanya untuk memperingatkannya. Namun, menurut

Fandi yang dilakukan Ustadzah Farida berlebihan. Ia tak mau Wulan yang

menanggung akibatnya. Ia menginginkan agar dia saja yang dihukum karena

ia sumber masalahnya. Wulan tak kuasa mendengar percakapan antara Fandi

dan Ustadzah Farida. Ia berlari meuju kamarnya. Sambil menangis ia

mengambil koper dan mengemasi barang-barangnya dengan cepat. Tina dan


10

teman-teman Wulan berusaha menghentikan tindakan Wulan tersebut. Tapi,

Wulan tidak mendengarkannya. Tina bergegas memberitahukan hal itu

kepada Fandi. Fandi langsung mengejar Wulan. Ia ke Terminal namun tidak

menemui Wulan. Ia pergi ke stasiun, ia menemui Wulan di dalam gerbong

kereta. Fandi mencoba merayu Wulan untuk kembali ke Pondok. Wulan tak

menghiraukan rayuan Fandi. Ia tetap teguh pendirian. Terpaksa Fandi

mengikuti Wulan dan mengantarkannya pulang.

Wulan dan Fandi sampai di stasiun Kediri. Disana dalam keadaan hujan.

Wulan menginginkan agar Fandi cepat kembali karena tak ingin sesuatu yang

besar terjadi padanya. Namun, Fandi tak mau karena ia khawatir dengan

keadaan Wulan. Akhirnya mereka bersama sampai hujan reda. Setelah itu,

Fandi pulang dan Wulan melanjutkan perjalanan pulangnya.

Sesampainya Fandi di rumah, ia tidak sadar jika ayahnya telah menunggu

kedatangannya. Ayah Fandi kecewa dengan sikap Fandi. Menurutnya tidak

sepantasnya Fandi melakukan tindakan-tindakan tersebut. Ayah fandi malu

semalu malunya. Oleh karena perbuatan Fandi, ia tidak boleh kembali ke

pondok dan harus pergi ke Mesir untuk belajar di sana. Fandi tidak bisa

mengelak perintah Ayahnya, ia harus menerima pengasingan ini. dengan

berat hati Fandi menerima, namun ia meminta permintaan pada ayahnya.

Sebelum ia berangkat ke Mesir ia ingin berpamitan dengan Wulan. Dengan

pertimbangan, akhirnya Ayah Fandi mengizinkan.

Fandi menuju ke rumah Wulan tinggal. Sesampainya di depan rumah

Wulan ia melihat ramai- ramai orang di rumah Wulan. Fandi bertanya pada
11

salah satu tetangga Wulan mengenai keadaan tersebut. Ternyata Ibu Wulan

telah meninggal dunia. Fandi tak menyangka hal ini terjadi secepat itu. Fandi

masuk ke Rumah Wulan dan melihat Wulan sedang menangis tersedu-sedu.

Fandi dengan tenang mencoba menenangkan kekasihya tersebut.

Pemakaman Ibu Wulan telah selesai. Fandi bemaksud pamit kepada

Wulan. Fandi pamit untuk pergi ke Mesir. Wulan seakan tidak menyangka

bahwa Fandi akan meninggalkan nya saat ia sedang terpuruk. Ia memohon

agar Fandi tidak pergi dan tetap bersama dengannya. Namun, Fandi tidak bisa

menuruti permintaan Wulan karena pergi ke Mesir adalah permintaan

ayahnya. Akhirnya Wulan membiarkan Fandi pergi namun dengan meminta

Fandi untuk selalu ingat dan setia kepadanya. Fandi pun berjanji akan selalu

memberikan kabar kepada Wulan. Wulan juga berjanji akan setia dan menanti

Fandi sampai dia kembali. Wulan memberikan Fandi sapu tangan biru

sebagai saksi agar Fandi selalu ingat kepadanya. Kini Fandi merasa tenang

untuk pulang, langkahnya pasti walau berat rasa hati meninggalkan gadis

penjaga hati.

Sepeninggalan Ibu, Wulan hidup sendiri dengan adiknya. Ia harus

berjuang menghidupi adiknya. Mengantarnya ke sekolah, menjeputnya dan

memasakkannya. Rinatangan demi rintangan harus Wulan hadapi. Termasuk

saat Wulan didekati oleh guru Lala yaitu Pak Hadi. Wulan yang canti dan

kepribadiannya yang baik membuat Pak Hadi tertarik. Apalagi Wulan didesak

Bibinya untuk segera mencari pendamping. Namun, dihati Wulan hanya ada

Fandi seorang, ia pun tak memperdulikan Pak Hadi ataupun permintaan


12

Bibinya. Walaupun kini ia harus berjauhan dengan Fandi. Jarak dan waktu ini

menuntut percintaan mereka untuk bisa saling mengerti dan setia. Pengertian

yang diberikan Fandi terhadap Wulan adalah dengan cara selalu

menghubunginya melalui sepucuk surat yang harus dikirimnya melalui pos

dari Kairo ke Indonesia. Betapa senangnya Wulan saat ia mendapatkan Surat

dari Fandi untuk yang pertama kali. Ia membacanya berkali-kali sekaligus

sebagai obat rasa rindunya.

Setelah beberapa bulan, Wulan memutuskan untuk pindah dan membawa

adiknya ke Solo. Ia ingin memasukkan adiknya ke Pondok As-Sidq sekaligus

ia ingin berkerja disana. Awalnya Lala menolak namun akhirnya ia kerasan

dan kini Wulan pun sudah mengajar di TK pondok tersebut. Untuk pertama

kalinya Wulan membalas surat Fandi ia menceritakan apa saja yang

dialaminya sampai saat ini. Ia berharap Fandi cepat-cepat kembali.

Namun seiring kebahagiaan tumbuh mengembang, kecemasan jutru

mulai menebarkan benih di kebun perasaan. Balasan Fandi tak kunjung

datang. Bukan 1 bulan ia menanti tapi sudah 2 tahun lebih. Dan nama Fandi

semakin lama terkikis dalam fikiran meski kadang lamunan kenangan jutru

datang di antara bayangan masa silam.

Sebenarnya Fandi sudah mengirimkan balasan kepada Wulan. Namun

surat itu tak pernah sampai di tngannya. Surat itu ternyata selalu diterima oleh

pemilik Yayasan dimana ia bekerja. Wulan yang cantik jelita serta ulet dan

sabar itu ternyata juga diminati oleh pemilik Yayasan. Ia berharap Wulan bisa

dijadikan menantunya. Sehingga surat yang dilayangkan untuk Wulan selalu


13

ia simpan, dengan harapan Wulan akan memupuskan cintanya dengan Fandi,

Mahasiswa Azhar, Mesir. Popularitas Wulan di Yayasan itu menjadi tranding

topik. Ia kemudian menjadi bahan perbincangan semua penghuni Yayasan. Ia

mampu mengambil hati anak didiknya yang sulit dilumpuhkan oleh orang

lain, iya, ini semua karena ia penyabar, lembut dan ulet.

Pak Saeful menjabat ketua dua Yayasan Ar-Rohman semakin kuat untuk

menjodohkannya dengan anaknya. Wulan dipanggil ke kantor oleh ketua

Yayasan. Wulan dengan rasa penasaran, kaget dan takut memenuhi panggilan

itu. Setelah sampai di kantor, kepala Yayasan itu menyampaikan maksudnya.

Ia mengharapkan Wulan mau menjadi menantunya. Wulan merasa bingung

dan gundah. Bingung karena harus berbuat apa, karena Fandi selama ini tak

pernah memberi kabar padanya. Hatinya gundah dikarenakan ia harus

memilih hal yang sama-sama berat. Akhirnya, pak Saeful memberikan waktu

dua hari untuk memikirkan masalah ini.

Setelah dua hari berlalu akhirnya Wulan memutuskan untuk mengiyakan

tawaran ketua Yayasan itu. Namun, hatinya masih sangat berat untuk

melangkah, pun iya harus melihat realita bahwa Fandi tak pernah memberi

kabar berita sama sekali.

Tina mendapat undangan pernikahan Wulan. Ia pun bingung harus

berbuat apa, namun ia yakin bahwa kakaknya tak akan mengingkari

ucapanya, sedangkan ia tidak mungkin memohon pada wulan untuk

membatalkan acara pernikahannya. Tina menanyakan kabar kepulangan

kakaknya pada ayahnya. Ayahnya mengabarkan bahwa kakaknya itu akan


14

pulang hari Rabu. Hari Rabu itu adalah hari menjelang acara resepsi

pernikahan Wulan dengan anak ketua Yayasan. Tina sangat bingung dan tak

tau perasaan apa yang akan terjadi ketika kakaknya, Fandi, tau jika

kekasihnya, Wulan, sudah akan melangsungkan resepsi pernikahan.

Hari Rabu yang ditunggu Tina dan keluarganya ternyata tak sesuai

rencana. Kepulangan Fandi diundur sampai besok malam. Ada urusan yang

menyebabkan kepulangan kakaknya tertunda lagi.

Keesokkan harinya Fandi pulang dari Kairo, Mesir. Setibanya di rumah

ia langsung menanyakan kabar kekasih hatinya, Wulan, pada Tina. Tina

bingung untuk berbicara apa. Akhirnya ia memberitahu kabar Wulan yang

akan melangsungkan resepsi keesokan harinya. Malam itu, Fandi sangat

bingung, kalut dan pusing. Ia tak tau apa yang harus ia lakukan.

Hari esok tiba. Resepsi pernikahan Wulan dan suaminya akan

dilangsungkan. Fandi langsung bergegas ke rumah mertua Wulan. Ia

berusaha menemui kekasih hatinya, walau ia sekarang sudah menjadi milik

orang lain. Ia hanya ingin mengembalikan bukti cinta mereka, Sapu tangan

biru sebagai bukti janji cinta, dan ia ingin minta maaf ke Wulan karena ia

hanya memberi kabar melalui surat.

Mertua Wulan melihat Fandi yang sedang berdiri di rumahnya langsung

menghampiri Fandi. Ia mengusirnya. Namun, Fandi memohon untuk diberi

waktu bertemu Wulan. Ia hanya ingin mengembalikan Sapu tangan biru dan

minta maaf, katanya. Namun, mertua Wulan tak mengizinkannya karena ia

tahu tentang kebenaran kisah Fandi dan Wulan.


15

Tina berusaha menemui Wulan. Ia ingin mengabarkan tentang perasaan

kakaknya yang tak pernah berubah untuk mencintainya dan ia sangat setia.

Namun, Wulan tak percaya akan apa yang dikabarkan Tina. Seketika Wulan

tidak sadarkan diri.

Wulan dibawa ke kamar pengantinnya ditemani suaminya, Jazil. Setelah

Wulan sadar, Jazil kemudian menceritakan apa adanya. Ia menceritakan jika

Fandi selalu mengirim surat untuknya. Surat itu selalu dialamatkan ke

Yayasan dimana ia bekerja. Namun, surat-surat itu semuanya dicegal dan

disembunyikan ayahnya, mertua Wulan. Karena ayah suami Wulan berharap

Wulan menjadi menantunya. Wulan mendengarkan cerita itu dari suaminya

semakin kalut dan isakan tangisnya menghebat. Suaminya tak mampu melihat

istrinya seperti itu. Akhirnnya, ia putuskan untuk membebaskan istrinya,

Wulan, untuk menemui Fandi. Ia tak ingin memiliki jasad Wulan namun hati

istrinya selalu ada untuk yang lain.

Wulan mengabari Tina dan berpesan untuk disampaikan ke kakaknya,

jika ia akan menuju ke Rumah Makan Singgalang. Wulan ingin menemui

Fandi. Wulan ditemani oleh adiknya, Lala. Awalnya Fandi tidak

meperdulikan kabae adiknya. Namun setelah dibujuk ia pun bersedia pergi

untuk menemui Wuilan.

Sesampainya di rumah makan Fandi sudah mendapati Wulan di Restoran

tersebut. Fandi menghampiri Wulan. Wulan menjelaskan akan duduk

masalahnya. Ia minta maaf karena setiap surat Fandi kirim tidak pernah

sampai ditangannya. Fandi mendengar penjelasan Wulan yang disertai isak


16

tangis dan menunduk. Ia menjelaskan jika cintanya selalu ada untuk Fandi,

dan selama ini belum tersentuh oleh suaminya. Namun, setelah usai

penjelasan Wulan, Fandi tak mau tau masalah itu, karena dirinya merasa

dikhianati oleh Wulan. Karena janji kesetiaan mereka telah di hancur

leburkan dengan bukti menikah dengan yang lain.

Melihat itu, Wulan tak tahan untuk lama-lama berada di hadapan Fandi.

Ia keluar dari Restoran. Namun, Fandi tetap tak memperdulikan Wulan. Tina

dan Lala melihat Wulan lari keluar mereka langsung mengejarnya. Wulan

terus mencoba melangkah tanpa menghiraukan mobil yang sedang lalu

lalang. Berkali-kali tian memanggil namun tidak diperdulikan Wulan. Ketika

tubuh Wulan sudah akan digapai oleh Tina, tiba-tiba ada mobil kencang yang

menghampiri Wulan. Wulan tertabrak.

Wulan kemudian dilarikan langsung ke Rumah Sakit. Ia mengalami

pendarahan yang sangat dahsyat. Sementara itu Fandi merasa sangat

menyesal dengan keputusannya. Ia merasa bahwa ia adalah orang terbodoh

yang menyiayiakan kesempatan tersebut. Fandi langsung menyusul ke

Rumah sakit dimana Wulan di rawat. Ia tak menyangka kini Wulan sudah tak

sadarkan diri, apalagi kedua kakinya harus diamputasi. Jazil dan Bi Salma

mendengar Wulan kecelakaan pun segera menyusul ke Rumah Sakit. Mereka

juga tak seakan tak percaya Wulan harus kehilngan ke dua kakinya.

Akhirnya, Fandi dan segenap keluarganya berusaha keras untuk

menyelamatkan Wulan yang mengalami luka yang cukup parah. Namun,

malang adanya. Wulan tak terselamatkan dan meninggal dunia.


17

B. Analisis Unsur Intrinsik Novel “Adzan Subuh Menghempas Cinta”

1. Tema

Tema adalah gagasan utama yang menjiwai keseluruhan cerita.

Tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita. Novel “Adzan Subuh

Menghempas Cinta” karya Ma’mun Affany menceritakan tentang

percintaan, perjuangan dalam hidup, semangat pantang menyerah, dan

kesabaran dalam menjalani ujian yang diberikan Allah. Tema yang sesuai

dengan novel ini adalah perjuangan dalam cinta.

“Kamu tidak ingat siapa dirimu di Pondok itu? Apakah kamu


tidak ingat risiko apa yang akan dihadapi oleh kita? Dan apakah
kamu tidak takut mencoreng nama keluarga?” Wulan menyadarkan
(ASMC, 2016:83)

2. Alur/Plot

Alur atau plot adalah jalan cerita yang mempunyai hubungan sebab-

akibat. Novel “Adzan Subuh Menghempas Cinta” ini menggunakan Alur

Campuran (Maju Mundur).

Alur maju dalam novel ini dimulai dari perkenalan tokoh Wulan dan

pertemuannya dengan seorang anak pimpinan pondok bernama Fandi.

Pertemuan tersebut menumbuhkan rasa cinta diantara mereka.

Perjuangan mereka dalam cinta penuh dengan rintangan, apalagi mereka

hidup di kalangan pondok. Sampai suatu saat mereka harus berpisah

karena Fandi mendapatkan hukuman dari ayahnya. Empat tahun mereka

berpisah sampai akhirnya Wulan terpaksa menerima pinangan laki-laki

lain karena Fandi tak memberi kabar padanya. Wulan mengira Fandi

telah lupa padanya.


18

Sedangkan Alur mundur dalam novel. Menceritakan kehidupan

Wulan di masa kecil. Disamping itu Wulan juga selalu mengingat janji

Fandi untuk selalu setia kepadanya.

2.1 Perkenalan

Novel ini mengisahkan perjuangan cinta antara seorang

santriwati bernama Wulandari Sukma Asti atau lebih akrab dipanggil

Wulan dengan seorang putra pimpinan Podok Modern “Al-Ma’ruf”

bernama Fandi. Wulan adalah santriwati kelas 6 yang aktif di

pondok. Ia sebagai bagian humas dari Pengurus Pramuka. Ia adalah

sosok perempuan yang pintar, cantik, berlesung pipi dengan gaya

bicara yang lemah gemulai.

“Apalagi Wulan, santriwati kelas enam yang tinggal di


kamar samping tangga gedung empat belas agustus. Ia sebagai
bagian humas dari bagian kepramukaan belum mengajukan
permohonan acar kepramukaan kepada pimpinan pondok, di
kepalanya memutar tujuh belas permasalahan.”(ASMC, 2016:3)

“Dengan gaya bicaranya yang lemah gemulai, setiap orang


jika mendengarnya bukan menyelami dalam-dalam
perkataannya, namun melihat dengan cermat gerakan mulut
berhias lesung pipi manisnya.”(ASMC, 2016:4-5)

2.2 Pemunculan Masalah (Konflik)

Pertemuan tidak sengaja Wulan dan Fandi menumbuhkan rasa

cinta diantara mereka. Fandi pun mulai mendekati Wulan. Sampai

akhirnya mereka menyatakan persaannya masing-masing. Namun

semua perasaan yang mereka rasakan terhalang oleh keadaan Fandi

yang merupakan seorang putra pimpinan Pondok dan Wulan yang

merupakan seorang santriwati di Pondok tersebut. Sehingga tidak


19

patut diantara mereka sikap saling menyanyangi. Hubungan mereka

pun akhirnya diketahui oleh seluruh pondok termasuk ayah Fandi.

Karena hal ini Fandi harus menerima hukuman dari ayahnya untuk

pergi belajar ke Mesir sedangkan Wulan kini sudah tidak ingin lagi

kembali ke Pondok. Namun sebelum Fandi pergi, ia telah bertemu

Wulan untuk berpamitan dan terjadilah perjanjian antara mereka

untuk terus saling memberikan kabar walaupun berjauhan.

“Sontak Wulan menjawab “Bapak pimp…” tapi kata itu


terputus, tidak dapat menghabiska meski hanya beberapa huruf
lagi, hatinya berdebar kencang seperti genderang perang, bukan
karena aura Ustadz Rosyid namun karena takjub memandang
sosok dibalik pintu yang hanya membuka beberapa senti
membuat sebuah celah untuk memperlihatkan wajahnya,
hidungnya terlihat jelas memantulkan sinar lampu kuning dari
dalam, sedang bulu matanya membuat cahaya bak pelangi di
matanya.” (ASMC, 2016:14)

“ “Aku mohon maaf jika segala sesuatu yang ku lakuakan


menyakiti hatimu, walaupun hanya beberapa hari berkenalan,
dan hanya hari ini kita bertemu untuk berbincang, tapi
sesungguhnya namamu telah tertulis dalam hatiku” Fandi
berterus terang.” (ASMC, 2016:77)

“Kamu tidak ingat siapa dirimu di Pondok itu? Apakah


kamu tidak ingat risiko apa yang akan dihadapi oleh kita? Dan
apakah kamu tidak takut mencoreng nama keluarga?” Wulan
menyadarkan (ASMC, 2016:83)

”Namun Ayah sudah berfikir panjang dan matang. Oleh


sebab itu, kamu jangan sekali-kali kembali ke pondok, dan
minggu depan kamu harus pergi ke mesir menyusul kakakmu”
(ASMC, 2016:141)

“ “Kalaupun Wulan berharap kakak untuk selalu ingat yang


akan ditinggal dan selalu setia, apakah kakak juga akan
melakukannya?” Pertanyaan keluar dengan sendirinya dari dua
katub bibir Wulan.
Sembari merajut tangan Wulan Fandi menjawab, “iya.
Apakah kamu akan terus menanti?”
20

Wulan mengangguk seiring air mata jatuh dari ujung


dagunya.
“Lan, aku berjanji akan memberi kabar padamu,” Fandi
berjanji.
“Janji?” Wulan ingin janji itu bukan cuma terucap dibibir
saja. Giliran Fandi mengangguk.” (ASMC, 2016:157-158)

2.3 Puncak Masalah (Klimaks)

Setelah Fandi pergi ke Mesir Wulan menghadapi berbagai

tekanan dalam hidupnya. Termasuk godaan terhadap laki-laki lain

selain Fandi. Bulan-bulan awal setelah Fandi pergi ia selalu

mendapatkan kabar dari Fandi melalui surat. Surat tersebut membuat

Wulan sedikit tenang karena Fandi menepati janjinya. Karena

beberapa hal Wulan bersama adik perempuannya memutuskan

pindah dan pergi ke Pondok pesantren “As-Sidq”, ia bemaksud

mendaftarkan adiknya dan bekerja disana. Berbekal ijazah MA, ia

berhasil diterima sebagai guru TK disana. Setelah ia pindah ia tak

lagi mendapat kabar dari Fandi. Setelah dua tahun, karena sabar dan

keuletannya membuat ia cepat dikenal dan dapat menarik perhatian

Ketua Yayasan Pondok tersebut, yaitu pak Saeful. Pak Saeful

bemaksud menjodohkan Wulan dengan putra nya Jazil. Wulan

bingung dan tak bisa menjawab permintaan pak Saeful. Ia meminta

waktu untuk memikirkan. Wulan bimbang, ia masih sangat

mencintai Fandi namun sudah dua tahun Fandi tidak mengirim kabar

padanya, Wulan dilema dengan perasaannya. Akhirnya dengan berat

hati Wulan menerima perjodohan tersebut.


21

Tina, sahabat Wulan dan juga adik Fandi mendapat undangan

pernikahan Wulan. Ia pun bingung harus berbuat apa, namun ia

yakin bahwa kakaknya tak akan mengingkari ucapanya, sedangkan

ia tidak mungkin memohon pada wulan untuk membatalkan acara

pernikahannya. Fandi ternyata pulang sehari sebelum Wulan

menikah. Sesampainya ia dirumah, ia tidak sengaja melihat

undangan pernikahan Wulan. Begitu terpukulnya Fandi mendapat

kabar tersebut. Perempuan yang selama ini ia cinta akan

melangsungkan pernikahan. Fandi merasa dikhianati Wulan, ia telah

menepati janjinya untuk selalu mengabari. Fandi juga setia terhadap

Wulan. Namun ia jutru mendapat balasan seperti ini. Keesokan

harinya ia bermaksud datang ke pesta pernikahan Wulan, ia hanya

ingin mengucapkan selamat dan meminta maaf karena hanya

mengabari lewat surat kepada Wulan. Pesta pernikahan tengah

digelar. Begitu terkejutnya Wulan melihat Fandi datang. Tina

menjelaskan tentang perasaan kakaknya yang tak pernah berubah

untuk mencintainya dan ia sangat setia. Namun, Wulan tak percaya

akan apa yang dikabarkan Tina. Seketika Wulan tidak sadarkan diri.

“Wulan menerima itu bertambah hancur hatinya, kepalanya


terasa akan pecah, nafasnya tersedak, bibir bergetar, sekujur
tubuh terasa kejang, matanya berkunang-kunang, dan semuanya
di depan tatapanya menjadi hitam kelam. Wulan pingsan,
mahkota pernikahan jatuh di jalan, ia terkulai lemah di tangan Bi
Salma.” (ASMC, 2016:275-276)
22

2.4 Peleraian Masalah (Antiklimaks)

Wulan dibawa ke kamar pengantinnya ditemani suaminya, Jazil.

Setelah Wulan sadar, Jazil kemudian menceritakan apa adanya. Ia

menceritakan jika Fandi selalu mengirim surat untuknya. Surat itu

selalu dialamatkan ke Yayasan dimana ia bekerja. Namun, surat-

surat itu semuanya dicegal dan disembunyikan ayahnya, mertua

Wulan. Karena ayah suami Wulan berharap Wulan menjadi

menantunya. Wulan mendengarkan cerita itu dari suaminya semakin

kalut dan isakan tangisnya menghebat. Suaminya tak mampu melihat

istrinya seperti itu. Akhirnnya, ia putuskan untuk membebaskan

istrinya, Wulan, untuk menemui Fandi. Ia tak ingin memiliki jasad

Wulan namun hati istrinya selalu ada untuk yang lain.

Wulan mengabari Tina dan berpesan untuk disampaikan ke

kakaknya, ia ingin bertemu dengan Fandi. Awalnya Fandi tidak

meperdulikan kabar adiknya. Namun setelah dibujuk ia pun bersedia

pergi untuk menemui Wulan. Sesampainya di tempat pertemuan

Wulan menjelaskan masalahnya. Ia minta maaf karena setiap surat

Fandi kirim tidak pernah sampai ditangannya. Ia menjelaskan jika

cintanya selalu ada untuk Fandi, dan selama ini belum tersentuh oleh

suaminya. Namun, setelah usai penjelasan Wulan, Fandi tak mau tau

masalah itu, karena dirinya merasa dikhianati oleh Wulan. Karena

janji kesetiaan mereka telah di hancur leburkan dengan bukti

menikah dengan yang lain.


23

Melihat itu, Wulan tak tahan untuk lama-lama berada di

hadapan Fandi. Ia keluar dari tempat itu. Namun, Fandi tetap tak

memperdulikan Wulan. Wulan terus mencoba melangkah tanpa

menghiraukan mobil yang sedang lalu lalang. Hingga Wulan

tertabrak.

“ “Dengar, Tin,” Wulan memohon, “Sampaikan pesanku


kepada kakakmu agar dia datang ke rumah makan Singgalang
sekarang, aku tunggu!” ” (ASMC, 2016:239)

“Wulan seakan tidak mendengar, mencoba melangkah terus


melihat mobil lalu lalang. Namun di saat Wulan yang sedang
galau, hati kacau, dan mata tak bisa memandang jelas ke depan
terbias air mata melangkah untuk menyebrang , sebuah sedan
hitam melaju kencang dari arah kanan, Tina yang menyadari
berlari, ia mencoba menarik Wulan kembali, tapi yang ia dapat
tangan lala, sedangkan Wulan…Ciiiitttt!!!!Brak!!!!!Lala yang
melihat berteriak memekik “Kakak…!!!” ” (ASMC, 2016:303)

2.5 Penyelesaian

Wulan kemudian dilarikan langsung ke Rumah Sakit. Ia

mengalami pendarahan yang sangat dahsyat. Sementara itu Fandi

merasa sangat menyesal dengan keputusannya. Ia merasa bahwa ia

adalah orang terbodoh yang menyiayiakan kesempatan tersebut.

Fandi langsung menyusul ke Rumah sakit dimana Wulan di rawat. Ia

tak menyangka kini Wulan sudah tak sadarkan diri, apalagi kedua

kakinya harus diamputasi.

Akhirnya, Fandi dan segenap keluarganya berusaha keras untuk

menyelamatkan Wulan yang mengalami luka yang cukup parah.

Namun, malang adanya. Wulan tak terselamatkan dan meninggal

dunia.
24

“ “Fandi tuntunlah aku mengucapkan dua kalimat


Syahadat…” Fandi dengan pasrah menerima permintaanya,
Syahadat pertama Wulan mengikuti dengan sempurna, kedua
suaranya mengecil, ketiga suaranya hilang tak lagi terdengar,
dan nyawanya telah melayang”(ASMC, 2016:316)
3. Latar

3.1 Latar Waktu

3.1.1 Pagi

”Pagi itu ia duduk di kursi kerja ruang depan, di mejanya


terpampang sebuah tulisan HUMAS layaknya tulisan Direksi
di perusahaan.” (ASMC, 2016:3-4)

“Pagi belum selesai makan di dapur, kakak pembina putri


sudah menjemput dengan memukulkan rotan ke dinding”
(ASMC, 2016:5)

3.1.2 Setelah Sholat Magrib

“Setelah Sholat Magrib Wulan pergi ke Rumah Ust


Rosyid Sendirian.” (ASMC, 2016:24)

“Keesokan harinya, setelah Sholat Magrib Fandi


bersolek,” (ASMC, 2016:53)

3.1.3 Malam

“Namun, malam hari berikutnya alarm lebih dahulu


membangunkan Wulan” (ASMC, 2016:45)

“Di pondok, Api unggun dilaksanakan malam jum’at.”


(ASMC, 2016:57)

“Waktu malam api unggun tiba, Fandi bersiap.” (ASMC,


2016:57)

“Malam itu Wulan terasa diselimuti salju,” (ASMC,


2016:131)

3.1.4 Keesokan Harinya

“Keesokan harinya, saat Matahari masih kuning,”


(ASMC, 2016:30)
25

“Keesokan harinya, setelah Sholat Magrib Fandi


bersolek,” (ASMC, 2016:53)

“Keesokan harinya, ia pergi ke kota di mana Wulan


tinggal,” (ASMC, 2016:145)

“Keesokan harinya, Wulan dan Lala pergi diantar Jazil,”


(ASMC, 2016:287)

3.1.5 Sudah 2 Minggu

“Sudah 2 minggu Wulan meninggalkan pondok tanpa


kabar menerangkan bagaimana keadaannya sekarang,”
(ASMC, 2016:63)

3.1.6 Satu Minggu berlalu

“Tak terasa 1 minggu berlalu, ada yang selalu tersenyum,


ada juga yang menjawab “entahlah…” jika ditanya
“Bagaimana ujiannya?” ” (ASMC, 2016:95)

3.1.7 Jam Sebelas

“Jarum jam nenunjuk angka sebelas, detaknya terdengar


jelas.” (ASMC, 2016:256)

3.2 Latar Tempat

3.2.1 Di Teras Masjid

“Di teras Masjid burung-burung kecil mendarat, loncat


kesana kemari seraya merasakan semilir angin menyela bulu
halusnya.” (ASMC, 2016:1)

3.2.2 Di Kamar samping Gedung 14 Agustus

“Apalagi Wulan, santriwati kelas enam yang tinggal di


kamar samping tangga gedung empat belas agustus.” (ASMC,
2016:3)

3.2.3 Pondok Modern Al-Ma’ruf (Al-Ma)

“Maklum, sebagai ketua organisasi di Pondok modern Al-


Ma’ruf harus mempunyai kharisma, apalagi dalam bidang
kepramukaan yang bergengsi tinggi di mata semua
santri.”(ASMC, 2016:4)
26

“Pramuka di Pondok Al-Ma’ruf yang sering disingkat


sendiri oleh santriwatinya dengan Al-Ma,”(ASMC, 2016:5)

3.2.4 Dapur

“Pagi belum selesai makan di dapur, kakak Pembina putri


sudah menjemput dengan memukulkan rotan ke dinding”
(ASMC, 2016:5)

3.2.5 Kamar Tina

“Wulan melangkahkan kakinya ke kamar Tina yang


terletak tepat di samping kiri kamarnya.”(ASMC, 2016:8)

3.2.6 Rumah Bapak Pimpinan

“Perlahan mereka melepas sandal setibanya di Rumah


Bapak Pimpinan” (ASMC, 2016:13)

3.2.7 Desa Brumbung Kecamatan Kepung

“Fandi tiba di tujuan ketika terik tepat di ujung kepala, ia


di Desa Brumbung Kecamatan Kepung.” (ASMC, 2016:72)

3.2.8 Rumah Makan Singgalang

“Bahkan sampai di rumah makan Singgalang , Wulan


tanpa gairah melahap 4 suap nasi, tidak lebih.” (ASMC,
2016:99)

“Mobil telah sampai di rumah makan Singgalang,”


(ASMC, 2016:298)

3.2.9 Kantor Staf Pengasuhan

“ “Wulan, kamu dipanggil ke staf pengasuhan,” terengah-


engah Ida menyampaikan pesan kepada Wulan yang duduk di
balik jendela kamar mengamati setiap daun jatuh berguguran”
(ASMC, 2016:110)

3.2.10 Terminal

“Fandi di Terminal layaknya calo mencari penumpang,”


(ASMC, 2016:125)
27

“Sesampainya di Terminal, Jazil memberhentikan


mobilnya di parkiran terminal,”(ASMC, 2016:287)

3.2.11 Stasiun Kereta

“Sesampainya di Stasiun Kereta, ia berhenti di Loket,”


(ASMC, 2016:126)

3.2.12 Pondok Pesantren Modern As-Sidq

“Ia pergi bersama Lala ke sebuah Pondok Pesantren


Modern As-Sidq.” (ASMC, 2016:230)

3.2.13 Gedung As-Sakinah

“Lala Wulan daftarkan, Ia mendapat tenpat di gedung


“As-Sakinah” bersama beberapa teman lainnya.” (ASMC,
2016:231)

3.2.14 Mobil

“Ia justru bersandar tidur di stir mobil menyebunyikan


wajahnya.” (ASMC, 2016:272)

3.2.15 Rumah Sakit

“Sesampainya di Rumah Sakit, sedan hitam masih


terparkir di depan pintu gerbang Unit Gawat Darurat.”
(ASMC, 2016:308)

3.3 Latar Suasana

3.3.1 Menegangkan

Suasana menegangkan dalam novel ini tergambarkan

pada saat pertemuan pertama Wulan dengan Fandi,

selanjutanya pada saat pertemuan tidak sengaja Fandi dan

Wulan di restoran yang diketahui oleh Ibu pengasuh pondok,

selain itu suasana menegangkan juga terjadi saat Wulan akan

tertabrak mobil yang membuat ia sampai meninggal dunia.


28

“Tangan Wulan memencet bel, seketika gagang


pintu bergerak, semakin kebawah gagang pintu, semakin
cepat debaran jantung Wulan berdetak, sekilas Wulan
membuka map menghilangkan keraguan, tapi pertanyaan
“Ukhti mencari siapa?” mengejutkan hatinya.” (ASMC,
2016:14)

“Wulan tak sadar dengan kehadiran sang penegak


keadilan, karena ia duduk membelakangi pintu,
seandainya ia tahu bahwa Ustadzah Farida yang di kenal
dengan Ibu Kost datang, tidak akan pernah bisa
tergambar bagaimana wajah ketakutan tampak di paras
Wulan.” (ASMC, 2016:107)

“Wulan seakan tidak mendengar, mencoba


melangkah terus melihat mobil lalu lalang. Namun di
saat Wulan yang sedang galau, hati kacau, dan mata tak
bisa memandang jelas ke depan terbias air mata
melangkah untuk menyebrang , sebuah sedan hitam
melaju kencang dari arah kanan, Tina yang menyadari
berlari, ia mencoba menarik Wulan kembali, tapi yang ia
dapat tangan lala, sedangkan Wulan…Ciiiitttt!!!!
Brak!!!!!Lala yang melihat berteriak memekik
“Kakak…!!!” ” (ASMC, 2016:303)

3.3.2 Menyedihkan

Suasana menyedihkan novel ini tergambarkan saat berita

kematian Ayah dan Ibu Wulan secara tiba-tiba yang membuat

ia harus hidup sendiri dan merawat adiknya. Selanjuatnya

terjadi pada saat pernikahannya yang dihadiri oleh Fandi,

lelaki yang ia sayangi. Selain itu, juga tergambarkan pada

saat detik-detik Wulan menghembuskan nafas terakhir.

“ “Iya Ayahnya meninggal,” Sedikit tinggi Tina


menjawabnya.
“Innalillahi,” Fandi turut berduka.
“Kasihan Wulan kak, padahal Ibunya juga sakit-
sakitan,” Tina juga bersedih.” (ASMC, 2016:60)
29

“ “Ada apa ini pak?” fandi bertanya pada salah


seorang warga.
“Ibunya Wulan meninggal dunia,” seseorang
berkumis tebal dan berperut buncit menjawab sembari
mengepulkan asap rokok.
“Innalilahi wa inna ialaihi roji’un” ucapan itu
terucap berulang-ulang. (ASMC, 2016:146)

“Wulan menerima itu bertambah hancur hatinya,


kepalanya terasa akan pecah, nafasnya tersedak, bibir
bergetar, sekujur tubuh terasa kejang, matanya
berkunang-kunang, dan semuanya di depan tatapanya
menjadi hitam kelam. Wulan pingsan, mahkota
pernikahan jatuh di jalan, ia terkulai lemah di tangan Bi
Salma.”(ASMC, 2016:275-276)

“ “Fandi tuntunlah aku mengucapkan dua kalimat


Syahadat…”
“Fandi dengan pasrah menerima permintaanya,
Syahadat pertama Wulan mengikuti dengan sempurna,
kedua suaranya mengecil, ketiga suaranya hilang tak lagi
terdengar, dan nyawanya telah melayang”(ASMC,
2016:316)

3.3.3 Gelisah

Suasana gelisah novel ini tergambarkan saat Wulan yang

merasa gelisah karena ia selalu memikirkan Fandi setelah

pertemuan mereka. Selain itu, terdapat pada saat Fandi yang

gelisah saat akan bertemu dengan Wulan.

“Entah mengapa saat itu Wulan meneteskan air mata


dalam sujudnya,memohon do’a demi ketenangan
hatinya.” (ASMC, 2016:30)

Fandi terlihat gusar menyetir mobil, keringat dingin


keluar meski tidak mencucur deras, dan tatapannya yang
celingukan Tina bisa menebak bahwa kakaknya
dihinggapi kegelisahan. (ASMC, 2016:297)
30

3.3.4 Menakutkan

Suasana menakutkan novel ini tergambarkan saat Wulan

dan Tina yang dimarahi karena tidak mematuhi prosedur

pengajuan kegiatan yang telah ada oleh Ayah Fandi yang

terkenal dengan sikap yang ditakuti. Selain itu, suasana

tergambarkan saat Fandi sudah ditunggu diadili oleh

Ayahnya karena telah pergi mengantar Wulan pulang tanpa

pamit.

“ “Kalau ingin izin di luar, bukan disini!” Ayahnya


sedikit mengangkat suara.
Wulan mendengarnya sedikit gentar, benar-benar
ustadz Rosyid tidak pandang itu anaknya atau bukan, di
depan matanya semua sama,”(ASMC, 2016:17-18)

“Sesampainya di rumah , ia tidak sadar jika ayahnya


telah duduk di ruang tamu menunggu kedatangannya.
Saat itu pintu di buka pelan, celah di pintu
memperlihatkan sosok Kyai Rosyid dengan sorban
melilit di leher, matnya menyorot tajam ke luar,
ditangannya tasbih dirapal” (ASMC, 2016:137)

4. Tokoh dan Penokohan

Tokoh adalah pelaku pengemban peristiwa dalam novel sehingga

peristiwa itu mampu menjalin cerita. Tanpa tokoh, alur tidak akan pernah

sampai pada bagian akhir cerita.

Penokohan atau perwatakan adalah cara pengarang menggambarkan

atau melukiskan tokoh dalam cerita yang ditulisnya. Dalam penokohan,

watak atau karakter seorang tokoh dapat dilihat dari tiga jenis segi, yaitu

dialog tokoh, penjelasan tokoh, dan penggambaran fisik.


31

Tokoh dan penokohan Novel Adzan Subuh Menghempas Cinta ini

yaitu :

4.1 Tokoh Utama

Tokoh utama adalah tokoh yang amat potensial menggerakkan

alur. Tokoh utama merupakan pusat cerita, penyebab munculnya

konflik. Berikut tokoh utama dalam novel Adzan Subuh

Menghempas Cinta :

4.1.1 Wulan (Wulandari Sukma Asti)

4.1.1.1 Lemah Gemulai

Untuk izin, Wulan memang ahlinya di bagian


koordinator. Dengan gaya bicaranya yang lemah
gemulai,” .”(ASMC, 2016:4)

4.1.1.2 Terkenal

“Biasannya, tamu akan ditanya kelas dan


asrama yang dijenguk, tapi untuk Wulan, Sebatas
nama sudah cukup, dan tidak asing di telinga, arean
pemilik nama itu memiliki pamor dalam segala hal.”
(ASMC, 2016:56)

4.1.1.3 Pandai, Mempesona, dan Berprestasi

“Pemenang Pidato 1 Pondok, Juara 2 Lomba


Melukis, pandai Menari, Ahli dalam bidang
Pramuka, dan yang pasti kalau tersenyum membuat
orang yang memandang terluka karena sayatan
pesonannya.” (ASMC, 2016:56)

4.1.1.4 Keras Kepala

“ “Ibu ini bingung nak, saya suruh Asti kembali


ke Pondok, tapi dia nggak mau,”Sang Ibu menghela
nafas sejenak, kemudian melanjutkan kata-katanya
“Alasan dia selalu ingin menjaga Ibu, padahal disini
sudah ada Bibi nya. Gak taulah Ibu bingung” terlihat
Ibu Wulan menggeleng pasrah.” (ASMC, 2016:74)
32

4.1.1.5 Pantang Menyerah dan Berani

“Setelah Sholat Magrib, Wulan pergi ke rumah


Ust Rosyid sendirian, dia memberanikan diri tanpa
seorang teman, tidak sedikitpun hatinya gusar,
berdasarkan dari pengalaman sehari sebelumnya,”
(ASMC, 2016:24)

4.1.2 Fandi

4.1.2.1 Berwibawa dan berkharisma

“Memang ada sesuatu yang berbeda dari


ruangan itu, yaitu aura wibawa dan kharisma yang
menyebar satu ruangan” (ASMC, 2016:16)

4.1.2.2 Jahil

“Gak mungkin! Dia itu kakakku, orangnya


paling suka banget ngejahilin orang” (ASMC,
2016:20)

4.1.2.3 Menurut Perintah Orang Tua

“Fandi tidak bisa membantah meski dengan kata


“Ah” ia harus menerima, dan menerima.” (ASMC,
2016:141)

4.1.2.4 Menepati Janji


“Lan, perlu kamu ketahui, dimana pun aku
berada, aku tetap mengingatmu.” (ASMC,
2016:275)

4.2 Tokoh Bawahan

Tokoh bawahan merupakan tokoh yang tidak begitu besar

pengaruhnya terhadap pengembangan alur meskipun tokoh bawahan

juga terlibat dalam pengembangan alur. Berikut tokoh bawahan

dalam novel Adzan Subuh Menghempas Cinta :

4.2.1 Tina

4.2.1.1 Peduli
33

Di kamar Wulan, Tina sudah menunggu, ia


duduk di meja belajar membaca buku Sejarah
Peradapan Islam, “Lan, kamu kok kusut gitu..?”
(ASMC, 2016:27)

4.2.1.2 Penolong

“ “Sudahlah, biar ijin ana yang urus. Anti


istirahat aja,” Tina mengulurkan pertolongan.”
(ASMC, 2016:28)

4.2.2 Kyai Rosyid (Pimpinan Pondok Al-Ma’ruf)

4.2.2.1 Berwibawa dan berkharisma

“Wulan mengirup nafas dalam-dalam , aura


wibawa dan kharisma kyai Rosyid benar-benar
menggugah perasaan” (ASMC, 2016:14)

4.2.2.2 Tegas

“ “Kalau ingin izin di luar, bukan disini!”


Ayahnya sedikit mengangkat suara.
Wulan mendengarnya sedikit gentar, benar-
benar ustadz Rosyid tidak pandang itu anaknya atau
bukan, di depan matanya semua sama,”(ASMC,
2016:17-18)

4.2.3 Ida

4.2.3.1 Berkharisma

“Ida dari kamar tiga datang menhampiri Wulan


yang masih tiduran sandarkan kepala di atas bantal
lengan. Maklum, sebagai ketua organisasi di pondok
modern Al-Ma’ruf harus mempunyai kharisma,
apalagi dalam bidang kepramukaan yang bergengsi
tinggi di mata semua santri.”(ASMC, 2016:4)

4.2.4 Fatimah

4.2.4.1 Usil

“ “Mana si Tina Lan? katanya mau ke Pimpinan


dengan dia?” Fatimah, bagian Sekretaris usil.”
(ASMC, 2016:11)
34

4.2.5 Siti

4.2.5.1 Peduli

“Heran dengan sikap temannya, Siti mendekati


Wulan, ia menyandar di dinding untuk antri
menunggu giliran, Siti memegang kedua bahunya,
kemudian menatap wajahnya dan bertanya, “Lan,
gak biasannya kamu seperti ini. Ada apa? Kamu
Sakit?” ” (ASMC, 2016:29)

4.2.6 Ibu Wulan

4.2.6.1 Penyayang

“Harapan Ibu memang wujud kasih sayang yang


tidak bisa diungkakan. Apalagi yang bisa
dibanggakan oleh seorang Ibu jika bukan anak yang
terlahir dari rahimnya sendiri, Fandi juga memiliki
Ibu yang mempunyai perasaan tidak jauh berbeda
dengan Ibu di dalam tatapannya ketika itu.”(ASMC,
2016:79)

4.2.7 Lala

4.2.7.1 Sopan

Gadis kecil itu mendekat, Fandi menjulurkan


tangan, tana disangka, si kecil hanya mengumulkan
tangan di depan hidungnya sembari menunduk
isyarat sebuah salam. Fandi tersenyum, kemudian
bertanya-tanya dalam hatinya, “Kelas berapa dia,
sudah mengenal lelaki bukan muhrimnya” ”
(ASMC, 2016:80-81)

4.2.7.2 Cerdas

“ “Di Pondok tahfidz Bi,” Wulan menghela


nafas. Kemudian kembali melanjutkan kata-katanya,
“Wulan melihat, Lala begitu cerdas. Akan lebih baik
sekiranya masuk Pondok, lagi pula Wulan takut,
Lala semakin besar semakin…” Wulan tidak bisa
melanjutkan kata-katnya.” (ASMC, 2016:193)
35

4.2.7.3 Pendiam & Penurut

“Wulan sebenarnya bangga memiliki adik yang


pendiam, penurut, namun selalu menjawab segala
pertanyaan yang dilontarkan ibu dan bapak guru
padanya,” (ASMC, 2016:163)

4.2.8 Ustadzah Farida (Ibu Kost)

4.2.8.1 Tegas

“ “Siapa pun yang memulai, semuanya salah.


Lagi ula kamu masih santriwati. Harus mengikuti
ketetaan di sini,” Ibu Kost memberi penjelasan”
(ASMC, 2016:114)

4.2.9 Bi Salma

4.2.9.1 Peduli

“ “Lan, Bibi tidak ingin kamu jauh dari Bibi.


Bibi khawatir nak,” sembari mengelus bahu Wulan
Bibi berujar,” (ASMC, 2016:192)

4.2.10 Pak Hadi

4.2.10.1 Mempunyai Maksud Tersembunyi

“Wulan juga bertanya-tanya, kenapa Pak Hadi


tiba-tiba ingin terus mengantar Lala pulang? Dulu
sebaik-baiknya Pak Hadi tidak pernah menawarkan
tumpangan, namus semenjak Lala sendirian
menunggu Wulan datang, ia selalu lebih dulu
menemui adiknya daripada dirinya.” (ASMC,
2016:180)

4.2.11 Pak Saeful (Ketua dua Yayasan Ar Rahman)

4.2.11.1 Egois

“Semua ini Ayahku yang menyimpan. Dia tahu


bagaimana dirimu dari surat itu hingga ia
menginginkanmu dijadikanmu dijadikan menantu. Ia
kira dengan menghilangkan segala darimu, kau akan
melupakan semuanya, tapi kenyataannya berbeda.
Apalagi kemarin ia datang membuktikan bahwa
36

masih ada cinta di hatimu untukknya,” Fandi


menjawab semua teka-teki yang ada.” (ASMC,
2016:290)

4.2.12 Jazil

4.2.12.1 Baik Hati & Berlapang Dada

“ “Lan, aku sadar . aku menjadi suamimu bukan


karena cinta. Cintamu aku tahu hanya milik
seseorang saja. Tatapan matamu adaku mengartikan
tidak ada cinta sedikitpun untukku. Meskipun
perlahan kau tumbuhkan, namun aku yakin hanya
tumbuh tanpa bunga.”
“Lan, daripada aku mempunyai tubuhmu, tapi
jiwamu berada nan jau disana, untuk apa aku paksa.”
”(ASMC, 2016:289)

4.3 Tokoh Figuran

Tokoh figuran merupakan tokoh yang sama sekali tidak

berpengaruh terhadap pengembangan alur. Kehadiran tokoh figuran

hanya sebagai pelengkap alur dan hanya berfungsi sebagai penghidup

latar. Berikut tokoh figuran dalam novel Adzan Subuh Menghempas

Cinta :

4.3.1 Ibu Fandi

4.3.1.1 Mudah Berprasangka

“Ibu Fandi pun heran melihat baru kali ini jika


anaknya berjalan aroma parfum masih tercium lima
mater di belakang.” (ASMC, 2016:54)

4.3.2 Ayah Wulan

4.3.2.1 Tabah

“Sedangkan Ibunya hanya bisa berjalan dengan


kursi roda, setiap hari bergelut dengan obat, tapi
Ayahnya begitu tabah menunggu sosok istri yang
37

selama empat tahun dihinggapi segala kepedihan, ”.


(ASMC, 2016:61)

5. Sudut Pandang

Sudut pandang adalah cara atau pandangan yang digunakan

pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan

berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalan sebuah karya fiksi

kepada pembaca. Sudut pandang yang digunakan dalam Novel “Adzan

Subuh Menghempas Cinta” ini adalah sudut pandang orang ke tiga.

Dibuktikan dengan penulis menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan

menyebut kata gantinya, seperti dia, ia, mereka dan nama tokoh.

“Apalagi Wulan, santriwati kelas enam yang tinggal di kamar


samping tangga gedung empat belas agustus. Ia sebagai bagian
humas dari bagian kepramukaan belum mengajukan permohonan
acar kepramukaan kepada pimpinan pondok, di kepalanya memutar
tujuh belas permasalahan.”(ASMC, 2016:3)

6. Amanat

Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan penulis kepada

pembaca. Amanat dari Novel “Adzan Subuh Menghempas Cinta” ini

adalah jangan mudah menyerah dalam memperjuangkan cinta. Dalam

novel tersebut diceritakan tentang perjuangan cinta antara Wulan dan

Fandi yang penuh dengan rintangan. Dari keadaan yang mengharuskan

mereka berjauhan, hingga mereka harus berpisah karena maut yang

memisahkan. Namun, dalam perjuangan mereka saling mengingatkan dan

menguatkan antara satu dengan yang lainnya. Setiap kali mereka

mendapatkan masalah pasti salah seorang dari mereka segera

menyadarkan.
38

C. Kelebihan dan Kekurangan Novel “Adzan Subuh Menghempas Cinta”

1. Kelebihan

Dalam Novel “Adzan Subuh Menghempas Cinta” penulis menyajikan

kepada pembaca sebuah cerita sangat menarik. Cerita dalam novel ini

dapat membuat pembacanya penasaran dan ingin terus membacanya

sampai akhir cerita. Dengan cerita yang mengesankan, menjadikan novel

ini tidak membuat pembaca merasa bosan. Cerita yang sulit ditebak akhir

ceritanya, membuat pembaca semakin tertarik untuk menyelesaikan

membaca novel tanpa melewati bagian cerita yang lainnya. Pembaca akan

dibawa penulis untuk lebih memasuki cerita yang ada sehingga dapat

terbawa suasana dengan berbagai cerita yang diolah sedemikian rupa.

Suasana yang ditampilkan dalam novel ini dapat menarik pembaca untuk

ikut merasakan pengalaman perasaan yang digambarkan penulis pada

setiap kisah dari tokohnya. Pembawaan cerita yang baik dan dengan alur

yang jelas, menjadikan novel ini memilki nilai keindahan yang dapat

membuat para pembaca terkesan dengan jalan ceritanya.

2. Kekurangan

Dalam Novel “Adzan Subuh Menghempas Cinta” ini masih banyak

kesalahan-kesalahan penulisan tanda baca, meskipun masih bisa dipahami

namun, membuat multitafsir bagi pembaca.

Anda mungkin juga menyukai