Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

“WAKAF TANAH”
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

“HUKUM WAKAF”

Dosen Pengampu :

Samsul Rifai’i, M.Pd.I

Disusun Oleh Kelompok 5 HKI 4C:

1. Rifka Mey Wahyuni 1860102221005


2. Rara Diaz Vitaloka 1860102221018
3. Rifqy Alfina Damayanti 1860102221098

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU HUKUM
UIN SAYYID ALI RAHMATULLAH TULUNGAGUNG
FEBRUARI 2024
A. Pengertian Wakaf Tanah
Pada Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 yang diatur
hanyalah wakaf sosial, yaitu untuk umum atas tanah milik. Bentuk
perwakafan yang lain seperti perwakafan keluarga tidak termasuk yang
dimaksud pada Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977. Pembatasan
ini butuh diadakan untuk menghindari kekaburan masalah perwakafan.
Demikian juga mengenai bendanya dibatasi hanya kepada tanah milik.
Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 terdapat
pengertian wakaf yakni perbuatan hukum seseorang atau badan hukum
yang memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berupa tanah
milik. Pemisahan sebagian harta berupa tanah milik berfungsi untuk
“mengekalkan” benda wakaf yang telah disisihkan sesuai dengan tujuan
wakaf. Hal tersebut ada pada Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 28
Tahun 1977, bahwa fungsi dari wakaf adalah mengekalkan manfaat benda
wakaf sesuai dengan tujuan dari wakaf. 1
Menurut Boedi Harsono (2003:45), perwakafan tanah hak milik
yaitu suatu perbuatan hukum yang suci, mulia, dan terpuji yang dilakukan
oleh seseorang atau badan hukum dengan memisahkan sebagian dari harta
kekayaannya yang berupa tanah hak milik dan melembagakannya untuk
selama-lamanya menjadi wakaf sosial. 2
B. Unsur-Unsur dan Syarat-Syarat Wakaf Tanah Milik
Sama halnya dengan Fiqih Islam dan Kitab Undang-undang,
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 menyatakan bahwa ada
empat unsur mengenai keberadaan Wakaf Tanah Milik, hal ini ditentukan,
yakni:
1. Keberadaan Orang Wakaf (Waqif) sebagai subjek hukum wakaf tanah
milik.
2. Adanya barang hibah (mauquf) yaitu tanah milik.

1
Rachmadi Usman, Hukum Perwakafan di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009),
hal. 79-80.
2
Aden Rosadi, Zakat dan Wakaf Konsepsi, Regulasi, dan Implementasi, (Bandung:
Simbiosa Rekatama Media, 2019), hal. 134.

1
3. Adanya penerima wakaf (sebagai subjek wakaf) (nadzir).
4. Pernyataan adanya akad atau lafaz, atau peralihan wakaf dari tangan
wakaf kepada orang atau tempat wakaf (simauqus alaihi).
Dalam Pasal 3 Ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977
menyatakan bahwa orang-orang berikut dapat menjadi wakif (orang yang
dapat mewakafkan tanah miliknya), yaitu:
1. Badan-badan hukum Indonesia.
2. Seseorang yang memenuhi syarat:
a. Telah dewasa.
b. Memiliki akal sehat.
c. Tidak ada larangan hukum untuk melakukan tindakan hukum.
d. Atas kemauan sendiri.
e. Tanpa paksaan dari pihak lain mana pun.
f. Mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku.3
Apabila suatu badan hukum Indonesia mewakafkan tanah, maka
wakil badan hukum itu adalah pengurus yang sah menurut hukum,
sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 28
Tahun 1977.
Badan-badan hukum di Indonesia yang bertindak sebagai wakif
adalah badan hukum yang mempunyai hak milik atas tanah, sebagaimana
diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 tentang
Penunjukan Badan-Badan Hukum yang Dapat Mempunyai Hak Milik Atas
Tanah. mempunyai hak atas tanah. Berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 38 Tahun 1963, badan hukum Indonesia yang dapat memiliki hak
atas tanah sesuai dengan batasan sebagai berikut:
a. Bank-bank yang didirikan oleh negara (bank negara) selama untuk
prnunaian tugas dan usahanya tertentu serta untuk perumahan bagi
pegawai-pegawainya memerlukan tanah hak milik.
b. Koperasi pertanian yang luasnya tidak boleh lebih dari batas
maksimum kepemilikan tanah pertanian.

3
Usman, Hukum Perwakafan di Indonesia, hal. 80

2
c. Badan-badan keagamaan yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian setelah
mendengar Menteri Agama sepanjang sebagai keperluan yang
langsung dengan kegiatan keagamaan.
d. Badan sosial yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian setelah mendengar
Menteri Kesejahteraan Sosial sepanjang untuk keperluan yang
berkaitan dengan usaha sosial.

Perlu dicantumkan secara rinci syarat-syarat pengangkatan sebagai


wakif, dimaksudkan untuk menghindari tidak sahnya perbuatan me-wakaf-
kan baik karena faktor internal (cacat atau kurang sempurna dalam
berpikir) maupun faktor ekstern karena merasa dipaksa orang lain. 4

Pada Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 mengenalkan


keberadaan badan hukum di samping orang sebagai wakif. Hal ini tidak
ditemukan secara khusus dalam pembahasan kitab-kitab fiqh (Adijani Al-
Alabij, 1984: 33).

Perihal wakaf tanah milik diataur pada Pasal 4 Peraturan


Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977. Berdasarkan ketentuan tersebut, objek
wakaf tanah milik harus merupakan tanah hak milik atau tanah milik yang
bebas dari:

a. Pembebanan.
b. Ikatan.
c. Sitaan.
d. Perkara.

Perbuatan mewakafkan tanah harus betul-betul merupakan milik


bersih dan tidak ada cacatnya. Persyaratan tersebut dimaksudkan untuk
mencegah terjadinya atau terbawa-bawanya lembaga perwakafan ini untuk
sering berhadapan dengan pengadilan yang bisa menjatuhkan wibawa dan

4
Usman, Hukum Perwakafan di Indonesia, hal. 81.

3
syariat agama Islam. Berdasarkan hal tersebut, tanah yang dalam perkara
maupun sengketa tidak dapat diwakafkan sebelum masalah itu selesai. 5

Orang yang diberi kepercayaan untuk mengelola Wakaf disebutkan


dalam Ayat 4 Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977, yakni
sekelompok orang atau badan hukum yang diberi tugas memelihara dan
mengelola suatu benda wakaf yang disebut nadzir (nazhir). Berdasarkan
ketentuan Pasal 1 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977,
nadzir (nazhir) dapat berbentuk sebagai perseorangan dan badan hukum.

Jika nadzir adalah perseorangan, maka harus merupakan suatu


kelompok yang terdiri dari sedikitnya tiga orang, salah satunya harus
menjadi ketuanya. Kemudian jumlah nadzir dalam satu kecamatan
ditentukan sebanyak-banyaknya berdasarkan jumlah desa yang terdapat di
kecamatan tersebut. Oleh karena itu, jumlah nadzir perseorangan dalam
satu desa hanya ada satu orang nadzir (nazhir).

Persyaratan menjadi nadzir (nazhir) bagi perseorangan diatur lebih


lanjut dalam Pasal 6 Ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977,
yakni:

a. Warga negara Republik Indonesia.


b. Muslim atau beragama Islam.
c. Sudah dewasa.
d. Sehat jasmani dan rohani.
e. Tidak berada dibawah pengampuan.
f. Bertempat tinggal di kecamatan tempat letaknya tanah yang akan
diwakafkan.6
Syarat-syarat nadzir (nazhir) yang berbentuk badan hukum diatur
pada Pasal 6 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 dan

5 Usman, Hukum Perwakafan di Indonesia, hal. 82.


6
Usman, Hukum Perwakafan di Indonesia, hal. 83.

4
Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Bimibingan Masyarakat Islam
Nomor Kep/D/75/78 tanggal 18 April 1978, yaitu:
a. Badan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
b. Mempunyai perwakilan di kecamatan tempat letaknya tanah yang
diwakafkan.
c. Badan hukum yang tujuan dan alamat usahanya untuk peribadatan atau
keperluan umum yang sesuai dengan ajaran Islam. 7
C. Tata Cara Perwakafan Tanah
1. Tanah Milik yang Sudah Bersertifikat dengan Status Hak Milik
a) Wakif/ ahli waris wakif/ Nadzir/ ahli waris wakif/ Masyarakat yang
mengetahui keberadaan tanah wakaf/ Kepala Desa setempat
mendaftarkan wakaf tanah kepada Kepala KUA setempat selaku
Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW)
b) Pendaftar wakaf tersebut menyerahkan surat-surat kepada PPAIW,
sebagai berikut :
1) Sertifikat hak milik atau tanda bukti kepemilikan tanah.
2) Surat Keterangan Pendaftaran Wakaf Tanah lama (blangko
model WD).
3) Surat keterangan Kades/Lurah tentang keberadan tanah wakaf
(WK).
4) Surat Keterangan Kepala Desa/ Lurah diperkuat oleh Camat
setempat mengenai kebenaran pemilikan tanah dan tidak dalam
sengketa.
5) Ijin Bupati/Walikota u.b Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota
setempat, hal ini terutama dalam rangka tata kota atau master
plan city.
c) PPAIW melakukan hal sebagai berikut :
1) Meneliti kehendak calon wakif dan tanah yang hendak
diwakafkan.

7
Usman, Hukum Perwakafan di Indonesia, hal. 84.

5
2) Meneliti nazhir dengan menggunakan W.5 (nazhir
perorangan) atau W.5 (nazhir Badan Hukum).
3) Meneliti surat-surat dan syarat-syarat apakah sudah memenuhi
untuk pelepasan hak atas tanah (untuk didaftarkan)
4) Meneliti saksi-saksi Ikrar Wakaf.
d) Calon wakif mengikrarkan wakaf dengan lisan, jelas, dan tegas
kepada nadzhir di hadapan PPAIW dengan para saksi, kemudian
dituangkan dalam bentuk tertulis menurut formulir W.1.
e) Bagi yang tidak bisa mengucapkan (misalnya bisu) maka dapat
menyatakan kehendaknya dengan suatu isyarat dan kemudian
mengisi blanko W.1.
f) Calon wakif yang tidak datang di hadapan PPAIW dapat
memberikan kuasa tertulis secara matreatik di hadapan notaris dan /
di hadapan Kepala Kantor Departemen Agama Kota/ Kabupaten
dan dibacakan kepada nazhir di hadapan PPAIW dan para saksi. 8
g) PPAIW membuat Akta Ikrar Wakaf (AIW) rangkap 3 (tiga)
menurut bentuk formulir W.2 dan salinannya rangkap 4 (empat)
menurut bentuk formulir W.2a.
1) Lembar pertama disimpan PPAIW .
2) Lembar kedua sebagai lampiran surat permohonan pendaftaran
tanah wakaf ke Kantor Pertanahan Kab/Kota (W.7).
3) Lembar ketiga dikirimkan kepada Pengadilan Agama setempat
4) Salinan lembar pertama diserahkan kepada wakif.
5) Salinan lembar kedua diserahkan kepada nazhir.
6) Salinan lembar ketiga dikirm kepada Kandepag.
7) Salinan lembar keempat dikirim kepada Kepala Desa/ Lurah
setempat.
h) Dalam hal pendaftaran wakaf yang wakif sudah tiada, maka
selanjutnya PPAIW membuat Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf

8
Tongat, dkk., Modul Pendidikan dan Latihan Kemahiran Hukum Pendaftaran dan
Sertifikasi Tanah Wakaf, Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2019, hal. 15

6
(bentuk W.3) rangkap tiga dengan dibubuhi materi menurut
ketentuan yang berlaku dan selanjutnya dibuatkan Salinan Akta
pengganti Akta Ikrar Wakaf (W.3.a) rangkap 4 (empat). selambat-
lambatnya satu bulan setelah dibuat Akta Ikrar Wakaf dikirim tiap-
tiap lembar ke BPN dan lainnya, dengan pengaturan
pendistribusiannya sebagai berikut:
1) Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf (W3)
(a) Lembar pertama disimpan PPAIW.
(b) Lembar kedua sebagai lampiran surat permohonan
pendaftaran tanah wakaf ke Kantor Pertanahan Kab/Kota
(W.7).
(c) Lembar ketiga untuk Pengadilan Agama setempat.
2) Salinan Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf (W3a)
(a) Lembar pertama untuk wakif.
(b) Lembar kedua untuk nadzir.
(c) Lembar ketiga untuk Kandep. Agama Kabupatan/Kota.
(d) Lembar keempat untuk Kepala Desa/ Lurah setempat.
Setelah pembuatan Akta, PPAIW mencatat dalam Daftar Akta
Pengganti Akta Ikrar Wakaf (W.4a) dan menyimpannya bersama
aktanya dengan baik.
i) Pendaftaran dan pencatatan Akta Ikrar Wakaf
1) PPAIW atas nama nazhir dan/ nazhir sendiri berkewajiban untuk
mengajukan permohonan pendaftaran pada Kantor Pertanahan
Kab/ Kota dengan menyerahkan sertifikat tanah yang
bersangkutan, Akta Ikrar Wakaf, dan Surat pengesahan dari
KUA kecamatan setempat mengenai nazhir yang bersangkutan. 9
2. Tanah Milik Bersertifikat yang Berstatus Hukum Hak Guna Bangunan
dan Hak Pakai
a) Persyaratan pembuatan Akta Ikrar Wakaf

9 Tongat, dkk., Modul Pendidikan dan Latihan.., hal, 16.

7
1) Foto Copy KTP dan Kartu Keluarga Wakif dilegalisir kepala
desa/kelurahan atau camat.
2) Foto Copy KTP Nadzir dilegalisir kepala desa/kelurahan.
3) Asli sertifikat tanah yang diwakafkan.
4) SK Nadzir dari KUA asli atau copy dilegalisir.
5) Ikrar Wakaf & Akta Ikrar Wakaf atau Akta Pengganti AIW
asli.
6) Surat keterangan Warisan dari kepala desa/kelurahan diketahui
camat bila wakif meninggal dunia atau sertipikat masih atas
nama orang tua yang sudah meninggal.
7) Surat Persetujuan dan Kuasa seluruh ahli waris kepada wakif
(mewakili seluruh ahli waris) untuk mendaftar/melaksanakan
ikrar wakaf.
8) Foto copy KTP/KSK seluruh ahli waris dilegalisir (no 6 – 7
bila wakif atau sertipikat atas nama orang yang sudah
meninggal).
9) Copy surat keterangan PBB bidang wakaf bila ada dan SPP
Waris bila diperlukan (Nomor 1 s/d 8 rangkap 2 dilegalisir).
10) Mengisi Formulir BPN.
b) Surat keterangan dari Kepala Kantor Pendaftaran Tanah Kab/Kota,
bahwa tanah tersebut sesuai dengan peraturan dan perundang-
undangan dapat ditingkatkan status hak kepemilikan menjadi Hak
Milik. Sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan tentang
pertanahan yang berlaku sekarang ini, maka atas tanah Negara yang
diberikan dengan Hak Pakai dan Hak Guna Bangunan dapat
ditingkatkan status kepemilikannya menjadi Hak Milik. Sehingga
peluang untuk pemberian wakaf atas tanah Hak Pakai dan Hak
Guna Bangunan yang sudah bersertifikat dapat juga diwakafkan. 10
3. Tanah Hak Milik yang Belum Bersertifikat (Bekas Tanah Milik Adat)
a) Persyaratan

10 Tongat, dkk., Modul Pendidikan dan Latihan…,hal, 17.

8
1) Foto Copy KTP dan Kartu Keluarga Wakif dilegalisir kepala
desa/kelurahan atau camat.
2) Foto Copy KTP Nadzir dilegalisir kepala desa/kelurahan.
3) Asli Petok D atau yang sejenis (SPOP, surat girik dll). Bila
tidak ada/hilang diganti keterangan pernyataan kehilangan dari
yang bersangkutan/ahli waris diketahui kepala desa.kelurahan
dan dua orang saksi. Diupayakan ada surat kehilangan dari
kepolisian (polsek).
4) Asli Riwayat Tanah dari kepala desa/kelurahan.
5) Foto copy C desa atau bukti lain sesuai dengan riwayat tanah
dilegalisir kepala desa/kelurahan atau bukti penguasaaan tanah
(pernyataan dll) sesuai dengan riwayat tanah.
• KHUSUS BAWEAN: Bila Buku C desa tidak ada diganti
Fotocopy Peta Blok Pajak tanah wakaf ( difotocopy pecah-
pecah saja, bila digabung jadi satu blok) dan foto copy
Daftar Rincian Objek Pajak atau buku daftar pajak tahun
2003 dan 2009 bila ada nama objek pajak tanah wakaf.
6) Surat keterangan Warisan dari kepala desa/kelurahan diketahui
camat bila wakif meninggal dunia atau riwayat tanah terakhir
atas nama orang tua yang sudah meninggal.
7) Surat Persetujuan dan Kuasa seluruh ahli waris kepada wakif
(mewakili seluruh ahli waris) untuk mendaftar/melaksanakan
ikrar wakaf.
8) Foto copy KTP dan Kartu Keluarga seluruh ahli waris
dilegalisir (no 6 – 8 bila wakif atau petok d atas nama orang
yang sudah meninggal).
9) SK Nadzir dari KUA asli atau copy dilegalisir.
10) Ikrar Wakaf & Akta Ikrar Wakaf atau Akta Pengganti AIW
asli dan copy. (Bila wakif masih hidup memakai Ikrar Wakaf
& AIW, bila wakif telah meninggal atau ikrar sebelum tahun
1977 memakai Akta Pengganti AIW dan disertai keterangan

9
warisan dari kepala desa/kelurahan diketahui camat) (nomor 1
s/d 10 rangkap 2 dilegalisir)
11) Mengisi Formulir BPN.11
4. Tanah yang Belum ada Haknya (yang dikuasai / tanah Negara)
a) Persyaratan
1) Foto Copy KTP dan Kartu Keluarga Wakif
dilegalisir kepala desa/kelurahan atau camat.
2) Foto Copy KTP Nadzir dilegalisir kepala desa/kelurahan.
3) SK Nadzir dari KUA asli atau copy dilegalisir KUA.
4) Surat Pernyataan menguasai tanah negara oleh tokoh
masyarakat & ta’mir dan suratkuasa untuk melaksanakan
Ikrar Wakaf.
5) Ikrar Wakaf & Akta Ikrar Wakaf asli.
6) Copy surat keterangan PBB lokasi terdekat bidang wakaf.
7) Copy gambar kretek desa.
8) Foto copy sertipikat tanah sekitarnya yang berbatasan dengan
lahan wakaf (bila ada), (nomor 1 s/d 7 rangkap 2 dilegalisir)
9) Mengisi Formulir BPN.
5. Prosedur Pendaftaran Wakaf ke Badan Pertanahan Nasional
Kepala KUA Kecamatan setempat atas nama Nadzir Wakaf
mendaftarkan wakaf ke BPN dengan mengisi Blangko W.7 dengan
melampirkan dokumen sebagai berikut:
a) Sertifikat Hak Atas Tanah (bagi yang sudah sertifikat), atau surat-
surat pemilikan tanah (termasuk surat pemindahan hak, surat
keterangan warisan, girik dll) bagi tanah hak milik yang belum
bersertifikat.
b) Surat Keterangan dari Lurah setempat yang diketahui Camat
bahwa tanah tersebut tidak dalam sengketa.
c) W.5 atau W.5.a.

11 Tongat, dkk., Modul Pendidikan dan Latihan…,hal, 18

10
d) Akta Ikrar Wakaf atau Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf (asli
lembar kedua).
e) Foto Copy KTP Wakif apabila masih hidup.
f) Foto Copy KTP para nadzir.
g) Menyerahkan Materai bernilai Rp. 6.000 (enam ribu rupiah).
6. Proses Sertifikasi Tanah Wakaf
a) Pihak Kantor Pertanahan Kab/Kota menerima berkas persyaratan
untuk proses sertifikasi tanah wakaf, kemudian meneliti
kelengkapan persyaratan administrasi.
b) Pihak Kantor Pertanahan melakukan pengukuran tanah wakaf
untuk dibuatkan Gambar Situasi Tanah.
c) Pihak BPN mencatat wakaf dalam Buku Tanah.
d) Selanjutnya memproses dan menerbitkan sertifikat tanah.12
D. Perubahan Perwakafan Tanah
Pada prinsipnya, tanah milik yang diwakafkan tidak bisa
dilakukan perubahan terhadap peruntukan atau penggunaannya selain
dari apa yang telah ditentukan dalam ikrar wakaf. Namun, perubahan
peruntukan atau penggunaan tanah milik yang telah diwakafkan dapat
dilakukan karena beberapa sebab, antara lain:
1. Tidak sesuai dengan tujuan wakaf saat diikrarkan oleh wakif.
2. Kepentingan umum.
Perubahan peruntukan tanah wakaf harus mendapat persetujuan
dari Menteri Agama terlebih dahulu. Tanah wakaf tidak dapat dijadikan
jaminan utang karena sifat dan tujuan yang tidak dapat
dipindahtangankan.13
E. Dalil Tentang Wakaf Berupa Tanah

12 Tongat, dkk., Modul Pendidikan dan Latihan…, hal, 19.


13
Aden, Zakat dan Wakaf Konsepsi, Regulasi, dan Implementasi, hal.135.

11
“Diriwayatkan dari Ibnu Umar, ia mengatakan bahwa Umar
memperoleh sebidang tanah pasca perang di tanah Khaibar. Beliau lalu
melaporkannya kepada Nabi, dan berkata: “Wahai Rasulullah, saya
menerima sebidang tanah di Khaibar, saya belum pernah mendapat
harta sebanyak dan sangat berguna bagiku. Apa yang engkau sarankan
kepadaku tentang tanah tersebut?” Nabi menjawab: “bila engkau ridha,
tahanlah (jangan jual, hibahkan dan wariskan) pokoknya dan
sedeqahkan hasilnya.”14
Secara khusus, konsep wakaf yang mengacu pada kepemilikan
harta benda tidak muncul secara eksplisit dalam Al-Qur'an. Namun ada
beberapa ayat dalam Al-Qur'an yang berkaitan dengan berdirinya
wakaf. Hal ini mengacu pada pendapat para ulama fiqih mengenai
ketentuan hukum wakaf dalam hukum Islam.
Pertama, wakaf didasari oleh pernyataan Allah swt. di dalam
QS. AlHajj/22:77.

َ‫س ُج دُوا َو ا ْع بُ دُوا َر بَّ كُ ْم َو ا ْف عَ لُ وا ا ْل َخ ي َْر لَ عَ لَّ كُ ْم ت ُ ْف ِل ُح ون‬ ْ ‫يَا أَيُّ هَا ا َّل ِذ ينَ آ َم ُن وا‬
ْ ‫ار َك عُ وا َو ا‬
“Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kamu, sujudlah kamu,
sembahlah tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat
kemenangan.”

14
Muh. Fudhail Rahman, Wakaf Dalam Islam, Al-Iqtishad, Vol. 1, No. 1, 2009, hal. 83.

12
Perintah Allah SWT, dengan ungkapan “berbuat baik” diartikan
sebagai perintah untuk melakukan segala macam perbuatan yang dapat
menjalin hubungan baik antara hamba dengan Tuhannya dan sesama
manusia. Para ulama fiqih menjadikan ayat ini sebagai landasan hukum
dalam wakaf. Meskipun ayat tersebut tidak secara langsung menyebutkan
tata cara wakaf, namun wakaf dimaknai sebagai wujud kebaikan yang
terkandung dalam konteks umum perintah berbuat baik dalam ayat
tersebut.

Kedua, wakaf juga didasari oleh firman Allah swt. yang dinyatakan
di dalam QS. An-Nahl/16:97

َ ً‫ص ا ِل ًح ا مِ ْن ذَ ك ٍَر أَ ْو أ ُ ْن ثَ ٰى َو ه َُو ُم ؤْ مِ نٌ فَ لَ نُ حْ ي َح يَ ا ة‬


‫ط ِِّي بَ ةً ۖ َو لَ نَجْ ِزيَ نَّ ُه ْم أَجْ َرهُ ْم ِب أ َحْ َس ِن َم ا‬ َ ‫َم ْن عَمِ َل‬
َ‫كَا نُوا َي ْع َم ُل ون‬
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun
perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami
berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami
beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang
telah mereka kerjakan”.
Ayat di atas juga mempunyai kemiripan dengan ayat sebelumnya
yang menyuruh kita untuk beramal shaleh. Dalam ayat ini Allah swt.
menyebutkan ungkapan “siapa yang beramal shaleh”. Seperti ayat
sebelumnya, ayat ini dimaknai sebagai perintah untuk berbuat baik secara
umum dengan segala bentuk kebaikan yang dilakukan manusia. Kebaikan
antara laki-laki dan perempuam. Allah SWT. mengatakan bahwa dia
memberikan pahala yang lebih baik atas amal baik yang dilakukan hamba-
Nya.15

Ade Nur Rahim, Ahmad Hasan Ridwan, Wakaf dalam Perspektif Al-Qur’an dan
15

Hadist, Vol. 6, No. 2 Jakarta, 2022, hal. 664-665.

13
KESIMPULAN

Menurut Boedi Harsono, perwakafan tanah hak milik yaitu suatu


perbuatan hukum yang suci, mulia, dan terpuji yang dilakukan oleh
seseorang atau badan hukum dengan memisahkan sebagian dari harta
kekayaannya yang berupa tanah hak milik dan melembagakannya untuk
selama-lamanya menjadi wakaf sosial.

Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 menyatakan bahwa


ada empat unsur mengenai keberadaan Wakaf Tanah Milik, yaitu:
Keberadaan Orang Wakaf (Waqif) sebagai subjek hukum wakaf tanah
milik, Adanya barang hibah (mauquf) yaitu tanah milik. Adanya penerima
wakaf (sebagai subjek wakaf) (nadzir), Pernyataan adanya akad atau lafaz,
atau peralihan wakaf dari tangan wakaf kepada orang atau tempat wakaf
(simauqus alaihi).

Perihal wakaf tanah milik diatur pada Pasal 4 Peraturan Pemerintah


Nomor 28 Tahun 1977. Berdasarkan ketentuan tersebut, objek wakaf tanah
milik harus merupakan tanah hak milik atau tanah milik yang bebas dari
pembebanan, ikatan, sitaan, perkara.

Adapun tata cara perwakafan tanah dibagi menjadi 6 (enam) yaitu:


1) Tanah Milik yang Sudah Bersertifikat dengan Status Hak Milik, 2)
Tanah Milik Bersertifikat yang Berstatus Hukum Hak Guna Bangunan dan
Hak Pakai, 3) Tanah Hak Milik yang Belum Bersertifikat (Bekas Tanah
Milik Adat), 4) Tanah yang Belum ada Haknya (yang dikuasai / tanah
Negara), 5) Prosedur Pendaftaran Wakaf ke Badan Pertanahan Nasional,
6) Proses Sertifikasi Tanah Wakaf.

Tanah milik yang telah diwakafkan tidak dapat dilakukan


perubahan atau penggunaannya selain apa yang telah ditentukan dalam
ikrar wakaf. Perubahan peruntukan tanah wakaf harus mendapatkan
persetujuan dari Menteri Agama terlebih dahulu.

14
DAFTAR PUSTAKA

Rahim, Ade Nur dan Ahmad Hasan Ridwan. (2022). Wakaf dalam
Perspektif Al-Qur’an dan Hadist. Al-Quds: Vol. 6, No. 2.
Rahman, Muh. Fudhail. (2009). Wakaf Dalam Islam. Al-Iqtishad: Vol. 1,
No. 1.
Rosadi, Aden. (2019). Zakat dan Wakaf Konsepsi, Regulasi, dan
Implementasi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Tongat, dkk. (2018). Modul Pendidikan dan Latihan Kemahiran Hukum
Pendaftaran dan Sertifikasi Tanah Wakaf. Malang: Universitas
Muhammadiyah Malang.
Usman, Rachmadi. (2009). Hukum Perwakafan di Indonesia. Jakarta:
Sinar Grafika.

15

Anda mungkin juga menyukai