Anda di halaman 1dari 25

SEJARAH PERATURAN PERWAKAFAN DI INDONESIA

Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 : Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk utk memeluk agamanya masing-masing & beribadat menurut agama dan kepercayaannya. Salah satu diantara adalah ibadah wakaf ibadah

Maliyah

Dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UU No.5:1960) di letakkan dasar-dasar umum pengaturan tanah wakaf di Indonesia : 1.Pasal 49 ayat (1) : Hak milik tanah badan-badan keagamaan dan sosial diakui dan dilindungi oleh negara. 2.Pasal 49 ayat (3) : Perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan

Peraturan Pemerintah tentang perwakafan tanah milik yang disebutkan dalam pasal 49 UndangUndang Pokok Agraria (UUPA) ditetapkan pada tanggal 17 Mei 1977 Latar Belakang dikeluarkannya dan dimuat dalam Lembaran Negara Peraturan Nomor 38. Tahun 1977Pemerintah No. 28 Tahun 1977 adalah : (1) Pada waktu lampau, pengaturan tentang perwakafan tanah selain dari belum memenuhi kebutuhan, juga tidak diatur secara tuntas dalam

penyimpangan dari hakikat dan tujuan wakaf itu sendiri. Ini disebabkan karena beraneka ragamnya bentuk wakaf (Wakaf keluarga, wakaf umum dan sebagainya) dan tidak adanya keharusan untuk mendaftarkan bendabenda yang diwakafkan itu. Akibatnya banyak benda-benda yang diwakafkan tidak diketahui lagi keadaannya, dan diantaranya ada yang telah menjadi milik ahli waris pengurus (nadzir) wakaf bersangkutan.

PP NOMOR 28 TAHUN 1977


Peraturan Pemerintah tentang perwakafan tanah milik ini terdiri dari 7 bab, 18 pasal dengan susunan sebagai berikut: Bab I Ketentuan umum yang bersifat definisi tentang wakaf, wakif, ikrar dan nadzir. Bab II berjudul fungsi wakaf terdiri dari tiga bagian: Bagian 1 : Memuat rumusan tentang

Bab III Tentang tata cara mewakafkan dan pendaftarannya, terdiri dari dua bagian : 1. Mengenai tata cara perwakafan tanah milik 2. Pendaftaran tanah milik Bab IV Tentang perubahan, penyelesaian perselisihan dan pengawasan perwakafan tanah milik. Terdiri dari tiga bagian : 1. Perubahan perwakafan tanah milik 2. Penyelesaian perselisihan perwakafan tanah milik

Bab V Tentang ketentuan pidana Bab VI Tentang ketentuan peralihan Bab VII Tentang ketentuan penutup

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1977 Tentang tata pendaftaran tanah mengenai perwakafan tanah milik.

Tahun 1978 Tentang pelaksanaan Peraturan Pemerintah mengenai perwakafan tanah milik. Terdiri dari 10 bab, 20 pasal : Bab I ketentuan umum memuat rumusan berbagai istilah dalam perwakafan. Bab II Mengenai ikrar wakaf dan aktanya Bab III tentang Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf yaitu Kepala Kantor Urusan Agama dan tugasnya sebagai pejabat

dan haknya Bab V perubahan perwakafan tanah milik Bab VI tentang pengawasan dan bimbingan Bab VII tata cara pendaftaran wakaf yang terjadi sebelum peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 1977 diundangkan Bab VIII tentang penyelesaian perselisihan perwakafan Bab IX Biaya

Peraturan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor75 Tahun 1977 Tentang formulir dan pedoman pelaksanaan peraturan-peraturan tentang Unsur-unsur Wakaf dan Syaratperwakafan tanah milik. syaratnya : Nadzir Wakif Ikrar Benda yang diwakafkan Tujuan wakaf

Nadzir adalah kelompok orang atau badan hukum yang diserahi tugas pemeliharaan dan pengurusan benda wakaf. Ketentuan nadzir seperti yang terdapat dalam PP merupakan pengembangan hukum fiqih di Indonesia. Pasal 6 PP menyebut syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh nadzir: (1) Nadzir perorangan, (2) Nadzir badan hukum. Kedua syarat nadzir wakaf ini harus terdaftar pada Kantor Urusan Agama

Kewajiban Nadzir
1) Mengurus dan mengawasi harta kekayaan wakaf dan hasilnya 2) Memberi laporan kepada Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan 3) Melaporkan anggota nadzir yang berhenti dari jabatannya 4) Mengusulkan kepada kepala KUA Kecamatan anggota pengganti yang berhenti itu untuk disahkan keanggotaannya

Hak Nadzir
Pasal 11 PMA menetapkan hak nadzir : (1) Menerima penghasilan dari hasil tanah wakaf yang besarnya tidak boleh melebihi 10 persen (10%) dari hasil bersih tanah wakaf (2) Menggunakan fasilitas sepanjang diperlukan dari tanah wakaf atau hasilnya

Wakif atau orang yang mewakafkan haruslah orang-orang atau badan hukum yang memenuhi syarat untuk melakukan tindakan hukum.
Badan hukum Indonesia yang dapat menjadi wakif adalah badan hukum yang memenuhi syarat yang ditentukan dalam Peraturan Pemerintah No.38 Tahun 1963, yaitu badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik atas tanah.

Ikrar adalah pernyataan kehendak dari wakif untuk mewakafkan tanahnya. Menurut tradisi yang berlaku dalam masyarakat adat di tanah air kita, ikrar wakaf dilakukan secara sederhana. Ikrar itu dilakukan menurut ketentuan fiqih tradisional yang kemudian menjadi adat dalam masyarakat Indonesia. Hal ini dapat dilihat misalnya dalam peristiwa perwakafan tanah dan bangunan di atasnya yang dilakukan oleh Sultan

Pernyataan kehendak itu kemudian dituangkan kedalam suatu piagam yang kini dapat dibaca di museum Kabupaten Sumenep. Dalam suasana masyarakat pedesaan seseorang yang hendak mewakafkan tanahnya memberitahukan kehendaknya itu pada seorang kiai atau orang yang dipercayainya.
Menurut PP dan peraturan pelaksanaannya, ikrar wakaf harus dinyatakan secara lisan, jelas dan tegas

Dalam pasal 9 ayat 4 PP disebutkan dengan tegas bahwa pelaksanaan ikrar wakaf dianggap sah jika dihadiri dan disaksikan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi. Tujuannya adalah untuk memperoleh bukti yang otentik yang dapat dipergunakan untuk berbagai persoalan seperti misalnya :
a) Untuk bahan pendaftaran pada Kantor Subdirektorat Agraria Kabupaten/Kotamadya

Benda yang diwakafkan atau mauquf bih, menurut PP adalah tanah hak milik yang bebas dari segala pembebanan, ikatan, sitaan, dan Tujuan Wakaf menurut PP adalah perkara. untuk kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam.

CARA PERWAKAFAN TANAH MILIK


Agar perwakafan tanah milik dapat dilaksanakan dengan tertib, maka tata cara perwakafannya harus ditentukan. Menurut Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 : (1) Seseorang atau badan hukum yang hendak mewakafkan tanahnya (sebagai calon wakif) datang sendiri kepada Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) untuk melaksanakan kehendaknya.

(3) Dihadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf dan dua orang saksi, wakif mengucapkan ikrar wafatnya kepada nadzir yang telah disahkan dengan ucapan yang jelas dan tegas. (4) Akta Ikrar Wakaf yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf Kantor Akta Kedudukan Kepala itu adalahUrusan Otentik. Agama Kecamatan sebagai pembuat Akta Ikrar Wakaf adalah sama dengan kedudukan Camat atau Notaris yang menjadi Pejabat Pembuat Akta Tanah

Sebelum dikeluarkan Surat Edaran Sekretaris Gubernemen tanggal 31 Januari 1905, secara hukum belum ada peraturan tentang tata cara mewakafkan tanah. Yang berlaku dalam masyarakat adalah kebiasaan yang sangat sederhana, yakni apabila seseorang hendak mewakafkan tanahnya, ia menyatakan kehendaknya mewakafkan hartanya itu untuk suatu tujuan tertentu kepada orang yang dipercayainya. Contohnya adalah wakaf Sultan

Walaupun surat edaran mengenai pengaturan wakaf dikeluarkan terus oleh Pemerintah Hindia Belanda sampai (terakhir 27 Mei ) tahun 1935, namun tata cara perwakafan tanah masih tetap seperti kebiasaan dalam masyarakat adat dan menurut ketentuan hukum fiqih tradisional. Saling pengaruh antara ketentuan adat dan hukum fiqih Islam menyebabkan lembaga Islam itu menjadi lembaga adat pula.

Dalam Kompilasi Hukum Islam (Inpres No. 1 Tahun 1991) Wakaf diatur dalam Buku III tentang Hukum Perwakafan. Dalam UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dalam Pasal 49 ayat (1) menyebutkan bahwa PA bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam antara lain di bidang wakaf.

Adanya peraturan-peraturan tentang perwakafan ini membuat tertib administrasi perwakafan semakin meningkat namun dampak bagi kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat belum nampak. Hal ini mungkin karena yang diatur hanya tanah milik, sedangkan wakaf dalam bentuk benda bergerak belum diatur. Tidak diaturnya wakaf benda tidak bergerak, berakibat sulit mengembangkan wakaf di Indonesia, dan kebanyakan nadzir wakaf kurang profesional dalam mengelola wakaf, sehingga belum bisa mengembangkan wakaf secara produktif.

Agar wakaf dapat lebih produktif maka dikeluarkanlah UU Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.

Anda mungkin juga menyukai