Anda di halaman 1dari 11

HUKUM AGRARIA

ASYRI FEBRIANA, S.H., M.H.


KONSEPSI HUKUM TANAH NASIONAL

• Rumusan konsepsinya
Hukum adat merupakan sumber utama dalam pembangunan hukum tanah nasional, ini
berarti bahwa pembangunan hukum tanah nasional dilandasi konsepsi hukum adat yang
dirumuskan dengan kata-kata :

“komunalistik religious yang memungkinkan penguasaan tanah secara individual, dengan


hak-hak atas tanah yang bersifat pribadi, sekaligus mengandung kebersamaan”
SIFAT KOMUNALISTIK RELIGIOUS

• Sifat komunalistik religious konsepsi hukum tanah nasional ditunjukkan oleh Pasal 1 ayat
2 yang menyatakan “Seluruh bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang
terkandung dalam sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa merupakan kekayaan nasional”.
• Kalau dalam hukum adat tanah ulayat merupakan tanah bersama para warga masyarakat
hukum adat yang bersangkutan, maka dalam hukum tanah nasional dalam wilayah negara
kita adalah tanah bersama seluruh rakyat Indonesia, yang telah bersatu menjadi bangsa
Indonesia. Pernyataan ini menunjukkan sifat komunalistik konsepsi hukum tanah
nasional.
• Dalam konsepsi hukum adat sifat keagamaan hak ulayat masih belum jelas benar, dengan rumusan,
bahwa tanah ulayat sebagai tanah bersama adalah peninggalan nenek moyang atau sebagai karunia
kekuatan yang gaib.
• Dengan adanya sila Ketuhanan Yang Maha Esa maka, dalam hukum tanah nasional tanah yang
merupakan tanah bersama bangsa Indonesia, secara tegas dinyatakan sebagai karunia tuhan yang
maha esa. Dengan demikian sifat religiousnya menjadi jelas dan benar.
• Suasana relegius hukum tanah nasional nampak juga dari apa yang dinyatakan dalam konsideran dan
Pasal 5, sebagai pesan atau peringatan kepada pembuat undang-undang agar dalam membangun
hukum tanah nasional jangan mengabaikan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.
UPAYA PENYUSUNAN HUKUM AGRARIA
NASIONAL
• Proklamasi kemerdekaan RI merupakan suatu tonggak sejarah sebagai simbol terbentuknya
NKRI yang merdeka dan berdaulat. Secara yuridis proklamasi tersebut memiliki makna
terputusnya hukum kolonial dan berlakunya hukum nasional, sedangkan secara politis
proklamasi kemerdekaan mengandung anrti bahwa bangsa Indonesia terlepas dari
penjajahan menjadi bangsa yang merdeka.
• Proklamasi kemerdekaan tersebut meberi arti penting terhadap upaya penyusunan hukum
agraria nasional. Pertama dengan proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia memutuskan
hubungan dengan hukum agraria kolonial sekaligus, yang kedua bangsa Indonesia berupaya
membentuk hukum agraria nasional.
• Dengan diproklamirkannya kemerdekaan Indonesia ternyata tidak serta merta pemerintah
dapat dengan mudah membentuk hukum agraria nasional, hal itu membutuhjan waktu
yang cukup lama. Dengan demikian untuk mengisi kekosongan hukum, diberlakukanlah
Pasal II aturan peralihan UUD 1945: “Segala badan negara dan peraturan yang ada
masih langsung berlaku, selama belum diadakannya yang baru berdasarkan undang-
undang dasar ini”.
POLITIK HUKUM AGRARIA NASIONAL

• Dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945 menyatakan “Bumi, air, dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat”.
• Ketentuan tersebut bersifat imperatif, artinya berbentuk perintah kepada negara bahwa
penguasaan negara harus dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia.
UPAYA PENYESUAIAN HUKUM AGRARIA KOLONIAL
DENGAN KEADAAN DAN KEBUTUHAN SETELAH
INDONESIA MERDEKA:
1. Menggunakan kebijakan dan penapsiran baru
Dalam pelaksanaan hukum agraria didasarkan atas kebijaksanaan baru dengan memakai tafsir
yang baru yang sesuai dengan Pancasila dan Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945. Contohnya mengenai
hubungan domein verklaring, yaitu negara tidak lagi sebagai penilik tanah, melainkan negara
sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat Indonesia hanya menguasai tanah.

2. Penghapusan hak-hak konversi


Contohnya Karasidenan Surakarta dan Yogyakarta, yang mana didaerah ini semua tanah
dianggap milik raja, rakyat hanya sekedar memakainya yang diwajibkan menyerahkan sebagian
hasil tanah itu kepada raja.
Berdasarkan UU No.13 Tahun 1948 yang mecabut stb. 1918-20 dan ditambah dengan UU No. 5
Tahun 1950 secara tegas menyatakan bahwa lembaga koversi begitu juga hak-hak konversi serta
hypoteek yang membebaninya menjadi hapus.
3. Penghapusan tanah pertikelir
Tanah pertikelir yang didalamnya terdapat hak pertuanan. Tuan-tuan tanah yang mempunyai hak
keukuasaan yang demikian banyak yang menyalahgunakan haknya sehingga banya menimbulkan
penderitaan dan kesengsaraan rakyat yang berdiam diwilayahnya.
Setelah Indonesia merdeka pemerintah Indonesia melakukan pembelian tanah-tanah partikelir.
Hapusnya tanah partikerlir didasarkan atas UU No. 1 Tahun 1958.
4. Perubahan peraturan persewaan tanah rakyat
5. Peraturan tambahan untuk mengawasi pemindahan hak atas tanah
Menurut ketentuan yang telah dilakukan beberapa kali perubahan setiap perbuatan
yang berwujud pemindahan hak hanya dapat dilakukan dengan Menteri Kehakiman
dengan persetujuan Menteti Pertanian. Maksudnya untuk mengadakan pengawasan
serta jaminan bahwa penerimaan haknya mampu mengusahakan perusahaan,
perkebunan yang bersangkautan dengan baik bukan dijadikan objek spekulasi belaka.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai