Anda di halaman 1dari 13

AGAMA SHABI’AH

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


pada Mata Kuliah Perbandingan Agama

Dosen: Dr. Muhammad Syaifullah, M.Pd.I

Di Susun Oleh :

1. Muh Alifiyyul Anfi (191210177)


2. Khoirul Ummah (191210174)
3. Fitria Nur Latifa (192210216)

Program Studi S.I Pendidikan Agama Islam

FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM MA’ARIF NU
METRO LAMPUNG
1444 H/ 2022 M

i
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur yang kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan hidayah untuk berpikir sehingga dapat menyelesaikan makalah pada
mata kuliah Perbandingan Agama.
Dalam penulisan ini kami tulis dalam bentuk sederhana, sekali mengingat
keterbatasan yang ada pada diri penulis sehingga semua yang ditulis masih sangat
jauh dari sempurna.
Atas jasanya semoga Allah SWT memberikan imbalan dan tertulisnya
laporan observasi ini dapat bermanfaat dan kami minta ma’af sebelumnya kepada
Dosen, apabila ini masih belum mencapai sempurna kami sangat berharap atas
kritik dan saran-saran nya yang sifatnya membangun tentunya.

Metro, Oktober 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................i

KATA PENGANTAR......................................................................................ii

DAFTAR ISI....................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah...................................................................1

B. Rumusan Masalah............................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian dan bagaimana latar belakang agama shabi’ah..............2

B. Keyakinan, peribadatan, dan ajaran dalam agama shabi’ah.............3

C. Eksistensi agama shabi’ah di antara agama samawi dan agama

ardhi................................................................................................7

BAB III KESIMPULAN..................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................10

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Jika ditinjau dari segi asalnya, maka semua agama di Bumi ini di bagi
2, yaitu:
1. Agama Samawi (Tauhid) Yaitu agama yang turun dari Allah SWT yang
menjadikan alam semesta dan diwahyukan kepada Rasul-Rasul-Nya untuk
disampaikan kepada umat mereka masing-masing. Yang termasuk dalam
agama samawi antara lain adalah Agama Yahudi, Agama Nasrani, dan
Agama Islam.
2. Agama Thabi’y (A’rdhi) Yaitu agama yang timbul dari angan-angan
khayal manusia belaka, bukan berasal dari wahyu Ilahi. Di antara agama
ardhi adalah Agama Majusi, Agama Shabi’ah.1
Adapun agama Shabi’ah menurut penemuan yang dilakukan melalui
penggalian dan penelusuran peninggalan-peninggalan mereka di negeri Iraq
dan lain-lainnya menunjukkan bahwa agama tersebut dianut oleh kaum
Ibrahim Chaldeans. Begitu juga, agama tersebut dianut oleh mayoritas
penduduk Syam dan Yaman pada zaman purbakala. Setelah beruntunnya
kedatangan beberapa agama baru, agama ini mulai kehilangan identitasnya
dan aktivitasnya mulai redup. Tetapi masih ada sisa-sisa para pemeluknya
yang membaur dengan para pemeluk Majusi, yaitu di masyarakat Arab di Iraq
dan di kawasan tepi pantai teluk Arab.2
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini penulis berusaha mengupas beberapa masalah, yaitu:
1. Apa pengertian dan bagaimana latar belakang Agama Shabi’ah?
2. Apa dan bagaimana keyakinan, peribadatan, dan ajaran dalam Agama
Shabi’ah?
3. Bagaimana eksistensi Agama Shabi’ah di antara agama samawi dan agama
ardhi?

1
Hassoun, Agama Bangsa Arab, http://www.alsofwah.or.id, diakses pada 28 Oktober
2022
2
Hassoun, Shabi’ah; Agama Samawi Yang Berasas Tauhid, http://islamlib.com/, diakses
pada 28 Oktober 2022

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Agama Shabi’ah, Pengertian Dan Latar Belakangnya


Istilah "Shabi'in" (pemeluk shabi’ah) termaktub dalam kitab suci
AlQuran sebanyak tiga kali. Dalam Surat al-Baqarah ayat 62, al-Maidah ayat
69, dan al-Hajj ayat 17.
َّ ٰ ‫ص َر ٰ[ى َوٱل‬
َ‫صبِ‍ِٔين‬ ْ ‫وا َوٱلَّ ِذينَ هَاد‬
َ ٰ َّ‫ُوا َوٱلن‬ ْ ُ‫ِإ َّن ٱلَّ ِذينَ َءا َمن‬
“Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang
Nasrani dan orang-orang Shabiin, ...” (QS. Al-Baqarah 2:62)
‫ص َر ٰ[ى‬ َّ ٰ ‫ُوا َوٱل‬
َ ٰ َّ‫صبِ‍ُٔونَ َوٱلن‬ ْ ‫وا َوٱلَّ ِذينَ هَاد‬
ْ ُ‫ِإ َّن ٱلَّ ِذينَ َءا َمن‬
“Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, Shabiin dan
orang-orang Nasrani, ...” (QS. Al-Maidah 5:69)

َ ‫ص َر ٰ[ى َوٱ ۡل َمج‬


‫ُوس‬ َّ ٰ ‫ُوا َوٱل‬
َ ٰ َّ‫صبِ‍ِٔينَ َوٱلن‬ ْ ‫وا َوٱلَّ ِذينَ هَاد‬
ْ ُ‫ِإ َّن ٱلَّ ِذينَ َءا َمن‬
“Sesungguhnya orang-orang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang
Shabiin, orang-orang Nasrani, orang-orang Majusi ...” (QS. Al-Hajj 22:17)
“Shabiah” (Sabean) berasal dari bahasa Aramik, “shaba'a”. Padanan
katanya dalam bahasa Arab adalah “ta`ammada” yang berarti pembabtisan dan
penyucian diri dengan air. Shabi’ah juga berarti membelok atau melepaskan
diri dari ikatan. Orang-orang yang menganut Shabi’ah dinamai “shabi’in”,
karena mereka membelok dari jalan yang ditunjukkan oleh para nabi. Ritual
baptis adalah sakramen kuno. Baptis merupakan syariat utama agama Shabiah.
Makna dari syariat ini adalah permulaan hidup baru, maklumat bagi
pertaubatan dan penyucian jiwa-raga. Seorang bayi yang baru lahir harus
dibaptis agar ia sah menjadi pemeluk agama Shabiah.3
Dalam upacara hari-hari besar keagamaan Shabiah, upacara baptis
hukumnya wajib. Pemeluk Shabiah dianjurkan untuk sesering mungkin
melakukan sekramen ini agar dosa dan kesalahannya dihapus. Tobat tidak
cukup hanya lewat pengakuan dosa, namun juga melalui sakramen ini.

3
Agus Hakim, Perbandingan Agama, (Bandung: Diponegoro Bakal, Raeed, 2006), hlm.
88

2
Shabiah adalah agama kuno yang telah ada sejak manusia ini ada. Ia
mengikuti ajaran-ajaran nabi pertama sekaligus nenek-moyang manusia, yaitu
Nabi Adam. Pemeluk Shabiah juga melestarikan ajaran-ajaran yang termaktub
dalam shahifah Idris, Syith, Sam bin Nuh, dan Yahya bin Zakaria yang
diyakini sebagai nabi terakhir pemeluk agama ini. Hari Ahad (Minggu)
merupakan hari suci bagi agama Shabi’ah. Hari Ahad adalah hari pembabtisan
Nabi Yahya bin Zakaria.
Sejak sebelum Masehi, agama ini tersebar di kawasan yang disebut
Bulan Sabit Subur, meliputi Palestina, Suriah, Mesir, Jordania, Jazirah Arab,
Irak, dan Iran. Namun akibat penindasan sepanjang sejarah terhadap pemeluk
agama ini, lambat laun pengikutnya semakin menyusut. Dan sekarang
pemeluk agama ini terkonsentrasi di Irak Selatan dengan jumlah pemeluknya
saat ini kurang lebih 10 ribu orang.4

B. Keyakinan Dan Ajaran Agama Shabi’ah


Agama Shabi’ah mengajarkan kepercayaan kepada roh-roh (Rohaniah).
Yang dimaksud dengan kata-kata Roh disini ada dua macam:
1. Ruh, yaitu suatu golongan makhluk Tuhan yang tertinggi, yang juga Maha
Suci zat dan sifatnya, mereka tidak tampak dan tidak dapat diraba, tidak
dapat dijangkau dengan panca indra, lepas dari sifat-sifat dan pengaruh
benda, tidak terkait oleh pengaruh ruang dan waktu.
2. Rauh, artinya kesentosaan, keadilan, kebahagiaan, rahmat dan ni’mat.
Rauh adalah sifat daripada ROH dan RAUH juga sebagai haluan dan
tujuan dari cita-cita tertinggi penganut Shabi’ah.5
Pokok pemikiran kaum Shabi’in adalah “wasilah”, yaitu memakai
perantara dalam beribadah kepada Tuhan. Orang-orang Shabi’ah mengakui,
bahwa alam ini ada, karena diciptakan oleh Tuhan, Tuhan Maha Pandai, Maha
Bijaksana, Maha Suci dari pengaruh dan sifat-sifat alam. Tetapi kita wajib
mengakui – kata mereka – bahwa kita tidak dapat langsung menghadap ke
hadirat Tuhan Yang Maha Suci, Maha Besar dan Maha Tinggi itu, kecuali
dengan perantaraan sesuatu yang amat dekat kepada-Nya, yaitu roh-roh yang

4
Agus Hakim, Perbandingan Agama, hlm. 89-90
5
Hassoun, Asal Usul Agama, http://www.wordpress.com, diakses pada 28 Oktober 2022

3
suci pula. Dan memang roh-roh itu dijadikan Tuhan untuk selalu bertugas
memuji Tuhan, tidak pernah mendurhakai apa yang dititahkan Allah kepada
mereka, bahkan mereka selalu taat kepada Tuhan. 6
Ketika kaum Shabi’in ditanya oleh Rasulullah SAW kenapa mereka
menyembah berhala, mereka menjawab, “kami tidak menyembah berhala-
berhala ini, melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah.”
Oleh karena itu, - kata mereka – kita wajib mensucikan diri dan jiwa
kita dari kotoran syahwat, melepaskan akhlak dari ikatan nafsu angkara-
murka, sehingga dapat mencapai suatu taraf kesucian yang sesuai dengan
kesucian rohroh itu, karena kepada roh-roh itulah kita akan memohonkan
segala hajat dan kebutuhan. Maka hendaklah segala orang tabah dan kuat
mengendalikan nafsu dan mengekang syahwatnya. Dengan demikian roh-roh
suci itu akan suka menolong kita di hadapan Tuhan Maha Pencipta. Tuhan
yang memberi rezki kepada kita dan kepada roh-roh itu.
Adapun ajaran-ajaran kebersihan dan ibadat menurut Shabi’ah, ialah:
1. Menahan nafsu
2. Berdo’a
3. Mendirikan sembahyang
4. Mengeluarkan harta (infaq dan derma)
5. Berpuasa
6. Berkurban
7. Membersihkan badan dan memakai wangi-wangian (dupa stanggi),
menyan dan sebagainya.
8. Memakai azimat. 7

Shabiah memiliki lima rukun, yaitu:


1. Tauhid, Shabiah adalah agama samawi pertama yang mengikrarkan
keesaan Tuhan sebagai pencipta dan pemelihara jagat raya. Dia azali; tidak
bermula, dan abadi; tidak berakhir. Segala puji dan sembahan hanya
dipanjatkan ke hadirat-Nya.

6
Agus Hakim, Perbandingan Agama, hlm. 91
7
Agus Hakim, Perbandingan Agama, hlm. 93

4
2. Shalat, yang juga disebut “al-barakha”. Ritual ini dilaksanakan dengan
cara berdiri untuk beberapa saat menghadap kiblat yaitu ke arah utara yang
diyakini sebagai jalan menuju cahaya dan surga. Lalu mengangkat kedua
tangan sebagai bentuk salam, sembari membaca doa dan permohonan
ampun atas segala dosa dan kesalahan. Dalam salat itu ada sujudnya, tapi
tidak boleh mencium atau menyentuh tanah. Sebab tanah bukanlah tempat
yang suci meski telah dibersihkan. Sujud adalah bentuk ketundukan yang
hanya diperuntukkan bagi Tuhan, bukan bumi. Dan bagi kami, kepala
manusia berisi akal-budi yang merupakan nurani-rabbani, ia tidak layak
diletakkan di atas tanah. Salat dilakukan tiga kali dalam sehari; saat terbit
matahari, siang terik, dan waktu terbenamnya matahari. Sebelum salat,
disyari’atkan juga berwudlu: mencuci muka, tangan, kaki, dan anggota
badan lainnya dari segala kotoran.
3. Puasa, yang terbagi ke dalam dua jenis: puasa kecil dan puasa besar. Puasa
kecil adalah puasa ragawi, yaitu menahan diri untuk tidak memakan
daging-daging hewan. Puasa kecil ini dilaksanakan pada hari-hari tertentu
secara terpisah. Dalam setahun, puasa kecil berjumlah 36 hari. Sedangkan
puasa besar adalah puasa jiwa, yaitu menahan jiwa dari “dosa jiwa” yang
dilarang oleh Sang Khalik dan tidak menyakiti sesama manusia.
4. Zakat (sedekah), yang disebut “zidqa”. Sedekah berasal dari golongan
yang mampu untuk golongan yang tidak mampu.
5. Sakramen pembaptisan, seperti yang telah jelaskan di atas. 8
Kitab suci Shabi’ah disebut “Kanza Raba”. Padanan kata Arabnya
adalah “al-Kanz al-A'dzam” (Harta Karun yang Agung). Kitab ini merupakan
kompilasi dari ajaran-ajaran Nabi Adam, Syith dan Sam bin Nuh yang berisi
dua bagian. Pertama, dari sisi kanan memuat sifr takwin (kitab kejadian),
kisah pertarungan antara kekuatan baik dan jahat, kekuatan cahaya dan
kegelapan, pujian-pujian untuk Tuhan, dan beberapa aturan fiqih. Kedua, dari
sisi kiri, berisi bahasan tentang jiwa manusia yang berkaitan dengan pahala
dan siksa. Selain kitab Kanza Raba, Shabiah juga memiliki kitab-kitab suci
lain: kitab Darasyia Adihiya yang berisi ajaran Nabi Yahya bin Zakaria, kitab

8
Agus Hakim, Perbandingan Agama, hlm. 93-94

5
al-Qilsita yang berisi tentang asalmuasal jiwa Adam dan manusia secara
umum, dan kitab al-Anfus yang berisi ritual dan pujian dalam acara
pernikahan.
Dalam agama Shabiah, ada lima belas hal yang diharamkan, yaitu:
1. Kufur atau menyembah selain Tuhan
2. Membunuh
3. Berzina
4. Mencuri
5. Berbohong
6. Bersumpah palsu
7. Mengkhianati janji
8. Menyembah syahwat
9. Praktik sihir dan tenung
10. Berkhitan
11. Meminum khamar
12. Mempraktekkan riba
13. Meratapi mayat
14. Makan darah dan daging hewan yang sedang hamil dan bangkai
15. Praktek selibat (membujang). 9
Orang-orang Shabi’ah mengatakan, bahwa mereka tidak mempercayai
nabi-nabi, pada mereka tidak ada ajaran kepercayaan kepada nabi-nabi dan
rasulrasul. Mereka mengatakan, bahwa antara kita dengan nabi-nabi itu sama
saja, baik dalam kejadian, bentuk dan rupa. Tabiat yang kita punyai sama saja
dengan tabiat mereka; keadaan mereka minum, kita pun minum, tidak ada
kelebihan mereka daripada kita; maka tidaklah wajib bagi kita mentaati
mereka; orang Shabi’ah berpendirian, tidak ada yang wajib ditaati
pengajarannya, hanyalah pada roh-roh itu saja.
Jika dinyatakan kepada mereka, dari mana kamu peroleh ajaran-ajaran
Shabi’ah ini? Mereka menjawab: “Bahwa ajaran ini kami terima dan kami
pusakai dari „Adzimun dan Hurmus (Nabi Syits dan Idris)”. Hanya dua orang
itu sajalah nabi yang mereka percayai, lain dari kedua itu tidak.

9
Agus Hakim, Perbandingan Agama, hlm. 95

6
Teori mereka yang menyatakan: “Tidak mau mempercayai nabi-nabi
dan rasul-rasul dengan alasan bahwa nabi-nabi dan rasul-rasul masih manusia
biasa yang sama dengan kita.” Tetapi di samping itu mereka masih
mempercayai Nabi Syits dan Nabi Idris, di sini kelihatan paradoksnya pikiran
mereka.
Menurut orang-orang Shabi’ah, roh-roh itulah yang menjadikan dan
mengadakan, merobah sesuatu dari satu keadaan kepada keadaan yang lain
dengan kodrat dan kekuatan yang mereka terima daripada Tuhan Yang Maha
Suci dan Maha Tinggi. Kodrat Allah Yang Maha Tinggi ini, dilimpahkan
kepada roh-roh yang di bawahnya, dengan limpahan kodrat ini, masing-
masing roh dapat menjadikan alam; diantaranya bertugas menjadikan planet
yang tujuh, yang selalu beredar pada falaqnya. Begitulah segenap bintang-
bintang, segenap yang ada di langit dan ada roh yang mengendalikan, sampai
kepada awan, guruh, petir, dan hujan. Demikian pun yang ada di bumi, gempa,
banjir, dan sebagainya ada roh (Malaikat) yang menjadikan dan
mengendalikannya.
Dalam ajaran Shabi’ah, tidak ada kematian. Yang ada hanya
perpindahan dari alam dunia ke alam akhirat. Karena itu, meratapi mayat
sangat dilarang. Memakai seragam hitam dan adat-istiadat berkabung lainnya
karena adanya kamatian, tidak dikenal dalam agama ini. Mereka juga percaya
bahwa di akhirat kelak akan ada bentuk perhitungan (hisab) atas amal kita; ada
surga dan neraka. 10

C. Shabi’ah, Agama Samawi Atau Agama Ardhi?


Agama Shabi’ah kemungkinan sekali asalnya agama Tauhid yang
diajarkan nabi-nabi zaman purbakala, tetapi kemudian telah berubah dari
asalnya. Masyhur dalam agama Samawi, Syits dan Idris mengimani Allah
Yang Maha Esa, mengimani Malaikat, Kitab-Kitab, Rasul-rasul, Hari
kemudian dan Takdir. Tetapi agama Shabi’ah ini dibelokkan penganutnya
kepada agama roh-roh (agama dewa-dewa), sehingga mereka mengakui
kekuasaan roh dan menyembahnya di samping Allah.

10
Agus Hakim, Perbandingan Agama, hlm. 95-96

7
Jika ditilik akidah yang mereka anut pada masa kemudian, Shabi’ah ini
telah berubah menjadi musyrik, karena telah menuhankan sesuatu di samping
Allah. Apalagi dalam cara mereka beribadat, tegas mereka menyembah
banyak roh-roh; pemujaan yang langsung kepada Tuhan tidak ada pada
mereka. Hanya saja, ajaran akhlaknya yang mengajarkan kesucian jiwa
dengan menahan hawa nafsu, adalah amat sesuai dengan Islam. Ajaran
memakai tangkaltangkal atau „azimat adalah bertentangan dengan Islam,
karena Nabi Muhammad melarang kita membuat/memakai tamimah
(„azimat). Memakai „azimat membawa kepada kemusyrikkan. 11
Dari analisis di atas, penulis berpendapat bahwa pada mulanya shabi’ah
merupakan agama samawi. Akan tetapi, seiring dengan perubahan-perubahan
yang dibuat oleh para pemeluknya, dan membelokkan ajaran tauhid menjadi
syirik, maka kemudian shabi’ah yang ada saat ini merupakan agama ardhi.

11
Agus Hakim, Perbandingan Agama, hlm. 98

8
BAB III
KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas, dapat kita tarik kesimpulan sebagai berikut:


1. “Shabiah” (Sabean) berasal dari bahasa Aramik, “shaba'a”. Padanan katanya
dalam bahasa Arab adalah “ta`ammada” yang berarti pembabtisan dan
penyucian diri dengan air. Shabi’ah juga berarti membelok atau melepaskan
diri dari ikatan.
2. Pokok pemikiran kaum Shabi’in adalah “wasilah”, yaitu memakai perantara
dalam beribadah kepada Tuhan. Karena itu, mereka mengajarkan kepercayaan
kepada roh-roh sebagai perantara untuk mendekatkan diri dengan Tuhan.
3. Shabiah memiliki lima rukun, yaitu:
a. Tauhid
b. Shalat
c. Puasa
d. Zakat (sedekah)/zidqa
e. Sakramen pembaptisan
4. Kitab suci Shabi’ah disebut Kanza Raba.
5. Nabi yang mereka yakini hanyalah Nabi Syits AS dan Nabi Idris AS.
6. Shabi’ah yang ada saat ini merupakan salah satu dari agama ardhi, yang
merupakan hasil pembelokan dari agama aslinya yang hanya menyembah
Tuhan Yang Maha Esa.

9
DAFTAR PUSTAKA

Hakim, Agus, 2006, Perbandingan Agama, Bandung: Diponegoro Bakal, Raeed


Hassoun, 2006, Shabi’ah; Agama Samawi Yang Berasas Tauhid,
http://islamlib.com/
Hassoun, 2008, Agama Bangsa Arab, http://www.alsofwah.or.id
Hassoun, 2008, Asal Usul Agama, http://www.wordpress.com

10

Anda mungkin juga menyukai