Anda di halaman 1dari 15

NIKAH

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Pada Mata Kuliah Batsul Qutub

Dosen: Minhajudin, M.Pd.I

FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDI S.I PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Di Susun Oleh :

1. Dina afifah Lutfhi (192210159)


2. Ana Rohayati (192210214)
3. Hidayatu Rohmah (191210172)

INSTITUT AGAMA ISLAM MA’ARIF NU


METRO LAMPUNG
1444 H/ 2022 M

i
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur yang kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan hidayah untuk berpikir sehingga dapat menyelesaikan makalah pada
mata kuliah Batsul Qutub.
Dalam penulisan ini kami tulis dalam bentuk sederhana, sekali mengingat
keterbatasan yang ada pada diri penulis sehingga semua yang ditulis masih sangat
jauh dari sempurna.
Atas jasanya semoga Allah SWT memberikan imbalan dan tertulisnya
Makalah ini dapat bermanfaat dan kami minta ma’af sebelumnya kepada Dosen,
apabila ini masih belum mencapai sempurna kami sangat berharap atas kritik dan
saran-saran nya yang sifatnya membangun tentunya.

Metro, November 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i

KATA PENGANTAR...................................................................................... ii

DAFTAR ISI.................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................. 2

BAB III KESIMPULAN.................................................................................. 11

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 12

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Pernikahan disebut juga perkawinan yang berasal dari kata “kawin” yang
menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis. Hal ini sejalan
dengan al-Qur’`an dinyatakan bahwa hidup berpasang-pasangan, hidup berjodoh-
jodoh adalah naluri segala makhluk Allah, termasuk manusia. 1 Arti nikah menurut
syari’at nikah juga berarti akad. Sedangkan pengertian hubungan badan itu hanya
metafora saja. Arti dari pernikahan disini adalah bersatunya dua insan dengan
jenis berbeda yaitu laki-laki dan perempuan yang menjalin suatu ikatan dengan
perjanjian atau akad.2 Perkawinan adalah suatu peralihan atau life cycle dari
tingkat hidup remaja ke tingkat hidup berkeluarga dari semua manusia di dunia.3
Esensi yang terkandung dalam syariat perkawinan yaitu suatu kehidupan
rumah tangga yang mendatangkan kemaslahatan, baik bagi pelaku perkawinan itu
sendiri, anak keturunan, krabat maupun masyarakat. Oleh karena itu, perkawinan
tidak hanya bersifat kebutuhan internal yang melibatkan banyak pihak. Sebagai
suatu perikatan yang kokoh (mitsaqan galidzan), perkawinan dituntut untuk
menghasilkan suatu kemaslahatan yang kompleks, bukan sekedar penyaluran
kebutuhan biologis semata.

1
Irdawati Saputri, “Mahar: Perspektif Al-Qur’an Dan Implementasinya Pada Masyarakat
Kabupaten Konawe”, dalam Jurnal Ushuluddin Adab dan Dakwah, Vol. 1 No. 1, 2018, hlm. 17
2
Muhammad Yunus Shamad, “Hukum Pernikahan Dalam Islam (Wedding Law In
Islam)”, dalam ISTIQRA’ Volume V Nomor 1 September 2017 hlm. 75
3
Lindha Pradhipti Oktarina, Dkk, “Pemaknaan Perkawinan: Studi Kasus Pada Perempuan
lajang Yang Bekerja Di Kecamatan Bulukerto Kabupaten Wonogiri”, dalam Jurnal Analisa
Sosiologi, Vol. 4 No. 1, April 2015, hlm. 77

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Nikah
Nikah secara bahasa diungkapkan untuk ‫ط ِء‬
ْ ‫الض ِّم َوالْ َو‬
َّ ‫اح يُطْلَ ُق لُغَ ةً َعلَى‬
ُ ‫َوالنِّ َك‬
makna mengumpulkan, wathi’ dan akad. ‫والْع ْق ِد‬
َ َ
Dan secara syara’ diungkapkan untuk ‫ش تَ ِم ٍل علَى‬ ٍ
ْ ‫َويُطْلَ ُق َش ْر ًعا َعلَى َع ْق د ُم‬
َ
menunjukkan akad yang memuat ‫ان َوالش ُُّر ْو ِط‬
ِ ‫اَأْلر َك‬
ْ
beberapa rukun dan syarat.4

B. Hukum Nikah
Nikah disunnahkan bagi orang yang )‫ب لِمن حَي تَ اج ِإلَي ِه‬
ْ ُ ْ ْ َ ٌّ ‫اح ُم ْس تَ َح‬ ُ ‫(والنِّ َك‬
َ
membutuhkannya sebab keinginan kuat ‫ط ِء وجَيِ ُد اُهبت ه َكمه ٍر‬ ِ ِ ِ ِ
ْ ‫بِتوقَ ان َن ْفس ه ل ْل و‬
ْ َ ُ ََ ْ َ َ َْ
di dalam dirinya untuk melakukan wathi’ ‫َو َن َف َق ٍة‬
dan ia memiliki biaya seperti mas kawin
dan nafkah.
Jika ia tidak memiliki biaya, maka tidak . ‫اح‬ ِ
ُ ‫ب لَهُ النِّ َك‬
َّ ‫اُأْلهبَةَ مَلْ يُ ْستَ َح‬
ْ ‫فَإ ْن فَق َد‬
disunnahkan baginya untuk menikah.5

C. Nikah Empat Wanita Bagi Laki-laki Merdeka dan Dua Wanita Bagi Budak
Bagi laki-laki merdeka hanya )‫(وجَي وز لِْلح ِّر َأ ْن جَي م ع ب َأرب ِع حراِئر‬
َ َ َ َ ْ َ ‫ْ َ َ َنْي‬ ُ ُُْ َ
diperkenankan untuk mengumpulkan ‫َف َق ْط‬
(dalam pernikahan) empat wanita
merdeka saja.
ِ ‫اح َدةُ يِف ْ َحق ِِّه َكنِ َك‬
Kecuali jika haknya hanya satu saja ‫اح‬ ِ ‫ِإاَّل ِإ ْن َتَتعنَّي الْو‬
َ ََ
seperti nikahnya lelaki idiot dan ِ‫س ِفي ٍه وحَنْ ِو ِه مِم َّا يَتوقَّف علَى احْل اجة‬
َ َ َ ُ ََ َ َْ
sesamanya, yaitu pernikahan yang
tergantung pada kebutuhan saja.
Bagi seorang budak walaupun budak ‫(و) جَي وز (لِْلعب ِد) ولَ و م َدبَّرا َأو مب َّعض ا‬
ً َُ ْ ً ُ ْ َ َْ ُ ْ ُ َ
4
Muhammad ibnu Qosim Al-Ghozi, Kitab Fathul Qorib, (Semarang: Pustaka Alawiyyah,
tt), hlm. 12
5
Muhammad ibnu Qosim Al-Ghozi, Kitab Fathul Qorib, hlm. 12

2
mudabbar, muba’adl, mukatab, atau ‫ص َف ٍة (َأ ْن جَي م ع‬
ِ ِ‫َأو م َكاَتبا َأو معلَّ ًقا ِعْت ُقه ب‬
َ َْ ُ َُ ْ ً ُ ْ
budak yang digantungkan ‫الزوجت ِ َف َق ْط‬ َّ ‫ب ا ْثن ِ ) َأ ِي‬
‫ْ َ َ نْي‬ ‫َنْي َ َ نْي‬
kemerdekaannya dengan sebuah sifat,
diperkenankan hanya mengumpulkan dua
istri saja. 6

D. Menikah Dengan Budak Wanita


ِ ِ ِ
‫(واَل َيْنك ُح احْلُ ُّر ََّأمةً) لغَرْيِ ه (ِإاَّل بِ َ ْ نْي‬
Laki-laki merdeka tidak diperkenankan ِ َ‫ش رط‬
َ
menikahi budak wanita orang lain keculai ‫اق احْل َّر ِة) َأو َف ْق ِد احْل َّر ِة َأو ع َدِم‬ِ ‫ع َدِم ص َد‬
َ ْ ُ ْ ُ َ َ
dengan dua syarat, yaitu tidak memiliki ‫الزنَا م َّد َة‬ ِ ِ ِِ ‫ِرض‬
ُ ِّ ‫(و َخ ْوف الْ َعنَت) َأ ِي‬
َ ‫اها به‬ ََ
mas kawin untuk menikahi wanita ‫َف ْق ِد احْل َّر ِة‬ ُ
merdeka, tidak menemukan wanita
merdeka atau tidak ada wanita merdeka
yang berkenan menikah dengannya, dan
ada kekhawatiran melakukan zina selama
tidak menemukan wanita merdeka.
Mushannif meninggalkan dua syarat yang
َ ِ ‫ِّف َش ْرطَنْي‬
‫آخَريْ ِن‬ ُ ‫صن‬َ ‫َوَتَر َك الْ ُم‬
lain,
Yang pertama, dia tidak memiliki istri ‫ك و َن حَتْتَ ه ح َّرةٌ مس لِمةٌ َأو‬
ْ َ ُْ ُ ُ ْ ُ َ‫َأح ُدمُهَا َأ ْن اَل ي‬
َ
wanita merdeka, baik muslim atau ahli ‫اع‬ ِ ِ ِ
ِ ‫كِتابيَّةٌ تَص ُّح لاْل ستمت‬
ِ ِ َْ ْ َ
kitab yang masih bisa untuk dinikmati.
Yang kedua, budak wanita yang akan ‫اَأْلم ِة الَّيِت ْ َيْن ِك ُح َه ا احْلُُّر فَاَل‬
َّ ‫َوالثَّايِن ْ ِإ ْس اَل ُم‬
dinikahi oleh lelaki merdeka tersebut ٌ‫حَيِ ُّل لِ ُم ْسلِ ٍم ََّأمةٌ كِتَابِيَّة‬
beragama islam. Sehingga bagi lelaki
muslim tidak halal menikahi budak
wanita ahli kitab.
Ketika lelaki merdeka menikahi budak ‫الش رو ِط الْم ْذ ُكور ِة‬ ِ ‫ِإ‬
َ ْ َ ْ ُ ُّ ‫َو ذَا نَ َك َح احْلُ ُّر ََّأمةً ب‬
wanita dengan syarat-syarat tersebut, ‫مُثَّ َأيس ر ونَ َكح ح َّر ًة مَل يْن َف ِس خ نِ َك اح‬
ُ ْ َْ ُ َ َ َ َْ
kemudian ia kaya dan menikah dengan ‫اَأْلم ِة‬
َّ
wanita merdeka, maka nikahnya dengan

6
Muhammad ibnu Qosim Al-Ghozi, Kitab Fathul Qorib, hlm. 13

3
budak wanita tersebut tidak rusak. 7

E. Pandangan Lawan Jenis


Pandangan seorang lelaki pada wanita ‫الرج ِل ِإىَل الْم ر َِأة علَى س بع ِة‬
َْ َ َ ْ َ ُ َّ ‫(ونَظَ ُر‬َ
terbagi menjadi tujuh macam: ٍ‫َأضرب‬
ْ ُ
Yang pertama, pandangan seorang laki- ‫َأح ُدها نَظَ ره) ولَ و َك ا َن َش يخا هرم ا‬
ً ََ ً ْ ْ َ ُُ َ َ
ِ
laki, walaupun sudah tua rentah dan tidak ِ َ‫طء (ِإىَل َأجنَبِيَّ ٍة لِغ‬ْ ‫اجًزا َع ِن الْ َو‬ ِ ‫ع‬
‫رْي‬ ْ َ
mampu lagi berhubungan intim, kepada )‫اج ٍة) ِإىَل نَظَ ِر َها ( َفغَْي ُر َجاِئٍز‬
َ ‫َح‬
wanita lain (bukan mahram dan bukan
istri) tanpa ada hajat untuk
memandangnya, maka hukumnya tidak
diperkenankan (Haram).
Jika pandangannya karena ada hajat ‫ش هاد ٍة علَيه ا‬ ٍ ‫فَ ِإ ْن َك ا َن النَّظَ ر حِل‬
َ ْ َ َ َ َ ‫اج ة َك‬
َ َ ُ
seperti bersaksi atas wanita tersebut, . ‫جاز‬ ََ
maka hukumnya diperkenankan.
Yang kedua, pandangan seorang laki-laki ‫الرج ِل (ِإىَل زوجتِ ِه‬
َ َْ ُ َّ ‫(والثَّايِن ْ نَظَ ُرهُ) َأ ِي‬
َ
pada istri dan budak perempuannya. ِ ِ
‫و ََّأمته‬ َ
Maka baginya diperkenankan melihat ‫َفيجوز َأ ْن يْنظُر) ِمن ُك ٍّل ِمْنهم ا (ِإىَل م ا‬
َ َُ ْ َ َ ُ ُْ َ
pada masing-masing dari keduanya selain )‫ع َدا الْ َفرج ِمْنهما‬ َُ َ ْ َ
bagian kemaluan keduanya.
Sedangkan bagian kemaluan,
maka ‫َأما الْ َف رج َفيح رم نَظَ ره وه َذا وج ه‬
ٌ ْ َ َ َ ُ ُ ُ ُ ْ َ ُ ْ َّ
hukum melihatnya adalah haram. Dan ini ‫ضعِيف‬ ٌَْ
pendapat yang lemah.
ِ ِ ‫ِإ‬
َ َ ْ َ‫اَأْلص ُّح َج َو ُاز النَّظَ ِر لَْي ه ل‬
Menurut pendapat al ashah
adalah ‫كن م ع‬
َ ‫َو‬
diperkenankan melihat bagian kemaluan ‫الْ َكَر َاه ِة‬
akan tetapi disertai hukum makruh.
ِ ‫ث نَظَره ِإىَل َذو‬
ٍ ‫ات حَمَا ِرِم ِه) بِنَس‬
Yang ketiga, pandangan seorang laki-laki ‫ب‬ ِ
َ َ ُ ُ ُ ‫(والثَّال‬
َ
ِ ِ ِ
pada wanita-wanita mahramnya, baik ‫اع َأو مصاهر ٍة (َأو ََّأمته الْمز َّوجة‬ ٍ ‫َأو رض‬
َ َُ ْ ََ َ ُ ْ َ َ ْ
sebab nasab, radla’ ataupun pernikahan,
atau pada budak wanitanya yang telah

7
Muhammad ibnu Qosim Al-Ghozi, Kitab Fathul Qorib, hlm. 13-14

4
dinikahkan dengan orang lain.
Maka diperkenankan ُّ َ ‫َفيَ ُج ْو ُز) َأ ْن َيْنظَُر (فِْي َما َع َدا َما َبنْي‬
baginya ‫السَّر ِة‬
memandang anggota badan selain )‫والر ْكب ِة‬ َ ُّ َ
anggota di antara pusar dan lutut.
Sedangkan anggota di antara keduanya, .ُ‫ََّأما الَّ ِذ ْي َبْيَن ُه َما َفيَ ْح ُر ُم نَظَُره‬
maka hukumnya haram dipandang.
Yang ke empat adalah memandang pada )‫الرابِ ع النَّظَ ر) ِإىَل اَأْلجنَبِيَّ ِة (َأِلج ِل‬
ْ ْ ُ ُ َّ ‫(و‬ َ
wanita lain karena ingin dinikah. ‫اح‬ ِ
ِ ‫اجة (النِّ َك‬
َ ‫َح‬
ِ ‫ص ِعْن َد َع ْزِم ِه َعلَى نِ َك‬
Ketika seseorang ingin menikahi seorang ‫اح‬ َّ ِ‫َفيَ ُج ْو ُز) ل‬
ِ ‫لش ْخ‬
wanita, maka diperkenankan baginya ‫ام ر ٍَأة النَّظَ ر (ِإىَل الْوج ِه والْ َك َّف ِ ) ِمْنه ا‬
َ ‫َ ْ َ نْي‬ ُ َْ
melihat wajah dan kedua telapak tangan ‫الزوج ةُ يِف‬ ‫ِإ‬ ِ ِ
ْ َ ْ َّ ُ‫ظَ اهًرا َوبَاطنً ا َو ْن مَلْ تَ ْأ َذ ْن لَ ه‬
luar dalam wanita tersebut, walaupun ‫ك‬ ِ
َ ‫ذَل‬
calon istri tersebut tidak memberi izin
melakukannya.
Menurut tarjihnya imam an Nawawi, ‫ي‬ ِّ ‫اَأْلم ِة َعلَى َت ْر ِجْي ِح الن ََّو ِو‬
َّ ‫َو َيْنظُ ُر ِم َن‬
ketika seorang lelaki hendak melamar ‫ِعْن َد قَص ِد ِخطْبتِها ما يْنظُره ِمن احْل َّر ِة‬
ُ َ ُُ َ َ َ َ ْ
budak wanita, maka ia diperkenankan
melihat dari wanita budak tersebut bagian
badan yang diperkenankan untuk dilihat
dari wanita merdeka.
Yang kelima adalah melihat karena untuk ‫س النَّظَُر لِْل ُم َد َاو ِاة‬ ِ
ُ ‫(واخْلَام‬
َ
mengobati.
Maka bagi seorang dokter laki-laki ‫اَأْلجنَبِيَّ ِة (ِإىَل‬ ِ ِ ‫َفيج وز) نَظَ ر الْطَبِي‬
ْ ‫ب م َن‬ ْ ُ ُْ ُ َ
diperkenankan melihat dari pasien wanita ‫اض ِع الَّيِت حَي ت اج ِإلَيه ا) يِف الْم َداو ِاة‬ ِ ‫الْمو‬
َ ُ ْ َ ْ ُ َْ ْ ََ
lain bagian-bagian yang butuh ia obati ِ
‫َحىَّت ُم َد َاواة الْ َف ْر ِج‬
hingga bagian farji sekalipun.
Hal itu ia lakukan di hadapan mahram, ‫ك حِب ض و ِر حَمْ رٍم َأو زو ٍج َأو‬ ِ
ْ ْ َ ْ َ ْ ُ ُ َ ‫َويَ ُك ْو ُن ذَل‬
suami, atau majikan pasien wanita َ َ‫سيِّ ٍد وَأ ْن اَل تَ ُكو َن هن‬
.‫اك امرَأةٌ ُتعاجِل ها‬ َُ َ َْ ُ ْ َ َ
tersebut. Dan di sana memang tidak ada
dokter wanita yang bisa mengobati pasien
wanita tersebut.

5
Yang ke enam adalah memandang karena ‫َّه َاد ِة) َعلَْي َها‬ ِ ِ َّ ‫(و‬
َ ‫س النَّظَُر للش‬
ُ ‫الساد‬ َ
tujuan bersaksi atas seorang wanita.
Maka seorang saksi ِ ‫َفيْنظُر الش‬
diperkenankan ‫َّاه ُد َفرجها ِعْن َد َشهادتِِه بِ ِزنَاه ا‬
َ ََ ََ ْ ُ َ
memandang farji wanita lain ketika ia ‫هِت‬
‫َأو ِواَل د َا‬ َ ْ
bersaksi atas perbutan zina atau
melahirkan yang dialami oleh wanita
tersebut.
Sehingga, jika ia sengaja melihat dengan ‫الش هاد ِة فَس ق‬ ِ
َ َ َ َ َّ ِ‫فَ ِإ ْن َت َع َّم َد النَّظَ َر لغَرْي‬
tujuan selain bersaksi, maka ia dihukumi ‫ور َّدت َشهادتُه‬ ُ َ َ ْ َُ
fasiq dan persaksiannya ditolak.
Atau memandang untuk ‫(َأ ِو) النَّظَ ر (لِْلمعاملَ ِة) لِْلم ر َِأة يِف بي ٍع‬
karena
َْ ْ ْ َ َ َُ ُ
melakukan transaksi jual beli atau yang ‫َو َغرْيِ ِه‬
lain dengan seorang wanita.
Maka baginya diperkenankan ‫َأي نَظَُرهُ هَلَا‬
ْ )‫( َفيَ ُج ْو ُز النَّظَُر‬
memandang pada wanita tersebut.
Ungkapan mushannif, “tertentu hanya ‫اص ةً) ير ِج ع‬ ِ ِ
ُ ْ َ َّ ‫(خ‬ َ ‫َو َق ْولُ هُ (ِإىَل الْ َو ْج ه) مْن َه ا‬
memandang bagian wajahnya saja”, ‫لِلشَّهاد ِة والْمعاملَ ِة‬ َ َُ َ َ َ
kembali pada permasalahan persaksian
dan transaksi.
ِ ِ ِ ِ َّ ‫الس ابِع النَّظَ ر ِإىَل‬
Yang ke tujuh adalah memandang budak )‫اعه ا‬
َ َ‫اَأْلمة عْن َد ابْتي‬ ُ ُ َّ ‫(و‬ َ
wanita ketika hendak membelinya. ‫ِئ‬
‫َأي َشرا ها‬ َ َ ْ
Maka baginya ِ ‫( َفيج و ُز) النَّظَر (ِإىَل الْمو‬
diperkenankan ‫اض ِع الَّيِت حَي تَ اج‬
ُ ْ ْ ََ ُ ُْ َ
memandang bagian-bagian badan yang ِ
)‫ِإىَل َت ْقلْيبِ َها‬
butuh untuk dipandang/ dibolak balik.
Sehingga ia diperkenankan memandang . ‫َفَيْنظُُر َأطَْرا َف َها َو َش ْعَر َها اَل َع ْو َرَت َها‬
bagian-bagian tubuh dan rambutnya,
tidak bagian auratnya. 8

F. Syarat-Syarat Nikah
(Fasal) menjelaskan hal-hal yang mana ‫اح ِإاَّل بِِه‬ ِ ِ
ُ ‫ص ٌل) فْي َما اَل يَص ُّح النِّ َك‬
ْ َ‫(ف‬
8
Muhammad ibnu Qosim Al-Ghozi, Kitab Fathul Qorib, hlm. 15-16

6
akad nikah tidak bisa sah kecuali dengan
hal-hal tersebut.
Akad nikah hukumnya tidak sah kecuali ‫اح ِإاَّل بَِويِل ٍّ) َع ْد ٍل‬ ِ ‫(واَل ي‬
ِ ‫ص ُّح َع ْق ُد النِّ َك‬ َ َ
disertai dengan wali yang adil.
Dalam sebagian redaksi dengan bahasa, ‫ُّس ِخ بَِويِل ٍّ ذَ َك ٍر‬ ِ ‫َويِف ْ َب ْع‬
َ ‫ض الن‬
“dengan seorang wali laki-laki.”
Hal ini mengecualikan seorang wanita. ‫وه و احرِت ٌاز ع ِن اُأْلْنثَى فَِإنَّه ا اَل ُت ز ِّوج‬
ُ َ َ َ َ ْ َ َُ
Karena sesungguhnya seorang wanita ‫نَ ْفسها واَل َغيرها‬ َ َْ َ ََ
tidak bisa menikahkan dirinya sendiri
atau orang lain.
Akad nikah juga tidak bisa sah kecuali ‫ض ا ِإاَّل‬
ً ْ‫اح َأي‬
ِ ‫ص ُّح َع ْق ُد النِّ َك‬ِ ‫(و) اَل ي‬
َ َ
ِ
dengan hadirnya dua orang saksi yang )‫(شاه َد ْي َع ْد ٍل‬ ُ ُ ‫حِب‬
َ ‫ض ْو ِر‬
adil.9

G. Syarat Wali dan Saksi


Mushannif menjelaskan syarat masing- ِّ ‫ط ُك ٍّل ِمن الْ ويِل‬
َ ‫ِّف َش ْر‬
َ َ ُ ‫صن‬ َ ‫َوذَ َك َر الْ ُم‬
masing dari wali dan dua saksi di dalam :‫اه َديْ ِن يِف ْ َق ْولِِه‬
ِ ‫َوش‬
َ
perkataan beliau,
ِ ‫(وي ْفت ِقر الْويِل ُّ وش‬
َ ‫اه َد ِان ِإىَل ِست َِّة َشَراِئ‬
Seorang wali dan dua orang saksi )‫ط‬ َ َ َ ُ َ ََ
membutuhkan enam syarat :
Yang pertama adalah islam. Sehingga ‫ر َِأة‬ ‫اَأْلو ُل (اِإْل ْس اَل ُم) فَاَل يَ ُك ْو ُن َويِل ُّ الْ َم‬
َّ
ْ
ِِ ِ ِ
َ ‫َكافًرا ِإاَّل فْي َما يَ ْستَثْنْيه الْ ُم‬
wali seorang wanita tidak boleh orang ‫ِّف َب ْع ُد‬
ُ ‫صن‬
kafir, kecuali permasalahan yang
dikecualikan oleh mushannif setelah ini.
Yang kedua adalah baligh. Sehingga wali ‫كو ُن ويِل ُّ الْم ر َِأة‬
ْ َ َ ْ ُ َ‫(و) الثَّايِن ْ (الُْبلُ ْوغُ) فَاَل ي‬
َ
seorang wanita tidak boleh anak kecil. ِ
‫صغيرا‬ ًْ َ
Yang ketiga adalah berakal. Sehingga ‫كو ُن ويِل ُّ الْمر َِأة‬ ِ
ْ َ َ ْ ُ َ‫ث (الْ َع ْق ُل) فَاَل ي‬ ُ ‫(و) الثَّال‬ َ
wali seorang wanita tidak boleh orang ‫جَمُْن ْونًا َس َواءٌ َأطْبَ َق ُجُن ْونُهُ َْأو َت َقطَّ َع‬
gila, baik gilanya terus menerus atau
terputus-putus.

9
Muhammad ibnu Qosim Al-Ghozi, Kitab Fathul Qorib, hlm. 17

7
ْ َ َ ْ ُ َ‫الرابِ ُع (احْلُِّريَةُ) فَاَل ي‬
Yang ke empat adalah merdeka. Sehingga ‫ك و ُن الْ ويِل ُّ عب ًدا‬ َّ )‫(و‬ َ
seorang wali tidak boleh berupa budak di ِ ‫ِإ‬
ِ ‫يِف ْ جْيَاب النِّ َك‬
‫اح‬
dalam ijab (serah) nikah.
Seorang budak diperkenankan menjadi ِ ‫َوجَيُ ْو ُز َأ ْن يَ ُك ْو َن قَابِاًل يِف ْ النِّ َك‬
‫اح‬
orang yang qabul (terima) di dalam akad
nikah.
Yang ke lima adalah laki-laki. Sehingga ُ‫ك و َن الْم رَأة‬ ُّ ِ
ْ َ ْ ُ َ‫س (الذ ُك ْو َرةُ) فَاَل ت‬ُ ‫(و) اخْلَام‬َ
seorang wanita dan khuntsa tidak bisa ِ ِ
. ‫واخْل ْنثى ولَّي‬ ‫َ ُ َ َ نْي‬
menjadi wali nikah.
Yang ke enam adalah adil. Sehingga ُّ ‫ك و ُن الْ ويِل‬ ِ َّ )‫(و‬
َ ْ ُ َ‫س (الْ َع َدالَ ةُ) فَاَل ي‬
ُ ‫الس اد‬ َ
seorang wali tidak boleh fasiq. ِ
‫فَاس ًقا‬
Dari keterangan di atas, mushannif ‫ك م ا تَض َّمنَه‬ ِ ِ ‫واس ت ْث الْمص ن‬
ُ َ َ َ ‫ِّف م ْن َذل‬ُ َ ُ ‫َ ْ َ ىَن‬
mengecualikan permasalahan yang ‫َقولُه‬ ُْ
tercakup di dalam ungkapan beliau,
Hanya saja, sesungguhnya pernikahan ‫الذ ِّميَّ ِة ِإىَل ِإس اَل ِم‬ ِ ِ ‫ِإ‬
ْ ُ ‫( اَّل َأنَّهُ اَل َي ْفتَق ُر ن َك‬
ِّ ‫اح‬
wanita kafir dzimmi tidak mengharuskan
ِّ ‫الْويِل‬ َ
walinya beragama islam.
Pernikahan seorang budak wanita tidak )‫الس يِّ ِد‬
َّ ‫اَأْلم ِة ِإىَل َع َدالَ ِة‬
َّ ‫اح‬ ِ ِ
ُ ‫َواَل ( َي ْفتَق ُر (ن َك‬
mengharuskan majikkannya adil, ِ َ‫َفيجوز َكونُه ف‬
‫اس ًقا‬ ُ ْ ُ ُْ َ
sehingga hukumnya sah walaupun
majikan yang menikahkannya adalah
orang fasiq.
Semua syarat yang telah disebutkan di ‫ي‬ ِ ‫ومَجِ يع ما سبق يِف الْويِل يعتبر يِف ش‬
ِ ‫اه َد‬ َ ْ ُ ََ ْ ُ ِّ َ ْ َ َ َ َ ُ ْ َ
dalam wali juga disyaratkan di dalam dua ‫اح‬
ِ ‫النِّ َك‬
saksi nikah.
ِ
ْ ‫َو ََّأما الْ َع َمى فَاَل َي ْق َد ُح يِف ْ الْ ِواَل يَ ة يِف‬
Adapun buta tidak sampai mencacatkan
hak menjadi wali menurut pendapat al ‫اَأْلص ِّح‬
َ
ashah. 10

H. Urutan Wali Nikah

10
Muhammad ibnu Qosim Al-Ghozi, Kitab Fathul Qorib, hlm. 18-19

8
Wali-wali yang paling ِ ‫(وَأوىَل الْواَّل ِة) َأي َأح ُّق اَأْلولِي‬
berhak ‫اء بِالتَّز ِوي ِج‬
ْ ْ َْ َ ْ ُ َْ
menikahkan adalah ayah, lalu kakek yang ‫اَأْلب) ُث َّم َأبوه وه َك َذا‬
ِّ ‫(اَأْلب مُثَّ اجْل ُّد َأبو‬
ُّ
َ َ ُ ُْ ُْ َ
menjadi ayahnya ayah, kemudian
ayahnya kakek dan seterusnya.
Kakek yang lebih dekat dengan wanita ‫اَأْلب َع ِد‬ ِ
ْ ‫اَأْلج َداد َعلَى‬
ِ ‫وي َقدَّم اَأْل ْقر‬
ْ ‫ب م َن‬ُ َ ُ َُ
yang hendak dinikahkan harus
didahulukan daripada kakek yang lebih
jauh.
Kemudian saudara lelaki seayah seibu ‫الش ِقي ِق‬ ِّ ِ‫اَأْلخ ل‬
ْ َّ ِ‫اُأْلم) َولَ ْو َعَّبَر ب‬
ِّ ‫َأْلب َو‬ ُّ َّ‫(مُث‬
(kandung). Seandainya mushannif ‫لَ َكا َن َأخصر‬ ََ ْ
mengungkapkan, “asy syaqiq (kandung)”,
niscaya lebih ringkas.
Kemudian saudara lelaki seayah. Lalu )‫اُأْلم‬ ِّ ِ‫اَأْلخ ل‬
ِّ ‫َأْلب َو‬ ِّ ِ‫اَأْلخ ل‬
ِّ ‫َأْلب مُثَّ ابْ ُن‬ ُّ َّ‫(مُث‬
anak laki-lakinya saudara laki-laki seayah ‫َوِإ ْن َس ُف َل‬
seibu walaupun hingga ke bawah.
Kemudian anak laki-lakinya saudara laki- ِّ ِ‫اَأْلخ ل‬
‫َأْلب) َوِإ ْن َس ُف َل‬ ِّ ‫(مُثَّ ابْ ُن‬
laki seayah walaupun hingga ke bawah.
Kemudian paman dari jalur ayah yang ِّ ِ‫َّقْي ُق مُثَّ الْ َع ُّم ل‬
‫َأْلب‬ ِ ‫(مُثَّ الْع ُّم) الش‬
َ
seayah seibu (dengan ayah). Lalu paman
dari jalur ayah yang seayah (dengan
ayah).
Kemudian anak laki-lakinya, maksudnya ‫ي ابن ُك ٍّل ِمْنهم ا وِإ ْن س ُفل‬
َ َ َ َُ ُ ْ ِ ‫(مُثَّ ْابنُ هُ) َأ‬
anak laki-laki masing-masing dari )‫ب‬ِ ‫(علَى ه َذا التَّرتِي‬ ْْ َ َ
keduanya walaupun hingga ke bawah
sesuai dengan urutan di atas.
Sehingga anak laki-laki paman yang ‫الش ِقي ِق علَى اب ِن الْع ِّم‬
َ ْ َ ْ َّ ‫َّم ابْ ُن الْ َع ِّم‬
ُ ‫َفُي َق د‬
seayah seibu lebih didahulukan dari pada ِّ ِ‫ل‬
. ‫َأْلب‬
anak laki-laki paman yang seayah.
ِ ‫ات) ِمن النَّس‬ ِ ِ
َ ‫(فَ ِإ َذا عُ د َمت الْ َع‬
Jika ahli ashabah dari jalur nasab sudah ‫ب‬
َ َ ُ َ‫ص ب‬
tidak ada, maka yang berhak menikahkan َّ )‫(فَالْموىَل الْمعتِق‬
‫الذ َكر‬ ُ ُْ
ُ َْ
adalah majikan laki-laki yang telah

9
memerdekakannya.
ِ ‫ب اِإْل ر‬ ِ
ْ ِ ‫صبَاتُهُ) َعلَى َتْرتْي‬
Kemudian ahli ashabah majikan tersebut ‫ث‬ َ ‫(مُثَّ َع‬
sesuai dengan urutan di dalam masalah
warisan.
Adapun majikan wanita yang telah ً‫َأما الْم واَل ةُ الْمعتِ َق ةُ ِإذَا َك انَت حيَّة‬
َ ْ ُْ ْ َ َّ
memerdekakan ketika ia masih hidup, َ‫َفي ز ِّوج عتِي َقته ا من ي ز ِّوج الْمعتِ َق ة‬
ُْ ُ َ ُ ْ َ ََ ْ َ ُ َ ُ
maka yang berhak menikahkan wanita ِ ‫السابِ ِق يِف َْأولِيَ ِاء النَّس‬
‫ب‬ ِ ِ ِ
َ ْ َّ ‫بالت َّْرتْيب‬
yang telah ia merdekakan adalah orang
yang berhak menikahkan majikan
tersebut sesuai dengan urutan yang telah
dijelaskan di dalam urutan wali dari jalur
nasab.
telah ‫ت الْمعتِ َق ةُ ز َّوج عتِي َقَته ا من لَ ه‬ ِ
ُ ْ َ َ ْ َ َ َ ْ ُ َ‫فَ ِإ َذا َم ات‬
Jika majikan wanita yang
memerdekakan tersebut telah meninggal ‫الْواَل ء علَى الْمعتِ َق ِة مُثَّ ابنُه مُثَّ ابن ابنِ ِه‬
ْ ُْ ُْ ُْ َُ َ
dunia, maka yang menikahkan wanita
yang telah dimerdekakan olehnya adalah
orang yang mendapat waris wala’ dari
majikan wanita tersebut, kemudian anak
laki-lakinya, lalu cucu laki-laki dari anak
laki-lakinya.
Kemudian seorang hakim ِ ِ ‫(مُثَّ احْل اكِم) ي ز ِّوج ِعْن د َف ْق ِد‬
berhak ‫اء ِمن‬
َ َ‫اَأْلولي‬
ْ َ ُ َُ ُ َ
menikahkan ketika wali dari jalur nasab ‫ب والْواَل ِء‬
ِ ‫النَّس‬
َ َ َ
dan wala’ sudah tidak ada. 11

11
Muhammad ibnu Qosim Al-Ghozi, Kitab Fathul Qorib, hlm. 20

10
BAB III
KESIMPULAN

Islam disyariatkan hanya untuk memberikan kemaslahatan kepada seluruh


manusia dan menghindarkannya dari kemafsadatan. Salah satu pentunjuk Allah
Swt dalam syariat Islam adalah diperintahkannya menikah dan diharamkannya
zinah. Perintah nikah merupakan salah satu implementasi maqashid syariah yang
lima yaitu hifzhul nasl (menjaga keturunan). Kendati demikian, bagi yang hendak
melangsungkan pernikahan, demi menjaga ke absahannya, hendaknya memahami
pentujuk agama dan negara agar samapai pada hakikat pernikahan.

11
DAFTAR PUSTAKA

Irdawati Saputri, “Mahar: Perspektif Al-Qur’an Dan Implementasinya Pada


Masyarakat Kabupaten Konawe”, dalam Jurnal Ushuluddin Adab dan
Dakwah, Vol. 1 No. 1, 2018

Lindha Pradhipti Oktarina, Dkk, “Pemaknaan Perkawinan: Studi Kasus Pada


Perempuan lajang Yang Bekerja Di Kecamatan Bulukerto Kabupaten
Wonogiri”, dalam Jurnal Analisa Sosiologi, Vol. 4 No. 1, April 2015

Muhammad ibnu Qosim Al-Ghozi, Kitab Fathul Qorib, (Semarang: Pustaka


Alawiyyah, tt)

Muhammad Yunus Shamad, “Hukum Pernikahan Dalam Islam (Wedding Law In


Islam)”, dalam ISTIQRA’ Volume V Nomor 1 September 2017

12

Anda mungkin juga menyukai