FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDI S.I PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Di Susun Oleh :
i
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur yang kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan hidayah untuk berpikir sehingga dapat menyelesaikan makalah pada
mata kuliah Batsul Qutub.
Dalam penulisan ini kami tulis dalam bentuk sederhana, sekali mengingat
keterbatasan yang ada pada diri penulis sehingga semua yang ditulis masih sangat
jauh dari sempurna.
Atas jasanya semoga Allah SWT memberikan imbalan dan tertulisnya
Makalah ini dapat bermanfaat dan kami minta ma’af sebelumnya kepada Dosen,
apabila ini masih belum mencapai sempurna kami sangat berharap atas kritik dan
saran-saran nya yang sifatnya membangun tentunya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................. 2
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 12
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Pernikahan disebut juga perkawinan yang berasal dari kata “kawin” yang
menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis. Hal ini sejalan
dengan al-Qur’`an dinyatakan bahwa hidup berpasang-pasangan, hidup berjodoh-
jodoh adalah naluri segala makhluk Allah, termasuk manusia. 1 Arti nikah menurut
syari’at nikah juga berarti akad. Sedangkan pengertian hubungan badan itu hanya
metafora saja. Arti dari pernikahan disini adalah bersatunya dua insan dengan
jenis berbeda yaitu laki-laki dan perempuan yang menjalin suatu ikatan dengan
perjanjian atau akad.2 Perkawinan adalah suatu peralihan atau life cycle dari
tingkat hidup remaja ke tingkat hidup berkeluarga dari semua manusia di dunia.3
Esensi yang terkandung dalam syariat perkawinan yaitu suatu kehidupan
rumah tangga yang mendatangkan kemaslahatan, baik bagi pelaku perkawinan itu
sendiri, anak keturunan, krabat maupun masyarakat. Oleh karena itu, perkawinan
tidak hanya bersifat kebutuhan internal yang melibatkan banyak pihak. Sebagai
suatu perikatan yang kokoh (mitsaqan galidzan), perkawinan dituntut untuk
menghasilkan suatu kemaslahatan yang kompleks, bukan sekedar penyaluran
kebutuhan biologis semata.
1
Irdawati Saputri, “Mahar: Perspektif Al-Qur’an Dan Implementasinya Pada Masyarakat
Kabupaten Konawe”, dalam Jurnal Ushuluddin Adab dan Dakwah, Vol. 1 No. 1, 2018, hlm. 17
2
Muhammad Yunus Shamad, “Hukum Pernikahan Dalam Islam (Wedding Law In
Islam)”, dalam ISTIQRA’ Volume V Nomor 1 September 2017 hlm. 75
3
Lindha Pradhipti Oktarina, Dkk, “Pemaknaan Perkawinan: Studi Kasus Pada Perempuan
lajang Yang Bekerja Di Kecamatan Bulukerto Kabupaten Wonogiri”, dalam Jurnal Analisa
Sosiologi, Vol. 4 No. 1, April 2015, hlm. 77
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Nikah
Nikah secara bahasa diungkapkan untuk ط ِء
ْ الض ِّم َوالْ َو
َّ اح يُطْلَ ُق لُغَ ةً َعلَى
ُ َوالنِّ َك
makna mengumpulkan, wathi’ dan akad. والْع ْق ِد
َ َ
Dan secara syara’ diungkapkan untuk ش تَ ِم ٍل علَى ٍ
ْ َويُطْلَ ُق َش ْر ًعا َعلَى َع ْق د ُم
َ
menunjukkan akad yang memuat ان َوالش ُُّر ْو ِط
ِ اَأْلر َك
ْ
beberapa rukun dan syarat.4
B. Hukum Nikah
Nikah disunnahkan bagi orang yang )ب لِمن حَي تَ اج ِإلَي ِه
ْ ُ ْ ْ َ ٌّ اح ُم ْس تَ َح ُ (والنِّ َك
َ
membutuhkannya sebab keinginan kuat ط ِء وجَيِ ُد اُهبت ه َكمه ٍر ِ ِ ِ ِ
ْ بِتوقَ ان َن ْفس ه ل ْل و
ْ َ ُ ََ ْ َ َ َْ
di dalam dirinya untuk melakukan wathi’ َو َن َف َق ٍة
dan ia memiliki biaya seperti mas kawin
dan nafkah.
Jika ia tidak memiliki biaya, maka tidak . اح ِ
ُ ب لَهُ النِّ َك
َّ اُأْلهبَةَ مَلْ يُ ْستَ َح
ْ فَإ ْن فَق َد
disunnahkan baginya untuk menikah.5
C. Nikah Empat Wanita Bagi Laki-laki Merdeka dan Dua Wanita Bagi Budak
Bagi laki-laki merdeka hanya )(وجَي وز لِْلح ِّر َأ ْن جَي م ع ب َأرب ِع حراِئر
َ َ َ َ ْ َ ْ َ َ َنْي ُ ُُْ َ
diperkenankan untuk mengumpulkan َف َق ْط
(dalam pernikahan) empat wanita
merdeka saja.
ِ اح َدةُ يِف ْ َحق ِِّه َكنِ َك
Kecuali jika haknya hanya satu saja اح ِ ِإاَّل ِإ ْن َتَتعنَّي الْو
َ ََ
seperti nikahnya lelaki idiot dan ِس ِفي ٍه وحَنْ ِو ِه مِم َّا يَتوقَّف علَى احْل اجة
َ َ َ ُ ََ َ َْ
sesamanya, yaitu pernikahan yang
tergantung pada kebutuhan saja.
Bagi seorang budak walaupun budak (و) جَي وز (لِْلعب ِد) ولَ و م َدبَّرا َأو مب َّعض ا
ً َُ ْ ً ُ ْ َ َْ ُ ْ ُ َ
4
Muhammad ibnu Qosim Al-Ghozi, Kitab Fathul Qorib, (Semarang: Pustaka Alawiyyah,
tt), hlm. 12
5
Muhammad ibnu Qosim Al-Ghozi, Kitab Fathul Qorib, hlm. 12
2
mudabbar, muba’adl, mukatab, atau ص َف ٍة (َأ ْن جَي م ع
ِ َِأو م َكاَتبا َأو معلَّ ًقا ِعْت ُقه ب
َ َْ ُ َُ ْ ً ُ ْ
budak yang digantungkan الزوجت ِ َف َق ْط َّ ب ا ْثن ِ ) َأ ِي
ْ َ َ نْي َنْي َ َ نْي
kemerdekaannya dengan sebuah sifat,
diperkenankan hanya mengumpulkan dua
istri saja. 6
6
Muhammad ibnu Qosim Al-Ghozi, Kitab Fathul Qorib, hlm. 13
3
budak wanita tersebut tidak rusak. 7
7
Muhammad ibnu Qosim Al-Ghozi, Kitab Fathul Qorib, hlm. 13-14
4
dinikahkan dengan orang lain.
Maka diperkenankan ُّ َ َفيَ ُج ْو ُز) َأ ْن َيْنظَُر (فِْي َما َع َدا َما َبنْي
baginya السَّر ِة
memandang anggota badan selain )والر ْكب ِة َ ُّ َ
anggota di antara pusar dan lutut.
Sedangkan anggota di antara keduanya, .ََُّأما الَّ ِذ ْي َبْيَن ُه َما َفيَ ْح ُر ُم نَظَُره
maka hukumnya haram dipandang.
Yang ke empat adalah memandang pada )الرابِ ع النَّظَ ر) ِإىَل اَأْلجنَبِيَّ ِة (َأِلج ِل
ْ ْ ُ ُ َّ (و َ
wanita lain karena ingin dinikah. اح ِ
ِ اجة (النِّ َك
َ َح
ِ ص ِعْن َد َع ْزِم ِه َعلَى نِ َك
Ketika seseorang ingin menikahi seorang اح َّ َِفيَ ُج ْو ُز) ل
ِ لش ْخ
wanita, maka diperkenankan baginya ام ر ٍَأة النَّظَ ر (ِإىَل الْوج ِه والْ َك َّف ِ ) ِمْنه ا
َ َ ْ َ نْي ُ َْ
melihat wajah dan kedua telapak tangan الزوج ةُ يِف ِإ ِ ِ
ْ َ ْ َّ ُظَ اهًرا َوبَاطنً ا َو ْن مَلْ تَ ْأ َذ ْن لَ ه
luar dalam wanita tersebut, walaupun ك ِ
َ ذَل
calon istri tersebut tidak memberi izin
melakukannya.
Menurut tarjihnya imam an Nawawi, ي ِّ اَأْلم ِة َعلَى َت ْر ِجْي ِح الن ََّو ِو
َّ َو َيْنظُ ُر ِم َن
ketika seorang lelaki hendak melamar ِعْن َد قَص ِد ِخطْبتِها ما يْنظُره ِمن احْل َّر ِة
ُ َ ُُ َ َ َ َ ْ
budak wanita, maka ia diperkenankan
melihat dari wanita budak tersebut bagian
badan yang diperkenankan untuk dilihat
dari wanita merdeka.
Yang kelima adalah melihat karena untuk س النَّظَُر لِْل ُم َد َاو ِاة ِ
ُ (واخْلَام
َ
mengobati.
Maka bagi seorang dokter laki-laki اَأْلجنَبِيَّ ِة (ِإىَل ِ ِ َفيج وز) نَظَ ر الْطَبِي
ْ ب م َن ْ ُ ُْ ُ َ
diperkenankan melihat dari pasien wanita اض ِع الَّيِت حَي ت اج ِإلَيه ا) يِف الْم َداو ِاة ِ الْمو
َ ُ ْ َ ْ ُ َْ ْ ََ
lain bagian-bagian yang butuh ia obati ِ
َحىَّت ُم َد َاواة الْ َف ْر ِج
hingga bagian farji sekalipun.
Hal itu ia lakukan di hadapan mahram, ك حِب ض و ِر حَمْ رٍم َأو زو ٍج َأو ِ
ْ ْ َ ْ َ ْ ُ ُ َ َويَ ُك ْو ُن ذَل
suami, atau majikan pasien wanita َ َسيِّ ٍد وَأ ْن اَل تَ ُكو َن هن
.اك امرَأةٌ ُتعاجِل ها َُ َ َْ ُ ْ َ َ
tersebut. Dan di sana memang tidak ada
dokter wanita yang bisa mengobati pasien
wanita tersebut.
5
Yang ke enam adalah memandang karena َّه َاد ِة) َعلَْي َها ِ ِ َّ (و
َ س النَّظَُر للش
ُ الساد َ
tujuan bersaksi atas seorang wanita.
Maka seorang saksi ِ َفيْنظُر الش
diperkenankan َّاه ُد َفرجها ِعْن َد َشهادتِِه بِ ِزنَاه ا
َ ََ ََ ْ ُ َ
memandang farji wanita lain ketika ia هِت
َأو ِواَل د َا َ ْ
bersaksi atas perbutan zina atau
melahirkan yang dialami oleh wanita
tersebut.
Sehingga, jika ia sengaja melihat dengan الش هاد ِة فَس ق ِ
َ َ َ َ َّ ِفَ ِإ ْن َت َع َّم َد النَّظَ َر لغَرْي
tujuan selain bersaksi, maka ia dihukumi ور َّدت َشهادتُه ُ َ َ ْ َُ
fasiq dan persaksiannya ditolak.
Atau memandang untuk (َأ ِو) النَّظَ ر (لِْلمعاملَ ِة) لِْلم ر َِأة يِف بي ٍع
karena
َْ ْ ْ َ َ َُ ُ
melakukan transaksi jual beli atau yang َو َغرْيِ ِه
lain dengan seorang wanita.
Maka baginya diperkenankan َأي نَظَُرهُ هَلَا
ْ )( َفيَ ُج ْو ُز النَّظَُر
memandang pada wanita tersebut.
Ungkapan mushannif, “tertentu hanya اص ةً) ير ِج ع ِ ِ
ُ ْ َ َّ (خ َ َو َق ْولُ هُ (ِإىَل الْ َو ْج ه) مْن َه ا
memandang bagian wajahnya saja”, لِلشَّهاد ِة والْمعاملَ ِة َ َُ َ َ َ
kembali pada permasalahan persaksian
dan transaksi.
ِ ِ ِ ِ َّ الس ابِع النَّظَ ر ِإىَل
Yang ke tujuh adalah memandang budak )اعه ا
َ َاَأْلمة عْن َد ابْتي ُ ُ َّ (و َ
wanita ketika hendak membelinya. ِئ
َأي َشرا ها َ َ ْ
Maka baginya ِ ( َفيج و ُز) النَّظَر (ِإىَل الْمو
diperkenankan اض ِع الَّيِت حَي تَ اج
ُ ْ ْ ََ ُ ُْ َ
memandang bagian-bagian badan yang ِ
)ِإىَل َت ْقلْيبِ َها
butuh untuk dipandang/ dibolak balik.
Sehingga ia diperkenankan memandang . َفَيْنظُُر َأطَْرا َف َها َو َش ْعَر َها اَل َع ْو َرَت َها
bagian-bagian tubuh dan rambutnya,
tidak bagian auratnya. 8
F. Syarat-Syarat Nikah
(Fasal) menjelaskan hal-hal yang mana اح ِإاَّل بِِه ِ ِ
ُ ص ٌل) فْي َما اَل يَص ُّح النِّ َك
ْ َ(ف
8
Muhammad ibnu Qosim Al-Ghozi, Kitab Fathul Qorib, hlm. 15-16
6
akad nikah tidak bisa sah kecuali dengan
hal-hal tersebut.
Akad nikah hukumnya tidak sah kecuali اح ِإاَّل بَِويِل ٍّ) َع ْد ٍل ِ (واَل ي
ِ ص ُّح َع ْق ُد النِّ َك َ َ
disertai dengan wali yang adil.
Dalam sebagian redaksi dengan bahasa, ُّس ِخ بَِويِل ٍّ ذَ َك ٍر ِ َويِف ْ َب ْع
َ ض الن
“dengan seorang wali laki-laki.”
Hal ini mengecualikan seorang wanita. وه و احرِت ٌاز ع ِن اُأْلْنثَى فَِإنَّه ا اَل ُت ز ِّوج
ُ َ َ َ َ ْ َ َُ
Karena sesungguhnya seorang wanita نَ ْفسها واَل َغيرها َ َْ َ ََ
tidak bisa menikahkan dirinya sendiri
atau orang lain.
Akad nikah juga tidak bisa sah kecuali ض ا ِإاَّل
ً ْاح َأي
ِ ص ُّح َع ْق ُد النِّ َكِ (و) اَل ي
َ َ
ِ
dengan hadirnya dua orang saksi yang )(شاه َد ْي َع ْد ٍل ُ ُ حِب
َ ض ْو ِر
adil.9
9
Muhammad ibnu Qosim Al-Ghozi, Kitab Fathul Qorib, hlm. 17
7
ْ َ َ ْ ُ َالرابِ ُع (احْلُِّريَةُ) فَاَل ي
Yang ke empat adalah merdeka. Sehingga ك و ُن الْ ويِل ُّ عب ًدا َّ )(و َ
seorang wali tidak boleh berupa budak di ِ ِإ
ِ يِف ْ جْيَاب النِّ َك
اح
dalam ijab (serah) nikah.
Seorang budak diperkenankan menjadi ِ َوجَيُ ْو ُز َأ ْن يَ ُك ْو َن قَابِاًل يِف ْ النِّ َك
اح
orang yang qabul (terima) di dalam akad
nikah.
Yang ke lima adalah laki-laki. Sehingga ُك و َن الْم رَأة ُّ ِ
ْ َ ْ ُ َس (الذ ُك ْو َرةُ) فَاَل تُ (و) اخْلَامَ
seorang wanita dan khuntsa tidak bisa ِ ِ
. واخْل ْنثى ولَّي َ ُ َ َ نْي
menjadi wali nikah.
Yang ke enam adalah adil. Sehingga ُّ ك و ُن الْ ويِل ِ َّ )(و
َ ْ ُ َس (الْ َع َدالَ ةُ) فَاَل ي
ُ الس اد َ
seorang wali tidak boleh fasiq. ِ
فَاس ًقا
Dari keterangan di atas, mushannif ك م ا تَض َّمنَه ِ ِ واس ت ْث الْمص ن
ُ َ َ َ ِّف م ْن َذلُ َ ُ َ ْ َ ىَن
mengecualikan permasalahan yang َقولُه ُْ
tercakup di dalam ungkapan beliau,
Hanya saja, sesungguhnya pernikahan الذ ِّميَّ ِة ِإىَل ِإس اَل ِم ِ ِ ِإ
ْ ُ ( اَّل َأنَّهُ اَل َي ْفتَق ُر ن َك
ِّ اح
wanita kafir dzimmi tidak mengharuskan
ِّ الْويِل َ
walinya beragama islam.
Pernikahan seorang budak wanita tidak )الس يِّ ِد
َّ اَأْلم ِة ِإىَل َع َدالَ ِة
َّ اح ِ ِ
ُ َواَل ( َي ْفتَق ُر (ن َك
mengharuskan majikkannya adil, ِ ََفيجوز َكونُه ف
اس ًقا ُ ْ ُ ُْ َ
sehingga hukumnya sah walaupun
majikan yang menikahkannya adalah
orang fasiq.
Semua syarat yang telah disebutkan di ي ِ ومَجِ يع ما سبق يِف الْويِل يعتبر يِف ش
ِ اه َد َ ْ ُ ََ ْ ُ ِّ َ ْ َ َ َ َ ُ ْ َ
dalam wali juga disyaratkan di dalam dua اح
ِ النِّ َك
saksi nikah.
ِ
ْ َو ََّأما الْ َع َمى فَاَل َي ْق َد ُح يِف ْ الْ ِواَل يَ ة يِف
Adapun buta tidak sampai mencacatkan
hak menjadi wali menurut pendapat al اَأْلص ِّح
َ
ashah. 10
10
Muhammad ibnu Qosim Al-Ghozi, Kitab Fathul Qorib, hlm. 18-19
8
Wali-wali yang paling ِ (وَأوىَل الْواَّل ِة) َأي َأح ُّق اَأْلولِي
berhak اء بِالتَّز ِوي ِج
ْ ْ َْ َ ْ ُ َْ
menikahkan adalah ayah, lalu kakek yang اَأْلب) ُث َّم َأبوه وه َك َذا
ِّ (اَأْلب مُثَّ اجْل ُّد َأبو
ُّ
َ َ ُ ُْ ُْ َ
menjadi ayahnya ayah, kemudian
ayahnya kakek dan seterusnya.
Kakek yang lebih dekat dengan wanita اَأْلب َع ِد ِ
ْ اَأْلج َداد َعلَى
ِ وي َقدَّم اَأْل ْقر
ْ ب م َنُ َ ُ َُ
yang hendak dinikahkan harus
didahulukan daripada kakek yang lebih
jauh.
Kemudian saudara lelaki seayah seibu الش ِقي ِق ِّ ِاَأْلخ ل
ْ َّ ِاُأْلم) َولَ ْو َعَّبَر ب
ِّ َأْلب َو ُّ َّ(مُث
(kandung). Seandainya mushannif لَ َكا َن َأخصر ََ ْ
mengungkapkan, “asy syaqiq (kandung)”,
niscaya lebih ringkas.
Kemudian saudara lelaki seayah. Lalu )اُأْلم ِّ ِاَأْلخ ل
ِّ َأْلب َو ِّ ِاَأْلخ ل
ِّ َأْلب مُثَّ ابْ ُن ُّ َّ(مُث
anak laki-lakinya saudara laki-laki seayah َوِإ ْن َس ُف َل
seibu walaupun hingga ke bawah.
Kemudian anak laki-lakinya saudara laki- ِّ ِاَأْلخ ل
َأْلب) َوِإ ْن َس ُف َل ِّ (مُثَّ ابْ ُن
laki seayah walaupun hingga ke bawah.
Kemudian paman dari jalur ayah yang ِّ َِّقْي ُق مُثَّ الْ َع ُّم ل
َأْلب ِ (مُثَّ الْع ُّم) الش
َ
seayah seibu (dengan ayah). Lalu paman
dari jalur ayah yang seayah (dengan
ayah).
Kemudian anak laki-lakinya, maksudnya ي ابن ُك ٍّل ِمْنهم ا وِإ ْن س ُفل
َ َ َ َُ ُ ْ ِ (مُثَّ ْابنُ هُ) َأ
anak laki-laki masing-masing dari )بِ (علَى ه َذا التَّرتِي ْْ َ َ
keduanya walaupun hingga ke bawah
sesuai dengan urutan di atas.
Sehingga anak laki-laki paman yang الش ِقي ِق علَى اب ِن الْع ِّم
َ ْ َ ْ َّ َّم ابْ ُن الْ َع ِّم
ُ َفُي َق د
seayah seibu lebih didahulukan dari pada ِّ ِل
. َأْلب
anak laki-laki paman yang seayah.
ِ ات) ِمن النَّس ِ ِ
َ (فَ ِإ َذا عُ د َمت الْ َع
Jika ahli ashabah dari jalur nasab sudah ب
َ َ ُ َص ب
tidak ada, maka yang berhak menikahkan َّ )(فَالْموىَل الْمعتِق
الذ َكر ُ ُْ
ُ َْ
adalah majikan laki-laki yang telah
9
memerdekakannya.
ِ ب اِإْل ر ِ
ْ ِ صبَاتُهُ) َعلَى َتْرتْي
Kemudian ahli ashabah majikan tersebut ث َ (مُثَّ َع
sesuai dengan urutan di dalam masalah
warisan.
Adapun majikan wanita yang telah ًَأما الْم واَل ةُ الْمعتِ َق ةُ ِإذَا َك انَت حيَّة
َ ْ ُْ ْ َ َّ
memerdekakan ketika ia masih hidup, ََفي ز ِّوج عتِي َقته ا من ي ز ِّوج الْمعتِ َق ة
ُْ ُ َ ُ ْ َ ََ ْ َ ُ َ ُ
maka yang berhak menikahkan wanita ِ السابِ ِق يِف َْأولِيَ ِاء النَّس
ب ِ ِ ِ
َ ْ َّ بالت َّْرتْيب
yang telah ia merdekakan adalah orang
yang berhak menikahkan majikan
tersebut sesuai dengan urutan yang telah
dijelaskan di dalam urutan wali dari jalur
nasab.
telah ت الْمعتِ َق ةُ ز َّوج عتِي َقَته ا من لَ ه ِ
ُ ْ َ َ ْ َ َ َ ْ ُ َفَ ِإ َذا َم ات
Jika majikan wanita yang
memerdekakan tersebut telah meninggal الْواَل ء علَى الْمعتِ َق ِة مُثَّ ابنُه مُثَّ ابن ابنِ ِه
ْ ُْ ُْ ُْ َُ َ
dunia, maka yang menikahkan wanita
yang telah dimerdekakan olehnya adalah
orang yang mendapat waris wala’ dari
majikan wanita tersebut, kemudian anak
laki-lakinya, lalu cucu laki-laki dari anak
laki-lakinya.
Kemudian seorang hakim ِ ِ (مُثَّ احْل اكِم) ي ز ِّوج ِعْن د َف ْق ِد
berhak اء ِمن
َ َاَأْلولي
ْ َ ُ َُ ُ َ
menikahkan ketika wali dari jalur nasab ب والْواَل ِء
ِ النَّس
َ َ َ
dan wala’ sudah tidak ada. 11
11
Muhammad ibnu Qosim Al-Ghozi, Kitab Fathul Qorib, hlm. 20
10
BAB III
KESIMPULAN
11
DAFTAR PUSTAKA
12