Anda di halaman 1dari 13

Jawaban UAS TRA, Asnedi-1966 39 0023

UAS

Mata Kuliah : Teori Dan Riset Akuntansi


Dosen:
Dr. Hj. Nuzulul Hidayati, SE., MM., Ak., CA.

Oleh Mahasiswa S3:

ASNEDI 1966 39 0023

PROGRAM DOKTOR ILMU MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PERSADA INDONESIA YAI
Jl. Diponegoro No.74
Jakarta Pusat
2020
Jawaban UAS TRA, Asnedi-1966 39 0023

Nama : Asnedi
No. Pokok Mahasiwa : 1966 39 0023
Mahasiswa : S3
Program Studi : Doktor Ilmu Manajemen
Mata Kuliah : Teori Dan Riset Akuntansi (TRA)
Jurusan : Akuntansi
Dosen : Dr. Hj. Nuzulul Hidayati, SE., MM., Ak., CA.
Universitas : UPI YAI
Semester : II (Genap)
Tahun Akademik : 2019/2020
Kelas : 1
Tanggal Mulai : 29 Juli 2020
Waktu Mulai : 17.00 WIB
Tanggal Akhir : 30 Juli 2020
Waktu Akhir : 22.00 WIB
Jenis : Ujian Akhir Semester
Sifat Ujian : (Essay\Case Study)

KASUS

Jakarta, CNN Indonesia -- PT Asuransi Jiwasraya (Persero) tengah menjadi sorotan


masyarakat. Asuransi jiwa tertua di Indonesia itu mengalami tekanan likuiditas
sehingga ekuitas perseroan tercatat negatif Rp23,92 triliun pada September 2019.
Selain itu, Jiwasraya membutuhkan uang sebesar Rp32,89 triliun untuk kembali sehat.

Ternyata, kasus Jiwasraya merupakan puncak gunung es yang baru mencuat. Jika
dirunut, permasalahan Jiwasraya sudah terjadi sejak tahun 2000-an.

Dari kasus PT Asuransi Jiwasraya di atas coba Saudara evaluasi:

1. Bentuk fraud yang dilakukan


2. Pengendalian internalnya
3. Implementasi GCG
Jawaban UAS TRA, Asnedi-1966 39 0023

Jawaban penyelesaiannya:
1. Bentuk fraud yang dilakukan.

Fraud adalah tindakan curang yang dilakukan sedemikian rupa sehingga


menguntungkan diri sendiri, kelompok, atau pihak lain (perorangan, perusahaan
atau institusi).
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan faktor utama yang
menyebabkan amburadulnya keuangan PT Asuransi Jiwasraya adalah akibat
penyimpangan alokasi dana saving plan untuk investasi saham dan reksadana yang
berkualitas rendah.
Menurut Ketua BPK, Agung Firman Sampurna, penjualan produk saving plan
dengan cost of fund yang tinggi di atas bunga deposito, juga turut memperparah
Jiwasraya. Akibatnya fatal, yaitu Jiwasraya pun mengalami gagal bayar polis.
"Kerugian Jiwasraya itu terutama terjadi karena Perusahaan menjual produk saving
plan dengan cost of fund yang sangat tinggi di atas bunga deposito dan obligasi,
yang dilakukan secara masif sejak 2015 lalu. Dana dari saving plan tersebut
diinvestasikan pada instrumen saham dan reksadana yang berkualitas rendah,
sehingga mengakibatkan adanya dampak negatif. Pada akhirnya hal ini
mengakibatkan tekanan likuiditas pada Jiwasraya yang berujung pada gagal bayar
polis", tutur Agung Firman Sampurna saat konferensi pers di Kantor BPK RI, Jalan
Gatot Subroto, Jakarta, Rabu (8/1/2020).

Jiwasraya Terindikasi Lakukan Fraud

Selain itu, sejak 2010 hingga 2019, BPK sudah dua kali memeriksa Jiwasraya,
yaitu Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu (PDTT) pada 2016, dan Pemeriksaan
Investigatif atau pendahuluan pada 2018.
Ketua BPK, Agung Firman Sampurna mengatakan, dari hasil pemeriksaan
investigatif tersebut, Jiwasraya terindikasi melakukan kecurangan atau fraud dalam
Jawaban UAS TRA, Asnedi-1966 39 0023

pengelolaan saving plan dan investasi. Implikasinya, negara menderita kerugian


yang tidak sedikit.
Agung melanjutkan, seluruh temuan penting terkait fraud dalam pengelolaan
saving plan dan investasi saham serta reksadana yang dilakukan Jiwasraya, telah
dicatat oleh tim audit sebagai bagian dari data investigasi lanjutan.
Maka bentuk kecurangan yang dilakukan dalam PT Asuransi Jiwasraya adalah:
a. Kecurangan pada laporan keuangan.
b. Korupsi.
c. Kecurangan terkait personalia.
d. Kecurangan terkait etika kerja

2. Pengendalian internalnya.

Pengertian Pengendalian internal

Pengendalian internal adalah suatu proses yang dipengaruhi oleh sumber


daya manusia dan sistem teknologi informasi, yang dirancang untuk membantu
organisasi mencapai suatu tujuan atau obyektif tertentu. Pengendalian intern
merupakan suatu cara untuk mengarahkan, mengawasi, dan mengukur sumber
daya suatu organisasi.
Kejaksaan Agung pada Selasa, 17 Desember lalu mengendus dugaan
terjadinya fraud –– tindakan curang yang menguntungkan pribadi dan pihak lain
–– dalam pengelolaan dana saving plan, produk investasi berbalut asuransi
kecelakaan yang dipasarkan Jiwasraya sejak 2013. Ternyata pertumbuhan premi
tersebut tidak lebih dari gali lubang-tutup lubang. Potensi masalah pada
pengelolaan investasi Jiwasraya sebenarnya telah terungkap dalam hasil audit
Badan Pemeriksa Keuangan pada 2016. Kala itu BPK mengendus potensi benturan
kepentingan karena penempatan dana turut melibatkan perusahaan manajemen
investasi yang didirikan oleh Hary Prasetyo, Direktur Keuangan Jiwasraya periode
Jawaban UAS TRA, Asnedi-1966 39 0023

2008-2018. Kejaksaan kini mencurigai praktik lancung melibatkan manajemen


lama.
Indikasinya menguat lantaran 95 persen dari total dana pada investasi saham
digelontorkan ke junk stock-emiten berkinerja buruk. Sebanyak 98 persen investasi
di reksadana dikelola manajer investasi berkinerja rendah. Selain itu, penempatan
investasi hingga 52 persen ke instrumen saham dan reksadana menyalahi batas
moderat pada ketentuan manajemen risiko sebesar 20 persen. Pengelolaan investasi
Jiwasraya selama ini tidak pernah dilengkapi analisis awal hingga audit internal.
Pembelian saham dan reksadana lewat manajer investasi terindikasi overvalued.
Celakanya, semua ini muncul ketika Jiwasraya berada dalam pengawasan penuh
OJK sejak 2012.
Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero)
mengungkap fakta yang selama ini ditutup oleh manajemen lama. Satu di
antaranya, fakta mengenai penyebab kerugian Jiwasraya yang terjadi akibat
kecurangan dan kesalahan saat penempatan investasi perseroan ke Reksadana
Penyertaan Terbatas (RDPT) sejak 2008.
Mantan Kepala Pengembangan Dana Asuransi Jiwasraya, Lusiana,
mengungkapkan bahwa sejak awal ia telah mengkhawatirkan akan terjadi
kebangkrutan pada Jiwasraya. Bahkan kala itu, Lusiana sempat mempertanyakan
kepada Syahmirwan selaku atasannya, perihal kejanggalan membangun portofolio
dengan menempatkan investasi pada saham-saham yang sama di RDPT.
"Soal diversifikasi saya tanyakan ke Pak Syahmirwan, dia menjawab itu kebijakan
manajemen dalam rangka menyehatkan dan restrukturisasi Jiwasraya. Kamu harus
menyelesaikan tugas dan percaya kepada atasan, kemudian saya percaya,"
ungkapnya dalam kesaksian di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (15/7/2020).
Ia melanjutkan, saham-saham yang kemudian harganya mengalami penurunan,
diakomodasi dalam RDPT. Alhasil, laporan keuangan dapat dimanipulasi atau
window dressing.
Jawaban UAS TRA, Asnedi-1966 39 0023

"Saham-saham yang harganya turun kemudian diakomodir di RDPT sehingga


tidak tercatat dalam kerugian laporan keuangan," jelasnya.
Lusiana membeberkan, sejak 2008 dirinya sudah kerap ribut dengan
atasannya, Syahmirwan yang pernah menjadi Kepala Divisi Investasi 2008-2018.
Jadi Pengendalian internal pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero) adalah buruk
sama sekali dan tidak bisa dipercaya sehingga mengakibatkan gagal bayar.

3. Implementasi GCG.

Pengertian GCG

GCG adalah singkatan dari Good Corporate Governance dan diterjemahkan


“tata kelola perusahaan yang baik”. Good Corporate Governance dan disingkat
saja menjadi Corporate Governance. GCG adalah suatu sistem pengendalian
internal perusahaan yang memiliki tujuan utama mengelola risiko yang signifikan
guna memenuhi tujuan bisnisnya melalui pengamanan aset perusahaan dan
meningkatkan nilai investasi pemegang saham dalam jangka panjang.

Prinsip-Prinsip (Asas-Asas) Good Corporate Governance

Prinsip-prinsip utama yang perlu diperhatikan untuk terselenggaranya good


corporate governance yang baik adalah:
a. Transparansi (Keterbukaan) (transparency)
Prinsip Dasar
Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan
harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang
mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus
mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang
disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang
penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan
pemangku kepentingan lainnya.
Jawaban UAS TRA, Asnedi-1966 39 0023

Pedoman Pokok Pelaksanaan adalah:


1) Perusahaan harus menyediakan informasi secara tepat waktu,
memadai, jelas, akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah
diakses oleh pemangku kepentingan sesuai dengan haknya.
2) Informasi yang harus diungkapkan meliputi, tetapi tidak terbatas pada,
visi, misi, sasaran usaha dan strategi perusahaan, kondisi keuangan,
susunan dan kompensasi pengurus, pemegang saham pengendali,
kepemilikan saham oleh anggota Direksi dan anggota Dewan
Komisaris beserta anggota keluarganya dalam perusahaan dan
perusahaan lainnya yang memiliki benturan kepentingan, sistem
manajemen risiko, sistem pengawasan dan pengendalian internal,
sistem dan pelaksanaan GCG serta tingkat kepatuhannya, dan
kejadian penting yang dapat mempengaruhi kondisi perusahaan.
3) Prinsip keterbukaan yang dianut oleh perusahaan tidak mengurangi
kewajiban untuk memenuhi ketentuan kerahasiaan perusahaan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan, rahasia jabatan, dan hak-hak
pribadi.
4) Kebijakan perusahaan harus tertulis dan secara proporsional
dikomunikasikan kepada pemangku kepentingan.
b. Akuntabilitas (Accountability)
Prinsip Dasar
Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara
transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar,
terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap
memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan
lainnya. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai
kinerja yang berkesinambungan.
Jawaban UAS TRA, Asnedi-1966 39 0023

Pedoman Pokok Pelaksanaan adalah:


1) Perusahaan harus menetapkan rincian tugas dan tanggung jawab
masing-masing organ perusahaan dan semua karyawan secara jelas
dan selaras dengan visi, misi, sasaran usaha dan strategi perusahaan.
2) Perusahaan harus meyakini bahwa semua organ perusahaan dan
semua karyawan mempunyai kompetensi sesuai dengan tugas,
tanggung jawab, dan perannya dalam pelaksanaan GCG.
3) Perusahaan harus memastikan adanya sistem pengendalian internal
yang efektif dalam pengelolaan perusahaan.
4) Perusahaan harus memiliki ukuran kinerja untuk semua jajaran
perusahaan yang konsisten dengan nilai-nilai perusahaan, sasaran
utama dan strategi perusahaan, serta memiliki sistem penghargaan dan
sanksi (reward and punishment system).
Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, setiap organ
perusahaan dan semua karyawan harus berpegang pada etika bisnis dan
pedoman perilaku (code of conduct) yang telah disepakati.
c. Responsibilitas (Responsibility)
Prinsip Dasar
Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta
melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan
sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan
mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen.
Pedoman Pokok Pelaksanaan adalah:
1) Organ perusahaan harus berpegang pada prinsip kehati-hatian dan
memastikan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan,
anggaran dasar dan peraturan perusahaan (by-laws).
2) Perusahaan harus melaksanakan tanggung jawab sosial dengan antara
lain peduli terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama
Jawaban UAS TRA, Asnedi-1966 39 0023

di sekitar perusahaan dengan membuat perencanaan dan pelaksanaan


yang memadai.
d. Independensi (Kemandirian) (Independency)
Prinsip Dasar
Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola
secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling
mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.
Pedoman Pokok Pelaksanaan adalah:
1) Masing-masing organ perusahaan harus menghindari terjadinya
dominasi oleh pihak manapun, tidak terpengaruh oleh kepentingan
tertentu, bebas dari benturan kepentingan dan dari segala pengaruh
atau tekanan, sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan secara
obyektif.
2) Masing-masing organ perusahaan harus melaksanakan fungsi dan
tugasnya sesuai dengan anggaran dasar dan peraturan perundang-
undangan, tidak saling mendominasi dan atau melempar tanggung
jawab antara satu dengan yang lain sehingga terwujud sistem
pengendalian internal yang efektif.
e. Kesetaraan dan Kewajaran (Fairness)
Prinsip Dasar
Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa
memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan
lainnya berdasarkan asas kesetaraan dan kewajaran.
Pedoman Pokok Pelaksanaan adalah:
1) Perusahaan harus memberikan kesempatan kepada pemangku
kepentingan untuk memberikan masukan dan menyampaikan
pendapat bagi kepentingan perusahaan serta membuka akses terhadap
informasi sesuai dengan prinsip transparansi dalam lingkup
kedudukan masing-masing
Jawaban UAS TRA, Asnedi-1966 39 0023

2) Perusahaan harus memberikan perlakuan yang setara dan wajar


kepada pemangku kepentingan sesuai dengan manfaat dan kontribusi
yang diberikan kepada perusahaan.
3) Perusahaan harus memberikan kesempatan yang sama dalam
penerimaan karyawan, berkarir dan melaksanakan tugasnya secara
profesional tanpa membedakan suku, agama, ras, jender, dan kondisi
fisik.

Setiap perusahaan harus memastikan bahwa prinsip-prinsip GCG yang


diterapkan pada setiap aspek bisnis dan di semua jajaran perusahaan. Prinsip GCG
yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, serta kesetaraan dan
kewajaran diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan dengan
tetap memperhatikan pemangku kepentingan, seperti dijelaskan di atas.

Kasus PT.Asuransi Jiwasraya (Pesero)

Ketua BPK RI Agung Firman Sampurna menuturkan, “Penyebab utama


gagal bayarnya Jiwasraya adalah kesalahan mengelola investasi di dalam
perusahaan. Jiwasraya kerap menaruh dana di saham-saham berkinerja buruk.
"Saham-saham yang berisiko ini mengakibatkan negative spread dan menimbulkan
tekanan likuiditas pada PT Asuransi Jiwasraya yang berujung pada gagal bayar”,
kata Agung di BPK RI, Jakarta, Rabu (8/1/2020).
Adapun kasus Jiwasraya disebut-sebut bermula pada 2002. Saat itu, BUMN
asuransi tersebut dikabarkan sudah mengalami kesulitan. Namun, berdasarkan
catatan BPK, Jiwasraya telah membukukan laba semu sejak 2006. Alih-alih
memperbaiki kinerja perusahaan dengan mempertimbangkan saham berkualitas,
Jiwasraya justru menggelontorkan dana sponsor untuk klub sepak bola dunia,
Manchester City, pada 2014. Kemudian pada tahun 2015, Jiwasraya meluncurkan
produk JS Saving Plan dengan cost of fund yang sangat tinggi di atas bunga
deposito dan obligasi. Sayangnya, dana tersebut kemudian diinvestasikan pada
Jawaban UAS TRA, Asnedi-1966 39 0023

instrumen saham dan reksadana yang berkualitas rendah. Pada 2017, Jiwasraya
kembali memperoleh opini tidak wajar dalam laporan keuangannya. Padahal, saat
itu Jiwasraya mampu membukukan laba Rp 360,3 miliar. Opini tidak wajar
tersebut diperoleh akibat adanya kekurangan pencadangan sebesar Rp 7,7 triliun.
"Jika pencadangan dilakukan sesuai ketentuan, seharusnya perusahaan menderita
rugi (pada saat itu)," ungkap Agung. Berlanjut ke tahun 2018, Jiwasraya akhirnya
membukukan kerugian unaudited sebesar Rp 15,3 triliun. Pada September 2019,
kerugian menurun jadi Rp 13,7 triliun. Kemudian pada November 2019, Jiwasraya
mengalami negative equity sebesar Rp 27,2 triliun. Disebutkan sebelumnya,
kerugian itu terutama terjadi karena Jiwasraya menjual produk saving plan dengan
cost of fund tinggi di atas bunga deposito dan obligasi. Apalagi berdasarkan catatan
BPK, produk saving plan merupakan produk yang memberikan kontribusi
pendapatan tertinggi sejak tahun 2015.

Pemeriksaan BPK
Dalam kurun waktu 2010-2019, BPK telah dua kali melakukan pemeriksaan
atas Jiwasraya, yaitu Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) tahun 2016
dan pemeriksaan investigatif pendahuluan tahun 2018. Dalam investigasi tahun
2016, BPK mengungkapkan 16 temuan terkait dengan pengelolaan bisnis,
investasi, pendapatan, dan biaya operasional tahun 2014-2015. Temuan tersebut
mengungkapkan, Jiwasraya kerap berinvestasi pada saham gorengan, seperti
TRIO, SUGI, dan LCGP. Lagi-lagi, investasi tidak didukung oleh kajian usulan
penempatan saham yang memadai. Pada tahun 2016 pula, Jiwasraya telah diwanti-
wanti berisiko atas potensi gagal bayar dalam transaksi investasi dengan PT
Hanson Internasional. Ditambah, Jiwasraya kurang optimal dalam mengawasi
reksadana yang dimiliki. "Jadi ini sudah dideteksi pada 2016," tutur Agung.
Jawaban UAS TRA, Asnedi-1966 39 0023

Pemeriksaan BPK tahun 2018


Kemudian, menindaklanjuti hasil temuan 2016, BPK akhirnya melakukan
investigasi pendahuluan yang dimulai pada 2018. Yang menggemparkan, hasil
investigasi ini menunjukkan adanya penyimpangan yang berindikasi fraud dalam
mengelola saving plan dan investasi. Potensi fraud disebabkan oleh aktivitas jual
beli saham dalam waktu yang berdekatan untuk menghindari pencatatan unrealized
loss. Kemudian, pembelian dilakukan dengan negosiasi bersama pihak-pihak
tertentu agar bisa memperoleh harga yang diinginkan.
"Pihak yang diajak berinvestasi saham oleh manajemen terkait transaksi ini
adalah grup yang sama sehingga ada dugaan dana perusahaan dikeluarkan melalui
grup tersebut," jelasnya. Parahnya, selain investasi pada saham gorengan,
kepemilikan saham tertentu melebihi batas maksimal di atas 2,5 persen. Saham-
saham gorengan yang kerap dibelinya, antara lain saham Bank BJB (BJBR),
Semen Baturaja (SMBR), dan PT PP Properti Tbk. Saham-saham gorengan
tersebut berindikasi merugikan negara sebesar Rp 4 triliun. "Jadi pembelian
dilakukan dengan negoisasi bersama pihak-pihak tertentu agar bisa memperoleh
harga yang diinginkan. Untuk saat ini, indikasi kerugian negara atas saham tersebut
sebesar Rp 4 triliun," ungkap Agung. Tidak sampai di situ, Agung menyebut
investasi langsung pada saham yang tidak likuid dengan harga tidak wajar juga
disembunyikan pada beberapa produk reksadana. Pada posisi per 30 Juni 2018,
Jiwasraya diketahui memiliki 28 produk reksadana dengan 20 reksadana di
antaranya memiliki porsi di atas 90 persen. Sayang. Yang jelas, sebagian besar
reksadana berkualitas rendah. "Reksadana tersebut sebagian besar adalah
reksadana berkualitas rendah dan tidak likuid. BPK menemukan indikasi kerugian
negara sementara akibat penurunan nilai diperkirakan Rp 6,4 triliun", ungkap
Agung.
Jawaban UAS TRA, Asnedi-1966 39 0023

Tahun 2019
Lebih lanjut, BPK juga mendapat permintaan dari Komisi XI DPR RI
dengan surat Nomor PW/19166/DPR RI/XI/2019 tanggal 20 November 2019
untuk melakukan PDTT lanjutan atas permasalahan itu. Selain DPR, BPK juga
diminta oleh Kejaksaan Agung untuk mengaudit kerugian negara. Permintaan itu
dilayangkan melalui surat tanggal 30 Desember 2019. "Jadi jelas, penanganan
kasus Jiwasraya bukan hanya masuk di ranah audit, tapi juga sudah masuk di ranah
penegakan hukum," tuturnya. Kasus masih berlanjut, BPK pun saat itu tengah
melakukan dua pekerjaan, yaitu melakukan investigasi untuk memenuhi
permintaan DPR dan menindaklanjuti hasil investigasi pendahuluan. Sekaligus
menghitung kerugian negara atas permintaan Kejagung.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada PT Asuransi Jiwasraya,
dapat ditarik kesimpulan bahwa prinsip-prinsip GCG yaitu transparansi,
akuntabilitas, responsibilitas, independensi, serta kesetaraan dan kewajaran tidak
dilaksanakan dengan baik sebagaimana semestinya.

Anda mungkin juga menyukai