Anda di halaman 1dari 20

IMPLEMENTASI PSAK NO.

108 TENTANG AKUNTANSI TRANSAKSI


ASURANSI SYARIAH PADA PRODUK ASURANSI KERUGIAN
(Studi Kasus Di PT. Asuransi Jasindo Syariah)

Salsabillah Suherman

Pembimbing:
Prof. Iwan Triyuwono, SE., M.Ec., Ph.D., Ak.

Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya

ABSTRAK
Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui dan menganalisis
impementasi akuntansi asuransi syariah yang diterapkan pada produk asuransi
kerugian PT Asuransi Jasindo Syariah. Analisis dilakukan dengan membandingkan
penerapan akuntansi asuransi syariah PT Asuransi Jasindo Syariah dengan PSAK
No. 108 tentang Transaksi Akuntansi Asuransi Syariah, untuk melihat sejauh mana
penerapannya dalam laporan keuangan. Jenis penelitian ini adalah kualitatif
deskriptif dengan pendekatan studi kasus (case study). Sumber data penelitian ini
adalah data primer yang diperoleh melalui kegiatan dokumentasi dan wawancara.
Data yang diperoleh dianalasis dengan metode triangulasi yang berpedoman pada
PSAK 108. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PT Asuransi Jasindo Syariah
menggunakan akad wakalah bil ujrah bil mudharabah dan akad tabarru’ dalam
melakukan transaksi, dan implementasi perlakuan akuntansi untuk transaksi
asuransi kerugian pada laporan keuangan PT Asuransi Jasindo Syariah telah sesuai
dengan PSAK 108 dalam hal pengakuan, pengukuran, penyusunan dan
pengungkapan.

Kata Kunci: PSAK 108, Akuntansi Asuransi Syariah, Laporan Keuangan.

ABSTRACT
This study aims to identify and to analyze the implementation of accounting
applied by PT Asuransi Jasindo Syariah. The application of sharia insurance
accounting in PT Asuransi Jasindo Syariah’s financial statements will be
compared with the requirements PSAK 108 About Transaction Sharia Insurance
Accounting to learn whether it has acted in compliance with PSAK 108. This
research is a qualitative descriptive with case study approach. The data source in
this research is namely primary data that is obtained through documentation and
interview. In analyzing the data, researchers analyzed data through triangulation
based on PSAK 108. The result showed the contract used in PT Asuransi Jasindo
Syariah are wakalah bil ujrah bil mudharabah and tabarru’ and the
implementation of accounting of general insurance transactions conducted by PT
Asuransi Jasindo Syariah has been in accordance with PSAK 108 in terms of
recognition, measurement, presentation and disclosure.

Keywords: PSAK 108, Sharia Insurance Accounting, Financial Report Analysis.

1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pertumbuhan ekonomi nasional yang mengalami peningkatan tahun 2016
sebesar 5,02% (kompas.com). Hal ini secara tidak langsung mencerimankan adanya
kenaikan pendapatan perkapita dan pendapatan per jam kerja penduduk Indonesia.
Umumnya, kenaikan pendapatan berbanding lurus dengan meningkatnya biaya
hidup karena gaya hidup yang menjadi lebih baik. Salah satu indikasi ini bisa
terlihat dari jumlah kendaraan pribadi di Indonesia yang meningkat pesat,
mencapai 12% per tahun dan tren Properti yang diprediksi kembali meningkat pada
akhir tahun 2016 hingga tahun 2017 (mediaindonesia.com). Pertumbuhan ekonomi
yang terjadi tidak menutup kenyataan adanya kesenjangan ekonomi dalam
masyarakat, hal ini bisa dillihat dari cukup tingginya kriminalitas yang dimotivasi
dari keadaan ekonomi. Ancaman kriminalitas dan kecelakaan lalu lintas menjadi
hal yang tidak terduga, sehingga masyarakat melakukan berbagai cara untuk
mencegah ataupun mengurangi risiko kerugian yang mungkin terjadi akibat
peristiwa tidak terduga dengan mengasuransikan harta benda ke perusahaan
asuransi. Hal ini yang menyebabkan pertumbuhan asuransi kerugian di Indonesia
cukup baik, yang menurut Yasril Y. Rasyid, ketua umum Asosiasi Asuransi Umum
Indonesia, hingga akhir tahun 2016 didominasi oleh asuransi properti dan
kendaraan (CNN Indonesia). Asuransi kerugian memberikan jasa penanggulangan
resiko kerugian atau kehilangan peserta asuransi (pemegang polis) kepada pihak
ketiga akibat peristiwa tak terduga.
Tetapi, dibalik pesatnya perkembangan jasa asuransi, terdapat perdebatan
dikalangan ulama apakah asuransi diperbolehkan dalam islam. Beberapa ulama
masih meragukan halal atau tidaknya asuransi konvensional karena adanya Riba
(Bunga), Maisir (Judi), dan Gharar (Ketidakjelasan) yang merupakan tiga (3)
unsur yang tidak sesuai dengan prinsip syariah (Zulina, 2015). Masalah tersebut
membuat perusahaan asuransi mulai menawarkan produk asuransi yang berbasis
syariah yang biasa disebut Unit Asuransi Syariah. Asuransi syariah dilakukan
dengan akad-akad yang sesuai dengan syariah sehingga dipercaya tidak lagi
mengandung ketiga unsur yang diharamkan oleh islam. Menurut data yang diambil
pada situs resmi Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) terdapat lebih kurang
46 perusahaan yang tercatat sebagai anggota resmi. Pangsa pasar asuransi syariah
hingga tahun 2015 juga menunjukkan angka yang tinggi yaitu 5,43 persen
(Republika). Angka tersebut ternilai besar jika melihat pangsa pasar industri
keuangan syariah yang sampai saat ini belum mencapai 5 persen.
Akuntansi untuk transaksi asuransi syariah diatur dalam PSAK 108 yang
diterbitkan oleh DSAK—IAI dan berlaku sejak tahun 2009. Namun
kewenangannya dialihakan ke DSAS—IAI pada tahun 2013 setelah
dikeluarkannya surat Dewan Pengurus Nasional (DPN) IAI No. 0823-
B/DPN/IAI/XI/2013. Kemudian PSAK mengalami revisi pertama yang disahkan
pada 25 Mei 2016 dan mulai efektif digunakan sejak 1 Januari 2017. Beberapa
perubahan yang terjadi adalah mengenai pengakuan awal kontribusi peserta,
perhitungan penyisihan teknis manfaat polis masa depan, dan penyajiannya.
Perbedaan mendasar yang dapat ditemukan dalam PSAK No. 108 dan PSAK yang

2
mengatur asuransi konvensional adalah mengenai pengakuan pendapatan premi,
tidak diakui pendapatan perusahaan, tapi sebagai Kontribusi Peserta yang
didalamnya termasuk dana tabarru’ dan dana investasi, pendapatan pengelola (fee)
yang merupakan kewajiban untuk dbayarkan pemegang polis sebagai dana untuk
risiko dan ujrah, karena posisi perusahaan hanya sebagai pengelola dana. Meskipun
telah diatur dalam PSAK, dalam praktiknya masih ada beberapa hal yang tidak
sesuai dan masih mengandung unsur asuransi konvensional. Permasalahan lain
yaitu pengguna asuransi syariah masih sangat rendah yaitu 0,095% (dream.co.id)
meski pertumbuhan asset dan investasi mencapai 20%. Hal ini terjadi karena
pemahaman masyarakat tentang asuransi syariah masih sangat minim
(kompas.com).
Kurangnya tenaga profesional untuk menunjang pelaksanaan dan
pengembangan asuransi syariah juga menjadi kendala bagi usaha jasa asuransi
syariah. Menurut Martin P Lalamentik, direktur perusahaan Asuransi Sinar Mas,
broker-broker asuransi syariah, agen, dan adjuster sebagai penunjang industri
asuransi syariah masih sangat minim (Berita Satu). Hal senada juga diungkapkan
Gaol (dikutip dari Ichsan, 2016) bahwa kendala penting yang dihadapi asuransi
syariah adalah kurangnya SDM syariah.
Jika dilihat dari segi PSAK, Muhaimin Iqbal selaku mantan ketua AASI dan
Agus Edi Sumanto, direktur utama Asuransi Takaful, menganggap PSAK hanya
sekedar memodifikasi PSAK asuransi konvensional yang membuat perbedaan
hakiki dari asuransi konvensional menjadi tidak terlihat (Ichsan, 2016). Perusahaan
juga menganggap implementasi PSAK 108 sangat berdampak pada perbedaan hasil
perhitungan solvabilitas perusahaan. Penggunaan dana tabarru’ untuk perhitungan
RBC dapat mengakibatkan penurunan nilai solvabilitas pada asuransi syariah,
sehingga dikhawatirkan asuransi syariah nantinya bisa mengalami keadaan
insolvable. Terlihat pada penelitian yang dilakukan Sopyan (2010) terdapat
perbedaan hasil solvabilitas sebelum dan sesudah diterapkannya PSAK 108.
Peristiwa yang baru-baru ini terjadi juga membuat peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian ini pada salah satu perusahaan yang bergerak dibidang jasa
asuransi yang juga merupakan anggota Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia atau
biasa disebut AASI, yaitu PT. Jasindo Syariah. Jasindo Syariah baru saja
melakukan spin off dari perusahaan induknya yaitu PT. Jasa Asuransi Indonesia
pada bulan Mei tahun 2016 setelah sebelumnya hanya berbentuk unit usaha
syariah. PT. Jasindo Syariah merupakan perusahaan asuransi syariah pertama yang
terbentuk dari hasil spin off unit usaha syariah.
Laporan keuangan Jasindo Syariah sebelum melakukan pemisahan hanya
berupa laporan konsolidasi, sehingga informasi yang disajikan tidak sepenuhnya
menggambarkan keadaan unit usaha asuransi syariahnya. Selain itu investasi yang
dilakukan masih tercampur dengan dana investasi perusahaan induknya, sehingga
rincian investasi yang dilakukan belum secara khusus disajikan dalam laporan
keuangan bagian Catatan Atas Laporan Keuangan. Adanya pemisahan ini, peneliti
ingin melihat bagaimana implementasi PSAK 108 di PT Asuransi Syariah setelah
menjadi perusahaan full fledge dan perlakuan akuntansi dalam hal pengakuan,
pengukuran, penyajian dan pengungkapan.

3
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Asuransi Syariah
Asuransi merupakan istilah yang merujuk pada jasa perlindungan keuangan
terhadap jiwa maupun harta benda. Khoiril Anwar (2007) berpendapat bahwa
asuransi adalah salah satu cara mengurangi resiko kerugian bagi pelaku bisnis yang
mungkin terjadi dalam sebuah transaksi bisnis. Asuransi akan membantu untuk
mengganti biaya kerugian yang diderita sehingga kerugian yang diderita oleh
pelaku bisnis bisa diperkecil. Muhaimin (2005) mendefinisikan asuransi syariah
sebagai pengaturan pengelolaan risiko yang memenuhi ketentuan syariah, tolong
menolong secara mutual yang melibatkan peserta dan operator. Syariah berasal dari
ketentuan-ketentuan di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Sedangkan PSAK No. 18
mendefinisikan asuransi syariah sebagai sistem menyeluruh dimana pemegang
polis akan mendonasikan atau dalam istilah islam disebut sebagai tabarru’
sebagian atau seluruh kontribusi (premi) untuk membayar ganti rugi atas klaim
yang dilakukan pemegang polis.

Landasan Hukum
Sesungguhnya konsep asuransi sudah dilakukan sejak zaman rasulullah.
Aqilah adalah salah satu kebiasaan suku Arab untuk memberikan kompensasi
(darah diyat) kepada pewaris tebunuh sebagai penutupan. Selain itu, Rasulullah
saw juga telah menetapkan management sharing of risk dengan memberikan
sejumlah kompensasi untuk berbagai kecelakaan akibat perang (Amrin, 2011).
Selain itu, sesungguhnya dalam Islam pun mengakui bahwa kematian, kecelakaan,
dan kemalangan lainnya merupakan takdir Allah SWT yang tidak bisa ditolak.
Namun sebagai manusia, kita juga diperintahkan untuk membuat perencanaan guna
menghadapi masa depan. Beberapa ayat dalam Al-Qur’an dan Hadits yang
mengisyaratkan konsep asuransi, diantaranya yaitu:
a. Ayat mengenai perintah Allah untuk tolong-menolong sesama hamba Allah,
sesuai dengan tujuan dari adanya asuransi syariah dijelaskan pada QS. Al-
Maidah (5): 2 dan QA. Al-Baqarah (2): 185
b. Ayat mengenai perintah Allah untuk saling melindungi jika ada yang
kesusahan, sesuai dengan konsep asuransi syariah diantara sesama peserta
(pemegang polis) dijelaskan pada QS. Al-Quraisy (106): 4 dan QA. Al-
Baqarah (2): 126
Di Indonesia, landasan hukum terkait asuransi syariah yang diterbitkan
lembaga keuangan dan fatwa Majelis Ulama Indonesia yang pernah dan masih
berlaku hingga saat ini adalah:
a. DSN-MUI No.21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi
Syariah
b. DSN-MUI No.39/DSN-MUI/X/2002 tentang Asuransi Haji
c. Akad Wakalah Bil Ujrah Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah DSN-MUI No.
52/DSN MUI/III/2006 tentang Akad Wakalah bil Ujrah pada Asuransi Syari’ah
dan Reasuransi Syari’ah
d. DSN-MUI No.53/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Tabarru’ pada Asuransi
Syariah dan Reasuransi Syariah

4
e. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 426/KMK.06/2003
tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan
Perusahaan Reasuransi.
f. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 424/KMK.06/2003
tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransidan Perusahaan Reasuransi
g. Keputusan Direktur Jendral Lembaga Keuangan Nomor Kep.4499/LK/2000
tentang Jenis, Penilaian dan Pembatasan Investasi Perusahaan Asuransi Dan
Perusahaan Reasuransi dengan Sistem Syariah
Peraturan mengenai pelaporan pada perusahaan asuransi syariah saat ini diatur
dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 108 mengenai
Akuntansi Transaksi Asuransi Syariah dengan revisi terakhir tahun 2016.

Prinsip Dasar Asuransi Syariah


Ekonomi Islam menurunkan banyak konsep transaksi yang masih terus
berkembang hingga saat ini. Sebelum digunakan secara luas, tentunya harus
dibentuk dengan pondasi yang kokoh sama seperti halnya asuransi syariah. Ali
(2004) dalam bukunya mengenai asuransi dalam perspektif islam menyampaikan
sembilan prinsip dasar asuransi syariah, yaitu:
a. Tauhid (Oneness of God), bahwa segala aktivitas kehidupan manusia harus
didasari oleh nilai-nilai tauhid yang merupakan dasar utama dalam setiap
bangunan dalam syariah islam, tak terkecuai asuransi syariah.
b. Keadilan (justice), pelaksanaan transaksi asuransi harus memberikan hak dan
kewajiban kepada pihak pemegang polis dan perusahaan asuransi secara adil.
c. Tolong-menolong (ta’awun), prinsip dan tujuan utama asuransi syariah dengan
pengadaan dana tabarru’ (dana bersama) yang memungkinkan para pemegang
polis saling tolong-menolong.
d. Kerja sama, pemegang polis bekerjasama dengan perusahaan asuransi untuk
menghadapi risko yang terjadi akibat peristiwa yang tidak pasti.
e. Amanah (Trustworthy), perusahaan harus melaporkan segala transaksi yang
dilakukan dengan dana pemegang polis ke dalam laporan keuangan, pemegang
polis juga harus memberikan informasi mengenai dirinya kepada perusahaan
secara benar dan jujur.
f. Kerelaan (Ridha), perusahaan asuransi maupun pemegang polis harus saling
ridha dalam melakukan akad.
g. Larangan riba, perusahaan melakukan investasi di bank atau entitas syariah,
sehingga transaksi yang dilakukan bisa terhindar dari riba (bunga).
h. Larangan judi (Maisir), apabila peserta asuransi memutuskan berhenti sebelum
kontrak berhenti atau tidak melakukan klaim hingga akhir, dana premi yang
telah dibayarkan menjadi hak pemegang polis dan akan dikembalikan kecuali
dana tabarru’ karena sejak awal sudah diniatkan sebagai hibah.
i. Larangan gharar (Ketidakpastian), asuransi syariah menggunakan akad takafuli
yang dilakukan dengan akad tabarru’ dan tijarah, sehingga terhindar dari unsur
gharar.

Jenis - Jenis Asuransi Syariah


Asuransi syariah mengelompokkan jenis takaful ke dalam dua kategori besar.
Secara umum terdapat dua jenis atau produk takaful yang disediakan perusahaan
asuransi syariah yaitu, Takaful Keluarga dan Takaful Umum (Dewi, 2004). Takaful

5
Keluarga serupa dengan asuransi jiwa karena asuransi ini menawarkan
perlindungan diri peserta dari musibah kecelakaan dan kematian. Takaful keluarga
dibagi lagi ke dalam dua jenis, yaitu takaful individu dan takaful group
(kumpulan). Takaful jenis ini termasuk dalam asuransi jangka panjang yang masa
waktunya lebih dari satu tahun. Takaful Individu bisa dikatakan juga sebagai
asuransi kerugian, yaitu produk asuransi syariah yang memberikan perlindungan
keuangan kepada peserta yang mengalami musibah kehilangan, kerusakan atau
kecelakaan atas harta benda yang dimiliki peserta takaful.

Mekanisme Pengelolaan Dana Asuransi Syariah


Agus (dikutip dari Abdul, 2004) menyampaikan tiga (3) sistem operasional
asuransi syariah (Takaful), yaitu saling membantu, bertanggung jawab, dan saling
melindungi antara para pesertanya. Pemegang polis telah mempercayakan dana
premi untuk dikembangkan dan dikelola oleh perusahaan asuransi dengan
ketentuan syariah dan memberikan bantuan yang disesuaikan isi perjanjian kepada
pemegang polis yang terkena musibah. Pengelolaan dana premi yang sesuai dengan
syariah dengan menggunakan tiga akad. Akad mudharabah, perusahaan mengelola
dana peserta asuransi yang hasilnya kemudian dibagi dengan presentase sesuai
kesepakatan. Akad mudharabah musytarakah, sama seperti prinsip akad
mudharabah, tetapi perusahaan juga ikut mengeluarkan modal dalam usaha
tersebut. Akad wakalah bin ujrah, perusahaan mengelola dana peserta dengan
imbalan ujrah atau fee.
Sula (2000) membagi mekanisme asuransi syariah menjadi dua (2), yaitu
asuransi Saving dan Non-Saving. Sistem pada Produk Saving (Ada Unsur
Tabungan) mewajibkan peserta asuransi untuk secara teratur membayar sejumlah
uang (premi) kepada perusahaan. Jumlah nominal premi yang dibayarkan setiap
peserta berbeda-beda. Besarannya tergantung kepada keuangan peserta dengan
catatan, tidak kurang dari jumlah minimum yang ditetapkan perusahaan. Asuransi
syariah menempatkan dana yang terkumpul secara terpisah ke dalam dua rekening
yang berbeda, yaitu rekening tabungan peserta rekening tabarru’. Sistem pada
Produk Non saving (non tabungan) hanya menggunakan rekening tabarru’ sebagai
penyimpanan dana. Premi yang dibayar oleh peserta, seluruhnya akan disimpan
dalam rekening tabarru’ perusahaan. Rekening ini merupakan kumpulan dana yang
telah diniatkan oleh peserta sebagai iuran dan kebajikan untuk tujuan saling
menolong dan saling membantu.

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 108


Penyusunan laporan keuangan didasari pada ketentuan dalam Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK), yaitu buku petunjuk yang berisi pedoman
tentang segala hal yang ada hubungannya dengan akuntansi yang digunakan oleh
pelaku akuntansi. PSAK Syariah digunakan oleh entitas lembaga syariah atau
lembaga non syariah, yang melakukan transaksi syariah. Pengembangan PSAK
Syariah dilakukan dengan model PSAK umum, namun dengan basis syariah yang
mengacu pada fatwa MUI. Saat ini penyusunan PSAK syariah dilakukan oleh
DSAS—IAI sejak tahun 2013. PSAK 108 secara khusus mengatur mengenai
asuransi syariah. PSAK 108 pertama dikeluarkan tahun 2009 dan telah mengalami
revisi pertama yang disahkan pada 25 Mei 2016 dan mulai efektif digunakan sejak
1 Januari 2017.

6
Terdapat 43 paragraf dalam PSAK 108 yang menguraikan hal-hal terkait
asuransi syariah. Beberapa hal yang diuraikan dalam PSAK 108 ini adalah tujuan,
ruang lingkup, definisi, karakteristik hingga pelaporan dalam laporan keuangan
asuransi syariah. Transaksi asuransi yang dimaksud dalam PSAK 108 ini adalah
transaksi yang berpengaruh terhadap laporan keuangan, diantaranya masalah
kontribusi peserta (premi), surplus dan defisit underwriting, penyisihan teknis, dan
saldo dana tabarru’. PSAK 108 menjelaskan bagaimana pengukuran dan
pengakuan, penyajian dan pengungkapan yang seharusnya dilakukan dalam
menyusun laporan keuangan asuransi syariah.

METODE PENELITIAN
Metode penelitian adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan
dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2012). Objek untuk penelitian ini adalah Produk
Asuransi Kerugian yang ada di PT. Jasindo Syariah (Jasindo Takaful) yang terletak
di Jakarta. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif
deskriptif dengan pendekatan studi kasus (case study). Temuan-temuan pada
penelitian kualitatif tidak didapatkan melalui prosedur statistik atau bentuk
hitungan (Strauss & Corbin, 2003). Penelitian kualitatif adalah penelitian yang
bertujuan untuk memahami suatu fenomena terkait dengan apa yang dialami subjek
penelitian, misalnya motivasi, tindakan, perilaku, persepsi dan lainnya, yang
dijelaskan dalam bentuk kalimat pada suatu konteks khusus yang alamiah dan
dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2007).
Pendekatan kasus adalah penelitian yang menyelidiki proses, menemukan
makna dan memperoleh pemahaman yang lebih dalam mengenai suatu situasi,
individu maupun kelompok (Emzir, 2010). Penelitian yang menggunakan kata
bagaimana dan mengapa lebih cocok menggunakan metode studi kasus karena
objek penelitian berupa proses kegiatan atau tindakan beberapa orang (Yin, 2011).
Menghubungkan dengan definisi studi kasus menurut Creswell, penelitian ini
termasuk dalam studi kasus yang menyelidiki secara suatu proses yaitu, proses
dalam pembukuan transaksi-transaksi asuransi kerugian syariah.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data
primer adalah data yang didapatkan secara langsung dari narasumber, tanpa
perantara ataupun literatur lain seperti buku, jurnal ilmiah atau artikel. Sesuai
dengan yang dikatakan Sugiyono (2012), Data primer berupa laporan keuangan
tahun 2016 yang didapatkan langsung dari Jasindo Syariah. Data primer juga
diperoleh peneliti dari wawancara dengan dua pihak yang ada di PT. Jasindo
Syariah. Teknik pengumpulan data adalah dengan wawaancara dan dokumentasi.
Wawancara dilakukan secara semi-terstruktur (semistructure interview), yaitu
wawancara yang sifatnya lebih bebas dan terbuka. Narasumber untuk interview
adalah dari bagian keuangan yang akan membantu peneliti untuk menggali lebih
dalam tentang perlakuan akuntansi dan pengelolaan dana untuk produk asuransi
kerugian, sementara bagian pemasaran diharapkan mampu memberi informasi
tambahan lain terkait transaksi asuransi syariah yang bisa dijadikan data
pendukung hasil penelitian di PT. Jasindo Syariah. Dokumentasi dilakukan dengan
melihat dan menganalisa dokumen-dokumen yang oleh subjek yang diteliti. Fakta
dan data dalam perusahaan umumnya disimpan dalam bentuk dokumen, secara
fisik maupun hanya berupa file di penyimpanan data perusahaan (Moleong, 2007).

7
Teknik dokumentasi juga merupakan pelengkap dari penggunaan metode
wawancara dalam penelitian kualitatif (Sugiyono, 2012). Pada penelitian ini,
dokumentasi yang digunakan berupa laporan keuangan perusahaan tahun 2016.
Teknok analisis data ini menggunakan konsep triangulasi menurut Miles dan
Huberman (dikutip oleh Sugiyono, 2012) dengan alat penelitian berupa PSAK 108.
Teknik tersebut terdiri dari tiga langkah, reduksi data untuk memilah data yang
hanya diperlukan dalam hasil penelitian, penyajian data untuk memudahkan analisa
dengan membuat gambaran berupa tabel ataupun menyusunnya dengan susunan
yang tepat, dan terakhir penarikan kesimpulan yang menggambarkan sejauh mana
Jasindo Syariah mengimplementasikan kententuan yang ada di PSAK 108 ke
dalam laporan keuangannya.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Akad Wakalah bil ujrah bil mudharabah dan Tabarru’ pada PT Asuransi
Jasindo Syariah
Jasindo Syariah menggunakan akad tijarah dan akad tabarru’ dalam
menjalankan operasional perusahaan maupun transaksi dengan peserta asuransi.
Kedua akad ini didasari dengan Fatwa DSN, yaitu Fatwa DSN No. 52/DSN-
MUI/III/2006 tentang akad wakalah bil ujrah pada asuransi syariah dan reasuransi
syariah. Ketentuan akad wakalah bil ujrah bil mudharabah disampaikan secara rinci
dalam klausula wajib dalam polis asuransi yang dibuat berdasarkan form Surat
Permohonan Penutupan Asuransi (SPPA) yang diisi peserta sebagai salah satu
syarat untuk menjadi peserta asuransi. Klausula waijb merupakan kesepakatan atau
syarat-syarat baku yang ditetapkan perusahaan dan berlaku untuk semua peserta
asuransi.
Jasindo Syariah menggunakan akad wakalah bil ujrah bil mudharabah saat
transaksi awal dengan peserta saat diajukannya permohonan penutupan asuransi.
Terjadinya akad wakalah bil ujrah bil mudharabah memberikan tanggung jawab
bagi perusahaan untuk mengelola kontribusi peserta yang dibayarkan sekaligus
memberi hak untuk perusahaan menerima imbalan berupa ujrah (fee). Penggunaan
akad ini dilakukan untuk semua produk asuransi tanpa terkecuali, mulai dari
asuransi pembiayaan hingga non pembiayaan.
Wahyudi menuturkan bahwa Jasindo Syariah telah menjelaskan hak dan
kewajiban peserta maupun perusahaan dalam wawancara terkait tahapan yang
harus dilalui sebelum melakukan transaksi dengan akad takaful dan tijarah:
“Pertama calon peserta asuransi mengecek terlebih dahulu
kebutuhan perlindungan risiko yang dibutuhkan dengan konsultasi
dengan perusahaan. Pada saat itu juga kami menjelaskan mengenai
syarat, hak dan kewajiban serta kebijakan umum perusahaan untuk
produk yang dibutuhkan, tapi nantinya calon peserta bisa melihat
detail informasi dalam klausula.”

Jasindo Syariah menerapkan akad wakalah bil ujrah bil mudharabah dalam
pengelolaan investasi dan pengelolaan risiko dana peserta (tabaaru’). Pengelolaan
risiko yang dilakukan meliputi kegiatan administrasi, pengelolaan dana,
pembayaran santunan klaim, underwriting, pengelolaan portofolio risiko,
reasuransi syariah, dan pemasaran serta asuransi. Penentuan nisbah ujrah dari dana

8
premi Jasindo Syariah dijelaskan dalam klausula wajib kedua tentang akad
wakalah bil ujrah bil mudharabah poin 4, yaitu:
Berdasarkan akad wakalah bil ujrah bil mudharabah, kontribusi yang
dibayarkan oleh peserta terdiri dari dana tabarru’ dan ujrah dengan
komposisi sebagai berikut:
a. Tabarru’ 50% (lima puluh persen)
b. Wakalah Fee 50% (lima puluh persen)

Gharar atau ketidakpastian dalam asuransi konvensional tidak lagi ditemukan


di Jasindo Syariah, karena akad yang digunakan bukan lagi akad pertukatan,
melainkan akad tolong menolong sehingga dana yang dibayarkan peserta asuransi
sudah jelas perlakuannya. Judi atau maisir yang timbul karena dalam asuransi
konvensional dianggap mendzalimi peserta asuransi apabila tidak terjadi klaim
karena premi yang dibayarkan menjadi pendapatan perusahaan. Namun karena
digunakannya akad tabarru dengan prinsip tolong-menolong di Jasindo Syariah,
apabila tidak terjadi klaim maka dana tersebut tidak menjadi milik perusahaan
melainkan untuk kebutuhan peserta asuransi lain karena sudah menjadi hibah.
Serupa dengan penerapan akad wakalah bil ujrah bil mudharabah, dalam
akad tabarru’ Jasindo Syariah juga mencantumkan hal-hal terkait hak dan
kewajiban peserta dan pengelola, premi dan klaim, serta syarat lain yang telah
disepakati diawal transaksi. Jasindo Syariah yang merupakan pengelola dana tidak
berhak menggunakan dan mengakui dana tabarru’ untuk kepentingan perusahaan
karena dana tabarru’ sepenuhnya adalah hak peserta asuransi yang akan digunakan
untuk menolong sesama peserta asuransi apabila terjadi klaim. Dana tabarru
didapatkan dari bagian kontribusi perserta atau premi yang dibayarkan diawal
transaksi dengan akad wakalah bil ujrah bil mudharabah.
Imam Rosyadi juga mengatakan bahwa pengelolaan dana tabarru’ di Jasindo
Syariah diatur oleh departemen keuangan bagian investasi, karena harus
menganalisis risiko sebelum menggunakan dana untuk investasi mudharabah
maupun sukuk. Berbeda dengan perusahaan induknya, Asuransi Jasindo yang
bebas berinvestasi di semua perusahaan, Jasindo Syariah hanya berinvestasi di
entitas dengan prinsip syariah. Hal ini dilakukan supaya hasil investasi yang
nantinya menambah saldo dana tabarru’ tidak terkena unsur riba yang diharamkan
islam.
Jasindo Syariah berinvestasi dengan menggunakan akad mudharabah.
Klausula wajib kedua tentang akad wakalah bil ujrah bil mudharabah poin 4 juga
mengatur pembagian hasil investasi dari akad mudharabah sebagai berikut:
“…Sedang hasil investasi dana tabarru’ melalui akad mudharabah
akan diberikan sesuai nisbah bagi hasil dengan komposisi sebagai
berikut:
a. Dana Tabarru’ 50% (lima puluh persen)
b. Pengelola 50% (lima puluh persen)”

Kebijakan Jasindo Syariah mengenai surplus dan defisit underwriting dibuat


berdasarkan fatwa DSN dan PSAK 108. Berdasarkan wawancara peneliti dengan
Imam Rosyadi mengenai kebijakan surplus underwriting Jasindo Syariah adalah
sebagai berikut:

9
“Dalam PSAK 108 ada tiga opsi perlakuan surplus underwriting.
Jasindo Syariah memakai opsi ketiga. Jadi, surplus underwriting pada
akhir periode didistribusikan kepada tiga pihak, peserta, pengelola
atau perusahaan dan dana tabarru’. Sebelumnya rasio pembagiannya
40% untuk peserta, 10% untuk dana tabarru dan 50% pengelola. Tapi
kebijakan saat ini peserta 10% dan dana tabarru’ menjadi 40%.”

Polis yang mendapatkan alokasi bagian surplus underwriting hanya polis


yang telah menjalani penutupan tahun kedua menuju tahun renewal tahun ketiga.
Alokasi surplus pada renewal penutupan tahun kedua seluruhnya dialokasikan ke
dalam cadangan dana tabarru. Dengan kata lain, polis yang jangka waktunya
kurang dari dua tahun akan langsung dialokasikan ke dana tabarru’. Kriteria peserta
asuransi yang berhak mendapatkan distribusi surplus underwriting, yaitu peserta
yang sudah melunai premi, belum atau tidak sedang mengajukan klaim, dan tidak
melakukan pembatalan polis. Pada beberapa kondisi, peserta tidak akan
mendapatkan distribusi surplus underwriting meskipun secara ketentuan memenuhi
kategori peserta yang memiliki hak. Penyebabnya ada dua, yang pertama biaya
untuk membagikan surplus underwriting lebih besar dari bagian yang akan diterima
peserta. Jika terjadi hal demikian, perusahaan tidak boleh mengambil bagian
tersebut tetapi diakui sebagai cadangan dana tabarru’ atau bisa diperhitungkan
sebagai pengurang kontribusi peserta pada periode selanjutnya. Alasan kedua, jika
surplus yang dibagikan jumlahnya kurang dari Rp. 50.000,- untuk setiap peserta,
maka akan dimanfaatkan sebagai dana sosial (ZIS) sesuai dengan persetujuan
peserta yang telah menandatangani perjanjian.
Selain mengatur hal-hal yang telah disebutkan pada paragraf sebelumnya,
klausula juga menyebutkan tiga alasan bagi perusahaan tidak dapat membagikan
surplus underwriting. Adanya defisit hasil underwriting tabarru’ secara akumulatif
untuk setiap peserta menyebabkan surplus underwriting tidak dapat dibagikan. Jika
perusahaan masih memiliki Qardh dalam kewajiban dana tabarru’ maka surplus
underwriting harus digunakan untuk membayar sebagian qardh tersebut. Selain itu,
jika tingkat solvabilitas dana tabarru’ tidak memenuhi ketentuan peraturan
perundang-undangan, surplus underwriting periode tersebut harus ditambahkan ke
dalam Dana Tabarru’.
Pada produk asuransi tertentu, surplus yang didapatkan tidak akan
didistribusikan kepada peserta, tetapi secara otomatis masuk ke dalam cadangan
dana tabarru. Produk asuransi tersebut, yaitu konsorsium, asuransi mikro, asuransi
sistem kupon, asuransi KBM untuk kendaraan bermotor roda dua, asuransi jiwa
pembiayaan yang terdapat perluasan natural death, dan asuransi pengunjung wisata
& perjalanan wisata religi.
Kebijakan Jasindo Syariah atas pengembalian Kontribusi Tabarru atau
Kontribusi peserta (premi) yang dihibahkan dan masuk ke dalam dana tabarru
dibedakan menjadi dua, yaitu untuk peserta non pembiayaan dan peserta
pembiayaan. Pada peserta non pembiayaan dengan polis baru (brand new), jika
peserta memutuskan kontrak asuransi sebelum berakhirnya jangka waktu maka
hibah Tabarru tidak bisa dikembalikan dan akan masuk ke cadangan dana tabarru.
Sedangkan untuk polis perpanjangan (renewal), apabila kontrak berhenti dan tidak
ada klaim yang terjadi untuk jangka waktu yang belum berakhir maka hibah

10
Tabarru bisa dikembalikan sesuai prorata hari dari dana tabarru dengan catatan,
bagian kontribusi yang menjadi hak pengelola tidak bisa dikembalikan.
Sementara itu, untuk peserta asuransi dengan pembiayaan yang
meembatalkan kontrak asuransi dan tidak melakukan klaim dalam periode asuransi
akan mendapatkan kembali kontribusi yang telah dibayarkan sebesar prorate hari
dari dana tabarru’. Tetapi jumlah pengembalian tidak termasuk kontribusi yang
dibayarkan untuk perluasan asuransi meninggal dunia (Natural Death) dan
kontribusi yang menjadi hak pengelola.

Implementasi Akuntansi Asuransi Syariah PT Asuransi Jasindo Syariah


berdasarkan PSAK 108
Sejak januari 2017 Jasindo Syariah telah melakukan penyesuaian dengan
PSAK 108 revisi tahun 2016. Perbedaan utama adalah PSAK 108 revisi 2016
membedakan asuransi menjadi jangka pendek dan jangka panjang yang
sebelumnya tidak diatur. Perubahan ini memberi dampak sedikit terhadap
pengakuan pendapatan dan penyajian laporan perubahan dana tabarru’. Dampak
lebih signifikan dirasakan dalam menentukan penyisihan teknis.
PT Asuransi Jasindo Syariah sejauh ini hanya memiliki satu laporan
keuangan yang telah diaudit yaitu laporan keuangan tahun 2016. Hal ini karena
sebelumnya Jasindo Syariah hanya berbentuk unit usaha dan baru melakukan spin-
off dari PT Asuransi Jasindo pada bulan Mei tahun 2016, sehingga laporan
keuangannya belum terbit secara terpisah hingga tahun 2015 dan hanya masuk
dalam laporan konsolidasi. Penyusunan laporan keuangan tahun 2016 dilakukan
berdasarkan pada PSAK 108 tahun 2009.

Pengakuan Awal pada PT Asuransi Jasindo Syariah


Pengakuan awal terkait dengan pembayaran premi asuransi atau kontribusi
peserta yang di dalamnya termasuk dana tabarru’. Jasindo Syariah tidak mengakui
kontribusi peserta sebagai pendapatan karena perusahaan hanya berperan sebagai
pengelola, dana tersebut diakui sebagai dana tabarru’ di pos dana peserta. Premi
atau kontribusi peserta tidak seluruhnya langsung diakui sebagai dana tabarru’
karena belum dikurangi ujrah untuk pengelola.
Jasindo Syariah sendiri memiliki kebijakan bahwa 50% dari premi adalah
ujrah pengelola yang diakui sebagai Pendapatan Pengelolaan Operasi Asuransi
(ujrah) di laporan laba/rugi komprehensif dan menjadi beban dalam laporan surplus
defisit underwritng dana tabarru’ dan mengakui sisa pembayaran kontribusi peserta
sebesar 50% sebagai dana tabarru. Penentuan rate ujrah disamakan untuk semua
jenis asuransi yang didasari pada statistik risiko yang mirip.
PSAK 108 poin 14-15 tentang pengakuan awal:
“Kontribusi dari peserta diakui sebagai bagian dari dana tabarru’
dalam dana peserta”
“Dana tabarru’ yang diterima tidak diakui sebagai pendapatan,
karena entitas pengelola tidak berhak untuk menggunakan dana
tersebut untuk keperluannya, tetapi hanya mengelola dana sebagai
wakil para peserta”

11
Jasindo Syariah merupakan perusahaan asuransi kerugian yang bersifat non-
saving atau tanpa tabungan, sehingga ketentuan PSAK 108 poin 17-18 yang
berbunyi:
“Bagian pembayaran dari peserta untuk investasi diakui sebagai:
a) Dana syirkah temporer jika menggunakan akad mudharabah
atau mudharabah musytarakah; dan atau
b) Kewajiban jika menggunakan akad wakalah”

Tidak berlaku untuk Jasindo Syariah. Kontribusi yang dibayarkan peserta memang
sudah termasuk dana untuk investasi, namun perusahaan tidak perlu mengakuinya
sebagai investasi dan bisa langsung mengakuinya sebagai Dana Tabarru’. Jasindo
Syariah langsung mengurangi saldo dari Dana Tabarru’ ketika melakukan
investasi. Hasil investasi juga langsung otomatis diakumulasikan ke dalam dana
tabarru’ pada akhir periode melalui Laporan Perubahan Dana Tabarru’ dan
Laporan Surplus (Defisit) Underwriting. Maka, Jasindo tidak perlu memiliki akun
Dana Syirkah Temporer, cukup Dana Tabarru’.
Analisa peneliti menunjukkan implementasi PSAK 108 terkait pengakuan
transaksi asuransi sudah dilakukan secara menyeluruh oleh Jasindo Syariah ke
dalam laporan keuangan tahu 2016, dan bisa dikatakan sesuai dengan ketentuan
dalam PSAK 108 tentang akuntansi transaksi asuransi syariah.

Pengukuran Seteah Pengakuan Awal di Laporan Keuangan PT Jasindo


Syariah
Surplus dan Defisit Underwriting Dana Tabarru’

Gambar 4.1
Sebagian Laporan Laba/Rugi Jasindo Syariah

Pengukuran surplus underwriting dilakukan saat perusahaan akan


mendistribusikan surplus yang didapat pada akhir periode. Jasindo Syariah akan
mengakui 50% sebagai distribusi pengelola yang dalam laporan laba rugi diakui
sebagai pendapatan pembagian surplus underwriting. Bagian surplus sebesar 10%
didistribusikan kepada peserta yang diakui sebagai distribusi ke peserta yang akan
disajikan dalam liabilitas pada laporan posisi keuangan. Sementara 40% sisanya
diakui sebagai cadangan dana tabarru. Bagian surplus underwriting dana tabarru’
yang dialokasikan untuk pengelola dan peserta diakui sebagai pengurang surplus
underwriting dana tabarru’ yang disajikan dalam laporan perubahan dana tabarru’.

12
Gambar 4.1
Sebagian Laporan Surplus Underwriting Dana Tabarru’

Sebaliknya, bila pengelolaan dana tabarru banyak mengalami kerugian dan


menyebabkan defisit underwriting diakhir periode, maka saldo dana tabarru akan
dikurangi dan diakui sebagai pengurangan dana tabarru. Apabila masih belum bisa
menutupi defisit yang ada, Jasindo Syariah selaku entitas pengelola harus menutupi
dana tersebut yang diambil dari dana pengelola dengan akad qardh. Qardh yang
terjadi akan dibayarkan apabila terjadi surplus underwriting pada periode
selanjutnya. Penggunaan jasa reasuransi untuk beberapa asuransi mengharuskan
perusahaan untuk mendistribusikan premi yang dibayarkan peserta ke perusahaan
retakaful. Hal tersebut dilakukan karena nantinya akan ada klaim yang ditanggung
retakaful, Jasindo mengakuinya sebagai Klaim yang ditanggung retakaful dan
pihak lain dalam beban asuransi di laporan surplus underwriting dana tabarru.
Pengakuan dan pengukuran yang dilakukan oleh Jasindo Syariah sudah sesuai
berdasarkan PSAK No. 108, karena sejak masih menjadi unit usaha pun, Jasindo
Syariah sudah memisahkan dana tabarru dengan fee pengelola dan
mendistribusikan surplus underwriting kepada peserta, pengelola dan sebagai
cadangan dana tabarru.

Penyisihan Teknis
PT Asuransi Jasindo melakukan penyisihan terhadap kontribusi peserta,
artinya klaim yang mungkin terjadi di periode mendatang atau klaim yang sedang
dalam proses di periode saat ini yang diakui sebagai liabilitas dalam laporan
keuangan. Menurut PSAK 108, penyisihan teknik dalam asuransi syariah terdiri
dari tiga (3) jenis, yaitu penyisihan kontribusi yang belum menjadi hak, klaim yang
masih dalam proses, dan klaim yang terjadi tetapi belum dilaporkan.
Penyisihan klaim dalam proses yaitu, jumlah penyisihan atas estimasi klaim
yang terjadi dan dilaporkan sampai dengan akhir periode namun baru akan
dibayarkan saat periode selanjutnya. Penyisihan ini diakui sebagai beban
penyisihan teknis yang berdampak pada pengurangan di laporan surplus (defisit)
underwriting dana tabarru’ dan disajikan dalam laporan posisi keuangan sebagai
utang klaim di bagian kewajiban. Penyisihan klaim dalam proses dilakukan secara

13
cermat dan hati-hati karena dana yang disisihkan harus bisa menutupi estimasi
klaim yang telah dilaporkan tersebut.
Penyisihan klaim yang sudah terjadi tetapi belum dilaporkan, yaitu jumlah
penyisihan atas klaim yang telah terjadi tetapi tidak dilaporkan hingga akhir
periode. Penentuan jumlah penyisihan ini didasarkan pada pengalaman masa lalu
yang terkait dengan klaim periode terbaru yang dilaporkan. Klaim yang sudah
terjadi tapi belum dilaporkan disajikan sebagai liabilitas dalam laporan posisi
keuangan.
Imam Rosyadi, dalam wawancara yang dilakukan oleh peneliti menuturkan
bahwa penentuan besarnya penyisihan asuransi jangka pendek dan jangka panjang
hingga akhir periode 2016 adalah sama, yaitu sebesar 40% dari kontribusi peserta.
Namun setelah adanya revisi PSAK yang memisahkan perhitungan penyisihan
asuransi jangka pendek dan asuransi jangka panjang, penentuan jumlah penyisihan
harus dilakukan dengan memperhatikan arus kas masa depan (present value).
Perhitungan penyisihan terbaru ini menurut OJK nantinya harus dilakukan oleh
aktuaris internal, namun hingga saat ini masih diperbolehkan menggunakan
aktuaris eksternal.
Membandingkan uraian diatas dengan PSAK No. 108 poin 26 sampai 28
tentang penyisihan teknis, kebijakan yang ada di PT Asuransi Jasindo Syariah telah
sesuai dengan PSAK N0. 108 baik dari segi pengakuan maupu pengukuran
penyisihan teknis.

Cadangan Dana Tabarru’


Tujuan digunakannya Cadangan Dana tabarru’ adalah untuk menutup defisit
yang kemungkinan terjadi dimasa mendatang dan mengurangi dampak resiko
kerugian luar biasa yang terjadi di masa depan atas asuransi yang menunjukkan
derajat voltalitas klaim yang tinggi. Cadangan dana tabarru’ di Jasindo Syariah
berasal dari distribusi surplus underwriting, dan hasil investasi dana tabarru.
Pembentukan cadangan dana tabarru harus mencerminkan sifat kehati-hatian,
agar mencapai tujuan dibentuknya cadangan dana tabarru yang salah satunnya
berasal dari surplus underwriting dana tabarru. Analisis mengenai saldo dana
tabarru yang ada di Jasindo Syariah sudah sesuai dengan PSAK 108.
Hasil analisa yang dilakukan peneliti, dapat dikatakan bahwa pengukuran
untuk hal-hal mengenai surplus dan defisit underwriting, penyisihan teknis dan
cadangan dana tabarru’ yang dilakukan Jasindo Syariah sudah sesuai dengan
ketentuan dalam PSAK 108. \

Penyajian di Laporan Keuangan PT Asuransi Jasindo Syariah


Laporan keuangan yang disajikan PT Asuransi Jasindo Syariah untuk tahun
2016 terdiri dari laporan posisi keuangan, laporan surplus/defisit underwriting dana
tabarru’, laporan perubahan dana tabarru’, laporan laba/rugi komperefensif lain,
laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas, laporan sumber dan penggunaan dana
zakat, laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan, dan catatan atas laporan
keuangan. Sesuai dengan ketentuan PSAK 108, Jasindo Syariah telah memisahkan
bagian surplus underwriting dana tabarru’ yang didistribusikan atau disalurkan
kepada peserta dan pengelola.

14
Gambar 4.2
Laporan Perubahan Dana Tabarru’

Bagian surplus underwriting dana tabarru’ yang didistribusikan kepada


peserta diakui sebagai “Distribusi ke peserta” dan bagian surplus underwriting
dana tabarru’ yang didistribusikan kepada pengelola diakui sebagai “Distribusi ke
pengelola”. Keduanya merupakan pengurang dari surplus underwriting dana
tabarru’ yang penyajiannya dilakukan dalam laporan perubahan dana tabarru’.
Pada laporan perubahan dana tabarru’ juga menyajikan cadangan dana tabarru’
yang diakui sebagai surplus yang tersedia untuk dana tabarru’.
Laporan keuangan Jasindo Syariah tahun 2016 masih menyajikan laporan
perubahan dana tabarru. Tetapi mulai bulan Januari tahun 2017 sudah tidak lagi
menyajikan laporan perubahan dana tabarru karena adanya revisi PSAK tahun
2016. Isi dalam laporan perubahan dana tabarru’ kemudian disajikan pada pos
surplus (defisit) underwriting di laporan surplus (defisit) underwriting dana tabarru.
Tidak hanya pemisahan perlakuan surplus underwriting, Jasindo Syariah juga
menyajikan penyisihan dari kontribusi dana peserta yang belum menjadi hak
peserta atau penyisihan teknis secara terpisah pada kewajiban dalam laporan posisi
keuangan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada sub bab “Penerapan akad
tabarru’ di PT Jasindo Syariah”, Jasindo Syariah telah menyajikan dana tabarru’
secara terpisah dari kewajiban dan ekuitas dalam laporan posisi keuangan. Dana
tabarru’ yang disajikan dalam pos dana peserta yang merupakan rekening terpisah
dari dana entitas pengelola.
Berdasarkan analisis peneliti atas laporan keuangan Jasindo Syariah tahun
2016, penyajian laporan keuangan yang dilakukan oleh Jasindo Syariah sudah
sesuai dengan standar PSAK 108 tahun 2009.

Pengungkapan di Laporan Keuangan PT Asuransi Jasindo Syariah


Jasindo Syariah telah mengungkapkan tentang kontribusi peserta yang
termasuk namun tidak terbatas pada kebijakan akuntansi dalam hal ini terkait
dengan besar kontribusi yang diterima oleh pengelola dan perubahannya, serta
adanya pembatalan polis asuransinya beserta konsekuensinya atau resikonya.
Perusahaan juga mengungkapkan piutang kontribusi dari peserta, entitas asuransi,

15
dan reasuransi di catatan atas laporan keuangan, serta incian kontribusi berdasarkan
jenis asuransinya.
Masih pada laporan yang sama, catatan atas laporan keuangan juga
menyinggung tentang besaran jumlah dan persentase komponen kontribusi untuk
bagian resiko dan ujrah dari total kontribusi per jenis asuransi, namun pembahasan
secara rinci dituangkan dalam klausula polis asuransi seperti yang telah peneliti
jabarkan pada sub bab sebelumnya. Hal-hal mengenai surplus/defisit underwriting
dana tabarru’ juga dijelaskan secara akuntansi dalam laporan surplus (defisit)
underwriting dana tabarru dan penjelasan secara kualitatif dalam klausula
perjanjian.
Jasindo syariah juga mengungkapkan informasi lain yang berguna bagi
pengguna laporan keuangan dalam mengevaluasi sifat dan luasan resiko yang
timbul dari akad asuransi terhadap dana tabarru. Informasi tersebut meliputi, tetapi
tidak terbatas pada tujuan, kebijakan dan proses pengelolaan serta metode
pengelolaan resiko.
Menurut laporan keuangan Jasindo Syariah, resiko yang timbul dari
instrument keuangan perusahaan ada tiga risiko. Pertama, resiko kredit yang
dikendalikan dengan cara menjalin hubungan dengan pihak yang kredibilitasnya
baik, menetapkan kebijakan verifikasi dan otoritasi kredit, serta memantau
kolektibilitas piutang secara berkala. Kedua, resiko likuiditas yang dikelola dengan
memantau jumlah kas dan bank agar tetap memadai untuk biaya operasional
perusahaan, dan secara berkala mengevaluasi proyeksi arus kas dan arus kas aktual.
Ketiga, resiko manajemen takaful yang pengelolaan risikonya belum dijelaskan
dalam laporan keuangan secara rinci seperti dua risko lainnya.
Informasi tentang resiko asuransi lain yang juga diungkapkan oleh Jasindo
Syariah adalah mengenai sensitivitas risiko asuransi dan informasi kualitatif
tentang sensitivitas itu sendiri. Salah satunya yaitu tingkat solvabilitas perusahaan
yang analisisnya dibandingkan dengan Peraturan Menteri Keuangan No.
11/PMK.010/2011 tentang kesehatan keuangan usaha asuransi dan usaha retakaful
dengan syariah prinsip syariah.
PSAK 108 menyatakan bahwa perusahaan perlu mengungkapkan informasi
terkait dengan dana investasi dimana oleh Jasindo Syariah dilakukan meliputi
kebijakan akuntansi untuk pengelolaan dana investasi dari dana peserta, dan rincian
jumlah hasil investasi yang didapat berdasarkan akad yang digunakan dalam
pengumpulan dan pengelolaan dana tersebut.
Jasindo Syariah mengungkapkan dana investasi dari peserta mengenai
bagaimana pengelolaan dana investasi tersebut sesuai dengan kebijakan akuntansi
dan besarnya jumlah dana investasi berdasarkan akad yang yang digunakan dalam
pengumpulan dan pengelolaan dana investasi. Jasindo Syariah menggunakan akad
wakalah bil ujrah bil mudharabah dalam pengelolaan dana investasi peserta.
dijelaskan secara rinci dalam catatan atas laporan keuangan yang dikeluarkan
dalam bentuk deposito berjangka ke beberapa bank syariah sesuai dengan jumlah
sesuai peraturan yang berlaku. Tingkat bagi hasil yang tercantum dalam laporan
keuangan adalah kisaran 5% sampai dengan 10,5%. Tidak hanya sebatas itu,
Jasindo Syariah juga berinvestasi dalam bentuk sukuk dan unit peryertaan
reksadana.
Penyisihan teknis yang diungkapkan Jasindo Syariah meliputi jenis
penyisihan teknis (saldo awal, jumlah digunakan dan ditambahkan selama periode

16
serta saldo akhir) yang secara jelas dicantumkan dalam laporan surplus (defisit)
underwriting dana tabarru’. Kemudian terkait dasar yang digunakan dalam
penentuan jumlah penyisihan teknis dan perubahan basis yang digunakan. Jasindo
Syariah menyatakan dalam catatan atas laporan keuangan poin pengakuan
pendapatan kontribusi, bahwa dasar yang digunakan adalah Peraturan Menteri
Keuangan No. 228/PMK.010/2012.
Pengakuan terakhir adalah informasi terkait dana tabarru, yaitu pihak yang
menerima likuidasi atas produk atau entitas pengelola, dan jumlah yang dijadikan
dasar penentuan alokasi surplus underwriting. Jasindo syariah biasanya
menentukan pembagian 50% untuk pengelola, 10% untuk peserta dan 40% untuk
dana tabarru. Nisbah ini harus disetujui pada awal transaksi saat melakukan akad,
dan besaran nisbah bisa berubah jika ada penyesuaian terkait hal-hal yang
disebutkan dalam klausula. Pengungkapan yang dilakukan Jasindo Syariah sudah
sesuai dengan PSAK 108 dengan mengungkapkan rincian asset dari dana tabarru,
dana investasi peserta dan entitas pengelola.

Penyusunan Laporan Keuangan PT Asuransi Jasindo Syariah


Jasindo merupakan perusahaan yang bergerak dibidang jasa keuangan
asuransi dengan prinsip syariah. Sebagai perusahaan asuransi full fledge pertama
yang terbentuk dari hasil pemisahan dengan perusahaan induk, Jasindo Syariah
telah berkomitmen lebih dari 14 tahun sejak masih berbentuk kantor cabang untuk
memberikan pelayanan yang terbaik dalam bertransaksi asuransi kepada
masyarakat dengan menjunjung nilai-nilai syariat islam yang dituangkan dalam
kegiatan operasional perusahaan sehari-hari. Salah satu bentuk komitmen yang
ditunjukkan yaitu dengan menyajikan laporan keuangan perusahaan dengan
sistematis sesuai standar yang ditetapkan, salah satunya PSAK 108 tentang
Akuntansi Transaksi Asuransi Syariah.
Berbeda dengan saat masih menjadi unit usaha, kini Jasindo Syariah
memiliki wewenang dan kewajiban untuk menyusun sendiri laporan keuangan atas
nama PT Asuransi Jasindo Syariah. Laporan keuangan Jasindo Syariah yang
disusun berdasarkan PSAK 108 terdiri dari Laporan Posisi Keuangan, Laporan
Surplus (Defisit) Underwriting Dana Tabarru’, Laporan Perubahan Dana Tabarru’,
Laporan Laba/Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain , Laporan Perubahan
Ekuitas Dana Pengelola, Laporan Arus Kas , Laporan Sumber Dana dan
Penggunaan Zakat, Laporan Sumber Dana dan Penggunaan Dana Kebajikan,
Catatan Atas Laporan Keuangan.

Implementasi PSAK 108 Pada Perlakuan Akuntansi Transaksi Asuransi


Kerugian PT Asuransi Jasindo Syariah.
Perlakuan akuntansi syariah Jasindo Syariah telah dijabarkan secara rinci
pada sub bab sebelumnya. Secara ringkas, perlakuan akuntansi Jasindo Syariah
sudah sesuai dengan PSAK 108 mulai dari pengakuan, pengukuran, penyajian dan
pengungkapan. Pada sub bab ini, peneliti akan menganalisa mengapa perlakuan
akuntansi syariah di Jasindo Syariah bisa sesuai dengan PSAK 108 dan mengapa
ada penyesuaian terhadap salah satu akun. Hasil analisa akan dijelaskan setelah
paragraf ini.
Ketentuan mengenai perlakuan akuntansi untuk laporan keuangan tidak serta-
merta dibuat tanpa alasan, begitu pula dengan perusahaan yang tentu memiliki

17
alasan-alasan yang membuat mereka mentaati ketentuan PSAK. Menurut analisa
peneliti, terdapat beberapa alasan, diantaranya menghindari sanksi, agar laporan
keuangan perusahaan dipercaya investor dan masyarakat, memudahkan kerja
karyawan dengan mengikuti standar yang sudah ada, dan dapat dibandingkan
dengan perusahaan lain dibidangnya.
Setiap penyimpangan aturan, terutama yang bersifat nasional tentu akan
dikenakan sanksi, baik material maupun non material. Sama halnya apabila
perusahaan asuransi syariah tidak menerapkan PSAK yang sesuai, maka akan ada
sanksi non resmi berupa opini tidak wajar untuk laporan keuangannya yang
mungkin akan diberikan auditor. Hal ini tidak secara langsung memberi efek
negatif, namun opini tentang laporan keuangan sangat penting bagi sebuah
perusahaan karena bisa menentukan bagaimana citra perusahaan dimata investor
dan masyarakat. Mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian memberi nilai
tambah dan memperkuat alasan masyarakat untuk percaya dan menggunakan
produk perusahaan tersebut.
Laporan keuangan yang menggunakan PSAK sebagai pedoman
penyusunannya tentu mendapat pandangan positif dibandingkan yang tidak sesuai
PSAK. Oleh karena itu, Jasindo Syariah menyusun laporan keuangan sesuai
dengan PSAK supaya laporan keuangannya dianggap valid dan bisa dipercaya oleh
perusahaan atau masyarakat yang akan menggunakan jasa asuransi. Lebih lanjut,
karena standar yang digunakan dalam penyusunannya sama, hasil dalam laporan
keuangan perusahaan bisa dibandingkan dengan laporan keuangan perusahaan lain.
Perbandingan ini bisa membantu perusahaan menilai bagaimana kinerja perusahaan
dalam sektor atau bidang asuransi syariah dalam satu periode. Karena tidak
selamanya penurunan hasil laporan keuangan diartikan lemahna kinerja
perusahaan, aspek eksternal salah satunya keadaan sektor yang bersangkutan juga
menjadi pertimbangan dalam menilai bagaimana pertumbuhan suatu perusahaan.
Penggunaan standar yang telah ada dan beraku secara nasional juga bisa
memudahkan karyawan dan perusahaan. Apabila terdapat perbedaan pendapat dari
pihak internal maupun eksternal terkait laporan keuangan, baik dalam pengakuan
atau pengukuran suatu akun—yang ternyata sudah ada dalam aturan, maka
perusahaan bisa langsung merujuk ada PSAK yang dijadikan pedoman. Hal ini
akan membantu mengurangi konflik beda pendapat perihal laporan keuangan
sesama perusahaan maupun sesama pihak dalam perusahaan yang punya
kepentingan. Namun dengan perusahaan mengikuti PSAK, perusahaan juga harus
terus mengikuti perkembangan yang terjadi dan menyesuaikannya dengan laporan
keuangan supaya tetap relevan dengan keadaan terkini.

PENUTUP
Kesimpulan
1) Mekanisme atau prosedur terkait transaksi asuransi syariah di Jasindo Syariah
sudah baik, mulai awal terjadinya akad dan pengelolaan dana hingga terjadinya
pembayaran klaim. Transaksi yang terjadi di Jasindo Syariah juga
menguntungkan dua pihak, peserta asurasni dan persuahaan sebagai pengelola.
Perusahaan mendapat manfaat berupa ujrah dan bagi hasil dari mengelola dana
dengan akad wakalah bil ujrah bil mudharabah. Peserta merasakan manfaat
mendapat penanggungan risiko hanya dengan membayar premi yang nilainya
lebih kecil dari nilai harta yang ditanggungkan.

18
2) Implementasi akuntansi syariah dalam produk asuransi PT Asuransi Jasindo
Syariah telah dilakukan dengan baik, karena aspek-aspek akuntansi yang
digunakan dalam melaporkan keuangan perusahaan sudah dilakukan sesuai
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan. Hal ini tercermin dari perlakuan
akuntansi mulai dari pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan
asuransi syariah Jasindo Syariah yang telah sesuai dengan PSAK 108 tahun
2009 mengenai akuntansi transaksi asuransi syariah.
Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini hanya menggunakan satu periode laporan keuangan dan satu
perusahaan, karena PSAK revisi terbaru baru berlaku sejak 1 Januari 2017. Oleh
karena itu penelitian ini masih berpedoman pada PSAK 2009 dengan laporan
keuangan tahun 2016 sebagai gambaran tentang implementasi PSAK 108 pada
praktik dan laporan keuangan produk asuransi kerugian.

Saran
1. Supaya perusahaan terus meningkatkan kualitas laporan keuangan dengan
mulai menerapkan PSAK 108 revisi terbaru untuk laporan keuangan periode
selanjutnya.
2. Penelitian selanjutnya bisa mengembangkan penelitian ini dengan topik lain
yang berkaitan dengan asuransi syariah, misalnya berfokus pada metode
perhitungan penyisihan, atau penerapan PSAK 108 revisi terbaru dengan
objek penelitian pada jenis asuransi lain.

DAFTAR PUSTAKA
Ali, Hasan. (2004). Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam, Jakarta: Prenata
Media.
Amrin, Abdullah. (2011). Meraih Berkah Melalui Asuransi Syariah. Jakarta: PT
Elex Media Komputindo
Anwar, Khoiril. (2007). Asuransi Syariah, Halal dan Maslahat. Solo: Penerbit
Tiga Serangkai
Bungan, Burhan. (2011). Penelitian Kualitatif. Jakarta: Prenada Media Group.
Creswell, John W. (2008). Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan
Mixed, Edisi Ketiga Bandung : Pustaka Pelajar.
Dewi, Gemala. (2004). Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan dan Perasuransian
Syariah Di Indonesia, Jakarta : Kencana.
Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
Ichsan, Nurul. (2016). Peluang Dan Tantangan Inovasi Produk Asuransi Umum
Syariah. Jurnal Ekonomi Islam, Volume 7 (2)
Kompas. (2016). Pemahaman Masyarakat Masih Rendah. Diakses dari:
http://cdn.assets.print.kompas.com/baca/ekonomi/finansial/2016/06/01/Pema
haman-Masyarakat-Masih-Rendah?utm_source=bacajuga

19
Moleong, Lexy J.(2006). Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya Offset.
Muhaimin, Iqbal. (2011). Asuransi Umum Syariah dalam Praktik, (Jakarta: Gema
Insani Press.
Muid, Abdul (2014) Analisis mekanisme pengelolaan dana tabarru’ pada PT.
Prudential Life Assurance kantor agency cabang Kudus 1 dalam kajian
hukum Islam. (Undergraduate (S1) thesis, UIN Walisongo).
Diakses dari http://eprints.walisongo.ac.id/3576/
Olavia, Lona. (2016). Enam Tantangan Terberat Asuransi Syariah. Diakses:
http://www.beritasatu.com/ekonomi/379181-enam-tantangan-terberat-
asuransi-syariah.html
Otoritas Jasa Keuangan, (2010), Peraturan Menteri Keuangan. Diakses dari:
http://www.ojk.go.id/id/kanal/iknb/regulasi/asuransi/regulasi-asuransi-
syariah/default.aspx
Rusyidi, Untan Azimar. (2013). Jurnal Ilmiah: Asuransi Syariah Ditinjau Dari
Prinsip Hukum Ekonomi Syariah (Studi Pada PT. Asuransi Takaful Umum
Cabang Pontianak).
Diakses dari: http://jurnal.untan.ac.id/index.php/nestor/article/view/4207
Sopyan, Ahmad. (2010). Dampak Penerapan PSAK 108 Terhadap Tingkat
Solvabilitas Minimum Perusahaan Asuransi Syariah (Studi Pada Unit
Syariah PT. Asuransi Umum Bumiputera Muda 1967). (Skripsi Sarjana, UIN
Syarif Hidayatullah, Jakarta).
Diakses dari http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/256
Sugiyono. (2012) Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif dan R & D, Bandung:
Alfabeta.
Sula, M Syakir. (2000). Asuransi Syariah (Life and General), Konsep dan Sistem
Operasional, Jakarta: Gema Insani.
Wawancara Pribadi dengan, Imam Rosyadi, SE, SAS, AAAIK, AIIS, Kepala
Subdivisi Akuntansi PT. Asuransi Jasindo Syariah. Jakarta, 16 Mei 2017.
Wawancara Pribadi dengan, Wahyudi, SE, AAAIK, Kepala Cabang PT. Asuransi
Jasindo Syariah. Jakarta, 18 Mei 2017

20

Anda mungkin juga menyukai