Anda di halaman 1dari 10

ANALISIS PENERAPAN PSAK 108 AKUNTANSI

ASURANSI SYARIAH PADA LEMBAGA KEUANGAN


SYARIAH DI INDONESIA
(Paper ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Seminar Standar Akuntansi
Keuangan Syariah)

Dosen Pengampu : Dadang Romansyah, SEI.,Ak.,CA.,SAS.,MM.

Disusun Oleh :

Deti Kurnia Arumsari (41701023)

Fuad Najmudin (41701032)

Halimah Yumna Zakiyyah (41701034)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI SYARIAH

SEKOLAH TINGGI EKONOMI ISLAM SEBI

1442 / 2020
I. PENDAHULUAN

Mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, hal ini dapat menjadi peluang
untuk meningkatkan potensi industri syariah di Indonesia. Salah satu industri syariah
di Indonesia adalah dibidang keuangan, dimana industri keuangan syariah di
Indonesia diawali perkembangannya dengan hadirnya sebuah perbankan syariah pada
tahun 1992 yaitu Bank Muammalat. Setelah lahirnya perbankan syariah, kemudian
untuk pertama kalinya pada tahun 1994 lahir asuransi syariah di Indonesia yaitu PT
Syarikat takaful Indonesia (Ferieka & Ayuningtyas, 2020).
Perkembangan positif pernah terjadi pada pertumbuhan aset perbankan
syariah pada tahun 2013 dibandingkan dengan tahun 2008 yaitu dari Rp49,6 triliun
pada 2008 menjadi Rp223 triliun pada tahun 2013 (Ramadhani, 2015). Seiring
dengan itu perkembangan asuransi syariah juga pernah mengalami peningkatan yang
baik yaitu adanya peningkatan aset asuransi syariah dari 5 tahun terakhir mulai 2015
sampai Juli 2020 yaitu dari dari Rp 41,01 miliar menjadi Rp 44,75 miliar.
Meski sekarang kondisi Indonesia pada tahun 2020 sedang mengalami krisis
ekonomi akibat dampak dari adanya Covid-19, harapan meningkatkan potensi
asuransi syariah masih ada. Terlihat dari pernyataan Pimpinan Unit Usaha Syariah
Allianz Life Indonesia, Yoga Prasetyo yang mengatakan bahwa masih besarnya
potensi pertumbuhan asuransi syariah di Indonesia yang dibuktikan dari adanya
kontribusi new business premium contribution, syariah yang menempati porsi 18% -
20% dari total bisnis Allianz, selain itu bisnis Allianz juga mencatat bahwa total
GWP mereka mencapai Rp 309,4 miliar (Fadila, 2020).
Dengan potensi yang ada, perlu juga diperhatikan dari sisi akuntansinya
supaya terciptanya suatu konsistensi dari bagian sisi internal maupun eksternal.
Akuntansi untuk asuransi syariah telah diatur dalam Pedoman Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK) No. 108 yang telah diterbitkan oleh DSAK—IAI dan berlaku
sejak tahun 2009. Dimana dalam PSAK tersebut mengatur perlakuan akuntansi
(pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan) transaksi khusus yang
berkaitan asuransi syariah (Rahmiyanti & Yusitha, 2017). Pada tahun 2013 setelah
dikeluarkannya surat Dewan Pengurus Nasional (DPN) IAI No.
0823B/DPN/IAI/XI/2013 terjadi sebuah pengalihan kewenangan kepada DSAS-IAI,
yang kemudian PSAK mengalami revisi pertama yang disahkan pada tanggal 25 Mei
2016 dan berlaku efektif sejak 1 januari 2017. Perubahan-perubahan yang terjadi
adalah terkait pengakuan awal kontribusi peserta, perhitungan penyisihan teknis
manfaat polis masa depan, serta penyajiannya (Suherman, 2013).

II. PEMBAHASAN

A. Ruang Lingkup Asuransi Syariah

Asuransi Syariah menurut Dewan Syariah Nasional MUI (DSN MUI) sama
dengan istilah ta`min, takaful, atau tadhaamun, dan didefinisikan sebagai usaha saling
melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi
dalam bentuk aset dan/atau tabarru yang memberikan pola pengembalian untuk
menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.
Dalam definisi ringkas AAOIFI edisi tahun 2010, Asuransi Islami adalah akad
pertanggungan oleh sekelompok orang yang berdasarkan akad itu setiap peserta
membayar sejumlah harta atas dasar tabarru (hibah) untuk mengganti bahaya-bahaya
yang mungkin menimpa kepada siapa saja dari para peserta ketika terjadi risiko yang
telah ditanggung.
Prinsip dasar dalam asuransi syariah adalah saling tolong menolong
(ta’awuni) dan saling menanggung (takafuli) antara sesama peserta asuransi. Akad
yang digunakan dalam asuransi syariah adalah akad tabarru’ yang digunakan diantara
para peserta dan akad tijari digunakan diantara peserta dengan entitas pengelola.
Pembayaran dari peserta dapat meliputi : kontribusi; atau kontribusi dana investasi
yang dibentuk dari donasi, hasil investasi, dan akumulasi cadangan surplus
underwriting dana tabarru’ yang didistribusikan kembali ke dana tabarru’. Hasil
investasi dana tabarru’ secara keseluruhan menjadi penambah dana tabarru’ dan
sebagian lainnya untuk entitas pengelola sesuai dengan akad yang disepakati.
Di Indonesia landasan hukum terkait asuransi syariah yang diterbitkan
lembaga keuangan dan fatwa Majelis Ulama Indonesia yang pernah dan masih
berlaku hingga saat ini adalah: Pertama, DSN-MUI No.21/DSN-MUI/X/2001
tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah. Kedua, DSN-MUI No.39/DSN-
MUI/X/2002 tentang Asuransi Haji. Ketiga, Akad Wakalah Bil Ujrah Berdasarkan
Fatwa Dewan Syariah DSN-MUI No. 52/DSN MUI/III/2006 tentang Akad Wakalah
bil Ujrah pada Asuransi Syari’ah dan Reasuransi Syari’ah. Keempat, DSN-MUI
No.53/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Tabarru’ pada Asuransi Syariah dan
Reasuransi Syariah

B. Pengakuan awal dan Pengukuran Akuntansi Asuransi Syariah

Didalam pengakuan awal untuk asuransi syariah mencakup kontribusi dari


peserta diakui sebagai bagian dari dana tabarru’ dalam dana peserta. Dana tabarru’
yang diterima bukan pendapatan karena entitas asuransi syariah tidak berhak untuk
menggunakan dana tersebut untuk keperluannya, tetapi hanya mengelola dana
sebagai wakil para perserta. Selain dari kontribusi peserta, tambahan dana tabarru’
juga berasal dari hasil investasi yang dilakukan oleh entitas asuransi syariah. Bagian
pembayaran dari peserta untuk investasi diakui sebagai dana syirkah temporer jika
menggunakan akad mudharabah atau musytarakah; dan kewajiban jika menggunakan
akad wakalah(IAI, 2018).
Pada saat entitas asuransi menyalurkan dana investasi yang menggunakan akad
wakalah bil ujrah, entitas mengurangi kewajiban dan melaporkan penyaluran tersebut
dalam laporan perubahan dana investasi terikat. Perlakuan akuntansi untuk investasi
dengan menggunakan akad mudharabah, atau musytarakah mengacu kepada PSAK
yang relevan dan untuk ujrah/fee diakui sebagai pendapatan dalam laporan laba rugi
dan menjadi beban dalam laporan surplus defisit underwriting dana tabarru’(IAI,
2018).

Surplus dan Defisit Underwriting Dana Tabarru’ sebagai Surplus pengelolaan


dana tabarru’ diperlakukan sebagai cadangan dana tabarru’ dan sebagian lainnya
didistribusikan kepada peserta dan kepada entitas asuransi syariah. Bagian ini diakui
sebagai pengurang surplus dalam laporan perubahan dana tabarru’ yang diterima
entitas asuransi syariah sebagai pendapatan dalam laporan laba rugi, dan diakui
sebagai kewajiban dalam neraca. Jika terjadi defisit underwriting dana tabarru’,
entitas asuransi syariah wajib menanggulangi kekurangan tersebut dalam bentuk
pinjaman (qardh) kepada entitas asuransi syariah berasal dari surplus dana tabarru’
yang akan datang(IAI, 2018).

Penyisihan teknis untuk asuransi syariah terdiri atas jumlah klaim terkait
dengan kontribusi yang timbul pada periode berjalan atau periode mendatang. Klaim
yang masih dalam proses akan dibayar dan dilaporkan sampai akhir periode berjalan.
Penyisihan tersebut termasuk beban penanganan dikurangi beban klaim yang menjadi
kewajiban reasuransi dan diakui sebagai beban dalam laporan surplus deficit
underwriting dana tabarru’. Penyisihan kontribusi yang belum menjadi hak dihitung
menggunakan metode industry perasuransian. Klaim yang masih dalam proses diukur
sebesar estimasi klaim yang masih dalam proses oleh entitas asuransi syariah. Jumlah
tersebut harus mencukupi klaim yang terjadi dan dilaporkan sampai dengan akhir
periode pelaporan. Dan untuk klaim yang terjadi tetapi belum dilaporkan diukur
sebesar jumlah estimasi akan dibayarkan pada tanggal neraca berdasarkan pada
pengalaman masa lalu yang terkait dengan klaim(IAI, 2018).

Cadangan dana tabarru’ digunakan untuk menyediakan cadangan defisit yang


akan terjadi di periode mendatang dan untuk memitigasi dampak risiko kerugian yang
terjadi pada periode mendatang untuk jenis asuransi. Cadangan diakui sebesar jumlah
yang dianggap mencerminkan kehati-hatian agar mencapai tujuan pembentukannya
dari surplus underwriting dana tabarru’. Pada akhir periode pelaporan, jumlah yang
diperlukan untuk mencapai saldo cadangan dana tabarru’ yang dibutuhkan
diperlakukan sebagai penyesuaian atas surplus underwriting dana tabarru’(IAI, 2018).
C. Pengungkapan dan Penyajian Akuntansi Asuransi Syariah

Bagian surplus underwriting dana tabarru’ yang didistribusikan kepada


peserta disajikan secara terpisah pada pos “bagian surplus underwriting dana tabarru’
yang didistribusikan kepada peserta” dan bagian surplus yang didistribusikan kepada
entitas pengelola disajikan secara terpisah pada pos “bagian surplus underwriting
dana tabarru’ yang didistribusikan kepada pengelola” dalam laporan perubahan dana
tabarru’. Penyisihan teknis pun disajikan secara terpisah pada kewajiban dalam
neraca. Dana tabarru disajikan sebagai dana peserta yang terpisah dari kewajiban dan
ekuitas dalam laporan posisi keuangan dan cadangan dana tabarru’ disajikan secara
terpisah pada laporan perubahan dana tabarru’(IAI, 2018).

Dalam hal pengungkapan terkait dengan kontribusi mencakup pada: Pertama,


Kebijakan akuntansi untuk (kontribusi yang diterima dan perubahannya dan
pembatalan polis asuransi dan konsekuensinya). Kedua, Piutang kontribusi dari
peserta, entitas asuransi, dan reasuransi. Ketiga, Rincian kontribusi berdasarkan jenis
asuransi, Keempat, Jumlah dan persentase komponen kontribusi untuk bagian risiko
dan ujrah dari total kontribusi per jenis asuransi, Kelima, Kebijakan perlakuan
surplus atau defisit underwriting dana tabarru’, dan Jumlah pinjaman (qardh) untuk
menutup defisit underwriting (jika ada) (IAI, 2018).

Untuk Entitas pengelola mengungkapkan terkait dengan dana investasi,


mencakup tetapi tidak terbatas pada : Pertama, Kebijakan akuntansi untuk
pengelolaan dana investasi yang berasal dari peserta. Kedua, Rincian jumlah dana
investasi berdasarkan akad yang digunakan dalam pengumpulan dan pengelolaan
dana investasi. Sedangkan dari Entitas pengelola mengungkapkan terkait penyisihan
teknis, mencakup tetapi tidak terbatas pada : Pertama, Jenis penyisihan teknis (saldo
awal, jumlah yang ditambahkan dan digunakan selama periode berjalan, saldo akhir).
Kedua, Dasar yang digunakan dalam penentuan jumlah untuk setiap penyisihan
teknis dan perubahan basis yang digunakan(IAI, 2018).
Untuk entitas asuransi syariah sendiri terkait cadangan dana tabarru’,
mencakup tetapi tidak terbatas pada : Pertama, Dasar yang digunakan dalam
penentuan dan pengukuran cadangan dana tabarru’. Kedua, Perubahan cadangan dana
tabarru’ per jenis tujuan pencadangannya (saldo awal, jumlah yang ditambahkan dan
digunakan selama periode berjalan, dan saldo akhir). Ketiga, Pihak yang menerima
pengalihan saldo cadangan dana tabarru’ jika terjadi likuidasi atas produk atau
entitas. Keempat, Jumlah yang dijadikan sebagai dasar penentuan distribusi surplus
underwriting. (IAI, 2018)

D. Pengawasan Syariah Terhadap Perusahaan Asuransi Syariah

Pengawasan syari’ah terhadap lembaga asuransi syariah merupakan peranan


penting yang dilakukan oleh Dewan Pengawas Syari’ah (DPS). Hal itu dilakukan
DPS untuk dapat memastikan bahwa setiap transaksi yang ada pada lembaga
keuangan syari’ah telah sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah yang merujuk pada Al-
Qur’an dan As Sunnah. Dalam DSN MUI Bab IV ayat 2 dikatakan bahwa DPS
adalah satu-satunya badan yang mempunyai kewenangan mengeluarkan fatwa
syari’ah terhadap jenis-jenis kegiatan, produk, dan jasa keuangan syari’ah, serta
mengawasi pelaksanaan atau pengimplementasian fatwa tersebut oleh lembaga
lembaga keuangan yang ada di Indonesia. Artinya dimana DSN mengeluarkan fatwa
yang mengikat DPS pada setiap institusi keuangan syariah dan menjadi sebuah dasar
bagi para pihak untuk mengambil sebuah tindakan hukum yang berkaitan yang
berdasarkan fatwa yang keluarkan DSN MUI yang dirujuk oleh DPS(Gagarin, 2017).
Jadi Dewan Pengawas Syariah merupaka profesi yang lahir dari tuntutan publik untuk
memberikan suatu jaminan tentang penerapan konsistensi dan loyalitas dalam syariat
islam, salah satunya pada lembaga asuransi syari’ah agar terhindar dari hal-hal yang
tidak disukai oleh Allah.
III. PENUTUP

Pertumbuhan asuransi syariah di Indonesia semakin menunjukkan


perkembangan yang menggembirakan. Berkembangnya asuransi syariah harus sejalan
dengan kemampuan sumber daya manusia (SDM) yang mengelolanya. Sebagian
SDM bidang asuransi syariah belum atau kurang menguasai prinsip-prinsip asuransi
syariah yang salah satunya adalah berhubungan dengan laporan keuangan. Laporan
keuangan asuransi syariah berbeda dengan asuransi konvensional.

Di Indonesia terdapat peraturan yang membahas tentang praktek akuntansi


untuk asuransi syariah yang diatur dalam Pedoman Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK) No. 108 yang telah diterbitkan oleh DSAK—IAI dan berlaku sejak tahun
2009. Dimana dalam PSAK tersebut mengatur perlakuan akuntansi mulai dari
pengakuan, pengukuran, penyajian, sampai tahap pengungkapan transaksi khusus
yang berkaitan dengan asuransi syariah. Pada tahun 2013 setelah dikeluarkannya
surat Dewan Pengurus Nasional (DPN) IAI No. 0823B/DPN/IAI/XI/2013 terjadi
sebuah pengalihan kewenangan kepada DSAS-IAI, yang kemudian PSAK mengalami
revisi pertama yang disahkan pada tanggal 25 Mei 2016 dan berlaku efektif sejak 1
januari 2017. Perubahan-perubahan yang terjadi adalah terkait pengakuan awal
kontribusi peserta, perhitungan penyisihan teknis manfaat polis masa depan, serta
penyajiannya.

Dengan ditetapkannya PSAK 108, perusahaan asuransi perlu melakukan


strategi investasi yang efektif dan efisien, dengan memilih instrumen investasi yang
tidak hanya sesuai dengan ketentuan syariah tetapi juga diharapkan mampu
menghasilkan return (bagi hasil) yang maksimal. Selain itu pihak manjemen perlu
melakukan strategi pemasaran sebuah produk yang memiliki tingkat pengmpulan
kontribusi tinggi serta memiliki tingkat resiko yang kecil, sehingga percepatan
pertumbuhan asset dana peserta dapat tercapai dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI).


1998. Accounting and Auditing Standards of Islamic Banks and Financial
Institution. Bahrain: AAOI

Fadila, A. (2020). Bisnis asuransi syariah dinilai prospeknya masih positif.


Kontan.Co.Id.

Ferieka, H., & Ayuningtyas, V. (2020). ANAISIS PERLAKUAN AKUNTANSI


TRANSAKSI ASURANSI SYARIAH TERHADAP PSAK 108 PADA PT
BUMIPUTERA MUDA SYARIAH CABANG SERANG. Jurnal
Syar’Ínsurance, 6, 35–50.

Gagarin, G. (2017). Optimalisasi Peran Dewan Pengawas Syariah (Dps) Pada


Perusahaan Asuransi Syariah Di Indonesia. Istinbath : Jurnal Hukum, 14(2),
170. https://doi.org/10.32332/istinbath.v14i2.945

IAI. (2018). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 108 Akuntansi Transaksi
Asuransi Syariah. Jakarta: Dewan Standar Akuntansi Keuangan, 108, h. 1-24.

Lisa, H., & Sholeha. (2018). PERKEMBANGAN ASURANSI SYARIAH DI


NEGARA MUSLIM MINORITAS (STUDI KASUS: INGGRIS). Jurnal Al-
Muqayyad STAI Auliaurrasyidin Tembilahan, 01(02), 99–111.

Rahmiyanti, F., & Yusitha, A. N. (2017). Aktualisasi Penerapan Perlakuan Akuntansi


Asuransi Syariah Psak No. 108 Pada Unit Syariah Pt. Asuransi Astra Buana
Cabang Yogyakarta. Jurnal Profita: Kajian Ilmu Akuntansi, 6(108), 1–13.
Ramadhani, H. (2015). Prospek dan Tantangan Perkembangan Asuransi Syariah di
Indonesia. Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Islam, 1(1), 57–66.

Meliana, R. (2015). Evaluasi Kesesuaian PSAK 108 Akuntansi Transaksi asuransi syariah
dengan mengacu kepada Al-Quran dan Hadist. Magister Manajemen, 151(2), 10–17.

Suherman, S. (2013). IMPLEMENTASI PSAK NO. 108 TENTANG AKUNTANSI


TRANSAKSI ASURANSI SYARIAH PADA PRODUK ASURANSI
KERUGIAN (Studi Kasus Di PT. Asuransi Jasindo Syariah). Skripsi, 108, 1–20.

Sula, Muhammad Syakir. 2004. Asuransi Syariah (Life and General). Jakarta: Gema

Anda mungkin juga menyukai