Anda di halaman 1dari 2

1) 

Jelaskan proses pengaplikasian akad mudharabah musytarakah dalam asuransi


syariah!
Jawab:
Akad Mudharabah musytarakah ini merupakan perpaduan antara akad mudharabah dan
musyrakah., dimana pengelola (mudharib) menyertakan modal atau dananya dalam kerjasama
investasi. Pedoman mengenai akad ini dalam asuransi syariah berdasarkan fatwa DSN-MUI No.
51/DSN-MUI/II/2006 tentang akad Mudharabah Musytarakah pada asuransi syariah. Akad
mudharabah musytarakah untuk asuransi syariah sangat diperlukan oleh industry asuransi
syariah.

Akad ini boleh dilakukan oleh perusahaan asuransi syariah karena merupakan bagian dari
hukum mudharabah dan dapat diterapkan pada produk asuransi yang mengandung unsur
tabungan (saving) maupun yang tidak ada unsur tabungan (non saving). Perusahaan asuransi
dalam akad ini berkedudukan sebagai pengelola (mudharib) dan pemberi dana (musytarik)
bersama-sama dengan peserta. Dana perusahaan dan dana peserta ini akan diinvestasikan
secara bersama-sama dalam portofolio dan hasil investasi ini akan dibagi antara perusahaan
dengan peserta melalui salah satu alternative cara pembagian, sebagaimana yang ditentukan
dalam fatwa DSN-MUI No. 51/DSN-MUI/III/2006.

2) Jelaskan apakah perusahaan asuransi syariah dapat mengambil keuntungan atas


investasi dana tabarru peserta asuransi?
Jawab:
Dalam kegiatan pengelolaan usaha asuransi syariah, perusahaan asuransi tidak berhak untuk
mengambil dana tabarru’ peserta. Oleh karenanya, perusahaan asuransi membiayai
pengelolaan usahanya dari dana ujrah yang telah disepakati bersama antara peserta dengan
perusahaan asuransi. Artinya dalam mengelola usaha perasuransian, sesuai dengan konsep
akad wakalah bil ujrah, perusahaan hanya bertindak sebagai wakil untuk mengelola risiko
peserta. Perusahaan mendapatkan ujrah atau pendapatan yang telah disepakati peserta
sebagai pembayaran jasa dalam mengelola dana tabarru’.

Dana tabarru’ peserta juga diinvestasikan menurut prinsip Syariah,  umumnya perusahaan
asuransi menggunakan akad Mudharabah untuk pengaturan bagi hasil keuntungan atas
investasi dana tabarru’, dengan demikian hasil dari investasi tersebut akan dibagi berdasarkan
kesepakatan perusahaan asuransi dengan peserta.

3) Agar tidak menjadi dana menganggur, dana tabarru dapat dikelola/diinvestasikan ke


bisnis, asalkan selalu tersedia saat dibutuhkan, dengan sifat dana yang harus tersedia
saat dibutuhkan kemana biasanya dana tabarru diinvestasikan? Dan berapa persen dana
tabarru yang boleh diinvestasikan? Apakah ada peraturan yang mengatur tentang hal ini,
atau sesuai kebijakan perusahaan?
Jawab:
untuk menghindari dana menganggur, dana tabarru dapat digunakan/diinvestasikan ke bisnis,
asalkan selalu tersedia saat dibutuhkan, dengan sifat dana yang harus tersedia saat
dibutuhkan dalam:
- pembayaran santunan kepada peserta yang mengalami musibah atau pihak lain yang berhak
- pembayaran reasuransi
- pembayaran kembali Qardh ke perusahaan
- pengembalian dana tabarru
Ujrah Pengelolaan Dana Nilai Tunai sebesar maksimum 1,5% (satu koma lima persen) dari
keseluruhan Dana Nilai Tunai para Peserta Ujrah Pengelolaan Dana Tabarru' adalah Ujrah yang
dikenakan sehubungan dengan pengelolaan aset Dana Tabarru' Ujrah Pengelolaan Dana
Tabarru' sebesar 0% (nol persen). peraturan terkait dana tabarru tersebut tertuang jelas dalam
Pasal 4 ayat (2) POJK 72/2016. 

4) Apabila terjadi kerugian saat perusahaan asuransi syariah menginvestasikan dana


pesertanya menggunakan akad mudharabah, apakah perusahaan asuransi syariah
menanggung kerugian tersebut 100%? Bagaimana jika menggunakan akad mudharabah
musytarakah?
Jawab:
Dalam akad mudharabah bila terjadi kerugian  dalam fatwanya, MUI menegaskan LKS sebagai
penyedia dana wajib ikut menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah kecuali jika
mudharib (nasabah) melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau menyalahi
perjanjian. Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan, namun agar
mudharib tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari mudharib atau pihak
ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila mudharib terbukti melakukan pelanggaran
terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad. Biaya operasional selama
penempatan dana ini kemudian dibebankan kepada mudharib. Dalam hal penyandang dana
(LKS) tidak melakukan kewajiban atau melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan, mudharib
berhak mendapat ganti rugi atau biaya yang telah dikeluarkan. MUI sendiri mengatur syarat
modal yang diberikan LKS kepada nasabahnya antara lain modal harus diketahui jumlah dan
jenisnya, Modal dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika modal diberikan dalam
bentuk aset, maka aset tersebut harus dinilai pada waktu akad.
Sedangkan dalam akad mudharabah musytarakah apabila terjadi kerugian maka para musytarik
menanggung  kerugian sesuai dengan porsi modal yang disertakan. 

Anda mungkin juga menyukai