Anda di halaman 1dari 15

TUGAS 2

NAMA : AFRIYANTO
NIM : 042390221
MAKUL : ISIP4216 METODE PENELITIAN SOSIAL

1. Buatlah tulisan tentang Good Corporate Governance menurut berbagai


pakar/ahli.

Jawaban :
Awal tahun 2007 yang lalu, Komite Nasional Kebijakan Governance telah
menyempurnakan Pedoman Umum Good Corporate Governance dan merintis
pembuatan Pedoman Good Public Governance (Combined Code) sebagai sebuah
terobosan dan bukti kepedulian terhadap penciptaan kondisi usaha yang lebih baik
dan menjanjikan di Indonesia jika diterapkan dengan konsisten. Masyarakat juga
semakin kritis dan sadar akan kondisi negara ini. Kritisi terhadap pola
penyelenggaraan pemerintahan maupun kepada para pelaku usaha yang jelas-jelas
melanggar praktik governance yang baik, berbisnis tidak etis dan melupakan
kewajibannya pada nega dan rakyat sekitarnya.

Hasil survei Bank Dunia (World Bank) tahun 2007 menunjukkan adanya
perbaikan situasi bisnis di Indonesia. Indonesia telah menunjukkan adanya
reformas positif dengan percepatan pemberian lisensi usaha dari Departemen
Kehakiman dan juga penyederhanaan persyaratan usaha. Di samping itu, telah
pula dilakukan pencatatan semua kreditur dalam credit registries dan
memperbesar pagu kredit hampir lima kali lipat yang tentunya memudahkan para
entrepreneur untuk menambah modal usahanya di samping tetap memegang
prinsip kehati-hatian terhadap pemberian kredit bermasalah. Indonesia berada
pada posisi 135 dari total 175 negara, turun 4 peringkat dibanding tahun lalu.
Nampaknya negara-negara lain berlari lebih cepat dibandingkan Indonesia dalam
penerapan good governance.
Hal tersebut sejalan dengan hasil survei ACGA (Asian Corporate Governance
Association) tentang praktik corporate governance di Asia, termasuk di Indonesia
Dalam survei tersebut disebutkan bahwa penerapan indikator-indikator Good
Corporate Governance di Indonesia yang meliputi prinsip dan praktik governance
yang baik penegakan peraturan, kondisi politik dan hukum, prinsip akuntansi yang
berlaku umum serta budaya berada di bawah rata-rata.
Menurut hasil survei ACGA tersebut, penyempurnaan Pedoman Umum
Good Corporate Governance dan Pedoman Good Corporate Governance Sektor
Perbankan di Indonesia belum banyak yang percaya bahwa Pemerintah cukup
serius mendorong penerapannya. Lebih lanjut walaupun program antikorupsi telah
menunjukkan hasil yang cukup positif namun Pemerintah saat ini masih
menghadapi problem kredibilitas yang gaungnya terdengar sekali di pasar.
Kondisi ini tercermin dari kualitas pelaporan keuangan yang masih rendah,
tingkat pengungkapan yang rendah mengenai kejadian- kejadian penting yang
dapat mempengaruhi kondisi usaha serta kepemilikan saham Direksi dan
Komisaris, masih terbukanya peluang melakukan insider trading, rendahnya
keterlibatan investor, sikap antipati dan juga sikap skeptis yang ditunjukkan oleh
sebagian perusahaan terhadap penerapan Good Governance. Semua ini diperparah
dengan lemahnya penegakan hukum serta masih adanya regulator yang tidak
independen dalam melaksanakan perannya.
Namun, dalam hasil survei ACGA tersebut disebutkan bahwa walaupun
kondisi pelaporan keuangan di Indonesia masih belum memadai, tetapi kualitas
pelaporan keuangan kuartalan cukup bagus. Indonesia juga ternyata memiliki
kerangka hukum yang paling strict dalam memberikan perlindungan kepada
pemegang saham minoritas, khususnya dalam pelaksanaan pre-emptive rights
(hak memesan efek terlebih dahulu).
Secara makro menurut Mas Achmad Daniri (2007) dalam tulisannya,
Menyongsong Tahun 2008 Dengan Berbekal Good Governance, ada beberapa
reformasi yang harus kita lakukan, terutama perbaikan pada sektor pelayanan
publik dan investa melalui penerapan Good Governance. Pelayanan publik dan
investasi saat ini menjadi ranah di mana penyelenggara negara berinteraksi
dengan dunia usaha dan masyarakat. Ini berarti, jika terjadi perubahan yang
signifikan pada pelayanan publik maka dengan sendirinya masyarakat luas dapat
langsung merasakan manfaatnya. Pelayanan publik dan investasi juga merupakan
ranah di mana berbagai aspek Good Governance dapat diartikulasikan secara lebih
mudah. Nilai-nilai yang selama ini mencirikan praktik Good Governance seperti
efisien, non-diskriminatif, dan berkeadilan, berdaya tanggap, dan memiliki
akuntabilitas tinggi, dapat dengan mudah dikembangkan parameternya - serta
membuat penyelenggara negara maupun swasta bekerja lebih efektif dalam
mewujudkan kesejahteraan rakyat. Penyelenggara negara, termasuk lembaga
legislatif. eksekutif, yudikatif, dalam menerapkan Good Governance juga harus
bersih dan bebas dari korupsi serta berorientasi pada kepentingan publik. Dengan
memulai perubahan pada bidang yang secara langsung dirasakan manfaatnya oleh
masyarakat dan para pelaku pasar, upaya menerapkan Good Governance akan
memperoleh dukungan dari semua pemangku kepentingan. Citra masyarakat
mengenai kredibilitas Pemerintah juga dapat membaik.

Lebih lanjut Mas Achmad Daniri mengemukakan bahwa untuk memperbaiki


kondisi Indonesia di 2008, idealnya penerapan Good Governance perlu ketiga
dorongan berikut secara bersama-sama. .
1. Hukum adanya dorongan regulasi (regulatory driven) yang memaksa semua
pihak untuk patuh (comply) dibutuhkan kerangka hukum yang baik dan memadai
untuk menciptakan iklim usaha yang sehat disertai penerapannya secara konsisten
termasuk pemberian sanksi bagi mereka yang melanggar.

2. Ekonomi adanya dorongan pasar (market driven), di mana masyarakat dan


investor menilai sebuah perusahaan dari kinerja (performance). Dengan demikian
akan terbentuk sebuah sistem di mana pasar secara otomatis akan memberikan
penghargaan dan penilaian yang lebih tinggi pada perusahaan yang terbukti
menerapkan Good Corporate Governance dan memiliki kinerja yang baik.
Sebaliknya, menghukum mereka yang tidak menerapkan Good Corporate
Governance dan memiliki kinerja buruk, yang tercermin dari penurunan harga
saham perusahaan atau penurunan kepercayaan investor dan masyarakat
internasional pada suatu negara.
3. Etika adanya dorongan etika (ethics driven) dibutuhkan kesadaran dari semua
pihak untuk berperilaku, berusaha, serta bekerja dengan etika (conformance).

Di Indonesia saat ini sepertinya sulit untuk menciptakan market driven dan ethics
driven yang kuat. Dengan jumlah BUMN/D yang cukup besar (139 perusahaan)
cukup memiliki dampak terhadap kondisi ekonomi, dan Pemerintah sangat
berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap cara
perusahaan tersebut dijalankan
Di samping itu, terdapat benturan kepentingan yang kuat antara mereka yang
memiliki Lekuatan politis dan duduk dalam Pemerintahan serta Birokrasi, dengan
mereka yang memiliki kekuatan ekonomis. Banyak di antara mereka yang lupa
bahwa mereka mempunyai andil besar dalam menciptakan sistem yang baik bagi
kepentingan publik dan kesejahteraan rakyat.
Lemahnya penerapan asas Good Corporate Governance di Indonesia
terutama saat menghadapi krisis perekonomian mengakibatkan sikap apatis
kreditor internasional akan iklim investasi di Indonesia, padahal dunia usaha di
Indonesia sangat memerlukan dana segar dari kreditor internasional. Organ
Perseroan yang mencakup RUPS, Direksi, dan Dewan Komisaris belum
memberikan jaminan terlaksananya prinsip-prinsip corporate covernance,
khususnya mengenai perlindungan investor. Suatu kajian menunjukkan bahwa
tingkat perlindungan investor di Indonesia merupakan yang terendah di Asia
Tenggara.
Kasus PT Krakatau Steel yang terpaksa menghentikan rencana investasi dan
pengembangan pabrik di Cilegon, Banten, menyusul surat Wakil Presiden No. 10/
WP/3/2006 yang ditujukan kepada Menteri Negara BUMN. Dalam surat itu,
Wapres meminta agar Krakatau Steel ekspansi ke Kalimantan Selatan. Jika proyek
itu menguntungkan tentu tidak akan menimbulkan masalah di kemudian hari.
Akan tetapi, apabila proyek itu rugi, hampir dapat dipastikan akan muncul saling
lempar tanggung jawab. Logika sederhana saja. Jika Kalimantan Selatan memang
mempunyai kandungan bijih besi yang besar, tak perlu Krakatau Steel, perusahaan
baja kelas dunia pun akan berbondong-bondong masuk. Faktanya, BUMN
pertambangan seperti PT Aneka Tambang pun enggan masuk ke sana.
Direksi BUMN, termasuk PT Krakatau Steel, harus memegang teguh aturan
main yang sudah disepakati bersama. Dalam tataran makro, direksi BUMN perlu
berpegang pada UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN sebagai landasan
yuridisnya, sementara dalam tataran mikro harus berpegang pada rencana kerja
perusahaan yang sudah disepakati bersama dalam RUPS.
Contoh kasus lainnya yang dapat disampaikan di sini adalah kasus PT.
Bank BNI 46 Tbk yang mengalami kebobolan dana hingga Rp.1,7 triliun melalui
transaksi yang menggunakan instrumen Letter of Credit (L/C) oleh Bank BNI
Cabang Kebayoran Baru. Kasus ini terjadi akibat lemahnya penerapan asas Good
Corporate Governance, khususnya penerapan asas responsibilitas dan asas
akuntabilitas di dalam penyelenggaraan kegiatan perbankan yang dilakukan oleh
PT Bank BNI 46 Tbk.
Dalam hubungannya dengan asas responsibilitas, asas ini menuntut semua
pengurus bank, baik direksi, komisaris maupun pegawai lainnya tunduk dan patuh
terhadap semua ketentuan perundang-undangan yang berlaku, dalam hal ini untuk
selalu menerapkan prinsip kehati-hatian (prudential banking principal). Pada
kasus ini lemahnya penerapan asas responsibilitas terlihat dari tidak diterapkannya
prinsip kehati- hatian secara konsisten oleh PT Bank BNI 46 Tbk., khususnya
dalam hal transaksi yang menggunakan instrumen L/C. Pelanggaran terhadap
prinsip kehati-hatian ini disebabkan oleh tidak dipenuhinya ketentuan-ketentuan
standar untuk melakukan transaksi L/C oleh Bank BNI Cabang Kebayoran Baru.
Peristiwa itu juga terjadi karena lemahnya penerapan asas akuntabilitas di
dalam tubuh PT Bank BNI 46 Tbk. Untuk dapat memenuhi asas ini, direksi dan
komisaris harus dapat menciptakan mekanisme checks and balances yang baik
dalam perusahaan Namun, kenyataannya hal ini tidak dapat diwujudkan. Dalam
kasus ini, tindakan yang dilakukan oleh Kantor Cabang BNI Kebayoran Baru
seharusnya dapat diawa oleh direksi dan komisaris BNI Pusat karena menyangkut
dana dalam jumlah yang besar (Rp1,7 triliun) dan untuk jangka waktu lama
(transaksi berlangsung dari bulan Desember 2002 hingga bulan Juli 2003). Direksi
dan komisaris BNI dipersalahkas atas kelalaiannya melakukan pengawasan secara
efektif terhadap kantor BNI Cabang Kebayoran Baru..
Dalam UU BUMN, tugas utama persero adalah menyediakan barang dan
atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat serta mengejar keuntungan
guna meningkatkan nilai perusahaan. Dalam mencapai tujuan, direksi harus
mengedepankan prinsip-prinsip profesionalisme, efisiensi, transparansi,
akuntabilitas, pertanggungjawaban, dan kewajaran.
Untuk mendorong implementasi asas Good Corporate Governance dan
meningkatkan perlindungan bagi para kreditor di Indonesia muncul wacana
tentang organ tambahan dalam struktur perseroan. Organ-organ tambahan
dimaksud adalah Komisaris Independen; Direktur Independen/direktur tidak
terafiliasi; Komite Penunjang Dewan Komisaris; dan Sekretaris Perusahaan
(Corporate Secretary).
Istilah Komisaris Independen ataupun Direksi Independen menunjukkan
keberadaan mereka sebagai wakil dari pemegang saham independen (minoritas)
dan juga mewakili kepentingan investor. Untuk melindungi kepentingan
pemegang saham independen harus ada sistem yang baik yaitu Good Corporate
Governance yang mewajibkan keberadaan Komisaris Independen ataupun Direksi
Independen.
Sumber BMP Halaman 5. 32 s/d 5.36

2. Buatlah analisis singkat tentang Penilaian Tingkat Kesehatan BUMN/D.


Tulisan tersebut merupakan tulisan anda sendiri, dengan melihat data atau kasus
yang ada di Indonesia.

Jawab:
PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BUMN

Penilaian tingkat kesehatan BUMN ditetapkan setiap tahun dalam pengesahan


yang laporan tahunan oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk Persero
atau Menteri BUMN untuk Perum. Penilaian ini berlaku untuk seluruh BUMN
nonjasa keuangan maupun BUMN jasa keuangan kecuali Persero Terbuka dan
BUMN dibentuk dengan undang-undang tersendiri.

Penilaian tingkat kesehatan BUMN hanya diterapkan bagi BUMN apabila hasil
pemeriksaan akuntan terhadap perhitungan keuangan tahunan perusahaan yang
bersangkutan dinyatakan dengan kualifikasi "wajar tanpa pengecualian" atau
kualifikasi "wajar dengan pengecualian" dari akuntan publik atau Badan
Pengawas Keuangan dan Pembangunan.

Penilaian tingkat kesehatan BUMN yang bergerak di bidang nonjasa keuangan


dibedakan antara BUMN yang bergerak dalam bidang infrastruktur selanjutnya
disebut BUMN INFRASTRUKTUR dan BUMN yang bergerak dalam bidang
noninfrastruktur yang selanjutnya disebut BUMN NONINFRASTRUKTUR.

BUMN Infrastruktur adalah BUMN yang kegiatannya menyediakan barang dan


jasa untuk kepentingan masyarakat luas, di mana bidang usahanya, meliputi
berikut ini.

1. Pembangkitan, transmisi atau pendistribusian tenaga listrik.

2. Pengadaan dan/atau pengoperasian sarana pendukung pelayanan angkutan


barang atau penumpang baik laut, udara atau kereta api.

3. Jalan dan jembatan tol, dermaga, pelabuhan laut atau sungai atau danau,
lapangan terbang dan bandara.

4. Bendungan dan irigasi.

Untuk BUMN Noninfrastruktur adalah BUMN yang bidang usahanya di luar


bidang usaha tersebut.

Penilaian tingkat kesehatan BUMN Jasa Keuangan dibedakan antara BUMN yang
bergerak dalam bidang usaha perbankan, asuransi, jasa pembiayaan, dan jasa
penjaminan. Pengelompokan BUMN yang bergerak dalam bidang usaha jasa
keuangan dan indikator penilaian aspek keuangan, aspek operasional, dan aspek
administrasinya ditetapkan dengan Keputusan Menteri BUMN tersendiri.
Dalam penilaian tingkat kesehatan BUMN, Direksi diberikan opsi untuk tidak
memperhitungkan proyek atau investasi pengembangan yang sudah dinyatakan
sebagai operasi komersial menurut Standar Akuntansi Keuangan atau standar
umum yang berlaku untuk BUMN tersebut selama dua tahun apabila:

1. Dalam 2 (dua) tahun sejak operasi komersial, proyek atau investasi


pengembangan dimaksud belum mencapai utilisasi sebesar 60% atau

2. Periode operasi komersial dengan utilisasi di atas 60% dalam satu tahun
penilaian kurang dari 9 (sembilan) bulan.

Dalam hal proyek atau investasi pengembangan tersebut tidak diperhitungkan


dalam penilaian tingkat kesehatan maka Direksi harus memisahkan secara tegas
laporan keuangan yang meliputi Neraca, Laba/Rugi dan Aliran Kas untuk proyek
atau investasi pengembangan dimaksud dari laporan keuangan perusahaan.
Selanjutnya, perhitungan tingkat kesehatan BUMN hanya didasarkan pada
Laporan Keuangan BUMN di luar laporan keuangan proyek atau investasi
pengembangan tersebut.

Dalam Kegiatan Belajar ini penilaian tingkat kesehatan BUMN hanya akan
dipusatkan pada BUMN yang bergerak dalam bidang Nonjasa Keuangan.

KLASIFIKASI TINGKAT KESEHATAN BUMN

Tingkat kesehatan BUMN ditetapkan berdasarkan penilaian terhadap


kinerjaperusahaan untuk tahun buku yang bersangkutan yang meliputi penilaian
aspekkeuangan, aspek operasional, dan aspek administrasi. Penilaian tingkat
kesehatan

BUMN dapat digolongkan sebagai berikut.


1.SEHAT yang terdiri dari:

> AAA : apabila total skor (TS) > 95

> AA : apabila 80 < TS <= 95

>A : apabila 65 < TS <= 80

2. KURANG SEHAT yang terdiri dari:

> BBB : apabila 50 < TS <= 65

> BB : apabila 40 < TS <= 50

>B : apabila 30 < TS <= 40

3. TIDAK SEHAT yang terdiri dari:

> CCC : apabila 20 < TS <= 30

> CC : apabila 10 < TS <= 20

>C : apabila TS <= 10

Sumber BMP Halaman 6. 40 s/d 6. 41


3. Buatlah tulisan tentang Pengelolaan BUMN/D . Tulisan tersebut merupakan
tulisan anda sendiri, dengan melihat data atau kasus yang ada di Indonesia.
Jawab :
REFORMASI PENGELOLAAN BUMN

Dalam materi ini membahas tentang reformasi pengelolaan BUMN. Reformasi


Pengelolaan Badan Usaha dimaksudkan untuk merubah paradigma para pengelola
Badan Usaha agar berperilaku lebih terbuka, tanggap terhadap perubahan dan
menyadari perlunya proses pembelajaran, Strategi reformasi bisnis Badan Usaha
dilakukan melalui 4 kegiatan, yaitu sebagai berikut.

1. Reformasi Budaya

Reformasi budaya, meliputi penanaman budaya kerja keras, rasa malu, peduli dan
memiliki rasa ingin tahu, berkeinginan untuk maju, tidak berperilaku otoriter,
memiliki rasa syukur dan keterbukaan dalam pengelolaan Badan Usaha.

Reformasi budaya kerja ini sangat nyata diperlukan karena catatan produktivitas
BUMN hampir tidak pernah lebih baik dari perusahaan swasta. Demikian pula
kedisiplinan dan daya saing SDM BUMN disinyalir masih sangat rendah. Budaya
reformasi ini juga harus membidik segala bentuk KKN yang masih bersarang di
tubuh BUMN. Sebagai contoh, banyaknya kasus korupsi yang terungkap seperti
kasus Bank Indonesia dengan BLBI, atau kasus korupsi yang menimpa direktur
Bank BNI.

2. Reformasi Manajemen

Reformasi manajemen, meliputi peningkatan kinerja dengan berbasis pada sistem


manajemen modern, penerapan sistem reward and punishment serta peningkatan
profesionalisme manajemen berbasis pada 5 (lima) tingkatan hierarki. Agus
(2005) mengatakan langkah-langkah yang dapat diterapkan pemerintah

dalam reformasi manajemen salah satunya adalah pembenahan SDM BUMN: Hal
pertama yang harus dilakukan pemerintah adalah mensinergikan bisnis
antarBUMN untuk meningkatkan efisiensi. Hal ini mencakup sinergi antarBUMN
hingga melakukan merger, akuisisi atau sinergi antarBUMN, contohnya merger
antara Angkasa Pura, Pelindo, Perkebunan, Penerbangan, dan Semen. Sinergi juga
memungkinkan untuk saling lebih melengkapi antarkompetensi organisasi dengan
tetap memperhatikan kaidah-kaidah efisiensi. Pembuatan grand strategi BUMN
serta pendalaman aspek- aspek sinergi menjadi hal yang penting untuk didalami,
dan di dalam proses ini
pemetaan BUMN strategis dan nonstrategis serta pola kontribusi kepada APBN
dengan mempertimbangkan banyak aspek menjadi titik yang penting untuk
dilakukan (suatu hal yang mestinya sudah dilakukan pemerintah).

Kedua, BUMN perlu memetakan SDM-nya di seluruh Indonesia dengan


melakukan assesment secara terpadu dan secara gradual mengurangi jumlah SDM
nya untuk disesuaikan dengan level produktivitas di setiap BUMN, hal ini akan
luar biasa sulit untuk dilakukan, akan tetapi sepahit apa pun hasilnya, ini adalah
hal yang harus menjadi prioritas untuk dilakukan dengan tetap memperhatikan
koridor-koridor UU Ketenagakerjaan dan memberikan solusi-solusi penyaluran
tenaga kerja dalam pembinaan usaha terpadu antar BUMN.

Ketiga adalah pembenahan kompetensi SDM BUMN, dengan mendalami


kompetensi inti (core competency) dari masing-masing BUMN dan melakukan
sinergi outsourcing atau bentuk partnership untuk kegiatan non core competency.
Pembangunan dan pembenahan mental dan spiritual penting untuk ditanamkan
untuk membentuk karakter leadership yang handal bagi pemimpin-pemimpin
BUMN Indonesia.

Menurut Abeng (2002) dikatakan bahwa Perubahan dari sisi manajemen BUMN
diwujudkan dalam bentuk pergeseran-pergeseran, yakni pergeseran dari
management by process menuju management by result, pergeseran dari
manajemen yang berorientasi produk menuju manajemen yang berorientasi
pelanggan atau pergeseran dari manajemen birokratis/komando menjadi
manajemen partisipatif. Apabila kondisi-kondisi ini telah dapat dilaksanakan
maka manajemen, para manajer dan personil BUMN lainnya akan mampu untuk:

a. berperilaku sebagai wirausaha, bersaing menghadapi pasar, dan melepaskan


ketergantungan pasar dari pemerintah (captive market);

b. membangun budaya usaha (corporate culture) yang kompetitif baik secara


internal maupun eksternal; mengembangkan budaya mandiri dengan
menghindarkan upward delegation .

C (budaya yang selalu minta petunjuk dari atas), serta bersikap inovatif dan
kreatif, meningkatkan kinerja keuangan perusahaan, melakukan ekspansi, dan
sebagai

d. pelopor dalam pengembangan tingkat efisiensi usaha, dan terakhir,

e. memenuhi managerial accountability.

3. Reformasi Strategi

Reformasi strategi, meliputi peningkatan nilai perusahaan, fokus pada usaha


pokok atau core business, peningkatan pendapatan dan market share (untuk unit
bisnis driving market) dan cost leadership (untuk unit bisnis market driven).

4. Reformasi Pengelolaan

Reformasi pengelolaan usaha, meliputi penyederhanaan organisasi dan struktur


usaha sejenis, penciptaan struktur organisasi yang flat, tetapi efektif atau kaya
fungsi dan hemat struktur.
Menurut Marie Muhammad (1999) dalam reformasi pengelolaan ini diperlukan
seperti berikut.

a. Transparansi

Penyediaan informasi yang memadai, akurat dan tepat waktu kepada stakeholders
barus dilakukan oleh perusahaan agar dapat dikatakan transparan. Pengungkapan
g memadai sangat diperlukan oleh investor dalam kemampuannya untuk membuat
keputusan terhadap risiko dan keuntungan dari investasinya. Pengungkapan
masalah yang yang khusus berhubungan dengan kompleksnya organisasi dari
konglomerat. Kurangnya pernyataan keuangan yang menyeluruh menyulitkan
pihak luar untuk menentukan apakah perusahaan tersebut memiliki utang yang
menumpuk dalam tingkat yang mengkhawatirkan. Kurangnya informasi akan
membatasi kemampuan investor untuk memperkirakan nilai dan risiko dan
pertambahan dari perubahan modal (volatility of capital)

Intinya, perusahaan harus meningkatkan kualitas, kuantitas dan frekuensi dari


pelaporan keuangan. Pengurangan dari kegiatan curang seperti manipulasi laporan
(creative accounting), pengakuan pajak yang salah dan penerapan dari prinsip-
prinsip pelaporan yang cacat, kesemuanya adalah masalah krusial untuk
meyakinkan bahwa pengelolaan perusahaan dapat dipertahankan (sustainable).
Pelaksanaan menyeluruh dengan syarat-syarat pemeriksaan dan pelaporan yang
sesuai hukum akan meningkatkan kejujuran dan pengungkapan (disclosure).

b. Dapat dipertanggungjawabkan (accountability)

Banyak perusahaan di Asia dikontrol oleh kelompok kecil pemegang saham atau
oleh pemilik keluarga (family-owned). Hal ini menimbulkan masalah dalam
mempertahankan objektivitas dan pengungkapan yang memadai (adequate
disclosure). Sepertinya pengelolaan perusahaan didasarkan pada pembagian
kekuasaan di antara manajer perusahaan, yang bertanggung jawab pada
pengoperasian setiap harinya, dan pemegang sahamnya yang diwakili oleh dewan
direksi. Dewan direksi diharapkan untuk menetapkan kesalahan (oversight) dan
pengawasan. Di banyak perusahaan, manajemen perusahaan duduk dalam dewan
pengurus sehingga terdapat kurangnya accountability dan berpotensi untuk
timbulnya konflik kepentingan. Komplikasi tambahan adalah berulangnya
kesenjangan (lack) dalam laporan komisi pemeriksaan keuangan (audit committee
reporting) kepada dewan dan lemah atau tidak efektifnya sistem kontrol internal.
Dalam kasus demikian, hasil akhirnya (net result) adalah seperti integritas
manajemen yang rendah, etika bisnis yang buruk dan aturan kekuatan daripada
aturan hukum.

C Kejujuran (fairness)

Prinsip ketiga dari pengelolaan perusahaan penekanan pada kejujuran, terutama


untuk pemegang saham minoritas. Investor harus memiliki hak-hak yang jelas
tentang kepemilikan dan sistem dari aturan dan hukum yang dijalankan untuk
melindungi hak- haknya.
d Sustainability

Ketika perusahaan negara (corporation) exist dan menghasilkan keuntungan,


dalam jangka panjang mereka juga harus menemukan cara untuk memuaskan
pegawai dan komunitasnya agar berhasil. Mereka harus tanggap terhadap
lingkungan, memperhatikan hukum, memperlakukan pekerja secara adil, dan
menjadi warga corporate yang baik. Dengan demikian akan menghasilkan
keuntungan yang lama bagi stakeholder-nya.

Cara yang diperlukan, yaitu pertama petunjuk untuk pengelolaan perusahaan yang
efektif harus ditetapkan di setiap BUMN dalam konsultasi dengan pemimpin
bisnis, akuntan publik, securities regulator, dan stakeholder lainnya. Kedua,
promosi etika bisnis untuk memberikan dasar yang kuat dari corporate
governance. Langkah-langkah pengelolaan perusahaan tidak berarti bila
manajemen tidak memiliki kepercayaan yang sejati dan bersungguh-sungguh di
dalamnya, dan memahami (understanding of), dari kelakuan etika bisnis. Tujuan
seharusnya adalah selalu mendorong perlakuan yang bertanggung jawab
(responsible conduct) lebih daripada hanya mencegah perbuatan yang salah
(misconduct). Ketiga, dengan kepemilikan pemerintah terhadap bank dan
corporations di Indonesia.

Intinya adanya pengelolaan BUMN secara profesional artinya pengelolaan yang


didasarkan prinsip korporasi yang sehat, yang ditujukan hanya untuk
menghasilkan nilai tambah kepada pemegang saham.

5. Strategi Reformasi BUMN

Pembahasan selanjutnya adalah strategi reformasi BUMN. Reformasi


mengandung makna yang luas. Kita memerlukan strategi yang besar dalam
reformasi BUMN. Menurut Kuncoro (2005) Reformasi seharusnya mencakup
setidaknya dua

dimensi utama yaitu sebagai berikut. a.

Internal Korporat BUMN

Positioning BUMN dalam konfigurasi sistem ekonomi nasional.

Dilihat dari segi Internal korporat BUMN, tersedia empat strategi yaitu sebagai

berikut.

a. Restrukturisasi.

b.Emergency.

C.Hand-off
d. Privatisasi.
Strategi restrukturisasi tidak hanya mencakup perubahan status badan hukum, dari
Perum menjadi Perseroan, seperti Perum Kereta Api menjadi PT Kereta Api
Indonesia (PT KAI), Perumtel menjadi PT Telkom, dan PT Pos Indonesia.
Hakikat restrukturisasi adalah strategic change, perubahan strategik yang
mencakup penurunan skala usaha, perampingan, peningkatan daya saing, dan
perbaikan kinerja BUMN secara rutin.
Strategi emergency bermuara pada strategi penyelamatan, terutama perlu
dilakukan untuk BUMN yang tidak sehat, baru pilek atau bahkan sakit parah.
Strategi penyelamatan adalah strategi defensif yang diperlukan dengan maksud
agar perusahaan hia bertahan hidup, Untuk tujuan tersebut, sasaran utama strategi
penyelamatan adalah esiensi secara besar-besaran agar adanya aliran kas positif.
Oleh karena itu, pengurangan Haya dan peningkatan pendapatan menjadi esensial
dalam strategi ini. Dalam strategi emergency ini, perlu dipikirkan alat dan sumber
penyakitnya, dan mengembangkan solusi yang tepat. Tanpa diterapkan terapi yang
tepat, bukan tidak mungkin BUMN semakin sakit dan menjadi beban negara,
Sebagai contoh pemerintah menaikkan harga BBM karena harga minyak dunia
naik. Hal ini tetap dilakukan meskipun banyaknya demo yang memprotes atas
kebaikan BBM ini. Keadaan ini tidak dapat ditunda dan kam mengakibatkan
pembiayaan APBN akan defisit

Strategi hand-off, menarik diri, perlu dilakukan tidak hanya bagi BUMN tetapi
juga menteri terkait dan anggota DPR. BUMN perlu menarik diri untuk bidang
usaha yang bukan core-competence-nya. Menjadikan BUMN sebagai sapi perah
untuk kepentingan partai dan eksekutif perlu diminimalkan, dan dihindari Apabila
berhadapan dengan komisi-komisi DPR, direksi BUMN harus menyediakan
komisi yang pantas. Akuntabilitas dan good governance menjadi pekerjaan rumah
besar dalam hal ini.

Positioning BUMN dalam konfigurasi sistem ekonomi nasional mengikuti strategi


privatisasi (Kuncoro, 2005) yaitu sebagai berikut.

Privatisasi segera. Pendekatan ini merupakan dorongan IMF, Bank Dunia, dan

ADB dengan menjual aset-aset BUMN dengan tujuan memperoleh peningkatan


harga jual aset-aset BUMN setinggi mungkin melalui tender.

Restrukturisasi sebelum privatisasi. Bertujuan untuk memperoleh harga jual

setinggi mungkin setelah privatisasi.

Restrukturisasi dan privatisasi secara paralel.

Selanjutnya Kuncoro (2004) mengatakan strategi reformasi BUMN yang


terpenting adalah memisahkan administrasi dari perusahaan. Artinya, negara
menarik diri dari semua sektor di mana sistem pasar lebih efektif, menghilangkan
monopoli BUMN, membiarkan mekanisme pasar dalam alokasi sumber daya,
serta mendorong reorganisasi seluruh sektor dan komersialisasi perusahaan.
Sebagai contoh adalah reformasi yang ada di Cina. Strategi reformasi itu
dinamakan Kaike kaifang politik reformasi terbuka. Itulah kata kunci atas
ekonomi- politik yang dianut Cina sejak arus reformasi dan keterbukaan
diembuskan ke negeri firai bambu ini mulai 1979, Deng Xiaoping, perintis
reformasi Cina, dikenal dengan visi kreatifnya, yang mengawinkan sosialisme
yang sudah mendarah daging dengan sisi positif kapitalisme. Jadilah apa yang
dikenal sebagai sosialisme dengan karakteristik Cina. Para pengamat lebih suka
menyebutnya sebagai free market socialism untuk menyebut masa transisi Cina,
dari sistem ekonomi sosialisme dan kental dengan perencanaan sentralistik
menuju sistem ekonomi pasar. Adalah Zhu Rongji, Perdana Menteri Cina, yang
dinilai paling berjasa dalam mentransformasi Cina menuju
perekonomian pasar. Zhu berkeyakinan, pasar harus memainkan peran utama,
namun perlu didukung dengan corporate governance dengan payung kepastian
hukum. Zhu dinilai berhasil mengantar managed marketization bagi ekonomi Cina

Zhu tegas menolak anjuran IMF ketika krisis ekonomi melanda Asia. Zhu
menerapkan strategi intervensi khas negara sosialis bersamaan dengan
pengendalian makro (hongguan tiaokong) lewat kebijakan fiskal, moneter, dan
pangan. Tujuan utamanya, menggenjot investasi dan konsumsi. Ia membuat
aturan main yang jelas dan tegas bagaimana mengelola negara yang tumbuh
paling cepat dan penduduknya terbesar di dunia Dikeluarkannya Undang-Undang
(UU) Anti Persaingan Tidak Sehat, UU Kebangkrutan untuk perusahaan negara,
dan UU Perusahaan menunjukkan komitmen Zhu.

Dengan politik pintu terbuka, modal asing diundang masuk dengan diberi banyak
kemudahan. Untuk perizinan cukup menghubungi Kantor Investasi Asing. Untuk
investasi minimal US$30 juta, aplikasi investasi baru harus mendapat izin dari
pusat. Namun, di bawah jumlah itu, cukup menghubungi Kantor Investasi Asing
di daerah. Waktu persetujuan investasi asing maksimal tiga hari. Apabila lebih
dari tiga hari tidak ada pemberitahuan dari kantor ini, otomatis permohonan
investasi dianggap diterima. Selain itu, modal asing diperkenankan memiliki aset
50 hingga 70 tahun. Akibatnya, memang luar biasa. Investasi asing langsung
(FDI) berbondong masuk ke Cina. Pada 1998-2001 saja, FDI mencapai lebih dari
USS 73 miliar.

Tahun 2002 meningkat 20%, Cina mulai menggantikan Amerika Serikat sebagai
tempat paling menarik bagi FDI. Rekor FDI yang masuk ke Cina terbukti paling
tinggi dibandingkan seluruh negara di kawasan Asia. FDI ini secara geografis
terkonsentrasi di kawasan pesisir timur dan selatan Cina, terutama di Delta Sungai
Pearl dan Sungai Yangtze, Ketika berkunjung ke Guangzhou, dapat disaksikan
betapa pesatnya pembangunan di Cina Kota metropolitan di Provinsi Guangdong
ini berpenduduk sekitar 10 juta jiwa. Gedung-gedung pencakar langit, fly over
menghiasi cakrawala kota terbesar nomor lima di Cina ini. Hotel, diskotek, dan
pub- demikian juga waralaba, seperti McDonald's, Kentucky, Pizza Hut
bertebaran di seluruh penjuru kota. Pertumbuhan bangunan modem difokuskan di
bagian timur, sedangkan dimensi tradisional dipertahankan bagian barat kota.
Ini tentu buah reformasi. Reformasi penting yang lain adalah privatisasi besar-
besaran atas BUMN. Pemerintah Cina sadar bahwa BUMN yang tidak efisien
menimbulkan beban bagi APBN dan pertumbuhan ekonomi, sehingga ribuan
BUMN yang kecil-kecil dan tidak efisien mengalami program privatisasi dan
restrukturisasi aset. Hasilnya, sekarang tinggal sekitar 500 BUMN dengan skala
besar dan strategis, terutama yang memberikan pelayanan publik. Tak kalah
penting adalah rekor Cina dalam memberantas korupsi. Diyakini bahwa sumber
korupsi akibat adanya monopoli administratif.

Sumber BMP Halaman 7. 21 s/d 7. 26

Anda mungkin juga menyukai