Anda di halaman 1dari 18

Good Corporate Governance (GCG)

Tugas Mata Kuliah

Etika Bisnis dan Profesi

Oleh :

Dimas Yunan Habibie 170810301186

Rosa Nur Fitriyana 190810301050

Sirwi Nindia 190810301067

Program Studi S1 Akuntansi

Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Jember

2020
PENDAHULUAN
Corporate governance pada industri perbankan di negara berkembang seperti
halnya di Indonesia pada pasca krisis keuangan menjadi semakin penting mengingat
beberapa hal. Pertama, bank menduduki posisi dominan dalam system ekonomi,
khususnya sebagai mesin pertumbuhan ekonomi. Kedua, di Negara yang ditandai oleh
pasar modal yang belum berkembang, bank berperan utama bagi sumber pembiayaan
perusahaan. Ketiga, bank merupakan lembaga pokok dalam mobilisasi simpanan
nasional. Keempat liberalisasi sistem perbankan baik melalui privalisasi maupun
deregulasi ekonomi menyebabkan manajer bank memilki keleluasaan yan lebih besar
dalam menjalankan operasi bank (Arum, Turner, 2003).
Sebagaimana dikemukakan oleh Caprio dan Levine (2002), terdapat dua hal yang
saling terkait menyangkut lembaga intermediasi keuangan perbankan yang
berpengaruh terhadap corporate governance. Pertama, bank merupakan sektor yang
tidak-transparan, sehingga memungkinkan terjadinya masalah keagenan. Kedua, bank
merupakan sektor usaha yang memiliki tingkat regulasi tinggi yang dalam hal tertentu
justru menghambat mekanisme corporate governance. Masalah keagenan dalam
sektor keuangan perbankan pada hakekatnya dapat dibedakan dalam dua kategori.
Pertama, masalah keagenan akibat utang (debt agency problem) dan Kedua, masalah
keagenan akibat pemisahan kepemilikan dan pengendalian (separation of ownership
and control).
Kinerja keuangan adalah penentuan ukuran-ukuran tertentu yang dapat
mengukur keberhasilan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba. Sedangkan
kinerja perusahaan adalah tingkat pencapaian hasil untuk mewujudkan tujuan
perusahaan. Secara umum laporan keuangan sering digunakan sebagai ukuran
penelitian kinerja keuangan perusahaan. Kinerja keuangan melihat pada laporan
keuangan yang dimilki oleh perusahaan yang bersangkutan. Laporan keuangan
tercermin dari informasi yang diperoleh pada laporan laba rugi, neraca, dan laporan
arus kas.
PEMBAHASAN
LATAR BELAKANG MUNCULNYA GCG
Munculnya corporate governance dapat dikatakan dilatarbelakangi dari
berbagai skandal besar yang terjadi pada perusahaan-perusahaan baik di Inggris
maupun Amerika Serikat pada tahun 1980an dikarenakan tindakan yang cenderung
serakah dan mementingkan tujuan pihak-pihak tertentu saja. Hal ini tidak terlepas dari
pertentangan kepentingan antara kebebasan pribadi dan tanggung jawab kolektif atau
kepentingan bersama dari organisasi dimana hal ini menjadikannya sebagai  pemicu
dari kebutuhan akan corporate governance.
Secara lebih luas pertentangan kepentingan di suatu organisasi itu terjadi
antara pemilik saham dan pimpinan perusahaan, antara pemilik saham majoritas dan
minoritas, antara pekerja dan pimpinan perusahaan, ada potensi mengenai
pelanggaran lindungan lingkungan, potensi kerawanan dalam hubungan antara
perusahaan dan masyarakat setempat, antara perusahaan dan pelanggan ataupun
pemasok, dan sebagainya. Bahkan besarnya gaji para eksekutif dapat merupakan
bahan kritikan.
Pada awalnya corporate governance hanya berkembang di Inggris dan
Amerika, tetapi seiring berkembangnya kompleksitas bisnis di berbagai negara di dunia
maka segara berkembang pula di negara-negara lain. Dalam corporate governance
selalu ada dua hal yang perlu diperhatikan. Apakah aturan atau sistem tata-kelola
sudah ada secara jelas, lengkap, dan tertulis ? Apakah aturan dan sistem yang sudah
jelas tersebut dilaksanakan dengan konsisten atau tidak ? Kedua hal tersebutlah yang
menentukan apakah sudah ada good corporate governance dalam suatu perusahaan.
Dewasa ini, corporate governance sudah bukan merupakan pilihan lagi bagi
pelaku bisnis, tetapi sudah merupakan suatu keharusan dan kebutuhan vital serta
sudah merupakan tuntutan masyarakat dengan adanya aturan-aturan dan regulasi
yang mengatur tentang bagaimana penerapan corporate governance yang baik. Bagi
Indonesia, perkembangan mengenai regulasi corporate governance bermula dari
usulan penyempurnaan peraturan pencatatan pada Bursa Efek Jakarta (sekarang
Bursa Efek Indonesia) yang mengatur mengenai peraturan bagi emiten yang tercatat di
BEJ yang mewajibkan untuk mengangkat komisaris independent dan membentuk
komite audit pada tahun 1998, Corporate Governance (CG) mulai di kenalkan pada
seluruh perusahaan public di Indonesia.

PENGERTIAN GCG
Good Corporate Governance (GCG) merupakan sistem yang mengatur dan
mengendalikan perusahaan yang menciptakan value added untuk semua stakeholder.
Corporate governance merupakan konsep yang didasarkan pada teori keagenan,
diharapkan dapat berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada investor
bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telah mereka investasikan.
Corporate governance berkaitan dengan bagaimana para investor yakin bahwa
manajer akan memberikan keuntungan bagi mereka, yakin bahwa manajer tidak akan
mencuri/menggelapkan atau menginvestasikan ke dalam proyek yang tidak
menguntungkan berkaitan dengan dana atau kapital yang telah ditanamkan oleh
investor.
Penerapan Good Corporate Governance merupakan kunci sukses bagi
perusahaan untuk memperoleh keuntungan dalam jangka panjang dan dapat bersaing
dengan baik dalam bisnis global. Salah satu manfaat dari pelaksanaan corporate
governance , yang sesuai dengan Forum for Corporate Governance Indonesia (FCGI)
adalah untuk meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses
pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional
perusahaan serta meningkatkan pelayanan kepada stakeholder. Oleh karena itu
sebagian besar perusahaan yang menerapkan GCG diduga memilki kinerja yang lebih
baik daripada kinerja perusahaan yan tidak menerapkan GCG, baik dari segi
operasional maupun kinerja keuangan.

PRINSIP PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE


1. Transparansi
Yaitu mengelola perusahaan secara transparan dengan semua stake holder.
Para pengelola perusahaan harus transparan kepada penanam saham, jujur
apa adanya dalam membuat laporan usaha, tidak manipulatif.. Keterbukaan
informasi dalam proses pengambilan keputusan dan pengungkapan informasi
yang dianggap penting dan relevan.
2. Accountability
Yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggungjawaban dalam
perusahaan, sehingga pengelolaan perusahaan dapat terlaksana secara efektif
dan efisien. Manajemen harus membuat job description yang jelas kepada
semua karyawan dan menegaskan fungsi-fungsi dasar setiap bagian. Dari sini
perusahaan akan menjadi jelas hak dan kewajibannya, fungsi dan tanggung
jawabnya serta kewenangannya dalam setiap kebijakan perusahaan.
3. Responsibility
Yaitu menyadari bahwa ada bagian-bagian perusahaan yang membawa
dampak pada lingkungan dan masyarakat pada umumnya. Di sini perusahaan
harus memperhatikan amdal, keamanan lingkungan, dan kesesuaian diri
dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat setempat. Perusahaan harus
apresiatif dan proaktif terhadap setiap gejolak sosial masyarakat dan setiap
yang berkembang di masyarakat.
4. Independensi
Yaitu berjalan tegak dengan bergandengan bersama masyarakat. Perusahaan
harus memiliki otonominya secara penuh sehingga pengambilan-pengambilan
keputusan dilakukan dengan pertimbangan otoritas yang ada secara penuh.
Perusahaan harus berjalan dengan menguntungkan supaya bisa memelihara
keberlangsungan bisnisnya, namun demikian bukan keuntungan yang tanpa
melihat orang lain yang juga harus untung. Semuanya harus untung dan tidak
ada satu pun yang dirugikan.
5. Fairness
Yaitu semacam kesetaraan atau perlakuan yang adil di dalam memenuhi hak
dan kewajibannya terhadap stake holder yang timbul berdasarkan perjanjian
dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perusahaan harus membuat
sistem yang solid untuk membuat pekerjaan semuanya seperti yang
diharapkan. Dengan pekerjaan yang fair tersebut diharapkan semua peraturan
yang ada ditaati guna melindungi semua orang yang punya kepentingan
terhadap keberlangsungan bisnis kita.

MANFAAT GCG
Di beberapa negara seperti Indonesia dan AS, krisis ekonomi dan krisis pasar
modal disebabkan oleh buruknya knierja dari perusahaan-perusahaan publik yang
telah terdaftar di bursa. Hal ini dilatarbelakangi oleh praktik-prakik kecurangan yang
dilakukan oleh para eksekutifnya yang tentu saja merugikan perusahaan. Kerugian ini
akan sangat jelas terlihat ketika investor sudah tidak bersedia untuk menanamkan
modalnya karena kehilangan kepercayaan. Kemungkinan besar para investor akan
menarik modalnya besar-besaran dari bursa yang berdampak pada timbulnya tekanan
berat terhadap indeks harga saham. Dengan berbagai persoalan itu, GCG hadir
sebagai solusi untuk memulihkan kepercayaan para investor. Penerapan GCG sendiri
bertujuan untuk meningkatkan kinerja suatu organisasi atau perusahaan serta
memperkecil oraktik kecurangan oleh para pengelolanya.Tjager, dkk (2003, dalam
Agoes dan Ardana, 2009) mengemukakan lima alasan mengapa GCG ini dibutuhkan
atau bermanfaat:
1. McKinsay&Company melakukan survey dan hasilnya adalah para investor
cenderung menaruh kepercayaan kepada perusahaan di Asia yang melakukan
penerapan GCG.
2. Berbagai analisis menunjukkan bahwa terdapat suatu indikasi hubungan atau
keterkaitan antara krisis finansial dan kinerja atau tata kelola perusahaan.
3. Liberasasi pasar dan pasar modal menuntut perusahaan untuk menerapkan GCG.
4. Meskipun penerapan GCG ini tidak memulihkan krisis, maka GCG dapat menjadi
suatu sistem nilai yang baru menuju bisnis yang lebih sesuai.
5. Praktik GCG secara teoritis ternyata mampu meningkatkan nilai suatu organisasi
atau perusahaan.
Selanjutnya Indra Surya dan Ivan Yustiavandana (2007, dalam Agoes dan Ardana,
2009) menyatakan bahwa tujuan dan manfaat penerapan GCG diantaranya:
1. Akses terhadap investasi baik domestik maupun asing menjadi lebih mudah.
2. Biaya modal yang nantinya akan didapat lebih murah.
3. Keputusan yang diambil guna meningkatkan kinerja ekonomi perusahaan akan
menjadi lebih baik.
4. Terjadinya peningkatan keyakinan serta kepercayaan dari berbagai pemangku
kepentingan terhadap pengelolaan perusahaan.
5. Perlindungan bagi direksi dan komisaris dari tuntutan hukum
Dari berbagai penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa GCG ini menjadi sebuah
sistem kontrol bagi kinerja perusahaan. Akan tetapi, hal penting yang harus
diperhatikan ialah seberapapun hebatnya sistem yang mengatur akan sia sia jika
tingkat kesadaran pengelola masih rendah. Artinya, kunci utama kinerja perusahaan
tetap berada pada tingkat kesadaran orang-orang di dalamnya, tergantung pada
bagaimana mereka memahami hakikat manusia secara utuh.

GCG DAN HUKUM PERSEROAN DI INDONESIA


Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 mengatur tentang Perseroan Terbatas.
Undang-Undan ini kemudian dicabut dan digantikan dengan UU No. 40 Tahun 2007.
Pasal 1 ayat 1 UU No. 40 Tahun 2007 menyatakan bahwa yang dmaksud perseroan
ialah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan atas dasar
perjanjian, melakukan suatu kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya
terbagi dalam saham serta memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam UU tersebut
serta peraturan pelaksananya.
UU No. 40 Tahun 2007 juga menyebutkan dan memaparkan alasan
pencaputan UU yang berlaku sebelumnya. Pencabutan tersebut didasarkan pada
pertimbangan adanya perubahan atau perkembangan yang cepat berkaitan dengan
teknologi, ekonomi, harapan masyarakat pada layanan dan kepastian hkum, kesdaran
sosial dan lingkungan, serta tuntutan pengelolaan usaha yang baik (GCG). Meski
pencabutan ini telah dilakukan, akan tetapi beberpa pertauran lama di UU No. 1 Tahun
1995 tetap dipertahankan, dan ditambahkan ketentuan baru sehingga terjadi
penyempurnaan aturan, diantaranya:
1. Dimungkinkan mengadakan RUPS dengan berbagai teknologi informasi seperti
telekonferensi, video konferensi, atau menggunakan media elektronik yang lain
(Pasal 77).
2. Kejelasan tentang cara pengajuan serta pemberian pengesahan status badan
hukum dan pengesahan Anggaran Dasar Perseroan (BAB II).
3. Tanggung jawab Direksi dan Dewan Komisaris termasuk untuk mengatur
mengenai komisaris independen dan utusan menjadi lebih jelas dan tegas (BAB
VII).
4. Kewajiban perseroan untuk melakukan dan melaksanakan tanggung jawab sosial
dan lingkungan (BAB V).
Undang-Undang tersebut memang tidak mengatur secara eksplisit dari GCG itu
sendiri. Akan tetapi, UU ini mengatur secara garis besar mekanisme hubungan, peran,
tugas, wewenang, dan tanggung jawab, serta proses pengambilan keputusan, dll.
Dalam perseroan organ minimal yang harus ada yaitu RUPS, direksi, dan dewan
komisaris. Wewenang dari ketiga organ ini yaitu:
1. (Ayat 4) Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disebut RUPS adalah
organ perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada direksi
atau
2. (Ayat 5) Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab
penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan
maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di
luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.
3. (Ayat 6) Dewan Komisaris i=adalah organ perseroan yang bertugas melakukan
pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta
memberi nasehat kepada Direksi.
Sementara itu, berikut ini adalah wewenang, tugas, dan tanggung jawab mereka
secara singkat:
1. RUPS
a. Menyetujui serta menetapkan perubahan Anggaran Dasar Perusahaan
b. Menyetujui pembelian kembali atau suatu pengalihan saham Perseroan
c. Menyetujui penambahan ataupun pengurangan modal Perseroan
d. Menyetujui dan mengesahkan laporan tahunan
e. Menyetujui serta menetapkan penggunaan laba bersih, penyisihan cadangan,
dan dividen interim
f. Dll.
2. Direksi
a. Melaksanakan tugas dan tanggung jawab pengawasan atas kebijakan
pengurusan, jalannya pengurusan secara umum, dan memberikan nasehat
kepada Dewan Direksi.
b. Bertanggung jawab secara pribadi jika ada kerugian perseroan bila yang
bersangkutan bersalah atau lalai.
c. Dll.
3. Dewan Direksi
a. Menjalankan pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan sesuai
kebijakan yang dinilai tepat dalam batas yang ditetapkan UU serta Anggaran
Dasar Perseroan.
b. Wajib membuat laporan tahunan
c. Mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan
d. Membuat Daftar Pemegang Saham, risalah RUPS, serta risalah rapat Direksi.
e. Dll.
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa RUPS merupakan organ tertinggi dalam
sebuah perseroan, sedangkan Dewan Komisaris dan Direksi diangkat serta
diberhentikan oleh RUPS. Sehubungan dengan sistem terkait organ Direksi dan
Komisaris tersebut, dapat dijumpai dua sistem pengelola puncak perseroan, yaitu
model Anglo-Saxon dan Kontinental. Anglo-Saxon diikuti oleh negara Amerika dan
Inggris, sementara kontinental dianut oleh negara Eropa selain Inggris dan
Indonesia.Dalam sistem Anglo-Saxon tidak terjadi pemisahan dantara kedua organ
tersebut. Komisaris dan Direksi berada pada satu bagian yang disebut Board of
Directors. Sementar itu, kontinental berpendapat lain dengan memisahkan Komisaris
dan Direksi.

ORGAN KHUSUS DALAM PENERAPAN GCG


Indra Surya dan Ivan Yustiavandana (2006 dalam Agoes dan Ardana, 2009)
menyatakan bahwa setidaknya dibutuhkan 4 (empat) organ khusus dalam penerapan
GCG. Diantaranya yaitu komisaris independen, direktur independen, komite audit,
serta sekretaris perusahaan.
Komisaris dan Direktur Independen
Istilah independen biasanya diartikan sebagai keadaan yang merdeka, bebas,
netral, dan tidak dalam tekanan pihak tertentu. Akan tetapi Indra Surya dan Ivan
Yustiavandana (2006 dalam Agoes dan Ardana, 2009) menjelaskan bahwa ada dua
pengertian independen terkait konsep komisaris dan direktur independen.
Pertama, komisaris dan direktur independen merupakan seseorang yang
ditunjuk untuk mewakili pemegang saham minoritas. Sebagaimana dijelaskan
sebelumnya bahwa direksi dan komisaris ditunjuk oleh RUPS. Sementara itu, hak
suara dalam RUPS tidak didasarkan atas satu orang satu sura, tetapi berdasarkan
atas jumlah saham yang dimiliki. Konsekuensinya, keputusan RUPS ini akan selalu
berasal dari kepentingan dari pemegang saham mayoritas. Akibatnya adalah seringkali
para komisaris dan direksi berpihak pada pemegang saham mayoritas, bahkan
engabaikan minoritas. Sehingga disini letak fungsi dari komisaris dan direktur
independen untuk mewakili para pemegang saham minoritas.
Kedua, komisaris dan direktur independen merupakan pihak yang ditunjuk
untuk bukan atas dasar mewakili siapapun, melainkan ditunjuk semata-mata karena
pengetahuan, pengalaman, atau keahlian profesional yang dimiliki untuk menjalankan
tugas demi kepentingan bersama perusahaan. Yang dimaksud dengan kepentingan
perusahaan ialah kepentingan semua pemangku kepentingan, tidak hanya pemegang
saham baik mayoritas maupun minoritas. Oleh karen itu, pengertian yang kedua ini
memiliki makna yang lebih luas.
Terdapat pengertian lain yang biasanya dipakai dalam kode etik akuntan publik,
yang biasanya dikenal sebagai independent in fact dan independent in appearance.
Independent in fact menekankan pada suatu sikap mental dalam pengambilan
keputusan dan tindakan yang didasarkan pada profesionalisme diri tanpa campur
tangan atau tekanan dari pihak eksternal. Independent in appearancelebih menyoroti
sudut pandang pihak eksternal terhadap calon yang bersangkutan untuk tidak memiliki
hubungan darah dengan para pemangku keoentingan lain, sehingga mereka yakin dan
tidak ragu terhadap independensinya.
PT Bursa Efe Jakarta mengatur syarat seorang direktur independen melalui
aturan Nomor Kep-305/BEI/07-2004 Pasal III.1.6. yaitu sebagai berikut:
a. Tidak memiliki hubungan afiliasi dengan pemegang saham pengendali
perusahaan tercatat minimal 6 (enam) bulan sebelum penunjukan.
b. Tidak memiliki hubngan afiliasi dengan Komisaris dan Direktur lainnya di
perusahaan tecatat.
c. Tidak bekerja ganda atau rangkap sebagai Direksi di perusahaan lain.
d. Tidak menjadi Orang Dalam pada suatu lembaga ataupun profesi penunjang pasar
modal yang jasanya digunakan perusahaan tercatat selama 6 (enam) bulan
sebelum penunjukan
Komite Audit
Undang-Undang Perseroan Terbatas pasal 121 memungkinkan Dewan
Komisaris membentuk komite tertentu yang dinilai perlu untuk membantu tugas
pengawasan yang dibutuhkan. Salah satu komite tambahan yaitu komite audit.
Lahirnya komite audit ini dilatarbelakangi oleh kecenderungan peningkatan skandal
penyelewengan yang menjadi simbol kurangnya pengawasan.
Hasnati (dalam Indra Surya dan Ivan Yustiavandana, dalam Agoes dan Ardana,
2009) menyatakan bahwa beberapa tanggung jawab, tugas, dan wewenang komite
audit adalah sebagai berikut:
1. Mendorong struktur pengendalian intern yang memadai.
2. Meningkatkan transparansi laporan keuangan.
3. Mengkaji ruang lingkup dan ketepatan audit eksternal.
4. Mempersiapkan surat uraian tugas serta tanggung jawab komite audit.
Sekretaris Perusahaan (Corporate Secretary)
Tugas, tanggung jawab, serta kedudukan dari seorang sekretaris perusahaan
sangat berbeda dengan para eksekutif puncak perusahaan seperti direksi, komisaris,
dan yang lainnya. Fungsi utama dari sekretaris perusahaan cenderung pada kegiatan
yang membantu para eksekutif perusahaan, yaitu terkait pengaturan jadwal kegiatan,
jadwal rapat, dokumentasi surat, penerimaan telepon, dan sebagainya. Intinya,
sekretaris perusahaan ini hanya bertanggung jawab pada para eksekutif, karen
amereka patuh pada perintah eksekutif puncak perusahaan.
Jabatan sekretaris perusahaan merupakan suatu kedudukan yang penting dan
strategis karena mereka berfungsi sebagai pejabat penghubung atau liason officer
(semacampublic relations) antara perusahaan dengan berbagai pihak eksternal
perusahaan, khususnya bagi perusahaan yang sudah terdaftar di bursa.
Aturan mengenai sekretaris perusahaan dapat dilihat diantaranya pada:
1. Keputusan Ketua Bapepam No. 63 Tahun 1996 mengenai pembentukan sekretaris
perusahaan bagi perusahaan publik.
2. Keputusan Direksi BEI No. 339 Tahun 2001 mengenai sekretaris perusahaan.

GCG DALAM BADAN USAHA MILIK NEGARA (BUMN)


Pada awalnya, tujuan dibentuknya BUMN adalah merupakan penjabaran dan
implementasi Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi: "Bumi dan
air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat". Pemerintah melalui BUMN
kemudian mencoba untuk menguasai dan mengendalikan kegiatan yang mempunyai
dampak luas bagi kepentingan masyarakat, seperti kelistrikan, telekomunikasi, tata
guna air, dan pertambangan. Namun kemudian BUMN yang didirikan oleh pemerintah
ini telah merambah ke segala sektor dan jenis usaha, termasuk ke sektor-sektor yang
sudah biasa dilakukan oleh sektor swasta. Akhirnya, dalam perjalanannya tujuan
utama BUMN sudah sama dengan perusahaan swasta, yaitu untuk memperoleh
keuntungan.
Berdasarkan peraturan yang ada, dapat dibedakan tiga Jenis bentuk hukum
BUMN, yaitu: Persero, Perusahaan Umum (Perum), dan Perusahaan Jawatan
(Perjan). Perusahaan Persero tunduk pada Undang-Undang Perseroan Terbatas di
mana modal perusahaan terdiri atas saham-saham dan tujuan utama dari perusahaan
ini adalah untuk memperoleh keuntungan. Yang membedakannya dengan PT swasta
hanya dalam hal kepemilikan saham. Pada Perusahaan Persero (BUMN), seluruh
saham atau sebagian besar saham dimiliki oleh negara, sedangkan pada PT swasta
seluruh saham atau sebagian besar saham dimiliki oleh individu/lembaga swasta.
Perusahaan Perum merupakan perusahaan negara yang modalnya berupa setoran
modal pemerintah dan misi yang diemban tidak sepenuhnya mencari keuntungan,
tetapi juga membawa misi sosial. Contoh perusahaan umum adalah Perumnas dan
Perum Bulog. Perumnas didirikan untuk membantu pemerintah dalam penyediaan
perumahan bagi rakyat dengan memperhatikan kemampuan dan daya beli masyarakat
pada umumnya. Perum Bulog dibentuk untuk menyediakan, mendistribusikan, dan
mengendalikan harga kebutuhan pokok masyarakat, seperti: beras, minyak goreng,
dan sebagainya. Perusahaan Jawatan (Perjan) adalah perusahaan negara yang
modalnya disisihkan dari APBN dan dikelola oleh Departemen Teknis Pemerintah.
Dewasa ini, praktis tidak ada lagi perusahaan berbentuk badan hukum Perjan.
Perusahaan yang terakhir berbentuk Perjan adalah Perusahaan Jawatan Kereta Api
(PJKA) yang dulunya dibawah kendali Departemen Perhubungan. Namun sekarang
status hukum PJKA telah berubah menjadi Persero.
Menurut Tjager dkk (2003), sampai dengan tahun 2002 masih ada BUMN
sebanyak perusahaan yang tersebar di sekitar 37 sektor/bidang usaha. Bidang usaha
BUMN ini sangat menyebar mulai dari komoditas-komoditas yang dianggap vital,
seperti: air, beras dan kebutuhan pokok lain listrik, minyak, obat-obatan, pupuk,
semen, telekomunikasi, jasa konstruksi, transportasi darat, air, udara, kehutanan,
pertanian, pertambangan, perdagangan, Indutri persenjataan strategis, hingga pesawat
terbang. Namun, persoalan pokok yang dihadapi oleh BUMN secara keseluruhan ada
rendahnya keuntungan yang diperoleh dibandingkan dengan total hartanya.
Persentase keuntungan terhadap total harta (return on assets-ROA) sangat rendah,
yaitu hanya sekitar 3,6%. Ini menunjukkan bahwa kinerja BUMN secara keseluruhan
masih kurang memuaskan. Tjager dkk. (2003) selanjutnya mengungkapkan bahwa
rendahnya kinerja BUMN ini ada kaitannya dengan belum efeksif penerapan tata kelola
perusahaan yang baik di BUMN tersebut. Hal ini dapat dilihat antara lain pada:
1. Pemberian remunerasi yang berlebihan kepada direksi yang tidak mencerminkan
keterkaitan dengan pencapaian target kinerja, dan adanya penyalahgunaan
(misuse) fasilitas BUMN untuk manajemen.
2. Terlalu kuatnya pemegang saham sehingga dalam pemberian paket remunerasi
tidak merangsang direksi untuk mengeluarkan usaha terbaiknya bagi kepentingan
BUMN.
3. Transaksi bisnis dengan pihak luar yang dilakukan manajemen tidak
memperhatikan kepentingan pemegang saham.
4. Penyusunan past service liabilities yang sangat menguntungkan direksi dan
komisaris, tetapi sangat membebani BUMN
5. Direksi melakukan strategi diversifikasi/ekspansi untuk meningkatkan ukuran
perusahaan demi prestise dirinya tanpa memperhatikan dampaknya pada kinerja
perusahaan.
6. Intervensi pemegang saham atau pihak luar secara berlebihan dalam kegiatan
operasional BUMN.
7. Adanya praktik perusahaan dalam perusahaan yang dilakukan oleh manajemen.
Tujuan GCG diatur dalam Pasal 4, yaitu:
1. Memaksimalkan nilai BUMN dengan cara meningkatkan prinsip keterbukaan,
akuntabilitas, dapat dipercaya, bertanggung jawab, dan adil agar perusahaan
memiliki daya saing yang kuat, baik secara nasional maupun internasional.
2. Mendorong pengelolaan BUMN secara profesional, transparan, dan efisien, serta
memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian organ.
3. Mendorong agar organ dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan
dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan yang berlaku serta kesadaran akan adanya tanggung jawab sosial BUMN
terhadap para pemangku kepentingan maupun kelestarian lingkungan di sekitar
BUMN.
4. Meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian nasional
5. Menyukseskan program privatisasi.
Prinsip-prinsip GCG diatur dalam Pasal 3, yaitu:
1. Transparansi, yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan
keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan
mengenai perusahaan.
2. Kemandirian, yaitu suatu keadaan di mana perusahaan dikelola secara profesional
tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip
perusahaan yang sehat.
3. Akuntabilitas, yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organ
sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.
4. Pertanggungjawaban, yaitu kesesuaian dalam pengelolaan perusahaan terhadap
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip perusahaan yang
sehat.
5. Kewajaran (fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak para
pemangku kepentingan yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan
perundang undangan yang berlaku.
GCG DAN PENGAWASAN PASAR MODAL DI INDONESIA
Secara formal, pasar modal dapat didefinisikan sebagai pasar di mana
berbagai instrumen keuangan (atau sekuritas) jangka panjang bisa diperjualbelikan,
baik dalam bentuk utang maupun modal sendiri. baik yang diterbitkan pemerintah,
public authorities, maupun perusahaan swasta (Suad Husnan, 1996). Indikator
kemajuan perekonomian modern suatu negara dewasa ini tidak saja ditandai oleh
tumbuhnya investasi fisik dalam bentuk pembangunan pabrik: pusat
perbelanjaan/perdaga perhotelan, sarana angkutan darat, laut, udara pembangunan
prasarana jalan, pelabuhan, dan bandar jaringan telekomunikasi dan sistem informasi,
dan jenis-jenis pembangunan fisik lainnya, tetapi juga oleh pertumbuhan pasar modal
dan pasar keuangan.
Keberadaan pasar modal ditentukan oleh lembaga-lembaga dan unsur-unsur
penunjang pasar modal, antara lain:
1. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam LK), yaitu
lembaga yane dibentuk oleh pemerintah yang berfungsi mengawasi kegiatan semua
lembaga terkait agar kegiatan pasar modal dan keuangan berjalan adil dan efektif.
2. Bursa Efek yaitu lembaga yang menyelenggarakan kegiatan perdagangan sekuritas
pasa modal. Saat ini yang menyelenggarakan kegiatan perdagangan pasar modal di
Indonesia adalah Bursa Efek Indonesia (BEI)-suatu lembaga baru yang merupakan
gabungan (merger) dari dua penyelenggara sebelumnya, yaitu Bursa Efek Jakarta
(BEI) dan Bursa Efek Surabaya (BES).
3. Lembaga Kliring, yaitu lembaga yang mirip dengan lembaga kliring uang giral yang
dikenal dalam dunia perbankan. Frekuensi perdagangan di bursa sedemikian
seringnya sehingga tidak mungkin dilakukan perpindahan instrumen sekuritas
secara fisik setiap saat. Fungsi lembaga kliring ini adalah menyimpan dan mengatur
arus fisik sekuritas tersebut.
4. Emiten, yaitu perusahaan yang menjual instrumen sekuritas untuk memperoleh
dana dari investor di bursa
5. Underwriter, yaitu perusahaan penjamin bagi emiten agar emiten sukses dalam
menjual instrumen sekuritas tersebut.
6. Investor/calon investor, yaitu institusi atau perorangan yang setiap saat melakukan
transaksi pembelian dan penjualan atas instrumen sekuritas yang diperdagangkan
di bursa.
7. Akuntan publik, yaitu lembaga yang melakukan audit atas kewajaran laporan
keuangan emiten dan memberikan opini audit atas kewajaran laporan keuangan
emiten yang diperiksanya.
8. Notaris, yaitu lembaga hukum yang memberikan dasar keabsahan secara legal
berbagai peristiwa kegiatan penting di dalam perusahaan, seperti: hasil Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS), full beli aset tetap perusahaan, peminjaman
uang, dan sebagainya.
9. Konsultan hukum, yaitu lembaga yang diperlukan emiten untuk memeriksa dan
memast hutan yang akan menerbitkan instrumen sekuritas tersebut tidak memiliki
sengketa hukum dengan pihak lain.
10. Konsultan keuangan, yaitu lembaga yang dapat diminta jakanva oleh emiten antuk
memberkan nasehat di bidang keuangan sebelum menerbitkan suatu instrumen
sekuritas Jasa yang diberikan sangat luas, antara lain mencakup: penentuan
struktur permodalan dan keuangan, reorganisasi, asi reorganisasi, penetapan jenis
instrumen, penyusunan proyek laporan keuangan penaksiran harga instrumen
sekuritas yang akan diterbitkan dan sebagainya.
Fungsi dan peran Bapepam LK dalam aktivitas pasar modal suatu negara sangat
strategas karena lembaga inilah yang diberi wewenang oleh pemerintah untuk
mengawal semua lembaga terkait dan membuat berbagai peraturan yang harus
dipatuhi oleh semua lembaga terkait agar kegiatan pasar modal di bursa dapat berjalan
secara adil, efektif, dan efisien. Kegiatan pasar modal disebut efektif bila para investor
dan calon investor tertarik untuk melakukan transaksi di bursa Mereka tertarik karena
percaya bahwa semua lembaga terkait di bursa telah menjalankan fungsi mereka
sesuai dengan aturan main yang telah ditetapkan oleh badan pengawas pasar modal.
Kegiatan pasar modal disebut efisien bila semua lembaga terkait termasuk investor
merasakan bahwa penyelenggaraan kegiatan bera tersebut dapat terselenggara
dengan cepat tanpa dibebani biaya yang berlebihan. Kegiatan pasar modal dianggap
adil bila semua pihak terkait, termasuk para calon investor tidak merasa dirugikan oleh
kegiatan di bursa tersebut. Jadi, pada intinya fungai Bapepam LK dalam hal ini adalah
memastikan agar semua lembaga penunjang yang terkait di bursa menjalankan tata
kelola lembaga masing-masing secara sehat dan mematuhi berbagai peraturan
perundang-undangan yang berlaku, termasuk perangkat aturan yang dikeluarkan oleh
Bapepam LK tersebut. Bapepam LK juga berfungsi mengawasi dan menegakkan
aturan main yang ada, termasuk memberikan sanksi yang diperlukan kepada lembaga
terkait yang melanggar aturan main tersebut demi terciptanya pasar modal yang adil.
efektif, dan efisien.
GCG PERBANKAN DI INDONESIA
Aktivitas bisnis dan sistem perekonomian yang kuat harus didukung oleh sistem
sehat dan kuat. Sebagaimana telah dimaklumi bersama, krisis ekonomi di Indonesia
yang terjadi menjelang akhir abad ke-20 diawali oleh krisis moneter yang menimpa
dunia perbankan Indonesia. Ini menunjukkan bahwa tata kelola perbankan di Indonesia
masih sangat lemah. Menyadari hal ini Bank Indonesia sebagai institusi tertinggi yang
berfungsi melakukan pengawasan terhadap kegiatan dunia perbankan di Indonesia,
dalam upayanya menata kembali manajemen dan kegiatan perbankan di Indonesia
telah mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 Tanggal 30
Januari 2006 tentang Implementasi GCG oleh Bank-bank Komersial. Secara garis
besar, peraturan ini mengatur tentang:
a. Prosedur pengelolaan melalui penerapan prinsip transparansi, akuntabilitas,
tanggung jawab, independensi, dan kesetaraan (Pasal I ayat 6).
b. Tujuan implementasi GCG (Pasal 2), minimal untuk merealisasikan:
- Kejelasan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Dewan Direksi
- Kelengkapan dan implementasi tugas komite dan unit pelaksana fungsi internal
audit bank
- Kinerja ketaatan, fungsi auditor internal dan eksternal
- Implementasi manajemen risiko termasuk sistem pengendalian internal.
- Ketentuan dana pihak-pihak terkait (related parties) dan dana dalam jumlah
besar
- Rencana strategis bank
- Transparansi kondisi keuangan dan non-keuangan
c. Jumlah, komponisi, kriteria, dan independensi Dewan Komisaris (Bab II Pasal 4-18)
d. Jumlah, komposisi, kriteria dan independensi Dewan Direksi (Bab III Pasal 19-37)
e. Komite (Bab IV, Pasal 38-45);
f. Ketaatan, Fungsi Auditor Eksternal dan Internal (Bab V Pasal 49-52);
g. Implementasi Manajemen Risiko (Bab VI Pasal 53)
h. Ketentuan Dana (Bab VII Pasal 54-55):
i. Rencana Strategis Bank (Bub VIII Pasal 56)
j. Aspek Transparansi Kondisi Bank (Bab IX Pasal 57-58);
k. Konflik Kepentingan dan Pelaporan Internal (Bab X Pasal 59-60);
l. Laporan dan Asesmen Implementasi GCG (Bab XI Pasal 61-66);
m. Implementasi GCG di Cabang Luar Negeri (Bab XII Pasal 67-68);
n. Sanki-sanksi (Bab XIII Pasal 69-75);
o. Ketentuan Peralihan (Bab XIV Pasal 76-77);
p. Ketentuan Penutup (Bab XV Pasal 78).
KESIMPULAN
Good corporate governance (GCG) merupakan sistem yang mengatur dan
mengendalikan perusahaan guna menciptakan nilai tambah (value added) untuk
semua stakeholder. Konsep ini menekankan pada dua hal yakni, pertama, pentingnya
hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar dan tepat pada
waktunya dan, kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan
(disclosure) secara akurat, tepat waktu, transparan terhadap semua informasi kinerja
perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder. Terdapat empat komponen utama yang
diperlukan dalam konsep Good Corporate Governance, yaitu fairness, transparency,
accountability, dan responsibility. Keempat komponen tersebut penting karena
penerapan prinsip Good Corporate Governance secara konsisten terbukti dapat
meningkatkan kualitas laporan keuangan dan juga dapat menjadi penghambat aktivitas
rekayasa kinerja yang mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai
fundamental perusahaan. Dari berbagai hasil penelitian lembaga independen
menunjukkan bahwa pelaksanan Corporate Governance di Indonesia masih sangat
rendah, hal ini terutama disebabkan oleh kenyataan bahwa perusahaan-perusahaan di
Indonesia belum sepenuhnya memiliki Corporate Culture sebagai inti dari Corporate
Governance. Pemahaman tersebut membuka wawasan bahwa korporat kita belum
dikelola secara benar, atau dengan kata lain, korporat kita belum menjalankan
governansi. Untuk dapat memperoleh tata kelola perusahaan yang baik, kita perlu
memahami lebih dalam tentang Good Corporate Governance yang mana dapat
membantu kita membentuk perusahaan yang baik sesuai dengan tujuan yang
ditentukan oleh perusahaan sebelumnya. Oleh sebab itu, pembahasan ini dapat
membantu para pembaca untuk dapat dijadikan referensi yang mengacu pada tata
kelola perusahaan yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, S., & Ardana, I. C. (2009). Etika bisnis dan profesi: tantangan membangun
manusia seutuhnya. Jakarta: Salemba Empat.

Anda mungkin juga menyukai