Oleh :
Universitas Jember
2020
PENDAHULUAN
Corporate governance pada industri perbankan di negara berkembang seperti
halnya di Indonesia pada pasca krisis keuangan menjadi semakin penting mengingat
beberapa hal. Pertama, bank menduduki posisi dominan dalam system ekonomi,
khususnya sebagai mesin pertumbuhan ekonomi. Kedua, di Negara yang ditandai oleh
pasar modal yang belum berkembang, bank berperan utama bagi sumber pembiayaan
perusahaan. Ketiga, bank merupakan lembaga pokok dalam mobilisasi simpanan
nasional. Keempat liberalisasi sistem perbankan baik melalui privalisasi maupun
deregulasi ekonomi menyebabkan manajer bank memilki keleluasaan yan lebih besar
dalam menjalankan operasi bank (Arum, Turner, 2003).
Sebagaimana dikemukakan oleh Caprio dan Levine (2002), terdapat dua hal yang
saling terkait menyangkut lembaga intermediasi keuangan perbankan yang
berpengaruh terhadap corporate governance. Pertama, bank merupakan sektor yang
tidak-transparan, sehingga memungkinkan terjadinya masalah keagenan. Kedua, bank
merupakan sektor usaha yang memiliki tingkat regulasi tinggi yang dalam hal tertentu
justru menghambat mekanisme corporate governance. Masalah keagenan dalam
sektor keuangan perbankan pada hakekatnya dapat dibedakan dalam dua kategori.
Pertama, masalah keagenan akibat utang (debt agency problem) dan Kedua, masalah
keagenan akibat pemisahan kepemilikan dan pengendalian (separation of ownership
and control).
Kinerja keuangan adalah penentuan ukuran-ukuran tertentu yang dapat
mengukur keberhasilan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba. Sedangkan
kinerja perusahaan adalah tingkat pencapaian hasil untuk mewujudkan tujuan
perusahaan. Secara umum laporan keuangan sering digunakan sebagai ukuran
penelitian kinerja keuangan perusahaan. Kinerja keuangan melihat pada laporan
keuangan yang dimilki oleh perusahaan yang bersangkutan. Laporan keuangan
tercermin dari informasi yang diperoleh pada laporan laba rugi, neraca, dan laporan
arus kas.
PEMBAHASAN
LATAR BELAKANG MUNCULNYA GCG
Munculnya corporate governance dapat dikatakan dilatarbelakangi dari
berbagai skandal besar yang terjadi pada perusahaan-perusahaan baik di Inggris
maupun Amerika Serikat pada tahun 1980an dikarenakan tindakan yang cenderung
serakah dan mementingkan tujuan pihak-pihak tertentu saja. Hal ini tidak terlepas dari
pertentangan kepentingan antara kebebasan pribadi dan tanggung jawab kolektif atau
kepentingan bersama dari organisasi dimana hal ini menjadikannya sebagai pemicu
dari kebutuhan akan corporate governance.
Secara lebih luas pertentangan kepentingan di suatu organisasi itu terjadi
antara pemilik saham dan pimpinan perusahaan, antara pemilik saham majoritas dan
minoritas, antara pekerja dan pimpinan perusahaan, ada potensi mengenai
pelanggaran lindungan lingkungan, potensi kerawanan dalam hubungan antara
perusahaan dan masyarakat setempat, antara perusahaan dan pelanggan ataupun
pemasok, dan sebagainya. Bahkan besarnya gaji para eksekutif dapat merupakan
bahan kritikan.
Pada awalnya corporate governance hanya berkembang di Inggris dan
Amerika, tetapi seiring berkembangnya kompleksitas bisnis di berbagai negara di dunia
maka segara berkembang pula di negara-negara lain. Dalam corporate governance
selalu ada dua hal yang perlu diperhatikan. Apakah aturan atau sistem tata-kelola
sudah ada secara jelas, lengkap, dan tertulis ? Apakah aturan dan sistem yang sudah
jelas tersebut dilaksanakan dengan konsisten atau tidak ? Kedua hal tersebutlah yang
menentukan apakah sudah ada good corporate governance dalam suatu perusahaan.
Dewasa ini, corporate governance sudah bukan merupakan pilihan lagi bagi
pelaku bisnis, tetapi sudah merupakan suatu keharusan dan kebutuhan vital serta
sudah merupakan tuntutan masyarakat dengan adanya aturan-aturan dan regulasi
yang mengatur tentang bagaimana penerapan corporate governance yang baik. Bagi
Indonesia, perkembangan mengenai regulasi corporate governance bermula dari
usulan penyempurnaan peraturan pencatatan pada Bursa Efek Jakarta (sekarang
Bursa Efek Indonesia) yang mengatur mengenai peraturan bagi emiten yang tercatat di
BEJ yang mewajibkan untuk mengangkat komisaris independent dan membentuk
komite audit pada tahun 1998, Corporate Governance (CG) mulai di kenalkan pada
seluruh perusahaan public di Indonesia.
PENGERTIAN GCG
Good Corporate Governance (GCG) merupakan sistem yang mengatur dan
mengendalikan perusahaan yang menciptakan value added untuk semua stakeholder.
Corporate governance merupakan konsep yang didasarkan pada teori keagenan,
diharapkan dapat berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada investor
bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telah mereka investasikan.
Corporate governance berkaitan dengan bagaimana para investor yakin bahwa
manajer akan memberikan keuntungan bagi mereka, yakin bahwa manajer tidak akan
mencuri/menggelapkan atau menginvestasikan ke dalam proyek yang tidak
menguntungkan berkaitan dengan dana atau kapital yang telah ditanamkan oleh
investor.
Penerapan Good Corporate Governance merupakan kunci sukses bagi
perusahaan untuk memperoleh keuntungan dalam jangka panjang dan dapat bersaing
dengan baik dalam bisnis global. Salah satu manfaat dari pelaksanaan corporate
governance , yang sesuai dengan Forum for Corporate Governance Indonesia (FCGI)
adalah untuk meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses
pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional
perusahaan serta meningkatkan pelayanan kepada stakeholder. Oleh karena itu
sebagian besar perusahaan yang menerapkan GCG diduga memilki kinerja yang lebih
baik daripada kinerja perusahaan yan tidak menerapkan GCG, baik dari segi
operasional maupun kinerja keuangan.
MANFAAT GCG
Di beberapa negara seperti Indonesia dan AS, krisis ekonomi dan krisis pasar
modal disebabkan oleh buruknya knierja dari perusahaan-perusahaan publik yang
telah terdaftar di bursa. Hal ini dilatarbelakangi oleh praktik-prakik kecurangan yang
dilakukan oleh para eksekutifnya yang tentu saja merugikan perusahaan. Kerugian ini
akan sangat jelas terlihat ketika investor sudah tidak bersedia untuk menanamkan
modalnya karena kehilangan kepercayaan. Kemungkinan besar para investor akan
menarik modalnya besar-besaran dari bursa yang berdampak pada timbulnya tekanan
berat terhadap indeks harga saham. Dengan berbagai persoalan itu, GCG hadir
sebagai solusi untuk memulihkan kepercayaan para investor. Penerapan GCG sendiri
bertujuan untuk meningkatkan kinerja suatu organisasi atau perusahaan serta
memperkecil oraktik kecurangan oleh para pengelolanya.Tjager, dkk (2003, dalam
Agoes dan Ardana, 2009) mengemukakan lima alasan mengapa GCG ini dibutuhkan
atau bermanfaat:
1. McKinsay&Company melakukan survey dan hasilnya adalah para investor
cenderung menaruh kepercayaan kepada perusahaan di Asia yang melakukan
penerapan GCG.
2. Berbagai analisis menunjukkan bahwa terdapat suatu indikasi hubungan atau
keterkaitan antara krisis finansial dan kinerja atau tata kelola perusahaan.
3. Liberasasi pasar dan pasar modal menuntut perusahaan untuk menerapkan GCG.
4. Meskipun penerapan GCG ini tidak memulihkan krisis, maka GCG dapat menjadi
suatu sistem nilai yang baru menuju bisnis yang lebih sesuai.
5. Praktik GCG secara teoritis ternyata mampu meningkatkan nilai suatu organisasi
atau perusahaan.
Selanjutnya Indra Surya dan Ivan Yustiavandana (2007, dalam Agoes dan Ardana,
2009) menyatakan bahwa tujuan dan manfaat penerapan GCG diantaranya:
1. Akses terhadap investasi baik domestik maupun asing menjadi lebih mudah.
2. Biaya modal yang nantinya akan didapat lebih murah.
3. Keputusan yang diambil guna meningkatkan kinerja ekonomi perusahaan akan
menjadi lebih baik.
4. Terjadinya peningkatan keyakinan serta kepercayaan dari berbagai pemangku
kepentingan terhadap pengelolaan perusahaan.
5. Perlindungan bagi direksi dan komisaris dari tuntutan hukum
Dari berbagai penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa GCG ini menjadi sebuah
sistem kontrol bagi kinerja perusahaan. Akan tetapi, hal penting yang harus
diperhatikan ialah seberapapun hebatnya sistem yang mengatur akan sia sia jika
tingkat kesadaran pengelola masih rendah. Artinya, kunci utama kinerja perusahaan
tetap berada pada tingkat kesadaran orang-orang di dalamnya, tergantung pada
bagaimana mereka memahami hakikat manusia secara utuh.