Anda di halaman 1dari 13

Good Corporate Governance (GCG)

Tugas Mata Kuliah

Etika Bisnis dan Profesi

Oleh:

Danil Sofyanto Firmasyah 200810301120

Muhammad Samsyah Bayuaji R 200810301140

Rizky Nugroho Santoso 200810301113

Program Studi Akuntansi

Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Jember

2021
BAB I

PENDAHULUAN

Mulai populernya istilah “tata kelola perusahaan yang baik” atau yang lebih dikenal
dengan istilah asing good corporate governance (GCG) tidak dapat dilepaskan dari
maraknya skandal perusahaan yang menimpa perusahaan perusahaan besar, baik yang
di Indonesia maupun yang ada di Amerika Serikat. Awal terjadinya skandal skandal
perusahaan adalah diterapkannya sistem ekonomi kapitalis, yang mana kegiatan bisnis
dan kepemilikan perusahaan dikuasai oleh individu-individu/sektor swasta. Para pemilik
dan pengelola kelompok perusahaan-perusahaan ini bahkan mampu memengaruhi dan
mengarahkan berbagai kebijakan yang diambil oleh para pemimpin politik suatu Negara
untuk kepentingan kelompok perusahaan mereka dengan kekuatan uangnya.

Salah satu contoh akibat dari praktik bisnis yang tidak etis adalah krisis ekonomi
yang menimpa Indonesia dan beberapa negara Asia lainnya, seperti: Thailand, Korea
Selatan, Hongkong, Filipina, dan Malaysia serta mega skandal yang menimpa
perusahaan-perusahaan raksasa di Amerika Serikat. Tidak sulit untuk mencari penyebab
utama krisis dan mega skandal tersebut. Semua itu terjadi karena perilaku tidak etis,
bahkan cenderung kriminal yang dilakukan oleh para pelaku bisnis yang memang
dimungkinkan karena kekuatan mereka yang sangat besar di satu sisi, dan tidak
berdayanya aparat pemerintah dalam menegakkan hukum dan pengawasan atas perilaku
bisnis ini.

Tujuan utama dari Good Corporate Governance adalah untuk menciptakan sistem
pengendalian dan keseimbangan (check and balance) utuk mencegah penyalahgunaan
dari sumber daya dan tetap mendorong terjadinya pertumbuhan perusahaan (Nur ainy dan
Nurcahyo, 2013). Good Corporate Governance yang baik harus memberikan insentif yang
tepat bagi dewan dan manajemen untuk mengejar tujuan-tujuan bagi kepentingan
perusahaan dan pemegang sahamnya serta memfasilitasi pengawasan yang efektif
(OECD,2004).
BAB II

PEMBAHASAN

Latar Belakang Munculnya GCG

Populernya Good Corporate Governance (GCG) tidak lepas dari maraknya skandal
perusahaan-perusahaan besar, baik dari Indonesia maupun luar negeri. Runtuhnya sistem
ekonomi komunis, menjadikan sistem ekonomi kapitalis menjadi dominan di seluruh dunia.
Ciri utama sistem ekonomi kapitalis adalah kegiatan bisnis dan kepemilikan perusahaan
dikuasai oleh individu atau sektor swasta. Pemilik dan pengelola perusahaan-perusahaan
raksasa bahkan mampu memengaruhi dan mengarahkan berbagai kebijakan yang diambil
oleh para pemimpin politik suatu negara untuk kepentingan kelompok perusahaan mereka
dengan kekuatan uangnya. Kakuatan dan pengaruh perusahaan ini bisa jadi sangat besar
sehingga menjadi “monster raksasa” yang mendikte hampir seluruh hidup kita. Sering kali
terjadi pemerintah suatu negara yang menjadi kekuatan terakhir sebagai pengawas,
penegak hukum, dan pengendali perusahaan-perusahaan tidak berdaya menghadapi
penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh para pelaku bisnis yang berpengaruh
tersebut.

Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia dan beberapa negara Asia lainnya adalah
salah satu contoh akibat dari praktik bisnis yang tidak etis. Hal itu bisa terjadi karena
perilaku tidak etis dan bahkan bisa dikatakan cenderung kriminal yang dilakukan oleh para
pelaku bisnis yang mungkin karena kekuatan mereka yang terlalu besar, serta tidak
berdayanya pemerintah dalam menegakkan hukum dan pengawasan atas pelaku bisnis
ini.

Timbulnya krisis ekonomi di Indonesia disebabkan oleh tata kelola perusahaan yang
buruk dan tata kelola pemerintah yang buruk pula sehingga memberi peluang besar
timbulnya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Hal ini ditunjukkan pada beberapa fakta
berikut:
a. Mudahnya para spekulen mata uang untuk mempermainkan pasar valuta asing
karena tidak adanya alat kendali yang efektif.
b. Mudahnya para konglomerat memperoleh dana pinjaman.
c. Banyak direksi di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) termasuk di bank-bank
pemerintah juga tidak independen. Dalam mengambil kebijakan selalu ada campur
tangan dari oknum pejabat pemerintah.
d. Para komisaris di BUMN sering kali bukan orang yang profesional, melainkan
oknum-oknum birokrasi yang telah memasuki usia pensiun.
e. Banyak profesi yang berkaitan dengan kegiatan bisnis, seperti akuntan publik,
perusahaan penilai, konsultan keuangan, dan sebagainya yang mudah diajak
bekerja sama merekayasa laporan audit, laporan keuangan, dan laporan penilaian
harta perusahaan untuk berbagai keperluan seperti, tender, aplikasi kredit bank,
penerbitan saham di bursa, dan sebagainya.
f. Penyalahgunaan dana bantuan likuidasi Bank Indonesia (BLBI) oleh pemilik bank
dengan memindahkan dana ini ke rekening pribadi dan membiarkan bank mereka
tetap ambruk.

Untuk mengatasi hal-hal tersebut, terdapat undang-undang yang berisi mengenai tata
kelola perusahaan. Undang-undang dapat dijadikan acuan awal untuk menegakkan dan
menjabarkan tata kelola perusahaan yang baik. Salah satunya undang-undang yang
terkenal dengan nama Sarbanes-Oxley Act of 2002, yang dikeluarkan oleh Pemerintah
Amerika Serikat untuk mengatasi krisis ekonomi gelombang pertama pada awal tahun
2000-an. Undang-Undang ini berisi penataan kembali Akuntansi Perusahaan Publik, tata
kelola perusahaan, dan perlindungan terhadap investor. Oleh karena itu, Undang-Undang
ini menjadi acuan awal dalam menjabarkan dan menegakkan GCG, baik di AS maupun di
Indonesia.

Pengertian GCG

Istilah corporate governance pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury komite


Inggris di tahun 1922 yang menggunakan istilah tersebut dalam laporannya yang
kemudian dikenal sebagai Cadbury report. Forum for Corporate Governance in Indonesia
(FCGI) menyatakan bahwa GCG merupakan seperangkat peraturan yang mengatur
hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur,
pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya
yang berkaitan dengan hak hak dan kewajiban mereka; atau dengan kata lain suatu
sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan.

Prinsip-Prinsip GCG

1. Perlakuan yang setara (fairness)


Merupakan prinsip agar para pengelola memperlakukan semua pemangku
kepentingan secara adil dan setara baik pemangku kepentingan primer maupun
pemangku kepentingan sekunder.
2. Prinsip transparansi
Artinya kewajiban bagi para pengelola untuk menjalankan prinsip keterbukaan
dalam proses keputusan dan penyampaian informasi.
3. Prinsip akuntabilitas
Adalah prinsip dimana para pengelola berkewajiban untuk membina sistem
akuntansi yang efektif untuk menghasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya.
4. Prinsip responsibilitas
Adalah prinsip dimana para pengelola wajib memberikan pertanggungjawaban
atas semua tindakan dalam mengelola perusahaan kepada para pemangku
kepentingan sebagai wujud kepercayaan yang diberikan kepadanya. Prinsip tanggung
jawab ada sebagai konsekuensi logis dari kepercayaan dan wewenang yang
diberikan oleh para pemangku kepentingan kepada para pengelola perusahaan.
Tanggung jawab ini mempunyai 5 dimensi yaitu: ekonomi, hukum, moral, sosial, dan
spiritual.
5. Kemandirian
Artinya suatu keadaan dimana para pengelola dalam mengambil suatu keputusan
bersifat professional, mandiri, bebas dari konflik kepentingan, dan bebas dari
tekanan/pengaruh dari mana pun yang bertentangan dengan perundang-undangan
yang berlaku dan prinsip-prinsip pengelolaan yang sehat.

Manfaat GCG
Indra Surya dan Ivan Yustiavandana (2007) mengatakan bahwa tujuan dan
manfaat dari penerapan GCG adalah:

1. Memudahkan akses terhadap investasi domestik maupun asing


2. Mendapatkan biaya modal (cost of capital) yang lebih murah
3. Memberikan keputusan yang lebih baik dalam meningkatkan kinerja ekonomi
perusahaan
4. Meningkatkan keyakinan dan kepercayaan dari para pemangku kepentingan terhadap
perusahaan
5. Melindungi direksi dan komisaris dari tuntutan hukum.

GCG dan Hukum Perseroan di Indonesia

Kegiatan perusahaan (perseroan) di Indonesia didasarkan atas payung hukum


Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Namun Undang-
Undang ini kemudian dicabut dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007.
Sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat 1 UU Nomor 40 Tahun 2007, yang dimaksud
dengan Perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan
berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya
terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang
ini serta peraturan pelaksanaannya.

Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 tidak mengatur


secara eksplisit tentang GCG. Meskipun begitu, Undang-Undang ini mengatur secara
garis besar tentang mekanisme hubungan, peran, wewenang, tugas dan tanggung jawab,
prosedur dan tata cara rapat, serta proses pengambilan keputusan dari organ minimal
yang harus ada dalam perseroan, yaitu Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi,
dan Dewan Komisaris.

Organ Khusus Dalam Penerapan GCG

Meskipun ketentuan mengenai organ perseroan telah diatur dalam Undang-


Undang perseroan terbatas Nomor 40 Tahun 2007 dan selanjutnya dituangkan kembali di
dalam Anggaran Dasar Perseroan, namun dalam prakteknya organ ini belum mampu
menjamin terselenggaranya tata kelola perusahaan yang sehat. Indra Surya dan Ivan
yustiavandana (2006) menyebutkan paling tidak diperlukan 4 organ tambahan untuk
melengkapi penerapan GCG, yaitu:

1. Komisaris Independen
2. Direktur Independen
3. Komite Audit
4. Sekretaris Perusahaan (Corporate Secretary)

Komisaris dan Direktur Independen

Indra Surya dan Ivan Yustiavandana (2006) mengungkapkan ada dua pengertian
independen terkait dengan konsep komisaris dan direktur independen tersebut. Pertama,
komisaris dan direktur independen adalah seseorang yang ditunjuk untuk mewakili
pemegang saham independent. Kedua, komisaris dan direktur independen adalah pihak
yang ditunjuk tidak dalam kapasitas mewakili pihak manapun dan semata-mata ditunjuk
berdasarkan latar belakang pengetahuan, pengalaman, dan keahlian profesional yang
dimilikinya untuk sepenuhnya menjalankan tugas demi kepentingan perusahaan.

Selain kedua pengertian tersebut, sebenarnya masih ada pengertian ketiga yang
biasa dipakai dalam kode etik akuntan public, yang dalam konteks ini sering dikenal
dengan istilah independent in fact dan independent in appearance. Independent in fact
menekankan sikap mental dalam mempengaruhi keputusan dan tindakan yang semata-
mata didasarkan atas pertimbangan profesionalisme dari dalam diri yang bersangkutan
tanpa campur tangan pengaruh atau tekanan dari pihak luar. Sementara itu, independent
in appearance dilihat dari sudut pandang pihak luar yang mengharapkan calon yang
bersangkutan secara fisik tidak mempunyai hubungan darah dengan perusahaan dan/atau
dengan para pemangku kepentingan lainnya yang dapat menimbulkan keraguan bagi
pihak luar tentang kenetralan yang bersangkutan.

Komite Audit

Sebagaimana dinyatakan oleh Hasnati, tugas, tanggung jawab, dan wewenang


Komite Audit adalah membantu dewan komisaris, antara lain:

1. Mendorong terbentuknya struktur pengendalian intern yang memadai


2. Meningkatkan kualitas keterbukaan dan laporan keuangan
3. Mengkaji ruang lingkup dan ketepatan audit eksternal, kewajaran biaya audit
eksternal, serta kemandirian dan objektivitas audit eksternal
4. Mempersiapkan surat uraian tugas dan tanggung jawab komite audit selama tahun
buku yang sedang diperiksa eksternal audit.

Sekretaris Perusahaan (Corporate Secretary)

Jabatan sekretaris perusahaan menempati posisi yang sangat tinggi dan strategis
karena orang yang dalam jabatan ini berfungsi sebagai pejabat penghubung (liason
officer) atau semacam public relations/investor relations antara perusahaan dengan pihak
di luar perusahaan, khususnya bagi perusahaan-perusahaan besar yang telah
mendaftarkan sahamnya di bursa.

GCG Dalam Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

Menyadari masih rendahnya kinerja BUMN serta mengingat modal yang telah
disetor dan harta yang telah tertanam pada BUMN sangat besar, maka pemerintah melalui
Kementerian Negara BUMN mewajibkan semua BUMN menerapkan tata kelola
perusahaan yang sehat (good corporate governance). Adapun tujuan GCG menurut
Keputusan Menteri Negara BUMN Nomor Kep-117/M-MBU/2002 adalah sebagai berikut:

1. Memaksimalkan nilai BUMN dengan cara meningkatkan prinsip keterbukaan,


akuntabilitas, dapat dipercaya, bertanggung jawab, dan adil agar perusahaan memiliki
daya saing yang kuat, baik secara nasional maupun internasional.
2. Mendorong pengelolaan BUMN secara professional, transparan, dan efisien, serta
memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian organ.
3. Mendorong agar organ dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan
dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan yang berlaku, serta kesadaran akan adanya tanggung jawab sosial BUMN
terhadap para pemangku kepentingan maupun kelestarian lingkungan di sekitar
BUMN.
4. Meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian nasional
5. Menyukseskan program privatisasi
Adapun prinsip-prinsip GCG diatur dalam pasal 3 yaitu: transparansi, kemandirian,
akuntabilitas, pertanggungjawaban, dan kewajaran (fairness).

GCG DAN PENGAWASAN PASAR MODAL DI INDONESIA

Pasar modal adalah tempat dimana berbagai instrumen keuangan (atau sekuritas)
jangka panjang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk utang maupun modal sendiri, baik
yang diterbitkan pemerintah, public authirities, maupun perusahaan swasta (Suad Husnan,
1996). Jika dibandingkan dengan pasar keuangan, jangkauan pasar modal lebih sempit
karena hanya memperjualbelikan instrumen keuangan jangka panjang, seperti obligasi,
saham, dan instrumen derivatif. Keberadaan pasar modal dipengaruhi oleh lembaga-
lembaga dan unsur-unsur penunjang pasar modal, yaitu antara lain: Badan Pengawas
Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam LK), Bursa Efek, Lembaga Kliring,
Emiten, Underwriter, investor/calon investor, akuntan publik, notaris, konsultan hukum,
dan konsultan keuangan.

Fungsi dan peran Bapepam LK sangatlah penting karena mendapat wewenang


dari pemerintah untuk mengawasi semua lembaga terkait dan membuat peraturan yang
harus dipatuhi oleh semua lembaga terkait agar kegiatan pasar modal di bursa dapat
berjalan secara adil, efektif, dan efisien. Kegiatan pasar modal dianggap adil (fair) apabila
semua pihak tidak merasa dirugikan oleh kegiatan di bursa tersebut. Kemudian disebut
efektif apabila para investor dan calon investor tertarik untuk melakukan transaksi di
bursa. Dan kegiatan pasar modal dianggap efisien bila semua lembaga merasa bahwa
penyelenggaraan kegiatan di bursa tersebut dapat terselenggara dengan cepat tanpa
dibebani biaya berlebihan. Fungsi Bapepam LK adalah memastikan agar semua lembaga
penunjang yang terkait di bursa menjalankan tata kelola lembaga masing-masing secara
sehat dan mematuhi berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Banyak undang-undang dan peraturan yang diterbitkan oleh pemerintah Indonesia


dan dikeluarkan oleh Bapepam LK, yang berhubungan dengan tata kelola yang sehat
yang ditujukan pada lembaga-lembaga penunjang, antara lain:

1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal


2. Peraturan Bapepam Nomor IX.D.1 tentang Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu
3. Peraturan Bapepam Nomor VIII.G.2 tentang Laporan Keuangan
4. Peraturan Bapepam Nomor IX.E.1 tentang Benturan Kepentingan Traksaksi
Tertentu
5. Peraturan Bapepam Nomor IX.E.2 tentang Transaksi Material dan Perubahan
Kegiatan Usaha
6. Peraturan Bapepam Nomor IX.G.1 tentang Penggabungan usaha dan Peleburan
Perusahaan Publik dan Emiten
7. Peraturan Bapepam Nomor IX.I.1 tentang Rencana dan Pelaksanaan RUPS
8. Peraturan Bapepam Nomor IX.J.1 tentang Pokok-Pokok Anggaran Dasar
Perseroan Melakukan Penawaran Umum Efek bersifat Ekuitas dan Perusahaan
Publik
9. Peraturan Bapepam Nomor X.K.5 tentang Keterbukaan Informasi Bagi Emiten atau
Perusahaan Publik yang Dimohonkan Pernyataan Pailit
10. Dan sebagainya.

GCG PERBANKAN DI INDONESIA

Krisis ekonomi di Indonesia yang terjadi pada tahun 1998 diawali oleh krisis
moneter yang menimpa dunia perbankan Indonesia, dari peristiwa tersebut menunjukan
bahwa tata kelola perbankan Indonesia masih sangat lemah. Menyadari hal itu Bank
Indonesia dalam upayanya menata kembali manajemen dan kegiatan perbankan di
Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 Tanggal 30
Januari 2006 tentang Implementasi GCG oleh Bank-Bank Komersial. Secara garis besar,
peraturan ini mengatur tentang:

a. Prosedur pengelolaan melalui penerapan prinsip transparansi, akuntabilitas,


tanggung jawab, indpendensi, dan kesetaraan (Pasal1 ayat 6)
b. Tujuan implementasi GCG (pasar 2), minimal untuk merealisasikan:
 Kejelasan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisiaris dan Dewa Direksi
 Kelengkapan dan implementasi tugas komite dan unit pelaksana fungsi
internal audit bank
 Kinerja ketaatan, fungsi auditor internal dan ekternal
 Implementasi manajemen risiko termasuk sistem pengendalian internal
 Ketentuan dana pihak terkait dan dana dalam jumlah besar
 Rencana strategis bank
 Transparansi kondisi keuangan dan non keuagan
c. Jumlah, komposisi, kriteria dan independensi Dewan Komisiaris (bab II pasal 4-18)
d. Jumlah, komposisi, kriteria dan independensi Dewan Direksi (bab II pasal 19-37)
e. Komite (bab IV pasal 38-48)
f. Ketaatan, funsi auditor ekternal dan Internal (bab V pasal 49-52)
g. Implementasi manajemen risiko (bab IV pasal 53)
h. Ketentuan dana (bab VII pasal 54-55)
i. Rencana strategis bank ( bab VIII pasal 56)
j. Aspek transparansi kondisi bank (bab IX pasal 57-58)
k. Konflik kepentingan dan pelaporan internal (bab X pasal 59-60)
l. Laporan dan asesmen implementasi GCG (bab XI pasal 61-66)
m. Implementasi GCG di cabang luar negeri (bab XII pasal 67-68)
n. Sanksi sanksi (bab XIII pasal (69-75)
o. Ketentuan peralihan (bab XIV pasal 76-77)
p. Ketentuan penutup (bab XV pasal 78)
BAB III

KESIMPULAN

Good governance dapat diartikan sebagai kepemerintahan yang baik atau


penyelenggaraan pemerintahaan yang bersih dan efektif, sesuai dengan peraturan dan
ketentuan yang berlaku. Pemerintahan mencakup ruang lingkup yang luas, termasuk
bidang politik, ekonomi dan sosial mulai dari proses perumusan kebijakan dan pengmbilan
keputusan hingga pelaksanaan dan pengawasan. Adapun prinsip Corporate governance
yang diterbitkan oleh OECD dalam hubungannya dengan tata kelola Badan Usaha Milik
Negara (BUMN), Menteri Negara BUMN juga mengeluarkan keputusan Nomor Kep-
117/M-MBU/2002 tentang Penerapan GCG. Ada lima prinsip menurut keputusan ini,
yaitu :

1. Kewajaran (fairness)
2. Tranparansi
3. Akuntabilitas
4. Pertanggungjawaban
5. Kemandirian

Banyak sudah terjadi kejahatan ekonomi dan kecurangan bisnis yang dilakukan oleh
banyak korporasi atau pelaku bisnis dan ekonomi yang telah merugikan warga negara,
masyarakat bahkan merugikan Negara, setidaknya dalam segi finansial (pajak) dan
kepercayaan publik terhadap peranan Negara (pemerintah) dalam mengawasi dinamika
ekonomi, khususnya proses produksi, eksplorasi, dan eksploitasi sumber-sumber
kekayaan alam dan pelestarian lingkungan hidup.
REFERENSI

Agoes, Sukrisno. (2014). Etika Bisnis dan Profesi Tantangan Membangun Manusia.
Jakarta: Salemba Empat.

Anda mungkin juga menyukai