Anda di halaman 1dari 9

Nama : M.

Raihan Fadillah
NIM : 1802111525
Mata Kuliah : Tata Kelola Perusahaan
Materi : GCG di Dunia, Di Asia, dan Di Indonesia

1. GOOD CORPORATE GOVERNANCE DI DUNIA

Pemicu Timbulnya Good Corporate Governance di Dunia


Pada awal dekade 2000an dunia dikejutkan oleh tumbangnya perusahaan –
perusahaan raksasa terkemuka di berbagai negara industri maju termasuk Amerika Serikat,
Inggris, Itali, Australia, Singapura, dan Hongkong. Regulator pemerintah tiap negara dan
pakar manajemen memberikan kesimpulan bahwa penyebab utama tumbangnya perusahaan
perusahaan besar tersebut adalah karena lemahnya penerapan prinsip – prinsip good
corporate governance mereka.
Kelemahan corporate governance tersebut antara lain ditandai oleh berbagai macam
hal, diantaranya yaitu :
1. Renggangnya hubungan antara para pemegang saham dengan manajemen perusahaan.
2. Lemahnya peranan dewan pengurus dalam mengarahkan dan mengendalikan
kebijaksanaan dan pengelolaan harta, utang, dan operasi bisnis perusahaan.
3. Semakin bebasnya manajemen perusahaan mengelola dan mengambil keputusan –
keputusan penting yang bersangkutan dengan kelangsungan hidup perusahaan.
4. Tidak transparan, akurat, dan tepat waktunya penyampaian laporan perkembangan bisnis
dan laporan keuangan oleh manajemen perusahaan kepada para pemegang saham dan
kreditur.
5. Dalam banyak kasus auditor yang mengaudit laporan keuangan perusahaan tidak bekerja di
bawah pengawasan langsung dari komite audit
Kelemahan - kelemahan corporate governance itulah yang memberikan peluang
dewan pengurus dan manajemen perusahaan yang memiliki moral dan etika bisnis yang
buruk mengelola perusahaan demi kepentingan pribadi atau golongan mereka bukan demi
kepentingan perusahaan. Dalam melakukan penyalah gunaan jabatan tersebut tidak sedikit
manajemen perusahaan berkolusi dengan institusi profesi papan atas seperti penasehat
hukum, perusahaan konsultan, dan perusahaan akuntan publik. Skandal bisnis perusahaan –
perusahaan raksasa dunia tersebut telah melukai kehidupan ekonomi banyak negara. Dampak
negatif skandal tersebut antara lain adalah menurunnya kepercayaan investor untuk
menanamkan dananya dalam perdagangan surat berharga. Selain itu bank dan lembaga
keuangan non –bank lebih selektif dalam menyalurkan kredit mereka. Sejak terjadinya
skandal bisnis tersebut diatas para investor surat berharga dan bank - bank kreditur sadar
bahwa hak dan kepentingan mereka di perusahaan dimana mereka menanamkan dananya
tidak sepenuhnya terlindungi.
3 Reaksi Dunia Internasional
Kejatuhan perusahaan raksasa multinasional pada awal tahun 2000an menyadarkan
masyarakat bisnis dan pemerintah bahwa corporate governance di negara mereka perlu di
reformasi. Dua negara yang paling serius menangani imbas skandal perusahaan – perusahaan
publik di dunia itu adalah Inggris dan Amerika Serikat. Hal itu disebabkan karena pasar
modal di kedua negara itu merupakan motor perkembangan ekonomi mereka.
Reaksi pemerintahan kerajaan Inggris terhadap skandal yang terjadi di perusahaan –
perusahaan serta kejatuhan perusahaan publik adalah :
1. Pemerintah Inggris mengeluarkan pendapat tentang reformasi persyaratan perusahaan
publik. Pendapat tersebut dituangkan dalam sebuah makalah yang berjudul Modernizing
Company Law. Selain itu regulator keuangan Inggris The Financial Service Authority (FSA)
menerbitkan pedoman tentang penyusunan laporan keuangan perusahaan public, dimana
mereka diharuskan untuk mengungkapkan secara transparan semua transaksi bisnis yang
dilakukan.
2. Pemerintah Inggris membentuk komite – komite corporate governance. Komite tersebut
menyusun laporan – laporan yang memuat pendapat dan saran bagaimana cara
memperbaharui peraturan tentang corporate governance dan nantinya perusahaan –
perusahaan harus mematuhi saran – saran yang diajukan komite tersebut.
Reaksi Amerika Serikat terhadap skandal yang terjadi di perusahaan – perusahaan
serta kerjatuhan perusahaan publik adalah :
1. Pemerintah Amerika Serikat mengundangkan undang – undang tentang reformasi
corporate governance yang disebut Sarbanes Oxley Act yang memuat tentang ketentuan
ketentuan baru yang tegas tentang perlindungan hak dan kepentingan pemegang saham dan
karyawan perusahaan publik. Selain itu Sarbanes Oxley Act menentukan bahwa anggota
dewan pengurus wajib menguasai dasar – dasar ilmu manajemen keuangan.
2. Sarbanes Oxley Act mewajibkan perusahaan melakukan pengungkapan laporan keuangan
secara transparan serta diwajibkan untuk menggunakan auditor independen dan menerapkan
standar auditing yang ditetapkan US Public Accounting Oversight Board (PCAOB).
3 Reaksi Australia terhadap skandal yang terjadi di perusahaan – perusahaan
serta kerjatuhan perusahaan publik adalah :
1. Pemerintah Australia menerbitkan pedoman good corporate governance bagi perusahaan –
perusahaan publik serta memperbaharui undang – undang tentang perusahaan Australia.
2. Pemerintah Australia menyusun program untuk meninjau kembali regulasi audit dan
pengungkapan informasi perusahaan yang disebut Corporate Law Economic Reform Program
(CLERP). Program tersebut juga mengaktifkan partisipasi pemegang saham dalam
meningkatkan akuntabilitas dan transparansi perusahaan – perusahaan public.
4 Perkembangan Good Corporate Governancen Corporate governance sudah bukan
merupakan pilihan lagi bagi pelaku bisnis, tetapi sudah merupakan suatu keharusan dan
kebutuhan vital serta sudah merupakan tuntutan masyarakat. Setiap tindakan
memerlukan\pertanggungjawaban yang baik. Penerapan GCG didukung oleh Organisation
for Economic Cooperation and Development dengan penerbitan prinsip prinsip GCG yang
bertujuan untuk membantu negara-negara baik negara anggota OECD maupun bukan anggota
OECD untuk menerapkan GCG di negaranya terutama untuk dapat menyediakan pedoman
dan saran-saran bagi bursa saham, investor, perusahaan, dan pihak-pihak lain yang memiliki
peranan dalam proses pengembangan GCG.

2. GOOD CORPORATE GOVERNANCE DI ASIA

Good Corporate Governance menjadi penting untuk Asia dalam beberapa tahun
terakhir dengan sebagian besar pasar telah memperkenalkan peraturan yang komprehensif.
Regulator perusahaan dan investor memiliki peran penting dalam Good Corporate
Governance. Meskipun masih ada beberapa kekurangan dalam kerangka peraturan di banyak
negara di kawasan Asia ini yang berfungsi untuk melumpuhkan manfaat apa yang telah
dicapai. Meskipun ada perusahaan yang sadar melebihi standar tata kelola juga ada bukti
yang jelas bahwa pendekatan terhadap masalah pemerintahan oleh banyak perusahaan di Asia
berjumlah lebih sedikit. Hal ini menunjukkan hubungan yang kuat antara praktik Good
Corporate Governance yang baik dan keuntungan finansial.

2.1 Pedoman Good Corporate Governance Di Malaysia


Pedoman Good Corporate Governance (The Malaysian Code on Corporate
Governance) iniditerbitkan oleh Bursa Efek Malaysia dan kewajiban untuk melaksanakan
Pedoman inidiatur dalam peraturan tentang pencatatan efek di bursa efek tersebut. Pedoman
iniditerbitkan pada tahun 2007 dan merupakan revisi atas pedoman yang
diterbitkansebelumnya.

1. Metode penerapan Pedoman Good Corporate Governance


Penerapan Pedoman Good Corporate Governance bagi perusahaan bersifat complyand
explain. Dengan demikian tidak ada sanksi apabila perusahaan tidak menerapkan seluruh
aspek dalam Pedoman tersebut. Bagi perusahaan yang tercatat di bursa efek Malaysia, prinsip
prinsip Good Corporate Governance dan praktik-praktik terbaik yang telah diterapkan
perusahaan wajib diungkapkan dalam laporan tahunan. Perusahaanjuga wajib
mengidentifikasi prinsip dan praktik terbaik yang tidak dilaksanakan disertaialasan atas
ketidakpatuhan tersebut. Apabila perusahaan mengadopsi praktek tatakelola negara lain, hal
ini juga harus diungkapkan.

2. Sanksi atas ketidakpatuhan terhadap Pedoman Good Corporate Governance


Penerapan Pedoman Good Corporate Governance bersifat comply and
explains sehingga tidak terdapat sanksi dalam hal perusahaan tidak menerapkan seluruh
aspek dalam Pedoman Good Corporate Governance. Namun terdapat kewajiban untuk
mengungkapkan pelaksanaan dari Pedoman tersebut dalam laporan tahunan. Dengan
demikian bagi perusahaan yang tercatat atau akan mencatatkan sahamnya di bursatidak
mengungkapkan dalam laporan tahunannya terkait dengan penerapan tata kelola, Bursa
Malaysia dapat mengambil tindakan terhadap perusahaan atau direksisebagaimana tercantum
dalam Persyaratan Listing di Bursa Malaysia.

3. Ruang lingkup Pedoman Good Corporate Governance


Pedoman Good Corporate Governanc terdiri dari tiga bagian yaitu :
a) Bagian 1 :
Memuat prinsip-prinsip Good Corporate Governance yang luas yang berlaku di Malaysia.
Tujuan dari prinsip-prinsip ini adalah untuk memungkinkan fleksibilitas perusahaan dalam
menerapkan prinsipprinsip sesuai dengan keadaan masingmasing perusahaan.
b) Bagian 2 :
Menetapkan praktik-praktik terbaik dalam tata kelola perusahaan. Mengidentifikasi
seperangkat pedoman atau praktek yang dimaksudkan untuk membantu perusahaan dalam
merancang pendekatan mereka terhadap tata kelola perusahaan yang baik bagi
perusahaannya.
c) Bagian 3 :
Dorongan atau himbauan bagi pihak-pihak selain tersebut di atas yang bersifat sukarela. Hal
ini tidak ditujukan kepada perusahaan yang terdaftar tetapi untuk investor dan auditor untuk
meningkatkan peran mereka dalam tata kelola perusahaan. Adapun ruang lingkup dari
Pedoman Good Corporate Governance tersebut adalah :
 The Board Structure, Duties and Effectiveness
 The Audit Committee and its Challenges
 Assessing the Risk and Control Environment
 Effective Oversight of Financial Reporting
 Internal and External Audit: “Eyes And Ears” of Audit Committee
 Conflict of Interest and Related Party Transactions
 Nominating Committee
 Remuneration Committee
 Shareholder Relations

2.2 Pedoman Good Corporate Governance Di Singapura


1. Metode Penerapan Pedoman Good Corporate Governance
Metode penerapan Pedoman Good Corporate Governance bersifat comply and explain.
Selanjutnya berdasarkan ketentuan pencatatan efek di Bursa efek Singapore mengharuskan
perusahaan tercatat untuk mengungkapkan praktik tata kelola mereka dalam laporan tahunan
dengan referensi khusus kepada prinsip-prinsip yang terdapat dalam Pedoman. Perusahaan
juga wajib mengungkapkan dan menjelaskan setiap perbedaan pelaksanaannya dari Pedoman
tersebut. Perusahaan juga didorong untuk melakukan konfirmasi positif tentang pemenuhan
prinsip-prinsip tata kelola dan mengungkapkan setiap ketidak patuhan terhadap prinsip-
prinsip tersebut dalam laporan tahunan perusahaan.

2. Sanksi atas ketidakpatuhan


Penerapan Pedoman Good Corporate Governance oleh perusahaan hanya bersifat
voluntary. Oleh karena itu, tidak ada sanksi bagi perusahaan yang tidak menerapkannya.
Akan tetapi, perusahaan harus menjelaskan dengan rinci alasan untuk tidak menerapkannya.

3. Ruang lingkup Pedoman Good Corporate Governance


Ruang lingkung Tata Kelola perusahaan
a) Board Matters
b) Remuneration Matters
c) Accountability and Audit
d) Communication with Shareholders
e) Disclosure of Corporate Governance Arrangements

2.3 Pedoman Good Corporate Governance Di Thailand

1. Metode Penerapan Pedoman Good Corporate Governance


Metode penerapan Pedoman Good Corporate Governance di Thailandbersifat
Comply or Explain . Oleh karena itu, Stock Exchange of Thailand(SET) mengharapkan
perusahaan untuk mengikuti Pedoman Good Corporate Governance tersebut. Selain itu,
perusahaan dapat mengadaptasi prinsipprinsip Good Corporate Governance sesuai kebutuhan
fungsional tiap perusahaan. Bagi perusahaan yang memilih untuk tidak mematuhi prinsip
Good Corporate Governance, diharuskan menjelaskan secara rinci alasan untuk tidak
menerapkannya.Perusahaan Tercatat telah diminta untuk mulai mengungkapkan pelaksanaan
prinsip-prinsip Good Corporate Governance pada tahun 2007 pada Laporan Tahunan
perusahaan. Selain itu, perusahaan yang terdaftar harus mengungkapkan penerapan prinsip-
prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) melalui media
komunikasi yang yang paling nyaman bagi Perusahaan, pemegang saham, investor,
stakeholder lainnya dan pihak-pihak terkait. Salah satu saluran yang disarankan adalah situs
web perusahaan.

2. Sanksi atas ketidakpatuhan


Penerapan Pedoman Good Corporate Governance oleh perusahaan hanya bersifat
voluntary. Oleh karena itu, tidak ada sanksi bagi perusahaan yang tidak menerapkannya.
Akan tetapi, perusahaan harus menjelaskan dengan rinci alasan untuk tidak menerapkannya.

3. Ruang lingkup Pedoman Good Corporate Governance


Prinsip-prinsip dan praktek-praktek terbaik Good Corporate
Governance Perusahaan tercatat yang direkomendasikan oleh SET (Stock Exchange of
Thailand) mencakup 5 kategori yaitu:
a Hak Pemegang Saham (Rights of Shareholders)
b Perlakuan Adil kepada Pemegang Saham (Equitable Treatment of Shareholders)
c Peran Pemangku Kepentingan (Role of Stakeholders)
d Keterbukaan dan Transparansi (Disclosure and Transparency)
e Tanggung Jawab Dewan Direksi (Responsibilities of the Board)

2.3 GOOD CORPORATE GOVERNANCE DI INDONESIA


Sulit dipungkiri, selama sepuluh tahun terakhir ini, istilah Good Corporate
Governance (GCG) kian populer. Tak hanya populer, istilah tersebut juga ditempatkan di
posisi terhormat. Pertama, GCG merupakan salah satu kunci sukses perusahaan untuk
tumbuh dan menguntungkan dalam jangka panjang, sekaligus memenangkan persaingan
bisnis global. Kedua, krisis ekonomi di kawasan Asia dan Amerika Latin yang diyakini
muncul karena kegagalan penerapan GCG. Pada tahun 1999, kita melihat negara-negara di
Asia Timur yang sama-sama terkena krisis mulai mengalami pemulihan, kecuali Indonesia.
Harus dipahami bahwa kompetisi global bukan kompetisi antarnegara melainkan
antarkorporat di negara-negara tersebut. Jadi menang atau kalah, menang atau terpuruk, pulih
atau tetap terpuruknya perekonomian satu negara bergantung pada korporat masing-masing .
Pemahaman tersebut membuka wawasan bahwa korporat kita belum dikelola secara benar.
Dalam bahasa khusus, korporat kita belum menjalankan governansi . Survey dari Booz-Allen
di Asia Timur pada tahun 1998 menunjukkan bahwa Indonesia memiliki indeks corporate
governance paling rendah dengan skor 2,88 jauh di bawah Singapura (8,93), Malaysia (7,72)
dan Thailand (4,89). Rendahnya kualitas GCG korporasi-korporasi di Indonesia ditengarai
menjadi kejatuhan perusahaanperusahaan tersebut.

2 Tahap-Tahap Penerapan GCG


Salah satu tujuan utama ditegakannya good corporate governance ialah untuk menciptakan
sistem yang dapat menjaga keseimbangan dalam pengendalian perusahaan sedemikian rupa
sehingga mampu mengurangi peluang terjadinya kesalahan mengelola (miss management),
menciptakan insentif bagi manajer untuk memaksimumkan produktivitas penggunaan aset
sehingga menciptakan nilai tambah perusahaan yang optimal. Dalam pelaksanaan penerapan
GCG di perusahaan adalah penting bagi perusahaan untuk melakukan pentahapan yang
cermat berdasarkan analisis atas situasi dan kondisi perusahaan, dan tingkat kesiapannya,
sehingga penerapan GCG dapat berjalan lancar dan mendapat dukungan dari seluruh unsur di
dalam perusahaan. Beberapa tahapan dalam menerapkan GCG yaitu:

1. Tahap persiapan
Tahap ini terdiri atas tiga langkah utama yaitu:
Awareness Building
Awareness Building merupakan langkah sosialisasi awal untuk membangun kesadaran
mengenai arti pentingnya GCG dan komitmen bersama dalam penerapannya. Upaya ini dapat
dilakukan dengan meminta bantuan tenaga ahli independen dari luar perushaan. Kegiatan
dapat dilakukan melalui seminar, lokakarya, dan diskusi kelompok.
GCG Assessment
GCG Assessment merupakan upaya untuk mengukur atau memetakan kondisi perusahaan
dalam penerapan GCG saat ini. Langkah ini perlu guna memastikan titik awal atau level
penerapan GCG dan untuk mengidentifikasi langkah-langkah yang tepat guna
mempersiapkan infrastruktur dan struktur perusahaan yang kondusif bagi penerapan GCG
secara efektif.
GCG Manual Building
GCG Manual Building adalah langkah berikutnya setelah GCG Assessment dilakukan.
Berdasarkan hasil pemetaan tingkat kesiapan untuk kesiapan perusahaan dan upaya
identifikasi prioritas penerapannya, penyusunan manual atau pedoman implementasi GCG
dapat disusun.

2. Tahap implementasi
Tahap ini terdiri atas tiga langkah utama yaitu:
Sosialisasi
Sosialisasi diperlukan untuk memperkenalkan kepada seluruh perusahaan berbagai aspek
yang terkait dengan implementasi GCG khususnya mengenai pedoman penerapan GCG.
Upaya sosialisasi perlu dilakukan dengan suatu tim khusus yang dibentuk untuk itu, langsung
berada dibawah pengawasan Direktur Utama.
Implementasi
Implementasi adalah kegiatan yang dilakukan sejalan dengan pedoman GCG yang ada,
berdasarkan roadmap yang telah disusun. Implementasi harus bersifat top down approach
yang melibatkan Dewan Komisaris dan Direksi perusahaan.
Internalisasi
Internalisasi mencakup upaya-upaya untuk memperkenalkan GCG di dalam seluruh proses
bisnis perusahaan melalui berbagai prosedur operasi, sistem kerja, dan berbagai peraturan
perusahaan. Dengan upaya ini dapat dipastikan bahwa penerapan GCG bukan sekadar
dipermukaan atau sekadar suatu kepatuhan yang bersifat superficial, tetapi benar-benar
tercermin dalam seluruh aktivitas perusahaan.

3. Tahap evaluasi
Tahap evaluasi adalah tahap yang perlu dilakukan secara teratur dari waktu ke waktu untuk
mengukur sejauh mana efektifitas penerapan GCG telah dilakukan dengan meminta pihak
independen melakukan audit implementasi dan scoring atas praktek GCG yang ada. Dalam
hal membangun GCG, dan terkait dengan pengembangan sistem, yang diharapkan akan
mempengaruhi perilaku setiap individu dalam perusahaan yang pada gilirannya akan
membentuk kultur perusahaan yang bernuansa GCG, maka diperlukan langkah-langkah
berikut:
1. Menetapkan visi, misi, rencana strategis, tujuan perusahaan, serta system operasional
pencapaiannya secara jelas;
2. Mengembangkan suatu struktur yang menjaga keseimbangan peran dan fungsi organ
perusahaan (check and balance);
3. Membangun sistem informasi, baik untuk keperluan proses pengambilan keputusan
maupun keperluan keterbukaan informasi material dan relevan mengenai perusahaan;
4. Membangun sistem audit yang handal, yang tak terbatas pada kepatuhan terhadap
peraturan dan prosedur operasi standar, tetapi juga mencakup pengendalian risiko
perusahaan;
5. Membangun sistem yang melindungi hak-hak pemegang saham secara adil dan setara
diantara pemegang saham;
6. Membangun sistem pengembangan SDM, termasuk pengukuran kinerjanya.

3.3 Penerapan GCG di Indonesia


Krisis ekonomi yang menghantam Asia yang terjadi beberapa tahun lalu. ternyata
berdampak luas teutama dalam merontokkan rezim-rezim politik yang berkuasa di Korea
Selatan, Thailand, dan Indonesia. Ketiga Negara yang diawal tahun 1990-an dipandang
sebagai “the Asian tiger”, harus mengakui bahwa pondasi ekonomi mereka rapuh, yang pada
akhirnya merambah pada krisis politik.
Setelah itu, sejak krisis tersebut melanda, kita sekarang dapat melihat pertumbuhan
kembali Negara-negara yang amat terpukul oleh krisis tersebut. Korea Selatan yang pernah
terjangkit kejahatan financial yang melibatkan para eksekutif puncak perusahaan-perusahaan
blue-chip, kini telah pulih.
Kajian yang dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB) menunjukkan beberapa faktor
yang memberi kontribusi pada krisis di Indonesia. Pertama, konsentrasi kepemilikan
perusahaan yang tinggi; kedua, tidak efektifnya fungsi pengawasan dewan komisaris, ketiga;
inefisiensi dan rendahnya transparansi mengenai prosedur pengendalian merger dan akuisisi
perusahaan; keempat, terlalu tingginya ketergantungan pada pendanaan eksternal; dan
kelima, ketidak memadainya pengawasan oleh para kreditor. Tantangan terkini yang dihadapi
masih belum dipahaminya secara luas prinsip-prinsip dan praktek good corporate
governance oleh kumunitas bisnis dan publik pada umumnya (Daniri, 2005). Akhirnya
komunitas internasional masih menempatkan Indonesia pada urutan bawah rating
implementasi GCG
sebagaimana dilakukan oleh Standard & Poor, CLSA, Pricewaterhouse Coopers, Moody`s
Morgan, and Calper`s. Kajian Pricewaterhouse Coopers yang dimuat di dalam Report on
Institutional investor Survey (2002) menempatkan Indonesia di urutan paling bawah bersama
China dan India dengan nilai 1,96 untuk transparansi dan keterbukaan. Jika dilihat dari
ketersediaan investor untuk memberi premium terhadap harga saham perusahaan publik di
Indonesia, hasil survey tahun 2002 menunjukkan kemajuan dibandingkan hasil survey tahun
2000. Pada tahun 2000 investor bersedia membayar premium 27%, sedang di tahun 2002
hanya bersedia membayar 25% saja. Hal ini menunjukkan persepsi investor terhadap resiko
tidak dijalankannya GCG, menjadi lebih baik. Secara keseluruhan urutan teratas masih
ditempati oleh Singapura dengan skor 3,62, Malaysia dan Thailand mendapat skor 2,62 dan
2,19. Laporan tentang GCG oleh CLSA (2003), menempatkan Indonesia di urutan terbawah
dengan skor 1,5 untuk masalah penegakan hukum, 2,5 untuk mekanisme institusional dan
budaya corporate governance, dan dengan total 3,2. Meskipun skor Indonesia di tahun 2004
lebih baik dibandingkan dengan 2003, kenyataannya, Indonesia masih tetap berada di urutan
terbawah di antara Negaranegara Asia. Faktor-faktor penyebab rendahnya kinerja Indonesia
adalah penegakan hukum dan budaya corporate governance yang masih berada di titik paling
rendah di antara Negara-negara lain yang sedang tumbuh di Asia. Penilaian yang dilakukan
oleh CLSA didasarkanpada faktor eksternal dengan bobot 60% dibandingkan faktor internal
yang hanya diberi bobot 40% saja. Fakta ini menunjukkan bahwa implementasi GCG di
Indonesia membutuhkan pendekatan yang komprehensif dan penegakan yang lebih nyata
lagi.
3.4 Implementasi GCG
Terdapat tiga arah agenda penerapan GCG di Indonesia (BP BUMN, 1999) yakni,
menetapkan kebijakan nasional, menyempurnaan kerangka nasional dan membangun inisiatif
sektor swasta. Terkait dengan kerangka regulasi, Bapepam bersama dengan self-regulated
organization (SRO) yang didukung oleh Bank Dunia dan ADB telah menghasilkan beberap
proyek GCG seperti JSX Pilot project. Seiring dengan proyek-proyek ini, kementerian
BUMN juga telah mengembangkan kerangka untuk implementasi GCG. Dalam kaitan
dengan peran dan fungsi tersebut, BAPEPAM dapat memastikan bahwa berbagai peraturan
dan ketentuan yang ada, terus menerus disempurnakan, serta berbagai pelanggaran yang
terjadi akan mendapatkan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku.Dalam hal regulatory
framework, untuk mengkaji peraturan perundang-undangan yang terkait engan korporasi dan
program reformasi hukum, pada umumnya terdapat beberapa capaian yang terkait dengan
implementasi GCG seperti diberlakukannya undang-undang tentang Bank Indonesia di tahun
1998, undang-undang anti korupsi tahun 1999, dan undang-undang BUMN, serta privatisasi
BUMN tahun 2003. Demikian pula dengan proses amandemen undang-undang perseroan
terbatas, undang-undang pendaftaran perusahaan, serta undang-undang kepailitan yang saat
ini masih sedang dalam proses penyelesaian. Dalam pelaksanaan program reformasi hukum,
terdapat beberapa hal penting yang telah diterapkan, misalnya pembentukan pengadilan niaga
yang dimulai tahun 1997 dan pembentukan badan arbitrasi pasar modal tahun 2001.
Bergulirnya reformasi corporate governance masih menyisakan hal-hal strategis yang harus
dikaji, seperti kesesuaian dan sinkronisasi berbagai peraturan perundangan yang terkait.
Demikian pula yang terkait dengan otonomi daerah, permasalahan yang timbul dalam
kerangka regulasi adalah pemberlakuan undang-undang otonomi daerah yang cenderung
kebablasan tanpa diikuti dengan kesadaran dan pemahaman good governance itu sendiri.
Inisiatif di sektor swasta terlihat pda aktivitas organisasi-organisasi corporate governance
dalam bentuk upaya-upaya sosialisasi, pendidikan, pelatihan, pembuatan rating, penelitian,
dan advokasi. Pendatang baru di antara organisasi-organisasi ini adalah IKAI dan LAPPI.
IKAI adalah asosiasi untuk para anggota komite audit, sedangkan LAPPI (lembaga advokasi,
proxi, dan perlindungan investor) pada dasarnya berbagi pengalaman dalam shareholders
activism, dengan misi utama melindungi kepentingan para pemegang saham minoritas.
Dalam penerapan GCG di Indonesia, seluruh pemangku kepentingan turut
berpartisipasi. Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance yang diawal tahun 2005 di
ubah menjadi Komite Nasional Kebijkan Governance telah menerbitkan pedoman GCG pada
bulan Maret 2001. Pedoman tersebut kemudian disusul dengan penerbitan Pedoman GCG
Perbankan Indonesia, Pedoman untuk komite audit, dan pedoman untuk komisaris
independen di tahun 2004. Semua publikasi ini dipandang perlu untuk memberikan acuan
dalam mengimplementasikan GCG.
Pemerintah pun melakukan upaya-upaya khusus bergandengan tangan dengan
komunitas bisnis dalam mensosialisasikan dan mengimplementasikan GCG. Dua sektor
penting yakni BUMN dan Pasar Modal telah menjadi perhatian pemerintah. Aspek baru
dalam implementasi GCG di lingkungan BUMN adalah kewajban untuk memiliki statement
of corporate intent (SCI). SCI pada dasarnya adalah komitmen perusahaan terhadap
pemegang saham dalam bentuk suatu kontrak yang menekankan pada strategi dan upaya
manajemen dan didukung dengan dewan komisaris dalam mengelola perusahaan. Terkait
dengan SCI, direksi diwajibkan untuk menanda tangani appointment agreements (AA) yang
merupakan komitmen direksi untuk memenuhi fungsi-fungsi dan kewajiban yang
diembannya. Indikator kinerja direksi terlihat dalam bentuk reward and punishment system
dengan meratifikasi undang-undang BUMN.
Pasar modal juga perlu menerapkan prinsipprinsip GCG untuk perusahaan publik. Ini
ditunjukkan melalui berbagai regulasi yang dikeluarkan oleh Bursa Efek Jakarta (BEJ), yang
menyatakan bahwa seluruh perusahaan tercatat wajib melaksanakan GCG. Implementasi
GCG dimaksudkan untuk meningkatkan perlindungan kepentingan investor, terutam para
pemegang saham di perusahaanperusahaan terbuka.
Di samping itu, implementasi GCG akan mendorong tumbuhnya mekanisme check
and balance di lingkungan manajemen khususnya dalam member perhatian kepada
kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya. Hal ini terkait dengan
peran pemegang saham pengendali yang berwenang mengangkat komisaris dan direksi, dan
dapat mempengaruhi kebijakan perusahaan. Di samping pelindungan investor, regulasi
mewajibkan system yang menjamin transparansi dan akuntabilitas dalam transaksi bisnis
antar perusahaan dalam satu grup yang berpotensi menimbulkan benturan kepentingan.
Semangat untuk memperoleh persetujuan publik dalam transaksi, merupakan bentuk
penerapan prinsip akuntabilitas. Diperkenalkannya komisaris independen, komite audit, dan
sekretaris perusahaan juga menjadi fokus regulasi BEJ. Independensi komisaris dimaksudkan
untuk memastikan bahwa komisaris independen tidak memiliki afiliasi dengan pemegang
saham, dengan direksi dan dengan komisaris; tidak menjabat direksi di perusahaan lain yang
terafiliasi; dan memahami berbagai regulasi pasar modal. Sedangkan terkait dengan
kewajiban untuk memiliki direktur independen, dalam sistem two tier yang kita anut, justru
akan lebih efektif bilamana bursa mewajibkan perusahaan untuk memiliki komite nominasi
dan remunerasi. Tujuan pedoman tersebut adalah untuk meningkatkan kualitas disclosure
perusahaan-perusahaan publik. Pedoman ini merupakan hasil kolaborasi antara BEJ, IAI,
AEI, dan Bapepam. Perkembangan terbaru di Pasar modal adalah batas waktu penyerahan
laporan tahunan yakni 90 hari sejak tutup buku, lebih pendek dari regulasi sebelumnya yakni
120 hari. Regulasi ini merupakan indikasi kekonsistenan penegakan GCG oleh Bapepam.

3.5 GCG di Lingkungan Perbankan


Dalam undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan, secara umum telah diatur
ketentuan yang terkait dengan GCG baik yang termasuk governance structure, governance
process, maupun governance outcome. Governance structure terdiri atas (LAN dan
BPKP,2000) :
pertama, uji kelayakan dan kepatutan, (fit and proper test), yang mengatur perlunya
peningkatan kompetensi dan integritas manajemen perbankan melalui uji kelayakan dan
kepatutan terhadap pemilik, pemegang saham pengendali, dewan komisaris, direksi, dan
pejabat eksekutif bank dalam aktivitas pengelolaan bank.
Kedua, independensi manajemen bank, di mana para anggota dewan komisaris dan direksi
tidak boleh memiliki hubungan kekerabatan atau memiliki hubungan financial dengan dewan
komisaris dan direksi atau menjadi pemegang saham pengendali di perusahaan lain.
Ketiga, ketentuan bagi direktur kepatutan dan peningkatan fungsi audit bank publik. Dalam
standar penerapan fungsi internal audit bank publik, bank diwajibkan untuk menunjuk
direktur kepatuhan yang bertanggung jawab atas kepatuhan bank terhadap regulasi yang ada.
Strategi dan rencana Bank Indonesia mewajibkan bank untuk memikili rencana dan anggaran
jangka panjang dan menengah dalam bentuk keputusan dewan direksi bank Indonesia tahun
1995, yang dimaksudkan bagi bank untuk memiliki strategi korporasi dan yang tertuang
dengan jelas, termasuk nilai-nilai yang harus dikomunikasikan kepada seluruh tingkatan di
dalam organisasi dan resikoresiko pengendalian. Mengenai governance outcome, Bank
Indonesia juga telah mengeluarkan
beberapa peraturan, antara lain transparansi mengenai kondisi keuangan bank dan 16
peningkatan peran auditor eksternal. Bank diwajibkan untuk mengungkapkan non
performingloan (NPL), pemegang saham pengendali dan afiliasinya, praktik manajemen
resiko dalam pelaporan keuangan.

3.6 Peran BAPEPAM


Bapepam secara langsung maupun tidak langsung telah mendorong implementasi
prinsip-prinsip GCG di Indonesia, dengan menerbitkan peraturan dan kebijakan yang terkait
dengan GCG. Peraturanperaturan tersebut antara lain menyangkut keputusan Bapepam
mengenai prinsip transparansi yang mewajibkan perusahaan untuk mengungkapkan informasi
kepada publik, disclosure mengenai beberapa aspek yang terkait dengan pemegang saham,
transaksi material, dan perubahan dalam aktivitas bisnis inti, keputusan mengenai merger dan
akuisisi perusahaan publik, serta ketentuan tentang pengungkapan mengenai apakah suatu
perusahaan tengah dalam proses peradilan kepailitan.

Anda mungkin juga menyukai