Anda di halaman 1dari 21

RINGKASAN MATERI KULIAH CORPORATE GOVERNANCE

GOOD CORPORATE GOVERNANCE DI DUNIA, ASIA DAN


INDONESIA
Nama Dosen : Dr. I Gusti Ayu Made Asri Dwija Putri, SE., M.Si, CMA

Diusulkan oleh Kelompok 4:

Gusti Ayu Intan Puspita Dewi (1707532088)/14

I Made Gilang Jhuniantara (1707532104)/26

I Gusti Ayu Ngurah Pradnyadevi Utami (1707532111)/32

PROGRAM STUDI AKUNTANSI NON REGULER

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

TAHUN 2019

BALI

0
A. Good Corporate Governance Di Dunia
a) Pemicu Timbulnya Good Corporate governance di Dunia
Pada awal dekade 2000an dunia dikejutkan oleh tumbangnya perusahaan-
perusahaan raksasa terkemuka di berbagai negara industri maju termasuk Amerika Serikat,
Inggris, Itali, Australia, Singapura, dan Hongkong. Regulator pemerintah tiap negara dan
pakar manajemen memberikan kesimpulan bahwa penyebab utama tumbangnya
perusahaan perusahaan besar tersebut adalah karena lemahnya penerapan prinsip-prinsip
good corporate governance mereka.
Kelemahan corporate governance tersebut antara lain ditandai oleh berbagai
macam hal, diantaranya yaitu:
(a) Renggangnya hubungan antara para pemegang saham dengan manajemen
perusahaan.
(b) Lemahnya peranan dewan pengurus dalam mengarahkan dan mengendalikan
kebijaksanaan dan pengelolaan harta, utang, dan operasi bisnis perusahaan.
(c) Semakin bebasnya manajemen perusahaan mengelola dan mengambil
keputusan-keputusan penting yang bersangkutan dengan kelangsungan hidup
perusahaan.
(d) Tidak transparan, akurat, dan tepat waktunya penyampaian laporan
perkembangan bisnis dan laporan keuangan oleh manajemen perusahaan
kepada para pemegang saham dan kreditur.
(e) Dalam banyak kasus auditor yang mengaudit laporan keuangan perusahaan
tidak bekerja di bawah pengawasan langsung dari komite audit
Kelemahan-kelemahan corporate governance itulah yang memberikan peluang
dewan pengurus dan manajemen perusahaan yang memiliki moral dan etika bisnis yang
buruk mengelola perusahaan demi kepentingan pribadi atau golongan mereka bukan demi
kepentingan perusahaan. Dalam melakukan penyalahgunaan jabatan tersebut tidak sedikit
manajemen perusahaan berkolusi dengan institusi profesi papan atas seperti penasehat
hukum, perusahaan konsultan, dan perusahaan akuntan publik.
Skandal bisnis perusahaan-perusahaan raksasa dunia tersebut telah melukai
kehidupan ekonomi banyak negara. Dampak negatif skandal tersebut antara lain adalah
menurunnya kepercayaan investor untuk menanamkan dananya dalam perdagangan surat
berharga. Selain itu bank dan lembaga keuangan non-bank lebih selektif dalam
menyalurkan kredit mereka. Sejak terjadinya skandal bisnis tersebut diatas para investor
surat berharga dan bank-bank kreditur sadar bahwa hak dan kepentingan mereka di
perusahaan dimana mereka menanamkan dananya tidak sepenuhnya terlindungi.

1
b) Reaksi Dunia Internasional
Kejatuhan perusahaan raksasa multinasional pada awal tahun 2000an menyadarkan
masyarakat bisnis dan pemerintah bahwa corporate governance di negara mereka perlu di
reformasi. Dua negara yang paling serius menangani imbas skandal perusahaan-perusahaan
publik di dunia itu adalah Inggris dan Amerika Serikat. Hal itu disebabkan karena pasar
modal di kedua negara itu merupakan motor perkembangan ekonomi mereka.
Reaksi pemerintahan kerajaan Inggris terhadap skandal yang terjadi di perusahaan-
perusahaan serta kejatuhan perusahaan publik adalah :
(a) Pemerintah Inggris mengeluarkan pendapat tentang reformasi persyaratan
perusahaan publik. Pendapat tersebut dituangkan dalam sebuah makalah yang
berjudul Modernizing Company Law. Selain itu regulator keuangan Inggris The
Financial Service Authority (FSA) menerbitkan pedoman tentang penyusunan
laporan keuangan perusahaan publik, dimana mereka diharuskan untuk
mengungkapkan secara transparan semua transaksi bisnis yang dilakukan.
(b) Pemerintah Inggris membentuk komite-komite corporate governance. Komite
tersebut menyusun laporan-laporan yang memuat pendapat dan saran
bagaimana cara memperbaharui peraturan tentang corporate governance dan
nantinya perusahaan-perusahaan harus mematuhi saran-saran yang diajukan
komite tersebut.
Reaksi Amerika Serikat terhadap skandal yang terjadi di perusahaan-
perusahaan serta kerjatuhan perusahaan publik adalah :
(a) Pemerintah Amerika Serikat mengundangkan undang-undang tentang reformasi
corporate governance yang disebut Sarbanes Oxley Act yang memuat tentang
ketentuan ketentuan baru yang tegas tentang perlindungan hak dan kepentingan
pemegang saham dan karyawan perusahaan publik. Selain itu Sarbanes Oxley
Act menentukan bahwa anggota dewan pengurus wajib menguasai dasar-dasar
ilmu manajemen keuangan.
(b) Sarbanes Oxley Act mewajibkan perusahaan melakukan pengungkapan laporan
keuangan secara transparan serta diwajibkan untuk menggunakan auditor
independen dan menerapkan standar auditing yang ditetapkan US Public
Accounting Oversight Board (PCAOB).
Reaksi Australia terhadap skandal yang terjadi di perusahaan-perusahaan
serta kerjatuhan perusahaan publik adalah :

2
(a) Pemerintah Australia menerbitkan pedoman good corporate governance bagi
perusahaan-perusahaan publik serta memperbaharui undang-undang tentang
perusahaan Australia.
(b) Pemerintah Australia menyusun program untuk meninjau kembali regulasi audit
dan pengungkapan informasi perusahaan yang disebut Corporate Law
Economic Reform Program (CLERP). Program tersebut juga mengaktifkan
partisipasi pemegang saham dalam meningkatkan akuntabilitas dan transparansi
perusahaan-perusahaan publik.
c) Perkembangan Good Corporate governance
Corporate governance sudah bukan merupakan pilihan lagi bagi pelaku bisnis,
tetapi sudah merupakan suatu keharusan dan kebutuhan vital serta sudah merupakan
tuntutan masyarakat. Setiap tindakan memerlukan pertanggungjawaban yang baik.
Penerapan GCG didukung oleh Organization for Economic Cooperation and Development
dengan penerbitan prinsip prinsip GCG yang bertujuan untuk membantu negara-negara
baik negara anggota OECD maupun bukan anggota OECD untuk menerapkan GCG di
negaranya terutama untuk dapat menyediakan pedoman dan saran-saran bagi bursa saham,
investor, perusahaan, dan pihak-pihak lain yang memiliki peranan dalam proses
pengembangan GCG.

B. Good Corporate Governance di Asia


Good corporate governance menjadi penting untuk Asia dalam beberapa tahun
terakhir dengan sebagian besar pasar telah memperkenalkan peraturan yang komprehensif.
Regulator perusahaan dan investor memiliki peran penting dalam Good corporate
governance. Meskipun masih ada beberapa kekurangan dalam kerangka peraturan di
banyak negara di kawasan Asia ini yang berfungsi untuk melumpuhkan manfaat apa yang
telah dicapai. Meskipun ada perusahaan yang sadar melebihi standar tata kelola juga ada
bukti yang jelas bahwa pendekatan terhadap masalah pemerintahan oleh banyak
perusahaan di Asia berjumlah lebih sedikit. Hal ini menunjukkan hubungan yang kuat
antara praktik Good Corporate governance yang baik dan keuntungan finansial.

a) Pedoman Good Corporate governance Di Malaysia


Pedoman Good Corporate governance (The Malaysian Code on Corporate
governance) ini diterbitkan oleh Bursa Efek Malaysia dan kewajiban untuk melaksanakan

3
Pedoman ini diatur dalam peraturan tentang pencatatan efek di bursa efek tersebut.
Pedoman ini diterbitkan pada tahun 2007 dan merupakan revisi atas pedoman yang
diterbitkan sebelumnya.
(a) Metode penerapan Pedoman Good Corporate governance
Penerapan Pedoman Good Corporate governance bagi perusahaan bersifat comply
and explain. Dengan demikian tidak ada sanksi apabila perusahaan tidak menerapkan
seluruh aspek dalam Pedoman tersebut. Bagi perusahaan yang tercatat di bursa efek
Malaysia, prinsip prinsip Good Corporate governance dan praktik-praktik terbaik yang
telah diterapkan perusahaan wajib diungkapkan dalam laporan tahunan. Perusahaan juga
wajib mengidentifikasi prinsip dan praktik terbaik yang tidak dilaksanakan disertai alasan
atas ketidakpatuhan tersebut. Apabila perusahaan mengadopsi praktek tata kelola negara
lain, hal ini juga harus diungkapkan.
(b) Sanksi atas ketidakpatuhan terhadap Pedoman Good Corporate
governance
Penerapan Pedoman Good Corporate governance bersifat comply and explains
sehingga tidak terdapat sanksi dalam hal perusahaan tidak menerapkan seluruh aspek
dalam Pedoman Good Corporate governance. Namun terdapat kewajiban untuk
mengungkapkan pelaksanaan dari Pedoman tersebut dalam laporan tahunan. Dengan
demikian bagi perusahaan yang tercatat atau akan mencatatkan sahamnya di bursa tidak
mengungkapkan dalam laporan tahunannya terkait dengan penerapan tata kelola, Bursa
Malaysia dapat mengambil tindakan terhadap perusahaan atau direksi sebagaimana
tercantum dalam Persyaratan Listing di Bursa Malaysia.
(c) Ruang lingkup Pedoman Good Corporate governance
Pedoman Good Corporate Governanc terdiri dari tiga bagian yaitu :
a) Bagian 1
Memuat prinsip-prinsip Good Corporate governance yang luas
yang berlaku di Malaysia. Tujuan dari prinsip-prinsip ini adalah untuk
memungkinkan fleksibilitas perusahaan dalam menerapkan prinsip-prinsip
sesuai dengan keadaan masing-masing perusahaan.

b) Bagian 2
Menetapkan praktik-praktik terbaik dalam tata kelola perusahaan.
Mengidentifikasi seperangkat pedoman atau praktek yang dimaksudkan

4
untuk membantu perusahaan dalam merancang pendekatan mereka
terhadap tata kelola perusahaan yang baik bagi perusahaannya.
c) Bagian 3
Dorongan atau himbauan bagi pihak-pihak selain tersebut di atas yang
bersifat sukarela. Hal ini tidak ditujukan kepada perusahaan yang terdaftar
tetapi untuk investor dan auditor untuk meningkatkan peran mereka dalam
tata kelola perusahaan. Adapun ruang lingkup dari Pedoman Good
Corporate governance tersebut adalah:
 The Board Structure, Duties and Effectiveness
 The Audit Committee and its Challenges
 Assessing the Risk and Control Environment
 Effective Oversight of Financial Reporting
 Internal and External Audit: “Eyes And Ears” of Audit Committee
 Conflict of Interest and Related Party Transactions
 Nominating Committee
 Remuneration Committee
 Shareholder Relations
b) Pedoman Good Corporate governance Di Singapura
(a) Metode Penerapan Pedoman Good Corporate governance
Metode penerapan Pedoman Good Corporate governance bersifat comply and
explain. Selanjutnya berdasarkan ketentuan pencatatan efek di Bursa efek Singapore
mengharuskan perusahaan tercatat untuk mengungkapkan praktik tata kelola mereka dalam
laporan tahunan dengan referensi khusus kepada prinsip-prinsip yang terdapat dalam
Pedoman. Perusahaan juga wajib mengungkapkan dan menjelaskan setiap perbedaan
pelaksanaannya dari Pedoman tersebut. Perusahaan juga didorong untuk melakukan
konfirmasi positif tentang pemenuhan prinsip-prinsip tata kelola dan mengungkapkan
setiap ketidak patuhan terhadap prinsip-prinsip tersebut dalam laporan tahunan perusahaan.
(b) Sanksi atas ketidakpatuhan
Penerapan Pedoman Good Corporate governance oleh perusahaan hanya bersifat
voluntary. Oleh karena itu, tidak ada sanksi bagi perusahaan yang tidak menerapkannya.
Akan tetapi, perusahaan harus menjelaskan dengan rinci alasan untuk tidak
menerapkannya.
(c) Ruang lingkup Pedoman Good Corporate governance
Ruang lingkup Tata Kelola perusahaan
i. Board Matters
ii. Remuneration Matters
iii. Accountability and Audit
iv. Communication with Shareholders
v. Disclosure of Corporate governance Arrangements

5
c) Pedoman Good Corporate Governance Di Thailand
(a) Metode Penerapan Pedoman Good Corporate governance
Metode penerapan Pedoman good corporate governance di Thailand bersifat
comply or explain . Oleh karena itu, Stock Exchange of Thailand (SET) mengharapkan
perusahaan untuk mengikuti Pedoman good corporate governance tersebut. Selain itu,
perusahaan dapat mengadaptasi prinsip-prinsip good corporate governance sesuai
kebutuhan fungsional tiap perusahaan. Bagi perusahaan yang memilih untuk tidak
mematuhi prinsip good corporate governance, diharuskan menjelaskan secara rinci alasan
untuk tidak menerapkannya. Perusahaan tercatat telah diminta untuk mulai
mengungkapkan pelaksanaan prinsip-prinsip good corporate governance pada tahun 2007
pada laporan tahunan perusahaan. Selain itu, perusahaan yang terdaftar harus
mengungkapkan penerapan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good
corporate governance) melalui media komunikasi yang yang paling nyaman bagi
perusahaan, pemegang saham, investor, stakeholder lainnya dan pihak-pihak terkait. Salah
satu saluran yang disarankan adalah situs web perusahaan.
(b) Sanksi atas ketidakpatuhan
Penerapan Pedoman Good Corporate governance oleh perusahaan hanya bersifat
voluntary. Oleh karena itu, tidak ada sanksi bagi perusahaan yang tidak menerapkannya.
Akan tetapi, perusahaan harus menjelaskan dengan rinci alasan untuk tidak
menerapkannya.
(c) Ruang lingkup Pedoman Good Corporate governance
Prinsip-prinsip dan praktek-praktek terbaik Good Corporate governance
Perusahaantercatat yang direkomendasikan oleh SET (Stock Exchange of Thailand)
mencakup 5 kategori yaitu:
a) Hak Pemegang Saham (Rights of Shareholders)
b) Perlakuan Adil kepada Pemegang Saham (Equitable Treatment of
Shareholders)
c) Peran Pemangku Kepentingan (Role of Stakeholders)
d) Keterbukaan dan Transparansi (Disclosure and Transparency)
e) Tanggung Jawab Dewan Direksi (Responsibilities of the Board)
d) Pedoman Good Corporate governance Di Philipina
Sesuai dengan kebijakan Negara untuk secara aktif mempromosikan reformasi tata
kelola perusahaan yang bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan investor,
mengembangkanpasar modal dan membantu mencapai pertumbuhan yang tinggi dan
berkelanjutan untuksector korporasi dan ekonomi, Securities Commission, melalui

6
Resolusi No.135, Seri 4 April 2002, menyetujui berlakunya dan pelaksanaan Pedoman
Good Corporate governance ini. Pedoman ini berlaku untuk perusahaan efek yang tercatat
atau terdaftar, perusahaanpenerima izin/lisensi dan perusahaan publik. Pedoman Good
Corporate governance ini juga berlaku untuk cabang atau anak perusahaan dari perusahaan
asing yang beroperasi di Filipina yang terdaftar.
(a) Metode Penerapan Pedoman Good Corporate Governance
Penerapan Pedoman Good Corporate Governance di Philipina merupakan suatu
kewajiban. Penegakan hukum atas pelaksanaan Pedoman Good Corporate Governance
tersebut dilakukan oleh Securities and Exchange Commission dan dapat dikenakan sanksi.
Bursa Efek Philipina mewajibkan perusahaan tercatat untuk melaporkan secara periodic
mengenai kepatuhan terhadap manual tata kelola termasuk hal-hal yang belum dapat
dipenuhi wajib diungkapkan lengkap dengan alasannya.
(b) Sanksi atas ketidakpatuhan terhadap Pedoman Good Corporate Governance
Kegagalan untuk mengadopsi manual tata kelola perusahaan seperti yang
ditentukan untuk perusahaan, setelah pemberitahuan waktu dan alasan jatuh tempo
dikenakan denda sebesar P100,000.00.
(c) Ruang lingkup Pedoman Good Corporate governance
a) The Board Governance
b) Supply Information
c) Accountability and Audit
d) Stockholders’ Rights and Protection of Minority Stockholders’ Interests
e) Evaluation Systems
f) Disclosure and Transparency
g) Commitment to Corporate governance
h) Administrative Sanction

C. Good Corporate Governance di Indonesia


Perkembangan corporate governance di Indonesia diawali dengan timbulnya
kesadaran untuk memperbaiki situasi perekonomian sebagai akibat krisis ekonomi. Era
pascakrisis ditandai dengan goncangan ekonomi berkelanjutan. Mulai dari restrukturisasi
sektor perbankan, dan pelelangan asset para konglomerat. Kajian yang dilakukan oleh
Asian Development Bank (ADB) menunjukkan beberapa faktor yang memberi kontribusi
pada krisis di Indonesia. Pertama, konsentrasi kepemilikan perusahaan yang tinggi; kedua,
tidak efektifnya fungsi pengawasan dewan komisaris, ketiga; inefisiensi dan rendahnya
transparansi mengenai prosedur pengendalian merger dan akuisisi perusahaan; keempat,
terlalu tingginya ketergantungan pada pendanaan eksternal; dan kelima, ketidak

7
memadainya pengawasan oleh para kreditor. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah
memfasilitasi dibentuknya Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG)
pada tahun 1999.
KNKCG selain bertugas menyusun pedoman umum good corporate governance,
juga bertindak selaku organisasi yang menaungi kegiatan-kegiatan mempromosikan
penerapan corporate governance di perusahaan-perusahaan Indonesia. Di awal
pembentukannya, KNKCG memfokuskan diri pada kemajuan corporate governance,
namun sejak tahun 2004 timbul kesadaran bahwa perbaikan corporate governance perlu
ditopang oleh perbaikan di bidang public governance. Oleh karena itu, dilakukan
perubahan nama KNKCG menjadi Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG).
Pedoman Umum Good Corporate Governance Di Indonesia
Pedoman ini pertama kalinya diterbitkan pada tahun 1999 dan memperoleh
sambutan yang baik dari dunia bisnis. Melalui beberapa kali penyempurnaan, saat ini yang
berlaku adalah Pedoman Good Corporate Governance Indonesia yang diterbitkan pada
2006.
Pedoman Good Corporate Govenance 2006 meliputi beberapa hal sebagai berikut:
a. Penciptaan situasi kondusif untuk melaksanakan good corporate governance
Pelaksanaan good corporate governance memerlukan peran serta 3 pihak utama,
yaitu negara, dunia usaha, dan masyarakat. Masing-masing pihak memiliki perannya
sendiri-sendiri. Negara dan perangkatnya berperan sebagai regulator, yang bertugas
menyediakan perangkat peraturan perundang-undangan untuk menunjang terciptanya iklim
usaha yang sehat, efisien, dan transparan, dan juga melakukan penegakan hukum.
b. Asas good corporate governance
Terdapat 5 asas corporate governance yang harus diterapkan oleh dunia usaha pada
setiap aktivitas bisnisnya. Asas-asas tersebut meliputi: transparansi, akuntabilitas,
responsibilitas, independensi, dan kewajaran dan kesetaraan.
c. Etika bisnis dan pedoman perilaku
Pelaksanaan good corporate governance perlu menjunjung tinggi etika bisnis yang
berlaku. Untuk itu, diperlukan penjabaran lebih lanjut dari etika bisnis tersebut menjadi
pedoman perilaku bagi semua karyawan dalam mencapai tujuan perusahaan.
d. Organ perusahaan
Organ perusahaan terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Dewan
Komisaris, dan Direksi. Setiap organ memiliki fungsinya sendiri-sendiri sesuai dengan

8
ketetuan yang berlaku. Dalam konteks good corporate governance, masing-masing organ
harus melakukan tugasnya secara independen untuk kepentingan perusahaan.
e. Pemegang saham
Sebagai pemilik perusahaan, pemegang saham memiliki hak dan tanggung jawab
terhadap perusahaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pelaksanaan hak dan tanggung
jawab pemegang saham tersebut harus memperhatikan kelangsungan hidup perusahaan.
Begitu pula perusahaan harus menjamin dapat terpenuhinya hak dan tanggung jawab para
pemegang saham.
f. Pemangku kepentingan
Antara perusahaan dengan pemangku kepentingan, seperti karyawan, mitra bisnis,
dan masyarakat, harus terjalin hubungan yang saling menguntungkan berlandaskan azas
kewajaran dan kesetaraan (fairness). Untuk itu, perusahaan harus menjamin tidak adanya
diskriminasi, kerjasama atas dasar prinsip saling menguntungkan, dan memperhatikan
kepentingan umum.
g. Pernyataan tentang penerapan pedoman good corporate governance
Perusahaan harus membuat pernyataan tentang kesesuaian penerapan good
corporate governance dalam segala aspek aktivitas perusahaan dengan Pedoman Good
Corporate Govenance dalam laporan tahunannnya.

h. Pedoman praktis penerapan good corporate governance


Perusahaan harus menyusun pedoman praktis penerapan good corporate
governance yang mengacu pada Pedoman Good Corporate Govenance untuk memastikan
bahwa implementasi good corporate governance di perusahaan dilaksanakan secara
sistematis dan berkesinambungan.
Pemerintah pun melakukan upaya-upaya khusus bergandengan tangan dengan
komunitas bisnis dalam mensosialisasikan dan mengimplementasikan GCG. Dua sektor
penting yakni BUMN dan Pasar Modal telah menjadi perhatian pemerintah. Aspek baru
dalam implentasi GCG di lingkungan BUMN adalah kewajban untuk memiliki statement
of corporate intent (SCI). SCI pada dasarnya adalah komitmen perusahaan terhadap
pemegang saham dalam bentuk suatu kontrak yang menekankan pada strategi dan upaya
Pasar modal juga perlu menerapkan prinsip-prinsip GCG untuk perusahaan publik.
Ini ditunjukkan melalui berbagai regulasi yang dikeluarkan oleh Bursa Efek Jakarta (BEJ),
yang menyatakan bahwa seluruh perusahaan tercatat wajib melaksanakan GCG.

9
Implementasi GCG dimaksudkan untuk meningkatkan perlindungan kepentingan investor,
terutama para pemegang saham di perusahaan-perusahaan terbuka.
Sulit dipungkiri, selama sepuluh tahun terakhir ini, istilah Good Corporate
governance (GCG) kian populer. Tak hanya populer, istilah tersebut juga ditempatkan di
posisi terhormat. Pertama, GCG merupakan salah satu kunci sukses perusahaan untuk
tumbuh dan menguntungkan dalam jangka panjang, sekaligus memenangkan persaingan
bisnis global. Kedua, krisis ekonomi di kawasan Asia dan Amerika Latin yang diyakini
muncul karena kegagalan penerapan GCG. Pada tahun 1999, kita melihat negara-negara di
Asia Timur yang sama-sama terkena krisis mulai mengalami pemulihan, kecuali Indonesia.
Harus dipahami bahwa kompetisi global bukan kompetisi antarnegara, melainkan
antarkorporat di negara-negara tersebut. Jadi menang atau kalah, menang atau terpuruk,
pulih atau tetap terpuruknya perekonomian satu negara bergantung pada korporat masing-
masing. Pemahaman tersebut membuka wawasan bahwa korporat kita belum dikelola
secara benar. Dalam bahasa khusus, korporat kita belum menjalankan governansi. Survei
dari Booz-Allen di Asia Timur pada tahun 1998 menunjukkan bahwa Indonesia memiliki
indeks corporate governance paling rendah dengan skor 2,88 jauh di bawah Singapura
(8,93), Malaysia (7,72) dan Thailand (4,89). Rendahnya kualitas GCG korporasi-korporasi
di Indonesia ditengarai menjadi kejatuhan perusahaan-perusahaan tersebut.

a) Tahap-Tahap Penerapan GCG


Salah satu tujuan utama ditegakannya good corporate governance ialah untuk
menciptakan sistem yang dapat menjaga keseimbangan dalam pengendalian perusahaan
sedemikian rupa sehingga mampu mengurangi peluang terjadinya kesalahan mengelola
(missmanagement), menciptakan insentif bagi manajer untuk memaksimumkan
produktivitas penggunaan aset sehingga menciptakan nilai tambah perusahaan yang
optimal. Dalam pelaksanaan penerapan GCG di perusahaan adalah penting bagi
perusahaan untuk melakukan pentahapan yang cermat berdasarkan analisis atas situasi dan
kondisi perusahaan, dan tingkat kesiapannya, sehingga penerapan GCG dapat berjalan
lancar dan mendapat dukungan dari seluruh unsur di dalam perusahaan. Beberapa tahapan
dalam menerapkan GCG yaitu:
(a) Tahap persiapan
Tahap ini terdiri atas tiga langkah utama yaitu:
Awareness Building

10
Awareness Building merupakan langkah sosialisasi awal untuk membangun
kesadaran mengenai arti pentingnya GCG dan komitmen bersama dalam
penerapannya. Upaya ini dapat dilakukan dengan meminta bantuan tenaga ahli
independen dari luar perushaan. Kegiatan dapat dilakukan melalui seminar,
lokakarya, dan diskusi kelompok.
GCG Assessment
GCG Assessment merupakan upaya untuk mengukur atau memetakan kondisi
perusahaan dalam penerapan GCG saat ini. Langkah ini perlu guna
memastikan titik awal atau level penerapan GCG dan untuk mengidentifikasi
langkah-langkah yang tepat guna mempersiapkan infrastruktur dan struktur
perusahaan yang kondusif bagi penerapan GCG secara efektif.
GCG Manual Building
GCG Manual Building adalah langkah berikutnya setelah GCG Assessment
dilakukan. Berdasarkan hasil pemetaan tingkat kesiapan untuk kesiapan
perusahaan dan upaya identifikasi prioritas penerapannya, penyusunan manual
atau pedoman implementasi GCG dapat disusun.
(b) Tahap implementasi
Tahap ini terdiri atas tiga langkah utama yaitu:

Sosialisasi
Sosialisasi diperlukan untuk memperkenalkan kepada seluruh perusahaan
berbagai aspek yang terkait dengan implementasi GCG khususnya mengenai
pedoman penerapan GCG. Upaya sosialisasi perlu dilakukan dengan suatu tim
khusus yang dibentuk untuk itu, langsung berada dibawah pengawasan
Direktur Utama.
Implementasi
Implementasi adalah kegiatan yang dilakukan sejalan dengan pedoman GCG
yang ada, berdasarkan roadmap yang telah disusun. Implementasi harus
bersifat top down approach yang melibatkan Dewan Komisaris dan Direksi
perusahaan.
Internalisasi
Internalisasi mencakup upaya-upaya untuk memperkenalkan GCG di dalam
seluruh proses bisnis perusahaan melalui berbagai prosedur operasi, sistem
kerja, dan berbagai peraturan perusahaan. Dengan upaya ini dapat dipastikan
bahwa penerapan GCG bukan sekadar dipermukaan atau sekadar suatu
kepatuhan yang bersifat superficial, tetapi benar-benar tercermin dalam seluruh
aktivitas perusahaan.
(c) Tahap evaluasi

11
Tahap evaluasi adalah tahap yang perlu dilakukan secara teratur dari waktu ke
waktu untuk mengukur sejauh mana efektifitas penerapan GCG telah dilakukan dengan
meminta pihak independen melakukan audit implementasi dan scoring atas praktek GCG
yang ada. Dalam hal membangun GCG, dan terkait dengan pengembangan sistem, yang
diharapkan akan mempengaruhi perilaku setiap individu dalam perusahaan yang pada
gilirannya akan membentuk kultur perusahaan yang bernuansa GCG, maka diperlukan
langkah-langkah berikut:
i. Menetapkan visi, misi, rencana strategis, tujuan perusahaan, serta system
operasional pencapaiannya secara jelas;
ii. Mengembangkan suatu struktur yang menjaga keseimbangan peran dan fungsi
organ perusahaan (check and balance);
iii.Membangun sistem informasi, baik untuk keperluan proses pengambilan
keputusan maupun keperluan keterbukaan informasi material dan relevan
mengenai perusahaan;
iv. Membangun sistem audit yang handal, yang tak terbatas pada kepatuhan
terhadap peraturan dan prosedur operasi standar, tetapi juga mencakup
pengendalian risiko perusahaan;
v. Membangun sistem yang melindungi hak-hak pemegang saham secara adil dan
setara diantara pemegang saham;
vi.Membangun sistem pengembangan SDM, termasuk pengukuran kinerjanya.

Penerapan GCG di Indonesia


Krisis ekonomi yang menghantam Asia yang terjadi beberapa tahun lalu. ternyata
berdampak luas teutama dalam merontokkan rezim-rezim politik yang berkuasa di Korea
Selatan, Thailand, dan Indonesia. Ketiga Negara yang diawal tahun 1990-an dipandang
sebagai “The Asian Tiger”, harus mengakui bahwa pondasi ekonomi mereka rapuh, yang
pada akhirnya merambah pada krisis politik.
Setelah itu, sejak krisis tersebut melanda, kita sekarang dapat melihat pertumbuhan
kembali Negara-negara yang amat terpukul oleh krisis tersebut. Korea Selatan yang pernah
terjangkit kejahatan financial yang melibatkan para eksekutif puncak perusahaan-
perusahaan blue-chip, kini telah pulih. Perkembangan yang sama juga terlihat dengan
Thailand maupun Negara-negara ASEAN lainnya.
Bagaimana dengan Indonesia? Era pascakrisis ditandai dengan goncangan ekonomi
berkelanjutan. Mulai dari restrukturisasi sektor perbankan, pelelangan aset para
konglomerat, yang berakibat pada penurunan iklim berusaha.

12
Kajian yang dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB) menunjukkan
beberapa faktor yang memberi kontribusi pada krisis di Indonesia. Pertama, konsentrasi
kepemilikan perusahaan yang tinggi; kedua, tidak efektifnya fungsi pengawasan dewan
komisaris, ketiga; inefisiensi dan rendahnya transparansi mengenai prosedur pengendalian
merger dan akuisisi perusahaan; keempat, terlalu tingginya ketergantungan pada pendanaan
eksternal; dan kelima, ketidak memadainya pengawasan oleh para kreditor.
Tantangan terkini yang dihadapi masih belum dipahaminya secara luas prinsip-
prinsip dan praktek good corporate governance oleh kumunitas bisnis dan publik pada
umumnya. Akhirnya komunitas internasional masih menempatkan Indonesia pada urutan
bawah rating implementasi GCG sebagaimana dilakukan oleh Standard & Poor, CLSA,
Pricewaterhouse Coopers, Moody`s Morgan, and Calper`s.
Kajian Pricewaterhouse Coopers yang dimuat di dalam Report on Institutional investor
Survey (2002) menempatkan Indonesia di urutan paling bawah bersama China dan India
dengan nilai 1,96 untuk transparansi dan keterbukaan. Jika dilihat dari ketersediaan
investor untuk memberi premium terhadap harga saham perusahaan publik di Indonesia,
hasil survei tahun 2002 menunjukkan kemajuan dibandingkan hasil survei tahun 2000.
Pada tahun 2000 investor bersedia membayar premium 27%, sedang di tahun 2002 hanya
bersedia membayar 25% saja. Hal ini menunjukkan persepsi investor terhadap resiko tidak
dijalankannya GCG, menjadi lebih baik. Secara keseluruhan urutan teratas masih ditempati
oleh Singapura dengan skor 3,62, Malaysia dan Thailand mendapat skor 2,62 dan
2,19.Laporan tentang GCG oleh CLSA (2003), menempatkan Indonesia di urutan terbawah
dengan skor 1,5 untuk masalah penegakan hukum, 2,5 untuk mekanisme institusional dan
budaya corporate governance, dan dengan total 3,2. Meskipun skor Indonesia di tahun
2004 lebih baik dibandingkan dengan 2003, kenyataannya, Indonesia masih tetap berada di
urutan terbawah di antara Negara-negara Asia. Faktor-faktor penyebab rendahnya kinerja
Indonesia adalah penegakan hukum dan budaya corporate governance yang masih berada
di titik paling rendah di antara Negara-negara lain yang sedang tumbuh di Asia.

13
Penilaian yang dilakukan oleh CLSA didasarkan pada faktor eksternal dengan
bobot 60% dibandingkan faktor internal yang hanya diberi bobot 40% saja. Fakta ini
menunjukkan bahwa implementasi GCG di Indonesia membutuhkan pendekatan yang
komprehensif dan penegakan yang lebih nyata lagi.
Implementasi GCG

Terdapat tiga arah agenda penerapan GCG di Indonesia menurut BP BUMN (1999)
yakni, menetapkan kebijakan nasional, menyempurnaan kerangka nasional dan
membangun inisiatif sektor swasta. Terkait dengan kerangka regulasi, Bapepam bersama
dengan self-regulated organization (SRO) yang didukung oleh Bank Dunia dan ADB telah
menghasilkan beberap proyek GCG seperti JSX Pilot project. Seiring dengan proyek-
proyek ini, kementerian BUMN juga telah mengembangkan kerangka untuk implementasi
GCG.
Dalam kaitan dengan peran dan fungsi tersebut, BAPEPAM yang kini bernama
OJK dapat memastikan bahwa berbagai peraturan dan ketentuan yang ada, terus menerus
disempurnakan, serta berbagai pelanggaran yang terjadi akan mendapatkan sanksi sesuai
ketentuan yang berlaku. Dalam hal regulatory framework, untuk mengkaji peraturan
perundang-undangan yang terkait engan korporasi dan program reformasi hukum, pada
umumnya terdapat beberapa capaian yang terkait dengan implementasi GCG seperti
diberlakukannya undang-undang tentang Bank Indonesia di tahun 1998, undang-undang
anti korupsi tahun 1999, dan undang-undang BUMN, serta privatisasi BUMN tahun 2003.

14
Demikian pula dengan proses amandemen undang-undang perseroan terbatas,
undang-undang pendaftaran perusahaan, serta undang-undang kepailitan yang saat ini
masih sedang dalam proses penyelesaian. Dalam pelaksanaan program reformasi hukum,
terdapat beberapa hal penting yang telah diterapkan, misalnya pembentukan pengadilan
niaga yang dimulai tahun 1997 dan pembentukan badan arbitrasi pasar modal tahun 2001.
Bergulirnya reformasi corporate governance masih menyisakan hal-hal strategis
yang harus dikaji, seperti kesesuaian dan sinkronisasi berbagai peraturan perundangan
yang terkait. Demikian pula yang terkait dengan otonomi daerah, permasalahan yang
timbul dalam kerangka regulasi adalah pemberlakuan undang-undang otonomi daerah yang
cenderung kebablasan tanpa diikuti dengan kesadaran dan pemahaman good governance
itu sendiri. Inisiatif di sektor swasta terlihat pda aktivitas organisasi-organisasi corporate
governance dalam bentuk upaya-upaya sosialisasi, pendidikan, pelatihan, pembuatan
rating, penelitian, dan advokasi. Pendatang baru di antara organisasi-organisasi ini adalah
IKAI dan LAPPI. IKAI adalah asosiasi untuk para anggota komite audit, sedangkan LAPPI
(Lembaga Advokasi, Proxi, dan Perlindungan Investor) pada dasarnya berbagi pengalaman
dalam shareholder sactivism, dengan misi utama melindungi kepentingan para pemegang
saham minoritas.
Dalam penerapan GCG di Indonesia, seluruh pemangku kepentingan turut
berpartisipasi. Komite Nasional Kebijakan corporate governance yang diawal tahun 2005
di ubah menjadi Komite Nasional Kebijkan Governance telah menerbitkan pedoman GCG
pada bulan Maret 2001. Pedoman tersebut kemudian disusul dengan penerbitan Pedoman
GCG Perbankan Indonesia, Pedoman untuk komite audit, dan pedoman untuk komisaris
independen di tahun 2004. Semua publikasi ini dipandang perlu untuk memberikan acuan
dalam mengimplementasikan GCG.
Pemerintah pun melakukan upaya-upaya khusus bergandengan tangan dengan
komunitas bisnis dalam mensosialisasikan dan mengimplementasikan GCG. Dua sektor
penting yakni BUMN dan Pasar Modal telah menjadi perhatian pemerintah. Aspek baru
dalam implementasi GCG di lingkungan BUMN adalah kewajban untuk memiliki
statement ofcorporate intent (SCI). SCI pada dasarnya adalah komitmen perusahaan
terhadap pemegang saham dalam bentuk suatu kontrak yang menekankan pada strategi dan
upaya manajemen dan didukung dengan dewan komisaris dalam mengelola perusahaan.
Terkait dengan SCI, direksi diwajibkan untuk menanda tangani appointment agreements
(AA) yang merupakan komitmen direksi untuk memenuhi fungsi-fungsi dan kewajiban

15
yang diembannya. Indikator kinerja direksi terlihat dalam bentuk rewardand punishment
system dengan meratifikasi undang-undang BUMN.
Pasar modal juga perlu menerapkan prinsip-prinsip GCG untuk perusahaan publik.
Ini ditunjukkan melalui berbagai regulasi yang dikeluarkan oleh Bursa Efek Jakarta (BEJ),
yang menyatakan bahwa seluruh perusahaan tercatat wajib melaksanakan GCG.
Implementasi GCG dimaksudkan untuk meningkatkan perlindungan kepentingan investor,
terutam para pemegang saham di perusahaan-perusahaan terbuka.
Di samping itu, implementasi GCG akan mendorong tumbuhnya mekanisme check
and balance di lingkungan manajemen khususnya dalam member perhatian kepada
kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya. Hal ini terkait dengan
peran pemegang saham pengendali yang berwenang mengangkat komisaris dan direksi,
dan dapat mempengaruhi kebijakan perusahaan. Di samping pelindungan investor, regulasi
mewajibkan sistem yang menjamin transparansi dan akuntabilitas dalam transaksi bisnis
antar perusahaan dalam satu grup yang berpotensi menimbulkan benturan kepentingan.
Semangat untuk memperoleh persetujuan publik dalam transaksi, merupakan bentuk
penerapan prinsip akuntabilitas. Diperkenalkannya komisaris independen, komite audit,
dan sekretaris perusahaan juga menjadi fokus regulasi BEJ yang kini menjadi BEI.
Independensi komisaris dimaksudkan untuk memastikan bahwa komisaris independen
tidak memiliki afiliasi dengan pemegang saham, dengan direksi dan dengan komisaris;
tidak menjabat direksi di perusahaan lain yang terafiliasi; dan memahami berbagai regulasi
pasar modal. Sedangkan terkait dengan kewajiban untuk memiliki direktur independen,
dalam sistem two tier yang kita anut, justru akan lebih efektif bilamana bursa mewajibkan
perusahaan untuk memiliki komite nominasi dan remunerasi. Tujuan pedoman tersebut
adalah untuk meningkatkan kualitas disclosure perusahaan-perusahaan publik. Pedoman
ini merupakan hasil kolaborasi antara BEJ, IAI, AEI, dan Bapepam. Perkembangan terbaru
di Pasar modal adalah batas waktu penyerahan laporan tahunan yakni 90 hari sejak tutup
buku, lebih pendek dari regulasi sebelumnya yakni 120 hari. Regulasi ini merupakan
indikasi kekonsistenan penegakan GCG oleh Bapepam.
GCG di Lingkungan Perbankan
Dalam undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan, secara umum telah
diatur ketentuan yang terkait dengan GCG baik yang termasuk governance structure,
governance process, maupun governance outcome.Governance structure terdiri atas (LAN
dan BPKP,2000) : pertama, uji kelayakan dan kepatutan, (fit and proper test), yang

16
mengatur perlunya peningkatan kompetensi dan integritas manajemen perbankan melalui
uji kelayakan dan kepatutan terhadap pemilik, pemegang saham pengendali,dewan
komisaris, direksi, dan pejabat eksekutif bank dalam aktivitas pengelolaan bank.
Kedua, independensi manajemen bank, di mana para anggota dewan komisaris dan
direksi tidak boleh memiliki hubungan kekerabatan atau memiliki hubungan financial
dengan dewan komisaris dan direksi atau menjadi pemegang saham pengendali di
perusahaan lain.
Ketiga, ketentuan bagi direktur kepatutan dan peningkatan fungsi audit bank
publik. Dalam standar penerapan fungsi internal audit bank publik, bank diwajibkan untuk
menunjuk direktur kepatuhan yang bertanggung jawab atas kepatuhan bank terhadap
regulasi yang ada.
Strategi dan rencana Bank Indonesia mewajibkan bank untuk memikili rencana dan
anggaran jangka panjang dan menengah dalam bentuk keputusan dewan direksi bank
Indonesia tahun 1995, yang dimaksudkan bagi bank untuk memiliki strategi korporasi dan
yang tertuang dengan jelas, termasuk nilai-nilai yang harus dikomunikasikan kepada
seluruh tingkatan di dalam organisasi dan risiko-risiko pengendalian.
Mengenai governance outcome, Bank Indonesia juga telah mengeluarkan beberapa
peraturan, antara lain transparansi mengenai kondisi keuangan bank dan peningkatan peran
auditor eksternal. Bank diwajibkan untuk mengungkapkan non performing loan (NPL),
pemegang saham pengendali danafiliasinya, praktik manajemen resiko dalam pelaporan
keuangan.
Peran BAPEPAM
Bapepam secara langsung maupun tidak langsung telah mendorong implementasi
prinsip-prinsip GCG di Indonesia, dengan menerbitkan peraturan dan kebijakan yang
terkait dengan GCG. Peraturan-peraturan tersebut antara lain menyangkut keputusan
Bapepam mengenai prinsip transparansi yang mewajibkan perusahaan untuk
mengungkapkan informasi kepada publik, disclosure mengenai beberapa aspek yang
terkait dengan pemegang saham, transaksi material, dan perubahan dalam aktivitas bisnis
inti, keputusan mengenai merger dan akuisisi perusahaan publik, serta ketentuan tentang
pengungkapan mengenai apakah suatu perusahaan tengah dalam proses peradilan
kepailitan.
Kedua, kuputusan Bapepam yang terkait dengan penerapan prinsip-prinsip
kewajaran terutama untuk perlindungan kepentingan dan hak pemegang saham, ketentuan

17
mengenai benturan kepentingan dalam transaksi-transaksi tertentu, dan ketentuan
mengenai penawaran tender.
Ketiga, keputusan Bapepam mengenai penerapan prinsip responsibilitas dan
akuntabilitas seperti keputusan mengenai merger dan akuisisi perusahaan publik, terutama
terkait dengan kewajiban direksi dan dewan komisaris untuk membuat pernyataan kepada
Bapepam dan RUPS bahwa merger dan akuisisi yang hendak dilakukan telah
mempertimbangkan secara matang dengan memperhatikan kepentingan stakeholders,
kepentingan publik, kepentingan perusahaan, persaingan yang sehat, dan jaminan akan
terpenuhinya hak-hak pemegang saham publik termasuk kewajiban untuk memiliki komite
audit.
Pendekatan Holistik
Sedikitnya terdapat dua faktor yang menyebabkan permasalahan corporate
governance di Indonesia lebih serius dibandingkan dengan Negara-negara lain di Asia
Timur. Pertama, mekanisme pengendalian perusahaan Indonesia masih termasuk yang
paling lemah. Pasar masih didominasi oleh sejumlah kecil konglomerat yang memiliki
potensi dengan rezim kekuasaan. Baik untuk BUMN maupun perusahaan-perusahaan yang
memiliki koneksi politik yang kuat, pengembangan strategi dan posisi kompetitif tidak
didasarkan pada efisiensi dan kinerja financial, tetapi berdasarkan jaringan hubungan
personal dengan struktur kekuasaan.
Kedua, korupsi di Indonesia tergolong sangat akut. Korupsi di lembaga-lembaga
pemerintahan dan di lembaga-lembaga peradilan membuat penegakan hukum yang terkait
dengan perusahaan dan perbankan nyaris belum nampak. Belakangan mulai ada titik
terang. Prasyarat penting dalam implementasi GCG adalah pemetaan keadaan saat ini.
Bank Dunia melalui policy recommendation of ROSC telah melakukan pemetaan. Berikut
ini adalah beberapa rekomendasi utama Bank Dunia:
(a) Pemegang saham minoritas harus diberikan hak voting dalam proses nominasi
anggota dewan komisaris dan direksi, misalnya dengan memberikan hak-hak
kepada pemegang saham minoritas tanpa harus melanggar ketentuan one share one
vote.
(b) Perusahaan-perusahaan publik disarankan untuk memiliki komite nominasi dan
remunasi. Rekomendasi ini diatur melalui pedoman pembentukan komite nominasi
dan remunasi. Hal ini harus didukung oleh Bapepam dan BEJ dengan

18
mengeluarkan peraturan yang mewajibkan perusahaan publik memiliki komite
nominasi dan remunasi.
(c) Direkomendasikan untuk mengadopsi standar internasional dalam pelaporan
keuangan. Pernyataan standar akuntansi keuangan yang ada saat ini sudah hamper
sejalan dengan international accounting standard (IAS).
(d) Langkah-langkah untuk dan melindungi kepentingan pemegang saham minoritas.
(e) Memperkuat pengawasan pasar oleh Bapepam dan BEJ. Pengembangan
pengawasan pasar dapat dilakukan melalui pengembangan sumber daya manusia
dan teknologi informasi. Bapepam dan BEJ harus mengintegrasikan sistem-sistem
pengawasan mereka, yang didukung dengan sumber daya manusia yang
profesional.
(f) Mengkonfirmasi tanggung jawab hukum para akuntan. Disarankan agar rancangan
undang-undang akuntan publik memperkuat tanggung jawab hukum para akuntan,
khususnya yang terkait dengan pihak ketiga dan untuk memungkinkan tuntutan
hukum terhadap para akuntan sekiranya terdapat fraud maupun kelalaian nyata.
(g) Memperpendek jangka waktu penyerahan laporan tahunan. Dari semula 120 hari,
dan sejak tahun 2003 telah dikurangi menjadi 90 hari.
(h) Mengklarifikasi hak-hak dan akuntabilitas komisaris independen. Dalam undang
perseroan terbatas, peran komisaris independen di setarakan dengan peran
komisaris.
(i) Merumuskan lebih jauh pedoman mengenai independensi para komisaris
independent. Hal ini terkait dengan uraian tentang peran, kewajiban, dan
akuntabilitas komisaris independent.
(j) Agar terdapat rumusan yang jelas mengenai transaksi-transaksi yang memiliki
benturan kepentingan bagi para direksi. Situasi benturan kepentingan harus diatur
dalam pedoman perilaku (code of conduct) perusahaan.

Referensi
Etty Retno Wulandari, PhD. Modul Good Corporate Governance. Konsep, Prinsip dan
Praktik. Lembaga Komisaris dan Direktur Indonesia, Jakarta

Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance. 2004. Pedoman Good Corporate


Governance Perbankan Indonesia. Komite Nasional Kebijakan Governance,
Jakarta.
Komite Nasional Kebijakan Governance. 2006. Pedoman Umum Good Corporate
Governance Indonesia. Komite Nasional Kebijakan Governance, Jakarta.

Komite Nasional Kebijakan Governance. 2006. Pedoman Good Corporate Governance


Perasuransian Indonesia. Indonesian Senior Executies Association (ISEA), Jakarta.

19
Sutojo, Siswanto dan John Aldridge. 2008. Good Corporate Governance (Tata Kelola
Perusahaan Yang Sehat), Jakarta : PT Damar Mulia Pustaka

Thomas S. Kaihatu. 2006. Good Corporate Governance dan Penerapannya di Indonesia.


Jurnal Manajemen Dan Kewirausahaan, Vol.8: 1-9.

20

Anda mungkin juga menyukai