Australia adalah salah satu negara yang mempergunakan sistem voluntary corporate
governance. The Australia Stock Exchange Corporate Governance Council menyatakan
bahwa the Principles of Good Corporate Governance and the Best Practice
Recommendation mempergunakan sistem voluntary perusahaan yang terdaftar di bursa efek
Australia tetapi diperbolehkan untuk tidak memenuhi ketentuan yang diamanatkan oleh kode
corporate governance dengan harus memberikan alasan yang tepat mengapa perusahaan
tersebut tidak mematuhinya. Oleh karena itu, sistem Australia berlandaskan kepada prinsip
dasar “if not why not” maka para pembuat kode Australia memberikan kebebasan kepada
perusahaan-perusahaan yang telah terdaftar di bursa efek Australia untuk membangun sistem
milik mereka sendiri dalam menjalankan bisnis selama mereka dapat memberikan alasan
yang masuk akal mengapa mereka tidak mematuhi prinsip yang tertuang dalam kode tersebut.
Implementasi Corporate Governance merupakan hal yang wajib dilakukan oleh tiap
perusahaan baik BUMN maupun BUMS serta lembaga keuangan. Dalam proses
implementasinya tentunya diperlukan suatu pengawasan agar implementasi GCG tersebut
tetap berjalan dengan baik dan sesuai dengan prinsip Corporate Governance itu sendiri.
OJK adalah lembaga yang dibentuk dengan fungsi untuk mengawasi kegiatan sektor
keuangan. OECD bersama OJK meluncurkan The New G20/OECD Principles Of Corporate
Governance (CG) di Jakarta sebagai bentuk partisipasi OJK untuk mendukung penerapan
prinsip GCG G20/OECD yang baru diluncurkan September 2015 lalu di pertemuan G20 di
Ankara, Turki. Prinsip-prinsip GCG G20/OECD terbaru tersebut merupakan pengembangan
dari versi terdahulu yang memberikan rekomendasi bagi para pembuat kebijakan nasional
tentang hak-hak pemegang saham, remunerasi eksekutif, pengungkapan informasi keuangan,
perilaku investor institusi, dan bagaimana mekanisme pasar saham harus berfungsi. OJK
sebelumnya sudah mengeluarkan Peraturan OJK (POJK) terkait pelaksanaan GCG yaitu,
yaitu Tata Kelola Perusahaan Terbuka yang terdiri dari lima aspek:
1) Hubungan Perusahaan Terbuka dengan Pemegang Saham Dalam Menjamin Hak-Hak
Pemegang Saham
2) Fungsi dan Peran Dewan Komisari
3) Fungsi dan Peran Direksi
4) Partisipasi Pemangku Kepentingan; dan
5) Keterbukaan Informasi.
Diharapkan penerapan prinsip-prinsip baru ini dapat memudahkan para pelaku pasar
untuk menyesuaikan implementasi prinsip GCG dengan perubahan dan pertumbuhan bisnis
di era sekarang untuk mendorong pertumbuhan dan keberlangsungan sektor jasa keuangan
Indonesia, sehingga dapat mendorong ketahanan sektor jasa keuangan dan pertumbuhan
ekonomi dalam kondisi normal ataupun krisis.
Implementasi prinsip-prinsip terbaru ini diharapkan dapat menciptakan kepercayaan,
transparansi dan akuntabilitas, sehingga sektor jasa keuangan dapat berkembang dan
membuka akses serta peluang untuk investasi dan pendanaan jangka panjang melalui pasar
modal. Perubahan prinsip-prinsip GCG G20/OECD dibagi menjadi 6 bab yang
penambahannnya dimasukkan ke dalam tiap-tiap bab tersebut:
1) Dasar kerangka tata kelola yang efektif
2) Hak dan perlakuan yang adil untuk pemegang saham dan fungsi kunci kepemilikan
3) Investor institusi, pasar modal dan perantara lainnya
4) Peran pemangku kepentingan dalam tata kelola
5) Transparansi dan Keterbukaan informasi
6) Tanggung jawab Direksi dan Dewan Komisaris
DAFTAR PUSTAKA
Asri Dwija Putri dan Agung Ulupui.2017. Pengantar Corporate Governance. Denpasar: CV
Sastra Utama.
The Malaysian Code on Corporate Governance, tahun 2007 diterbitkan oleh Bursa Efek
Malaysia.
https://yanwariyanidwi.wordpress.com/2015/12/15/pengertian-prinsip-dan-penerapan-
good-governance-di-indonesia/ (Diakses tanggal 20 September 2019)