Anda di halaman 1dari 12

4.

1 Good Corporate Governance di Dunia


A. Pemicu Timbulnya Good Corporate Governance di Dunia

Pada awal dekade 2000an dunia dikejutkan oleh tumbangnya perusahaan –


perusahaan raksasa terkemuka di berbagai negara industri maju termasuk Amerika Serikat,
Inggris, Itali, Australia, Singapura, dan Hongkong. Regulator pemerintah tiap negara dan
pakar manajemen memberikan kesimpulan bahwa penyebab utama tumbangnya perusahaan
perusahaan besar tersebut adalah karena lemahnya penerapan prinsip – prinsip good
corporate governance mereka.

Kelemahan corporate governance tersebut antara lain ditandai oleh berbagai macam hal,
diantaranya yaitu :

1. Renggangnya hubungan antara para pemegang saham dengan manajemen perusahaan.


2. Lemahnya peranan dewan pengurus dalam mengarahkan dan mengendalikan
kebijaksanaan dan pengelolaan harta, utang, dan operasi bisnis perusahaan.
3. Semakin bebasnya manajemen perusahaan mengelola dan mengambil keputusan –
keputusan penting yang bersangkutan dengan kelangsungan hidup perusahaan.
4. Tidak transparan, akurat, dan tepat waktunya penyampaian laporan perkembangan
bisnis dan laporan keuangan oleh manajemen perusahaan kepada para pemegang saham
dan kreditur.
5. Dalam banyak kasus auditor yang mengaudit laporan keuangan perusahaan tidak
bekerja di bawah pengawasan langsung dari komite audit

Kelemahan - kelemahan corporate governance itulah yang memberikan peluang dewan


pengurus dan manajemen perusahaan yang memiliki moral dan etika bisnis yang buruk
mengelola perusahaan demi kepentingan pribadi atau golongan mereka bukan demi
kepentingan perusahaan. Dalam melakukan penyalah gunaan jabatan tersebut tidak sedikit
manajemen perusahaan berkolusi dengan institusi profesi papan atas seperti penasehat
hukum, perusahaan konsultan, dan perusahaan akuntan publik.

Skandal bisnis perusahaan – perusahaan raksasa dunia tersebut telah melukai kehidupan
ekonomi banyak negara. Dampak negatif skandal tersebut antara lain adalah menurunnya
kepercayaan investor untuk menanamkan dananya dalam perdagangan surat berharga.
Selain itu bank dan lembaga keuangan non – bank lebih selektif dalam menyalurkan kredit
mereka. Sejak terjadinya skandal bisnis tersebut diatas para investor surat berharga dan

1
bank - bank kreditur sadar bahwa hak dan kepentingan mereka di perusahaan dimana
mereka menanamkan dananya tidak sepenuhnya terlindungi.

B. Reaksi Dunia Internasional


Kejatuhan perusahaan raksasa multinasional pada awal tahun 2000an menyadarkan
masyarakat bisnis dan pemerintah bahwa corporate governance di negara mereka perlu di
reformasi. Dua negara yang paling serius menangani imbas skandal perusahaan –
perusahaan publik di dunia itu adalah Inggris dan Amerika Serikat. Hal itu disebabkan
karena pasar modal di kedua negara itu merupakan motor perkembangan ekonomi mereka.
Reaksi pemerintahan kerajaan Inggris terhadap skandal yang terjadi di perusahaan –
perusahaan serta kejatuhan perusahaan publik adalah :
1. Pemerintah Inggris mengeluarkan pendapat tentang reformasi persyaratan perusahaan
publik. Pendapat tersebut dituangkan dalam sebuah makalah yang berjudul Modernizing
Company Law. Selain itu regulator keuangan Inggris The Financial Service Authority
(FSA) menerbitkan pedoman tentang penyusunan laporan keuangan perusahaan public,
dimana mereka diharuskan untuk mengungkapkan secara transparan semua transaksi
bisnis yang dilakukan.
2. Pemerintah Inggris membentuk komite – komite corporate governance. Komite tersebut
menyusun laporan – laporan yang memuat pendapat dan saran bagaimana cara
memperbaharui peraturan tentang corporate governance dan nantinya perusahaan –
perusahaan harus mematuhi saran – saran yang diajukan komite tersebut.

Reaksi Amerika Serikat terhadap skandal yang terjadi di perusahaan – perusahaan serta
kerjatuhan perusahaan publik adalah :

1. Pemerintah Amerika Serikat mengundangkan undang – undang tentang reformasi


corporate governance yang disebut Sarbanes Oxley Act yang memuat tentang ketentuan
ketentuan baru yang tegas tentang perlindungan hak dan kepentingan pemegang saham
dan karyawan perusahaan publik. Selain itu Sarbanes Oxley Act menentukan bahwa
anggota dewan pengurus wajib menguasai dasar – dasar ilmu manajemen keuangan.
2. Sarbanes Oxley Act mewajibkan perusahaan melakukan pengungkapan laporan
keuangan secara transparan serta diwajibkan untuk menggunakan auditor independen
dan menerapkan standar auditing yang ditetapkan US Public Accounting Oversight
Board (PCAOB).’

2
Reaksi Australia terhadap skandal yang terjadi di perusahaan – perusahaan serta
kerjatuhan perusahaan publik adalah :

1. Pemerintah Australia menerbitkan pedoman good corporate governance bagi


perusahaan – perusahaan publik serta memperbaharui undang – undang tentang
perusahaan Australia.
2. Pemerintah Australia menyusun program untuk meninjau kembali regulasi audit dan
pengungkapan informasi perusahaan yang disebut Corporate Law Economic Reform
Program (CLERP). Program tersebut juga mengaktifkan partisipasi pemegang saham
dalam meningkatkan akuntabilitas dan transparansi perusahaan – perusahaan public.

C. Perkembangan Good Corporate Governance

Corporate governance sudah bukan merupakan pilihan lagi bagi pelaku bisnis, tetapi
sudah merupakan suatu keharusan dan kebutuhan vital serta sudah merupakan tuntutan
masyarakat. Setiap tindakan memerlukan pertanggungjawaban yang baik. Penerapan GCG
didukung oleh Organisation for Economic Cooperation and Development dengan
penerbitan prinsip prinsip GCG yang bertujuan untuk membantu negara-negara baik negara
anggota OECD maupun bukan anggota OECD untuk menerapkan GCG di negaranya
terutama untuk dapat menyediakan pedoman dan saran-saran bagi bursa saham, investor,
perusahaan, dan pihak-pihak lain yang memiliki peranan dalam proses pengembangan
GCG.

4.2 Good Corporate Governance di Asia


Good Corporate Governance menjadi penting untuk Asia dalam beberapa tahun
terakhir dengan sebagian besar pasar telah memperkenalkan peraturan yang komprehensif.
Regulator perusahaan dan investor memiliki peran penting dalam Good Corporate
Governance. Meskipun masih ada beberapa kekurangan dalam kerangka peraturan di
banyak negara di kawasan Asia ini yang berfungsi untuk melumpuhkan manfaat apa yang
telah dicapai. Meskipun ada perusahaan yang sadar melebihi standar tata kelola juga ada
bukti yang jelas bahwa pendekatan terhadap masalah pemerintahan oleh banyak perusahaan
di Asia berjumlah lebih sedikit. Hal ini menunjukkan hubungan yang kuat antara praktik
Good Corporate Governance yang baik dan keuntungan finansial.

3
A. Pedoman Good Corporate Governance Di Malaysia
Pedoman Good Corporate Governance (The Malaysian Code on Corporate
Governance) iniditerbitkan oleh Bursa Efek Malaysia dan kewajiban untuk
melaksanakan Pedoman inidiatur dalam peraturan tentang pencatatan efek di bursa efek
tersebut. Pedoman iniditerbitkan pada tahun 2007 dan merupakan revisi atas pedoman
yang diterbitkansebelumnya.
1. Metode penerapan Pedoman Good Corporate Governance
Penerapan Pedoman Good Corporate Governance bagi perusahaan bersifat
complyand explain. Dengan demikian tidak ada sanksi apabila perusahaan tidak
menerapkan seluruh aspek dalam Pedoman tersebut. Bagi perusahaan yang tercatat
di bursa efek Malaysia, prinsip prinsip Good Corporate Governance dan praktik-
praktik terbaik yang telah diterapkan perusahaan wajib diungkapkan dalam laporan
tahunan. Perusahaanjuga wajib mengidentifikasi prinsip dan praktik terbaik yang
tidak dilaksanakan disertaialasan atas ketidakpatuhan tersebut. Apabila perusahaan
mengadopsi praktek tatakelola negara lain, hal ini juga harus diungkapkan.
2. Sanksi atas ketidakpatuhan terhadap Pedoman Good Corporate Governance
Penerapan Pedoman Good Corporate Governance bersifat comply and explains
sehingga tidak terdapat sanksi dalam hal perusahaan tidak menerapkan seluruh
aspek dalam Pedoman Good Corporate Governance. Namun terdapat kewajiban
untuk mengungkapkan pelaksanaan dari Pedoman tersebut dalam laporan tahunan.
Dengan demikian bagi perusahaan yang tercatat atau akan mencatatkan sahamnya
di bursatidak mengungkapkan dalam laporan tahunannya terkait dengan penerapan
tata kelola, Bursa Malaysia dapat mengambil tindakan terhadap perusahaan atau
direksisebagaimana tercantum dalam Persyaratan Listing di Bursa Malaysia.
3. Ruang lingkup Pedoman Good Corporate Governance
Pedoman Good Corporate Governanc terdiri dari tiga bagian yaitu :
Bagian 1 :
Memuat prinsip-prinsip Good Corporate Governance yang luas yang berlaku
di Malaysia. Tujuan dari prinsip-prinsip ini adalah untuk memungkinkan
fleksibilitas perusahaan dalam menerapkan prinsip-prinsip sesuai dengan keadaan
masingmasing perusahaan.
Bagian 2 :
Menetapkan praktik-praktik terbaik dalam tata kelola perusahaan.
Mengidentifikasi seperangkat pedoman atau praktek yang dimaksudkan untuk

4
membantu perusahaan dalam merancang pendekatan mereka terhadap tata kelola
perusahaan yang baik bagi perusahaannya.
Bagian 3 :
Dorongan atau himbauan bagi pihak-pihak selain tersebut di atas yang bersifat
sukarela. Hal ini tidak ditujukan kepada perusahaan yang terdaftar tetapi untuk
investor dan auditor untuk meningkatkan peran mereka dalam tata kelola
perusahaan. Adapun ruang lingkup dari Pedoman Good Corporate Governance
tersebut adalah :
a. The Board Structure, Duties and Effectiveness
b. The Audit Committee and its Challenges
c. Assessing the Risk and Control Environment
d. Effective Oversight of Financial Reporting
e. Internal and External Audit: “Eyes And Ears” of Audit Committee
f. Conflict of Interest and Related Party Transactions
g. Nominating Committee
h. Remuneration Committee
i. Shareholder Relations
B. Pedoman Good Corporate Governance Di Singapura
1. Metode Penerapan Pedoman Good Corporate Governance
Metode penerapan Pedoman Good Corporate Governance bersifat comply and
explain. Selanjutnya berdasarkan ketentuan pencatatan efek di Bursa efek Singapore
mengharuskan perusahaan tercatat untuk mengungkapkan praktik tata kelola
mereka dalam laporan tahunan dengan referensi khusus kepada prinsip-prinsip yang
terdapat dalam Pedoman. Perusahaan juga wajib mengungkapkan dan menjelaskan
setiap perbedaan pelaksanaannya dari Pedoman tersebut. Perusahaan juga didorong
untuk melakukan konfirmasi positif tentang pemenuhan prinsip-prinsip tata kelola
dan mengungkapkan setiap ketidak patuhan terhadap prinsip-prinsip tersebut dalam
laporan tahunan perusahaan.
2. Sanksi atas ketidakpatuhan
Penerapan Pedoman Good Corporate Governance oleh perusahaan hanya
bersifat voluntary. Oleh karena itu, tidak ada sanksi bagi perusahaan yang tidak
menerapkannya. Akan tetapi, perusahaan harus menjelaskan dengan rinci alasan
untuk tidak menerapkannya.
3. Ruang lingkup Pedoman Good Corporate Governance

5
Ruang lingkung Tata Kelola perusahaan
a) Board Matters
b) Remuneration Matters
c) Accountability and Audit
d) Communication with Shareholders
e) Disclosure of Corporate Governance Arrangements
C. Pedoman Good Corporate Governance Di Thailand
1. Metode Penerapan Pedoman Good Corporate Governance
Metode penerapan Pedoman Good Corporate Governance di Thailand bersifat
Comply or Explain . Oleh karena itu, Stock Exchange of Thailand (SET)
mengharapkan perusahaan untuk mengikuti Pedoman Good Corporate Governance
tersebut. Selain itu, perusahaan dapat mengadaptasi prinsip-prinsip Good Corporate
Governance sesuai kebutuhan fungsional tiap perusahaan. Bagi perusahaan yang
memilih untuk tidak mematuhi prinsip Good Corporate Governance, diharuskan
menjelaskan secara rinci alasan untuk tidak menerapkannya.Perusahaan Tercatat
telah diminta untuk mulai mengungkapkan pelaksanaan prinsip-prinsip Good
Corporate Governance pada tahun 2007 pada Laporan Tahunan perusahaan. Selain
itu, perusahaan yang terdaftar harus mengungkapkan penerapan prinsip-prinsip tata
kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) melalui media
komunikasi yang yang paling nyaman bagi Perusahaan, pemegang saham, investor,
stakeholder lainnya dan pihak-pihak terkait. Salah satu saluran yang disarankan
adalah situs web perusahaan.
2. Sanksi atas ketidakpatuhan
Penerapan Pedoman Good Corporate Governance oleh perusahaan hanya
bersifat voluntary. Oleh karena itu, tidak ada sanksi bagi perusahaan yang tidak
menerapkannya. Akan tetapi, perusahaan harus menjelaskan dengan rinci alasan
untuk tidak menerapkannya.
3. Ruang lingkup Pedoman Good Corporate Governance
Prinsip-prinsip dan praktek-praktek terbaik Good Corporate Governance
Perusahaan tercatat yang direkomendasikan oleh SET (Stock Exchange of Thailand)
mencakup 5 kategori yaitu:
a) Hak Pemegang Saham (Rights of Shareholders)
b) Perlakuan Adil kepada Pemegang Saham (Equitable Treatment of
Shareholders)

6
c) Peran Pemangku Kepentingan (Role of Stakeholders)
d) Keterbukaan dan Transparansi (Disclosure and Transparency)
e) Tanggung Jawab Dewan Direksi (Responsibilities of the Board)

D. Pedoman Good Corporate Governance Di Philipina


Sesuai dengan kebijakan Negara untuk secara aktif mempromosikan reformasi tata
kelola perusahaan yang bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan investor,
mengembangkan pasar modal dan membantu mencapai pertumbuhan yang tinggi dan
berkelanjutan untuksector korporasi dan ekonomi, Securities Commission, melalui
Resolusi No.135, Seri 4 April2002, menyetujui berlakunya dan pelaksanaan Pedoman
Good Corporate Governance ini.Pedoman ini berlaku untuk perusahaan efek yang
tercatat atau terdaftar, perusahaan penerima izin/lisensi dan perusahaan publik.
Pedoman Good Corporate Governance ini juga berlaku untuk cabang atau anak
perusahaan dari perusahaan asing yang beroperasi diFilipina yang terdaftar.
1. Metode Penerapan Pedoman Good Corporate Governance
Penerapan Pedoman Good Corporate Governance di Philipina merupakan suatu
kewajiban. Penegakan hukum atas pelaksanaan Pedoman Good Corporate
Governance tersebut dilakukan oleh Securities and Exchange Commission dan
dapat dikenakan sanksi. Bursa Efek Philipina mewajibkan perusahaan tercatat untuk
melaporkan secara periodic mengenai kepatuhan terhadap manual tata kelola
termasuk hal-hal yang belum dapat dipenuhi wajib diungkapkan lengkap dengan
alasannya.
2. Sanksi atas ketidakpatuhan terhadap Pedoman Good Corporate Governance
Kegagalan untuk mengadopsi manual tata kelola perusahaan seperti yang
ditentukan untuk perusahaan, setelah pemberitahuan waktu dan alasan jatuh tempo
dikenakandenda sebesar P100, 000.00.
3. Ruang lingkup Pedoman Good Corporate Governance
a) The Board Governance
b) Supply Information
c) Accountability and Audit
d) Stockholders’ Rights and Protection of Minority Stockholders’ Interests
e) Evaluation Systems
f) Disclosure and Transparency
g) Commitment to Corporate Governance

7
h) Administrative Sanction

4.3 Good Corporate Governance di Indonesia


Sulit dipungkiri, selama sepuluh tahun terakhir ini, istilah Good Corporate Governance
(GCG) kian populer. Tak hanya populer, istilah tersebut juga ditempatkan di posisi
terhormat. Pertama, GCG merupakan salah satu kunci sukses perusahaan untuk tumbuh dan
menguntungkan dalam jangka panjang, sekaligus memenangkan persaingan bisnis global.
Kedua, krisis ekonomi di kawasan Asia dan Amerika Latin yang diyakini muncul karena
kegagalan penerapan GCG. Pada tahun 1999, kita melihat negara-negara di Asia Timur
yang sama-sama terkena krisis mulai mengalami pemulihan, kecuali Indonesia. Harus
dipahami bahwa kompetisi global bukan kompetisi antarnegara, melainkan antarkorporat di
negara-negara tersebut. Jadi menang atau kalah, menang atau terpuruk, pulih atau tetap
terpuruknya perekonomian satu negara bergantung pada korporat masing-masing.
Pemahaman tersebut membuka wawasan bahwa korporat kita belum dikelola secara benar.
Rendahnya kualitas GCG korporasi-korporasi di Indonesia ditengarai menjadi kejatuhan
perusahaan-perusahaan tersebut.
A. Tahap-Tahap Penerapan GCG
Salah satu tujuan utama ditegakannya Good Corporate Governance ialah untuk
menciptakan sistem yang dapat menjaga keseimbangan dalam pengendalian perusahaan
sedemikian rupa sehingga mampu mengurangi peluang terjadinya kesalahan mengelola
(miss management), menciptakan insentif bagi manajer untuk memaksimumkan
produktivitas penggunaan aset sehingga menciptakan nilai tambah perusahaan yang
optimal. Dalam pelaksanaan penerapan GCG di perusahaan adalah penting bagi perusahaan
untuk melakukan pentahapan yang cermat berdasarkan analisis atas situasi dan kondisi
perusahaan, dan tingkat kesiapannya, sehingga penerapan GCG dapat berjalan lancar dan
mendapat dukungan dari seluruh unsur di dalam perusahaan. Beberapa tahapan dalam
menerapkan GCG yaitu:
1. Tahap persiapan
Tahap ini terdiri atas tiga langkah utama yaitu:
1) Awareness Building, merupakan langkah sosialisasi awal untuk membangun
kesadaran mengenai arti pentingnya GCG dan komitmen bersama dalam
penerapannya. Upaya ini dapat dilakukan dengan meminta bantuan tenaga ahli
independen dari luar perushaan. Kegiatan dapat dilakukan melalui seminar,
lokakarya, dan diskusi kelompok.

8
2) GCG Assessment, merupakan upaya untuk mengukur atau memetakan kondisi
perusahaan dalam penerapan GCG saat ini. Langkah ini perlu guna memastikan titik
awal atau level penerapan GCG dan untuk mengidentifikasi langkah-langkah yang
tepat guna mempersiapkan infrastruktur dan struktur perusahaan yang kondusif bagi
penerapan GCG secara efektif.
3) GCG Manual Building, adalah langkah berikutnya setelah GCG Assessment
dilakukan. Berdasarkan hasil pemetaan tingkat kesiapan untuk kesiapan perusahaan
dan upaya identifikasi prioritas penerapannya, penyusunan manual atau pedoman
implementasi GCG dapat disusun.
2. Tahap implementasi
Tahap ini terdiri atas tiga langkah utama yaitu:
1) Sosialisasi, diperlukan untuk memperkenalkan kepada seluruh perusahaan berbagai
aspek yang terkait dengan implementasi GCG khususnya mengenai pedoman
penerapan GCG. Upaya sosialisasi perlu dilakukan dengan suatu tim khusus yang
dibentuk untuk itu, langsung berada dibawah pengawasan Direktur Utama.
2) Implementasi, adalah kegiatan yang dilakukan sejalan dengan pedoman GCG yang
ada, berdasarkan roadmap yang telah disusun. Implementasi harus bersifat top down
approach yang melibatkan Dewan Komisaris dan Direksi perusahaan.
3) Internalisasi, mencakup upaya-upaya untuk memperkenalkan GCG di dalam
seluruh proses bisnis perusahaan melalui berbagai prosedur operasi, sistem kerja, dan
berbagai peraturan perusahaan. Dengan upaya ini dapat dipastikan bahwa penerapan
GCG bukan sekadar dipermukaan atau sekadar suatu kepatuhan yang bersifat
superficial, tetapi benar-benar tercermin dalam seluruh aktivitas perusahaan.
3. Tahap evaluasi
Tahap evaluasi adalah tahap yang perlu dilakukan secara teratur dari waktu ke waktu
untuk mengukur sejauh mana efektifitas penerapan GCG telah dilakukan dengan
meminta pihak independen melakukan audit implementasi dan scoring atas praktek
GCG yang ada. Dalam hal membangun GCG, dan terkait dengan pengembangan sistem,
yang diharapkan akan mempengaruhi perilaku setiap individu dalam perusahaan yang
pada gilirannya akan membentuk kultur perusahaan yang bernuansa GCG, maka
diperlukan langkah-langkah berikut:
1. Menetapkan visi, misi, rencana strategis, tujuan perusahaan, serta system operasional
pencapaiannya secara jelas;

9
2. Mengembangkan suatu struktur yang menjaga keseimbangan peran dan fungsi organ
perusahaan (check and balance);
3. Membangun sistem informasi, baik untuk keperluan proses pengambilan keputusan
maupun keperluan keterbukaan informasi material dan relevan mengenai
perusahaan;
4. Membangun sistem audit yang handal, yang tak terbatas pada kepatuhan terhadap
peraturan dan prosedur operasi standar, tetapi juga mencakup pengendalian risiko
perusahaan;
5. Membangun sistem yang melindungi hak-hak pemegang saham secara adil dan setara
diantara pemegang saham;
6. Membangun sistem pengembangan SDM, termasuk pengukuran kinerjanya.

B. Penerapan GCG di Indonesia


Era pascakrisis ditandai dengan goncangan ekonomi berkelanjutan. Mulai dari
restrukturisasi sektor perbankan, pelelangan asset para konglomerat, yang berakibat pada
penurunan iklim berusaha (Bakrie,2003). Kajian yang dilakukan oleh Asian Development
Bank (ADB) menunjukkan beberapa faktor yang memberi kontribusi pada krisis di
Indonesia. Pertama, konsentrasi kepemilikan perusahaan yang tinggi; kedua, tidak
efektifnya fungsi pengawasan dewan komisaris, ketiga; inefisiensi dan rendahnya
transparansi mengenai prosedur pengendalian merger dan akuisisi perusahaan; keempat,
terlalu tingginya ketergantungan pada pendanaan eksternal; dan kelima, ketidak
memadainya pengawasan oleh para kreditor. Tantangan terkini yang dihadapi masih belum
dipahaminya secara luas prinsip-prinsip dan praktek good corporate governance oleh
kumunitas bisnis dan publik pada umumnya (Daniri, 2005). Akhirnya komunitas
internasional masih menempatkan Indonesia pada urutan bawah rating implementasi GCG
sebagaimana dilakukan oleh Standard & Poor, CLSA, Pricewaterhouse Coopers, Moody`s
Morgan, and Calper`s.
a) Implementasi GCG
Terdapat tiga arah agenda penerapan GCG di Indonesia (BP BUMN, 1999) yakni,
menetapkan kebijakan nasional, menyempurnaan kerangka nasional dan membangun
inisiatif sektor swasta. Terkait dengan kerangka regulasi, Bapepam bersama dengan self-
regulated organization (SRO) yang didukung oleh Bank Dunia dan ADB telah
menghasilkan beberap proyek GCG seperti JSX Pilot project. Seiring dengan proyek-

10
proyek ini, kementerian BUMN juga telah mengembangkan kerangka untuk implementasi
GCG.
Bergulirnya reformasi corporate governance masih menyisakan hal-hal strategis yang
harus dikaji, seperti kesesuaian dan sinkronisasi berbagai peraturan perundangan yang
terkait. Demikian pula yang terkait dengan otonomi daerah, permasalahan yang timbul
dalam kerangka regulasi adalah pemberlakuan undang-undang otonomi daerah yang
cenderung kebablasan tanpa diikuti dengan kesadaran dan pemahaman good governance itu
sendiri. Inisiatif di sektor swasta terlihat pda aktivitas organisasi-organisasi corporate
governance dalam bentuk upaya-upaya sosialisasi, pendidikan, pelatihan, pembuatan
rating, penelitian, dan advokasi.
Dalam penerapan GCG di Indonesia, seluruh pemangku kepentingan turut
berpartisipasi. Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance yang diawal tahun 2005
di ubah menjadi Komite Nasional Kebijkan Governance telah menerbitkan pedoman GCG
pada bulan Maret 2001. Pedoman tersebut kemudian disusul dengan penerbitan Pedoman
GCG Perbankan Indonesia, Pedoman untuk komite audit, dan pedoman untuk komisaris
independen di tahun 2004. Semua publikasi ini dipandang perlu untuk memberikan acuan
dalam mengimplementasikan GCG.
Pemerintah pun melakukan upaya-upaya khusus bergandengan tangan dengan
komunitas bisnis dalam mensosialisasikan dan mengimplementasikan GCG. Dua sektor
penting yakni BUMN dan Pasar Modal telah menjadi perhatian pemerintah. Aspek baru
dalam implementasi GCG di lingkungan BUMN adalah kewajban untuk memiliki statement
of corporate intent (SCI). SCI pada dasarnya adalah komitmen perusahaan terhadap
pemegang saham dalam bentuk suatu kontrak yang menekankan pada strategi dan upaya
manajemen dan didukung dengan dewan komisaris dalam mengelola perusahaan. Terkait
dengan SCI, direksi diwajibkan untuk menanda tangani appointment agreements (AA) yang
merupakan komitmen direksi untuk memenuhi fungsi-fungsi dan kewajiban yang
diembannya. Indikator kinerja direksi terlihat dalam bentuk reward and punishment system
dengan meratifikasi undang-undang BUMN.
Pasar modal juga perlu menerapkan prinsip-prinsip GCG untuk perusahaan publik. Ini
ditunjukkan melalui berbagai regulasi yang dikeluarkan oleh Bursa Efek Jakarta (BEJ),
yang menyatakan bahwa seluruh perusahaan tercatat wajib melaksanakan GCG.
Implementasi GCG dimaksudkan untuk meningkatkan perlindungan kepentingan investor,
terutam para pemegang saham di perusahaan-perusahaan terbuka.

11
Di samping itu, implementasi GCG akan mendorong tumbuhnya mekanisme check and
balance di lingkungan manajemen khususnya dalam member perhatian kepada kepentingan
pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya. Hal ini terkait dengan peran
pemegang saham pengendali yang berwenang mengangkat komisaris dan direksi, dan dapat
mempengaruhi kebijakan perusahaan. Di samping pelindungan investor, regulasi
mewajibkan system yang menjamin transparansi dan akuntabilitas dalam transaksi bisnis
antar perusahaan dalam satu grup yang berpotensi menimbulkan benturan kepentingan.
Semangat untuk memperoleh persetujuan publik dalam transaksi, merupakan bentuk
penerapan prinsip akuntabilitas. Diperkenalkannya komisaris independen, komite audit, dan
sekretaris perusahaan juga menjadi fokus regulasi BEJ. Independensi komisaris
dimaksudkan untuk memastikan bahwa komisaris independen tidak memiliki afiliasi
dengan pemegang saham, dengan direksi dan dengan komisaris; tidak menjabat direksi di
perusahaan lain yang terafiliasi; dan memahami berbagai regulasi pasar modal. Sedangkan
terkait dengan kewajiban untuk memiliki direktur independen, dalam sistem two tier yang
kita anut, justru akan lebih efektif bilamana bursa mewajibkan perusahaan untuk memiliki
komite nominasi dan remunerasi. Tujuan pedoman tersebut adalah untuk meningkatkan
kualitas disclosure perusahaan-perusahaan publik.

12

Anda mungkin juga menyukai