Oleh :
Nadiya Az Zahra
180810301239
Mulai populernya istilah “tata kelola perusahaan yang baik” atau yang lebih
dikenal dengan istilah asing Good Corporate Governance (GCG) tidak dapat
dilepaskan dari maraknya skandal perusahaan yang menimpa perusahaan-perusahaan
besar , baik yang ada di Indonesia maupun yang ada di Amerika Serikat (AS). Amerika
serikat kembali digoncang oleh krisis ekonomi gelombang kedua pada pertengahan
tahun2008. Kali ini kirisis menimpa industri keuangan AS, masyarakat dunia dikejutkan
oleh kebangkrutan Lehman Brothers yaitu salah satu bank investasi raksasa sebagai
akibat macetnya pengembalian kredit yang disalurkan secara tidak terkendali pada
sektor perumahan/real estat. Kebangkrutan Lehman Brothers diikuti pengakuisisian
Bear Steams, Merril Lynch, serta perubahan status Goldman Sach dan Morgan Stanley
dari bank investasi menjadi holding bank.
Beberapa lembaga keuangan besar lainnya yang juga terancam bangkrut, antara
lain: AIG, Fannie Mae, dan Freddie Mac (Cyrillus Harinowo,
http://economic.keyzone.com/, 2008). Krisis keuangan ini memicu krisis kepercayaan
yang akhirnya memicu rush pada beberapa bank komersial, seperti Bank Indy Mac dan
Washington Mutual, yang akhirnya memaksa pemerintah dan Bank Sentral AS
menyediakan dana penyelamat sekitar US$700 miliar. Banyak pihak yang mengatakan
bahwa krisis keuangan AS ini berdampak besar bagi perekonomian dunia yang pada
gilirannya memunculkan resesi ekonomi dunia.
Akibat berbagai praktik tata kelola perusahaan yang buruk oleh perusahaan-
perusahaan besar ini bukan saja telah menimbulkan krisis ekonomi di Indonesia tetapi
juga memengaruhi perekonomian AS dan dunia. Untuk mengatasi krisis gelombang
pertama pada awal tahun 2008, pemerintah AS bertindak cepat untuk meredam
kepanikan para investor dengan mengeluarkan undang-undang yang terkenal dengan
nama Sarbanes-Oxley Act of 2002. Undang –undang ini berisi penataan kembali
Akuntansi Perusahaan Publik, tata kelola perusaan, dan perlindungan terhadap
investor. Oleh karena itu, Undang-undang ini menjadi acuan awal dalam menjabarkan
dan menegakkan GCG, baik di AS maupun di Indonesia.
BAB II
1
PEMBAHASAN
Tabel 1.1
Konsep GCG
2
4. Mekanisme Mengatur dan mempertegas kembali hubungan, peran, wewenang,
dan tanggung jawab:
Dalam arti sempit: antar pemilik / pemegang saham, dewan
komisaris, dan dewan direksi
Dalam arti luas: antar seluruh pemangku kepentingan .
Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Menteri Negara BUMN juga mengeluarkan
Keputusan Nomor Kep-117/M-MBU/2002 tentang Penerapan GCG (Tjager dkk,2003).
Ada lima prinsip menurut keputusan ini, yaitu:
a. Kewajaran (fairness)
b. Transparansi
c. Akuntabilitas
d. Pertanggungjawaban
e. Kemandirian
3
dalam pengelolaan kegiatan organisasi. Tjager dkk. (2003) mengatakan bahwa paling
tidak ada lima alasan mengapa penerapan GCG itu bermanfaat, yaitu:
1. Berdasarkan survei yang telah dilakukan oleh McKinsey & Company menunjukkan
bahwa investor institusional lebih menaruh kepercayaan terhadap perusahaan di
Asia yang telah menerapkan GCG.
2. Berdasarkan berbagai analisis, ternyata ada indikasi keterkaitan antara terjadinya
krisis financial dan krisis berkepanjangan di Asia dengan lemahnya tata kelola
perusahaan.
3. Internasionalisasi pasar termasuk liberalisasi pasar financial dan pasar modal-
menuntut perusahaan untuk menerapkan GCG.
4. Kalaupun GCG bukan obat mujarab untuk keluar dari krisis, sistem ini dapat
menjadi dasar bagi berkembangnya sistem nilai baru yang lebih susuai dengan
lanskap bisnis yang kini telah banyak berubah.
5. Secara teoritis, praktik GCG dapat meningkatkan nilai perusahaan.
Indra Surya dan Ivan Yustiavandana (2007) mengatakan bahwa tujuan dan manfaat
dari penerapan GCG adalah:
1. Memudahkan akses terhadap investasi domestic maupun asing.
2. Mendapatkan biaya modal (cost of capital) yang lebih murah.
3. Memberikan keputusan yang lebih baik dalam meningkatkan kinerja ekonomi
perusahaan.
4. Meningkatkan keyakinan dan kepercayaan dari para pemangku kepentingan
terhadap perusaaan.
5. Melindungi direksi dan komisaris dari tuntutan hukum.
4
3. Memperjelas dan mempertegas tugas dan tanggung jawab Direksi dan Dewan
Komisaris, termasuk mengatur mengenai komisaris independen dan komisaris
utusan (Bab VII).
4. Kewajiban perseroan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan
(Bab V).
5
menekankan sikap mental dalam mengambil keputusan dan tindakan yang semata-
mata didasarkan atas pertimbangan profesionalisme dari dalam diri yang bersangkutan
tanpa csmpur tangan, pengaruh, atau tekanan dari pihak luar. Sedangkan independent
in appearance dilihat dari sudut pandang pihak luar yang mengharapkan calon yang
bersangkutan (calon auditor, komisaris, atau direktur) secara fisik tidak mempunyai
hubungan darah (kepentingan langsung) dengan perusahaan atau dengan pemangku
kepentingan lainnya yang dapat menimbulkan keraguan bagi pihak luar tentang
kenetralan yang bersangkutan.
6
Aturan mengenai Komite Audit ini, antara lain dapat dilihat pada:
1. SE Ketua Bapepam Nomor SE-03/PM/2000 tetang Komite Audit untuk Perusahaan
Publik.
2. Keputusan Direksi PT BEJ Nomor Kep-305/BEJ/07-2004 tentang Pencatatan
Saham dan Efek.
3. Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Badan Usaha Milik Negara Nomor
Kep-133/M-BUMN/1999 tentang Pembentukan Komite Audit bagi BUMN.
Atauran yang berkaitan dengan sekretaris perusahaan ini dapat dilihat antara lain
pada:
1. Keputusan Ketua Bapepam Nomor 63 Tahun 1996 tentang Pembentukan
Sekretaris Perusahaan bagi Perusahaan Publik.
2. Keputusan Direksi BEJ Nomor 339 Tahun 2001 tentang Sekretaris Perusahaan.
7
a. Memaksimalkan nilai BUMN dengan cara meningkatkan prinsip keterbukaan,
akuntabilitas, dapat dipercaya, bertanggung jawab, dan adil agar perusahaan
memiliki daya saing yang kuat, baik secara nasional maupun internasional.
b. Mendorong pengelolaan BUMN secara professional, transparan, dan efisien,
serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian organ.
c. Mendorong agar organ dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan
dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturann
perundang-undangan yang berlaku serta kesadaran akan adanya tanggung
jawab sosial BUMN terhadap pemangku kepentingan maupun kelestarian
lingkungan disekitar BUMN.
d. Meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian nasional.
e. Menyukseskan program privatisasi.
2. Prinsip-prinsip GCG diatur dalam Pasal 3, yaitu:
a. Tranparansi
b. Kemandirian
c. Akuntabilitas
d. Pertanggungjawaban
e. Kewajaran
8
2.7 GCG dan pengawasan Pasar Modal Di Indonesia
Pasar modal dapat didefinisikan sebagai pasar dimana berbagai instrument
keuangan (atau sekuritas) jangka panjang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk
utang maupun modal sendiri, baik yang diterbitkan pemerintah, public authorities,
maupun perusahaan swasta (Suad Husnan, 1996). Keberadaan pasar modal
ditentukan oleh lembaga-lembaga dan unsure-unsur penunjang pasar modal, antara
lain:
1. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam LK)
2. Bursa Efek
3. Lembaga Kliring
4. Emiten
5. Underwriter
6. Investor/calon investor
7. Akuntan Publik
8. Notaris
9. Konsultan Hukum
10. Konsultan Keuangan
Fungsi dan peran Bapepam LK dalam aktivitas pasar modal suatu negara sangat
strategis karena lembaga inilah yang diberi wewenang oleh pemerintah untuk
mengawasi semua lembaga terkait dan membuat berbagai peraturan yang harus
dipatuhi oleh semua lembaga terkait agar kegiatan pasar modal di bursa dapat
berjalan secara adil, efektif, dan efisien. Peraturan yang diterbitkan oleh pemerintah
Indonesia, termasuk aturan main yang dikeluarkan oleh Bapepam LK, terutama agar
terbina tata kelola yang sehat pada semua lembaga penunjang pasar modal tersebut.
Beberapa peraturan yang berhubungan dengan tata kelola yang sehat yang ditujukan
pada lembaga-lembaga penunjang, antara lain:
1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, terutama yang
berkaitan dengan prinsip transparansi pengungkapan informasi penting.
2. Peraturan Bapepam Nomor IX.D.1 tentang Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu,
terutama menyangkut prinsip keadilan antar investor.
3. Peraturan Bapepam Nomor VIII.G.2 tentang Laporan Keuangan,
terutama berhubungan dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan tanggung
jawab dalam penyusunan laporan keuangan.
4. Peraturan Bapepam Nomor IX.E.1 tentang Benturan Kepentingan Transaksi
Tertentu untuk menjamin dijalankan secara independen, jujur, dan tidak merugikan
pihak lain untuk kepentingan pihak tertentu.
9
5. Peraturan Bapepam Nomor IX.E.2 tentang Transaksi Material dan Perubahan
Kegiatan Usaha yang dilakukan perusahaan terbuka.
6. Peraturan Bapepam Nomor IX.G.1 tentang Penggabungan Usaha dan Peleburan
Perusahaan Publik dan Emiten.
BAB III
KESIMPULAN
1. Tata kelola perusahaan yang baik” atau yang lebih dikenal dengan istilah asing
Good Corporate Governance (GCG) tidak dapat dilepaskan dari maraknya
skandal perusahaan yang menimpa perusahaan-perusahaan besar , baik yang
ada di Indonesia maupun yang ada di Amerika Serikat (AS).
2. Tujuan GCG adalah untuk meningkatkan kinerja organisasi menciptakan nilai
tambah bagi semua pemangku kepentingan mencegah dan mengurangi
manipulasi serta kesalahan yang signifikan dalam pengelolaan organisasi
meningkatkan upaya agar para pemangku kepentingan tidak dirugikan.
3. Manfaat GCG adalah memudahkan akses terhadap investasi domestic maupun
asing, mendapatkan biaya modal (cost of capital) yang lebih murah,
memberikan keputusan yang lebih baik dalam meningkatkan kinerja ekonomi
perusahaan, meningkatkan keyakinan dan kepercayaan dari para pemangku
kepentingan terhadap perusaaan, melindungi direksi dan komisaris dari
tuntutan hukum.
10
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, Sukrisno. 2014. Etika Bisnis dan Profesi Tantangan Membangun Manusia
Seutuhnya Edisi Revisi. Jakarta Salemba Empat.
11