Oleh : Kelompok 8
UNIVERSITAS JEMBER
2022
SURAT PERNYATAAN INTEGRITAS PENYUSUNAN RESUME
Menyatakan bahwa :
1. Hasil dari resume ini merupakan murni hasil kerja dari kelompok 8 tanpa mengambil
atau mencuri dari pihak ketiga, di mana dapat kami pertanggungjawabkan sesuai
ketentuan yang berlaku.
2. Apabila kami dari kelompok 8 terbukti melanggar peraturan yang sudah berlaku,
maka kami bersedia menerima sanksi atau hukuman yang sudah ditetapkan.
Demikian surat pernyataan ini kami buat dengan sebenar-benarnya untuk dapat
dipergunakan sebagaimana semestinya, dan kepada yang bersangkutan untuk
menjadikan maklum.
PENDAHULUAN
ii
Para pemimpin suatu perusahaan atau para profesi akuntan diharapkan untuk
terjun ke dalam tempat tata kelola program yang memadai pengenalan etis dan
akuntabilitas program yang memenuhi harapan para stake holder. Pengenalan etis tata
kelola dan akuntabilitas program ini berasal dari kemauan sendiri. Mereka para direksi,
eksekutif, dan akuntan profesional yang ingin mengurangi risiko dalam
penyalahgunaan jabatan bisa meminimalisir hal tersebut terjadi.
PEMBAHASAN
iii
1. LATAR BELAKANG MUNCULNYA GCG
Istilah good corporate governance (GCG) tidak dapat dilepaskan dari maraknya
skandal perusahaan yang menimpa perusahaan besar baik yang ada di Indonesia
maupun di Amerika Serikat. Ciri utama sistem ekonomi kapitalis adalah kegiatan bisnis
dan kepemilikan perusahaan dikuasai oleh individu/sektor swasta. Pada intinya,
timbulnya krisis ekonomi di Indonesia disebabkan oleh tata kelola perusahaan yang
buruk (bad corporate governance) dan tata kelola pemerintahan yang buruk pula (bad
government governance)sehingga menjadi peluang timbulnya Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme (KKN). Fakta- fakta :
a. Mudahnya para spekulan mata uang untuk memainkan pasar valuta asing
karena tidak adanya alat kendali yang efektif.
b. Mudahnya para konglomerat dalam memperoleh dana pinjaman dari perbankan.
Hal ini karena para konglomerat itu juga menjadi pemilik bank bank swasta
ternama.
c. Banyak direksi BUMN termasuk di bank pemerintah juga tidak independen
d. Para komisaris di BUMN seringkali bukan orang yang profesional, melainkan
oknum birokrasi yang memasuki pensiun.
e. Banyak profesi yang terkait seperti akuntan public, perusahaan penilai,
konsultasi keuangan dll
f. Saat krisis moneter BI mengucurkan dana berupa bantuan likuiditas Bank
Indonesia (BLBI) yang mencapai triliunan rupiah kepada sektor perbankan
dalam upaya membantu agar tidak ambruk akibat penarikan dana nasabah
secara besar besaran.
2. PENGERTIAN GCG
iv
employees and other internal and external stakeholders in respect to their right
and responsibilities, or the system by which companies are directed and
controlled.” [“Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara
pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan,pihak kreditur,
pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan
eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak hak dan kewajiban mereka; atau
dengan kata lain suatu sistem yang mengarahkan dan mengendalikan
perusahaan.”]
b. Forum for Corporate Governance in Indonesia-FCGI (2006) mengambil definisi
dari Cadbury Committee of United Kingdom, yang kalau diterjemahkan “…
seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham,
pengurus (pengelola) perusahaan,pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta
para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan
dengan hak hak dan kewajiban mereka; atau dengan kata lain suatu sistem
yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan.”
c. Sukirno Agoes (2006) mendefinisikan tata kelola perusahaan yang baik sebagai
suatu sistem yang mengatur hubungan peran Dewan Komisaris, peran Direksi,
pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya. Tata kelola perusahaan
yang baik juga disebut sebagai suatu proses yang transparan atas penentuan
tujuan perusahaan, pencapaiannya, dan penilaian kinerjanya.
d. Organization for Economic Cooperation and Development-OECD (dalam Tjager
dkk,2004)mendefinisikan GCG sebagai “the structure through which
shareholders, directors, managers, set of the board objective of the company,
the means of attaining those objective and monitoring performance.” [“Suatu
struktur yang terdiri atas para pemegang saham, direktur, manajer,
seperangkat tujuan yang ingin dicapai perusahaan, dan alat alat yang
digunakan dalam mencapai tujuan dan memantau kinerja.”]
e. Wahyudi Prakarsa (dalam Sukirno Agoes,2006) mendefinisikan GCG sebagai
“… mekanisme administrative yang mengatur hubungan hubungan antara
manajemen perusahaan, komisaris, direksi, pemegang saham, dan kelompok
kepentingan (stakeholders) yang lain. Hubungan ini dimanifestasikan dalam
bentuk berbagai aturan permainan dan sistem insentif sebagai kerangka kerja
(framework)yang diperlukan untuk mencapai tujuan perusahaan dan cara cara
pencapaian tujuan serta pemantauan kinerja yang dihasilkan.”
v
Gambar 5.1 Corporate Governance dalam Perspektif
vi
3. PRINSIP PRINSIP GCG
a. Kewajaran (fairness)
b. Transparansi
c. Akuntabilitas
d. Pertanggungjawaban
e. Kemandirian
a. Transparansi (transparency)
b. Akuntabilitas (accountability)
c. Responsibilitas (responsibility)
d. Independensi (independency)
e. Kesetaraan (fairness)
vii
a. Perlakuan yang setara (fairness) merupakan prinsip agar para pengelola
memperlakukan semua pemangku kepentingan secara adil dan rata, baik
pemangku kepentingan primer (pemasok, pelanggan, karyawan,
pemodal)maupun pemangku kepentingan sekunder (pemerintah, masyarakat
dan lainnya). Hal inilah yang memunculkan konsep stakeholders (seluruh
pemangku kepentingan), bukan hanya kepentingan stakeholders (pemegang
saham saja )
b. Prinsip transparansi (disebut juga prinsip keterbukaan), artinya kewajiban bagi
para pengelola untuk menjalankan prinsip keterbukaan dalam proses
keputusan dan penyampaian informasi. Keterbukaan dalam menyampaikan
informasi juga mengandung arti bahwa informasi yang disampaikan harus
lengkap, benar, dan tepat waktu kepada semua pemangku kepentingan. Tidak
boleh ada hal yang dirahasiakan, disembunyikan, ditutup tutupi, dan ditunda-
tunda pengungkapannya.
c. Prinsip akuntabilitas adalah prinsip dimana para pengelola berkewajiban untuk
membina sistem akuntansi yang efektif untuk menghasilkan laporan keuangan
(financial statements) yang dapat dipercaya. Untuk itu, diperlukan kejelasan
fungsi, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban setiap organ sehingga
pengelolaan berjalan efektif.
d. Prinsip responsibilitas (prinsip tanggung jawab) adalah prinsip dimana para
pengelola wajib memberikan pertanggungjawaban atas semua tindakan dalam
mengelola perusahaan kepada para pemangku kepentingan sebagai wujud
kepercayaan yang diberikan kepadanya. Prinsip tanggungjawab ada sebagai
konsekuensi logis dari kepercayaan dan wewenang yang diberikan oleh para
pemangku kepentingan kepada para pengelola perusahaan. Ada lima dimensi
ekonomi:
1. Dimensi ekonomi, artinya tanggung jawab pengelolaan diwujudkan dalam
bentuk pemberian keuntungan ekonomis bagi para pemangku kepentingan.
2. Dimensi hokum, artinya tanggung jawab pengelolaan diwujudkan dalam
bentuk ketaatan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku, sejauh mana
tindakan manajemen telah sesuai dengan hukum dan peraturan yang
berlaku.
3. Dimensi moral, artinya sejauh mana wujud tanggung jawab tindakan
manajemen tersebut telah dirasakan keadilannya bagi semua pemangku
kepentingan.
viii
4. Dimensi social, artinya sejauh mana manajemen telah menjalankan
corporate social responsibility (CSR) sebagai wujud kepedulian terhadap
kesejahteraan masyarakat dan kelestarian alam dilingkungan perusahaan.
5. Dimensi spiritual, artinya sejauh mana tindakan manajemen telah mampu
mewujudkan aktualisasi diri atau telah dirasakan sebagai bagian dari ibadah
sesuai dengan ajaran agama yang diyakininya.
e. Kemandirian sebagai tambahan prinsip dalam mengelola BUMN, artinya suatu
keadaan dimana para pengelola dalam mengambil suatu keputusan bersifat
professional, mandiri, bebas dari konflik kepentingan, dan bebas dari
tekanan/pengaruh dari manapun yang bertentangan dengan perundang-
undangan yang berlaku dan prinsip prinsip pengelolaan yang sehat.
a. Perlakuan tidak adil yang dihadapi oleh satu atau beberapa pemangku
kepentingan. Misal, rekayasa pengajuan pinjaman (credit proposal)yang
dilakukan oleh direksi perusahaan untuk memperoleh kredit bank tentu lebih
menguntungkan kepentingan pemegang saham dan merugikan kepentingan
pemangku kepentingan lainnya dalam hal ini adalah bank.
b. Maraknya rekayasa laporan keuangan dan sering timbulnya insider trading
yang dilakukan oleh para eksekutif puncak baik di Indonesia maupun AS yang
bahan melibatkan beberapa akuntan public ternama, akhirnya, mempertegas
kembali pentingnya penerapan prinsip transparansi dan akuntabilitas.
c. Munculnya berbagai kejahatan kerah putih (white collar crime) yang sangat
canggih, korupsi, kolusi, dan nepotisme yang melibatkan para pemangku bisnis
dan oknum birokrasi pemerintahan sangat merugikan masyarakat dan
perekonomian secara keseluruhan. Timbulnya berbagai kerusakan hutan,
pencemaran udara dan air, pemanasan global, dan sebagainya, semua ini
mencerminkan lemahnya wujud kesadaran dan tanggung jawab dari para
eksekutif puncak dan oknum pejabat pemerintah terkait.
ix
4. MANFAAT GCG
Salah satu akar permasalahan krisis ekonomi di Indonesia dan krisis pasar
modal di AS adalah buruknya kinerja perusahaan-perusahaan besar yang disebabkan
oleh berbagai praktik kecurangan yang dilakukan oleh para eksekutif perusahaan-
perusahaan tersebut. Praktik kecurangan tersebut sangat merugikan para investor
sehingga menimbulkan ketidak percayaan dan para investor melakukan penarikan
modal besar-besaran sehingga menimbulkan tekanan berat pada indeks harga saham
di bursa. Penerapan konsep GCG merupakan salah satu upaya untuk memulihkan
kepercayaan para investor pada institusi terkait pasar modal. Menurut Tjager dkk.
(2003) paling tidak ada lima alasan mengapa penerapan GCG itu bermanfaat, yaitu:
Indra Surya dan Ivan Yustiavandana (2007) mengatakan bahwa tujuan dan
manfaat dari penerapan GCG adalah:
x
5. GCG DAN HUKUM PERSEROAN DI INDONESIA
Wewenang dari ketiga organ ini diatur dalam Bab 1 pasal 1 sebagai berikut:
Ayat 4 Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), adalah organ perseroan yang
mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan
xi
Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan
anggaran dasar.
Ayat 5 Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab
penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan.
a) Komisaris Independen
b) Direktur Independen
c) Komite Audit
d) Sekretaris Perusahaan
xii
tersebut menyebabkan anggota direksi dan komisaris tersebut tentunya akan
selalu berpihak kepada kepentingan pemegang saham mayoritas. Oleh karena itu,
bila anggota Dewan Direksi dan Dewan Komisaris lebih dari satu, maka
setidaknya ada satu orang yang mewakili kepentingan pemegang saham
minoritas.
Kedua, komisaris dan direktur independen adalah pihak yang ditunjuk tidak
dalam kapasitas mewakili pihak mana pun dan semata-mata ditunjuk berdasarkan
latar belakang pengetahuan, pengalaman, dan keahlian profesional yang
dimilikinya untuk sepenuhnya menjalankan tugas demi kepentingan perusahaan.
Selain kedua pengertian tersebut, sebenarnya masih terdapat pengertian
ketiga, yaitu independent in fact dan independent in appearance. Independent in
fact menekankan sikap mental dalam mengambil keputusan dan tindakan yang
semata mata didasarkan atas pertimbangan profesionalisme dari dalam diri yang
bersangkutan tanpa campur tangan, pengaruh, atau tekanan dari pihak luar.
Sedangkan independent in appearance dilihat dari sudut pandang pihak luar yang
mengharapkan calon yang bersangkutan secara fisik tidak mempunyai hubungan
darah dengan perusahaan dan dengan para pemangku kepentingan lainnya yang
dapat menimbulkan keraguan bagi pihak luar tentang kenetralan yang
bersangkutan.
b. Komite Audit
Munculnya Komite Audit disebabkan oleh kecenderungan makin
meningkatnya berbagai skandal penyelewengan dan kelalaian yang dilakukan oleh
para direktur dan komisaris perusahaan besar yang menandakan kurang
memadainya fungsi pengawasan.
Menurut Hasnati (dalam Indra Surya dan Ivan Yustiavandana, 2006),
tugas, tanggung jawab, dan wewenang Komite Audit adalah membantu Dewan
Komisaris, antara lain:
a) Mendorong terbentuknya struktur pengendalian intern yang memadai (prinsip
tanggung jawab).
b) Meningkatkan kualitas keterbukaan dan laporan keuangan (prinsip
transparansi).
c) Mengkaji ruang lingkup dan ketepatan audit eksternal, kewajaran biaya audit
eksternal, serta kemandirian dan objektivitas audit eksternal (prinsip
akuntabilitas).
xiii
Mempersiapkan surat uraian tugas dan tanggung jawab komite audit selama tahun
buku yang sedang diperiksa eksternal audit (prinsip tanggung jawab).
Aturan yang berkaitan dengan sekretaris perusahaan ini dapat dilihat antara
lain pada:
xiv
BUMN sama dengan perusahaan swasta, yaitu untuk memperoleh keuntungan.
Berdasarkan peraturan yang ada, dapat dibedakan tiga jenis bentuk hukum BUMN,
yaitu: Persero, Perusahaan Umum (Perum), dan Perusahaan Jawatan (Perjan).
Menurut Tjager dkk. (2003), sampai dengan tahun 2002 masih ada BUMN
sebanyak 161 perusahaan yang tersebar di sekitar 37 sektor/bidang usaha. Bidang
usaha BUMN ini sangat menyebar mulai dari komoditas-komoditas yang dianggap
vital. Namun, persoalan pokok yang dihadapi oleh BUMN secara keseluruhan adalah
rendahnya keuntungan yang diperoleh dibandingkan dengan total hartanya. Tjager
dkk. (2003) juga mengungkapkan bahwa rendahnya kinerja BUMN ini ada kaitannya
dengan belum efektifnya penerapan tata kelola perusahaan yang baik di BUMN
tersebut.
Menyadari masih rendahnya kinerja BUMN serta mengingat modal yang telah
disetor dan harta yang telah tertanam pada BUMN sangat besar, maka pemerintah
melalui Kementerian Negara BUMN mewajibkan semua BUMN menerapkan tata kelola
perusahaan yang sehat (good corporate governance). Sebagai acuan pelaksanaan,
Menteri Negara BUMN mengeluarkan Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep-23/M-
PM.PBUMN/2000 Tanggal 31 Mei 2000 tentang Pengembangan Praktik Good
Corporate Covernance pada BUMN. Kemudian pedoman praktik GCG ini
disempurnakan melalui Keputusan Menteri Negara BUMN Nomor
Kep-117/M-MBU/2002 Tanggal 1 Agustus 2002.
xv
e) Menyukseskan program privatisasi.
xvi
Fungsi dan peran Bapepam LK dalam aktivitas pasar modal suatu negara
sangat strategis karena lembaga inilah yang diberi wewenang oleh pemerintah untuk
mengawasi semua lembaga terkait dan membuat berbagai peraturan yang harus
dipatuhi oleh semua lembaga terkait agar kegiatan pasar modal di bursa dapat berjalan
secara adil, efektif, dan efisien. Kegiatan pasar modal disebut efektif bila para investor
dan calon investor tertarik untuk melakukan transaksi di bursa. Kegiatan pasar modal
disebut efisien bila semua lembaga terkait termasuk investor merasakan bahwa
penyelenggaraan kegiatan di bursa tersebut dapat terselenggara dengan cepat tanpa
dibebani biaya yang berlebihan. Kegiatan pasar modal dianggap adil bila semua pihak
terkait, termasuk para calon investor tidak merasa dirugikan oleh kegiatan di bursa
tersebut.
Aktivitas bisnis dan sistem perekonomian yang kuat harus didukung oleh sistem
perbankan yang sehat dan kuat. Tata kelola perbankan di Indonesia masih masih
sangat lemah. Menyadari hal ini Bank Indonesia sebagai institusi tertinggi yang
berfungsi melakukan pengawasan terhadap kegiatan dunia perbankan di Indonesia,
dalam upayanya menata kembali manajemen dan kegiatan perbankan di Indonesia
telah mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 Tanggal 30
Januari 2006 tentang Implementasi GCG oleh Bank-bank Komersial. Secara garis
besar, peraturan ini mengatur tentang:
xvii
j) Aspek Transparansi Kondisi Bank (Bab IX Pasal 57-58).
k) Konflik Kepentingan dan Pelaporan Internal (Bab X Pasal 59-60).
l) Laporan dan Asesmen Implementasi GCG (Bab XI Pasal 61-66).
m) Implementasi GCG di Cabang Luar Negeri (Bab XII Pasal 67-68).
n) Sanksi-sanksi (Bab XIII Pasal 69-75).
o) Ketentuan Peralihan (Bab XIV Pasal 76-77).
p) Ketentuan Penutup (Bab XV Pasal 78).
KESIMPULAN
xviii
Terdapat empat komponen utama yang diperlukan dalam konsep Good
CorporateGovernance, yaitu fairness, transparency, accountability, dan responsibility.
Keempat komponentersebut penting karena penerapan prinsip Good Corporate
Governance secara konsisten terbuktidapat meningkatkan kualitas laporan keuangan
dan juga dapat menjadi penghambat aktivitasrekayasa kinerja yang mengakibatkan
laporan keuangan tidak menggambarkan nilai fundamental perusahaan.dari berbagai
hasil penelitian lembaga independen menunjukkan bahwa pelaksanan Corporate
Governance di Indonesia masih sangat rendah, hal ini terutama disebabkan oleh
kenyataan bahwa perusahaan-perusahaan di Indonesia belum sepenuhnya memiliki
Corporate Culture sebagai inti dari Corporate Governance. Pemahaman tersebut
membuka wawasan bahwa korporat kita belum dikelola secara benar, atau dengan
kata lain, korporat kita belum menjalankan governane.
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, S. dan I. C. Ardana. 2011. Etika Bisnis dan Profesi. Edisi Revisi. Jakarta.
Salemba Empat.
xix
xx