Anda di halaman 1dari 18

TUGAS ETIKA PROFESIONAL

GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG)


BAB 5

OLEH :
ADHITIA TORIA JAYA (232011051)
MARIA FRENNY HARTONO (232011053)
YOANITA AVILIONI (232011074)
ASNA KHURRIAH (232011075)
VINIEZYA IVANA PRATIWI (232011089)

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA


SALATIGA
2014
GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG)

Latar Belakang Munculnya GCG

Runtuhnya sistem ekonomi komunis menjelang akhir abad ke-20 menjadikan sistem ekonomi
kapitalis sebagai satu-satunya sistem ekonomi yang paling dominan di seluruh dunia. Ciri
utama sistem ekonomi ini adalah kegiatan bisnis dan kepemilikan perusahaan dikuasai oleh
individu-individu/sektor swasta. Dalam perjalanannya beberapa perusahaan akan mucul
sebagai perusahaan-perusahaan swasta raksasa yang bahkan aktivitas dan kekuasaannya
melebihi batas-batas suatu negara.

Telah dikatakan oleh Joel Bakan (2010), perusahaan (korporasi) sat ini telah berkembang dari
sesuatu yang relatif tidak jelas menjadi institusi ekonomi dunia yang amat dominan.
Kekuatan dan pengaruh perusahaan ini sedemikian besarnya sehingga telah menjelma
menjadi monster raksasa yang mendikte hampir seluruh hidup kita, mulai dari apa yang kita
makan, apa yang kita lihat, apa yang kita pakai, apa yang kita hasilkan, dan apa yang kita
kerjakan. Itu sebabnya sering kali terjadi pemerintah suatu negara yang seharusnya menjadi
kekuatan terakhir sebagai pengawas, penegak hukum, dan pengendalian perusahaan tidak
berdaya menghadapi penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh para pelaku bisnis yang
berpengaruh tersebut.

Salah satu dari contoh dari praktek bisnis yang tidak etis adalah krisis ekonomi yang
menimpa Indonesia dan negara lainya seperti Thailand, Korea Selatan, Hongkong, Filipina,
Malaysia serta mega-skandal yang menimpa perusahaan-perusahaan raksasa di Amerika
Serikat. Beberapa perusahaan besar di Indonesia ada yang bermasalah bahkan tidak mampu
lagi meneruskan kegiatan usahanya akibat menjalankan praktek tata kelola perusahaan yang
buruk.

Kebangkrutan PT Indoroyan, sebuah perusahaan pabrik kertas yang tergolong besar, lebih
disebabkan oleh tata kelola yang buruk perusahaan tersebut dalam mengelola hutan pinus
disekitar Danau Toba yang menjadi sumber utama bahan baku kertas perusahaan ini. Akibat
pengelolaan hutan pinus yang buruk itu menimbulkan kerusahaan lingkungan hutan dan
mengganggu sistem tata air di sekitar Danau Toba. Permukaan air Danau Toba sempat
mengalami penurunan tajam sehingga mempengaruhi penghasilan masyarakat peternak ikan
di sekitar Danau Toba. Masyarakat sekitar Danau Toba tersebut marah dan mereka memaksa
menghentikan secara paksa aktivitas perusahaan di sekitar Danau Toba tersebut. Akibatnya,
perusahaan tidak dapat beroperasi lagi karena hubungan tidak baik dengan masyarakat di
sekitar lokasi pasokan bahan baku.

Timbulnya krisis ekonomi di Indonesia ini disebabkan oleh tata kelola perusahaan yang
buruk dan tata kelola pemerintahan yang buruk pula sehingga memberi peluang besar
timbulnya praktik-praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Hal ini dapat ditunjukkan
pada beberapa fakta berikut:

1. Mudahnya para spekulan mata uang untuk mempermainkan pasar valuta asing karena
tidak adanya alat kendali yang efektif. Sifat para spekulan ini selalu mementingkan diri
sendiri tanpa peduli kepentingan masyarakat ataupun negara.

2. Mudahnya para konglomerat memperoleh dana pinjaman dari perbankan. Hal ini
dimungkinkan karena para konglomerat itu sekaligus juga menjadi pemilik bank-bank swasta
ternama. Melalui rekayasa studi kelayakan dan laporan keuangan, para konglomerat ini
menarik pinjaman dari bank miliknya untuk membiayai proyek-proyek usaha yang masih
berada dalam kelompok usahanya. Para direksi bank ini tidak dapat bersikap independen
karena ditempatkan di bank tersebut oleh para konglomerat tersebut. Para konglomerat ini
banyak yang sekaligus merangkap fungsi sebagai pemegang saham, komisaris dan direksi di
kelompok usaha mereka.

Kasus manipulasi dan kebangkrutan perusahaan tidak hanya terjadi di indonesia, tetapi di
negara superpower Amerika Serikat. Bahkan, yang menimpa AS terjadi secara gelombang
dalam kurun waktu yang relatif singkat. Sama seperti Indonesia, kasus yang terjadi di AS
juga disebabkan oleh lemahnya tata kelola perusahaan.

Pengertian GCG

Istilah Good Corporate Governance menjadi sangat populer dan diberi banyak definisi dari
berbagai pihak. Berikut adalah beberapa definisi dari beberapa sumber yang dapat dijadikan
acuan.
1. Menurut Cadbury Commitee of United Kingdom (1922): GCG dapat diartikan sebagai
“Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus
(pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang
kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban
mereka; atau dengan kata lain suatu sistem yang mengarahkan dan mengendalikan
perusahaan.”

2. Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) tidak membuat definisi sendiri
tetapi mengambil definisi dari Cadbury Commitee of United Kingdom seperti yang telah
dikutip di atas.

3. Soekrisno Agoes (2006), mendefinisikan tata kelola perusahaan yang baik sebagai
suatu sistem yang mengatur hubungan peran Dewan Komisaris, peran Direksi, pemegang
saham dan pemangku kepentingan lainnya. Disebut juga sebagai suatu proses yang transparan
atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaiannya dan penilaian kinerjanya.

4. Organization for Economic Cooperation and Development –OECD (dalam Tjager


dkk., 2004)– mendefinisikakn GCG sebagai “Suatu struktur yang terdiri atas pemegang
saham, direktur, manajer, seperangkat tujuan yang ingin dicapai perusahaan dan alat-alat
yang akan digunakan dalam mencapai tujuan dan memantau kinerja.”

5. Wahyudi Prakarsa (dalam Sukrisno Agoes, 2006) mendefinisikan GCG sebagai


“...mekanisme administratif yang mengatur hubungan-hubungan antara manajemen
perusahaan, komisaris, direksi, pemegang saham dan kelompok-kelompok kepentingan yang
lain. Dimana hubungan ini dimanifestasikan dalam bentuk aturan permainan dan sistem
insentif sebagai kerangka kerja yang diperlukan untuk mencapai tujuan perusahaan, cara
pencapaian tujuan serta pemantauan kinerja yang dihasilkan.”

Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat diketahui bahwa GCG dapat diberi pengertian
dalam arti sempit dan dalam arti luas. Definisi yang disampaikan oleh OECD dapat mewakili
pengertian dalam arti sempit, sedangkan definisi yang diberikan oleh Cadbury Committee,
Soekrisno Agoes dan Wahyudi Prakarsa dapat mewakili pengertian GCG dalam arti luas.
Setelah mengutip beberapa definisi dari GCG, dapat ditarik kesimpulan bahwa konsep GCG
pada intinya mengandung pengertian sebagai berikut.

1. Wadah

Organisasi (perusahaan, sosial, pemerintah)

2. Model

Suatu sistem, proses, dan seperangkat peraturan, termasuk prinsip-prinsip serta nilai-nilai
yang melandasi praktik bisnis yang sehat

3. Tujuan

· Meningkatkan kinerja organisasi

· Menciptakan nilai tambah bagi semua pemangku kepentingan

· Mencegah dan mengurangi manipulasi serta kesalahan yang signifikan dalam


pengelolaan organisasi

· Meningkatkan upaya agar para pemangku kepentingan tidak dirugikan

4. Mekanisme

Mengatur dan mempertegas kembali hubungan ,peran , wewenang dan tanggung jawab:

· Dalam arti sempit: antar pemilik/pemegang saham, dewan komisaris, dan dewan direksi

· Dalam arti luas: antar seluruh pemangku kepentingan

Prinsip-Prinsip GCG

Prinsip-prinsip menurut OECD (Organization for Economic Cooperation and Development)


mencakup lima bidang utama antara lain:

1. Hak-hak para pemegang saham dan perlingungannya,

2. Peran para karyawan dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya,

3. Pengungkapan yang akurat dan tepat waktu,

4. Transparansi terkait dengan struktur dan operasi perusahaan, serta


5. Tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi terhadap perusahaan, pemegang
saham, dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya.

Prinsip-prinsip tersebut dapat dirangkum sebagai berikut:

1. Perlakuan yang setara antar pemangku kepentingan (fairness)

2. Transparansi (transparency)

3. Akuntabilitas (accountability)

4. Responsibilitas (responsibility)

Dalam hubungannya dengan tata kelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Menteri
Negara BUMN mengeluarkan keputusan tentang Penerapan GCG, dan terdapat lima prinsip
menurut keputusan ini antara lain:

1. Kewajaran (fairness)

2. Transparansi

3. Akuntabilitas

4. Pertanggungjawaban

5. Kemandirian

National committee on Governance (NCG) menerbitkan Kode Indonesia tentang GCG


merupakan pedoman dasar bagi seluruh perusahaan di Indonesia dalam menjalankan usaha
agar kelangsungan hidup perusahaan lebih terjamin dalam jangka panjang. Terdapat lima
prinsip GCG menurut NCG yaitu:

1. Transparansi (transparency)

2. Akuntabilitas (accountability)

3. Responsibilitas (responsibility)

4. Independensi (independency)

5. Kesetaraan (fairness)

Penjelasan masing-masing prinsip sebagai berikut:


1. Perlakuan yang setara (fairness), artinya para pengelola memperlakukan semua
pemangku kepentingan secara adil dan setara, baik pemangku kepentingan primer (pemasok,
pelanggan, karyawan, pemodal) maupun pemangku kepentingan sekunder (pemerintah,
masyarakat).

2. Transparansi (prinsip keterbukaan), artinya para pengelola wajib untuk menjalankan


prinsip keterbukaan dalam proses keputusan dan penyampaian informasi.

3. Akuntabilitas, artinya para pengelola wajib untuk membina sistem akuntansi yang
efektif untuk menghasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya.

4. Responsibilitas, artinya para pengelola bertanggung jawab atas semua tindakan dalam
mengelola perusahaan kepada para pemangku kepentingan sebagai wujud kepercayaan yang
diberikan kepadanya. Ada lima dimensi tanggung jawab, yaitu:

• Dimensi ekonomi, artinya tanggung jawab pengelolaan diwujudkan dalam bentuk


pemberian keuntungan ekonomis bagi para pemangku kepentingan

• Dimensi hokum, artinya tanggung jawab pengelolaan diwujudkan dalam bentuk


ketaatan terhadap hokum dan peraturan yang berlaku

• Dimensi moral, artinya sejauh mana wujud tanggung jawab tindakan manajemen
dirasakan keadilannya bagi semua pemangku kepentingan

• Dimensi sosial, artinya sejauh mana manajemen telah menjalankan corporate social
responsibility (CSR) sebagai wujud kepedulian terhadap kesejahteraan masyarakat dan
kelestarian alam di lingkungan perusahaan

• Dimensi spiritual, artinya sejauh mana tindakan manajemen mewujudkan aktualisasi


diri atau dirasakan sebagai bagian dari ibadah sesuai dengan ajaran agama yang diyakini.

5. Kemandirian, artinya para pengelola dalam mengambil keputusan bersifat


professional, mandiri, bebas dari konflik kepentingan, dan bebas dari tekanan/pengaruh dari
mana pun.

Laporan keuangan yang lengkap dan benar (prinsip akuntabilitas) merupakan salah satu alat
pertanggungjawaban (prinsip tanggung jawab) para pengelola kepada para pemangku
kepentingan. Wujud pertanggungjawaban manajemen juga mencakup empat dimesi lainnya
(hokum, moralm sosial, dan spiritual). Laporan keuangan yang baik adalah laporan keuangan
yang menyajikan kinerja keuangan apa adanya, tidak ada yang disembunyikan, dan disusun
berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum.

Manfaat GCG

Penerapan konsep GCG merupakan salah satu upaya untuk memulihkan kepercayaan
para investor dan instansi terkait di pasar modal. Tujuan penerapan GCG adalah untuk
meningkatkan kinerja organisasi serta mencegah atau memperkecil peluang praktik
menipulasi dan kesalahan signifikan dalam pengelolaan kegiatan organisasi. Menurut Tjager
dkk. (2003), paling tidak ada lima alasan mengapa penerapan GCG bermanfaat, yaitu:

1. Berdasarkan survei yang telah dilakukan oleh McKinsey&Company menunjukkan


bahwa para investor institusional lebih menaruh kepercayaan terhadap
perusahaan-perusahaan di Asia yang telah menerapkan GCG,
2. Berdasarkan berbagai analisis, ternyata ada indikasi keterkaitan antara terjadinya
krisis finansial dan krisis berkepanjangan di Asia dengan lemahnya tata kelola
perusahaan,
3. Internasionalisasi pasar --termasuk liberalisasi pasar finansial dan pasar modal –
menuntut perusahaan untuk menerapkan GCG,
4. Kalaupun GCG bukan obat mujarab untuk keluar dari krisis, sistem ini dapat
menjadi dasar bagi berkembangnya sistem nilai baru yang lebih sesuai dengan
lanskap bisnis yang kini telah banyak berubah, dan
5. Secara teoritis, praktik GCG dapat meningkatkan nilai perusahaan.

Indra Surya dan Ivan Yustiavandana (2007), mengatakan bahwa tujuan dan manfaat
dari penerapan GCG adalah:
1. Memudahkan akses terhadap investasi domestik maupun asing,
2. Mendapatkan biaya modal (cost of capital) yang lebih murah,
3. Memberikan keputusan yang lebih baik dalam meningkatkan kinerja ekonomi
perusahaan,
4. Meningkatkan keyakinan dan kepercayaan dari para pemangku kepentingan
terhadap perusahaan, dan
5. Melindungi direksi dan komisaris dari tuntutan hukum.
Konsep GCG merupakan perbaikan terhadap sistem, proses, dan seperangkat
peraturan dalam pengelolaan suatu organisasi yang pada esensinya mengatur dan
memperjelas hubungan, wewenang, hak, dan kewajiban semua pemangku kepentingan dalam
arti luas dan khususnya organ RUPS, Dewan Komisaris, dan Dewan Direksi dalam arti
sempit. Namun, seberapa baikpun sistem dan perangkat hukum yang ada, yang menjadi
penentu utama adalah kualitas dan tingkat kesadaran moral dan spiritual dari para pelaku
bisnis itu sendiri.

GCG dan Hukum Perseroan di Indonesia

Kegiatan perusahaan (perseroan) di Indonesia didasarkan atas payung hukum


Undang-Undang Nomor 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas yang kemudian dicabut dan
diganti dengan UU nomor 40 tahun 2007, yang dimaksud Perseroan adalah badan hukum
yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan
usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan
yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 tahun 2007, dikatakan alasan


pencabutan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1995, yaitu karena adanya perubahan dan
perkembangan yang cepat berkaitan dengan teknologi, ekonomi, harapan masyarakat tentang
perlunya peningkatan pelayanan dan kepastian hukum, kesadaran sosial dan lingkungan, serta
tuntutan pengelolaan usaha yang sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang
baik (good corporate governance). Ketentuan yang disempurnakan, antara lain:

1. Dimungkinkan diadakan RUPS dengan memanfaatkan teknologi informasi yang


ada, seperti: telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik lainnya
(Pasal 77),
2. Kejelasan mengenai tata cara pengajuan dan pemberian pengesahan status badan
hukum dan pengesahan Anggaran Dasar Perseroan (Bab II),
3. Memperjelas dan mempertegas tugas dan tanggung jawab Direksi dan Dewan
Komisaris, termasuk mengatur mengenai komisaris independen dan komisaris
utusan (Bab VII), dan
4. Kewajiban perseroan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan
(Bab V).
Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 tahun 2007 tidak mengatur secara
eksplisit tentang GCG, akan tetapi Undang-Undang ini mengatur secara garis besar tentang
mekanisme, hubungan, peran, wewenang, tugas dan tanggung jawab, prosedur dan tata cara
rapat, serta proses pengambilan keputusan dari organ minimal yang harus ada dalam
perseroan, yaitu Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi, dan Dewan Komisaris.
Selain itu, juga mengatur mengenai persyaratan dan tata cara pengangkatan serta
pemberhentian anggota Direksi dan Dewan Komisaris.
Wewenang dari ketiga organ ini diatur dalam Bab I Pasal 1 sebagai berikut:

Ayat 4 Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disebut RUPS, adalah Organ
Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan
Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.

Ayat 5 Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas
pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan
Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan
ketentuan anggaran dasar.

Ayat 6 Dewan Komisaris adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan
secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasehat kepada
Direksi.

Wewenang, tugas, dan tanggung jawab ketiga organ ini sebagai berikut:

1. RUPS
a. Menyetujui dan menetapkan perubahan Anggaran Dasar Perusahaan (Pasal
19 ayat 1),
b. Menyetujui pembelian kembali dan pengalihan saham Perseroan (Pasal 38
ayat 1),
c. Menyetujui penambahan dan pengurangan modal Perseroan (Pasal 41 ayat
1 dan Pasal 44 ayat 1),
d. Menyetujui dan mengesahkan laporan tahunan termasuk laporan keuangan
Direksi serta laporan tugas pengawasan Komisaris (Pasal 69),
e. Menyetujui dan menetapkan penggunaan laba bersih, penyisihan cadangan
dan deviden, serta deviden interim (Pasal 71 dan Pasal 72),
f. Menyetujui penggabungan, peleburan, pengambilalihan atau pemisahan,
pengajuan pailit, perpanjangan jangka waktu berdirinya, dan pembubaran
perseroan (Pasal 89),
g. Menyetujui pengangkatan dan pemberhentian anggota Direksi dan
Komisaris (Pasal 94 dan Pasal 111), dan
h. Menetapkan besarnya gaji dan tunjangan anggota Direksi dan Komisaris
(Pasal 96 dan Pasal 113).
2. Dewan Komisaris
a. Melakukan tugas dan tanggung jawab pengawasan atas kebijakan
pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, dan memberikan
nasehat kepada Direksi (Pasal 108 dan Pasal 114),
b. Bertanggung jawab renteng secara pribadi atas kerugian perseroan bila
yang bersangkutan bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya (Pasal
114 ayat 3 dan ayat 4),
c. Bertanggung jawab renteng secara pribadi atas kepailitan perseroan bila
disebabkan oleh kesalahan dan kelalaian dalam menjalankan tugas
pengawasan dan pemberian nasehat (Pasal 115), dan
d. Diberi wewenang untuk membentuk komite yang diperlukan untuk
mendukung tugas Dewan Komisaris (Pasal 121).
3. Dewan Direksi
a. Menjalankan pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan sesuai
dengan kebijakan yang dianggap tepat dalam batas yang ditetapkan
Undang-Undang dan Anggaran Dasar Perseroan (Pasal 92),
b. Bertanggung jawab renteng dan penuh secara pribadi atas kerugian
Perseroan bila yang bersangkutan bersalah atau lalai dalam menjalankan
tugasnya (Pasal 97),
c. Mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan (Pasal 98),
d. Wajib membuat Daftar Pemegang Saham, risalah RUPS, dan risalah rapat
Direksi (Pasal 100 ayat 1a),
e. Wajib membuat laporan tahunan (Pasal 100 ayat 1b),
f. Wajib memelihara seluruh daftar, risalah, dokumen keuangan, dan
dokumen Perseroan lainnya ditempat kedudukan Perseroan (Pasal 1c dan
Pasal 2), dan
g. Wajib meminta persetujuan RUPS untuk mengalihkan kekayaan
Perseroan, atau menjadikan jaminan utang Perseroan (Pasal 102).

RUPS merupakan organ tertinggi dan memegang wewenang tertinggi dalam


perusahan yang berbadan hukum PT. Anggota Dewan Komisaris dan Dewan Direksi
diangkat dan diberhentikan oleh RUPS. Dewan Komisaris bertugas untuk mengawasi
tindakan Dewan Direksi serta memberikan nasehat dan arahan kepada Dewan Direksi dalam
menjalankan operasi perusahaan. Dewan Direksi bertugas untuk menjalankan kegiatan
operasi perusahaan berdasarkan arahan dan garis beras kebijakan yang telah ditetapkan oleh
RUPS, Dewan Komisaris, serta Anggaran Dasar Perseroan yang berlaku dalam koridor
hukum. Uraian tugas, wewenang, hak, dan tanggung jawab masing-masing organ ini
dituangkan dalam Anggaran Dasar Perseroan.

Menurut Indra Surya dan Ivan Yustiavandana (2006), sehubungan dengan sistem
hukum yang berkaitan dengan organ Direksi dan Komisaris, terdapat dua sistem pengelola
puncak (top management) suatu perseroan, yaitu model Anglo-Saxon dan model Kontinental.
Model Anglo-Saxon (disebut juga single-board system), diikuti oleh Amerika Serikat dan
Inggris, dimana di dalam sistem ini tidak dikenal adanya pemisahan antara Direksi (selaku
pelaksana) dengan Dewan Komisaris (selaku pengawas). Kedua fungsi ini disatukan dan
disebut dengan Board of Directors. Sedangkan dalam sistem kontinental, dianut oleh negara-
negara Eropa selain Inggris dan juga Indonesia. Sistem kontinental menggunakan model two-
board system, di mana organ Dewan Direksi sebagai eksekutif Perseroan dipisah dengan
organ Dewan Komisaris yang berfungsi sebagai pengawas dan penasehat Direksi.

ORGAN KHUSUS DALAM PENERAPAN GCG

Meskipun ketentuan mengenai organ perseroan telah diatur dalam undang-undang


Perseroan Terbatas, namun dalam praktiknya oegna ini belum mampu menjamin
terselenggaranya tata kelola perusahaan yang sehat. Indra Surya dan Ivan Yustiavanandana
(2006) meyebutkan paling tidak diperlukan empat organ tambahan untuk melengkapi
penerapan GCG, yaitu:

1. Komisaris Independen
2. Direktur Independen
3. Komite Audit
4. Sekretaris Perusahaan (Corporate Secretary)
Komisaris dan Direktur Independen

Istilah independen sering diartikan sebagai merdeka, bebas, tidak memihak, tidak dalam
tekanan pihak tertentu, netral, objektif, punya integritas, dan tidak dalam posisi konflik
kepentingan. Indra Surya dan Ivan Yustiavanandana (2006) mengungkapkan ada dua
pengertian independen terkait dengan konsep komisaris dan direktur independen tersebut:

1. Komisaris dan direktur independen adalah seseorang yang ditunjuk untuk mewakili
pemegang saham independen (pemegang saham minoritas). Sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang Perseroan, anggota direksi dan Komisaris diangkat dan
diberhentikan oleh RUPS, sedangkan keputusan yang diambil dalam RUPS
didasarkan pada perbandingan jumlah suara para pemegang saham.
2. Komisaris dan direktur independen adalah pihak yang ditunjuk tidak dalam kapasitas
mewakili pihak mana pun dan semata-mata ditunjuk berdasarkan latar belakang
pengetahuan, pengalaman, dan keahlian professional yang dimiliknya untuk
sepenuhnya menjalankan tugas demi kepentingan perusahaan. Jadi, pengertiannya di
sini lebih luas dibandingkan yang pertama.

Selain kedua pengertian tersebut, sebenarnya masih ada pengertian ketiga yang biasa
dipakai dalam kode etik akuntan publik, yang dalam konteks ini sering dikenal dengan istilah
independent in fact dan independent in appearance. Independent in fact menekankan sikap
mental dalam mengambil keputusan dan tindakan yang semata-mata didasarkan atas
pertimbangan profesionalisme dari dalam diri yang bersangkutan. Sementara itu, independent
in appearance dilihat dari sudut pandang pihak luar yang mengharapkan calon yang
bersangkutan (calon auditor, komisaris, datau direktur) secara fisik tidak mempunyai
hubungan darah (kepentingan langsung) dengan perusahaan dan/ atau dengan para pemangku
kepentingan lainnya yang dapat menimbulkan keraguan bagi pihak luar tentang kenetralan
yang bersangkutan.

Komite Audit

Salah satu tambahan yang kini muncul untuk membantu fungsi dewan komisaris
dalah Komite Audit. Munculnya Komite Audit ini barangkali disebabkan oleh kecenderungan
makin meningkatnya berbagai skandal penyelewengan dan kelalaian yang dilakukan oleh
para direktur dan komisaris perusahaan besar baik yang terjadi di AS maupun di Indonesia
yang menandakan kurang memadainya fungsi pengawasan. Hasnati (dalam Indra Surya dan
Ivan Yustiavanandana, 2006) menyebutkan tugas, tanggung jawab, dan wewenang Komite
Audit adalah membantu Dewan Komisaris, antara lain:

1. Mendorong terbentuknya struktur pengendalian intern yang memadai (prinsip


tanggung jawab).
2. Meningkatkan kualitas keterbukaan dan laporan keuangan (prinsip transparansi).
3. Mengkaji ruang lingkup dan ketepatan audit ekternal, kewajaran biaya audit eksternal,
serta kemandirian dan objektivitas audit eksternal. (prinsip akuntabilitas).
4. Mempersiapkan surat uraian tugas dan tanggung jawab komite audit selama tahun
buku yang sedang diperiksa eksternal audit (prinsip tanggung jawab).

Sekretaris Perusahaan (Corporate Secretary)

Tugas, tanggung jawab, dan kedudukan penjabat seketaris perusahaan (Corporate


Secretary) sebagai bagian dari pelaksanaan GCG berbeda sekali dengan tugas, kedudukan,
dan tanggung jawab seorang sekretaris eksekutif yang selama ini sudah sangat dikenal.

Aturan yang berkaitan dengan sekretaris perusahaan ini dapat dilihat antara lain pada:

1. Keputusan Ketua Bapepam Nomor 63 Tahun 1996 tentang Pembentukan Sekretaris Perusahaan
bagi Perusahaan Publik.
2. Keputusan Direksi BEJ Nomor 339 Tahun 2001 tentang Sekretaris Perusahaan.

GCG DALAM BADAN USAHA MILIK NEGARA (BUMN)

Pada tujuan dibentuknya BUMN adalah merupakan penjabaran dan implementasi


pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi: ”Bumi dan air dan kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya dikuasi oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-
besar kemakmuran rakyat”.

Tujuan dan Prinsip-prinsip GCG menurut keputusan Menteri Negara BUMN Nomor
Kep-117/M-MBU/2002 Sebagai berikut:

o Memaksimalkan nilai BUMN dengan cara meningkatkan prinsip keterbukaan,


akuntanbilitas, dipercaya, bertanggung jawab, dan adil agar perusahaan memiliki daya
saing yang kuat, baik secara nasional maupun internasional.
o Mendorong untuk pengelolaan BUMN secara professional, transparan, dan efisien, serta
memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian organ.
o Mendorong agar organ dalam membuat keputusan terhadap peraturan-undangan yang
berlaku, serta kesadaran akan tanggung jawab terhadap para pemangku kepentingan
maupun kelestarian di sekitar lingkungan BUMN.
o Meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian nasional.
o Menyukseskan progam privatisasi.

Prinsip-prinsip GCG diatur dalam pasal 3, yaitu:

a. Tranparasi, yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan


keterbukaan dalam mengemukakan informasi yang material dan relevan mengenai
perusahaan.
b. Kemandirian, yaitu suatu perusahaan dikelola secara professional tanpa benturan
kepentingan dan pengaruh dari pihak yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip perusahaan yang sehat.
c. Akuntabilitas, yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organ
sehingga mengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.
d. Pertanggungjawaban, yaitu kesesuaian dalam pengelolaan perusahaan terhadap
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip perusahaan yang
sehat.
e. Kewajaran (fairness), yaitu keadilan dan kesejahteraan dalam memenuhi hak-hak para
pemangku kepentingan yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

GCG dan Pengawasan Pasar Modal di Indonesia

Secara formal, pasar modal dapat didefinisikan sebagai pasar di mana berbagai instrumen
keuangan (atau sekuritas) jangka panjang bisa diperjual belikan, baik dalam bentuk utang
maupun modal sendiri, baik yang diterbitkan pemerintah, public authorities, maupun
perusahaan swasta. Pasar modal (capital market) lebih sempit dari pasar keuangan (financial
market) karena dalam pasar modal hanya memperjualbelikan instrumen keuangan (sekuritas)
jangka panjang (obligasi, saham dan instrumen derivatif), sedangkan pasar keuangan
mencakup instrumen jangka pendek dan jangka panjang. Bila dalam pasar barang yang
diperjualbelikan adalah berbagai jenis barang yang berwujud fisik, dalam pasar modal dan
keuangan yang diperjualbelikan adalah dana, baik dana jangka panjang maupun jangka
pendek.

a. Keberadaan pasar modal ditentukan oleh lembaga-lembaga dan unsur-unsur penunjang pasar
modal, antara lain :
1. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam LK), yaitu lembaga
yang dibentuk oleh pemerintah yang berfungsi mengawasi kegiatan semua lembaga
terkait agar kegiatan pasar modal dan keuangan berjalan adil dan efektif.
2. Bursa Efek, yaitu lembaga yang menyelenggarakan kegiatan perdagangan sekuritas pasar
modal. Saat ini yang menyelenggarakan kegiatan perdagangan pasar modal di Indonesia
adalah Bursa Efek Indonesia (BEI), yaitu suatu lembaga baru yang merupakan gabungan
(merger) dari dua penyelenggara sebelumnya, yaitu bursa efek Jakarta (BEJ) dan Bursa
Efek Surabaya (BES).
3. Lembaga Kliring, yaitu lembaga yang mirip dengan lembaga kliring uang giral yang
dikenal dalam dunia perbankan. Frekuensi perdagangan di bursa sedemikian seringnya
sehingga tidak mungkin dilakukan perpindahan instrumen sekuritas secara fisik setiap
saat. Fungsi lembaga kliring ini adalah menyimpan dan mengatur arus fisik sekuritas
tersebut.
4. Emiten, yaitu perusahaan yang menjual instrumen sekuritas untuk memperoleh dana dari
investor di bursa.
5. Underwriter, yaitu perusahaan penjamin bagi emiten agar emiten sukses dalam menjual
instrumen sekuritas tersebut. Fungsi underwriter adalah memastikan bahwa instrumen
sekuritas yang diterbitkan oleh emiten dapat terjual habis dengan harga wajar.

6. Investor/Calon Investor, yaitu institusi atau perorangan yang setiap saat melakukan
transaksi pembelian dan penjualan atas instrumen sekuritas yang di perdagangkan di
bursa.
7. Akuntan Publik, yaitu lembaga yang melakukan audit atas kewajaran laporan keuangan
emiten dan memberikan opini audit atas kewajaran laporan keuangan emiten yang
diperiksanya. Emiten yang akan menerbitkan instrumen sekuritas, laporan keuangannya
diwajibkan untuk diaudit oleh akuntan publik terlebih dahulu dan hanya emiten yang hasil
audit laporan keuangannya berupa wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion) yang
diperbolehkan menerbitkan instrumen sekuritas di bursa.
8. Notaris, yaitu lembaga hukum yang memberikan dasar keabsahan secara legal berbagai
peristiwa/kegiatan penting di dalam perusahaan, seperti Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS), jual beli aset tetap perusahaan, peminjaman uang dan sebagainnya.
9. Konsultan Hukum, yaitu lembaga yang diperlukan emiten untuk memeriksa dan
memastikan bahwa emiten yang akan menerbitkan instrumen sekuritas tersebut tidak
memiliki sengketa hukum dengan pihak lain.
10. Konsultan Keuangan, yaitu lembaga yang dapat diminta jasanya oleh emiten untuk
memberikan nasehat di bidang keuangan sebelum menerbitkan sebuah instrumen
sekuritas. Jasa yang diberikan sangat luas, antara lain mencakup penentuan struktur
permodalan dan keuangan, reorganisasi, quasi reorganisasi, penetapan jenis instrumen,
penyusunan proyeksi laporan keuangan, penaksiran harga instrumen sekuritas yang akan
diterbitkan dan sebagainya.

Fungsi dan peran Bapepam LK dalam aktivitas pasar modal suatu negara sangat
strategis karena lembaga inilah yang diberi wewenang oleh pemerintah untuk mengawasi
semua lembaga terkait dan membuat berbagai peraturan yang harus dipatuhi oleh semua
lembaga terkait agar kegiatan pasar modal di bursa dapat berjalan secara adil, efektif, dan
efisien. Kegiatan pasar modal disebut efektif bila para investor dan calon investor tertarik
untuk melakukan transaksi di bursa. Mereka tertarik karena percaya bahwa semua lembaga
terkait di bursa telah menjalankan fungsi mereka sesuai dengan aturan main yang telah
ditetapkan oleh badan pengawas pasar modal. Kegiatan pasar modal disebut efisien bila
semua lembaga terkait termasuk investor merasakan bahwa penyelenggaraan kegiatan di
bursa tersebut dapat terselenggara dengan cepat tanpa di bebani biaya yang berlebihan.
Kegiatan pasar modal dianggap adil (fair) bila semua pihak terkait, termasuk para calon
investor tidak merasa dirugikan oleh kegiatan di bursa tersebut. Jadi, pada intinya fungsi
Bapepam LK dalam hal ini adalah memastikan agar semua lembaga penunjang yang terkait
di bursa menjalankan tata kelola lembaga masing-masing secara sehat dan mematuhi
berbagai peraturan perundang –undangan yang berlaku, termasuk seperangkat aturan yang
dikeluarkan oleh Bapepam LK tersebut. Bapepam juga berfungsi mengawasi dan
menegakkan aturan main yang ada, termasuk memberikan sanksi yang diperlukan kepada
lembaga terkait yang melanggar aturan main tersebut demi terciptanya pasar modal yang adil,
efektif dan efisien.

GCG Perbankan di Indonesia


Aktivitas bisnis dan sistem perekonomian yang kuat harus didukung oleh sistem perbankan
yang sehat dan kuat. Krisis ekonomi di Indonesia yang terjadi menjelang akhir abad ke-20
diawali oleh krisis moneter menunjukkan bahwa tata kelola perbankan di Indonesia masih
sangat lemah. Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia tentang Implementasi
GCG oleh Bank-bank Komersial yang mengatur tentang:

a. Prosedur pengelolaan melalui penerapan prinsip transparansi, akuntabilitas, tanggung jawab,


independensi, dan kesetaraan (Pasal 1 ayat 6)
b. Tujuan implementasi GCG (Pasal 2), minimal untuk merealisasikan:
 Kejelasan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Dewan Direksi.
 Kelengkapan dan implementasi tugas komite dan unit pelaksana fungsi internal audit
bank.
 Kinerja ketaatan, fungsi auditor internal dan eksternal.
 Implementasi manajemen risiko termasuk sistem pengendalian internal.
 Ketentuan dana pihak-pihak terkait (related parties) dan dana dalam jumlah besar.
 Rencana strategis bank.
 Transparansi kondisi keuangan dan non-keuangan.
c. Jumlah, komposisi, kriteria, dan independensi Dewan Komisaris (Bab II Pasal 4-18);
d. Jumlah, komposisi, kriteria, dan independensi Dewan Direksi (Bab III Pasal 19-37);
e. Komite (Bab IV Pasal 38-48);
f. Ketaatan, Fungsi Auditor Eksternal dan Internal (Bab V Pasal 49-52);
g. Implementasi Manajemen Risiko (Bab VI Pasal 53);
h. Ketentuan Dana (Bab VII Pasal 54-55);
i. Rencana Strategis Bank (Bab VIII Pasal 56);
j. Aspek Transparansi Kondisi Bank (Bab IX Pasal 57-58);
k. Konflik Kepentingan dan Pelaporan Internal (Bab X Pasal 59-60);
l. Laporan dan Asesmen Implementasi GCG (Bab XI Pasal 61-66);
m. Implementasi GCG di Cabang Luar Negeri (Bab XII Pasal 67-68);
n. Sanksi-Sanksi (Bab XIII Pasal 69-75);
o. Ketentuan Peralihan (Bab XIV Pasal 76-77);
p. Ketentuan Penutup (Bab XV Pasal 78).

Anda mungkin juga menyukai