Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Secara natural, bank tidak berbeda dengan perusahaan komoditas atau

perusahaan jasa lainnya. Dalam hal ini, bank menghasilkan output berupa kredit

dari input berupa dana simpanan masyarakat. Dengan melakukan proses produksi

seperti itu, bank menjembatani kepentingan pihak pemilik dana dengan pihak

yang membutuhkan dana. Dengan kata lain, bank menjalani fungsinya sebagai

lembaga intermediasi. Perusahaan sejenis atau perusahaan yang beroperasi dalam

pasar komoditas atau jasa yang sama akan membentuk suatu jenis industri

tertentu. Begitu juga halnya bank dengan membentuk suatu industri yang dikenal

dengan industri perbankan. Di Indonesia, perkembangan industri perbankan dalam

sektor keuangan dipacu oleh pertumbuhan bank-bank sejak deregulasi sektor

keuangan Oktober 1988. Sejak saat itu dan sampai saat ini, industri perbankan

menjadi industri yang dominan dalam sektor keuangan.

Sebagai suatu industri, analisis perilaku individual bank tidak terlepas dari

struktur pasar dimana bank beroperasi. Analisis kompetisi dan efisiensi bank

biasanya merujuk pada analisis mikroekonomi perbankan. Analisis ini bisa

mencakup perilaku bank dalam kompetisi harga, seperti perilaku penentukan

tingkat suku bunga deposito dan kredit, maupun kompetisi nonharga seperti

diferensiasi produk perbankan dan optimisasi pelayananan kepada nasabah.

1
2

Di tengah tren kenaikan suku bunga, lonjakan harga komoditas, dan

ketidakpastian pasar keuangan global, pertumbuhan kredit perbankan nasional

justru bertambah kencang. Pertumbuhan kredit terutama dipicu oleh kebutuhan

modal kerja yang meningkat di sektor pertambangan dan perkebunan. Deputi

Gubernur Bank Indonesia (BI) Muliaman Hadad saat jumpa pers hasil Rapat

Dewan Gubernur (RDG), Kamis (3/7) di Jakarta, menjelaskan, sebagian besar

kredit yang disalurkan perbankan digunakan untuk kegiatan produktif. Hingga

Mei 2008, posisi kredit perbankan mencapai Rp 1.138 triliun, tumbuh 31,4 persen

dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya. Pada Juni 2008, kredit

bahkan tumbuh makin kencang mencapai 32 persen dibandingkan dengan Juni

2007. Pertumbuhan kredit tersebut tercatat sebagai yang tercepat sejak masa

krisis. Penyaluran kredit yang kencang itu justru terjadi di tengah tren kenaikan

suku bunga dan lonjakan inflasi yang sejatinya merupakan faktor negatif bagi

pertumbuhan kredit. RDG memutuskan menaikkan BI Rate sebesar 25 basis poin

(bp) menjadi 8,75 persen. Ini merupakan kenaikan 25 basis poin yang ketiga

berturut-turut sejak Mei 2008. Penyaluran kredit yang cepat tetap dibarengi

tingkat kehati-hatian yang tinggi. Buktinya, rasio kredit bermasalah bersih turun

dari 1,83 persen pada April 2008 menjadi 1,78 persen pada Mei 2008.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi

mengatakan, dari sisi kredit, dampak kenaikan BI Rate baru akan dirasakan pada

tiga bulan mendatang. Kalau bunga kredit naik barulah ekspansi usaha akan

tertahan. Menurut dia, besarnya kucuran kredit saat ini dominan dipicu oleh

maraknya kegiatan usaha di sektor-sektor berbasis sumber daya alam, seperti


3

pertambangan dan minyak sawit (CPO) serta proyek infrastruktur yang mendapat

jaminan pemerintah. Usaha pertambangan, energi, dan pertanian marak karena

harga produknya tengah meroket. Selain itu, sektor usaha mikro, kecil, dan

menengah juga tumbuh kencang dipicu oleh adanya program kredit usaha rakyat

yang mendapatkan jaminan pemerintah. Dimana terdapat kecenderungan Bank

hanya berani memberikan kredit bagi nasabah lama dan orang-orang yang sudah

dipercaya saja. Ini dilakukan perbankan untuk menghindari kredit macet,.

Adapun kondisi pertumbuhan ekonomi di luar Jawa cukup kencang karena

pendapatan masyarakat naik dari kelapa sawit, karet, dan pertambangan sehingga

kredit konsumsi masih tumbuh tinggi. Selain itu, kebutuhan modal kerja naik

karena harga bahan baku juga naik. Kebutuhan investasi untuk perkebunan dan

pertambangan juga naik. Hal ini terlihat dari angka impor nonmigas tumbuh

tinggi,

Berkaitan dengan hal yang telah diuraikan di atas Bank Jabar Banten

merupakan salah satu Bank Pembangunan Daerah yang juga terlibat langsung

dalam sektor pembangunan ekonomi Indonesia terutama di wilayah Jawa Barat

dan Banten. Untuk itu dalam rangka mewujudkan misi dan fungsinya sebagai

penggerak dan pendorong perekonomian serta pemerataan pembangunan daerah,

Bank Jabar Banten dituntut untuk mampu mengembangkan produk kredit yang

berorientasi kepada sektor usaha berbasisi ekonomi dan kerakyatan. Sebagai salah

satu upaya untuk mengembangkan produk kredit tersebut adalah dengan

dikembangkannya Skim kredit Mikro yaitu Kredit Peduli Jabar dan Peduli

Banten, yang dimaksudkan untuk meningkatkan kegiatan usaha khususnya


4

pengusaha/pelaku usaha mikro dalam pengentasan kemiskinan di Provinsi Jawa

Barat dan Provinsi Banten.

Sasaran dari program ini adalah tercapainya peningkatan dan

pengembangan Usaha Kecil/Mikro dengan tujuan untuk dapat meningkatkan

pendapatan serta membuka lapangan pekerjaan. Pelaku usaha/Pengusaha Mikro

yang dimaksud dalam skim kredit ini adalah masyarakat yang melakukan usaha

produktif di semua sektor ekonomi kecuali sektor agribisnis, merupakan bagian

dari keluarga miskin untuk dapat melepaskan diri dari jurang kemiskinan.

Dalam pemberian kredit dalam hal ini Bank Jabar Banten terdapat aturan

dan prosedur yang berlaku, atau dengan kata lain terdapat suatu penagawasan

dalam bentuk Sistem Pengendalian Internal. Yang mana salah satu fungsi

manajemen dalam usahanya untuk penjagaan dan pengamanan dalam

pengelolaaan kekayaan bank dalam bentuk perkreditan yang lebih baik dan

efisien, guna menghindarkan terjadinya penyimpangan-penyimpangan dengan

cara mendorong dipatuhinya kebijaksanaan-kebijaksanaan perkreditan yang telah

ditetapkan serta mengusahakan penyusunan administrasi perkreditan yang benar.

Jadi pada tahap pertama pengawasan kredit ini merupakan upaya dalam penjagaan

dan pengamanan harta bank dalam bentuk kredit, pengertian penjagaan (safe

guards) di sini tentu lebih bersifat preventif. Sedangkan pengertian dari

pengamanan di sini bersifat represif, untuk menyelamatkan kemungkinan-

kemungkinan kerugian yang potensial akan timbul lebih besar. Atau usaha

represif ini kalau mampu untuk mencegah kerugian tersebut sama sekali, minimal

harus mampu untuk meminimalisir kerugian yang akan timbul.


5

Dari uraian di atas maka tampaklah jelas bahwa dalam pengelolaan usaha

bank terutama dalam hal pemberian kredit modal kerja bagi nasabah diperlukan

adanya suatu sistem pengendalian internal perkreditan yang dilaksanakan oleh

bank, dimana yang menjadi fokus pembahasan kali ini adalah PT Bank Jabar

Banten cabang Taman Sari – Bandung. Berawal dari sinilah ditarik topik

penulisan skripsi dengan mengambil judul pembahasan “Pengaruh Sistem

Pengendalian Internal Perkreditan terhadap Angka Kredit Macet PT Bank

Jabar Banten cabang Taman Sari Bandung”.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dikemukakan di atas,

maka penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Sistem Pengendalian Internal Perkreditan yang diterapkan pada PT

Bank Jabar Banten Cabang Taman Sari – Bandung

2. Bagaimana Angka Kredit Macet PT Bank Jabar Banten Cabang Taman Sari –

Bandung yang dinilai melalui tingkat NPL?

3. Berapa besar pengaruh Sistem Pengendalian Internal Perkreditan terhadap

Angka Kredit Macet PT Bank Jabar Banten Cabang Taman Sari.

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud dari pembuatan skripsi ini adalah untuk memperoleh data, dalam

upaya mengetahui pengaruh Sistem Pengendalian Internal Perkreditan terhadap

Angka Kredit Macet pada PT. Bank Jabar Banten Cabang Taman Sari – Bandung.
6

Sedangkan yang menjadai tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui Sistem Pengendalian Internal Perkreditan yang diterapkan pada PT

Bank Jabar Banten Cabang Taman Sari – Bandung

2. Mengetahui Angka Kredit Macet PT Bank Jabar Banten Cabang Taman Sari –

Bandung yang dinilai melalui tingkat NPL

3. Mengetahui besar pengaruh Sistem Pengendalian Internal Perkreditan terhadap

Angka Kredit Macet PT Bank Jabar Banten Cabang Taman Sari.

1.4. Kegunaan Penelitian

Data dan informasi yang berhasil dikumpulkan dalam pembuatan proposal

ini diharapkan dapat memberikan kegunaan sebagai berikut:

1. Bagi Penulis

Sebagai media pengembangan dan aplikasi ilmu pengetahuan mengenai

Sistem Pengendalian Internal Perkreditan terhadap Angka Kredit Macet

yang didapat di bangku kuliah sekaligus memberikan tambahan

pengetahuan dan pengalaman pada bidang tersebut.

2. Bagi Perusahaan

Sebagai sumber informasi mengenai Peranan Sistem Pengendalian Internal

Perkreditan yang berlaku pada perusahaannya.

3. Bagi Pihak Lain

Sebagai bahan yang bermanfaat untuk menambah pengetahuan tentang

Sistem Pengendalian Internal Perkreditan kaitannya dengan angka kredit

macet yaitu dalam Pemberian Kredit Modal Kerja dan dapat digunakan
7

sebagai bahan perbandingan bagi yang tertarik sehingga dapat

dikembangkan lebih lanjut.

1.5. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis

1.5.1. Kerangka Pemikiran

Sebuah perusahaan tidak dapat memenuhi kewajiban keuangannya atau

mencapai tujuannya jika informasinya tidak andal. Oleh karenanya, para manajer

harus membuat dan mempertahankan sistem pengendalian internal yang tepat agar

dapat memastikan integritas dan keandalan data. Karena banyak dari sistem

pengendalian internal berhubungan dengan sistem pemrosesan transaksi, para ahli

sistem informasi dan akuntan berperan penting untuk memastikan kecukupan

pengendalian

James A Hall (2007: 159) mengutarakan tentang pentingnya suatu Sistem

Pengendalian Internal karena dipicu oleh keadaan lingkungan dan sumber daya

manusia yang terkait yang dialihbahasakan oleh Dewi Fitriasari sebagai berikut:

“Suatu sistem pengendalian internal ini dipicu dari keadaan lingkungan


dan sumber daya manusia yang terkait. Misal terjadinya penipuan (fraud)
baik penipuan oleh karyawan (employee fraud) ataupun Penipuan oleh
pihak manajemen (management fraud) lebih lanjut dijelaskan terdapat
faktor yang membentuk penipuan yakni : 1) tekanan keadaan, 2) peluang
dan 3) karakterisitik pribadi (intergritas). Adapun penipuan ini dilakukan
lewat laporan tipuan, korupsi dan penyalahgunaan aktiva. “

Untuk itulah melihat jatuhnya etika dan banyak terjadinya penipuan, maka

dibentuklah sistem pengendalian internal untuk menangani masalah semacam ini.

Manajemen perusahaan diwajibkan secara hukum untuk membuat dan

memelihara sistem pengendalian internal yang memadai. Terlebih sejak dengan


8

adanya kasus penyuapan maka isu pengendalian internal menjadi perhatian bagi

para pemegang saham, sehingga munculah Undang-undang Praktik Korupsi

Asing 1977 (Foreign Corrupt Practises Act of 1977 – FCPA) Di antara berbagai

peraturannya, FCPA mensyaratkan perusahaan yang terdaftar di SEC ( Securities

and Exchange Commission) untuk:

1) Menyimpan catatan yang secara adil dan wajar mencerminkan transaksi

perusahaan serta posisi keuangannya.

2) Mempertahankan sistem pengendalian internal yang menyediakan jaminan

wajar bahwa tujuan perusahaan terpenuhi.

Adapun tujuan dari penerapan Sistem Pengendalian Internal menurut

James A Hall (2007: 181) yang diterjemahkan oleh Desi Fitriasari, menyatakan

bahwa:

“Sistem pengendalian internal (internal control system) terdiri atas


berbagai kebijakan, praktik, dan prosedur yang diterapkan oleh
perusahaan untuk mencapai empat tujuan umumnya:
1) Menjaga aktiva perusahaan
2) Memastikan akurasi dan keandalan catatan serta informasi
akuntansi
3) Mendorong efisiensi dalam operasional perusahaan
4) Mengukur kesesuaian dengan kebijakan serta prosedur yang
diterapkan oleh pihak manajemen”.

Pengertian kredit itu sendiri mempunyai dimensi yang beraneka ragam,

dimulai dari arti kata “Kredit” yang berasal dari bahasa Yunani “Credere” yang

berarti “Kepercayaan” atau dalam bahasa latin “Creditum” yang berarti

kepercayaan akan kebenaran dalam praktik sehari-hari.

Pengertian ini kredit ini selanjutnya berkembang lebih luas seperti yang

dikemukakan oleh Teguh Pudjo Muljono ( 2007 : 10 ) bahwa:


9

a. Kredit adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu


pembelian atau mengadakan suatu pinjaman dengan suatu
janji pembayarannya akan dilakukan ditangguhkan pada
suatu jangka waktu yang disepakati.
b. Sedangkan pengertian yang lebih mapan untuk kegiatan
perbankan di Indonesia, pengertian ini dirumuskan dalam Bab
I, pasal 1 ayat 12 UU no 7 tahun 1992 tentang perbankan yang
merumuskan sebagai berikut : Kredit adalah penyediaan uang
atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam
antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu
tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil
keuntungan”.

Berdasarkan uraian di atas maka paradigma penelitian sebagai berikut :

Gambar 1.1.
Paradigma Penelitian

SISTEM PENGENDALIAN
INTERNAL PERKREDITAN (X)

ANGKA KREDIT
1. Lingkungan Pengendalian
MACET (Y):
NPL
2. Penilaian Resiko

3. Informasi & Komunikasi

4. Pengawasan

5. Aktivitas Pengendalian

1.5.2. Hipotesis

Berdasarkan uraian pada kerangka pemikiran di atas maka hipotesis yang

dikemukakan pada penelitian ini adalah:


10

“Sistem Pengendalian Internal Berpengaruh Negatif dan Signifikan

Terhadap Angka Kredit Macet”.

1.6. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di PT Bank Jabar Banten yang beralamat di

Jalan. Taman Sari, Bandung. Adapun waktu penelitian dimulai pada bulan Juli

sampai dengan September 2008.

Anda mungkin juga menyukai