Latar Belakang
Di Indonesia, pertumbuhan bank syariah saat ini berada pada titik
tertinggi sepanjang masa. UU No. 21 Tahun 2008, yang mengatur tentang
perbankan syariah, memberikan landasan yang kokoh bagi pertumbuhan
perbankan syariah di tanah air (Nofinawati, 2016). Selain itu, karena
Indonesia adalah negara Muslim terbesar di dunia, ada permintaan yang
signifikan untuk fasilitas dan layanan bank syariah, yang berdampak pada
pertumbuhan dan perkembangan bank (Hikmah, 2017).
Tabel 1.1
Laporan Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia
Indikator 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021
BUS 6 11 11 11 11 12 12 12 13 14 14 14 12
Jumlah
711 125 1.401 1.745 1.998 2.163 1.990 1.869 1.822 1.875 1.919 2.034 2.028
Kantor
UUS 25 23 24 24 23 22 22 22 21 20 20 20 21
Jumlah
287 336 336 517 590 320 311 332 344 354 381 392 409
Kantor
BPRS 138 155 155 158 163 163 163 166 167 167 164 163 165
Jumlah
225 364 364 401 402 439 446 453 441 495 517 627 670
Kantor
1
Sumber: Statistik Perbankan Syariah OJK, 2022.
tahun 2009, yang hanya enam BUS, menjadi empat belas pada tahun 2020.
Ini merupakan pertumbuhan dari enam BUS pada tahun 2009. (BIS). Pada
tahun 2009, hanya ada 711 kantor; Dengan perluasan BUS ini, jumlah
tersebut akan meningkat menjadi 2.034 tempat kerja pada tahun 2020. Pada
akhir tahun 2012, pangsa pasar perbankan syariah hanya sekitar 4,6 persen,
yang jauh dari tujuan 5 persen itu. telah ditetapkan untuk tahun itu. Salah satu
indikasi bahwa bank syariah tidak mampu bersaing dengan kinerja bank
konvensional adalah fakta bahwa bank syariah tidak mampu menjangkau
ketiga pangsa pasar tersebut (Rozalinda, 2014).
2
2020 13.11% 8.08% 11.88%
2021 12.22% 7.45% 9.41%
3
bernilai kredit 836 miliar Rupiah. Selain Bank Negara Indonesia, PT Bank
Mandiri Tbk dan PT Bank Commonwealth yang menyediakan dana ilegal
untuk perusahaan termasuk PT Bank Ekonomi Raharja Tbk dan QNB
Kesawan Tbk. Pada 2013, Bank Syariah Mandiri (BSM) Bogor mengucurkan
dana tunai Rp102 miliar kepada 197 nasabah tanpa penjelasan. Kerugian
negara lebih dari Rp 58 triliun dapat diakibatkan oleh hal ini (Rozalinda,
4
2014).
5
DPS, menurut kajian (Anton, n.d.)