Anda di halaman 1dari 22

Diterjemahkan dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia - www.onlinedoctranslator.

com

Artikel yang Ditinjau Sejawat

Jurnal Keuangan dan PerbankanVolume 25,


Edisi 4 2021, halaman. 754 - 775 ISSN:
1410-8089 (Cetak), 2443-2687 (Online) DOI:
10.26905/jkdp.v25i4.5859

Risiko Syariah Pedesaan Islam Milik Pemerintah


Perbankan selama COVID-19 di Indonesia
Riza Zahrotun Nisa1, Yunieta Anny Nainggolan2, Taufik Faturohman3
1,2,3Sekolah Bisnis dan Manajemen (MBS)

Institut Teknologi Bandung, Indonesia.


* Penulis yang sesuai: riza-zahrotun@sbm-itb.ac.id

Abstrak
Penelitian ini menguji pengaruh kepemilikan pemerintah terhadap risiko syariah BPR Syariah menggunakan semua data yang
tersedia untuk umum dari 156 BPRS dari 23 provinsi di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan data
sekunder yang diperoleh dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Regresi menggunakan regresi data panel digunakan untuk menganalisis
hubungan antara kepemilikan pemerintah dan risiko syariah. Pendapatan non-halal digunakan untuk mengukur risiko syariah antara
Q4 2019 dan Q3 2020, mewakili garis waktu sebelum dan selama COVID-19. Pada semua model dan periode, hasilnya ditemukan
pengaruh positif yang signifikan dari variabel kepemilikan pemerintah terhadap pendapatan non halal. Namun, derajatnya menurun
selama pandemi COVID-19. Ini mengungkapkan bahwa BPR syariah milik pemerintah ditemukan memiliki pendapatan non-halal yang
lebih rendah selama pandemi. Kami juga menemukan bahwa perusahaan yang lebih signifikan dengan leverage yang lebih tinggi
cenderung memiliki pendapatan non-halal yang lebih tinggi. Kajian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap literatur
yang masih minim tentang risiko syariah, khususnya dalam konteks BPR Syariah di Indonesia. Hasilnya akan berimplikasi pada
regulator untuk memastikan kepatuhan syariah industri keuangan syariah. Hal ini penting untuk mendapatkan kepercayaan dari
masyarakat Islam, yang peduli dengan ketaatan bank syariah. Hasilnya akan berimplikasi pada regulator untuk memastikan
kepatuhan syariah industri keuangan syariah. Hal ini penting untuk mendapatkan kepercayaan dari masyarakat Islam, yang peduli
dengan ketaatan bank syariah. Hasilnya akan berimplikasi pada regulator untuk memastikan kepatuhan syariah industri keuangan
syariah. Hal ini penting untuk mendapatkan kepercayaan dari masyarakat Islam, yang peduli dengan ketaatan bank syariah.

Kata kunci: Perbankan Syariah; Bank Perkreditan Rakyat Syariah; Penghasilan Tidak Halal; Struktur kepemilikan;
Kinerja Syariah; Risiko Syariah
JEL: G21
Ini adalah artikel akses terbuka di bawah CC–BY-SA lisensi.

1. PENGANTAR

Pertumbuhan dan perkembangan suatu negara tidak lepas dari peran lembaga keuangan.
Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan, lembaga keuangan
adalah semua badan yang melakukan kegiatan di bidang keuangan yang menarik uang dari
masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat. Lembaga keuangan
dikelompokkan menjadi dua bentuk, yaitu bank dan non bank. Lembaga keuangan bank atau yang
biasa kita sebut dengan bank adalah lembaga keuangan yang menyediakan jasa keuangan secara
lengkap. Lembaga keuangan di Indonesia antara lain Bank Umum, Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Bank
Umum Syariah, dan BPR Syariah (BPRS) (Harahap & Saraswati, 2020).

754
Jurnal Keuangan dan Perbankan

Bank adalah lembaga keuangan yang tujuan utamanya memberikan kredit dan
jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang (UU Nomor 14 Tahun 1967
tentang Pokok-pokok Perbankan). Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998,
bank dibagi menjadi bank umum dan bank perkreditan rakyat. Menurut kegiatan
operasionalnya, bank juga dikategorikan menjadi bank konvensional dan bank syariah/
syari'ah. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Indonesia adalah bank yang menjalankan
kegiatan usahanya secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah tanpa
memberikan jasa dalam transfer pembayaran (UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan). Kegiatan BPR jauh lebih sempit daripada bank umum karena BPR melarang
giro, perdagangan valuta asing, dan asuransi.

Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Indonesia pertama kali didirikan pada tahun 1989 melalui Keputusan
Presiden Nomor 38, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992, dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
(Ahmed, 2013). Kemudian disusul dengan pembentukan BPRS dua tahun kemudian (Seibel dan Agung, 2006;
Seibel, 2008). Bank Perkreditan Rakyat Syariah, selanjutnya disebut BPRS (Bank Pembiayaan Rakyat Syariah),
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, adalah
Bank Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank Perkreditan
Rakyat Syariah juga tidak dapat diubah menjadi Bank Perkreditan Rakyat. BPRS wajib memperhatikan prinsip
kehati-hatian dan Prinsip Syariah dalam melakukan kontrak Pembiayaan dengan Nasabah Penerima Fasilitas
(Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/5/PBI/2011).

COVID-19 pertama kali dikonfirmasi di Indonesia pada 2 Maret 2020, dengan dua kasus
positif. Pandemi COVID-19 telah berdampak negatif terhadap krisis kesehatan dan industri
keuangan, memberikan ancaman lain terhadap kemampuan keuangan untuk memberikan solusi
pembiayaan alternatif dan jangka panjang setelah krisis keuangan global. Pada kuartal III 2020,
akibat pandemi Covid-19, ekonomi terbesar di Asia Tenggara itu mengalami pertumbuhan
melambat sebesar 3,49 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Selain itu, Indonesia
telah memasuki resesi karena penurunan 5,32 persen pada kuartal kedua tahun 2020. Terakhir
kali hal seperti ini terjadi adalah selama krisis keuangan Asia pada tahun 1998. Menurut otoritas
Indonesia, virus corona dapat menyebabkan 3,5 juta orang kehilangan pekerjaan mereka.
Menurut pemerintah Indonesia, wabah virus corona dapat mengakibatkan hilangnya 3,5 juta
pekerjaan. Ketika pandemi virus corona terus memakan korban, Indonesia menghadapi resesi
pertamanya dalam 22 tahun. Kondisi ini tentunya berimbas pada perbankan di Indonesia.

Menurut Otoritas Jasa Keuangan (2020), hingga Desember 2020, jumlah BPR dan BPRS di
Indonesia masing-masing sebanyak 1.505 bank dan 164 bank. Namun, sebagaimana dinyatakan
oleh Lembaga Penjamin Simpanan Indonesia (Lembaga Penjamin Simpanan), sembilan BPR dan
BPRS akan menjalani likuidasi mulai Maret 2020 hingga Februari 2021. Meski perbankan syariah
sudah memiliki aturan dan sistem yang terpisah dari bank konvensional, bank syariah tidak boleh
tunduk pada hukum syariah. Kondisi ini juga dapat memburuk ketika terjadi krisis, meskipun bank
syariah seringkali lebih aman daripada bank konvensional. Pada krisis keuangan global terakhir
(2007-2009), bank syariah lebih aman daripada bank konvensional. Krisis keuangan tidak secara
signifikan mempengaruhi kinerja keuangan bank syariah, tetapi berdampak pada kinerja setelah
terjadi (Hidayat dan Abduh, 2012). Pandemi COVID-19 dapat membuat bank syariah mengambil
angsuran tambahan untuk menutupi kerugian untuk mematuhi pelaporan IFRS 9 sementara tidak
sesuai dengan hukum syariah (Shaharuddin, 2020).

755
Jurnal Keuangan dan Perbankan

Pandemi memberikan tantangan lebih bagi bank untuk menghasilkan keuntungan karena masyarakat
cenderung tidak menyimpan dananya ke bank. Banyak alasan yang dapat menyebabkannya. Misalnya, dalam krisis
keuangan yang disebabkan oleh COVID-19, banyak orang kehilangan pekerjaan. Oleh karena itu, mereka tidak dapat
lagi menghasilkan uang, dan mereka cenderung membelanjakan tabungannya. Dalam kondisi lain, nasabah tidak
dapat menginvestasikan atau menyimpan uangnya karena penurunan imbal hasil dan suku bunga. Tantangan lain
yang dihadapi bank adalah banyak debitur yang tidak dapat memenuhi kewajibannya untuk membayar angsuran
tepat waktu. Namun, itu menciptakan pendapatan lain bagi bank, seperti denda. Oleh karena itu, kredit bermasalah
dapat mengurangi likuiditas bank syariah sekaligus menciptakan pendapatan tidak halal dari denda.

Banyak aspek yang dapat mempengaruhi kepatuhan syariah bank syariah. Selain
kondisi ekonomi dan keuangan, struktur kepemilikan bank juga dapat
mempengaruhinya. Penelitian sebelumnya membuktikan bahwa struktur kepemilikan
dan konsentrasi dapat mempengaruhi kinerja, profitabilitas, dan efisiensi bank (Abbas et
al., 2009; Haw et al., 2010; Cornett et al., 2010; Li et al., 2014; Zouari dan Taktak , 2014;
Doan et al., 2017; Haque dan Brown, 2017; Mateev dan Bachvarov, 2020; Santoso dan
Santasyacitta, 2020). Efek kepatuhan syariah beragam mengenai lokasi atau negaranya.
Di negara-negara Muslim, kepatuhan syariah memiliki dampak positif karena keyakinan
agama. Sebaliknya, di negara non-muslim seperti Amerika Serikat, karena kesan negatif
tentang Islam dan perspektif negatif tentang batasan yang terkait dengan kepatuhan
Syariah,

Penelitian ini mengkaji pengaruh kepemilikan pemerintah terhadap risiko syariah BPR
Syariah. Pemerintah sebagai regulator memiliki peran penting dalam memastikan kepatuhan
syariah bank syariah karena regulator berkomitmen untuk mengembangkan syariah atau
peraturan syariah dan menjamin bahwa produk, layanan, dan operasi bank syariah yang
ditawarkan mengikuti prinsip dan yurisprudensi syariah. (Fatmawati dkk., 2020). Penelitian
tentang risiko bank syariah ini berbeda dengan penelitian empiris sebelumnya. Pertama,
penelitian ini akan fokus pada risiko syariah bank syariah yang diukur dengan pendapatan non-
halal (NHI). Pendapatan non halal digunakan karena dapat menggambarkan ketidakpatuhan
syariah, yang berbeda dengan pengukuran lain, seperti Islamic Performance Index (Haq, 2015;
Sebtianita, 2015; Mutia et al., 2018; dan Badri, 2019). Kedua, periode analisis antara 2019Q4 dan
2020Q3, mewakili garis waktu sebelum dan selama COVID-19. Hasil penelitian ini diharapkan
dapat menggambarkan perbedaan tingkat risiko syariah pada periode normal dan krisis. Kajian ini
juga diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap literatur tentang risiko syariah dan
kinerja BPR Syariah, sebuah konteks yang masih belum banyak terungkap. Terakhir, ini adalah
studi pertama yang menunjukkan peran pemerintah sebagai pemilik dan bagaimana mereka
dapat mempengaruhi risiko syariah BPR Syariah.

Hasil penelitian ini mendukung hipotesis kami bahwa BPR Syariah yang lebih besar dan milik
pemerintah cenderung memiliki risiko syariah yang lebih tinggi. Temuan ini kuat di semua model dan periode.
Pertumbuhan bank juga mempengaruhi risiko syariah secara positif pada periode sebelum COVID-19 dan
semua model periode. Pandemi COVID-19 berdampak negatif padaNHI, menunjukkan kondisi pandemi
menurunkan risiko syariah. Hasil kami memiliki beberapa implikasi penting. Pertama, struktur kepemilikan,
terutama bank milik pemerintah, memainkan peran penting dalam menentukan risiko dan kinerja syariah.
Kedua, bank dengan ukuran yang lebih besar dan pertumbuhan yang lebih besar akan memiliki risiko syariah
yang buruk. Terakhir, kondisi pandemi atau krisis akan mengurangi risiko terkait kepatuhan syariah.

756
Jurnal Keuangan dan Perbankan

Penelitian ini dimulai dengan hipotesis yang dikembangkan pada Bagian 2. Bagian 3 berikut
menjelaskan metode dan variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Kami membahas temuan
empiris dan analisis di Bagian 4 dan kesimpulan di Bagian 5.

2. PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana
dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan
bentuk lainnya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Bank syariah adalah bank yang melakukan
segala kegiatan operasional perbankan konvensional dengan mematuhi syariat Islam. Pembiayaan syariah
tanpa bunga dikembangkan dari dua aksioma, saling adil dalam bertransaksi dan refleksi dari realitas yang
sebenarnya. Daripada menawarkan bunga, bank syariah memberikan pengembalian berdasarkan bagi hasil
(Kahf, 1999).

Bank juga harus menghasilkan laba dan kinerja keuangan yang baik selain usaha utamanya
memberikan kredit dan jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang (UU
Nomor 14 Tahun 1967 Pasal 1 tentang Pokok-pokok Perbankan). Banyak metode yang digunakan
untuk mengukur kinerja bank. Penelitian sebelumnya mengukur kinerja bank dengan mengukur
beberapa variabel yang mempengaruhi kinerja bank, seperti struktur kepemilikan, ukuran bank,
dan efisiensi (Abbas et al., 2009; Haw et al., 2010; Cornett et al., 2010; Li dkk., 2014; Zouari dan
Taktak, 2014; Doan dkk., 2017; Haque dan Brown, 2017; Huang, 2020; Widarjono, 2018; Santoso
dan Santasyacitta, 2020).

Struktur kepemilikan memiliki berbagai dampak pada Bank Syariah. Studi Abbas et al. (2009)
menemukan bahwa kepemilikan pemerintah, keluarga, dan institusional lembaga keuangan
syariah (LKI) di Malaysia memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap kinerja keuangan
lembaga keuangan syariah. Li dkk. (2014), Zouari dan Taktak (2014), serta Haque dan Brown (2017)
menemukan bahwa kepemilikan pemerintah berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan dan
efisiensi pada Bank Umum Syariah. Struktur kepemilikan lainnya, seperti kepemilikan direktur dan
kepemilikan institusional, berdampak negatif terhadap kinerja keuangan bank syariah (Li et al.,
2014).

Sedangkan menurut Mateev dan Bachvarov (2020), struktur kepemilikan memiliki


pengaruh yang tidak signifikan terhadap kinerja keuangan bank syariah di kawasan
MENA (Timur Tengah dan Afrika Utara). Pengaruh kepemilikan asing berpengaruh
negatif tetapi tidak signifikan, sedangkan pengaruh kepemilikan pemerintah hanya
sedikit signifikan dan negatif terhadap kinerja keuangan. Di Indonesia, kepemilikan
pemerintah juga berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan bank (Santoso dan
Santasyacitta, 2020). Haw dkk. (2010), Cornett et al. (2010), dan Doan et al. (2017) juga
menemukan bahwa bank milik pemerintah kurang efisien dan kurang menguntungkan
dibandingkan bank milik swasta karena bank dengan kontrol pemerintah dapat
menyebabkan konflik keagenan yang lebih besar,

Menurut Ullah dan Khanam (2018), beberapa faktor dapat mempengaruhi kinerja keuangan bank
syariah. Namun, kepatuhan syariah adalah aspek penting dalam mendapatkan keunggulan kompetitif.
Kepatuhan syariah yang unggul memberikan kekuatan internal dan peluang eksternal lainnya,
memungkinkan bank syariah untuk meningkatkan kinerja keuangannya. Tingkat kepatuhan syariah
berbeda di antara bank syariah. Pelanggaran syariah tinggi dalam kegiatan investasi karena kurangnya
pengetahuan, kurangnya kesungguhan dalam mematuhi aturan syariah, kurangnya perhatian dalam
audit syariah dan penelitian syariah, dan kurangnya syariah yang kuat.

757
Jurnal Keuangan dan Perbankan

dewan pengawas yang terdiri dari anggota terampil penuh waktu (Ullah, 2014). Serupa
dengan Basiruddin dan Ahmed (2020), risiko ketidakpatuhan syariah (SNCR) dapat
dikurangi karena kompetensi keuangan dan rapat komite syariah yang lebih sering.
Temuan juga mengungkapkan bahwa bank dengan tata kelola perusahaan yang baik
memiliki SNCR yang lebih rendah. Industri perbankan dan keuangan Islam ada karena
kepatuhan syariah. Kerangka tata kelola syariah yang baik dapat membantu bank
mencapai kepatuhan syariah yang kuat (Kasri, 2019). Di sisi lain, menurut Ayedh dan
Echchabi (2015), perbankan syariah masih kekurangan regulasi dan standar. Akibatnya,
bank syariah hanya mengacu pada persyaratan minimum dan menerapkan standar
wajib.

Keuangan syariah juga mengukur kinerja syariah karena bank syariah masih
memiliki produk dan pendapatan yang tidak halal atau tidak sesuai. Bank syariah
berbeda dari bank konvensional karena mereka hanya bertanggung jawab untuk
memenuhi kebutuhan keuangan pelanggan mereka. Oleh karena itu, bank syariah harus
menjalankan bisnis dengan mengikuti aturan syariah. Menurut Bedoui dan Mansour
(2013), pandangan Islam tentang kinerja tidak hanya terkait dengan etika dan dimensi
keuangan tetapi mencakup dimensi tambahan yang membuat perusahaan tidak
berorientasi pada pemilik, tetapi juga untuk semua pemangku kepentingan dan
masyarakat secara keseluruhan, ini penting dalam kinerja berdasarkan konsep Islamicity
performance index. Indeks kinerja Islam adalah alat yang dapat mengekspresikan nilai-
nilai materialistik, spiritual, dan sosial yang terkandung dalam bank syariah (Bedoui dan
Mansour, 2013; Haq, 2015).

Risiko merupakan unsur transaksi keuangan di lembaga keuangan Islam. Akibatnya, itu
harus diperhitungkan. Risiko di lembaga keuangan syariah berbeda dengan yang ada di
lembaga keuangan konvensional. Dalam menjalankan bisnisnya, lembaga keuangan syariah
dihadapkan pada dua kategori risiko. Pertama, lembaga keuangan syariah memiliki risiko
yang sebanding dengan yang dihadapi oleh lembaga keuangan konvensional. Kedua, mereka
dihadapkan pada risiko tertentu dan spesifik. Bentuk risiko kedua berasal dari desain kontrak
yang harus berpegang pada prinsip dan hukum syariah (Noor et al., 2018).

Aturan syariah sangat dijaga dalam operasional bank syariah. Kegagalan untuk
mematuhi aturan syariah dapat mengekspos bank syariah pada risiko keuangan yang
tinggi karena ketidakabsahan transaksi (Lahsasna, 2014).

Bank syariah juga secara jelas dan akurat mengungkapkan pendapatan non-compliant syariah
mereka (Puneri et al., 2020). Menurut Yunus dkk. (2017), produk yang tidak sesuai syariah, simpanan
yang tidak sah dari deposan, dokumen yang cacat, operasi bisnis yang tidak sesuai dengan syariah, dan
bunga yang diterima dari bank konvensional adalah lima sumber utama ketidaksesuaian.

758
Jurnal Keuangan dan Perbankan

pendapatan halal. Studi Ginena (2014) juga menyebutkan bahwa bank syariah dan pemangku
kepentingannya menghadapi ancaman nyata dari risiko Syariah, risiko operasional. Biaya yang lebih tinggi,
kerugian finansial, masalah likuiditas, bank run, bank runtuh, kerusakan industri, dan ketidakstabilan
keuangan adalah semua kemungkinan hasil dari ketidakpatuhan syariah.

Sutrisno (2017) mengukur kinerja syariah dari 13 bank syariah di Indonesia. Studi ini
menggunakanmaqasiq kinerja untuk mengetahui kinerja perbankan syariah menggunakan
pendekatan syariah compliance and performance model dengan menggunakan hibah
pendidikan dan pelatihan, rasio bagi hasil, rasio zakat, dan rasio investasi syariah. Alhasil,
Bank Muamalat Indonesia (BMI), bank syariah swasta pertama di Indonesia, memiliki
peringkat kinerja syariah tertinggi, namun kinerja keuangannya rendah.

Islamic Performance Index telah digunakan sebagai pengukuran kinerja syariah oleh Haq
(2015), Sebtianita (2015), Mutia et al. (2018), dan Badri (2019). Indeks Kinerja Islam terdiri dari lima
rasio: rasio bagi hasil, rasio kinerja zakat, rasio distribusi yang adil, rasio kesejahteraan direktur-
karyawan, dan pendapatan Islam vs pendapatan non-Islam. Berdasarkan hasil analisis, rasio bagi
hasil dan rasio kesejahteraan direksi-karyawan terbaik adalah Bank Muamalat Indonesia (BMI)
(Mutia et al.,2018). Haq (2015) membandingkan kinerja syariah Bank Muamalat Indonesia dan
Bank Syariah Mandiri (BSM). Penelitian ini menyimpulkan bahwa kinerja BMI lebih baik daripada
BSM. Senada dengan Sebtianita (2015), BMI memiliki rasio bagi hasil terbaik, rasio kinerja zakat,
dan pemerataan distribusi. Bank syariah lainnya seperti BSM dan BRI Syariah masing-masing
merupakan yang terbaik dalam rasio kesejahteraan karyawan dan pendapatan syariah vs
pendapatan non-Islam. Sebaliknya, menurut Badri (2019), kinerja syariah BSM lebih baik dari BMI.
BSM memiliki pendapatan syariah vs pendapatan non-Islam yang lebih tinggi, rasio pemerataan,
dan rasio kesejahteraan direksi-karyawan, sedangkan rasio kinerja zakat memiliki persentase yang
sama.

Abbas dan Mahenthiran (2009), Huang (2020), dan Santoso dan Santasyacitta (2020) menemukan
bahwa konsentrasi kepemilikan berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan dan profitabilitas,
sedangkan penelitian Li et al. (2014) menemukan sebaliknya. Kepemilikan pemerintah memiliki
hubungan negatif dengan kinerja, profitabilitas, dan efisiensi bank. Dalam penelitian ini, kepemilikan
pemerintah juga diharapkan berpengaruh negatif terhadap kinerja syariah atau berpengaruh positif
terhadap risiko syariah. Kontrol pemerintah mungkin cenderung lebih fokus pada kepentingan politik
daripada meningkatkan kinerja (Santoso dan Santasyacitta, 2020) atau mengurangi risiko syariah.

Menurut Haw et al. (2010), kontrol pemerintah akan menyebabkan lebih banyak konflik
keagenan di negara-negara dengan sistem hukum dan peraturan yang lemah. Demikian pula,
kepemilikan pemerintah menyebabkan masalah karena konflik antara agenda sosial dan politik,
birokrasi dan korupsi, dan politik kelompok kepentingan (Shleifer et al., 1997). Menurut Ehsan dan
Javid (2018), isu kepemilikan pemerintah di perbankan berasal dari perspektif pembangunan dan
perspektif politik. Menurut perspektif pembangunan, bank milik pemerintah memiliki tujuan
pembangunan ekonomi dan keuangan yang berbeda dari bank swasta. Mereka memberikan
landasan bagi inisiatif pemerintah untuk didanai, terlepas dari risiko atau keuntungan
(Gerschenkron, 1962 dalam Ehsan dan Javid, 2018). Menurut Shleifer dan Vishny (1994) dalam
Ehsan dan Javid (2018), perspektif politik adalah bahwa pemerintah tertarik untuk mengalokasikan
sumber daya melalui bank milik pemerintah untuk tujuan politik. Kepemilikan pemerintah juga
berdampak positif terhadap pengambilan risiko bank (Ehsan dan Javid, 2018).

759
Jurnal Keuangan dan Perbankan

Menurut temuan tersebut, bank syariah dengan kepemilikan pemerintah juga lebih cenderung
memiliki kinerja yang buruk karena bank milik pemerintah cenderung mengoperasikan bank dan
membuat keputusan berdasarkan kepentingan pribadi atau politik daripada mematuhi syariah. Namun,
kondisi ini memiliki peran dalam perubahan struktur pasar pada pengambilan risiko dan stabilitas bank
saat krisis terjadi. Kondisi bank negara-negara besar menurunkan pengambilan risiko bank dan
meningkatkan stabilitasnya karena persaingan bank yang lebih rendah menjaga stabilitas (Saif-Alyousfi,
2020). Oleh karena itu, kami mengharapkan:

H1. Kepemilikan pemerintah berhubungan positif dengan risiko syariah BPR.

H1a. Kepemilikan pemerintah kurang berhubungan positif dengan risiko syariah Islam
BPR di masa pandemi Covid-19.

3. METODE, DATA, DAN ANALISIS

Data dan Sampel


Penelitian ini menggunakan data sekunder dari Otoritas Jasa Keuangan Republik
Indonesia. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan laporan publikasi lengkap Laporan
Keuangan, Laporan Laba Rugi, Komitmen dan Kontinjensi, Rasio Keuangan, Sumber dan
Penyaluran Dana Zakat dan Wakaf, Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan,
Pembagian Bagi Hasil, dan Aktiva Produktif Kualitas. Berdasarkan dataset tersebut,
Indonesia memiliki 164 BPRS dari 23 provinsi. Namun demikian, dari data tersebut, kami
memperoleh 157 BPRS dengan dataset yang lengkap. Periode penelitian dari penelitian
ini adalah 2019Q2 hingga 2020Q1 yang diwakili sebelum periode COVID-19 dan Q2 2020
hingga 2020Q3 yang diwakili selama COVID-19. Periode COVID-19 dipilih mulai dari
2020Q2 karena, per Maret 2020, pemerintah Indonesia mengonfirmasi kasus pertama
COVID-19. Data untuk tahun 2019 dan 2020 lengkap tidak tersedia. Statistik BPR Syariah
di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan tabel tersebut, 63,69% BPR Syariah
di Indonesia berada di Pulau Jawa. Provinsi Jawa Barat memiliki jumlah BPRS tertinggi,
diikuti oleh Provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah. Selanjutnya, jumlah pendapatan non
halal tertinggi dimiliki oleh BPRS di Jawa Tengah, sedangkan secara keseluruhan sebesar
NHI, Provinsi Lampung memiliki jumlah total tertinggi.
Struktur kepemilikan BPR Syariah di Indonesia terbagi menjadi tiga kategori. Ada
milik pemerintah, milik lembaga, dan milik perorangan. Meskipun ada BPRS yang dimiliki
oleh dua kategori, namun status struktur kepemilikannya dikelompokkan berdasarkan
persentase kepemilikan atau pemegang saham utama tertinggi. BPRS milik pemerintah
dimiliki oleh pemerintah daerah, seperti pemerintah provinsi, kota, atau kabupaten.
Sedangkan BPRS milik institusi dapat dimiliki oleh yayasan lokal, bank pembangunan
daerah (BPD), dan institusi atau perusahaan lain. Pemegang saham bank dan pejabat
setempat biasanya memiliki BPRS milik Perorangan. Untuk persentase kepemilikan
pemerintah di setiap provinsi, 13 provinsi memiliki BPR Syariah yang tidak dimiliki oleh
pemerintah. Sedangkan Bangka Belitung hanya memiliki satu BPRS,

760
Jurnal Keuangan dan Perbankan

Tabel 1. Statistik Bank Perkreditan Rakyat Syariah di Indonesia


Variabel tak bebas: Struktur kepemilikan
Total
NHI (dalam ribuan Rp) Persentase di setiap Provinsi
Tidak Propinsi
Indv
2019 2020 Sampel % min.
Gubernur
Maks. Total In (%)
(%) (%)

1 Jawa barat 28 27 27 17,20% 57879 0 176312 11,11% 29,63% 59,26%

2 Banten 8 8 8 5,10% 49149 0 108243 12,50% 12,50% 75,00%

3 DKI Jakarta 1 1 1 0,64% 7 6 13 0,00% 0,00% 100,00%

4 Yogyakarta 12 12 12 7,64% 10529 0 18846 0,00% 25,00% 75,00%

Pusat
5 26 26 25 15,92% 61278 0 156410 8.00% 20,00% 72,00%
Jawa

6 Jawa Timur 28 27 27 17,20% 42730 0 103324 18,52% 14,81% 66,67%

7 Bengkulu 2 3 2 1,27% 0 0 0 0,00% 0,00% 100,00%

8 Jambi 0 0 0 0,00%

9 Aceh 10 10 10 6,37% 1309 0 2303 20,00% 10,00% 70,00%

Utara
10 8 8 4 2,55% 0 0 0 0,00% 25,00% 75,00%
Sumatra

Barat
11 7 7 7 4,46% 1562 0 2451 0,00% 14,29% 85,71%
Sumatra

12 Riau 2 2 1 0,64% 0 0 0 0,00% 100,00% 0,00%

Selatan
13 1 1 1 0,64% 0 0 0 0,00% 100,00% 0,00%
Sumatra

Bangka
14 1 1 1 0,64% 41368 15814 57182 100,00% 0,00% 0,00%
Belitung

Riau
15 2 2 2 1,27% 0 0 0 0,00% 0,00% 100,00%
pulau

16 Lampung 11 11 11 7,01% 48063 0 249931 72,73% 0,00% 27,27%

Selatan
17 1 1 1 0,64% 0 0 0 0,00% 0,00% 100,00%
Kalimantan

Barat
18 0 0 0 0,00%
Kalimantan

Timur
19 1 1 1 0,64% 0 0 0 0,00% 0,00% 100,00%
Kalimantan

Pusat
20 1 1 1 0,64% 0 0 0 0,00% 0,00% 100,00%
Kalimantan

Pusat
21 0 0 0 0,00%
Sulawesi

Selatan
22 7 7 7 4,46% 55752 0 60656 14,29% 0,00% 85,71%
Sulawesi

Utara
23 0 0 0 0,00%
Sulawesi

761
Jurnal Keuangan dan Perbankan

Variabel tak bebas: Struktur kepemilikan


Total
NHI (dalam ribuan Rp) Persentase di setiap Provinsi
Tidak Propinsi
Indv
2019 2020 Sampel % min.
Gubernur
Maks. Total In (%)
(%) (%)

24 gorontalo 0 0 0 0,00%

Barat
25 1 1 1 0,64% 0 0 0 0,00% 0,00% 100,00%
Sulawesi

Tenggara
26 0 0 0 0,00%
Sulawesi

Nusa Barat
27 3 3 3 1,91% 0 0 0 0,00% 33,33% 66,67%
Tenggara

28 Bali 1 1 1 0,64% 0 0 0 0,00% 0,00% 100,00%

Nusa Timur
29 0 0 0 0,00%
Tenggara

30 Maluku 0 0 0 0,00%

Utara
31 3 3 3 1,91% 0 0 0 66,67% 33,33% 0,00%
Maluku

32 Papua 0 0 0 0,00%

Papua
33 0 0 0 0,00%
Barat

Total 165 164 157 100%

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Metodologi dan Penjelasan Variabel


Penelitian ini menganalisis risiko syariah pada BPR Syariah di Indonesia. Berbagai kontrak
Syariah (uqūd) mengendalikan operasional bank syariah. Kontrak yang mendasari digunakan untuk
mengidentifikasi risiko atau kejadian ketidakpatuhan Syariah di bank syariah yang mungkin tidak sesuai
syariah. Terlepas dari kenyataan bahwa ketidakpatuhan Syariah dapat terjadi kapan saja dan dalam
bentuk apa pun (Oz et al., 2016). Penelitian ini menggunakan pendapatan non halal sebagai
pengukuran risiko syariah karenaNHI merupakan salah satu kejadian risiko ketidakpatuhan syariah.
Pendapatan ini dapat bersumber dari transaksi yang tidak sah (Lahsasna, 2014). Dalam keuangan
syariah, penerapan prinsip syariah mengarah pada konsep dimana seseorang berpotensi terlibat
dengan risiko kontrak yang merupakan risiko syariah. Risiko ada jika perubahan keadaan menyimpang
dari persyaratan kepatuhan (Noor et al. (, 2018).

Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis Random Effect
Model (REM) hasil Uji Chow, Uji Hausman, dan Uji Lagrange Multiplier. Regresi menggunakan
regresi data panel sangat seimbang digunakan untuk menganalisis hubungan antara
kepemilikan pemerintah dan risiko syariah untuk kedua periode, sebelum dan selama
COVID-19 terjadi. Pendapatan tidak halal (NHI) merupakan risiko syariah yang berkorelasi
negatif dengan kinerja syariah. keberadaanNHI dalam laporan bank syariah menunjukkan
bahwa bank memiliki risiko syariah dan memiliki kinerja syariah atau kepatuhan syariah yang
kurang. Semakin tinggiNHI, semakin tinggi risiko syariah dan semakin rendah kinerja syariah
bank syariah. NSNHI BPR Syariah diperoleh dari Laporan Sumber dan Penggunaan Dana
Kebajikan (Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan).

762
Jurnal Keuangan dan Perbankan

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kepemilikan bank. Struktur kepemilikan diperoleh dari data
pemegang saham utama masing-masing bank. Penelitian ini menggunakan variabel dummy untuk
mengkategorikan struktur kepemilikan suatu bank. Penelitian ini mengambil nilai 1 untuk menunjukkan
adanya kepemilikan pemerintah dan mengambil nilai 0 untuk mengartikan yang lain. Penelitian ini juga
menggunakan persentase kepemilikan pemegang saham utama, ukuran bank, pertumbuhan, dan efisiensi
sebagai variabel kontrol.

Yang pertama adalah persentase kepemilikan yang diperoleh dari persentase pemegang saham utama
dalam Laporan Informasi Lainnya (Laporan Informasi Lainnya) dalam setiap laporan BPRS. Menurut Mateev
dan Bachvarov (2020), konsentrasi kepemilikan berpengaruh negatif terhadap profitabilitas bank atau kinerja
keuangan bank syariah. Menurut Haque (2018), pengambilan risiko bank berbanding terbalik dengan
hubungan antara konsentrasi kepemilikan dan pembatasan aktivitas. Di sisi lain, Hammami dan Boubaker
(2015) menemukan bahwa persentase kepemilikan berpengaruh signifikan terhadap risiko bank. Ini memiliki
pengaruh positif terhadap risiko aset sementara persentase kepemilikan lebih dari 50%. Kedua, ukuran bank
diukur sebagai logaritma natural dari nilai total aset dalam ribuan rupiah. Abbas dan Mahenthiran (2009)
menemukan bahwa ukuran bank berdampak negatif terhadap kinerja bank, sedangkan penelitian lainnya
(Trinugroho et al., 2017; Widarjono, 2018; Awo dan Akotey, 2019; Haddad et al., 2020) menemukan bahwa
ukuran bank mempengaruhi kinerja keuangan secara positif. Ketiga, pertumbuhan bank dihitung dari
pertumbuhan total aset masing-masing bank. Menurut Jadah dkk. (2020), pertumbuhan aset berhubungan
positif dengan kinerja keuangan perbankan. Keempat, rasio efisiensi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah CIR (cost-to-income ratio), diukur dengan rasio biaya operasional dan pendapatan operasional.
Menurut Trinugroho dkk. (2017), kinerja keuangan dipengaruhi oleh Menurut Trinugroho dkk. (2017), kinerja
keuangan dipengaruhi oleh Menurut Trinugroho dkk. (2017), kinerja keuangan dipengaruhi olehCIR negatif.
Mateev dan Bachvarov (2020) juga menemukan bahwaCIR memiliki dampak negatif pada profitabilitas bank
syariah.

Kami membuat dua model untuk menguji hipotesis bahwa kepemilikan pemerintah memiliki
dampak positif terhadap risiko syariah. Model menggunakan pregresi data anel untuk menguji
hipotesis untuk setiap periode (sebelum dan selama pandemi). Persamaan (1) dapat dinyatakan sebagai
persamaan berikut 1:

Model I:

NHI = +1GOV +2OP +3Ukuran +4Pertumbuhan +5Efisiensi + ∈ (1)


Kami juga menggunakan model regresi panel data, yang menggabungkan kedua periode, sebelum
dan selama pandemi, dengan mengembangkan variabel dummy untuk periode COVID-19 yang mendapat
skor satu sementara sebaliknya adalah nol. Persamaan (2) dapat dinyatakan sebagai berikut persamaan 2:

Model II:

NHI = +1GOV +2COVID +3OP +4Ukuran +5Pertumbuhan +6Efisiensi + ∈ (2)


Variabel dan pengukuran variabel dapat dilihat pada Tabel 2.

763
Jurnal Keuangan dan Perbankan

Meja 2. Variabel dan Pengukuran Variabel


Mengharapkan
Notasi Variabel Pengukuran
Tanda

Variabel tak bebas

Tidak halal penghasilan tidak halal seperti yang dilaporkan dalam


NHI
Penghasilan rekening koran (dalam Rp 000)

Variabel bebas

Pemerintah Variabel dummy yang mendapat skor satu jika


GOV +
Kepemilikan pemerintah memiliki bank, jika tidak nol

Variabel Kontrol

Variabel dummy yang mendapat skor satu


COVID COVID -
selama periode pandemi, jika tidak nol

Kepemilikan
OP Persentase Pemegang Saham Utama +
Persentase

Ukuran Bank UKURAN Ln dari Total Aset +

Pertumbuhan Bank PERTUMBUHAN Pertumbuhan Aset Total -

Biaya-untuk-pendapatan EFISIEN
Beban Operasional/ Pendapatan Operasional -
Perbandingan kamu

4. HASIL

Statistik deskriptif
Statistik deskriptif untuk variabel ditampilkan pada Tabel 3 dan 4. Tabel 3 menggambarkan
variabel struktur kepemilikan. Kepemilikan individu merupakan struktur kepemilikan tertinggi,
diikuti oleh kepemilikan institusi dan kepemilikan pemerintah. Ada 105 bank, atau 66,88 persen
dari sampel, dimiliki oleh individu sebagai pemegang saham utama. Yang paling kecil adalah
kepemilikan pemerintah yang hanya 15,92 persen di BPRS.

Tabel 3. Statistik deskriptif - Struktur Kepemilikan


Frekuensi Variabel Independen. Persen Air mani.

Kepemilikan Pemerintah 25 15,92% 15,92%

Kepemilikan Institusi 27 17,20% 33,12%

Kepemilikan Individu 105 66,88% 100,00%

Total 157 100%

764
Jurnal Keuangan dan Perbankan

Tabel 4. Statistik deskriptif


Variabel Semua Periode Sebelum Masa COVID-19 Selama Periode COVID-19

Std. Std.
Berarti min. Maks. Berarti Std. Dev. min. Maks. Berarti min. Maks.
Dev. Dev.

Variabel tak bebas

NHI 3012.733 11275.197 0 111515 3948.955 14055.461 0 111515 2075,790 7439.782 0 57879

Variabel bebas

GOV 0,159 0,366 0 1 0,159 0,366 0 1 0,159 0 0 1

COVID 0,500 0,500 0 1

Variabel Kontrol

OP 0,607 0,293 0,075 1 0,607 0,293 0,075 1 0,607 0,293 0,075 1

Ukuran 17.553 1.229 9.887 21.061 17.530 1.273 9.887 21.061 17.576 1.184 12.819 20.960

Pertumbuhan 3.431 56,854 - 0,991 1031.515 6.665 80.303 - 0,527 1031.515 0.196 2.323 - 0,991 41.094

Efisiensi 0,674 6.599 - 119.610 51.465 0,907 1.604 - 21.604 14,383 0,441 9.195 - 119.610 51.465

765
Jurnal Keuangan dan Perbankan

Tabel 4 menyajikan jumlah rata-rata, standar deviasi, nilai minimum dan maksimum masing-
masing variabel, kecuali variabel struktur kepemilikan. Yang pertama adalah variabel terikat penelitian
ini, pendapatan non halal (NHI), yang dinyatakan dalam ribuan rupiah. Paling atasNHI adalah Rp
111.515.000 sebelum COVID-19 dan Rp 57.879.000 selama COVID-19, sedangkan yang terendah NHI
adalah Rp 0 karena ada bank pada beberapa periode atau semua periode yang tidak menghasilkan
pendapatan non halal. Variabel persentase kepemilikan disajikan dalam persen, sedangkan variabel
kontrol lainnya disajikan dalam rasio. Persentase kepemilikan utama BPR syariah tertinggi adalah 100%,
sedangkan yang terendah adalah 7,52%.

Sebelum masa COVID-19, ukuran bank terbesar adalah Rp 1.402.051.289.000 dan terendah Rp
41.400.656.000. Kemudian, ukuran bank tertinggi dan terkecil selama periode COVID-19 adalah masing-
masing 1.270.106.600.000 dan Rp 369.056.000. Pertumbuhan BPR syariah sebelum periode COVID-19
yang lebih besar adalah 1031,51 kali sedangkan yang terkecil adalah -0,527 sedangkan selama periode
COVID-19 masing-masing sebesar 41,094 kali dan -0,991 kali. Skor efisiensi tertinggi adalah 14,383 dan
terendah -21,60 sebelum periode COVID-19, sedangkan selama periode COVID-19, skor masing-masing
adalah 51,46 dan -119,61. Ketika terjadi pandemi, BPR syariah memiliki efisiensi yang buruk.

Sebelum menjalankan regresi, kami menyajikan matriks korelasi variabel pada Tabel 5 dan 6
yang dibagi menjadi dua periode, sebelum periode COVID-19 dan selama COVID-19. Koefisien
korelasi antar variabel pada Tabel 5 dan 6 membuktikan tidak ada masalah multikolinearitas yang
sempurna karena koefisien korelasi antar variabel kurang dari 0,8. Menurut tabel tersebut,
kepemilikan pemerintah (GOV) dan persentase kepemilikan (OP) memiliki korelasi tertinggi
dengan tingkat signifikansi 1% pada kedua periode. Tingkat korelasi dan signifikansi variabel-
variabel tersebut adalah sama karena BPR Syariah cenderung memiliki pemegang saham utama
yang sama (milik pemerintah) dan persentase pemegang saham utama yang sama di semua
periode.GOV juga memiliki korelasi yang signifikan dengan ukuran bank pada tingkat signifikansi
1%. Pada waktu bersamaan,OP berkorelasi dengan ukuran bank pada tingkat signifikansi 5%.
Korelasi tertinggi kedua adalah pertumbuhan bank dan ukuran bank, dengan tingkat signifikansi
1% pada kedua periode tersebut. Sebaliknya, korelasi terendah adalah pertumbuhan dan efisiensi
bank di semua periode. Kami menangani kemungkinan masalah multikolinearitas dengan menguji
VIF.
Tabel 5. Matriks korelasi - Sebelum Periode COVID-19 2019 Q4-2020 Q1
PERTUMBUHAN UKURAN GOV OP EFISIENSI

GOV 1

OP 0,4477*** 1

UKURAN 0.1739*** - 0,1213** 1

PERTUMBUHAN - 0,036 - 0,0669 - 0,4074*** 1

EFISIENSI - 0,0161 - 0,0478 - 0,0503 0,0031 1

* * * , * * , dan * menunjukkan signifikansi statistik masing-masing pada tingkat 1%, 5%, dan 10%

Tabel 6. Matriks korelasi - Selama Periode COVID-19 2020Q2-2020Q3


PERTUMBUHAN UKURAN GOV OP EFISIENSI

GOV 1

OP 0,4477*** 1

766
Jurnal Keuangan dan Perbankan

UKURAN 0.1870*** - 0.1384** 1

PERTUMBUHAN - 0,0279 0,0226 - 0,2125*** 1

EFISIENSI 0,0699 0,0317 0,0625 0,0037 1

* * * , * * , dan * menunjukkan signifikansi statistik masing-masing pada tingkat 1%, 5%, dan 10%

Hasil
Hasil regresi ditunjukkan pada Tabel 7. Hasil dibagi berdasarkan model regresi dan
periode. Periode 2019Q4 dan 2020Q1 diwakili sebelum COVID-19, sedangkan periode Q2
2020 dan Q3 2020 diwakili selama COVID-19. Regresi data panel dijalankan untuk semua
periode dan model penelitian ini.

Hipotesis 1 menyatakan bahwa kepemilikan pemerintah berpengaruh positif terhadap risiko


syariah BPR. Berdasarkan Tabel 7, kepemilikan pemerintah berpengaruh positif signifikan terhadap
pendapatan tidak halal (NHI), dengan tingkat signifikansi 1% pada semua model dan periode. Dapat
disimpulkan bahwa struktur pemerintahan berpengaruh positif signifikan terhadap risiko syariah.
keberadaanNHI pada pendapatan BPR juga menunjukkan bahwa bank syariah memiliki kinerja syariah
atau kepatuhan syariah yang kurang. Hasil ini menunjukkan bahwa hipotesis (H1) didukung. Ukuran
bank juga memiliki dampak positif yang signifikan terhadapNHI. Ukuran bank berlaku di semua periode
dan model dengan tingkat signifikansi 1%. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa ukuran bank
memiliki dampak positif terhadap risiko syariah. Pertumbuhan bank hanya berdampak sebelum periode
COVID-19 dan model semua periode (Model II) dengan tingkat signifikansi 5%.

Sebaliknya, variabel kontrol lainnya, seperti persentase kepemilikan dan efisiensi bank,
berpengaruh positif tidak signifikan NHI. Tabel 7 juga menggambarkan bahwa semua skor VIF kurang
dari sepuluh, menyimpulkan bahwa tidak ada multikolinearitas.

Variabel dummy COVID digunakan untuk mengetahui efek ketika pandemi terjadi. Berdasarkan
Tabel 7, kondisi pandemi ini berpengaruh negatif signifikan terhadapNHI pada tingkat signifikansi 1%.
Kami menjalankan regresi panel untuk variabel independen saja dan Model II dengan menambahkan
variabel dummy COVID untuk uji ketahanan. Kepemilikan pemerintah dan ukuran bank masih memiliki
dampak yang signifikan terhadapNHI pada model-model itu. Adanya variabel kontrol juga
membuktikan peningkatan persentase R-Square yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan model
regresi tanpa variabel kontrol.

Selain variabel COVID, sampel periode keseluruhan menunjukkan bahwa kepemilikan


pemerintah dan ukuran bank juga berdampak positif NHI, dengan tingkat signifikan sebesar 1%.
Sebagai perbandingan, pertumbuhan bank signifikan secara positif pada tingkat signifikansi 5%.

Diskusi
Penelitian ini menunjukkan bahwa hanya kepemilikan pemerintah dan ukuran bank yang berpengaruh
secara signifikan NHI di semua periode dan model, sedangkan pertumbuhan bank hanya signifikan sebelum
COVID-19 terjadi dan Model II. Oleh karena itu, kepemilikan pemerintah, ukuran bank, dan pertumbuhan
bank berpengaruh positif terhadap risiko syariah atau berpengaruh negatif terhadap kinerja syariah. Dengan
demikian, semakin tinggiNHI dan tingkat kepemilikan pemerintah, semakin tinggi risiko syariah. Hal ini
sejalan dengan penelitian Haw et al. (2010), Cornett et al. (2010), Doan dkk. (2017), Santoso dan Santasyacitta
(2020) yang menyatakan bahwa struktur kepemilikan pemerintah pada bank berpengaruh negatif terhadap
profitabilitas, efisiensi, dan kinerja. Meskipun hasilnya juga tidak berbeda secara signifikan pada kedua
periode, tingkat koefisien cenderung menurun ketika a

767
Jurnal Keuangan dan Perbankan

pandemi terjadi. Berdasarkan Tabel 7 Model I, dampak kepemilikan pemerintah terhadapNHI


akan turun dari Rp8.556.798 sebelum periode COVID-19 menjadi Rp7.171.236 selama periode
COVID-19.

Kepemilikan pemerintah mempengaruhi risiko syariah secara positif, mungkin karena bank
dengan kontrol pemerintah tunduk pada konflik keagenan yang lebih besar di negara-negara dengan
lembaga hukum dan peraturan yang lemah (Haw et al., 2010). Bank dengan kepemilikan pemerintah
lebih mementingkan kepentingan politik daripada meningkatkan kinerja (Santoso dan Santasyacitta,
2020).

Ukuran bank berpengaruh positif signifikan terhadap NHI dengan tingkat koefisien 3157.9368 dan
tingkat penurunan menjadi 1271.5364 dalam pandemi. Dengan demikian, ukuran bank berpengaruh positif
signifikan terhadap risiko syariah dan berpengaruh negatif signifikan terhadap kinerja syariah. Hal ini
didukung oleh Abbas et al. (2009) dan Huang (2020) bahwa ukuran bank dapat berpengaruh negatif terhadap
kinerja bank. Sehgal dan Agrawal (2017) menyebutkan bahwa ukuran aset dan struktur kepemilikan
memberikan informasi yang berguna untuk menentukan tingkat risiko bank. Anwer dkk. (2021) juga
menemukan bahwa perusahaan yang memenuhi syariah compliant memiliki tingkat governance yang lebih
rendah, ukuran yang lebih kecil, dan profitabilitas yang lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan non-
compliance syariah. Menurut Widarjono (2018), semakin besar ukuran bank syariah, semakin besar
profitabilitasnya. Karena itu, mungkin bank syariah dengan ukuran lebih besar harus menghasilkan lebih
banyak keuntungan yang cenderung lebih tidak sesuai dengan hukum syariah. Ginena (2014) menemukan
bahwa biaya yang lebih tinggi, kerugian finansial, masalah likuiditas, bank runs, bank collapse, kerusakan
industri, dan ketidakstabilan keuangan adalah kemungkinan hasil dari risiko ketidakpatuhan syariah.

Anehnya, menurut Tabel 7, pandemi COVID-19 dapat menurunkan pendapatan non halal ke
level Rp -1.900.277. Artinya kondisi ini berdampak positif terhadap syariah compliance dan
berdampak negatif terhadap risiko syariah. Pengaruh kepemilikan pemerintah dan variabel
lainnya berkurang ketika terjadi pandemi, hal ini sesuai dengan H1a. Alasan mengapa hal ini
terjadi bisa karena, dalam kondisi yang tidak stabil, orang cenderung tidak menyimpan uangnya
atau mengambil kredit dari bank. Kondisi ini kemungkinan memperkecil kemungkinan bank
menghasilkan pendapatan non halal yang lebih tinggi.

Secara keseluruhan, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kepemilikan pemerintah, ukuran bank,
dan pertumbuhan bank berpengaruh positif signifikan NHI atau risiko syariah. Peningkatan tingkat
kepemilikan pemerintah akan meningkatNHI ke level Rp 7.888.396. Pada saat yang sama, ukuran bank dan
pertumbuhan bank mempengaruhiNHI pada tingkat koefisien 2166,8417 dan 13,067043, dengan tingkat
signifikan masing-masing 1% dan 5%.

5. KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kepemilikan pemerintah dengan
kinerja syariah Bank Perkreditan Rakyat Syariah. Periode yang diambil adalah 2019Q4 dan 2020Q1 yang
mewakili sebelum periode COVID-19, kemudian 2020Q2 dan 2020Q3 yang mewakili selama periode
COVID-19. Hasil regresi menunjukkan bahwa BPR Syariah yang lebih besar dan dimiliki oleh pemerintah
cenderung memiliki risiko kepatuhan syariah yang lebih tinggi atau kinerja syariah yang lebih rendah.

Ukuran bank yang lebih besar dan pertumbuhan bank BPR akan menyebabkan bank
memiliki NHI atau risiko syariah yang lebih tinggi. Pertumbuhan bank hanya memiliki dampak
yang cukup besar sebelum masa pandemi. Jika kita bandingkan hasil antara dua periode, terjadi
penurunan besaran. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pandemi berdampak pada

768
Jurnal Keuangan dan Perbankan

kepemilikan pemerintah atas risiko syariah menurun. Di sisi lain, persentase kepemilikan dan
efisiensi bank tidak dianggap berpengaruh terhadap risiko syariah. Temuan ini berkontribusi pada
literatur tentang struktur kepemilikan pemerintah pada BPR Syariah dan pengaruhnya terhadap
risiko ketidakpatuhan syariah. Selain itu, hasilnya juga memiliki implikasi praktis bahwa kepatuhan
syariah bank syariah tergantung pada kepemilikan dan kondisi stabilitas ekonomi. Pemerintah
harus memberikan perhatian yang lebih besar dan pemantauan yang lebih ketat pada tingkat
kepatuhan syariah industri keuangan syariah untuk keberlanjutan industri.

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan data sekunder dari database Otoritas
Jasa Keuangan. Beberapa data BPRS tidak lengkap karena beberapa BPRS tidak mempublikasikan
laporan triwulanannya dan tidak mengungkapkan pendapatan non halalnya. Periode penelitian
yang diambil juga terbatas karena pandemi masih belum pulih saat penelitian ini dilakukan.
Penelitian di masa depan dapat mengukur dengan menggunakan ukuran risiko syariah lainnya
selama dan setelah krisis.

REFERENSI
Abbas, SZM, Rashid Abdul Rehman, & Mahenthiran. (2009). Kepemilikan akhir dan
kinerja Lembaga Keuangan Islam di Malaysia. Asosiasi Keuangan Asia,April, 1–25.

Ahmad, H. (2013). Inklusi Keuangan dan Keuangan Islam: Format Organisasi,


Produk, Jangkauan, dan Keberlanjutan. Di dalamPembangunan Ekonomi dan Keuangan
Islam, diedit oleh Zamir Iqbal dan Abbas Mirakhor, 203-29. Washington, DC: Bank
Dunia. https://hdl.handle.net/10986/15787

Andrei Shleifer, & Vishny, RW (1997). Survei Tata Kelola Perusahaan Andrei.PhD
Usul, 1(2), 737–783.
Anwer, Z., Azmi, W., & Mohamad, S. (2021). Pemutaran syariah dan korporasi
governance: Kasus saham-saham penyusun Indeks Dow Jones AS. Tinjauan
Internasional Ekonomi dan Keuangan. https://doi.org/10.1016/j.iref.2020.12.013

Aribi, ZA, Arun, T. and Gao, S. (2019), Akuntabilitas pada Lembaga Keuangan Syariah: The
peran laporan dewan pengawas Syariah. Jurnal Akuntansi Islam dan Riset Bisnis, Jil.
10 No.1, hal.98-114. https://doi.org/10.1108/JIABR-10-2015- 0049

Ayedh, AM dan Echchabi, A. (2015), Pengawasan Syariah di Bank Syariah Yaman: a


survei kualitatif. Riset Kualitatif di Pasar Keuangan, Jil. 7 No.2, hlm. 159-172. https://
doi.org/10.1108/QRFM-06-2014-0017

Badri, Rico Elhando. (2019). Analisis Perbandingan Kinerja Bank Syariah Mandiri Dan
Bank Muamalat Menggunakan Islamicity Performance Index Tahun 2015-2017.
Ekuivalensi Jurnal Ekonomi Bisnsis, 6(1), 1.

Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/5/PBI/2011 Tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Untuk
Bank Perkreditan Rakyat Islam,
https://www.ojk.go.id/en/kanal/perbankan/regulasi/peraturan-bankindonesia/
Documents/bb36c4ae7e57446c84a67735a3be6710PBINo135PBI2011BMP
D_1392094238.pdf, Jakarta: Bank Indonesia, diakses Maret 2021.

769
Jurnal Keuangan dan Perbankan

Basiruddin, R., & Ahmed, H. (2020). Tata kelola perusahaan dan risiko ketidakpatuhan Syariah
di bank-bank Islam: bukti dari Asia Tenggara. Tata Kelola Perusahaan (Bingley), 20(2),
240–262. https://doi.org/10.1108/CG-05-2019-0138

Badui, Houssemeddine & Walid, Mansour. (2013). kinerja bank syariah dan
Maqasid al-Syariah. Konferensi Asosiasi Ekonomi Asia-Pasifik ke-9, Osaka, Jepang.
Juli, 27-28. Http://www.apeaweb.org

Ch, I., & Bogor, UD (2017). Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Bank Perkreditan Rakyat Syariah
Kinerja Di Indonesia. Jurnal Internasional Penelitian Ilmiah & Teknologi,06(08),
384–390.

Chen, HK, Liao, YC, Lin, CY, & Yen, JF (2018). Efek dari koneksi politik
CEO bank pemerintah tentang kinerja bank selama krisis keuangan. Jurnal
Stabilitas Keuangan, 36, 130-143. https://doi.org/10.1016/j.jfs.2018.02.010
Cornett, MM, Guo, L., Khaksari, S., & Tehranian, H. (2010). Dampak kepemilikan negara
tentang perbedaan kinerja di bank milik swasta versus bank milik negara:
Perbandingan internasional. Jurnal Intermediasi Keuangan, 19(1), 74–94. https://
doi.org/10.1016/j.jfi.2008.09.005

Direktorat Perbankan Syariah. 2012.Model Bisnis Perbankan Syariah. Jakarta: Departemen


Perbankan Syariah, Bank Indonesia. https://media.neliti.com/media/publications/
42163-ID-kajian-model-bisnisperbankan-syariah.pdf

Doan, AT, Lin, KL, & Doong, SC (2018). Apa yang mendorong efisiensi bank? Interaksi
diversifikasi pendapatan dan kepemilikan bank. Tinjauan Internasional Ekonomi dan
Keuangan, 55, 203–219. https://doi.org/10.1016/j.iref.2017.07.019

Ehsan, S., & Javid, AY (2018). Struktur kepemilikan bank, peraturan dan pengambilan risiko:
bukti dari bank komersial di Pakistan. Jurnal Ekonomi Portugis, 17(3), 185– 209.
https://doi.org/10.1007/s10258-018-0147-3

Fatmawati, D., Ariffin, NM, Abidin, NHZ, & Osman, AZ (2020). syariah
tata kelola di bank syariah: Praktek, praktisi dan praksis. Jurnal Keuangan Global,
100555. https://doi.org/10.1016/j.gfj.2020.100555

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 34 /POJK.03/2020 Tentang Kebijakan


Bagi Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Syariah Sebagai Dampak
Penyebaran Corona Virus Disease 2019, https://www.ojk.go.id/id/regulasi/
Halaman/Kebijakan-bagi-Bank-Perkreditan-Rakyat-dan-Bank -Pembiayaan-Rakyat-
Syariah-Sebagai-Dampak-Penyebaran-Coronavirus-.aspx, Jakarta: Otoritas Jasa
Keuangan (OJK), diakses pada Maret 2021.

Ginena, K. (2014), Risiko Syariah dan Tata Kelola Perusahaan Bank Syariah, Perusahaan
Pemerintahan, Jil. 14 No.1, hal.86-103. https://doi.org/10.1108/CG-03-2013-0038

Grassa, R. (2018). Struktur simpanan, konsentrasi kepemilikan dan tata kelola perusahaan
pengungkapan di bank syariah GCC: Bukti empiris. Jurnal Akuntansi Islam dan Riset
Bisnis, 9(4), 587–606. https://doi.org/10.1108/JIABR-10-2014-0034

770
Jurnal Keuangan dan Perbankan

Hammami, Y., & Boubaker, A. (2015). Struktur Kepemilikan dan Pengambilan Risiko Bank:
Bukti Empiris dari Timur Tengah dan Afrika Utara. Riset Bisnis Internasional, 8
(5), 271–284. https://doi.org/10.5539/ibr.v8n5p271

Haq, FI (2015). Analisis Perbandingan Kinerja Bank Syariah di Indonesia melalui


Indeks Kinerja Keislaman. Jurnal Ilmiah, 1–17.

Haque, F. (2019). Kepemilikan, regulasi, dan pengambilan risiko bank: bukti dari Middle
Wilayah Afrika Timur dan Utara (MENA). Tata Kelola Perusahaan (Bingley), 19(1), 23–43.
https://doi.org/10.1108/CG-07-2017-0135

Haque, F., & Brown, K. (2017). Kepemilikan, regulasi, dan efisiensi bank: Perspektif
dari Timur Tengah dan Afrika Utara (MENA) Region. Tinjauan Internasional
Ekonomi dan Keuangan,47(November), 273–293.
https://doi.org/10.1016/j.iref.2016.10.015

Harahap, AP & Saraswati, Dwi. 2020.Bank dan Lembaga Keuangan lainnya. Surabaya: CV.
Penerbitan Jakad Media. https://www.researchgate.net/publication/
342765463_Bank_dan_Lembaga_Keua ngan_Lainnya

Haw, IM, Ho, SSM, Hu, B., & Wu, D. (2010). Kontrol terkonsentrasi, institusi, dan
sektor perbankan: Sebuah studi internasional. Jurnal Perbankan dan Keuangan, 34(3), 485–
497. https://doi.org/10.1016/j.jbankfin.2009.08.013

Hidayat, SE, & Abduh, M. (2012). Apakah Krisis Finansial Berdampak pada Islam Bahrain?
Kinerja Perbankan? Analisis Regresi Panel.Jurnal Internasional Ekonomi dan
Keuangan, 4(7), 79–87. https://doi.org/10.5539/ijef.v4n7p79
Huang, Q. (2020). Konsentrasi kepemilikan dan profitabilitas bank di Cina.Ekonomi
Surat, 196, 109525. https://doi.org/10.1016/j.econlet.2020.109525

Indonesia mengalami resesi untuk pertama kalinya dalam 22 tahun. (5 November 2020).
https://www.bbc.com/news/business-54819898, Jakarta: BBC News Service, diakses
Mei 2021.

Jaballah, J., Peillex, J., & Weill, L. (2018). Apakah Menjadi sesuai Syariah layak dilakukan?Ekonomis
Pemodelan, 72(Februari), 353–362. https://doi.org/10.1016/j.econmod.2018.02.011

Kahfi, M. (1999). Bank syariah di ambang milenium ketiga. Thunderbird


Tinjauan Bisnis Internasional, 41(4–5), 445–460. https://doi.org/10.1002/
tie.4270410409

Kasri, NS (2019), Undang-Undang Jasa Keuangan Islam Malaysia 2013 dan Tata Kelola Syariah:
Pendekatan Analitis, Azid, T., Alnodel, AA dan Qureshi, MA (Ed.) Penelitian Tata
Kelola Perusahaan dan Syariah di Dunia Muslim: Teori dan Praktik, Emerald
Publishing Limited, Bingley, hal. 227-238. https://doi.org/10.1108/978-1-78973-007-
420191020

Khan, I. and Zahid, SN (2020), “Dampak Syari'ah dan Tata Kelola Perusahaan Terhadap
Kinerja bank syariah: bukti dari Asia", International Journal of Islamic and Middle
Eastern Finance and Management, Vol. 13 No. 3, hlm. 483-501. https://doi.org/
10.1108/IMEFM-01-2019-0003

771
Jurnal Keuangan dan Perbankan

Lahsasna, A. (2014). Manajemen Risiko dan Hukum Ketidakpatuhan Syariah


Dokumentasi dalam Keuangan Islam.

Laporan Keuangan Perbankan, https://www.ojk.go.id/id/kanal/perbankan/data-dan-


statistik/laporan-keuangan-perbankan/Default.aspx, Jakarta: Otoritas Jasa
Keuangan (OJK), diakses pada Oktober 2020.

Li, Y., Armstrong, A., & Clarke, A. (2014). Hubungan Tata Kelola Perusahaan
Mekanisme dan Kinerja Keuangan pada Bank Syariah: Sebuah Meta-analisis. Jurnal Hukum
dan Pemerintahan, 9(1), 50–63. https://doi.org/10.15209/jbsge.v9i1.613

Bank Likuidasi, https://www.lps.go.id/bank-yang-dilikuidasi, Jakarta: Lembaga


Penjamin Simpanan, diakses pada Mei 2021.

Mateev, M., & Bachvarov, P. (2020). Regulasi, kepemilikan dan kinerja bank dalam
Wilayah MENA: Bukti untuk bank syariah dan konvensional. Ulasan Pasar Berkembang,
xxx, 100789. https://doi.org/10.1016/j.ememar.2020.100789

Micco, A., Panizza, U., & Yañez, M. (2007). Kepemilikan dan kinerja bank. Apakah politik?
urusan?Jurnal Perbankan dan Keuangan,31(1), 219–241.
https://doi.org/10.1016/j.jbankfin.2006.02.007

Mohd Noor, NS, Ismail, AG, & Muhammad, MH (2018). Risiko Syariah: Asal-usulnya,
Pengertian, dan Aplikasi dalam Keuangan Islam. SAGE Buka, 8(2). https://doi.org/
10.1177/2158244018770237

Mutia, E., Jannah, R., & Rahmawaty, R. (2019). Indeks Kinerja Syariah Perbankan Syariah
di Indonesia. 292(Agc), 424–436. https://doi.org/10.2991/agc-18.2019.65

Oz, E., Kokher, Z. ur R., Ali, MM, & Rosman, R. (2016). Risiko Ketidakpatuhan Syariah di
Sektor Perbankan: Dampaknya Terhadap Capital Adequacy Framework Bank Umum Syariah
(Isu Maret). http://www.ifsb.org/docs/WP-03-Consumer Protection(final).pdf

Puneri, A., Chora, M., Ilhamiddin, N., & Benraheem, H. (2020). Keterbukaan Syariah
Pendapatan Non-Kepatuhan: Studi Perbandingan antara Bank Islam Malaysia
Penuh dan Anak Perusahaan. JESI (Jurnal Ekonomi Syariah Indonesia), 9(2), 104.
https://doi.org/10.21927/jesi.2019.9(2).104-117

Pedesaan Bank, https://www.ojk.go.id/en/kanal/perbankan/Pages/Bank-Perkreditan-


Rakyat.aspx, Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan (OJK), diakses pada Maret 2021.

Saif-Alyousfi, AYH, Saha, A., & Md-Rus, R. (2020). Dampak persaingan bank
dan konsentrasi pada perilaku dan stabilitas pengambilan risiko bank: Bukti dari negara-
negara GCC. Jurnal Ekonomi dan Keuangan Amerika Utara, 51(Juni), 1–50. https://doi.org/
10.1016/j.najef.2018.10.015

Samhan, HM, & Al-Khitab, AY (2015). Determinan Kinerja Keuangan


Bank Islam Yordania. Jurnal Riset Keuangan dan Akuntansi, 6(8), 37–48.

Santoso, AL, & Santasyacitta, IG (2019). Struktur Kepemilikan dan Keuangan


Kinerja Bank Syariah di Pakistan, Apakah Struktur Kepemilikan Bank Penting?Jurnal
Riset Keuangan dan Akuntansi,1(01), 47–62.
https://doi.org/10.7176/rjfa/10-5-04

772
Jurnal Keuangan dan Perbankan

Sebtianita, E. (2015). Analisis Kinerja Bank Umum Syariah Dengan Pendekatan Keislaman
Indeks Kinerja. Fakultas Ekonomi UIN Malang, April, 109–117.

Sehgal, S., & Agrawal, TJ (2017). Faktor Risiko Bank dan Perubahan Eksposur Risiko dalam
Periode Krisis Pra dan Pasca-keuangan: Sebuah Studi Empiris untuk India. Studi Manajemen dan
Ketenagakerjaan, 42(4), 356–378. https://doi.org/10.1177/0258042X17733396

Seibel, HD (2008). Keuangan Mikro Syariah di Indonesia: Tantangan Kelembagaan


Keberagaman, Regulasi, dan Pengawasan. Jurnal Isu Sosial di Asia Tenggara 23, tidak. 1:
86-103.

Seibel, HD & WD Agung. (2006). Keuangan Mikro Islam di Indonesia.Kertas Kerja


Universitas Cologne: 1-66.

Syaharuddin, A. (2020). Apakah Bank Syariah Bertindak 'Islami' Selama Pandemi COVID-19?NS
Jurnal Riset Muamalat dan Keuangan Islam, 17(Maret), 3–12. https://
jmifr.usim.edu.my/index.php/jmifr/article/view/279

Statistik Perbankan Syariah, https://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/data-dan-


statistik/statistik-perbankan-syariah/Documents/Pages/Statistik-Perbankan-
Syariah---Februari-2021/SPS%20Februari%202021.pdf, Jakarta: Otoritas Jasa
Keuangan (OJK), diakses April 2020.

Sutrisno, S. (2017). Pengukuran Kesehatan Bank Syariah Dengan Syariah Complience and
Pertunjukan.Jurnal Keuangan Dan Perbankan,21(1), 133-143.
https://doi.org/10.26905/jkdp.v21i1.1234

Trinugroho, I., Risfandy, T., Ariefianto, MD, Prabowo, MA, Purnomo, H., &
Purwaningsih, Y. (2017). Apakah religiusitas berpengaruh terhadap kinerja bank
syariah? Bukti dari Indonesia.Jurnal Internasional Ekonomi dan Manajemen, 11(2),
419–435.

Allah, H. (2014). Kepatuhan syariah dalam perbankan Islam: Sebuah studi empiris pada pilihan
Bank Islam di Bangladesh. Jurnal Internasional Keuangan dan Manajemen Islam dan
Timur Tengah, 7(2), 182–199. https://doi.org/10.1108/IMEFM-06-2012-0051

Ullah, H., & Khanam, Ruma. (2018). Apakah efisiensi kepatuhan Syariah penting untuk
kinerja keuangan: kasus Islami Bank Bangladesh Limited, Jurnal Akuntansi Islam
dan Riset Bisnis, https://doi.org/10.1108/JIABR-01-2016- 0001

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok


Perbankan. Jakarta

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.


Jakarta

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Jakarta

Widarjono, A. (2018). Memperkirakan Profitabilitas Perbankan Syariah di Indonesia.Jurnal


Keuangan Dan Perbankan, 22(3), 568–579. https://doi.org/10.26905/jkdp.v22i3.2197

773
Jurnal Keuangan dan Perbankan

Yunus, M., & Sikandar, S. (2017). Pemurnian Pendapatan Non-Halal dalam Islam Malaysia
Bank: Sebuah Tinjauan.Jurnal Islam di Asia, 14(2), 305- 326.
https://doi.org/10.31436/jia/v14i2.616

Zouari, SBS, & Taktak, NB (2014). Struktur kepemilikan dan kinerja keuangan di
bank syariah. Keuangan Manajerial, 7(2), 146–160. https://doi.org/10.1108/
IMEFM-01-2013-0002

774
Jurnal Keuangan dan Perbankan

Lampiran

Tabel 7. NS Hubungan Pendapatan Non halal dan Kepemilikan Pemerintah

Model I Model II
Variabel
Sebelum Masa COVID-19 Selama Periode COVID-19 Semua Periode

koefisien VIF koefisien VIF koefisien VIF koefisien VIF koefisien VIF koefisien VIF
GOV 11222.2*** 1.00 8556.7978*** 1,46 7951,753*** 1,00 7171,2364*** 1,47 9586,976*** 1,00 7888,3969*** 1.46
COVID - 1873,166*** 1.00 - 1900.2773*** 2.01
OP 2570.9333 6.09 154.17683 6.12 1273.5648 6.08
UKURAN 3157.9368*** 5.57 1271.5364*** 5.20 2166.8417*** 6.12
PERTUMBUHAN 19.85194** 1.00 101.97565 1.01 13.067043** 1.01
EFISIENSI 100.70648 1.31 - 14.08837 1.01 - 19.20854 1.01
Konstan 2161.981** - 54557.61*** 809.5871 - 21522.083*** 2422.367*** - 36131.683***

Pengamatan 314 314 314 314 628 628


R2 8,56% 15,11% 8,56% 19,13% 10,39% 15,25%

* * * , * * , dan * menunjukkan signifikansi statistik masing-masing pada tingkat 1%, 5%, dan 10%

Sumber: Analisis data

775

Anda mungkin juga menyukai