Anda di halaman 1dari 47

ANALISIS PENERAPAN AKUNTANSI

PADA PEMBIAYAAN BERDASARKAN


PSAK 102 DI BANK SYARIAH INDONESIA
(BSI) KCP PURWODADI

PROPOSAL

Diajukan sebagai salah satu syarat


untuk menyelesaikan Program Sarjana
(S1) pada Program Sarjana Fakultas
Ekonomi
Universitas Wahid Hasyim

Disusun oleh:

Ahmad Rif’an
NIM 19101021236

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS WAHID HASYIM
SEMARANG
2023
DAFTAR ISI

PERSETUJUAN USULAN PENELITIAN


DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................................3
1.1 Latar Belakang Masalah...........................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................................8
1.3 Tujuan Penelitian.....................................................................................................................8
1.4 Manfaat Penelitian....................................................................................................................9
1.5 Sitematika Penelitian................................................................................................................9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................................11
2.1 Landasan Teori.......................................................................................................................11
2.2 PSAK 102 Tentang Akuntansi Murabahah.............................................................................13
2.3 Telaah Penelitian Sebelumnya................................................................................................16
2.4 Kerangka Model Penelitian....................................................................................................19
BAB III METODE PENELITIAN...................................................................................................20
3.1 Desain Penelitian....................................................................................................................20
3.2 Alasan Pemilihan Kasus.........................................................................................................20
3.3 Lokasi dan waktu penelitian...................................................................................................20
3.4 Metode Pengumpulan data.....................................................................................................20
3.5 Teknik Analisis Data..............................................................................................................22
DAFTAR RUJUKAN......................................................................................................................25
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perkembangan perbankan syariah di Indonesia telah menjadi tolak ukur


keberhasilan ekosistensi ekonomi syariah. Krisis moneter yang terjadi pada tahun
1998 telah menenggelamkan bank-bank konvensional dan banyak yang dilikuidasi
karena kegagalan sistem bunganya. Sementara perbankan yang menerapkan
sistem syariah dapat tetap eksis dan mampu bertahan (Musyafah, 2020).
Akuntansi syariah merupakan wujud dari peningkatan religiusitas
masyarakat Islam yang ingin menerapkan nilai-nilai dan ajaran syariah dalam
kehidupan keseharian mereka sehingga menyebabkan semakin tumbuh dan
berkembangnya entitas ekonomi yang menjalankan usahanya berdasarkan prinsip
syariah. Kegiatan tersebut merupakan sebuah penomena perkembangan akuntansi
sebagai ideologi masyarakat Islam dalam menerapkan ekonomi Islam pada
kehidupan sosial ekonomi mereka (Handayani & Sahroni, 2019).
Akuntansi syariah merupakan bidang baru dalam kajian akuntansi yang
memiliki karakteristik unik dan berbeda dengan akuntansi konvensional, karena
menerapkan nilai-nilai berdasarkan tuntunan syariat Islam. Seiring dengan
perkembangan lembaga-lembaga keuangan syariah, maka berkembang pula
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Hal ini terkait karena
keberadaan suatu entitas atau lembaga, tidak akan terlepas dari proses pencatatan
atas kegiatan-kegiatan akuntansi yang terjadi dalam perusahaan yang selanjutnya
menyajikan konsep yang mendasari penyusunan dan penyajian laporan keuangan
bagi penggunanya (Ariadi & Damayanti, 2022).

1
2

Pada awal pendiriannya, keberadaan bank syariah ini belum mendapat


perhatian yang optimal dalam industri perbankan nasional serta belum dikenal
secara meluas di kalangan masyarakat Indonesia. Sangat jelas tercermin dalam
Undang-Undang No.7 tahun 1992, dimana pembahasan perbankan dengan sistem
bagi hasil hanya diuraikan sepintas lalu . Kemudian sejak tahun 1998, disahkan
Undang-Undang No.10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang No.7
tahun 1992 tentang perbankan, yang mengizinkan bank konvensional untuk
membuka unit usaha syariah atau mengkonversi diri menjadi bank syariah,
menjadi pendorong pertumbuhan perbankan syariah nasional. Pada era ini pula
mulai berlaku dual banking system, yaitu bank konvensional dan bank syariah
bisa beroperasi secara bersama-sama di dunia perbankan Indonesia. Landasan
hukum perbankan syariah di Indonesia yang komprehensif baru muncul pada
bulan Juli tahun 2008 ketika disahkannya Undang-Undang No.21 Tahun 2008
Tentang Perbankan Syariah (Hastuti, 2013).
Hal yang menjadi perbedaan utama antara bank syariah dengan bank
konvensional adalah bank syariah tidak menerapkan sistem bunga dalam
operasionalnya, melainkan penerapan bagi hasil. Penerapan bagi hasil ini sesuai
dengan kaidah hukum syariah (Islam). Penerapan prinsip bagi hasil pada bank
syariah berlaku pada seluruh produk yang ditawarkan, baik berupa produk
penghimpunan dana, maupun produk penyaluran dana berupa pembiayaan.
Produk-produk itulah yang ditawarkan oleh bank syariah kepada nasabah atau
calon nasabah dalam menggunakan jasa perbankan syariah di Indonesia. Dalam
kegiatan operasionalnya, bank syariah di Indonesia berfungsi sebagai lembaga
intermediasi, yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya
kembali ke masyarakat dalam bentuk pembiayaan dan investasi (Jahja, 2012).
3

Pembiayaan di bank syariah merupakan salah satu tulang punggung


kegiatan perbankan. Terdapat beberapa jenis pembiayaan yang ditawarkan oleh
bank syariah, diantaranya pembiayaan murabahah. Murabahah adalah pembiayaan
dengan prinsip jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan
yang disepakati, dengan pihak bank selaku penjual dan nasabah sebagai pembeli.
Pembayaran dapat dilakukan secara angsuran atau kesepakatan bersama.
Pembiayaan atas dasar akad murabahah adalah transaksi jual-beli suatu barang
sebesar harga perolehan barang ditambah dengan marjin yang disepakati oleh para
pihak, dimana penjual menginformasikan terlebih dahulu harga perolehan kepada
pembeli (Hanapiah, 2022).
Perbankan syariah menjalankan aktivitasnya sesuai dengan aturan dan
fatwa dari Dewan Pengawas Syariah sehingga insya allah tidak akan melanggar
ketentuan syariah. Pada penerapan sistem syariah, tentu memiliki sistem
perlakuan akuntansi yang berbeda dengan perlakuan akuntansi konvensional pada
umumnya. Kebutuhan dalam menetapkan metode pengukuran akuntansi, terutama
pembiayaan murabahah harus sesuai dengan peraturan perbankan dan
ketentuanketentuan syariah yang telah diatur (Widjaatmadja & Solihah, 2019).
Akad murabahah adalah akad yang paling populer dan digemari oleh
masyarakat Indonesia. Hal ini tampak pada Statistik Perbankan Syariah Indonesia
Juli 2019 yang dipublikasikan oleh OJK. Nilai transaksi murabahah berada di
peringkat pertama dengan jumlah 157.876 milyar rupiah, disusul oleh akad Qardh
dan Istishna’ dengan jumlah 9.044 milyar rupiah dan 1.842 milyar rupiah (OJK,
2019). Statistik ini menunjukkan masyarakat Indonesia sangat tertarik dengan
produk murabahah yang ditawarkan oleh perbankan syariah.
Seiring bertumbuhnya produk keuangan akad murabahah, Dewan
Standar Akuntansi Syariah (DSAS) IAI mengharapkan entitas yang melakukan
4

transaksi murabahah mampu mematuhi PSAK 102. DSAS IAI menerbitkan PSAK
102 pada tahun 2007. PSAK ini menggantikan sebagian peranan PSAK 59. PSAK
59 sendiri mengatur akuntansi perbankan syariah. Namun, harapan DSAS IAI
agar terlaksananya PSAK 102 secara ideal sepertinya belum dapat terwujud.
Kenyataan di lapangan masih banyak ditemukan entitas yang menyalahi PSAK
102 itu sendiri (Ardha & Rahman, 2013).
Lembaga keuangan syariah seharusnya sudah menerapkan PSAK No.

102 dalam menjalankan kegiatan pembiayaannya, khususnya pembiayaan


murabahah. Akan tetapi, fakta yang ada menunjukkan belum semua lembaga
keuangan syariah menerapkan apa yang sudah ditentukan dalam PSAK No. 102
tentang akuntansi murabahah (Istutik & Putri, 2020). Hal ini dapat dibuktikan dari
penelitian yang dilakukan oleh Rusydi dan Nasir (2009), yang menunjukkan
bahwa dalam mengimplementasikan PSAK No. 102 ini PT. Bank Muamalat
belum sepenuhnya menerapkan PSAK No. 102 tentang akuntansi murabahah. Hal
ini ditandai dengan surat edaran operasi yang dikeluarkan hanya mengatur bank
sebagai penjual saja, sedangkan dalam PSAK No. 102 tidak hanya mengatur
ketentuan dari perspektif penjual saja, melainkan juga dari perspektif pembeli.
Bank-bank syariah dalam menerapkan PSAK no 102 memiliki masalah
dalam proses pengakuan dan pengukuran pada saat transaksi pemberian diskon
pembelian murabahah, transaksi pengembalian diskon pembelian murabahah
potongan pelunasan piutang murabahah, denda murabahahdan uang muka
murabahah. Selain itu juga ada bank syariah yang belum sepenuhnya menerapkan
PSAK no 102 untuk proses pencatatan transaksi yang menggunakan akad
murabahah, yaitu pada saat Pembayaran Angsuran dan Pengakuan Pendapatan,
saat Keterlambatan Angsuran dan Saat Pelunasan Angsuran lebih awal (Ariadi &
Damayanti, 2022).
5

Penelitian terdahulu yang mengungkapkan bahwa penjual di akad


murabahah masih salah dalam menerapkan PSAK 102. Ardha dan Rahman (2014)
yang melakukan penelitian Analisis Perlakuan Akuntansi Murabahah Pada PT
Bank Rakyat Indonesia Syariah Cabang Kota Malang. Menemukan bahwa BRI
Syariah yang secara riil melakukan praktik pembiayaan juga melanggar PSAK
102 Tahun 2007 untuk pengakuan persediaan. BRI Syariah seharusnya tidak
mengakui adanya akun Persediaan apabila melakukan praktik utang piutang
karena sesungguhnya BRI Syariah memberikan sejumlah dana kepada nasabah
kemudian meminta nasabah mengembalikannya dengan margin yang disepakati,
bukan memberikan persediaan. BRI Syariah seharusnya menggunakan akun
Piutang untuk pengakuan pemberian dana ini. Disini terlihat bahwa sesungguhnya
BRI Syariah menjalankan praktik riba dengan meminta nasabah mengembalikan
dana pinjaman yang diberikan dengan adanya tambahan. BRI Syariah jelas telah
melanggar PSAK 102 Tahun 2007. Hal ini telah mencoreng prinsip bank syariah
bukan hanya Bank BRI Syariah itu sendiri tapi perbankan syariah secara umum.
Hal ini menimbulkan paradigma kepada masyarakat bahwasannya entitas bank
syariah hanya sekedar mengganti nama saja tanpa melaksanakan prinsif-prinsif
syariah yang sesungguhnya.
Sri Astika (2018) melakukan penelitian Analisis Penerapan Akuntansi
Syariah berdasarkan PSAK 102 Pada Pembiayaan Murabahah di PT. Bank BNI
Syariah Cabang Makassar, menemukan bahwa PT Bank BNI Syariah Cabang
Makassar tidak menerapkan aturan yang sesuai dengan PSAK 102 yang
menyatakan bahwa denda bagi nasabah yang terlambat membayar diterima dan
diakui sebagai dana kebajikan. PT Bank BNI Syariah tidak mengenakan denda
dalam bentuk apapun berdasarkan keputusan Dewan Pengawas Syariah PT Bank
BNI Syariah.
6

Inggrid Eka Pratiwi (2014) yang melakukan penelitian Analisis


Penerapan PSAK 102 Murabahah (Studi kasus pada KSU BMT Rahmat Syariah
Kediri) menemukan bahwa pengakuan, pengukuran, penyajian, dan
pengungkapan terhadap transaksi awal akad tidak sesuai dengan PSAK 102.
Penelitian-penelitian tersebut menjelaskan bahwa penjual tidak mentaati
peraturan yang terdapat dalam PSAK 102. Salah satu temuan menarik tidak
patuhnya entitas syariah terhadap PSAK 102 adalah penggunaan metode
pengakuan keuntungan murabahah. Widodo (2010) menjelaskan bahawa
pembiayaan murabahah mengindikasikan adanya duplikasi pinjaman atau kredit
dari bank konvensional, dengan realisasi perhitungan marjinnya mengacu ke
bunga bank konvensional.
Selain dari permasalahan di atas, adanya beberapa kasus tentang Bank
Syariah Indonesia (BSI) KCP Purwodadi yang menyebutkan bahwa tahun 2020
kondisi pembiayaan macet (NPF) mencapai 7.11% diatas ketentuan Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) dan tahun 2016 menjadi 5.68%. Dengan adanya kredit macet
membuat perusahaan merogoh kocek dalam-dalam untuk mengobati pembiayaan
macet dengan mengeluarkan Rp.303 miliar untuk melakukan hapus buku.
Kemudian, demi menurunkan pembiayaan macet yang tersisa, perusahaan
kembali merogoh kocek hingga Rp. 683 miliar untuk hapus buku permodalan
cekak. Seketika pembiayaan macet Bank Syariah Indonesia (BSI) KCP Purwodadi
menciut menjadi hanya Rp.1.14 triliun. Namun, efek samping aksi hapus tersebut
meninggalkan persoalan bar, yaitu permodalan cekak. Tahun 2021 bulan
September, rasio pembiayaan macet perusahaan kumat menjadi 4.54%. Di sisi lain
rasio kecukupan modalnya tercatat turun menjadi 11.58% (CNNIIndonesia.Com,
2021).
7

Selanjutnya Pembiayaan Macet Bengkak, Laba Bank Syariah Indonesia


(BSI) KCP Purwodadi Kuartal III 2022 Anjlok 94%. Bank Syariah Indonesia
(BSI) KCP Purwodadi mencatatkan rasio pembiayaan bermasalah atau NPF gross
pada kuartal III 2022 menembus 5,64%, naik hampir dua kali lipat dibandingkan
periode yang sama tahun lalu. Akibatnya, laba bersih anjlok 94% dari Rp 117,92
miliar menjadi Rp 7,33 miliar. Berdasarkan laporan keuangan yang dipublikasikan
perseroan, rasio NPF nett Bank Syariah Indonesia (BSI) KCP Purwodadi naik dari
2,5% menjadi 4,64%. Peningkatan rasio NPF Bank Syariah Indonesia (BSI) KCP
Purwodadi tak lepas dari penyaluran pembiayaan yang turun dibanding periode
yang sama tahun lalu. Piutang murabahah turun dari Rp. 23,3 triliun menjadi Rp
19,65 triliun, pembiayaan bagi hasil musyarakah turun dari Rp 16,85 triliun
menjadi Rp 14,66 triliun, dan pembiayaan sewa aset ijarah turun dari Rp 212,83
miliar menjadi Rp 198,5 miliar. Sebagai informasi, Rasio NPF merupakan
perbandingan antara pembiayaan bermasalah dan total pembiayaan. Penurunan
total pembiayaan tanpa diiringi pengurangan pembiayaan bermasalah dapat
menjadi penyebab rasio NPF meningkat. Meski pembiayaan bermasalah
meningkat, cadangan kerugian penurunan nilai aset produktif yang seharusnya
dibentuk perusahaan baik secara individual maupun kolektif turun dari Rp. 1,24
triliun menjadi Rp 605 miliar (https://katadata.co.id/berita/2022/12/09/).
Bank Syariah Indonesia (BSI) KCP Purwodadi merupakan bank syariah
yang sudah menerapkan PSAK No.102 dalam transaksi pembiayaan murabahah
khususnya pada produk pembiayaan pemilikan rumah, namun belum sepenuhnya
aturan dalam PSAK 102 ini direalisasikan dalam setiap transaksi dan ataupun
akad pembiayaan murabahah di Bank Syariah Indonesia (BSI) KCP Purwodadi
ini. Salah penerapan PSAK 102 ini adalah dimana bank tidak memilki persediaan
barang dan tidak bertindak sebagai penjual atas murabahah ini, namun bank
8

bertindak sebagai pembiayaan yang berbasis jual beli (tamwil bil murabahah),
dimana bank hanya memberikan dana kepada nasabah dan nasabah itu sendiri
membeli barang yang diinginkannya, sehingga substansi akad ini seharusnya
bukan sebagai jual beli namun pembiayaan yang berbasis jual beli,dan metode
yang digunakan dalam pengakuan pendapatan murabahah adalah metode anuitas.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik meneliti penerapan
murabahah pada bank syariah. Dalam hal ini penulis mengambil judul “Analisis
Penerapan Akuntansi Pada Pembiayaan berdasarkan PSAK 102 di Bank
Syariah Indonesia (BSI) KCP Purwodadi.”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka


masalah pokok dalam penelitian ini adalah bagaimana Analisis Penerapan
Akuntansi Pada Pembiayaan di Bank Syariah Indonesia (BSI) KCP Purwodadi.
Adapun sub masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana penerapan akuntansi pada pembiayaan di Bank Syariah


Indonesia (BSI) KCP Purwodadi?
2. Bagaimana PSAK 102 pembiayaan murahabah di Bank Syariah
Indonesia (BSI) KCP Purwodadi?
3. Bagaimana kesesuaian penerapan akuntansi pada pembiayaan di BSI
KCP Purwodadi berdasarkan PSAK 102?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan


sebelumnya, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
9

a. Untuk mengetahui penerapan akuntansi pada pembiayaan di Bank


Syariah Indonesia (BSI) KCP Purwodadi.
b. Untuk mengetahui PSAK 102 pembiayaan murahabah di Bank Syariah
Indonesia (BSI) KCP Purwodadi.
c. Untuk mengetahui kesesuaian penerapan akuntansi pada pembiayaan di
BSI KCP Purwodadi berdasarkan PSAK 102.

1.4 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1) Manfaat bagi peneliti dapat menambah wawasan yang integral untuk


disiplin ilmu yang berhubungan dengan penerapan akuntansi pada
pembiayaan murabahah di BSI KCP Purwodadi menurut PSAK 102.
2) Bagi Universitas penelitian ini diharapkan bisa memberikan kontribusi
dalam menambah wawasan ilmiah dan wawasn ekonomi di lingkungan
kampus dalam hal penerapan akuntansi pembiayaan murabahah di BSI
KCP Purwodadi menurut PSAK 102.
3) Bagi BSI KCP Purwodadi penelitian ini semoga bisa menjadi masukan
bagi pihak-pihak terkait, selain itu landasan teori yang ada dalam
penelitian ini menjadi kontribusi bagi lembaga agar bisa menerapkan
akutansi pembiayaan murabahah sesuai ketentuan.

1.5 Sitematika Penelitian


Untuk memberikan gambaran mengenai penelitian ini, penulis membagi

menjadi lima bab, dan masing-masing bab terbagi ke dalam sub-sub bab, dengan

uraian sebagai berikut:


10

BAB I PENDAHULUAN
Diuraikan secara garis besar permasalahan penelitian yang meliputi

latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, dan sistematika penulisan.


BAB II TELAAH PUSTAKA
Pada bab ini berisikan telaah teori yang merupakan landasan teori
yang menyangkut referensi-referensi dan buku-buku dengan permasalahan
yang akan dibahas oleh peneliti, penelitian terdahulu, kerangka pemikiran
teoritis, dan hipotesis penelitian.
BAB III METODE PENELITIAN
Pada bab ini di uraikan tentang gambaran umum mengenai jenis
penelitian, populasi, sampel, besar sampel, dan teknik pengambilan sampel,
variabel penelitian dan definisi operasional variabel, instrumen penelitian,
lokasi dan waktu penelitian, prosedur pengumpulan data, dan teknik
analisis.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini membahas mengenai hasil dari penelitian yang
dilakukan mengenai analisis penerapan akuntansi pada pembiayaan di bank
syariah indonesia (BSI) KCP Purwodadi yang berhubungan dengan
penerapan akuntansi pada pembiayaan murabahah di BSI KCP Purwodadi
menurut PSAK 102.
BAB V PENUTUP
Pada bab ini berisi kesimpulan terkait ringkasan hasil penelitian
yang sudah diteliti. Dan berisi saran untuk peneliti yang ingin meneruskan
permasalahan ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan
Teori
Akuntansi
Syariah
Menurut Sofyan dalam buku Menuju Perumusan Teori Akuntansi Islam
(2001) menyebutkan bahwa “Akuntansi Syariah (Sharia Accounting) yaitu ilmu
baru dalam bidang akuntansi yang khusus dikembangkan serta memiliki landasan
etika dan ajaran syariat islam”. Dapat disimpulkan arti akuntansi syariah yakni
terbentuk dari gabungan kata yaitu akuntansi dan syariah. Definisi dari akuntansi
sendiri yakni mengenali suatu aktivitas transaksi selanjutnya adanya pembuatan
laporan keuangan yang dapat digunakan sebagai pengambil keputusan.
Akuntansi syariah adalah suatu proses akuntansi atas transaksi transaksi
yang sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan Allah SWT, sehingga ketika
mempelajari akuntansi syariah dibutuhkan pemahaman yang baik, mengenai
akuntansi sekaligus juga tentang syariah Islam (Nurhayati, 2015). Akuntansi
syariah adalah proses mengidentifikasi, mengukur, dan menyampaikan informasi
ekonomi sebagai bahan informasi dalam pertimbangan dalam mengambil
kesimpulan oleh para pemakainnya (Muhammad, 2013).
Meningkatnya jiwa seorang umat muslim dalam melaksanakan syariah
islam di kehidupan, maka meningkat pula sosial ekonomi yang berlandaskan
syariat islam. Semakin bertambah banyaknya lembaga yang beroperasi dengan
berpatokan basis islam. Pencatatan transaksi serta pelaporan keuangan yang adadi
lembaga-lembaga syariah tersebut, lalu menjadi akuntansi syariah.
Di dalam Akuntansi Syariah harus adanya kesinambungan dengan
pengakuan, pengukuran dan pencatatan transaksi dan pengungkapan hak serta

11
12

kewajiban secara adil. Akuntansi Syariah tersebut menitikfokuskan pada hasil


laaporan yang lurusperihal dengan posisi entitas keuangan serta hasil
kegiatannya.
Dengan demikian akuntansi syariah dapat diartikan suatu teknik dari
suatu pencatatan, penggolongan, pelaporan, dan menganalisa data keuangan yang
dilakukan dengan cara tertentu dan ukuran moneter yang dapat digunakan dalam
pengambilan keputusan ekonomi perusahaan dengan menggunakan aturan-aturan
Islam yang terkandung dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Akuntansi syariah memberikan penekanan kepada dua hal, yaitu
akuntabilitas dan pelaporan. Akuntabilitas tercermin melalui tauhid bahwa segala
sesuatu di dalam dunia ini harus berjalan dengan aturan Allah SWT dan melalui
fungsi manusia sebagai khalifah Allah di bumi. Akuntansi juga merupakan bentuk
pertanggungjawaban manusia kepada Allah dimana seluruh aturan dalam
melakukan kegiatan bisnis dan personal harus sesuai dengan aturan Allah SWT
(Harahap, 2010).
a. Prinsip umum akuntansi syariah
Nilai pertanggungjawaban, keadilan, dan kebenaran selalu melekat dalam
sistem akuntansi syariah. Berikut uraian tiga prinsip umum akuntansi syariah:
1) Prinsip pertanggungjawaban

Pertanggungjawaban dalam Islam selalu berkaitan dengan konsep


amanah. Implikasi dalam bisnis dan akuntansi adalah bahwa individu yang
terlibat dalam praktik bisnis harus selalu melakukan pertanggungjawaban apa
yang telah diamanahkan dan dilakukan kepada pihak-pihak yang terkait.
Wujud pertanggungjawabannya biasanya dalam bentuk laporan keuangan.

2) Prinsip keadilan
Adil dalam konteks akuntansi secara sederhana dapat diartikan setiap
transaksi yang dilakukan oleh perusahaan dicatat dengan benar. Misalnya, jika
13

nilai transaksi sebesar Rp. 100 juta, maka perusahaan akan mencatat dengan
jumlah yang sama.
3) Prinsip kebenaran

Prinsip kebenaran tidak dapat terlepas dari prinsip keadilan. Sebagai


contohnya adalah dalam akuntansi jika dihadapkan pada masalah pengakuan,
pengukuran dan pelaporan, maka akan berjalan dengan baik apabila
dilandaskan pada nilai kebenaran (Muhammad, 2013).
b. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 102

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) adalah suatu buku


petunjuk dari prosedur akuntansi yang berisi peraturan tentang perlakuan,
pencatatan, penyusunan dan penyajian laporan keuangan (Arifin, 2010).
Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian dan
pengungkapan murabahah.

2.2 PSAK 102 Tentang Akuntansi Murabahah

a. Akuntansi Murabahah
Akuntansi murabahah merupakan aktivitas akuntansi pada transaksi

murabahah, meliputi aspek pengakuan dan pengukuran, penyajian, dan

pengungkapan. Sedangkan perlakuan akuntansi murabahah adalah sebagai berikut

(Muhammad, 2010):
1) Pengakuan dan pengukuran uang muka

a. Uang muka diakui sebagai uang muka pembelian sebesar jumlah yang
diterima bank pada saat diterima.
b. Jika transaksi murabahah dilaksanakan, maka uang muka diakui
sebagai pembayaran piutang (bagian angsuran pembelian).
14

c. Jika transaksi tidak dilaksanakan, maka uang muka dikembalikan


kepada nasabah setelah dikurangi dengan biaya yang telah dikeluarkan
bank.
2) Pengakuan piutang
Pada saat akad murabahah, piutang murabahah diakui sebesar nilai
perolehan ditambah keuntungan yang disepakati.
3) Pengakuan keuntungan murabahah diakui:

a. Pada periode terjadinya, apabila akad berakhir pada periode laporan


keuangan yang sama.
b. Selain periode akad secara proporsional, apabila akad melampaui satu
periode laporan keuangan.
c. Pengakuan potongan pelunasan dini diakui dengan menggunakan salah
satu metode:
(1) Pada saat penyelesaian, bank mengurangi piutang murabahah dan
keuntungan murabahah.
(2) Setelah penyelesaian, bank terlebih dahulu meminta pelunasan
murabahah dari nasabah, kemudian bank membayar pengakuan
potongan kepada nasabah dengan mengurangi keuntungan
murabahah.
(3) Pengakuan denda diakui sebagai dana kebajikan pada saat diterima.
(4) Pada akhir periode, piutang murabahah disajikan sebesar nilai
bersih yang dapat direalisasikan.
(5) Pada akhir periode, margin murabahah tangguhan disajikan
sebagai pos lawan piutang murabahah.
15

b. Karakteristik Transaksi Murabahah dalam PSAK 102


Karakteristik transaksi murabahah berdasarkan PSAK 102 akan

diuraikan sebagai berikut (Muhammad, 2010):

1) Murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan.


Dalam murabahah berdasarkan pesanan, penjual melakukan pembelian
barang setelah ada pemesanan dari pembeli.
2) Murabahah berdasarkan pesanan dapat bersifat mengikat atau tidak
mengikat pembeli untuk membeli barang yang dipesannya. Dalam
murabahah pesanan mengikat pembeli tidak dapat membatalkan
pesanannya. Jika aset murabahah yang telah dibeli oleh penjual mengalami
penurunan nilai sebelum diserahkan kepada pembeli, maka penurunan
nilai tersebut menjadi tanggungan penjual dan akan mengurangi nilai akad.
3) Pembayaran murabahah dapat dilakukan secara tunai atau tangguh.
Pembayaran tangguh adalah pembayaran yang dilakukan tidak pada saat
barang diserahkan kepada pembeli, tetapi pembayaran dilakukan secara
angsuran ataus ekaligus pada waktu tertentu.
4) Akad murabahah memperkenankan penawaran harga yang berbeda untuk
cara pembayaran yang berbeda sebelum akad murabahah dilakukan.
Namun jika akad tersebut telah disepakati, maka hanya ada satu harga
(harga dalam akad) yang digunakan.
5) Harga yang disepakati dalam murabahah adalah harga jual, sedangkan
biaya perolehan harus diberitahukan. Jika penjual mendapatkan diskon
sebelum akad murabahah, maka diskon tersebut menjadi hak pembeli.
Sedangkan diskon yang diterima setelah akad murabahah disepakati maka
sesuai dengan yang diatur dalam akad, dan jika tidak diatur dalam akad
maka potongan tersebut adalah hak penjual.
16

6) Diskon yang terkait dengan pembelian barang, antara lain meliputi:

a. Diskon dalam bentuk apapun dari pemasok atas pembelian barang.

b. Diskon biaya asuransi dari perusahaan asuransi dalam rangka

pembelian barang.

c. Komisi dalam bentuk apapun yang diterima terkait dengan pembelian


barang.
Berdasarkan definisi tersebut maka terdapat tiga karakteristik utama
transaksi murabahah, yaitu (Warsono, 2011):
1. Transaksi jual-beli barang, pihak yang terlibat adalah pembeli dan penjual
dalam arti yang sesungguhnya, bukan sebatas perantara ataupun pihak
yang memiliki keunggulan dalam hal pendanaan.
2. Pengungkapan kos/harga perolehan/biaya perolehan barang, penjual
berkewajiban mengungkapkan harga perolehan barang yang diperjual-
belikan kepada pembeli.
3. Penetapan margin keuntungaan, pebeli dan penjual bersepakat atas
besarnya margin keuntungan/ pendapatan yang diterima penjual.
2.3 Telaah Penelitian Sebelumnya
Penulis menyadari secara subtansial penelitian ini bukan hal baru di
dunia akademik, telah banyak karya-karya seperti itu. Setelah penulis mencari dan
mencermati hasil penelitian yang berkaitan dengan analisis penerapan akuntansi
pada pembiayaan di bank syariah indonesia (BSI), penulis menemukan judul
yang variabelnya sama, dan beberapa skripsi ini mempunyai relevansi dengan
sejumlah tulisan yang ada dan selanjutnya dijadikan sebagai referensi.
a) Penelitian yang dilakukan oleh Isyfa Fuhrotun Nadhifah, pada tahun 2022
(mahasiswa Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara) dalam jurnal
berjudul Analisis Penerapan PSAK 105 Perhitungan Bagi Hasil
17

Mudharabah Pada Bank Syariah Indonesia. Hasil penelitian


menunjukkan prinsip bagi hasil yang diterapkan Bank Syariah Mandiri
KCP Jepara pada pembiayaan mudharabah muthlaqah mengacu pada
prinsip revenue sharing. Penentuan nisbah bagi hasil atas
pembiayaan mudharabah muthlaqah yang dilakukan oleh BSI (ex BSM)
KCP Jepara 1 ditentukan secara bersama-sama antara BSM KCP Jepara
dan nasabahnya yang pada akhirnya tertuang dalam suatu akad dan
nisbahnya berdasarkan keuntungan yang diperoleh nasabah. Dan
perhitungan bagi hasil pembiayaan mudharabah muthlaqah pada Bank
Syariah Mandiri KCP Jepara telah sesuai dengan PSAK 105 paragraf 11.
b) Penelitian yang dilakukan oleh Azizi Nur Sutana Tarigan, pada tahun 2021
(mahasiswa Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara) dalam jurnal
Liabilities (Jurnal Pendidikan Akuntansi) berjudul Implementasi
Pembiayaan Modal Kerja dengan Menggunakan Akad Mudharabah
Pada Bank Syariah Indonesia (BSI). Hasil penelitian menunjukkan ada
beberapa tahap persetujuan dan pencairan (realisasi) pembiayaan serta
tahap monitoring implementasi pembiayaan Mudharabah di BSI telah
sesuai dengan Fatwa DSN No: 07/DSN- MUI/IV/200.
c) Penelitian yang dilakukan oleh Sri Astika pada tahun 2018 (mahasiswa
Universitas Muhammadiyah Makassar) berjudul Analisis Penerapan
Akuntansi Syariah Berdasarkan PSAK 102 Pada Pembiayaan
Murabahah Di PT Bank BNI Syariah Cabang Makasar. Hasil
penelitian yang diperoleh adalah pada PT Bank BNI Syariah Cabang
Makassar belum sepenuhnya sesuai dengan PSAK 102, karena PT Bank
BNI Syariah Cabang Makassar tidak menerapkan aturan yang sesuai
18

dengan PSAK 102 yang menyatakan bahwa denda bagi nasabah yang
terlambat membayar diterima dan diakui sebagai dana kebajikan.
d) Penelitian yang dilakukan oleh Odi Riski pada tahun 2019 (mahasiswa
Universitas Pembangunan Panca Budi Medan) berjudul Analisis
Penerapan Akuntansi Syariah Sistem Bagi Hasil Dalam Program
Tabungan Pada PT Bank Syariah Mandiri KC Medan. Hasil penelitian
ini adalah bahwa PT. Bank Syariah Mandiri KC Medan memakai metode
profit sharing dalam prinsip bagi hasil atas pembiayaan mudharabah,
dimana pendapatan usaha dikurangi dengan beban usaha untuk
mendapatkan pendapatan usaha tersebut. Membayar pokok denda yang
dikenakan kepada nasabah (mudharib) yang terlambat membayar pokok
pembiayaan. Denda yang dikenakan kepada nasabah diakui oleh PT. Bank
Syariah Mandiri KC Medan sebagai pendapatan non operasional dan
digunakan untuk dana sosial (zakat, infaq, shadaqah).
e) Penelitian yang dilakukan oleh Aulia Ayu Nindira, pada tahun 2022
(mahasiswa Perbankan Syariah IAIN Syekh Nurjati Cirebon) dalam
skripsinya yang berjudul Analisis Penerapan Akutansi Syariah Pada
Produk Cicil Emas Berdasarkan PSAK 102 Di Bank Syariah Indonesia
KC. Cirebon. Hasil penelitian menyatakan bahwa Bank Syariah Indonesia
KC. Cirebon dalam pelaksanaan produk cicil emas mengikuti aturan yang
tercantum dalam Surat Edaran Bank Indonesia No.14/16/DPbS tanggal 31
Mei 2012 perihal Produk Pembiayaan Kepemilikan Emas bagi Bank
Syariah dan Unit Usaha Syariah serta telah sesuai dengan Fatwa Dewan
Syariah Nasional No.77/DSNMUI/ V/2010, penerapan akuntansi syariah
pada produk cicil emas di Bank Syariah Indonesia KC. Cirebon pada
perhitungan laporan keuangan menerapkan ketentuan yang diatur dalam
19

PSAK 102 tentang murabahah, serta kesesuaian pengakuan dan


pengukuran akuntansi pada produk cicil emas di Bank Syariah Indonesia
KC. Cirebon belum sepenuhnya sesuai dengan PSAK 102, sementara
untuk penyajian dan pengungkapan telah sesuai dengan PSAK 102.
2.4 Kerangka Model Penelitian

Pada bagian ini penulis akan menguraikan kerangka pemikiran yang


dijadikan sebagai pedoman dan landasan berpikir dalam melaksanakan penelitian.
Guna memecahkan masalah penelitian secara ilmiah, maka kerangka pemikiran
ini perlu dikembangkan untuk memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan
untuk penulisan proposal ini. Adapun kerangka pemikiran yang dimaksud, yakni:

Analisis Penerapan Akuntansi Pada


Pembiayaan BSI

Pengakuan Pengukuran Penyajian Pengungkapan

Kesesuaian Penerapan
AkuntansAi P. ada Produk
Pembiayaan di BSI KCP
Purwodadi berdasarkan PSAK
102

Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan gambar 1.1 dapat dipahami bahwa dengan terlaksananya


penerapan akuntansi pada pembiayaan BSI yang baik, dimulai dengan pengakuan,
pengukuran, penyajian dan pengungkapan, maka dapat pengaruh terhadap
kesesuaian penerapan akuntansi pada produk pembiayaan di BSI KCP Purwodadi
berdasarkan PSAK 102.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Adapun desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian kuantitatif. Secara garis besar, penelitian kuantitatif adalah jenis data
yang dapat diukur atau dihitung secara langsung, yang berupa informasi atau
penjelasan yang dinyatakan dengan bilangan atau berbentuk angka. Metode
penelitian kuantitatif diartikan sebagai bagian dari serangkaian investigasi
sistematika terhadap fenomena dengan mengumpulkan data untuk kemudian
diukur dengan teknik statistik matematika atau komputasi (Fauzan Almanshur,
2016).
3.2 Alasan Pemilihan Kasus

Alasan Pemilihan kasus tersebut dipilih karena BSI KCP Purwodadi di


wilayah Jawa Tengah yang pembangunan perumahannya semakin berkembang.
Bank Syariah Indonesia (BSI) KCP Purwodadi yakni satu-satunya Bank Syariah
di Purwodadi yang memiliki produk unggulan pembiayaan konsumtif yang
bergerak pada pembiayaan KPR.
3.3 Lokasi dan waktu penelitian
BSI KCP Purwodadi terletak di Jl. R.Suprapto No.90, Jetis Timur,
Purwodadi, Kec. Purwodadi, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah 58111. Waktu
penelitian selama 2 bulan.
3.4 Metode Pengumpulan data

Metode pengumpulan data merupakan cara yang digunakan peneliti


untuk mengumpulkan data dalam menunjang keberhasilan penelitiannya (K,
2013). Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam

20
21

penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa
mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data
yang memenuhi standar data yang ditetapkan (Sugiono, 2009). Adapun teknik
pengumpulan data, diantaranya:
a. Lybrary Research (riset kepustakaan) adalah pengumpulan data
dengan menggunakan literatur (kepustakaan), baik berupa buku,
catatan maupun laporan hasil penelitian terdahulu (Hasan, 2010).
b. Field Research (riset lapangan), yaitu suatu pengumpulan data dengan
terjun langsung ke lapangan atau lokasi penelitian dengan
menggunakan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi. Adapun
penjabarannya, yakni:
1) Observasi
Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan
secara sistematis tehadap gejala yang tampak pada objek
penelitian. Hal-hal yang diamati itu biasa gejala-gejala tingkah
laku, benda-benda hidup ataupun benda mati (K, 2013).
2) Wawancara (Interview)
Wawancara (interview) adalah teknik penelitian yang

dilaksanakan dengan cara dialog baik secara langsung (tatap muka)

maupun melalui saluran media tertentu antara pewawancara

dengan yang diwawancarai sebagai sumber data (Sanjaya, 2011).


3) Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.


Dokumen bias berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya
monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan
misalnya catatan harian, sejarah kehidupan (life histories), biografi,
22

peraturan dan kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar,


misalnya foto, gambar hidup dan sketsa. Dokumen yang berbentuk
karya misalnya karya seni, yang dapat berupa gambar, patung dan
film. Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan
metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif
(Sugiono, 2009).

3.5 Teknik Analisis Data

Miles dan Huberman menyatakan bahwa: “data kualitatif bersifat


membumi, kaya akan deskripsi dan mampu menjelaskan tentang proses.
Meskipun demikian, sebab keberadaannya dalam bentuk kata-kata, kalimat dan
paragraph sering kali sulit dibedakan antara data dan kesan-kesan pribadi.
Sebaiknya, agar data itu member makna maka dalam analisis yang dilakukan
ditempuh langkah-langkah: 1) reduksi data; 2) display data; dan 3) kesimpulan
dan verifikasi” (Ali, 2014).
Reduksi Data
Pada langkah reduksi data, pelaku riset melakukan seleksi data,
memfokuskan data pada permasalahan yang dikaji, melakukan upaya
penyederhanaan, melakukan abstraksi dan melakukan transformasi. Hal ini berarti
dalam menempuh langkah ini, pelaku riset memilih mana yang benar-benar data
dan mana yang bersifat kesan pribadi dan kesan-kesan pribadi itu dieliminasi dari
proses analisis. Selain itu, dalam melakukan seleksi itu, juga dilakukan
kategorisasi antara data yang penting dan kurang penting, meskipun tidak berarti
bahwa data yang termasuk kategori kurang penting harus dibuang.
Mengategorikan ini semata-mata dimaksudkan untuk tujuan memperkuat tafsiran
terhadap hasil analisis data itu.
23

Data kualitatif dalam bentuk catatan lapangan biasanya dalam jumlah


besar. Tidak jarang catatan lapangan itu berjumlah ratusan halaman yang
kondisinya masih belum terfokus pada penjelasan tentang sesuatu. Data itu
member makna dan member penjelasan tentang permasalahan yang sedang dikaji
melalui riset yang dilakukannya maka data itu perlu difokuskan. Setelah data
difokuskan, selanjutnya dilakukan penyederhanaan, abstraksi dan transformasi.
Ketiga upaya ini saling terkait, yakni data yang sudah difokuskan pada bingkai
kerja konseptual itu selanjutnya dipilah-pilah kedalam butir-butir pokok data yang
menggambark an butir-butir karakteristik, butir-butir kegiatan dan sebagaimana
yang menjelaskan tentang fokus permasalahan yang dikaji. Dari hasil
penyederhanaan ini, selanjutnya dibuat abstraksi, yakni membuat deskripsi dan
penjelasan ringkas, mengacu pada butir-butir karakteristik dan kegiatan itu. Hasil
abstraksi ini selanjutnya ditransformasi dalam arti ditafsirkan dan diberi makna
(Ali, 2014).
Display Data
Display data adalah langkah mengorganisasi data dalam suatu tatanan
informasi yang padat atau kaya makna sehingga dengan mudah dibuat
kesimpulan. Display data biasanya dibuat dalam bentuk cerita atau teks. Display
ini disusun dengan sebaik-baiknya sehingga memungkinkan pelaku riset dapat
menjadikannya sebagai jalan untuk menuju pada pembuatan kesimpulan. Menurut
Miles dan Huberman, “display yang baik adalah jalan utama menuju analisis
kualitatif yang valid dan analisis kualitatif yang valid merupakan langkah penting
untuk menghasilkan kesimpulan dari riset kualitatif yang dapat diverifikasi dan
direplikasi”.
24

Kesimpulan dan Verifikasi


Berdasarkan hasil analisis data, melalui langkah reduksi data dan display
data, langkah terakhir adalah menarik kesimpulan dan melakukan verifikasi
terhadap kesimpulan yang dibuat. Kesimpulan yang dibuat adalah jawaban
terhadap masalah riset. Akan tetapi, sesuai-tidaknya isi kesimpulan dengan
keadaan sebenarnya, dalam arti valid atau tidaknya kesimpulan yang dibuat, perlu
diverifikasi. Verifikasi adalah upaya membuktikan kembali benar atau tidaknya
kesimpulan yang dibuat atau sesuai atau tidaknya kesimpulan dengan kenyataan.
Verifikasi dapat dilakukan dengan jalan melakukan pengecekan ulang
atau dengan melakukan triangulasi. Cara lain yang dapat dilakukan dengan
merekomendasikan kepada pelaku riset lain untuk mengulangi riset yang telah
dilakukan itu terhadap masalah yang sama. Apabila terbukti temuan-temuan yang
dihasilkan tidak berbeda secara signifikan berarti kesimpulan itu terverifikasi.
Apabila sebaliknya, berarti kesimpulan yang dibuat itu tidak terverifikasi. Itu
sebabnya dalam konteks riset kualitatif aspek keadaan temuan dapat diulangi
(repeatability of findings) merupakan factor krusial yang harus menjadi perhatian
(Ali, 2014).

BAB IV
25
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berdaskan dari data yang dikumpulkan, berikut adalah analisis mengenai


aktivitas akuntansi pembiayaan murabahah dengan acuan PSAK 102 pada aspek
pengakuan dan pengukuran, penyajian serta pengungkapan di Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah Amanah Bangsa yang menerapkan akuntansi syariah berdasarka
PSAK 102 pada pembiayaan murabahah.

A. Gambaran Objek Penelitian


1.Sejarah BPRS Amanah Bangsa
PT. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Amanah Bangsa didirikan pada tanggal 07
Oktober 1992 berdasarkan akte pendirian No. 12 yang dibuat oleh Notaris Adlin,
SH di pematang siantar, kemudian dibuat perubahan dengan akte notaries No. 36
tanggal 15 mei 1993, dan perubahan dengan akte notaries No. 71 pada tanggal 19
Oktober 1993 dan dilakukan perubahan kembali dengan akte notaries No. 20
tanggal 09 Desember 1993 dengan notaries yang sama dan telah mendapat
persetujuan dari departemen kehakiman Republik Indonesia direktorat Hukum dan
perundang undangan tertanggal 27 Desember 1993 Nomor C2-14415. HT. 01.
01. TH. 93 dan dirubah dengan akta berita acara rapat No. 12 tertanggal 08
Januari 1994 yang akan dibuat dihadapan notaries Adlin, SH. Kemudian dirubah
dengan salianan akta No. 17 tanggal 19 November 2010 dan salinan akta No. 2
tanggal 03 Februari 2012 yang dibuat dihadapan notaries Hery Sinaga, SH dan
telah mendapat persetujuan dari kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia tanggal 27 Februari 2013 Nomor AHU-09115. AH. 01. 02.
Tahun 2013dan dirubah kembali dengan Akte Notaris berita acara rapat umum
pemegang saham (RUPS) nomor 35 tanggal 22 april 2014 dihadapan notaris
Rachmansyah Purba, SH, M. Kn yang telah dicatat dalam sistem administrasi
badan hukum kementrian hukum dan hak asasi manusia Republik Indonesia,
Direktorat jenderaladministrasi.
hukum, nomor : AHU-038221. 40.22.2014 tanggal 22 April 2014. PT. BPRS
Amanah Bangsa mulai beroperasi pada tanggal 01 September 1994 berdasarkan
surat
ijin usaha yang dikeluarkan oleh departemen keuangan Republik Indonesia No.
26
Kep186 /KM.17/1994 tanggal 12 Juli 1994 dengan alamat kantor dijalan medan
Km 10,5 komplek beringin Graha Permai, kecamatan tapian Dolok, Kabupaten
Simalungun.
Modal dasar BPRS sesuai akte No. 13 tanggal 23 mei 2017 adalah Rp. 5 miliar,
dan telah disetor sebesar Rp. 3.645.755 ribu, dengan komposisi kepemilikan
terdiri dari:
Bank Muamalat (37,82%), Bank BNI Syariah (24,34%), Chazali H. Situmorang
(14,12%), H. Arifin (13,32%), dan masyarakat (23,12%). PT. BPRS Amanah
Bangsa saat ini dipimpin oleh Jony Yendra, MA. Selaku Direktur Utama, Syawal
selaku direktur. Dewan Komisaris terdiri dari: Dr. Chazali H.Situmorang, Apt,
Msc, ph (Komisaris utama), Zainal Siahaan (Anggota), Dewan pengawas syariah
terdiri dari: Drs. H. Muhammad Ali Lubis (Ketua), dan H. Aslam Al-Huda
Nst,Spd (Anggota). Karyawan PT. BPRS Amanah Bangsa saat ini terdiri dari: 2
orang Direksi, 1 Komisaris, 2 orang Dewan Pengawas Syariah,14 orang pegawai
tetap, 5 orang karyawan kontrak dan 7 orang karyawan non administrasi yaitu : 2
orang petugas security, 2 orang petugas kebersihan, seorang supir dan 2 orang
petugas jaga malam.Jaringan kantor PT. BPRS Amanah Bangsa sampai akhir
Desember 1994 terdiri 1 (satu) Kantor Pusat di Jl. Medan Km. 10, No. 159
Simalungun, dan 1 (satu) kantor kas di Jl. Ade irma suryani No. 3A kota pematang
siantar, dan 1 (satu) kantor cabang di Jl. Ahmad yani block C, No. 6 Kisaaran.
2. Tujuan, Visi dan Misi BPRS Amanah Bangsa
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Amanah Bangsa, mempunyai tujuan dalam
menentukan arah dan perkembangan, yaitu “Meningkatkan kesejahteraan anggota
dan mengelolah dengan mengedepankan nilai-nilai syariah, menjunjung tinggi
akhlaqul karimah serta mengutamakan kepuasan nasabah”

1. Visi dari Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Amanah Bangsa adalah

a. Menjadi BPR Syariah yang berkualitas, maju dan sehat dalam


pengembangan ekonomi syariah.
b. Sebagai lembaga keuangan dan ekonomi islam yang dimiliki oleh
27
seluruh lapisan masyarakat.
c. Sebagai pelaku keuangan syariah yang tangguh dipasar bank
pembiayaan rakyat.
2. Misi dari Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Amanah Bangsa adalah:
a. Menerapkan prinsip syariah secara murni
b. Melayani secara profesional
c. Memanfaatkan teknologi untuk efesiensi dan kualitas
d. Meningkatkan kualitas sumber daya insani dari sisi pengetahuan
maupun keterampilan teknis.
3. Struktur Perusahaan
Struktur organisasi merupakan wadah bagi sekelompok yang bekerja
sama dalam usaha untuk mencapai tujuan yang telah ditemukan. Struktur
organisasi menyediakan pengadaan personil yang memegang jabatan tertentu
dimana masing-masing diberi tugas, wewenang dan tanggung jawab sesuai
jabatannya. Hubungan kerja dalam organisasi ditungkan dalam struktur organisasi
dimana merupakan gambaran sistematis tentang hubungan kerja dari orang-orang
yang menggerakan organisasi dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Struktur organisasi diharapkan akan dapat memberikan gambara tentang
pembagian tugas, wewenang dan tangguang jawab serta hubungan antar bagian
berdasarkan tingkat hirarki. Struktur organisasi juga diharapkan akan
mendapatkan sistem hbungan dalam organisasi yang menghasilkan tercapainya
komunikasi, koordinasi dan integritas secara efesien dan efektif dari segenap
kegiatan organisasi baik vertikal maupun horizontal.
Dewan Komisaris.

4. Kriteria agunan yang dapat dijadikan sebagai jaminan pembiayaan


a. Jaminan mempunyai nilai ekonomis dalam arti dapat dinilai dengan
uang dan dapat dijadikan uang
b. Kepemilikan jamianan dapat dipindahkan/dipindahtangankan dari
pemilik semulakepada pihak lain (marketable, executeur baar).
c. Jaminan mempunyai nilaiyuridis dalam arti dapat diikat sehingga
bank memiliki hak yang didahulukan (preferen) terhadap hasil
pelelangan barang tersebut.
28
5. Jenis agunan/jaminan yang dapat diterimah BPRS
1) Agunan kendaraan, meliputi:
a. Kendaraan bermotor
b. persediaan barang
c. Perhiasan
d. Deposito
e. Saham
f. Tanah
g. Bangunan
2) Jaminan non-kendaraan, meliputi:
a. Jaminan orang (borgtoch/personal guarantee)
b. Jaminan perusahaan (compony guarantee)
c. Jaminan Bank
3) Jaminan tanah yang dapat diterimah oleh BPRS antara lain:
a. Sertifikat Hak Milik (SHM)
b. Hak Guna Bangunan (HGB)
c. Hak Guna Usaha (HGU)
d. Sertifikat camat
e. Sertifikat PPAT (Pejabat Pembuat Akte Tanah)
f. Surat Jual-beli
68
4) Khusus untuk pembiayaan yang melalui pemotongan gaji dari
jaminan yang dipersyaratkan adalah:
a. Asli kartu pegawai negeri sipil
b. Asli kartu peserta taspen
B. Hasil Penelitian
1. Data Tentang Pengakuan dan Pengukuran
Pengakuan merupakan proses pembentukan pos yang memenuhi definisi unsur
serta kriteria pengakuan dalam neraca atau laporan laba rugi. Sedangkan
pengukuran adalah proses penetapan jumlah uang untuk mengakui dan
memasukkan
setiap unsur laporan keuangan dalam neraca dan laporan keuangan.1 Pengakuan
memerlukan suatu konsep agar dapat menentukan kapan dan bagaimana unsur
29
dalam akuntansi dapat diakui dalam laporan keuangan.
1) Pengakuan dan pengukuran pada aktiva (aset) murabahah:
a. Pembiayaan murabahah adalah akad jual beli/menjual barang dengan harga
jual sebesar harga perolehan ditambah keuntungan yang disepakati dan penjual
harus mengungkapkan harga perolehan barang tersebut kepada pembeli.2
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Syawal menyatakan bahwa:
“Akad pembiayaan murabahah yang dilakukan di BPRS belum sesuai dengan
PSAK 102, bank tidak memberikan barang kepada nasabah melainkan
memberikan uang kepada nasabah sebagai wakil untuk membeli barang yang
diinginkan.”
Pengakuan pembiayaan murabahah secara peraktik belum terlaksana dengan
baik, dikarenakan dalam pembiayaan murabahah yang dilakukan BPRS berbeda
dengan yang diterapkan pada PSAK 102.
b. Murabahah dengan pesanan adalah bersifat mengikat pembeli untuk barang
yang dipesannya, jika aset murabahah yang telah dibeli oleh penjual, dalam
murabahah pesanan mengikat mengalami penurunan nilai sebelum diserahkan

kepada pembeli maka penurunan nilai tersebut menjadi beban penjual dan akan
mengurangi nilai.3
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Syawal menyatakan bahwa:
“Dalam penerapan akad murabahah dengan pesanan di PT. BPRS Amanah
Bangsa telah sesuai dengan akad murabahah yang diterapkan PSAK 102. Bank
syariah baru akan melakukan transaksi murabahah apabila ada nasabah yang
memesan barang, sehingga penyedia barang baru dilakukan jika ada pesanan.”
Pengakuan akad murabahah dengan pesanan secara peraktek memang adanya
pemesanan barang kepada pihak bank kemudian bank membeli barang yang
diinginkan nasabah tersebut dari produsen. Kemudian penjualan barang
dilakukan oleh pihak BPRS kepada nasabah sehingga nilai persediaan menjadi
wajar.
c. Akad murabahah tanpa pesanan merupakan akad murabahah yang sifatnya
tidak mengikat. Akad murabahah ini tidak melihat ada yang pesan atau tidak
sehingga penyediaan barang dilakukan sendiri oleh penjual.
4
30
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Syawal menyatakan bahwa:
“Pihak BPRS melakukan akad murabahah tanpa pesanan bank menyediakan
barang, kemudian persediaan barang akad murabahah tanpa pesanan ini tidak
terpengaruh atau terkait langsung dengan ada tidaknya pesanan atau pembeli.”
Pengakuan akad murabahah tanpa pesanan tersebut secara peraktek belum
sesuai,
karena dalam akad murabahah tanpa pesanan yang diterapkan pada PSAK 102
pihak bank menyediakan barang walaupun tidak ada pesanan. Oleh karena itu,
pihak bank harus menyediakan gudang guna untuk penyimpanan barang
walaupun tidak ada pesanan dari nasabah.
2) Pengakuan persediaan pada transaksi murabahah muncul karena terjadi
transaksi pembelian barang dan pengukuran persediaan tersebut sebesar harga
perolehannya.5
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Syawal menyatakan bahwa:
“Pihak BPRS yang diwakili oleh bagian administrasi pembiayaan menjual
barang
kepada nasabah dengan akad murabahah sesuai dengan harga yang sudah
disepakati
bersama, diakui oleh BPRS sebagai persediaan sebesar harga perolehannya.6
Pengakuan persediaan tersebut secara peraktek memang adanya pembelian
barang
dari pemasok kemudian adanya penjualan barang yang dilakukan oleh pihak
BPRS
kepada nasabah sehingga nilai persediaannya menjadi impas.
3) Pengakuan dan pengukuran pada piutang murabahah
Piutang merupakan klaim (hak untuk mendapatkan) uang dari entitas lain.
Piutang juga disebut tagihan atau receivable.
7
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Widya Asung Lestari
menyatakan bahwa:
“Jika menerapkan pengakuan keuntungan secara proporsianal, maka jumlah
keuntungan yang diakui dalam setiap periode ditentukan dengan mengalihkan
persentase keuntungan terhadap jumlah piutang yang jatuh tempo pada
31
periode yang
bersangkutan. Persentase keuntungan dihitung dengan perbandingan
antara margin
dan biaya perolehan aset murabahah. Alokasi keuntungan dengan menggunakan
metode didasarkan pada konsep nilai waktu dari uang (time value of
money) tidak
diperkenankan karena tidak diakomodasikan dalam kerangka dasar.8
Piutang murabahah tersebut muncul karena terjadi transaksi penjualan
oleh pihak Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Amanah Bangsa namun belum
dibayarkan lunas
oleh nasabah, piutang tersebut dicatat dijurnal umum.
4) Pengakuan dan pengukuran pada pendapatan margin murabahah
Pendapatan adalah kenaikan gross di dalam asset dan penurunan gross dalam
kewajiban yang dinilai berdasarkan prinsip akuntansi yang berasal dari kegiatan
mencari laba. Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Widya Agung Lestari
menyatakan bahwa:

“Jika menerapkan pengakuan keuntungan secara proposional, maka jumlah


keuntungan yang diakui dalam setiap periode ditentukan dengan mengalihkan
persentase keuntungan terhadap jumlah piutang yang jatuh tempo pada periode
yang
bersangkutan. Persentase keuntungan dihitung dengan perbandingan antara
margin
dan biaya perolehan aset murabahah. Alokasi keuntungan dengan menggunakan
metode didasarkan pada konsep nilai waktu dari uang (time value of money)
tidak
diperkenankan karena tidak diakomodasikan dalam kerangka dasar.” Margin
murabahah tersebut diperhitungkan sesuai kesepakatan bersama pihak Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah Amanah Bangsa dan nasabah secara flat, artinya
margin dihitung dari harga pokoknya dan keuntungan.
5) Pengakuan dan pengukuran pada potongan murabahah
potongan pembelian adalah potongan harga yang diberikan oleh para perusahaan
pemberi pinjaman dan terima oleh penghutang karena melunasi utangnya sesuai
32
perjanjian berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Widya Agung Lestari
menyatakan bahwa:9
“Potongan pembelian dari pemasok diakui sebagai pengurangan biaya perolehan
aktiva murabahah. Pada saat akad, piutang murabahah diakui sebesar biaya
perolehan aktiva murabahah ditambah keuntungan yang disepakati. Pada akhir
periode laporan keuangan, piutang murabahah dinilai sebesar nilai bersih yang
dapat
direalisasi, yaitu saldo piutang penyisihan kerugian piutang.
Keuntungan murabahah diakui:
a. Pada periode terjadinya, apabila akad berakhir pada periode laporan keuangan
yang sama.
b. Selama periode akad secara proposional, apabila akad melampaui satu periode
laporan keuangan. Potongan pelunasan dini diakaui dengan menggunakan salah
satu
metode berikut:
a. Jika potongan pelunasan diberikan pada saat penyelesaian, bank
mengurangi piutang murabahah dan keuntungan murabahah.

b. Jika potongan pelunasan diberikan setelah penyelesaian, bank terlebih dulu


menerima pelunasan piutang murabahah dari nasabah, kemudian bank
membayar potongan pelunasan kepada nasabah dengan mengurangi
keuntungan murabahah.”
Potongan pembelian tersebut karena terkait dengan transaksi murabahah, maka
seharusnya dilakukan pengakuan atas potongan murabahah sebesar angsuran
margin
yang tidak perlu dibayarkan oleh nasabah, sehingga dapat diketahui seberapa
nilai
potongan yang telah diberikan oleh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Amanah
Bangsa.
6) Pengakuan dan pengukuran pada denda atas pembiayaan murabahah
Pemberlakuan denda kepada nasabah yang mempunyai kemampuan membayar
namun menunda-nunda pembayaran diperbolehkan, dengan tujuan agar lebih
meningkatkan kedisplinan dalam membayar. Denda yang diterima tersebut
33
diperuntukan untuk dana sosial.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Widya Agung Lestari menyatakan
bahwa:10
“Denda dikenakan apabila nasabah lalai dalam melakukan kewajibannya sesuai
akad. Pada saat diterima, denda diakui sebagai dana kebijakan/sosial.
Perhitungan
0,00069 x angs perbulan x hari tunggak.”
Pihak manajemen dapat memberlakukan denda atas penundaan pembayaran oleh
nasabah yang mempunyai kemampua membayar namun ditunda-tunda, karena
enunda-nunda pembayaran merupakan hal yang bertentangan ajaran syariah.
7) Pengakuan dan pengukuran pada uang muka atas pembiayaan murabahah
Dalam akad murabahah, pihak lembaga keuangan syariah boleh menetapkan
uang muka murabahah dengan ketentuan dan jumlah sesuai dengan kesepakatan
pihak Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Amanah Bangsa dan nasabah.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Widya Agung Lestari menyatakan
bahwa:
“Pengakuan dan pengukuran uang muka adalah sebagai berikut:

10Hasil wawancara denga Ibu Widya Asung Lestari, Bagian Internal Control
BPRS Amanah
Bangsa, 31 Oktober 2019
73
a. uang muka diakui sebagai uang muka pembelian sebesar jumlah yang
diterima.
b. pada saat barang jadi dibeli oleh pembeli, uang muka diakui sebagai
pembayaran piutang, dan
c. jika barang batal dibeli oleh pembeli, uang muka dikembalikan kepada
pembeli setelah diperhitungkan dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan
oleh penjual.”1

Data Tentang Penyajian


1) Penyajian piutang murabahah
Penyajian piutang dalam neraca harus tetap menyajikan jumlah bruto piutang
34
karena piutang yang tak dapat direalisasikan hanya berdasarkan taksiran.12
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Widya Agung Lestari menyatakan
bahwa:13
“Piutang murabahah disajikan sebesar nilai bersih yang dapat direalisasikan,
yaitu
saldo piutang murabahah dikurangi penyisihan kerugian piutang.”
Piutang murabahah tersebut termasuk sebagai aktiva lancar, sehingga
penyajiannya ada dibawahnya kas dan bank. Penyajian piutang murabahah ini
telah
sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Syariah (PSAK) 102 tentang
penyajian.
2) Penyajian margin murabahah yang ditangguhkan
Piutang murabahah disajikan sebesar nilai bersih yang dapat direalisasikan, yaitu
saldo piutang murabahah dikurangi penyisihan kerugian piutang. Margin
murabahah
tangguhkan disajikan sebagai pengurang (contra account) piutang murabahah.
Bedasarkan hasil wawancara dengan Ibu Widya Agung Lestari menyatakan
bahwa:14
“Pihak BPRS menyajikan margin murabahah tangguhan disajikan sebagai
pengurang
(contra account) piutang murabahah.”

12Ibid, h. 35
13Hasil wawancara denga Ibu Widya Asung Lestari, Bagian Internal Control
BPRS Amanah
Bangsa, 01 November 2019
14Hasil wawancara denga Ibu Widya Asung Lestari, Bagian Internal Control
BPRS Amanah
Bangsa, 01 November 2019
14 Cadangan
a. Cadangan Umum 451 303.417
b. Cadangan Tujuan 452 0
15 Laba ditahan 453 0
35
16 Laba Rugi
a.Tahun Lalu
i. Laba 461 841.151
ii. Rugi -/- 462
b. Tahun Berjalan
i. Laba 02) 465 1.210.899
ii. Rugi -/- 02) 466
T O T A L P A S I V A 490 50.126.067
76
Penyajian margin murabahah sudah sesuai dengan PSAK 102, sehingga margin
murabahah dapat diketahui.
3) Penyajian beban murabahah yang ditangguhkan
Beban murabahah tangguhan diamortisasi secara proposional sesuai dengan
porsi
pelunasan utang murabahah.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Widya Agung Lestari menyatakan
bahwa:15
“Beban murabahah tangguhan disajikan sebagai pengurang (contra account)
utang
murabahah.”
Penyajian beban murabahah sudah sesuai dengan PSAK 102 dalam penyajian.
4) Penyajian pendapatan margin murabahah
Pendapatan margin murabahah disajikan dilaporan laba rugi sebesar nilai bersih
yang dapat diterima.
Bedasarkan hasil wawancara dengan Ibu Linda Sofyana Menyatakan
bahwa:“pendapatan margin murabahah disajikan dilaporan laba/rugi pada bagian
pandapatan, sebagai pendapatan bagi hasil pembiayaan.”16
Pendapatan margin murabahah tersebut sudah sesuai dengan ketentuan PSAK,
sehingga mudah dipahami dari penyajian laporan laba/rugi yang dilakukan oleh
Bank
pembiayaan Rakyat Syariah Amanah Bangsa.
3. Data tentang pengungkapan
1) Pengungkapan piutang murabahah
36
a.Rincian piutang murabahah berdasarkan jumlah, jangka waktu, jenis valuta
dan kualitas piutang dan penyisihan penghapusan piutang murabahah.
b. Jumlah piutang murabahah yang diberikan kepada pihak yang mempunyai
hubungan istimewah (pihak terkait)
c. Kebijakan dan metode akuntansi untuk penyisihan, penghapusan dan
penanganan piutang murabahah yang bermasalah.

15Hasil wawancara denga Ibu Widya Asung Lestari, Bagian Internal Control
BPRS Amanah
Bangsa, 01 November 2019
16Hasil wawancara dengan Ibu Linda Sofyana Accounting Officer BPRS
Amanah Bangsa,
28 Oktober 2019
77
d. Mengungkapkan yang diperlukan sesuai PSAK 101: Penyajian Laporan
Keuangan Syariah.
2) Pengungkapan margin murabahah yang ditangguhkan
Pihak Bank Pembiayaan Rakyat Syariah melakukan pengakuan margin
murabahah yang ditangguhkan dilaporan laba/rugi sehingga sesuai dengan
PSAK
102 sebagai prinsip akuntansi yang berlaku secara umum.
3) Pengungkapan pendapatan margin murabahah
Pihak Bank Pembiayan Rakyat Syariah Amanah Bangsa telah menyajikan
pendapatan margin murabahah, sehingga lebih mudah untuk mengetahui berapa
besar pedapatan margin murabahah.Pengungkapan penghasilan bagi hasil
pembiayaan anggota yang dilakukan oleh pihak Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah
telah sesuai dengan PSAK 102 sebagai pendapatan margin murabahah.
. Jika dilihat dari target pendapatan murabahah tahun 2018
sebesar Rp. 9.319.000 maka artinya sekitar 95% target pendapatan murabahah
tercapai. Dengan demikian dapat dilihat bahwa pembiayaan murabahah
merupakan
produk BPRS Amanah Bangsa yang memiliki realisasi terbesar dalam kegiatan
37
pembiayaan.
5. Bagaimana kendala yang dihadapi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Amanah
Bangsa dalam penerapan pembiayaan murabahah
Kendala-kendala yang dihadapi oleh Bank Pembiyaan Rakyat Syariah Amanah
Bangsa:
a. Masih banyak nasabah yang belum mengetahui tentang pembiayaan
murabahah
b. Belum banyak bekerja sama dengan pihak ketiga atau supplier dalam
memenuhi barang yang diinginkan nasabah.
c. Keyakinan bahwa sifat atau watak dari nasabah yang akan diberikan
pembiayaan murabahah benar-benar dapat dipercaya karena merupakan ukuran
kemauan membayar.
d. Dalam mencari data untuk menyakinkan nilai pembiayaan murabahah untuk
diberikan kepada nasabah.
e. Penilaian prospek bidang usaha yang dibiayai hendaknya benar-benar
memiliki prospek yang baik.
C. Pembahasan
1). Analisis tentang pengakuan dan pengukuran murabahah
Menurut PSAK 102 transaksi murabahah dapat dilakukan melalui pesanan atau
tanpa pesanan. Namun penelitian ini menemukan kondisi di Bank Pembiayaan
Beban Non-Operasional 20,466 0 16.380 -
Laba Rugi Non-Operasional (8,585) 0 0 -
Laba/ Rugi Tahun Berjalan 1,009,581 1.371.484 1.290.928 93,76
Taksiran Pajak Penghasilan 168,430 264.993 75,000 28,30
Laba/ Rugi Bersih 841,151 1.106.492 1.215.928 109,89
80
Rakyat Syariah Amanah Bangsa hanya melakukan akad murabahah setelah
menerima
pesanan dari nasabah.
Pertama, Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Amanah Bangsa akan melakukan
pembelian barang yang dipesan oleh nasabah dengan mewakili pembiayaannya
kepada nasabah tersebut. Setelah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Amanah
Bangsa
38
mendapatkan barang yang diinginkan oleh nasabah, Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah Amanah Bangsa mengakui barang tersebut sebagai persediaan aset
murabahah. Aset murabahah tersebut diukur sebesar biaya perolehannya. Aset
murabahah di Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Amanah Bangsa tidak akan
mengalami penurunan nilai karena usang atau rusak sebelum diberikan kepada
nasabah. Hal ini karena barang tersebut tidak dipegang lebih dulu oleh Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah Amanah Bangsa melaikan dipegang langsung oleh
nasabah. Akan tetapi, yang dilakukan oleh PT. BPRS Amanah Bangsa adalah
tentang
pembiayaan murabahah belum sepenuhnya sesuai dengan PSAK 102 tentang
pembiayaan murabahah. Pihak BPRS tidak memberikan barang sebagai akad
jual beli
melainkan memberikan uang kepada nasabah.
Penulis berpendapat bahwa dalam menjalankan akad jual beli yang dilakukan di
PT. BPRS Amanah Bangsa belum sepenuhnya menerapkan akad jual beli
berdasarkan PSAK 102. Dalam penelitian yang dilakukan penulis di PT. BPRS
Amanah Bangsa, penulis melihat masih adanya akad jual beli yang belum sesuai
dengan PSAK 102 contohnya saja dalam pembiayaan murabahah, dimana
pembiayaan murabahah tanpa pesanan di PT. BPRS Amanah Bangsa tidak
memiliki
gudang penyimpanan barang untuk dijual sehingga bank tidak bisa melakukan
stock
barang yang mengakibatkan pembiayaan murabahah tanpa pesanan tidak dapat
dilakukan
Akuntansi untuk diskon pembelian aset murabahah jarang digunakan karena
nasabah biasanya datang ke Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Amanah Bangsa
dengan harga net dari barang tersebut.Diskon yang terkait pembelian barang
meliputi:
a. Diskon dalam bentuk apapun dari pemasok atas pembelian barang
b. Diskon biaya asuransi dari perusahaan asuransi dalam rangka pembelian
barang.
81
c. Diskon dalam bentuk apapun yang diterimah terkait pembelian barang.61
39
Selanjutnya saat Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Amanah Bangsa
memberkian
pembiayaan murabahah kepada nasabah, piutang murabahah tersebut diakui
sebesar
biaya perolehan aset ditambah dengan keuntungan margin yang disepakati.
Selama
masa angsuran Bank Pembiayaaan Rakyat Syariah Amanah Bangsa dapat
mengakui
keuntungan murabahah dengan seberapa metode sesuai kondisinya. Sesuai
PSAK 102
jika masa angsuran tidak melebihi suatu periode laporan keuangan, keuntungan
murabahah diakui pada saat terjadinya akad murabahah. Jika masa angsuran
melebihi
satu periode laporan keuangan, keuntungan diakui sesuai tingkat resiko dan
upaya
merealisasikan keuntungan tersebut. Jika resiko pembiayaan tersebut relatif
kecil,
keuntungan diakui secara proporsional sesuai dengan besaran kas yang berhasil
ditagih oleh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Amanah Bangsa.
Menurut penulis, perhitungan margin murabahah secara flat sesuai dengan
kebiasaan yang diterapkan oleh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Amanah
Bangsa
boleh diterapkan jika praktek murabahah yang dilakukan adanya penjualan
barang
oleh pihak Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Amnah Bangsa, dilengkapi dengan
gudang persediaan barang secara fisik dan dilakukan penilaian terhadap
persediaan
tersebut.
2) Analisis tentang penyajian murabahah
Penyajian piutang murabahah didalam neraca adalah sebesar nilai bersih yang
dapa direalisasikan, yaitu saldo piutang murabahah dikurangi penyisihan kerugian
piutang. Margin murabahah tangguhan disajikan sebagai pengurang (contra
account) piutang murabahah.
40
Menurut penulis, penyajian yang dilakukan oleh Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah Amanah Bangsa dengan cara menggabungkan berbagai akad transaksi
pembiayaan menjadi satu yaitu piutang dan telah sesuai dengan PSAK 102,
sehingga margin
murabahah dapat diketahui.
3) Analisis tentang pengungkapan murabahah
Pengungkapan transaksi murabahah oleh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
Amanah Bangsa harus termasuk hal-hal berikut, namun tidak terbatas pada
harga
perolehan asset murabahah, janji pesanan dalam murabahah berdasarkan pesanan
sebagai kewajiban atau tidak, dan pengungkapan yang diperlukan sesuai dengan
PSAK 101 tentang penyajian laporan keuangan.
Piutang murabahah telah diungkapkan di Neraca sebesar nilai bersih yang dapat
direalisasikan. Piutang murabahah diungkapkan sebesar nilai bersih yang dapat
direalisasikan (piutang murabahah - cadangan resiko piutang). Margin murabahah
yang ditangguhkan telah disajikan di laporan laba/rugi, sehingga telah sesuai
dengan PSAK 102.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Aktivitas akuntansi murabahahsudah diatur pada PSAK 102 tentang akuntansi
murabahah, namun setelah dikeluarkannya fatwa DSN MUI
no.84/DSNMUI/XII/2012 tentang metode pengakuan keuntungan Al-Tamwil bi
Al-Murabahah
maka diperbolehkan mengakui keuntungan murabahah dengan metode anuitas,
menimbang praktek murabahahdi indonesia dilakukan pada transaksi pembiayaan
bukan jual beli, jika ada yang menggunakan akad jual beli pun sesungguhnya
hanya terdapat ikatan akad pembelian dengan pihak administrasi Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah dengan barang fiktif.
Kesimpulan dalam penelitian ini adalah:
1. PenerapanPembiayaanMurabahahpada PT. BPRS AmanahBangsabelum
sepenuhnya menerapkan PSAK 102 tentangPembiayaanMurabahah. Hal
inidapatdilihatdariakad pembiayaan murabahah yaitu pada saat nasabah ingin
41
membeli suatu barang dengan akad murabahah, bank tidak menyerahkan barang
kepada nasabah tetapi bank memberi uang kepada nasabah sebagai wakil untuk
membeli barang yang dibutuhkan. Hal ini tidak sesuai dengan peraturan
pembiayaan murabahah menurut PSAK 102 dimana pembiayaan murabahah
adalah akad jual beli barang dengan memberitahukan nilai perolehannya serta
margin yang disepakati kepada pembeli. Dapat dilihat yang belum sesuai pada
PT. BPRS Amanah Bangsa adalah bank tidak memiliki gudang penyimpanan
barang untuk dijual sehingga bank tidak bisa melakukan stock barang yang
mengakibatkan pembiayaan murabahah tanpa pesanan tidak dapat dilakukan.
Berbeda dengan jenis akad yang diterapkan
pada PSAK 102 yaitu murabahah tanpa pesanan, penjual melakukan pembelian
barang tanpa memperhatikan adanya pemesanan atau tidak ada pembeli. Hal ini
berbeda dengan yang diterapkan di PT. BPRS Amanah Bangsa, pihak bank
84 melakukan akad tanpa pesanan setelah adanya pemesanan barang dari nasabah
dan tidak meyediakan barang.
Konsep Murabahah yang diterapkan PT. BPRS Amanah Bangsa telah
sesuaidengan PSAK 102 tentangpembiayaan murabahah. Hal inidapatdilihat pada
pengakuan dan pengukuran. Pengakuan merupakan proses pembentukan pos yang
memenuhi definisi
unsur serta kriteria pengakuan dalam neraca atau laporan laba rugi. Sedangkan
pengukuran adalah proses penetapan jumlah uang untuk mengakui dan
memasukkan
setiap unsur laporan keuangan dalam neraca dan laporan keuangan.Pengakuan
memerlukan suatu konsep agar dapat menentukan kapan dan bagaimana unsur
dalam
akuntansi dapat diakui dalam laporan keuangan. Pengakuan dan pengukuran
Murabahah yang diterapkan pada PT. BPRS Amanah Bangsa yang telah sesuai
dengan PSAK 102 tentang pengakuan dan pengukuran murabahah, karena
pengakuan
aset murabahah diakui sebagai persediaan aset murabahah dan diukur sebesar
biaya perolehannya. Kemudian, dalam penyajianpiutang dalam neraca harus tetap
menyajikan jumlah bruto piutang karena piutang yang tak dapat direalisasikan
hanya
42
berdasarkan taksiran.Piutang murabahah tersebut termasuk sebagai aktiva
lancar,
sehingga penyajiannya ada dibawahnya kas dan bank. Penyajian piutang
murabahah ini telah sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Syariah (PSAK)
102 tentang penyajian. Dan pengunkapan pembiayaan Murabahah PT. BPRS
Amanah Bangsa
juga telah sesuai dengan PSAK 102.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang sudah penulis
paparkan diatas, maka penulis ingin memberikan saran kepada perusahaan dan
peneliti selanjutnya.
Adapun saran penulis adalah sebagai berikut:
1. Bagi perusahaan agar dapat menyajikan laporan keuangan sesuai dengan
PSAK 102 dan memperhatikan peraturan OJK guna untuk menyajikanlaporan
keuangan secara lengkap dan benar.
2.Bagi perusahaan juga lebih harus memperhatikan kualitas cara penyaluran
dana
pembiayaan murabahah bukan hanya kualitas yang harus disalurkan hal ini
karena
untuk menghindari adanya tindakan-tindakan pemalsuan dari anggota staf hanya
85
untuk mencapai target yang ditetapkan, sehingga pembiayaan bermasalah dapat
ditekan pada level minimum.
3. Bagi peneliti selanjutnya agar dapat memperhatikan penyajian Laporan
Keuangan secara lengkap, karena sangat mendukung dalam melakukan analisis
sesuai dengan kajian penyajian dan pengungkapan akuntansi murabahah.Agar
data yang diperoleh lebih valid maka perlu memperhatikan pencatatan jurnal yang
terkait dengan murabahah,sehingga dapat mengetahui secara tepat pengukuran
dan pengakuan terkait dengan transaksi murabahah.
43
DAFTAR RUJUKAN

Ali, M. (2014). Metodologi & Aplikasi Riset Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Ardha, N. B. D., & Rahman, A. F. (2013). Analisis perlakuan akuntansi
murabahah pada PT Bank Rakyat Indonesia syariah cabang Kota Malang.
Jurnal. Universitas Brawijaya: Malang.
Ariadi, D., & Damayanti, F. (2022). Analisis penerapan psak 102 tentang
akuntansi murabahah. Fair Value: Jurnal Ilmiah Akuntansi Dan Keuangan,
5(1), 17–21.
Arifin, V. R. dan A. (2010). Islamic Banking: Sebuah Teori, Konsep, dan
Aplikasi. Jakarta: Bumi Aksara.
Fauzan Almanshur, dan M. D. G. (2016). Metodologi Penelitian Kualitatif.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Hanapiah, I. (2022). Analisis penerapan akuntansi syariah berdasarkan PSAK
102 tentang pembiayaan Murabahah pada PT BPRS Harum
Hikmahnugraha. UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Handayani, D., & Sahroni, A. (2019). Pengembangan Sumber Daya Manusia
Islami: Model Pembelajaran Akuntansi Syariah Di Perguruan Tinggi Islam.
Jurnal Akuntansi Dan Keuangan Islam, 7(2, Oktober), 121–141.
Harahap, S. S. (2010). Akuntansi Perbankan Syariah. Jakarta: LPFE Usakti.
Hasan, I. (2010). Analisis Data Penelitian Dengan Statistik. Jakarta: Bumi
Aksara.
Hastuti, T. (2013). Kualitas Pelayanan dan Pola bagi hasil terhadap kepuasan
nasabah penyimpan pada bank syariah. Jurnal Manajemen Dan Akuntansi,
2(1), 112158.
Istutik, I., & Putri, L. E. (2020). ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN
PEMBIAYAAN MURABAHAH DAN MUSYARAKAH PADA BANK
BRI SYARIAH KCP KEPANJEN. Adbis: Jurnal Administrasi Dan Bisnis,
14(2), 77–87.
Jahja, A. S. (2012). Analisis Perbandingan kinerja keuangan perbankan Syariah
dengan perbankan Konvensional. Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu
Keislaman, 7(2), 337–360.
K, A. (2013). Tahapan dan Langkah-Langkah Penelitian. Luqman Al-Hakim
Press.
Muhammad. (2013). Akuntansi Syariah Teori dan Praktik Untuk Perbankan
Syariah. Yogyakarta: UPP STIM YKPM.
Muhammad, R. (2010). Akuntansi Keuangan Syariah, Konsep dan Implementasi
PSAK Syariah. Yogyakarta: P3EI Press.
Musyafah, A. A. (2020). Dasar Hukum Pembiayaan Dalam Perbankan Syariah.
Diponegoro Private Law Review, 7(2).
Nurhayati, 1Sri. (2015). Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.
Sanjaya, W. (2011). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Sugiono. (2009). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif,
Kuantitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Warsono, S. (2011). Akuntansi Transaksi Syariah. Makassar: Asgard Chapter.
Widjaatmadja, D. A. R., & Solihah, C. (2019). Akad Pembiayaan Murabahah di
Bank Syariah dalam Bentuk Akta Otentik: implementasi rukun, syarat, dan
prinsip syariah. Inteligensia Media.

Anda mungkin juga menyukai