Anda di halaman 1dari 49

PENERAPAN PERATURAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN (PSAK) 101

PADA PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN KOPERASI SIMPAN PINJAM DAN


PEMBIAYAAN SYARIAH BMT ITQAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana

Program Studi Akuntansi

Oleh,
LINLIN CANDRA KIRANA
31920027

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANDUNG
2023
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada saat ini, pertumbuhan ekonomi yang begitu pesat di Indonesia

menciptakan berbagai macam dampak pada kehidupan. Dari dampak

positif hingga dampak negatif. Banyak Lembaga keuangan juga

perusahaan yang melakukan kegiatan operasionalnya dengan cara

pendekatan pada masyarakat, dengan cara menawarkan pemberian

kemudahan kepada masyarakat atau pelanggannya untuk memenuhi

kebutuhannya. Dari penawaran yang memberikan kemudahan oleh

lembaga keuangan tersebut dengan cara memberikan pinjaman-pinjaman

yang pelunasannya dilakukan dengan cara mengangsur, tentu dengan

penawaran tersebut banyak masyarakat yang tergiur.

Tetapi dari semua kemudahan yang diberikan oleh lembaga-lembaga

keuangan dan perusahan tidak semuanya memberikan dampak yang positif

bagi masyarakat. Karena tingginya suku bunga yang ditetapkan oleh

lembaga keuangan dan perusahan yang menjadi boomerang bagi

masyarakat dan pelanggan-pelanggannya (Rezita, 2019).

Menurut Rahman (2019) Lembaga keuangan saat ini mengalami

perkembangan yang sangat pesat. Hal ini terlihat dari banyaknya lembaga

keuangan berbasis syariah yang didirikan di Indonesia. Pesatnya

pertumbuhan dan perkembangan lembaga keuangan berbasis syariah tidak


lepas dari kontribusi fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang

menyatakan bahwa bunga bank termasuk riba, dan riba merupakan hal

yang dilarang dan diharamkan dalam Islam. Atas perkembangan Lembaga

keuangan syariah yang terus berkembang semakin banyak setiap tahunnya

tersebut, munculnya lembaga keuangan berdasarkan hukum Islam

(syariah) juga merupakan bentuk penolakan terhadap sistem riba pada

lembaga keuangan konvensional yang melanggar hukum Islam. Riba

adalah nilai tambah yang didapat berdasarkan persentase tertentu dari

jumlah pinjaman pokok. Pada lembaga keuangvgan syariah, secara

operasional tidak menggunakan sistem riba melainkan menggunakan

prinsip bagi hasil atau dikenal dengan prinsip syariah.

Menurut Afrianty, N.,dkk (2020) Lembaga keuangan syariah terdiri

dari dua jenis, yaitu lembaga keuangan syariah bank dan lembaga

keuangan syariah nonbank. Pada dasarnya, fungsi lembaga keuangan bank

dan nonbank sama, yaitu memberikan layanan keuangan pada nasabah

atau kegiatan utamanya yaitu menghimpun dan menyalurkan dana. Namun

terdapat perbedaan antara lembaga keuangan bank dan nonbank, yaitu

lembaga keuangan bank berkegiatan menghimpun dan menyalurkan

langsung kepada masyarakat, sedangkan pada lembaga keuangan nonbank

menghimpun dana akan tetapi hanya menghimpun dari anggota atau

bagian dari lembaga tersebut.

Menurut (Wakhdan & Aditya, 2019), saat ini lembaga keuangan yang

berbasis syari’ah terus berkembang pesat di Indonesia beberapa tahun


belakangan ini, tidak hanya lembaga keuangan berupa bank namun juga

lembaga keuangan lainnya seperti lembaga keuangan mikro syari’ah.

Mengingat penduduk Indonesia mayoritas beragama Islam, maka segala

kebutuhan yang berbasis syari’ah memang mutlak diperlukan, sehingga

umat Islam akan terhindar dari unsur-unsur yang diharamkan dalam Islam.

KSPPS merupakan LKS non-bank yang berfungsi menghimpun dan

menyalurkan dana kepada anggotanya dan melakukan kegiatan

operasional dalam skala mikro. Salah satu tujuan dari KSPPS ialah untuk

mengembangkan potensi masyarakat agar dapat memberikan manfaat bagi

perekonomian dengan cara menciptakan sumber pembiayaan dan

penyediaan modal bagi pelaku usaha produktif seperti sektor UMKM

Sebagai badan usaha yang ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat,

KSPPS haruslah dikelola secara profesional dengan menerapkan prinsip

keterbukaan, transparansi dan akuntabilitas yang dapat diakui, diterima

dan dipercaya oleh anggotanya maupun oleh masyarakat. Sehingga pada

praktiknya, KSPPS harus mampu menerapkan informasi akuntansi secara

baik dan benar. Informasi akuntansi yang baik merupakan alat yang efektif

bagi manajemen untuk mengarahkan dan mengendalikan jalannya usaha.

Dewasa ini, informasi akntansi pada transaksi-transaksi syariah mulai

bermunculan banyak. Diantara transaksi tersebut, Baitul Maal Tanwil

menjadi salah satu Lembaga yang memiliki peran dalam pelaksanaannya

yang berbasis syariah. Lembaga keuangan mikro syariah Baitul Maal wat

Tamwil (BMT) sangat cocok untuk menanggulangi masalah ekonomi pada


basis ekonomi mikro. BMT menggunakan prinsip-prinsip syariah dan

bebas dari unsur riba yang diharamkan di dalam Islam. Adapun fungsi

lembaga ini adalah sebagai pendukung peningkatan kualitas usaha

ekonomi pengusaha mikro dan pengusaha kecil yang berdasarkan sistem

syariah.

Adapun kegiatan yang penting pada setiap lembaga keuanagn, yaitu

pencatatan keuangan. Pencatatan atau penulisan transaksi keuangan saat

ini telah menjadi bagian penting dalam aktivitas ekonomi sehari-hari di

masyarakat, baik individu atau isntitusi menjadikan pencatatan keuangan

sebagai bagian yang harus dilakukan untuk menghasilkan laporan

keuangan yang berguna dalam bisnis yang dijalankan. Kegiatan pencatatan

tersebut menjadi dasar dari bentuk akuntansi. Akuntansi ialah kegiatan jasa

yang menghasilkan informasi keuangan, meliputi pencatatan,

pengklasifikasian, dan pelaporan peristiwa atau transaksi ekonomi yang

dibutuhkan oleh pihak terkait dalam membuat sebuah keputusan

(Sujarweni, 2019). Informasi keuangan dalam berbagai bentuk dibutuhkan

secara cepat, lengkap, dan sesuai dengan standar. Salah satu informasi

keuangan untuk mengambil keputusan ialah laporan keuangan perusahaan.

Menurut (Susanto, 2020) berdasarkan pernyataan Ikatan Akuntan

Indonesia mengatakan bahwa laporan keuangan berfungsi untuk memberi

informasi posisi dari keuangan, kinerja keuangan, serta laporan arus kas

entitas yang dapat digunakan oleh mayoritas pengguna dalam pembuatan

keputusan ekonomi. Laporan keuangan pada Lembaga keuangan Syariah


yang salah satunya yaitu Koperasi Simpan Pinjam Syariah (KSPPS)

seharusnya disajikan dengan benar sesuai dengan ketentuan peraturan

yang ada.

Pada dasarnya, sebuah peraturan diterapkan dengan standar yang telah

disahkan dan dapat dipertanggung jawabkan oleh pihak yang berwenang.

Dalam sebuah penyajian laporan keuangan, tentu saja sudah seharusnya

wajib menerapkan sebuah standar pada pelaksanan penyajian laoran

keuangannya. Peraturan yang diterapkan pada segala kegiatan yang

berhubungan dengan hal tersebut dapat ditemukan pada sebuah standar

yaitu Standar Akuntansi Keuangan.

Menurut penelitian (Safaroh, 2022), Standar Akuntansi Keuangan

(SAK) merupakan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dan

Interprestasi Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang di terbitkan oleh

Dewan Standar Syariah Ikatan Akuntansi Indonesia (DSAS IAI) serta

peraturan regulator pasar modal untuk entitas yang berada di bawah

pengawasanya dan efektif sejak 1 Januari 2015 yang berlaku di Indonesia

secara garis besar akan kovergen denga Internasional Financial Reporting

Standar (IFRS) yang berlaku efektif 1 Januari 2014. Adapun Standar

Akuntansi Syariah (SAS) ialah Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan

(PSAK) Syariah yang ditujukan untuk entitas yang melakukan transaksi

syariah baik entitas lembaga syariah maupun non syariah. Pengembangan

SAS dilakukan dengan mengikuti model SAK umum namun berbasis

syariah dengan mengacu kepada Fatwa MUI.


Standar Akuntansi Keuangan Syariah (SAK Syariah) merupakan

standar yang digunakan untuk entitas yang memiliki transaksi syariah atau

entitas berbasis syariah. standar akuntansi keuangan syariah terdiri atas

kerangka konseptual penyusunan dan pengungkapan laporan, standar

penyajian laporan keuangan dan standar khusus transaksi syariah seperti

mudharabah, murabahah, salam, ijarah, dan istisna. Standar ini merupakan

standar yang dikembangkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan

Syariah (DSAK Syariah). Akuntansi Syariah diatur dalam PSAK 101 yang

memuat mengenai pengakuan, pengukuran, pengungkapan dan penyajian

transaksi syariah (Safaroh, 2022).

Berdasarkan pernyataan IAI dalam jurnal (Putriningtyas & Usnan,

2019) PSAK 101 merupakan pernyataan yang bertujuan untuk

menetapkan dasar penyajian laporan keuangan entitas syariah agar dapat

dibandingkan dengan laporan keuangan periode sebelumnya maupun

laporan keuagan entitas syariah lain. Selain itu, dalam persyaratan ini juga

diatur persyaratan penyajian laporan keuangan, struktur laporan keuangan

dan persyaratan minimal isi laporan keuangan. Ruang lingkup pernyataan

(PSAK) ini diterapkan oleh enitas syariah dalam penyusunan laporan

keuangan agar sesuai dengan SAK. Entitas syariah dalam pernyataan ini

adalah entitas dengan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang

dinyatakan dalam anggaran dasarnya. Pernyataan ini menggunakan istilah

yang cocok untuk entitas syariah yang berorientasi pada laba, termasuk

entitas bisnis syariah sektor publik.


PSAK 101 menyebutkan bahwa laporan keuangan yang lengkap suatu

entitas syariah terdiri dari tujuh komponen, yaitu, Laporan posisi

keuangan, Laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif, Laporan

perubahan ekuitas, Laporan arus kas, Laporan sumber dan penyaluran

dana zakat, Laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan, dan Catatan

atas laporan keuangan.

Menurut penelitian (Surbakti, 2018), saat ini penyajian laporan

keuangan oleh entitas syariah belum sepenuhnya mengikuti standar

akuntansi yang telah ditetapkan. Khususnya pada Lembaga Keuangan

Nonbank Syariah, misalnya asuransi syariah, koperasi syariah dan

lembaga keuangan lainnya sebagian besar belum menggunakan PSAK 101

yang mengatur tentang penyajian laporan keuangan entitas syariah, yang

menyebabkan banyaknya penyajian laporan keuangan mereka tidak sesuai

dengan PSAK 101. Sumber daya manusia bagian akuntansi yang tidak

memiliki pengetahuan dan pemahaman terhadap PSAK 101 dan

kurangnya sosialisasi tentang PSAK tersebut kepada entitas syariah

membuat penyajian laporan keuangan sebatas pengetahuan yang mereka

miliki.

Merujuk pada penelitian-penelitian terdahulu, terbukti bahwa masih

banyak ditemukan kelemahan dalam pencatatan hingga penyajian laporan

keuangan koperasi syariah. Penelitian yang dilakukan Bayu Lian Surbakti

tahun 2018 menunjukkan bahwa laporan keuangan yang dibuat Koperasi

Syariah BMT Masyarakat Madani Sumatera Utara belum sepenuhnya


menerapkan PSAK 101 karena tidak terdapat laporan sumber dan

penyaluran dana zakat juga laporan penggunaan dana kebajikan yang

semestinya laporan kedua tersebutlah menjadi titik perbedaan antara

laporan keuangan entitas syariah dan laporan keuangan konvesional.

Selanjutnya hasil penelitian yang dilakukan oleh (Putriningtyas &

Usnan, 2019) yang menunjukkan bahwa Masih adanya beberapa ketidak

sesuaian, selain disebabkan karena Baitul Maal Tamwil (BMT) Wanita

Mandiri saat ini dalam penyajian laporan keuangan standar pokoknya

masih mengacu pada SAK yang ditetapkan oleh kementerian koperasi

(SAK ETAP), juga disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan

eksternal sebagai berikut: Faktor internal, diantaranya kurangnya

pemahaman dan pengetahuan pengurus dan pengelola terkait dengan

laporan keuangan dan standar akuntansi untuk BMT, terbatasnya sumber

daya manusia yang dimiliki, belum dilaksanakannya Sistem Operasional

Perusahaan (SOP) secara 100%, dan kurangnya pengawasan dari pihak

internal BMT. Faktor eksternal, diantaranya minimnya sosialiasasi terkait

standar penyajian laporan keuangan BMT, kurangnya Sumber Daya

Manusia SDM dari Dinas Koperasi yang memiliki pengetahuan memadai

terkait penyajian laporan keuangan atau PSAK, dan belum adanya

lembaga atau wadah terkait jika terdapat pertanyaan mengenai PSAK.

Berdasarkan masalah tersebut, maka penulis tertarik untuk

mengangkat permasalahan terkait Penerapan Pernyataan Standar

Akuntansi Keuangan pada KSPPS BMT ITQAN. Hal itu didasari oleh
fenomena yang ada bahwa laporan keuangan yang disusun oleh entitas

tidak sepenuhnya berdasarkan standar dan prinsip akuntansi dalam

penyusunan laporan keuangan. Jika laporan keuangan yang disusun tidak

berdasarkan standar yang seharusnya maka penerapan peraturan yang sah

perlu diterapkan. Terlebih bahwa standar bagi akuntansi syariah

merupakan produk yang masih cukup baru bila dibandingkan dengan

akuntansi konvesional. Dengan demikian, pemahaman masyarakat tentang

akuntansi syariah masih minim jika dibandingkan dengan pemahaman

mengenai akuntansi kovensional. Melihat situasi tersebut, maka penelitian

ini akan membahas tentang “Penerapan Peraturan Standar Akuntansi

Keuangan (PSAK) 101 Pada Penyajian Laporan Keuangan Koperasi

Simpan Pinjam Dan Pembiayaan Syariah BMT ITQAN”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan

dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana penyajian laporan keuangan pada Koperasi

Simpan Pinjam Syariah BMT ITQAN.

2. Apakah penyajian laporan keuangan pada Koperasi Simpan

Pinjam Syariah BMT ITQAN telah sesuai dengan PSAK

101.

3. Bagaimana solusi apabila terdapat perbedaan penyajian

laporan keuangan KSPPS BMT ITQAN dengan PSAK 101.


1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam

penelitian ini sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui penyajian laporan keuangan pada

Koperasi Simpan Pinjam Syariah (KSPPS) BMT ITQAN.

2. Untuk mengetahui penerapan PSAK 101 pada penyajian

laporan keuangan di Koperasi Simpan Pinjam Syariah

(KSPPS) BMT ITQAN.

3. Untuk memberikan solusi kepada Koperasi Simpan Pinjam

Syariah (KSPPS) BMT ITQAN terkait penerapan PSAK 101

dalam penyajian laporan keuangan KSPPS BMT ITQAN.

1.4 Manfaat penelitian

Adapun manfaat yang dapat diambil dalam penelitian ini, sebagai

berikut:

1. Manfaat Teoritis

Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan pengetahuan

untuk memperdalam pemahaman tentang penerapan PSAK 101

dalam penyajian laporan keuangan syariah pada Koperasi Simpan

Pinjam Syariah (KSPPS) BMT ITQAN.

2. Manfaat Bagi Praktisi

Diharapkan penelitian ini dapat menjadi tambahan informasi

bagi penelitian selanjunya serta bahan masukan yang bermanfaat


bagi banyak pihak yang ingin mempelajari tentang penerapan

PSAK 101 penyajian laporan keuangan syariah dan tentunya

sebagai bahan referensi untuk penelitian yang serupa dengan

tetap mengikuti perkembangan PSAK yang lebih update dengan

keadaan masyarakat pada saat penelitian itu dilaksanakan serta

menambah bahan pustaka.


BAB 1I

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Landasan Teori

2.1.1. Laporan Keuangan

2.1.1.1. Pengertian Laporan Keuangan

Menurut Swiknyo dalam penelitian (FITRI, 2020) mengatakan

bahwa laporan keuangan merupakan hasil akhir dari proses akuntansi.

Sebagai hasil akhirdari proses akuntansi, laporan keuangan memberikan

informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan berbagai pihak

misalnya pemilik dan kreditor. Laporan keuangan yang utama terdiri dari

laporan laba/rugi, laporan perubahan modal dan neraca. Laporan

keuangan merupakan alat yang sangat penting untuk memperoleh

informasi sehubungan dengan posisi keuangan perusahaan yang

bersangkutan. Data keuangan tersebut akan lebih berarti bagi pihak-

pihak yangberkepentingan apabila data tersebut diperbandingkan untuk

dua periode atau lebih, dan dianalisis lebih lanjut sehingga dapat

diperoleh data yang akan dapat mendukungkeputusan yang diambil.

Pengertian laporan keuangan dijelaskan juga dalam Pernyataan

Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Per 2018, Laporan keuangan

adalah bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang

lengkap meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi

keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara), catatan dan


laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari

laporan keuangan.

2.1.1.2. Tujuan Laporan Keuangan

Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam PSAK No.1

(2009: 1.2) Tujuan pelaporan keuangan dibedakan menjadi 3 tujuan

dasar, yaitu tujuan dasar umum, tujuan dasar khusus, dan tujuan

tambahan. Tujuan umum: menyediakan informasi yang bermanfaat

untuk pengambilan keputusan. Tujuan khusus: memperkirakan prospek

arus kas, memahami kondisi keuangan perusahaan, memahami kinerja

perusahaan, memahami bagaimana kas diperoleh dan digunakan. Tujuan

tambahan: harus mampu menyediakan informasi yang memungkinkan

para manajer dan direktur perusahaan untuk mengambil keputusan sesuai

dengan kepentingan pemilik perusahaan.

2.1.1.3. Karakteristik Laporan Keuangan

Karakteristik kualitatif merupakan ciri khas yang membuat

informasi dalam laporan keuangan berguna bagi pengguna. Berikut

adalah empat karakteristik kualitatif pokok laporan keuangan menurut

(Ikatan Akuntan Indonesia, 2020) yaitu:

1. Dapat Dipahami

Kualitas penting informasi yang ditampung dalam laporan

keuangan adalah kemudahannya untuk segera dipahami oleh pengguna.


2. Relevan

Informasi memiliki kualitas relevan apabila dapat memengaruhi

keputusan eonomi pengguna dengan membantu mereka mengevaluasi

peristiwa masa lalu, masa kini, atau masa depan, menegaskan, atau

mengoreksi, hasil pengguna di masa lalu.

3. Keandalan

Informasi kualitas andal jika bebas dari pengertian yang

menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan penggunanya

sebagai penyajian yang tulus dan jujur dari yang seharusnya disajikan

atau yang secara wajar diharapkan disajikan.

4. Dapat Dibandingkan

Penggunana harus membandingkan laporan keuangan perusahaan

antar periode untuk mengidentifikasi kecenderungan (tren) posisi dan

kinerja keuangan perushaan.

2.1.2. Peraturan Standar Akuntansi Keuangan 101

Menurut DSAK-PSAK No.101 dalam penelitian (Nazhifah et

al., 2020) mengatkan bahwa Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan

(PSAK) No 101 adalah Pernyataan yang menetapkan dasar penyajian

laporan keuangan untuk entitas syariah yang selanjutnya disebut

“laporan keuangan”. Pernyataan ini bertujuan agar dapat

dibandingkan, baik laporan keuangan sebelumnya maupun dengan

laporan keuangan entitas syariah lain. Pernyataan ini mengatur


pesyaratan penyajian laporan keuangan, struktur laporan keuangan,

dan penyusunan laporan keuangan.

Berdsarkan Ikatan Akuntan Indonesia dalam jurnal (Aprilia &

Pravitasari, 2022) menyatakan bahwa Pernyataan Standar Akuntansi

Keuangan 101 ialah Laporan keuangan syariah atau yang sering

disingkat dengan PSAK 101 yang di dalamnya mencantumkan tujuan

serta dasar laporan keuangan yang tersaji bagi suatu institusi syariah.

Panduan mengenai penyajian, struktur, serta persyaratan minimal isi

laporan keuangan pada perusahaan syariah sehubungan aktivitas dan

transaksi yang dilakukan telah diuraikan dalam pernyataan ini.

Dalam penelitian (Juwita, 2019) Dwi Martani, Dkk, dalam

bukunya yang berjudul Akuntansi Keuangan Menengah Berbasis

PSAK, hal 15 menyatakan bahwa Pernyataan Standar Akuntansi

Keuangan (PSAK) berisikan pedoman untuk penyusunan laporan,

pengaturan transaksi atau kejadian, dan komponen tertentu dalam

laporan keuangan. Pengaturan terkait laporan keuangan secara umum

berisikan defenisi, pengakuan, pengukuran, penyajian, dan

pengakuan.

2.1.3. Koperasi

2.1.3.1. Pengertian Koperasi

Menurut Ninik Widiyanti dan Y. W. Sunindhia dalam

penelitian (Syamsiyah et al., 2019), koperasi berasal dari perkataan co


dan operation, yang mengandung arti kerja sama untuk mencapai

tujuan. Koperasi adalah suatu perkumpulan yang beranggotakan

orang-orang atau badan-badan, yang memberikan kebebasan masuk

dan keluar sebagai anggota, dengan bekerja sama secara kekeluargaan

menjalankan usaha, untuk mempertinggi kesejahteraan jasmaniah

para anggotanya.

Sedangkan menurut UUD No.17 tahun 2012 tentangpokok-

pokok dan prinsip perkoperasian, koperasi adalah badan hukum yang

didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum koperasi

kekayaan anggotanya dipisahkan dari modal untuk menjalankan

usaha yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang

ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip koperasi

(Hasbi & Widayanti, 2021).

2.1.3.2. Tujuan Koperasi

Dalam Undang-Undang No. 25/1992 tentang Perkoperasian

pasal 3 disebutkan bahwa koperasi bertujuan memajukan

kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada

umumnya, serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional,

dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur

berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.(Sattar,

2018) Berdasarkan bunyi pasal 3 UU No. 25/1992 itu, dapat

disaksikan bahwa tujuan Koperasi Indonesia dalam garis besarnya

meliputi tiga hal sebagai berikut :


a. Untuk memajukan kesejahteraan anggotanya

b. Untuk memajukan kesejahteraan masyarakat

c. Turut serta membangun tatanan perekonomian nasional

2.1.3.3. Jenis-jenis Koperasi

Menurut (Burhan Zakaria, 2022) Jenis – Jenis Koperasi diatur

dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang

Perkoperasian yang mana menyebutkan bahwa jenis koperasi

didasarkan pada kesamaan kegiatan dan kepentingan ekonomi

anggotanya. Dengan demikian, sebelum kita mendirikan koperasi

harus metentukan secara jelas keanggotaan dan kegiatan usaha. Dasar

untuk menentukan jenis koperasi adalah kesamaan aktivitas,

kepentingan dan kebutuhan ekonomi anggotanya. Beberapa jenis

koperasi menurut ketentuan undang-undang sebagai berikut:

1. Koperasi Simpan Pinjam adalah koperasi yang beranggotakan

masyarakat baik selaku konsumen maupun produsen barang. Usaha

koperasi jenis ini adalah menyelenggarakan fungsi penghimpun dana

dan menyediakan pinjaman/modal untuk kepentingan anggota, baik

selaku konsumen maupun produsen. Koperasi ini dapat dianggap pula

sebagai koperasi jasa.

2. Koperasi Konsumen adalah koperasi yang beranggotakan para

konsumen atau pemakai barang kebutuhan sehari-hari. Usaha

koperasi jenis ini adalah menyelenggarakan fungsi penyedia barang-


barang keperluan sehari-hari untuk kepentingan anggota dan

masyarakat selaku konsumen.

3. Koperasi Konsumen adalah koperasi yang beranggotakan para

konsumen atau pemakai barang kebutuhan sehari-hari. Usaha

koperasi jenis ini adalah menyelenggarakan fungsi penyedia barang-

barang keperluan sehari-hari untuk kepentingan anggota dan

masyarakat selaku konsumen.

4. Koperasi Pemasaran adalah koperasi yang beranggotakan para

pemasok barang hasil produksi. Usaha koperasi jenis ini adalah

menyelenggarakan fungsi pemasaran/distribusi barang yang

dihasilkan/diproduksi oleh anggota.

5. Koperasi Jasa adalah koperasi yang menyelenggarakan fungsi

pelayanan jasa tertentu untuk kepentingan anggota, misalnya jasa

asuransi, angkutan, audit, pendidikan dan pelatihan, dan sebagainya.

2.1.3.4. Fungsi Koperasi

Menurut (Alderson, J. Charles & Wall, 2021) dalam Undang-

Undang RI No.25 Tahun 1992 Pasal 4 dijelaskan bahwa fungsi

koperasi sebagai berikut:

a. Membangun dan mengembangkan potensi kemampuan

ekonomi anggota pada khususnya serta masyarakat pada umumnya

untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi social.


b. Berperan secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas

kehidupan manusia dan masyarakat.

c. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan

dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai

acuannya.

d. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan

perekonomian nasional, yang usahanya berdasarkan atas asas

kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.

2.1.3.5. Prinsip-prinsip Koperasi

Menurut (Arifin Sitio; Halomoan Tamba, 2018) Di dalam

Undang-Undang RI No 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian

disebutkan pada pasal 5 bahwa dalam pelaksanaannya, sebuah

koperasi harus melaksanakan prinsip koperasi. Berikut ini bebrapa

prinsip koperasi yaitu:

1. Keanggotaan Bersifat Sukarela Dan Terbuka.

Bersifat sukarela adalah seseorang harus sukarela menjadi

anggota koperasi (tidak ada paksaan). Bahkan tidak hanya untuk

menjadi anggota saja, untuk keluar dari keanggotaan koperasi juga

harus sukarela berdasarkan keinginan sendiri. Sementara maksud dari

bersifat terbuka adalah tidak ada diskriminasi antar anggota koperasi.

Semua anggota koperasi harus diperlakukan sama.

2. Pengelolaan Secara Demokratis.


Disini koperasi dalam pengelolaannya harus dilakukan atas

kehendak dan keputusan para anggota. Disini, anggota koperasi

memegang dan melaksanakan kekuasaan tertinggi dalam koperasi.

3. Pembagian Sisa Hasil Usaha Dilakukan Secara Adil

Sebanding Dengan Besarnya Jasa Usaha Masing-Masing

Anggota.

Pengertian dari prinsip ini adalah untuk mewujudkan nilai

kekeluargaan dan keadilan, maka pembagian sisa hasil usaha kepada

anggota berdasarkan perimbangan jasa usaha anggota koperasi, tidak

semata-mata berdasarkan modal yang dimiliki seseorang dalam

koperasi. Jadi, pembagian SHU tidak hanya berdasarkan modal

melain kan juga berdasarkan jasa usaha setiap anggota koperasi.

4. Pembagian Balas Jasa Yang Terbatas Terhadap Modal.

Modal dalam suatu koperasi dipergunakan untuk kemanfaatan

anggota, bukan sekedar mencari keuntungan. Oleh karena itu balas

jasa terhadap modal yang diberikan kepada para anggota juga terbatas,

dan tidak didasarkan pada besarnya modal yang diberikan. Adapun

yang dimaksud secara terbatas yaitu wajar (tidak melebihi suku bunga

yang berlaku di pasar).

5. Kemandirian.

Mandiri artinya suatu koperasi harus berdiri sendiri tanpa

bergantung pada pihak lain yang didasarkan atas kepercayaan kepada

pertimbangan, keputusan, kemampuan, dan usaha sendiri. Dalam


kemandirian terkandung pula pengertian kebebasan yang bertanggung

jawab, otonomi, swadaya, berani mempertanggungjawabkan

perbuatan sendiri, dan kehendak untuk mengelola diri sendiri.

Selain kelima prinsip di atas, terdapat prinsip lainnya yang

diterapkan dalam koperasi untuk mengembangkan diri, yaitu prinsip

pendidikan perkoperasian dan kerja sama antar koperasi. Pendidikan

perkoperasian baik untuk pengurus, pengawas mapupun anggota

koperasi diharapkan dapat meningkatkan kemampuan, memperluas

wawasan anggota, dan memperkuat solidaritas dalam mewujudkan

tujuan koperasi yang pada akhirnya dapat mensejahterakan anggota

koperasi.

2.1.4. Koperasi Syariah

2.1.4.1 Pengertian Koperasi Syariah

Menurut Buchori dalam penelitian (Syamsiyah et al., 2019),

Koperasi Syariah ataupun Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS)

ialah salah satu aksi ekonomi yang penyelenggaraannya berdasarkan

prinsip koperasi yang berdasar kekeluargaan dan mempraktikkan

prinsip syariah. Koperasi Pelayanan Keuangan Syariah merupakan

upaya ekonomi serta keuangan yang tertata dengan cara

demokratis, afdal, berkelakuan sosial serta kebebasan partisipatif

yang aktivitas operasionalnya berdasarkan prinsip-prinsip etika

akhlak yang dijalani sesuai dengan anutan agama Islam.


2.1.4.2 Tujuan dan Fungsi Koperasi Syariah

Menurut (Nanang Sobarna, 2021) koperasi Syariah memiliki

tujuan untuk membantu meningkatkan kesejahteraan bagi anggota

dan masyarakat umum serta turut berperan dalam membangun tatanan

ekonomi bangsa yang berlandsakan keadilan serta prinsip-prinsip

syariah. Sementara itu dapat diuraikan fungsifungsi koperasi syariah

sebagai berikut:

1. Koperasi Syariah memiliki fungsi dalam mengembangkan potensi

dan kemampuan anggota serta masyarakat guna meningkatkan

kesejahteraan soaial ekonomi;

2. Menguatkan dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia

anggota, agar lebih amanah, profesional serta konsisten dalam

menerapkan prinsip-prinsip syariah dalam aktivitas ekonomi;

3. Mengmbangkan dan berusaha mewujudkan ekonomi nasional

berdasarkan azas kekeluarganaan serta demokrasi ekonomi;

4. Menjadi manajer investasi, dengan berperan menghimpun dana dari

masyarakat dalam bentuk simpanan yang kemudian di investasikan

oleh koperasi dalam bentuk investasi riil atau dalam bentuk

penyaluran pembiayaan.

5. Koperasi Syariah juga berfungsi sebagai investor dalam artian

Koperasi Syariah membiayaan dari usaha yang dimiliki oleh anggota

dengan prinsip bagi hasil, jual beli atau sewa sehingga usaha-usaha

yang dilakukan oleh anggota menjadi produktif;


6. Memiliki fungsi sosial, yaitu Koperasi Syariah memiliki

kewenangan dalam menghimpun dana zakat, infaq/ sedekah dan

wakaf yang kemudian disalurkan kepada orang-orang yang berhak

menerimanya.

2.1.4.3 Prinsip Koperasi Syariah

Koperasi Syariah memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Keanggotan dalam Koperasi Syariah bersifat sukarela dan terbuka.

2. Pengambilan Keputusan dalam Koperasi Syariah dilakukan secara

musyawarah serta dilaksanakan secara konsisten (istiqomah).

3. Pengelolaan Koperasi syariah dilakukan secara transparan dan

profesional.

4. Pembagian sisa hasil usaha / SHU Koperasi syariah pada dilakukan

secara adil, sesuai dengan kontribusi masing-masing anggota.

5. Memegang teguh prinsip Jujur, amanah dan mandiri.

2.1.5 Baitul Maal Tanwil

2.1.5.1 Pengertian Baitul Maal Tanwil

Menurut Hamzah dalam buku Keuangan Islam Prinsip

Operasional Lembaga Keuangan, halaman 109 pada penelitian (Belia,

2022) mengatakan bahwa Baitul Maal wat-Tamwil (BMT) adalah

sebuah lembaga yang berkembang di Indonesia dan dikelola oleh

swasta atau masyarakat. Secara bahasa, baitul maal wat-tamwil

berasal dari bahasa Arab yang redaksi terdiri atas kata: bait (rumah),
maal (harta), wa (dan), at-tamwil (pengelolaan). Dalam Kamus Arab-

Indonesia, maalun diartikan juga dengan doyan. Pandangan

etimologis tentang maalun mengandung arti bahwa manusia memiliki

kecenderungan begitu kuat terhadap harta sehingga laksana makanan

yang sangat disenangi manusia. Secara etimologis, bait maal wa at-

tamwil dapat diartikan tempat atau media pengelolaan keuangan.

Secara istilah pengertian Baitul Maal Tamwil dapat berarti

beragam. Menurut Nurul Huda dalam buku berjudul Lembaga

Keuangan Islam Tinjauan Teoretis dan Praktis, hlm 363, Baitul Maal

wa Tamwil merupakan suatu lembaga yang terdiri dari dua istilah,

yaitu baitulmaal dan bait ul tamwil. Baitulmaal lebih mengarah pada

usaha-usaha pengumpulan dan penyaluran dana yang nonprofit,

seperti: zakat, infaq, dan sedekah. Adapun baitul tamwil sebagai

usaha pengumpulan dan penyaluran dana komersial.

Pada BMT, laporan keuangan dibuat dengan tujuan

memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja dan arus kas

BMT yang bermanfaat bagi manajemen dalam rangka membuat

perencanaan, pengukuran kinerja, dan sebagai acuan pengambilan

keputusan strategis. Laporan keuangan juga disampaikan dalam Rapat

Anggota Tahunan (RAT) sebagai pertanggungjawaban manajemen

atas penggunaan dana terhadap para anggota.

2.1.5.2 Fungsi Baitul Maal Tanwil

BMT memiliki beberapa fungsi, yaitu:


1) Penghimpun dan Penyalur Dana

Dengan menyimpan dana di BMT, uang tersebut dapat

ditingkatkan utilitasnya. Sehingga timbul unit surplus (pihak yang

memiliki dana berlebih) dan unit defisit (pihak yang kekurangan

dana).

2) Pencipta dan Pemberi

Likuiditas BMT dapat menciptakan alat pembayaran yang sah yang

mampu memberikan kemampuan untuk memenuhi kewajiban suatu

lembaga atau perorangan.

3) Sumber Pendapatan

BMT dapat menciptakan lapangan kerja dan memberi pendapatan

kepada para pegawainya.

4) Pemberi Informasi

BMT memberikan informasi kepada masyarakat mengenai risiko,

keuntungan dan peluang yang ada pada lembaga tersebut.

5) Sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah

BMT sebagai lembaga keuangan mikro syariah dapat memberikan

pembiayaan bagi usaha kecil, mikro menengah dan juga koperasi

dengan kelebihan tidak meminta jaminan yang memberatkan bagi

usaha kecil, mikro, menengah dan koperasi tersebut.

Menurut Nur Rianto, dalam perekonomian Baitul Maal wa Tamwil

(BMT) harus mampu berfungsi sebagai:


1) Mengidentifikasi, memobilisasi, mengorganisasi, mendorong dan

mengembangkan potensi serta kemampuan potensi ekonomi anggota,

kelompok anggota muamalat (pokusma) dan daerah kerjanya.

2) Meningkatkan kualitas SDM anggota dan pokusma menjadi lebih

profesional dan islami sehingga semakin utuh dan tangguh dalam

menghadapi persaingan global.

3) Menggalang dan memobilisasi potensi masyarakat dalam rangka

meningkatkan kesejahteraan anggota

4) Menjadi perantara keuangan (financial intermediary), antara agniya

sebagai shahibul maal dan dhuafa sebagai mudharib, terutama untuk

dana-dana sosial seperti zakat, infak, sedekah, wakaf, hibah.

5) Menjadi perantara keuangan (financial intermediary), antara

pemilik dana (shahibul maal), baik sebagai pemodal maupun

penyimpan dengan pengguna dana (mudharib) untuk pengembangan

usaha produktif.

2.1.5.3 Peran Baitul Maal wa Tamwil

1) Menjauhkan masyarakat dari praktik ekonomi yang bersifat

non islam. Aktif melakukan sosialisasi di tengah masyarakat tentang

arti penting sistem ekonomi islam. Hal ini bisa dilakukan dengan

pelatihan-pelatihan mengenai cara-cara bertransaksi yang islami,

misalnya supaya ada bukti dalam transaksi, dilarang curang dalam

menimbang barang, jujur terhadap konsumen dan sebagainya.


2) Melakukan pembinaan dan pendanaan usaha kecil. BMT harus

bersikap aktif menjalankan fungsi sebagai lembaga keuangan mikro,

misalnya dengan jalan pendampingan, pembinaan, penyuluhan dan

pengawasan terhadap usaha-usaha nasabah.

3) Melepaskan ketergantungan pada rentenir, masyarakat yang

masih tergantung rentenir disebabkan rentenir mampu memenuhi

keinginan masyarakat dalam memenuhi dana dengan segera. Maka

BMT harus mampu melayani masyarakat lebih baik, misalnya selalu

tersedia dana setiap saat, birokrasi yang sederhana, dan lain

sebagainya.

4) Menjaga keadilan ekonomi masyarakat dengan distribusi yang

merata. Fungsi BMT langsung berhadapan dengan masyarakat yang

kompleks dituntut harus pandai bersikap, oleh karena itu langkah-

langkah untuk melakukan evaluasi dalam rangka pemetaan skala

prioritas yang harus diperhatikan, misalnya dalam masalah

pembiayaan, BMT harus memperhatikan kelayakan nasabah dalam

hal golongan nasabah dan juga jenis pembiayaan yang dilakukan.

Selain itu peran BMT di masyarakat, adalah :

1) Motor penggerak ekonomi dan sosial masyarakat banyak;

2) Ujung tombak pelaksanaan sistem ekonomi islam;

3) Penghubung antara kaum aghnia (kaya) dan kaum dhu’afa

(miskin);
4) Sarana pendidikan informal untuk mewujudkan prinsip hidup yang

barakah, ahsanu’amala, dan salaam melalui spiritual communication

dengan dzikir qalbiyah ilahiah.

2.1.5.4 Prinsip Operasional Baitul Maal wa Tamwil

Terdapat beberapa prinsip operasional Baitul Maal wa

Tamwil, yaitu sebagai berikut:

1) Prinsip bagi hasil Prinsip ini maksudnya, ada pembagian hasil dari

pemberi pinjaman dengan BMT, yakni dengan konsep mudharabah.

2) Sistem balas Jasa Sistem ini merupakan suatu tata cara jual beli

yang dalam pelaksanaannya BMT mengangkat nasabah sebagai agen

yang diberi kuasa melakukan pembeli barang atas nama BMT, dan

kemudian bertindak sebagai penjual, dengan menjual barang yang

telah dibelinya dengan ditambah mark up. Keuntungan BMT nantinya

akan dibagi kepada penyedia dana. Sistem balas jasa yang dipakai

antara lain berprinsip pada bai’ al- murobahah.

3) Sistem profit Sistem yang sering disebut sebgai pembiayaan

kebijakan ini merupakan pelayanan yang bersifat sosial dan non-

komersial. Nasabah cukup mengembalikan pokok pinjamannya saja.

4) Akad bersyarikat Akad bersyarikat adalah kerja sama antara dua

pihak atau lebih dan masing-masing pihak mengikutsertakan modal

(dalam berbagai bentuk) dengan perjanjian asing pembagian

keuntungan/ kerugian yang disepakati. Konsep yanag digunakan yaitu

musyarakah dan mudharabah.


5) Produk Pembiayaan Penyediaan uang dan tagihan berdasarkan

persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam diantara BMT

dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi

utangnya beserta bagi hasil setelah jangka waktu tertentu.

Adapun prinsip operasional Baitul Maal wa Tamwil menurut

Mardani berdasarkan prinsip syariah. Yang dimaksud dengan prinsip

syariah, yaitu:

a) Terhindar dari maisir (perjudian)

b) Terhindar dari gharar (penipuan)

c) Terhindar dari risywah (suap)

d) Terhidar dari riba (bunga)

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu penting digunakan sebagai dasar pijakan

dalam rangka penyusunan penelitian ini, dan selain untuk mengetahui

hasil yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Peneliti

mengutip hasil penelitian dari peneliti sebelumnya yang terkait

dengan penerapan PSAK 101 pada penyajian laporan keuangan antara

lain sebagai berikut:


Tabel 2. 1 Penelitian Terdahulu

Peneliti (tahun
No terbit) Judul Hasil Persamaan Perbedaan
1 Siti Safaroh Analisis Sebagian penyajian Persamaannya adalah Perbedaannya adalah
(2022) Penerapan laporan keuangan di aturan yang menjadi acuan hanya pada jenis laporan
Pernyataan KSPPS BMT Bismillah dalam penelitian mengenai keuangan apa saja yang
Standar Sukorejo dan KSPPS penyajian laporan disajikan koperasi.
Akuntansi BMT NU Sejahtera menggunakan peraturan
Keuangan Weleri belum sesuai yang sama yaitu PSAK
(Psak) 101 Pada dengan PSAK 101 101.
Laporan karena masih ada
Keuangan komponen-koponen yang
Koperasi belum disajikan. Dari
Syariah (Studi laporan keuangan KSPPS
Kasus Pada BMT Bismillah Sukorejo
Kspps Bmt Di hanya menyajikan
Kendal (Kspps laporan keuangan neraca,
Bmt Bismillah laporan laba rugi dan
Sukorejo laporan zis, dan KSPPS
Kendal Dan BMT NU Sejahtera
Kspps Bmt Nu Weleri hanya menyajikan
Sejahtera laporan neraca, laporan
Weleri Kendal) laba rugi dan cash flow.
Hal ini disebabkan
adanya faktor internal
dan eksternal. Dengan
penelitian ini diharapkan
KSPPS BMT Bismillah
Sukorejo dan KSPPS
BMT NU Sejahtera
melengkapi laporan
keuangan yang sesuai
dengan PSAK 101.
2 Naurah Nazhifah, Analisis BMT Al-Bina dalam Persamaannya adalah
Iwan Wisandani Implementasi menyajikan laporan koperasi yang menjadi
dan Lina Marlina Psak 101 Pada keuangannya belum objek penelitian belum
(2020) Laporan sepenuhnya menerapkan menerapkan secara
Keuangan di PSAK No.101, sempurna penyajian
Kspps BMT Al- dikarenakan (1) tidak laporan keuangan
Bina menyajikan laporan arus berdasarkan PSAK 101.
Tasikmalaya kas, (2) tidak menyajikan
laporan sumber dan
penyaluran dana zakat
(3) tidak menyajikan
laporan sumber dan
penggunaan dana
kebajikan (4) tidak
menyajikan catatan atas
laporan keuangan (5)
tidak menyajikan
informasi penyusunan
laporan keuangan dan
kebijakan akuntansi yang
disyaratkan pada PSAK
No 101.
3 Putri, Rahman Penerapan Psak ketentuan penyajian
Ambo Masse, 101 Pada laporan keuangan di
dan Rusnaena Koperasi KSPPS Bakti Huria
(2022) Simpan Pinjam Syariah K.C Parepare
Pemb Iayaan belum sepenuhnya sesuai
Syariah Bakti dengan PSAK 101 hal ini
Huria Syariah dikarenakan KSPPS
K.C. Parepare Bakti Huria Syariah K.C
Parepare hanya mencatat
3 komponen Laporan
keuangan yaitu Neraca,
Laba Rugi, dan Cash
Flow. Adapun penerapan
PSAK 101 telah sesuai
dengan prinsip
pertanggungjawaban
karena data yang
disajikan bersifat konkrit
dan nyata. Namun belum
sepenuhnya sesuai
dengan prinsip keadilan
dan kebenaran
dikarenakan masih
digabungkannya laporan
keuangan koperasi/bisnis
(Baitul Tanwil) dengan
laporan keuangan sosial
(Baitul Mall).
16
4 Frida Amelia, Analisis Hasil dari penelitian ini
Marzuki Penyajian Psak menggambarkan bahwa
Rahmad, dan 101 Pada PT. BPRS Mentari
Muhammad Deni Laporan Pasaman Saiyo belum
Putra (2020) Keuangan Pt. sepenuhnya menyajikan
BPRS Mentari PSAK 101 pada laporan
Pasaman Saiyo keuangannya,
dikarenakan PT. BPRS
Mentari Pasaman Saiyo
dalam menyajian laporan
keuangannya masih
terdapat perbedaan
penyajian antara laporan
keuangan PT. BPRS
Mentari Pasaman Saiyo
dengan PSAK 101
tentang Penyajin Laporan
Keuangan Syariah
seperti, PT. BPRS
Mentari Pasaman Saiyo
belum menyajikan
pendapatan margin
murabahah dalam laporan
posisi keuangan maupun
dalam catatatan atas
laporan keuangannya
namum bisa kita temui
dalam laporan Neraca
Harian yang seharusnya
PT. BPRS menyajikannya
dalam Laporan Posisi
Keuangan. Dengan
penelitian ini, diharapkan
PT. BPRS Mentari
Pasaman Saiyo
mennyajian laporan
keuangan yang sesuai
dengan PSAK 101
tentang Penyajian
Laporan Keuangan
Syariah.
5 Bayu Lian Analisis Laporan Keuangan
Surbakti (2018) Penerapan Psak Koperasi Syariah BMT
101 Pada Masyarakat Madani
Penyajian Sumut sudah menyajikan
Laporan laporan keuangannya
Keuangan (Studi dengan benar
Kasus: Koperasi sebagaimana yang
Syariah Bmt disyaratkan dalam PSAK
Masyarakat 101 dan dalam Peraturan
Madani Sumut) Menteri Koperasi Usaha
Kecil Menengah
Republik Indonesia
tentang penyajian laporan
keuangan. Namun, jika
dilihat pada laporan
keuangan Koperasi
Syariah BMT Masyarakat
Madani Sumatera Utara
dengan keseluruhan,
maka tidak terdapat
Laporan Sumber dan
Penyaluran Dana Zakat
juga Laporan Sumber dan
Penggunaan Dana
Kebajikan yang
semestinya kedua laporan
tersebutlah yang menjadi
titik perbedaan antara
laporan keuangan entitas
syariah dan laporan
keuangan konvensional.
Dengan penelitian ini
diharapkan Koperasi
Syariah BMT Masyarakat
Madani Sumut
melengkapi laporan
keuangan yang sesuai
dengan PSAK 101.
2.3 Kerangka Pemikiran

Koperasi Simpan Pinjam dan


Pembiayaan BMT ITQAN

Laporan Keuangan Koperasi


Simpan Pinjam dan
Pembiayaan BMT ITQAN

Laporan Laporan Laporan Laporan Sumber


Catatan atas
Laporan Laporan Sumber dan laporan
Posisi Perubahan dan Penggunaan
Keuangan Laba Rugi Arus Kas Penggunaan Dana Kebajikan keuangan
Ekuitas Dana Zakat
Perbanding
an

Kesesuaian Laporan Keuangan


Koperasi Simpan Pinjam dan
Pembiayaan BMT ITQAN
BAB III
OBJEK DAN METODELOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Peneliltian ini merupakan jenis penelitian kualitatif. Menurut

(Sugiyono, 2016) jenis-jenis metode penelitian dapat di klasifikasikan

berdasarkan penelitian dasar (basic research), penelitian terapan (applied

research), dan penelitian pengembangan (research and development).

Selanjutkan berdasarkan tingkat kealamiahan, metode penelitian dapat

dikelompokan menjadi metode penelitian eksperiment, survey, dan

naturalistik. Untuk metode kualitatif termasuk dalam metode naturali stik

karena sifatnya yang alamiah.

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan penemuan-

penemuan yang tidak dapat dicapai dengan menggunakan prosedur

statistik atau dengan cara-cara kuantitatif. Menurut Moleong dalam

(Nurahmah, 2020),penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud

untuk memahai penomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian

misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara

holistik, dan dengan suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan

memanfaatkan berbagai metode ilmiah. Lebih lanjut (Sugiyono, 2016)

menyampaikan bahwa metode penelitian kuantitatif adalah metode

penelitian yang berlandaskan pada filsafat post positivisme, digunakan

untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, dimana peneliti adalah

instrumen kunci, teknik pengumpulan data secara triangulasi (gabungan),


analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih

menekankan makna dari pada generalisasi.

Pendekatan yang digunakan adalah studi kasus dan deskriptif. Studi

kasus merupakan penelitian yang rinci mengenai suatu objek tertentu

selama kurun waktu tertentu serta deskriptif atau melukiskan keadaan

objek pada saat sekarang ini berdasarkan pada fakta-fakta yang ada. Studi

kasus yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penelitian mengenai

penyajian laporan keuangan koperasi syariah lalu membandingkan dengan

penyajian laporan keuangan syariah berdasarkan pernyataan standar

akuntansi keuanagan no 101 tentang penyajian laporan keuangan syariah.

3.2 Unit Penelitian

Unit atau lokasi penelitian ini adalah Jalan Pasirlayung Barat No 119

Padasuka, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten bandung Jawa Barat.

Koperasi ini merupakan Lembaga Keuangan berbasis syariah yang

memiliki produk dan jasa berupa simpanan, pembiayaan, mobile banking

dan produk jasa lainnya. Maka dari itu objek penelitian ini merupakan

penyajian laporan keuangan syariah. Peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian di KSPPS BMT ITQAN dan bermaksud untuk menerapkan

peraturan terbaru terhadap penyajian laporan keuangan di Koperasi

tersebut.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

3.3 1 Observasi
Metode observasi merupakan sebuah teknik pengumpulan

data yang mengharuskan peneliti turun ke lapangan mengamati hal-

hal yang berkaitan dengan ruang, tempat, pelaku, kegiatan, benda-

benda, waktu, peristiwa, tujuan, dan perasaan. Metode observasi

merupakan cara yang paling baik untuk mengawasi subjek penelitian

setiap perilaku lingkungan, ruang, waktu, dan keadaan tertentu.

(Sugiyono, 2016 : 145) menambahkan, teknik pengumpulan data

dengan observasi digunakan bila penelitian berkenaan dengan

perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam, dan bila responden

yang diamati tidak terlalu besar.

Menurut (Sugiyono, 2016) observasi dapat dibedakan

menjadi participant observation (observasi berperan serta) dan non

participant observation, selanjutnya dari segi instrumentasi yang

digunakan, maka observasi dapat dibedakan menjadi observasi

terstruktur dan tidak terstruktur.

3.3 2 Wawancara

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data

apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk

menemukan permasalah yang harusditeliti (Sugiyono, 2016 : 137).

Sutrisno Hadi (1986) mengemukakan bahwa anggapan yang perlu di

pegang oleh peneliti dalam menggunakan metode wawancara

(interview) adalah sebagai berikut:

a. Bahwa subjek (responden) adalah orang yang paling tahu


tentang dirinya sendiri.

b. Bahwa apa yang dinyatakan oleh subjek kepada peneliti

adalah benar dan dapat dipercaya.

c. Bahwa interpretasi subjek tentang pertanyaan-pertanyaan

yang diajukan peneliti kepadanya adalah sama dengan apa

yang dimaksudkan oleh peneliti.

3.3 3 Permintaan Laporan Keuangan

Metode ini dilakukan oleh peneliti dengan cara

permohonan akses data laporan keuangan, yang kemudian data

tersebut digunakan untuk mengetahui dengan detail permasalahan

yang sedang di teliti.

3.4 Teknik Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

analisis kualitatif. Analisis kualitatif merupakan metode analisis data

berdasarkan hasil temuan-temuan yang diperoleh melalui prosedur

statistik atau bentuk hitungan lainnya.

Miles and Huberman (1984) dalam (Sugiyono, 2016 : 246)

mengungkapkan, aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan

secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas,

sehingga datanya sudahjenuh. Aktivitas dalam analisis data, yaitu data

reduction, data display, dan conclution drawing/verification.

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan studi


kasus yang mana analisis data dalam penelitian ini dimulai dari tahap

pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan

kesimpulan.

3.4 1 Tahap Pengumpulan Data

Tahap pertama yang dilakukan adalah pengumpulan data.

Data yang dimaksud ini berupa data-data terkait dengan kebijakan

penyajian laporan keuangan syariah, hasil wawancara dan observasi,

laporan keuangan, dll. Data-data tersebut adalah data yang harus

dikumpulkan untuk diteliti.

3.4 2 Reduksi Data

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang

pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan

polanya (Sugiyono, 2016 : 247). Tahap kedua yang dilakukan setelah

pengumpulan data adalah mereduksi data. Dalam hal ini peneliti akan

memfokuskan pada hal-hal pokok yang terkait dengan penelitian ini.

Merangkum, mengambil data yang pokok dan penting, membuat

kategorisasi berdasarkan huruf besar, kecil, dan angka dari data yang

sudah terkumpul di tahap pertama.

3.4 3 Penyajian Data

Miles and Huberman membatasi suatu penyajian sebagai

sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya

penarikan kesimpulan atau pengambilan tindakan. Dalam penelitian

kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat,


bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan sejenisnya.

Dalam hal ini Miles and Huberman (1984) menyatakan bahwa yang paling

sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah

dengan teks yang bersifat naratif.


DAFTAR PUSTAKA

Alderson, J. Charles & Wall, D. (2021). Departemen Koperasi Indonesia, UU

RI no 25 tahun 1992 tentang koperasi. Jurnal Pendidikan Dan Ekonomi

(JUPEK), 19(25), 709–715. https://doi.org/10.20595/jjbf.19.0_3

Aprilia, A. S., & Pravitasari, D. (2022). Penerapan PSAK No . 101 Tentang

Penyajian Laporan Keuangan Syariah Pada Kopontren Al- Barkah

Wonodadi Blitar. 2(101).

Arifin Sitio; Halomoan Tamba. (2018). Buku Koperasi dan Praktik.

Belia, E. M. (2022). ANALISIS KELAYAKAN NASABAH DALAM

PENYALURAN PEMBIAYAAN MURABAHAH DI KSPPS BMT

SAHABAT KITA SEMUA.

Burhan Zakaria. (2022). Pengaruh Ukuran Koperasi, Jenis Koperasi Dan

Pengalaman Kepengurusan Koperasi Terhadap Sistem Pengendalian

Intern. Jurnal Pendidikan Dan Ekonomi (JUPEK), 3(2), 1–15.

https://doi.org/10.5281/zenodo.6955764

FITRI, D. H. (2020). Keuangan Koperasi Syariah Murni Amanah.

Ikatan Akuntan Indonesia. (2020). Draft Eksposur Sak. Iai, 271.

Juwita, N. (2019). Analisis Penerapan PSAK 1 tentang Penyajian Laporan

Keuangan (Studi Kasus pada PT. Global Sawit Semesta, Kec. Danau

Paris, Kab. Aceh Singkil). Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, 53.

http://repository.uinsu.ac.id/id/eprint/7511

Nazhifah, N., Wisandani, I., Marlina, L., Studi, P., Syariah, E., Siliwangi, U.,
Studi, P., Syariah, E., Siliwangi, U., Wisandani, I., Studi, P., Syariah, E.,

& Siliwangi, U. (2020). ANALISIS IMPLEMENTASI PSAK 101 PADA

LAPORAN KEUANGAN DI KSPPS BMT AL-BINA TASIKMALAYA.

5(1), 42–58.

Putriningtyas, P., & Usnan, U. (2019). Akuntabilitas Bmt: Analisis

Berdasarkan Implementasi Psak 101 Pada Penyajian Laporan Keuangan.

Al-Masharif: Jurnal Ilmu Ekonomi Dan Keislaman, 7(1), 17–36.

Safaroh, S. (2022). ANALISIS PENERAPAN PERNYATAAN STANDAR

AKUNTANSI KEUANGAN (PSAK) 101 PADA LAPORAN KEUANGAN

KOPERASI SYARIAH (STUDI KASUS PADA KSPPS BMT DI KENDAL

(KSPPS BMT BISMILLAH SUKOREJO KENDAL DAN KSPPS BMT

NU SEJAHTERA WELERI KENDAL).

Sattar. (2018). BUKU EKONOMI KOPERASI INDONESIA (p. 56).

Surbakti, B. L. (2018). ANALISIS PENERAPAN PSAK 101 PADA

PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN (STUDI KASUS: KOPERASI

SYARIAH BMT MASYARAKAT MADANI SUMUT).

Syamsiyah, N., Syahrir, A. M., & Susanto, I. (2019). Peran Koperasi Syariah

Baitul Tamwil Muhammadiyah Terhadap Pemberdayaan Usaha Kecil

Dan Menengah Di Bandar Lampung. Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu Dan

Budaya Islam, 2(1), 63–73. https://doi.org/10.36670/alamin.v2i1.17

Wakhdan, & Aditya, G. (2019). Penerapan Sistem Akuntansi Syariah Pada

Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah Kabupaten Purworejo.

256–266.

Anda mungkin juga menyukai