Asuransi
Disusun oleh:
KELOMPOK 4
Tujuan dari laporan keuangan menurut PSAK 101 adalah untuk mengatur penyajian dan
pengungkapan laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statements)
untuk entitas syariah yang selanjutnya disebut “laporan keuangan”, agar dapat dibandingkan baik
dengan laporan keuangan entitas syariah periode sebelumnya maupun dengan laporan keuangan
entitas syariah lain. Pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi dan
peristiwa tertentu diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) terkait.
Laporan keuangan harus menyajikan secara wajar posisi keuangan, kinerja keuangan dan
arus kas entitas syariah dengan menerapkan standar akuntansi keuangan secara benar disertai
pengungkapan yang diharuskan. Pernyataan standar akuntansi keuangan dalam catatan atas
laporan keuangan. Laporan keuangan harus disusun berdasarkan asumsi kelangsungan usaha,
kecuali manajemen ingin menjual atau melikuidasi atau tidak mempunyai alternatif lain selain
melakukan hal tersebut. Entitas syariah harus menyusun laporan keuangan atas dasar akrual,
dalam perhitungan pembagian hasil usaha didasarkan pada pendapatan yang benar benar terjadi
(cash basis).
2.1.2. Prinsip-prinsip Akuntansi Syariah
a. Pertanggungjawaban (Accountability)
Prinsip pertanggungjawaban (accountability), merupakan konsep yang tidak asing
lagi dikalangan masyarakat muslim. Pertanggungjawaban selalu berkaitan dengan konsep
amanah. Bagi kaum muslim, persoalan amanah merupakan hasil transaksi manusia
dengan Sang Khalik mulai dari alam kandungan. Manusia dibebani oleh Allah SWT.
untuk menjalankan fungsi kekhalifahan di muka bumi. Inti kekhalifahan adalah
menjalankan atau menunaikan amanah. Banyak ayat Al-Qur’an yang menjelaskan
tentang proses pertanggungjawaban manusia sebagai pelaku amanah Allah dimuka bumi.
Implikasi dalam bisnis dan akuntansi adalah bahwa individu yang terlibat dalam praktik
bisnis harus selalu melakukan pertanggungjawaban apa yang telah diamanatkan dan
diperbuat kepada pihak-pihak yang terkait.
b. Prinsip keadilan
Menurut penasiran Al-Qu’an surat Al-Baqarah; 282 terkandung prinsip keadilan
yang merupakan nilai penting dalam etika kehidupan sosial dan bisnis, dan nilai inheren
yang melekat dalam fitrah manusia. Hal ini berarti bahwa manusia itu pada dasarnya
memiliki kapasitas dan energi untuk berbuat adil dalam setiap aspek kehidupannya. Pada
konteks akuntansi, menegaskan kata adil dalam ayat 282 surat Al-Baqarah, dilakukan
oleh perusahan harus dicatat dengan benar. Misalnya, bila nilai transaksi adalah sebesar
Rp. 265 juta, maka akuntan (perusahaan) harus mencatat dengan jumlah yang sama dan
sesuai dengan nominal transaksi. Secara sederhana dapat berarti bahwa setiap transaksi
yang dengan kata lain tidak ada window dressing dalam praktik akuntansi perusahaan.
c. Prinsip keberanan
Prinsip ini sebenarnya tidak dapat dilepaskan dengan prinsip keadilan.
Sebagai contoh, dalam akuntansi kita selalu dihadapkan pada masalah pengakuan,
pengukuran laporan. Aktivitas ini akan dapat dilakukan dengan baik apabila dilandaskan
pada nilai kebenaran. Kebenaran ini akan dapat menciptakan nilai keadilan dalam
mengakui, mengukur, dan melaporkan tansaksi-transaksi dalam ekonomi. Maka,
pengembangan akuntansi Islam, nilai-nilai kebenaran, kejujuran dan keadilan harus
diaktualisasikan dalam praktik akuntansi. Secara garis besar, bagaimana nilai-nilai
kebenaran membentuk akuntansi syari’ah dapat diterangkan.
Dari penjelasan di atas bahwa kata keadilan dalam konteks aplikasi akuntansi mengandung dua
makna:
1. Keadilan mengandung makna yang berkaitan dengan moral, yaitu kejujuran, yang
menempatkan faktor yang sangat dominan. Tanpa kejujuran, informasi yang dihasilkan
oleh seorang akuntan akan berakibat fatal pada pemakai dan pengguna laporan keuangan.
Sehingga pengambilan keputusanpun salah dan secara tidak langsung berdampak pada
masyarakat banyak.
2. Kata keadilan bersifat fundamental. Dimana kata adil disini merupakan sebagai
pendorong untuk melakukan upaya-upaya dokontruksi terhadap keadaan akuntansi
modern menuju pada akuntansi yang lebih baik dan termoderinisasi sesuai dengan nilai-
nilai Islam yang ada.
Menurut pandangan beberapa kalangan yang lain akuntansi Islam (syari’ah) mempunyai prinsip-
prinsip sebagai berikut adalah:
1. Prinsip Legitimasi Muamalat yaitu sasaran-sasaran, transaksi-transaksi, tindakan-
tindakan dan keputusan-keputusan itu sah dan benar menurut syariat.
2. Prinsip Entitas Spiritual adalah adanya pemisahan kegiatan investasi dari pribadi yang
melakukan pendanaan terhadap kegiatan investasi dalam aktivitas perusahaan.
3. Prinsip Kontinuitas yaitu prinsip yang keberadaanya dapat memberikan pandangan
bahwa perusahaan itu akan terus menjalankan kegiatannya sampai waktu yang tidak
diketahui, dan dilikuidasinya merupakan masalah pengecualian, kecuali jika terdapat
indikasi yang mengarah kepada kebalikannya.
4. Prinsip Matching yaitu suatu cermin yang memantulkan hubungan sebab akibat antara
dua sisi, dari satu segi, dan mencerminkan juga hasil atau dari hubungan tersebut dari
segi lainnya
Dari prinsip ini dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
Umur perusahaan tidak tergantung pada umur pemiliknya.
Mendorong manusia agar salalu beramal dan bekerja keras, padahal ia mengetahui bahwa
dia akan tiada suatu saat nanti.
Berdasarkan pada nash-nash Al-Qur’an yang telah dijelaskan tentang konsep akuntansi
dan prinsip-prinsip akuntansi syari’ah, maka dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri akuntansi
syari’ah sebagai berikut;
1. Dilaporkan secara benar (QS. 10:5)
2. Cepat dalam pelaporannya (QS.2:202, 19:4,5)
3. Dibuat oleh ahlinya (akuntan) (QS.13:21, 13:40)
4. Tearang, jelas, tegas dan informatif (QS. 17:12, 14:41)
5. Memuat informasi yang menyeluruh (QS.6:552, 39:10)
6. Informasi ditujukan kepada semua pihak yang terlibat dan membutuhkan (QS.2:212,
3:27)
7. Terperinci dan teliti (QS.65:8)
8. Tidak terjadi manipulasi (QS.69:20, 78:27)
9. Dilakukan secara kontinyu (tidak lalai) (QS.21:1, 38:26)
Akuntansi Syari’ah
1. Keadaan entitas didasarkan pada bagi hasil.
2. Kelangsungan usaha tergantung pada persetujuan kontrak antara kelompok yang terlibat
dalam aktivitas bagi hasil.
3. Setiap tahun dikenai zakat, kecuali untuk pertanian yang dihitung setiap panen.
4. Menunjukkan pemenuhan hak dan kewajiban kepada Allah SWT, masyarakat dan
individu.
5. Berhubungan erat dngan konsep ketaqwaan, yaitu pengeluaran materi maupun non-materi
untuk memenuhi kewajiban.
6. Berhubungan dengan pengukuran dan pemenuhan tugas atau kewajiban kepada Allah
AWT, masyarakat dan individu.
7. Pemilihan teknik akuntansi dengan memperhatikan dampak baik buruknya pada
masyarakat.
Akuntansi Konvensional
1. Keadaan entitas dipisahkan antara bisnis dan pemilik.
2. Kelangsungan bisnis secara terus menerus, yaitu didasarkan pada realisasi aset.
3. Periode akuntansi tidak dapat menunggu sampai akhir kehidupan perusahaan dengan
mengukur keberhasilan aktivitas perusahaan.
4. Bertujuan untuk pengambilan keputusan.
5. Reabilitas pengurang digunakan dengan dasar pembuatan keputusan
6. Dihubungkan dengan kepentingan relatif mengenai informasi pembuatan keputusan.
7. Pemilihan teknik akuntansi yang sedikit berpengaruh pada pemilik.
2.2.1. Penyajian
Piutang murabahah disajikan sebesar nilai bersih yang dapat direalisasikan, yaitu saldo
piutang murabahah dikurangi penyisihan kerugian piutang. Margin murabahah tangguhan
disajikan sebagai pengurang (contra account) piutang murabahah.
2.2.2. Pengungkapan
Lembaga keuangan syariah mengungkapkan hal-hal yang terkait dengan transaksi
murabahah, tetapi tidak terbatas, pada:
(a) Harga perolehan aset murabahah
(b) Janji pemesanan dalam murabahah berdasarkan pesanan sebagai kewajiban atau bukan
(c) Pengungkapan yang diperlukan sesuai Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor
101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
2.2.3. Kritisi
Dalam bagian pertama dari tulisan ini ditegaskan bahwa yang dimaksudkan dengan
murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang
disepakati. Dengan adanya murabahah maka pihak penjual harus memberitahukan harga produk
yang di beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya. Ini merupakan
konsep murabahah yang diakui secara internasional. Meskipun begitu fakta yang ada
membuktikan bahwa bank syariah di Indonesia banyak menerapkan konsep murabahah dalam
bentuk pembiayaan murabahah, atau tamwil bil murabahah. Karena itulah ketika DSAS IAI
mengeluarkan PSAK 102 tentang murabahah dimana dalam PSAK tersebut merujuk pada
pengertian murabahah secara umum dan diterima dalam konsep fiqh muamalah, maka PSAK
102 tersebut menjadi banyak tidak diaplikasikan secara penuh oleh perbankan syariah, dan
akuntan publik yang tidak menyampaikan hal tersebut dalam laporan auditnya.
Entitas syariah selama ini hanya menerapkan PSAK 102 sepotong-sepotong dan
menggabungkanya dengan PSAK 55 tentang instrumen keuangan yang hanya diambil pada
bagian yang menguntungkan perusahaan. Atas dasar itulah maka sebagai sebuah terobosan IAI
mengeluarkan PSAK 102 revisi 2013. Ini untuk mengakomodasi konsep pembiayaan murabahah
yang berbasis jual beli dan banyak dilakukan oleh bank syariah. Dalam rangka itu DSAS IAI
meminta fatwa dari DSN. Maka keluarlah fatwa DSN MUI No 84 /DSN-MUI/XII/2012 Tentang
Metode Pengakuan Keuntungan Tamwil Bil Murabahah di lembaga keuangan syariah yang
menyatakan “Pengakuan Keuntungan murabahah dalam bisnis yang dilakukan oleh para
pedagang (al tujjar) yaitu secara proporsional boleh dilakukan selama sesuai dengan urf
(kebiasaan) yang berlaku di kalangan para pedagang”. Hal ini sesuai konsep pembiayaan
murabahah atau tamwil bil murabahah yang selama ini banyak dilakukan oleh bank syariah di
Indonesia. Selain itu dalam fatwa ini juga disebutkan bahwa “pengakuan keuntungan al tamwil
bil murabahah dalam bisnis yang dilakukan oleh lembaga keuangan syariah boleh dilakukan
secara proporsional dan secara anuitas selama sesuai dengan urf (kebiasaaan) yang berlaku di
kalangan LKS”. Yang terpenting dari fatwa ini adalah bagian terakhir dari fatwa tersebut yang
menyatakan bahwa “metode pengakuan keuntungan at tamwil bil murabahah yang ashlah
(bermanfaat) dalam masa pertumbuhan LKS adalah metode anuitas”.
Dikarenakan menganut konsep anuitas, maka PSAK 102 revisi 2013 harus dilekatkan
dengan PSAK lain yang menerapkan metode anuitas. PSAK tersebut adalah PSAK 50, 55 dan
juga PSAK 60. Bagaimana menerapakan PSAK 102 (revisi 2013) dan bagaimana perbedaannya
dengan PSAK 102 sehingga LKS tidak salah menerapkan kedua PSAK tersebut? DSAS IAI
telah memberikan panduan yang cukup sebagai berikut:
Pertama perlu dilihat posisi LKS sebagai penjual. Apabila ingin menerapkan PSAK 102,
maka sebagai penjual LKS perlu memiliki beberapa persyaratan sebagai berikut: LKS memiliki
resiko kepemilikan persediaan yang signifikan dimana di sana terdapat:
1. Risiko perubahan harga persediaan
2. Keusangan dan kerusakan persediaan
3. Biaya pemeliharaan dan penyimpanan persediaan
4. Resiko pembatalan pesanan pembelian secara sepihak.
Ke 4 karakter tersebut merupakan karakteristik dari LKS yang menerapkan murabahah
secara murni, seperti yang banyak dilakukan oleh bank syariah dan LKS di kawasan Timur
Tengah dan Afrika. Bila semua jawabannya adalah iya, maka PSAK yang diterapkan adalah
PSAK 102. Sedangkan bila jawabannnya adalah tidak, maka PSAK yang diterapkan adalah
PSAK 102 revisi 2013 yang dilekatkan dengan PSAK 50, 55 dan 60. Penerapan PSAK 50, 55
dan 60 ini dilakukan untuk pembiayaan murabahah yang terkait dengan adanya ketentuan
berkaitan dengan aset keuangan dalam kategori pinjaman yang diberikan dan juga piutang.
Selain itu juga ditegaskan bahwa penerapan PSAK 102 dan PSAK 50, 55 dan 60 ini bukan
merupakan kebijakan akuntansi yang bersifat pilihan atau not policy option choice.
Meskipun begitu, DSAS IAI sangat menyadari bahwa terdapat elemen dalam gabungan
PSAK 50, 55 dan 60 tersebut yang belum sesuai dengan karakteristik syariah. Karena
itulah dibuat serangkaian penyesuian yaitu:
1. Istilah Effective Interest Rate menjadi rate of return
2. Effective Rate Of Return merupakan alokasi keuntungan murabahah yang tidak sama
dengan rate of return dalam bank konvensional
3. Ketika masa akad murabahah selesai tidak ada tambahan keuntungan murabahah karena
keuntungan murabahah bersifat tetap
4. Tidak ada off market interest rate.
Yang juga membedakan antara PSAK 102 dengan PSAK 102 revisi 2013 adalah pada
PSAK 102 tidak dilakukan pengaturan tentang cadangan penurunan nilai. Sementara dalam
penerapan awal PSAK 102 (2013) ini ditentukan penurunan nilai berdasarkan kondisi yang ada
pada saat itu. Dan selisihnya yang terjadi diakui di saldo laba awal. Sementara jika penentuan
penurunan nilai tersebut tidak dilakukan pada awal penerapan PSAK 50,55 dan 60, maka
dilakukan pemisahan penurunan nilai yang berasal dari periode berjalan yang diakui di laba rugi
dan periode sebelumnya yang diakui di saldo laba.
2.3.6. Penyajian
1. Pembeli menyajikan modal usaha salam yang diberikan sebagai piutang salam.
2. Piutang yang harus dilunasi oleh penjual karena tidak dapat memenuhi kewajibannya
dalam transaksi salam disajikan secara terpisah dari piutang salam.
3. Penjual menyajikan modal usaha salam yang diterima sebagai kewajiban salam.
2.3.7. Pengungkapan
1. Lembaga keuangan syariah mengungkapkan sesuai Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan Nomor 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
Modal usaha salam dalam bentuk aset non kas diukur sebesar nilai wajar, selisih antara
nilai wajar dan nilai tercatat modal usaha non kas yang diserahkan diakui sebagai keuntungan
atau kerugian pada saat penyerahan modal usaha tersebut.
1) Pencatatan apabila nilai wajar lebih kecil dari nilai tercatat
Jurnal:
(D) Piutang Salam xxx
(D) Kerugian xxx
(K) Aset non kas xxx
c) Jika pembeli tidak menerima sebagian atau seluruh barang pesanan pada tanggal
jatuh tempo pengiriman,maka:
Jika tanggal pengiriman diperpanjang, maka nilai tercatat piutang salam sebesar
bagian yang belum dipenuhi sesuai dengan nilai yang tercantum dalam akad, dan
jurnal atas bagian barang pesanann yang diterima ;
Jurnal:
(D).Aset Salam (sebesar jumlah yang diterima) xxx
(K).Piutang Salam xxx
Jika akad salam dibatalkan sebagian atau seluruhnya, maka piutang salam
berubah menjadi piutang yang harus dilunasi oleh penjual sebesar bagian yang
tidak dapat dipenuhi.
Jurnal:
(D).Aset lain-lain-Piutang xxx
(K).Piutang Salam xxx
d) Jika akad salam dibatalkan sebagian atau seluruhnya dan pembeli mempunyai
jaminan atas barang pesanan serta hasil penjualan jaminan tersebut lebih kecil dari
nilai piutang salam, maka selisih antara nilai tercatat piutang salam dan hasil
penjualan jaminan tersebut diakui sebagai piutang kepada penjual.
Jurnal:
(D).Kas xxx
(D).Aset lainnya-Piutang pada penjual xxx
(K).Piutang Salam xxx
e) Jika hasil penjualan jaminan tersebut lebih besar dari nilai tercatat piutang salam
maka selisihnya menjadi hak penjual.
Jurnal:
(D).Kas xxx
(K).Utang Penjual xxx
(K).Piutang Salam xxx
4) Denda yang diterima dan diberlakukan oleh pembeli diakui sebagai bagian dana
kebajikan.
Jurnal:
(D).Dana Kebajikan-Kas xxx
( K).Kebajikan-Pendaptan Denda xxx
Jika modal usaha salam dalam bentuk aset non kas diukur sebesar nilai wajar.
Jurnal:
(D).Aset non Kas (nilai wajar) xxx
(K).Utang Salam xxx
4) Jika Penjual melakukan transaksi salam paralel, selisih antara jumlah yang dibayar oleh
pembeli akhir dan biaya perolehan barang pesanan diakui sebagai keuntungan atau
kerugian pada saat penyerahan barang pesanan oleh penjual ke pembeli akhir.
Jurnal ketika membeli persediaan:
(D).Aset Salam xxx
(K).Kas xxx
Pencatatan ketika menyerahkan persediaan, jika jumlah yang dibayar oleh pembeli akhir
lebih kecil dari biaya perolehan barang pesanan:
(D).Utang Salam xxx
(D).Kerugian Salam xxx
(K).Aset Salam xxx
Pencatatan ketika menyerahkan persediaan, jika jumlah yang dibayar olehpembeli akhir
lebih besar dari biaya perolehan barang pesanan:
(D).Utang Salam xxx
(K).Aset Salam xxx
(K).Keuntungan Salam xxx
5) Pada akhir periode pelaporan keuangan, persediaan yang diperoleh melalui transaksi
salam diukur sebesar nilai terendah biaya perolehan atau nilai bersih yang dapat
direalisasi. Apabila nilai bersih yang dapat direalisasi lebih rendah dari biaya perolehan,
maka selisihnya diakui sebagai kerugian.
6) Penyajian, penjual menyajikan modal usaha salam yang diterima sebagai kewajiban
salam.
7) Pengungkapan
Pembeli dalam transaksi salam mengungkapkan :
1. Besarnya modal usaha salam, baik yang dibiayai sendiri maupun yang dibiayai
secara besama-sama dengan pihak lain.
2. Jenis dan kuantitas barang pesanan.
3. Pengungkapan lain sesuai dengan PSAK 101 tentang penyajian laporan
keuangan syariah.
Penjual dalam transaksi salam mengungkapkan :
1. Piutang salam kepada produsen (dalam salam paralel) yang memiliki hubungan
istimewa.
2. Jenis dan kuantitas barang pesanan.
3. Pengungkapan lain sesuai dengan PSAK 101
(1) Pesan
Nasabah Nasabah
(pembeli) (pembeli)
Bank
(penjual)
Penyelesaian Awal
1. Jika pembeli melakukan pembayaran sebelum tanggal jatuh tempo dan penjual
memberikan potongan, maka potongan tersebut sebagai pengurang pendapatan istishna'.
2. Pengurangan pendapatan istishna' akibat penyelesaian awal piutang istishna' dapat
diperlakukan sebagai: (a) potongan secara langsung dan dikurangkan dari piutang
istishna' pada saat pembayaran; atau (b) penggantian (reimbursed) kepada pembeli
sebesar jumlah keuntungan yang dihapuskan tersebut setelah menerima pembayaran
piutang istishna' secara keseluruhan.
Akuntansi Pembeli
1. Pembeli mengakui aset istishna' dalam penyelesaian sebesar jumlah termin yang ditagih
oleh penjual dan sekaligus mengakui hutang istishna' kepada penjual.
2. Aset istishna' yang diperoleh melalui transaksi istishna' dengan pembayaran tangguh
lebih dari satu tahun diakui sebesar biaya perolehan tunai. Selisih antara harga beli yang
disepakati dalam akad istishna' tangguh dan biaya perolehan tunai diakui sebagai beban
istishna' tangguhan.
3. Beban istishna' tangguhan diamortisasi secara proporsional sesuai dengan porsi pelunasan
hutang istishna'.
4. Jika barang pesanan terlambat diserahkan karena kelalaian atau kesalahan penjual dan
mengakibatkan kerugian pembeli, maka kerugian itu dikurangkan dari garansi
penyelesaian proyek yang telah diserahkan penjual. Jika kerugian tersebut melebihi
garansi penyelesaian proyek, maka selisihnya akan diakui sebagai piutang jatuh tempo
kepada penjual dan jika diperlukan dibentuk penyisihan kerugian piutang.
5. Jika pembeli menolak menerima barang pesanan karena tidak sesuai dengan spesifikasi
dan tidak memperoleh kembali seluruh jumlah uang yang telah dibayarkan kepada
penjual, maka jumlah yang belum diperoleh kembali diakui sebagai piutang jatuh tempo
kepada penjual dan jika diperlukan dibentuk penyisihan kerugian piutang.
6. Jika pembeli menerima barang pesanan yang tidak sesuai dengan spesifikasi, maka
barang pesanan tersebut diukur dengan nilai yang lebih rendah antara nilai wajar dan
biaya perolehan. Selisih yang terjadi diakui sebagai kerugian pada periode berjalan.
2.4.5. Penyajian
1. Penjual menyajikan dalam laporan keuangan halhal sebagai berikut: (a) Piutang istishna'
yang berasal dari transaksi istishna' sebesar jumlah yang belum dilunasi oleh pembeli
akhir. (b) Termin istishna' yang berasal dari transaksi istishna' sebesar jumlah tagihan
termin penjual kepada pembeli akhir.
2. Pembeli menyajikan dalam laporan keuangan halhal sebagai berikut: (a) Hutang ishtisna'
sebesar tagihan dari produsen atau kontraktor yang belum dilunasi. (b) Aset istishna'
dalam penyelesaian sebesar: (i) persentase penyelesaian dari nilai kontrak penjualan
kepada pembeli akhir, jika istishna' paralel; atau (ii) kapitalisasi biaya perolehan, jika
istishna'.
2.4.6. Pengungkapan
Entitas mengungkapkan transaksi istishna' dalam laporan keuangan, tetapi tidak terbatas,
pada: (a) metode akuntansi yang digunakan dalam pengukuran pendapatan dan keuntungan
kontrak istishna'; (b) metode yang digunakan dalam penentuan persentase penyelesaian kontrak
yang sedang berjalan; c) rincian piutang istishna' berdasarkan jumlah, jangka waktu, jenis mata
uang, dan kualitas piutang; (d) rincian hutang istishna' berdasarkan jumlah, jangka waktu dan
jenis mata uang; dan (e) pengungkapan yang diperlukan sesuai Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan Nomor 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
Bagi Hasil Untuk Akad Mudharabah Musyarakah (Psak 105 Par 34)
Ketentuan bagi hasil untuk akad jenis ini dapat dilakukan dengan dua pendekatan yaitu:
a. Hasil investasi diantara pengelola dana dana pemilik dana sesuai nisbah yang disepakati,
selajutnya bagian hasil investasi setelah dikurangi untuk pengelola dana tersebut dibagi
antara pengelola dana (sebagai musytarik) dengan pemilik dana sesuai porsi modal
masing-masing ;atau
b. Hasil investasi dibagi antara pengelola dana (sebagai musytarik) dan pemilik dana sesuai
dengan porsi modal masing-masing, selanjutnya bagian hasil investasi setelah dikurangi
untuk pengelola dana (sebagai musytarik) tersebut dibagi antara pengelola dana dengan
pemilik dana sesuai dengan nisbah yang disepakati. Contoh: jika terjadi kerugian atas
investasi, maka kerugian dibagi sesuai dengan modal para musytarik.
Penghasilan Usaha
1. Jika investasi mudharabah melebihi satu periode pelaporan, penghasilan usaha diakui
dalam periode terjadinya hak bagi hasil sesuai nisbah yang disepakati.
2. Kerugian yang terjadi dalam suatu periode sebelum akad mudharabah berakhir diakui
sebagai kerugian dan dibentuk penyisihan kerugian investasi. Pada saat akad mudharabah
berakhir, selisih antara: (a) investasi mudharabah setelah dikurangi penyisihan kerugian
investasi; dan (b) pengembalian investasi mudharabah; diakui sebagai keuntungan atau
kerugian.
3. Pengakuan penghasilan usaha mudharabah dalam praktik dapat diketahui berdasarkan
laporan bagi hasil atas realisasi penghasilan usaha dari pengelola dana. Tidak
diperkenankan mengakui pendapatan dari proyeksi hasil usaha.
4. Kerugian akibat kelalaian atau kesalahan pengelola dana dibebankan pada pengelola dana
dan tidak mengurangi investasi mudharabah.
5. Bagian hasil usaha yang belum dibayar oleh pengelola dana diakui sebagai piutang jatuh
tempo dari pengelola dana.
2.5.3. Penyajian
1. Pemilik dana menyajikan investasi mudharabah dalam laporan keuangan sebesar nilai
tercatat.
2. Pengelola dana menyajikan transaksi mudharabah dalam laporan keuangan, tetapi tidak
terbatas, pada: (a) dana syirkah temporer dari pemilik dana disajikan sebesar jumlah
nominalnya untuk setiap jenis mudharabah; (b) bagi hasil dana syirkah temporer yang
sudah diperhitungkan dan telah jatuh tempo tetapi belum diserahkan kepada pemilik dana
disajikan kewajiban; dan (c) bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah diperhitungkan
tetapi belum jatuh tempo disajikan dalam pos bagi hasil yang belum dibagikan.
2.5.4. Pengungkapan
1. Pemilik dana mengungkapkan hal-hal terkait transaksi mudharabah, tetapi tidak terbatas,
pada: (a) rincian jumlah investasi mudharabah berdasarkan jenisnya; (b) penyisihan
kerugian investasi mudharabah selama periode berjalan; dan (c) pengungkapan yang
diperlukan sesuai Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 101 tentang Penyajian
Laporan Keuangan Syariah
2. .Pengelola dana mengungkapkan hal-hal terkait transaksi mudharabah, tetapi tidak
terbatas, pada: (a) dana syirkah temporer yang diterima berdasarkan jenisnya; dan (b)
penyaluran dana yang berasal dari mudharabah muqayadah.
2.6.2. Penyajian
1. Mitra aktif menyajikan hal-hal yang terkait dengan usaha musyarakah dalam laporan
keuangan sebagai berikut: (a) Aset musyarakah untuk kas atau aset nonkas yang
disisihkan dan yang diterima dari mitra pasif; (b) Dana musyarakah yang disajikan
sebagai unsur dana syirkah temporer untuk aset musyarakah yang diterima dari mitra
pasif; dan (c) Selisih penilaian aset musyarakah, bila ada, disajikan sebagai unsur ekuitas.
2. Mitra pasif menyajikan hal-hal yang terkait dengan usaha musyarakah dalam laporan
keuangan sebagai berikut: (a) Investasi musyarakah untuk kas atau aset nonkas yang
diserahkan kepada mitra aktif; (b) Keuntungan tangguhan dari selisih penilaian aset
nonkas yang diserahkan pada nilai wajar disajikan sebagai pos lawan (contra account)
dari investasi musyarakah.
2.6.3. Pengungkapan
1. Mitra mengungkapkan hal-hal yang terkait transaksi musyarakah, tetapi tidak terbatas,
pada: (a) isi kesepakatan utama usaha musyarakah, seperti porsi penyertaan, pembagian
hasil usaha, aktivitas usaha musyarakah, dan lain-lain; (b) pengelola usaha, jika tidak ada
mitra aktif; dan (c) pengungkapan yang diperlukan sesuai Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan Nomor 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
2.7.2. Tujuan
Tujuan dari penyusunan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (PAPI) antara lain adalah:
a. Untuk membantu pengguna dalam menyusun laporan keuangan agar sesuai dengan
tujuannya, yaitu untuk:
1) Pengambilan keputusan investasi dan kredit. Laporan keuangan bertujuan untuk
menyediakan informasi yang bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam
pengambilan keputusan yang rasional. Oleh karena itu, informasinya harus dapat
dipahami oleh pelaku bisnis dan ekonomi serta pihak-pihak lain yang berkepentingan
antara lain meliputi:
a) Deposan;
b) Kreditur;
c) Pemegang saham;
d) Otoritas pengawasan;
e) Bank Indonesia;
f) Pemerintah;
g) Lembaga penjamin simpanan; dan
h) Masyarakat.
2) Menilai prospek arus kas. Laporan keuangan bertujuan untuk memberikan informasi
yang dapat mendukung deposan, investor, kreditur dan pihak-pihak lain dalam
memperkirakan jumlah, saat, dan kepastian dalam penerimaan kas di masa depan.
Prospek penerimaan kas sangat tergantung pada kemampuan bank untuk menghasilkan
kas guna memenuhi kewajiban yang telah jatuh tempo, kebutuhan operasional,
reinvestasi dalam operasi, dan pembayaran dividen. Persepsi dari pihak-pihak yang
berkepentingan atas kemampuan bank tersebut akan mempengaruhi harga pasar efek
bank yang bersangkutan. Persepsi mereka umumnya dipengaruhi oleh harapan atas
tingkat pengembalian dan risiko dari dana yang mereka tanamkan. Deposan, investor,
dan kreditur akan memaksimalkan pengembalian dana yang telah mereka tanamkan
dan akan melakukan penyesuaian terhadap risiko yang mereka perkirakan akan terjadi
pada bank yang bersangkutan.
3) Memberikan informasi atas sumber daya ekonomi. Pelaporan keuangan bertujuan
memberikan informasi tentang sumber daya ekonomi bank (economic resources),
kewajiban bank untuk mengalihkan sumber daya tersebut kepada entitas lain atau
pemilik saham, serta kemungkinan terjadinya transaksi dan peristiwa yang dapat
mempengaruhi perubahan sumber daya tersebut.
b. Menciptakan keseragaman dalam penerapan perlakuan akuntansi dan penyajian laporan
keuangan, sehingga meningkatkan daya banding diantara laporan keuangan bank.
Menjadi acuan minimum yang harus dipenuhi oleh perbankan dalam menyusun laporan
keuangan. Namun keseragaman penyajian sebagaimana diatur dalam PAPI tidak menghalangi
masing-masing bank untuk memberikan informasi yang relevan bagi pengguna laporan keuangan
sesuai kondisi masing-masing bank.
Dari definisi diatas maka disimpulkan bahwa Instrumen Keuangan adalah kontrak
yang mengakibatkan timbulnya aset keuangan (hak kontraktual) bagi satu entitas dan
kewajiban keuangan atau instrumen ekuitas bagi entitas lainnya. Hak kontraktual dapat berupa
hak untuk menerima kas atau aset keuangan lainnya dari entitas lain.
PSAK 55 PSAK 71
No Kategori Aset Pengukuran Kategori Aset Pengukuran
Keuangan Keuangan
1 Diukur pada Nilai Sebesar nilai wajar Kredit merupakan Aset Biaya perolehan
wajar melalui kredit yang pada Keuangan yang diukur diamortisasi
Laporan Laba Rugi saat pengakuan pada biaya perolehan
awal sama dengan diamortisasi karena
harga transaksi, memenuhi 2 kondisi
yaitu sebesar pokok berikut:
kredit yang 1.Tujuan bank
dicairkan memberikan kredit
dalam rangka
mendapatkan arus
kas kontraktual, dan
2.Persyaratan
kontraktual kredit
pada tanggal tertentu
meningkatkan arus
kas yang semata dari
pembayaran pokok
dan bunga (solely
payments of
principal and
interest) dari jumlah
pokok terutang
2 Dimiliki Hingga Sebesar nilai wajar
Jatuh Tempo kredit yang pada
saat pengakuan
awal sama
3 Tersedia untuk dengan harga
Dijual transaksi, yaitu
sebesar pokok
4 Pinjaman yang kredit yang
Diberikan dan dicairkan,
Piutan dikurangi atau
ditambah
pendapatan
dan/atau beban
yang dapat
diatribusikan
secara langsung
pada pemberian
kredit tersebut
Asset Reasuransi Tidak boleh saling hapus Boleh saling hapus antara:
antara pendapatan atau pendapatan atau beban dari
beban dari kontrak kontrak asuransi dan
asuransi. reasuransi.
Manfaat asuransi:
1. Memberikan rasa aman.
2. Melengkapi persyaratan kredit. Misalnya pada pembiayaan untuk membeli kendaraan,
maka perusahaan pembiayaan akan mensyaratkan untuk membeli perlindungan asuransi
atas objek tersebut.
3. Mempercepat laju pertumbuhan ekonomi. Dana-dana yang dikumpulkan oleh perusahaan
asuransi biasanya akan ditanamkan diberbagai instrumen investasi. Dana ini disalurkan
oleh istitusi keuangan seperti perbankan kepada sektor riil untuk membiayai
pembangunan.
4. Mengurangi biaya modal. Dengan pengalihan risiko ke pihak perusahaan asuransi, maka
cadangan modal untuk menutupi risiko dapat dibagi.
5. Menjamin stabilitas usaha. Dengan penjaminan dari asuransi di saat musibah melanda
maka kerugian usaha dapat dengan segera dipulihkan.
6. Memastikan biaya untuk risiko usaha. Setiap usaha membutuhkan kepastian untuk
memperoleh laba. Pembayaran uang premi telah memastikan biaya untuk menjalankan
usaha dari risiko-risiko murni, seperti kebakaran.
Kontrak asuransi jiwa diklasifikasi sebagai kontrak jangka pendek atau kontrak jangka
Panjang bergantung pada apakah kontrak tersebut tetap berlaku untuk suatu jangka waktu. Factor
yang harus dipertimbangkan dalam menentukan apakah suatu kontrak diharapkan tetap berlaku
untuk suatu jangka waktu tertentu adalah:
(a) Kontrak Jangka Pendek.
Dalam kontrak ini, jumlah premi yang dibebankan, jumlah pertanggungan yang diberikan
atau syarat polis lain dapat disesuaikan oleh perusahaan asuransi pada saat perpanjangan
polis. Pada umumnya kontrak jangka pendek mengacu pada periode kontrak asuransi
kurang dari 12 bulan.
(b) Kontrak Jangka Panjang.
Kontrak biasanya tidak dapat dibatalkan, dijamin dapat diperbarui, dan persyaratan lain
tidak dapat diubah sepihak syarat-syaratnya. Kontrak jangka Panjang meliputi juga
pelayanan dan fungsi lain oleh perusahaan asuransi.
2.11.2. Pendapatan
Yang menjadi pendapatan bagi insurer adalah sebagai berikut:
1. Premi kontrak asuransi jangka pendek.
Premi ini diakui sebagai pendapatan dalam periode kontrak sesuai dengan proporsi jumlah
proteksi asuransi yang diberikan. Jika periode risiko berbeda dengan periode kontrak, maka
premi diakui sebagai pendapatan selama periode risiko sesuai dengan proporsi jumlah
proteksi asuransi yang diberikan
2. Premi selain kontrak asuransi jangka pendek
Premi ini diakui sebagai pendapatan pada saat jatuh tempo dari pemegang polis. Kewajiban
untuk biaya yang diharapkan timbul sehubungan dengan kontrak tersebut diakui selama
periode sekarang dan periode diperbaruinya kontrak.
3. Pendapatan lain.
Komisi reasuransi dan komisi keuntungan reasuransi diakui sebgai pendapatan lain.
2.11.3. Beban
Beban yang terdapat pada PSAK 36 yaitu beban klaim. Klaim tersebut meliputi:
1. Klaim yang telah disetujui (settled claims),
2. Klaim dalam proses penyelesaian (outstanding claims), dan
3. Klaim yang telah terjadi namun belum dilaporkan.
Jumlah klaim dalam proses penyelesaian, termasuk klaim yang terjadi namun belum
dilaporkan, ditentukan berdasarkan estimasi liabilitas klaim tersebut. Perubahan dalam jumlah
estimasi liabilitas klaim, sebagai akibat proses penelaahan lebih lanjut dan perbedaan antara
jumlah estimasi klaim dengan klaim yang dibayarkan, diakui sebagai penambah atau pengurang
beban dalam laporan laba rugi pada periode terjadinya perubahan.
Klaim reasuransi diakui sebagai pengurang beban klaim pada periode yang sama dengan
pengakuan beban klaim.
2.11.4. Liabilitas
Liabilitas manfaat polis masa depan.
Liabilitas manfaat polis masa depan dinyatakan dalam laporan posisi keuangan
berdasarkan perhitungan aktuaria. Liabilitas tersebut mencerminkan nilai kini estimasi
pembayaran seluruh manfaat yang dijanjikan dalam kontrak asuransi jiwa.
Liabilitas tersebut mencerminkan nilai kini estimasi pembayaran seluruh manfaat yang
diperjanjikan termasuk seluruh opsi yang disediakan, nilai kini estimasi seluruh biaya yang
akan dikeluarkan tetapi juga mempertimbangkan penerimaan premi dimasa yang akan
datang (gross premium reserve).
2.11.5. Pengungkapan
Pengungkapan khusus yang diperlukan adalah sebagai berikut:
(a) Kebijakan akuntansi mengenai:
(i) Pengakuan pendapatan premi dan penentuan liabilitas manfaat polis masa depan serta
premi yang belum merupakan pendapatan;
(ii) Transaksi reasuransi termasuk sifat, tujuan, dan efek transaksi reasuransi tersebut
terhadap operasi perusahaan;
(iii) Pengakuan beban klaim dan penentuan estimasi klaim tanggungan sendiri;
(iv) Kebijakan akuntansi lain yang penting sebagaimana ditentukan dalam PSAK yang
berlaku.
(b) Pendapatan premi bruto: pendapatan premi tahun pertama dan premi tahun lanjutan secara
terperinci berdasarkan kelompok perorangan dan kumpulan serta jenis asuransi
(c) Klaim dan manfaat: jenis, jumlah, dan penyebab kenaikan klaim dan manfaat yang
signifikan
Analisa kasus
Pada saat pengaplikasian PSAK 72 perusahaan mengalami penyesuaian yang agak rumit
dikarenakan pada umumnya saja perusahaan biasanya sudah mengakui pendapatan apabila ada
DP (down payment) tetapi sekarang dengan adanya penerapan PSAK tersebut perusahaan harus
mengakui pendapatan tersebut pada saat pekerjaan selesai dilakuakn oleh karena itu akan
berakibat pada keadaan laporan keuangan perusahaan, untuk mengurangi dampak yang terjadi
perusahaan melakukan pemeriksaan ulang dan evaluasi terhadap prosedur bisnis perseroan serta
menjaga posisi piutang selalu dalam posisi performing (lancar) sehingga biaya pencadangan
piutang dapat diminimalkan. Sedangkan untuk PSAK 73 ini mendorong korporasi mencatatkan
transaksi sewa mereka sebagai financial lease bukan sekedar operating lease. Model pencatatan
seperti ini akan mempengaruhi akun aset dan kewajiban di neraca korporasi, sehingga
perushaaan akan mengalami penyesuaian yang bsar terhadap ini terutama perusahaan real estate,
jaringan telepon seperti perusahaan Telkom tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Pangestu, Dimas Aryo. Makalah akuntansi Ishtishna dan Ishtishna Paralel. Universitas Islam
Indonesia. Yogyakarta.
Yaya, Rizal. 2014. Akuntansi Perbankan Syariah: Teori dan Praktik Kontemporer. Jakarta.
https://www.google.co.id/amp/s/www.indotelko.com/amp/read/1557446052/kisah-telkom-73
https://id.wikipedia.org/wiki/Standar_Akuntansi_Keuangan
http://iaiglobal.or.id/v03/standar-akuntansi-keuangan/pernyataan-sas-65-psak-102-akuntansi-
murabahah
https://sumatra.bisnis.com/read/20180712/444/815601/industri-asuransi-asosiasi-beri-masukan-
implementasi-ifrs-17
https://keuangan.kontan.co.id/news/banyak-industri-asuransi-yang-tak-dapat-mengikuti-standar-
akuntansi-baru-ifrs-17
https://keuangan.kontan.co.id/news/ojk-sudah-rilis-draf-aturan-standar-akuntansi-baru-ifrs-17-
untuk-asuransi
https://keuangan.kontan.co.id/news/asuransi-besar-optimis-penerapan-ifrs-17-bisa-membuat-
lebih-transparan
https://keuangan.kontan.co.id/news/ifrs-17-akan-diterapkan-ojk-siap-dengar-masukan-pelaku-
industri-asuransi