Anda di halaman 1dari 115

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN

PERSEDIAAN OBAT DI RUMAH SAKIT


AWAL BROS PEKANBARU

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syrat Untuk Mengikuti


Ujian Oral Comprehensive Sarjan Lengkap Pada
Fakultas Ekonomi Universitas Lancang Kuning

OLEH:

EFTRISNAWATI
NIM. 1362201037

JURUSAN AKUNTANSI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG PENELITIAN

Perkembangan teknologi informasi dan ilmu pengetahuan menawa rkan

kemudahan dalam berbagai bidang kegiatan, salah satunya dalam pencatatan dan

pengelolaan persediaan barang dalam suatu perusahaan. Rumah sakit adalah suatu

fasilitas yang berfungsi sebagai pusat pelayanan kesehatan meliputi pencegahan

dan penyembuhan penyakit, serta pemeliharaan, peningkatan dan pemulihan

kesehatan secara paripurna. (Luh dkk, 2015)

Persediaan obat dalam suatu rumah sakit memiliki arti yang sangat penting

karena persediaan obat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas

pelayanan suatu rumah sakit. Oleh karena itu perlakuan akuntansi persediaan obat

yang baik harus diterapkan oleh pihak rumah sakit untuk membantu kelancaran

dalam kegiatan operasionalnya. Tanpa adanya persediaan, rumah sakit akan

dihadapkan pada resiko tidak dapat memenuhi kebutuhan para pengguna jasa

rumah sakit (pasien). Persediaan sangat rentan terhadap kerusakan maupun

pencurian. Oleh karena itu diperlukan pengendalian intern yang bertujuan


melindungi persediaan obat tersebut dan juga agar informasi mengenai persediaan

lebih dapat dipercaya. (Pamungkas; 2011)

Pengendalian intern adalah tindakan yang dilakukan untuk mengarahkan

kegiatan agar tujuan dapat tercapai secara efektif, efisien dan ekonomis, segala

sumber daya dapat dimanfaatkan dan dilindungi, data dan laporan dapat dipercaya

dan disajikan secara wajar, serta ditaatinya segala peraturan yang berlaku.

Pengendalian intern persediaan barang apabila diterapkan dengan benar yaitu

dengan diterapkannya unsur-unsur pengendalian intern yang saling berhubungan

satu sama lain secara harmonis untuk menghasilkan informasi persediaan barang

yang baik. Informasi yang baik menjadi indikator bahwa efektifitas pengendalian

intern persediaan barang telah tercapai.

Apabila sistem informasi pengendalian yang dijalankan oleh badan usaha

tidak menerapkan unsur-unsur sistem pengendalian intern, maka efektifitas

pengendalian intern persediaan barang akan sulit tercapai karena salah satu tujuan

utama sistem informasi pengendalian intern persediaan barang adalah untuk

meningkatkan pengendalian intern. Sistem pengendalian intern perlu diterapkan di

semua sektor perusahaan termasuk perusahaan jasa yang bergerak dalam bidang

pelayana kesehatan seperti rumah sakit.

Salah satu rumah sakit swasta yang ada di Kota Pekanbaru adalah Rumah

Sakit Awal Bros. Perusahaan ini tercatat kedalam Rumah Sakit Kelas B. Dalam

aktivitas rumah sakit, keberadaan persediaan obat-obatan menjadi hal yang utama

karena obat yang memberikan kesembuhan pada pasien. Untuk itu, pengendalian

intern terhadap persediaan obat-obatan perlu dilakukan. Hal ini dimaksudkan agar

obat-obatan yang disediakan rumah sakit Awal Bros agar dapat memenuhi

kebutuhan pasien. Namun ketersediaan obat-obatan juga perlu dikendalikan


karena obat-obatan memiliki masa waktu penggunaan dan rentan terhadap

kerusakan jika penyimpanan tidak sesuai dengan ketentuan. Dengan demikian,

sistem pengendalian inter yang efektif perlu diterapkan.

Sehubungan dengan sistem pengendalian intern terhadap persediaan obat-

obatan, maka disajikan data tentang persediaan obat-obatan tiap bulan di Rumah

Sakit Awal Bros Pekanbaru sebagai berikut:

Tabel 1.1.
Laporan Perbandingan Persediaan Real dan Stock Opname
Tahun 2016

Bulan Real Stock Opname Selisih


Januari Rp 24.135.654.279 Rp 24.128.401.923 Rp (7.252.356)
Februari Rp 23.714.324.522 Rp 23.699.967.057 Rp (14.357.465)
Maret Rp 23.597.414.523 Rp 23.585.619.288 Rp (11.795.235)
April Rp 23.341.524.671 Rp 23.338.257.824 Rp (3.266.847)
Mei Rp 22.942.531.452 Rp 22.923.277.736 Rp (19.253.716)
Juni Rp 22.675.213.414 Rp 22.664.428.183 Rp (10.785.231)
Juli Rp 21.987.521.423 Rp 21.971.274.838 Rp (16.246.585)
Agustus Rp 20.134.759.131 Rp 20.116.495.372 Rp (18.263.759)
September Rp 24.356.744.247 Rp 24.342.987.565 Rp (13.756.682)
Oktober Rp 21.395.684.647 Rp 21.384.783.459 Rp (10.901.188)
November Rp 22.795.374.342 Rp 22.788.145.209 Rp (7.229.133)
Desember Rp 23.015.094.502 Rp 23.002.877.074 Rp (12.217.428)
Total Selisih Rp (145.325.625)
Sumber: Rumah Sakit Awal Bros, 2017

Berdasarkan Tabel 1 di atas diketahui bahwa setiap bulannya terjadi selisih

antara persediaan yang dilakukan rumah sakit dengan persediaan obat

sesungguhnya yang ada. Selisih ini dinilai material dan dapat menyebabkan

kerugian bagi perusahaan akibat berkurangnya persediaan obat yang dicatat

dengan persediaan obat sesungguhnya yang ada.

Untuk sistem pengendalian intern persediaan obat-obatan, Rumah Sakit

Awal Bros Pekanbaru memperhatikan unsur-unsur sistem pengendalian intern.


Menurut Mulyadi (2008), unsur-unsur pengendalian internal ada lima yaitu 1)

Lingkungan pengendalian (Control Enviroment), 2) Penilaian Risiko (Risk

Assessment), 3) Informasi dan Komunikasi (Information and Communication), 4)

Aktivitas Pengendalian (Control Procedur), dan 5) Pemantauan (Monitoring).

Dari unsur-unsur pengendalian intern tersebut di atas, maka diterapan

sistem pengendalian intern obat di Rumah Sakit Awal Bros Pekanbaru. Berkaitan

dengan lingkungan pengendalian dalam sistem pengendalian intern, yaitu Falsafah

dan Gaya Manajemen Operasi Apotekerlah yang bertanggung jawab dalam

mengupayakan kebutuhan seluruh obat dan alat kesehatan.. Selain itu, lingkup

pengendalian berkaitan tentang Metode Pencatatan Persediaan yang diterapkan

yaitu metode periodik. Dengan demikian, pada setiap akhir periode, perusahaan

akan melakukan perhitungan fisik persediaan. Sebagaimana data terlampir, pada

akhir tahun 2016 diketahui jumlah persediaan obat-obatan sebesar Rp.

23.015.094.502,85 (lihat daftar persediaan obat-obatan terlampir). Setelah

dilakukan pengecekan secara fisik (stock opname), ternyata jumlah persediaan

obat-obatan sebesar Rp. 22.869.768.877,10. Dengan demikian, terdapat selisih

sebesar Rp. 145.325.625,75 sebagaimana disajikan pada tabel 1. Jumlah ini dinilai

cukup material yang dapat menyebabkan kerugian perusahaan jika persediaan

obat-obatan ini hilang atau tidak diketahui keberadaannya. Maka dari itu, perlu

dilakukan pengendalian agar selisih antara pencatatan dengan stock opname tidak

terjadi. Selisih pencatatan ini terjadi setiap bulan. Sebagai sampel disajikan data

pada bulan Oktober – Desember 2016.

Unsur pengendalian intern berikutnya adalah Penilaian Resiko persediaan

obat dilakukan atas pertimbangan masa kadaluarsa. Karena seluruh obat memiliki

masa kada luarsa yang relative singkat, maka setiap obat yang masuk pertama
akan dikeluarkan pertama. Dengan demikian, obat tersebut tidak tersimpan lama.

Hal ini dimaksudkan agar barang yang pertama masuk cepat untuk dijual agar

masa kadaluarsa obat tidak mencapai batas limit akhirnya. Tetapi pada

pelaksanaannya, masih sering terjadi obat kadaluarsa yang harus dimusnahkan

yang berakibat kerugian bagi perusahaan. Seperti data terlampir, pada Bulan

Desember 2016, obat yang dimusnakan akibat kadaluarsa sebesar Rp. 7.244.595,-.

Berkaitan dengan informasi dan komunikasi, perlu diperhatikan masalah

Standar Operasional Prosedural (SOP). Salah satu hal yang sering terjadi adalah

stock obat tidak tersedia di farmasi. Sehubungan dengan stock obat tidak tersedia

di farmasi, dalam SOP menyatakan : Apabila obat yang diresepkan dokter tidak

tersedia di farmasi dan tidak ada substitusinya, maka Apoteker meminta

persetujuan kepada Manager Penunjang Medis/Koordinator Farmasi untuk

melakukan pembelian obat tersebut secara langsung ke distributor atau ke rumah

sakit/ apotek rekanan mengikuti Prosedur Pengadaan Obat Bila Persediaan Obat

Habis di Unit Farmasi.

Selanjutnya masalah unsur Aktivitas Pengendalian. Hal ini terkait dengan

otoritas transaksi. Dalam SOP permintaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan

bahan medis habis pakai dari satelit farmasi ke gudang farmasi. Dalam SOP

tersebut menyatakan salah satu prosedurnya adalah ”bila sediaan farmasi/alat

kesehatan yang diminta tidak tersedia, maka petugas logistik medis melakukan

pemesanan ke distriutor resmi dengan mengikuti SOP Pengadaan Sediaan

Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai”. Berdasarkan SOP

tersebut diketahui bahwa aktivitas pengendalian masih kurang terhadap


persediaan obat-obatan karena persediaan tersebut dapat kosong dan akan dipesan

kembali jika akan dibutukan.

Pengawasan dan pencatatan dalam sistem pengendalian intern persediaan

obat dengan melakukan stock opname secara periodik setiap satu bulan sekali.

Hasil stock opname, selain ada persediaan yang selisih antara stock opname

dengan pencatatan, berguna untuk melihat persediaan obat yang kadaluarsa dan

mana obat yang stocknya habis. Tetapi setiap kali melakukan stock opname selalu

terjadi selisih. Hal ini menunjukkan rendahnya pengawasan terhadap persediaan

obat.

Berdasarkan fenomena yang diuraikan diatas, sistem pengendalian intern

terhadap persediaan obat dinilai sangat penting untuk aktivitas rumah sakit besar

yang memperoleh akreditasi B. Maka dari itu, dalam penulisan proposal skripsi

ini, penulis tertarik melakukan penelitian lebih lanjut dengan mengangkat judul

penelitian : ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN PERSEDIAAN

OBAT DI RUMAH SAKIT AWAL BROS PEKANBARU.

1.2. PERUMSUAN MASALAH

Sehubungan dengan latar belakang permasalahan di atas, maka disajikan

perumusan masalah yaitu :

Apakah sistem pengendalian intern persediaan obat-obatan yang diterapkan di

Rumah Sakit Awal Bros Pekanbaru sudah efektif?

1.3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

1.3.1. Tujuan Penelitian


Untuk dapat melaksanakan penelitian ini dengan baik dan tepat sasaran,

maka peneliti harus mempunyai tujuan, adapun tujuan dari penelitian ini adalah

sebagai berikut:

Untuk mengetahui dan menganalisis efektifitas sistem pengendalin

intern persediaan obat-obatan yang diterapkan di rumah sakit Awal Bros

Pekanbaru.

1.3.2. Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan ini, diharapkan bermanfaat untuk :

1. Kontribusi ilmu, dapat berguna sebagai bahan referensi untuk melakukan

penelitian lebih lanjut tentang masalah yang sama dengan mempertimbangkan

unsur-unsur sistem pengendalian intern pada barang dan jasa lainnya.

2. Kontribusi paraktik, dapat dijadikan sebagai catatan/koreksi untuk

mempertahankan dan meningkatkan sistem pengendalian intern yang

diterapkan suatu perusahaan atau instansi.

3. Kontribusi kebijakan, memberikan gambaran dan informasi kepada investor

sehubungan dengan sistem pengendalian intern terhadap persediaan obat.

1.4. SISTEMATIKA PENULISAN

Penulisan skripsi ini terdiri dari 6 bab dan pada setiap babnya dirinci

dalam beberapa sub bab dengan penjelasan sebagai berikut:

BAB I :PENDAHULUAN

Menguraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah,

tujuan penelitian dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II :TELAAH PUSTAKA


Bab ini menguraikan tentang konsep-konseop teoritis yang mendukung

pelaksanaan penelitian, hipotesis dan variael penelitian.

BAB III :METODE PENELITIAN

Bab ini menguraikan tentang metode penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini. Diantaranya adalah pemilihan objek penelitian dan

pengumpulan data, jenis sumber data dan pengumpulan variabel, dan

metode analisa yang dapat digunakan untuk menguji hipotesis.

BAB IV : GAMBARAN UMUM RUMAH SAKIT AWAL BROS

Bab ini menguraikan tentang Sejarah Rumah Sakit Awal Bros

Pekanbaru, Struktur Organisasi dan Aktivitas Rumah Sakit Awal Bros.

BAB V :HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini menguraikan tentang hasil penelitian yang dilakukan sesuai

dengan perumusan masalah, tujuan penelitian, dan hipotesis yang

diajukan, yang meliputi gambaran hasil penelitian, pengujian terhadap

hipotesis dan analisis.

BAB VI :KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini terdiri dari kesimpulan dan saran.


BAB II

TELAAH PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1. TELAAH PUSTAKA

2.1.1. Pengertian Sistem Pengendalian Intern

Menurut Commite of Sponsoring Organization treadway Commision

(COSO 2013:3), pengendalian intern adalah sebagai berikut: “Internal control is a

process, effected by an entility’s board of directors, management, and other

personnel, designed to provide reasonable assurance regarding the achievement

of objectives in the following categories: effectiveness and efficiency of

operations, realibility of financial reporting, and compliance with applicable laws

and regulations”. Yang artinya sistem pengendalian intern merupakan suatu

proses yang melibatkan dewan komisaris, manajemen dan karyawan lainnya yang

dirancang untuk memberikan keyakinan yang memadai tentang pencapaian tiga

tujuan yaitu, efektivitas dan efisiensi operasi, keandalan pelaporan keuangan, dan

kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.


Definisi sistem pengendalian intern menurut Mulyadi (2014:163)

mengemukakan:

“Sistem pengendalian intern meliputi struktur organisasi, metode, dan ukuran-

ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek

ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi, dan mendorong

dipatuhinya kebijakan manajemen”.

Definisi pengendalian intern menurut Peraturan Pemerintah Nomor 60

Tahun 2008 tentang sistem pengendalian intern pemerintah menyatakan bahwa:

“Pengendalian Intern adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang

dilakukan secara terus-menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk

memberikan keyakinan yang memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui

kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan

asset Negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan”.

Sedangkan menurut Krismiaji (2012:218) Pengendalian Internal (Internal

Control)adalah rencana organisasi dan metode yang digunakan untuk menjaga

atau melindungi aktiva dan menghasilkan informasi yang akurat dan dapat

dipercaya. Pendapat lain dikemukakan Amin Widjaja Tunggal (2014:195) yaitu

Pengendalian Internal adalah suatu proses yang yang dijalankan oleh Dewan

Komisaris, Manajemen, dan Personal entitas lain yang didesain untuk

memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan berikut

ini:

(a) keandalan pelaporan keuangan

(b) Efektifitas dan efesiensi operasi, dan


(c) Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas sehubungan dengan pengertian

sistem pengendalian intern maka dapat disimpulkan bahwa sistem pengendalian

intern adalah pembuatan dan pemeliharaan sistem pengendalian internal adalah

kewajiban pihak manajamen yang penting. Aspek mendasar dari tanggung jawab

penyediaan informasi pihak manajemen adalah untuk memberikan jaminan yang

wajar bagi pemegang saham bahwa perusahaan dikendalikan dengan baik. Selain

itu pihak manajemen bertanggung jawab untuk melengkapi pemegang saham serta

investor dengan informasi keuangan yang andal dan tepat waktu.

2.1.2 Tujuan Sistem Pengendalian Internal

Suatu pengendalian yang efektif dan efesien sangat dibutuhkan oleh

organisasi atau perusahaan, karena dengan adanya sistem pengendalian internal

diharapkan semua yang telah ditetapkan dapat dilaksanakan dengan baik.

Menurut Mulyadi (2014:163) “Tujuan Sistem Pengendalian Internal”

adalah :

1. Menjaga kekayaan organisasi.

Kekayaan fisik suatu perusahaan dapat dicuri, disalahgunakan atau hancur

karena kecelakaan kecuali jika kekayaan tersebut dilindungi dengan

pengendalian yang memadai. Begitu juga dengan kekayaan perusahaan yang

tidak memiliki wujud fisik seperti piutang dagang akan rawan oleh

kekurangan jika dokumen penting dan catatan tidak dijaga.

2. Mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi.


Manajemen memerlukan informasi keuangan yang diteliti dan andal untuk

menjalankan kegiatan usahanya. Banyak informasi akuntansi yang digunakan

oleh manajemen untuk dasar pengambilan keputusan penting. Pengendalian

internal dirancang untuk memberikan jaminan proses pengolahan data

akuntansi akan menghasilkan informasi keuangan yang teliti dan andal karena

data akuntansi mencerminkan perubahan kekayaan perusahaan.

3. Mendorong efesiensi.

Pengendalian internal ditujukan untuk mencegah duplikasi usaha yang tidak

perlu atau pemborosan dalam segala kegiatan bisnis perusahaan dan untuk

mencegah penggunaan sumber daya perusahaan yang tidak efesien.

4. Mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen.

Untuk mencapai tujuan perusahaan, manajemen metapkan kebijakan dan

prosedur. Pengendalian internal ini ditujukan untuk memberikan jaminan yang

memadai agar kebijakan manajemen dipatuhi oleh karyawan.

Untuk mencapai kegunaan dan tujuan pengendalian internal diatas maka

diperlukan adanya sistem informasi akuntansi yang benar hal ini dapat

memberikan bantuan yang utama terhadap kekayaan perusahaan dengan cara

penyelenggaraan pencatatan aktiva yang baik. Apabila struktur pengendalian

internal suatu perusahaam lemah maka akan timbul kesalahan, ketidakakuratan,

serta kerugian yang cukup besar bagi perusahaan.

2.1.3 Unsur Pengendalian Internal

Menurut Mulyadi (2014:427-428) “Unsur-unsur Pengendalian Internal

kas” adalah sebagai berikut :


1. Struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional secara tegas.

2. Sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang memberikan perlindungan

yang cukup terhadap kekayaan, utang, pendapatan dan biaya.

3. Praktik yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap unit dan

organisasi.

4. Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggung jawabnya.

Diantara ke empat unsur pengendalian tersebut, unsur mutu karyawan

yang sesuai dengan tanggung jawabnya merupakan unsur pengendalian yang

paling penting. Karena apabila karyawan yang ditempatkan tidak sesuai dengan

kemampuannya maka seluruh aktivitas tidak akan berjalan lancar dan apa yang

telah dilakukan tidak akan dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, unsur

manusia atau karyawan harus benar-benar ditempatkan sesuai dengan bidang dan

kemampuannya serta memiliki tugas yang telah ditetapkan agar apa yang menjadi

tujuan perusahaan dapat tercapai dengan baik.

Terdapat 5 komponen Pengandalian Internal menurut Amin Widjaja

tunggal (2014:196) yaitu:

1. Lingkungan Pengendalian Internal (Control Environment)

Lingkungan pengendalian merupakan dasar untuk semua komponen

pengendalian internal atau merupakan fondasi dari komponen lainnya. Meliputi

beberapa faktor meliputi:

a. Integritas dan Etika

b. Komitmen untuk meningkatkan kompetensi

c. Dewan komisaris dan Komite audit

d. Filosofi manajemen dan jenis operasi


e. Struktur organisasi

f. Kebijakan dan praktik sumber daya manusia

2. Penilaian Resiko (Risk Assesment)

Terdiri dari identifikasi resiko. Identifikasi resiko meliputi pengujian

terhadap faktor-faktor eksternal seperti pengembangan teknologi, persaingan, dan

perubahan ekonomi. Faktor internal diantaranya kompetisi karyawan, sifat dari

aktivitas bisnis, dan karakterister pengolahan sistem informasi. Sedangkan analisis

resiko meliputi kemungkinan terjadinya resiko dan bagaimana mengelola resiko.

3. Aktivitas Pengendalian (Control Aktivities)

Terdiri dari kebijakan dan prosedur yang menjamin karyawan

melakanakan araham manajemen. Aktivitas pengendalian meliputi review

terhadap sistem pengendalian, pemisahan tugas, dan pengendalian terhadap sistem

informasi. Pengendalian terhadap sistem informasi meliputi dua cara yaitu

General Controls, mencakup kontrol terhadap akses, perangkat lunak, dan system

development dan Aplication controls, mencakup pencegahan dan deteksi transaksi

yang tidak terotorisasi. Berfungsi untuk menjamin completeness, accuracy,

authorization and validity dari proses transaksi.

4. Informasi dan Komunikasi (Information and Communication)

Sistem informasi yang relevan dengan tujuan pelaporan keuangan, yang

mencakup sistem akuntansi, terdiri atas metode dan catatan yang dibangun untuk

mencatat, mengolah, meringkas, dan melaporkan transaksi entitas (baik peristiwa

maupun kondisi) dan untuk memelihara akuntabilitas untuk asset, utang, dan

ekuitas yang bersangkutan.


Kualitas informasi yang dihasilkan dari sistem tersebut berdampak

terhadap kemampuan manajemen untuk membuat keputusan semestinya dalam

mengendalikan aktivitas entitas dan menyiapkan laporan keuangan yang andal.

Komunikasi yang mencakup penyediaan suatu pemahaman tentang peran dari

tanggung jawab individual berkaitan dengan pengendalian internal terhadap

pelaporan keuangan.

5. Pemantauan (Monitoring)

Suatu tanggung jawab manajemen yang penting adalah membangun dan

memelihara pengendalian internal. Manajemen memantau pengendalian internal

untuk mempertimbangkan apakah pengendalian tersebut dimodifikasi

sebagaimana mestinya jika perubahan kondisi menghendakinya.

Pemantauan adalah proses penentuan kualitas kinerja pengendalian

internal sepanjang waktu. Pemantauan ini mencakup penentuan desain dan operasi

pengendalian tepat waktu dan pengambilan tindakan koreksi.

Tidak ada suatu sistem pun yang dapat mencegah secara sempurna semua

pemborosan dan penyelewengan yang terjadi pada suatu perusahaan, karena

pengendalian internal setiap perusahaan memiliki keterbatasan bawaan,

keterbatasan-keterbatasan suatu pengendalian internal tersebut seperti yang

dikemukakan oleh Mulyadi (2010:181) keterbatasan bawaan yang melekat pada

setiap pengendalian internal adalah:

1. Kesalahan dalam pertimbangan

2. Gangguan

3. Kolusi

4. Pengabaian oleh manajemen


5. Biaya lawan manfaat

Menurut kutipan diatas dapat dijelaskan secara lebih rinci sebagai

berikut:

1. Kesalahan dalam pertimbangan seringkali manajemen dan personel lain dapat

salah dalam mempertimbangkan keputusan bisnis yang diambil

2. Gangguan dalam pengendalian yang telah ditetapkan dapat terjadi karena

personel secara keliru memahami perintah atau membuat kesalahan karena

kelalaian

3. Kolusi terjadi ketika dua atau lebih karyawan berkonspirasi untuk melakukan

pencurian (korupsi) di tempat mereka bekerja.

4. Pengabaian oleh manajemen muncul karena manajer suatu organisasi

memiliki lebih banyak otoritas dibandingkan karyawan biasa, sehingga proses

pengendalian cenderung lebih efektif pada manajemen tingkat bawah

dibandingkan pada manajemen tingkat atas.

5. Biaya lawan manfaat, konsep jaminan yang meyakinkan atau masuk akal

mempunyai arti bahwa biaya pengendalian internal tidak melebihi manfaat

yang dihasilkan.

2.1.4. Lingkungan Pengendalian ( Control Environment)

Tunggal (2014:196), Lingkungan pengendalian merupakan dasar untuk

semua komponen pengendalian internal atau merupakan fondasi dari komponen

lainnya. Meliputi beberapa faktor meliputi:

a. Integritas dan Etika

b. Komitmen untuk meningkatkan kompetensi


c. Dewan komisaris dan Komite audit

d. Filosofi manajemen dan jenis operasi

e. Struktur organisasi

f. Kebijakan dan praktik sumber daya manusia

Menurut Arens dkk (2015: 346), Lingkungan pengendalian terdiri dari

tindakan, kebijakan dan prosedur yang menggambarkan seluruh sikap manajemen,

direksi dan pemilik dari suatu entitas terhadap pengendalian internal itu sendiri

dan pentingnya pengendalian internal tersebut terhadap entitas. Lingkungan

pengendalian ini terdiri dari beberapa sub unsur antara lain:

1. Intergritas dan nilai etika.

Merupakan suatu standar etika dan sikap suatu entitas, untuk menilai

seberapa baik hal tersebut dikomunikasikan dan diterapkan. Integritas dan

nilai-nilai etika mencangkup tindakan manajemen untuk menghilangkan

atau mengurangi godaan yang dapat mendorong personil untuk terlibat

dalam tindakan atau prilaku yang tidak jujur, ilegal dan tidak etis. Selain

itu intergritas dan nilai etika juga mencangkup tentang komunikasi

mengenai nilai yang dianut entitas dan standar prilaku terhadap setiap

personil melalui pernyataan kebijakan, kode etik dan melalui contoh.

2. Komitmen terhadap kompetensi.

Mencangkup pertimbangan manajemen mengenai tingkat kompetensi

untuk pekerjaan tertentu dan bagaimana tingkat tersebut menerjemahkan

kedalam keterampilan dan pengetahuan di perlukan.

3. Partisipasi dewan direksi dan komisaris atau komite audit.


Tanggung jawab utama dari dewan direksi, komisaris atau komite audit

adalah untuk meyakinkan bahwa manajemen telah melakukan

pengendalian internal dan proses pelaporan keuangan yang tepat.

Partisipasi dewan direksi dan komisaris atau komite audit sangat lah

penting demi terciptanya tata kelola perusahaan yang baik.

4. Filosofi manajemen dan gaya operasi.

Dalam melakukan aktivitas manajement harus memberikan sinyal-sinyal

yang jelas kepada karyawan mengenai signifikasi pengendalian internal.

Sebagai contoh :

 Apakah manajemen mengambil resiko yang signifikan atau malah

menghidari resiko?

 Apakah target penjualan dan laba tidak realistis?

 Apakah Karyawan termotifasi untuk melakukan tindakan-tindakan

yang agresif untuk memenuhi target tersebut? Dan lain sebagainya.

5. Struktur organisasi.

Dengan memahami struktur organisasi auditor dapat mempelajari

manajemen dan element-elemen funsional bisnis serta persepsi mengenai

bagaimana pegedalian di terapkan.

6. Kebijakan dan praktik sumber daya manusia.

Aspek pengendalian internal yang paling penting adalah personil (SDM).

Jika karyawan kompeten dan dapat dipercaya pengendalian lain dapat

ditiadakan, dan laporan keuangan yang andal dapat dihasilkan. Orang-

orang yang jujur dan efisien mampu bekerja dengan kinerja yang sangat
baik meskipun hanya dengan sedikit pengendalian. Jika personil tidak

dapat dipercaya dan tidak jujur dapat membuat sistem menjadi kacau

meskipun terdapat berbagai pengendalian yang diterapkan.

Penting nya personil yang kompeten dan dapat dipercaya dalam

memberikan pengendalian yang efektif, metode yang digunakan dalam

merekrut, mengevaluasi, melatih, mempromosikan, dan memberikan

kompensasi merupakan bagian yang penting didalam pengendalian.

Dari defenisi diatas tentang lingkungan pengendalian, maka dapat

disimpulkan bahwa lingkungan pengendalian merupakan dampak kumulatif atas

faktor-faktor untuk membangun, mendukung dan meningkatkan efektivitas

kebijakan dan prosedur tertentu.

2.1.5. Penilaian Resiko (Risk Assesment)

Menurut Mulyadi (2014: 185) penilaian risiko adalah semua organisasi

menghadapi risiko, yaitu dalam kondisi apapun yang namanya risiko pasti ada

dalam suatu aktivitas, baik aktivitas yang berkaitan dengan bisnis maupun non

bisnis.

Menurut Tunggal (2014: 114) penilaian risiko adalah semuan entitas-besar

atau kecil, berorientasi pada laba maupun nirlaba, jasa atau manufaktur-akan

menghadapirisiko. Banyak dari risiko-risiko tersebut, jika tidak diantisipasi dapat

menyebabkan dalah saji dalam laporan keuangan entitas. Oleh karena itu,

penilaian risiko komponen penting dalam pengendalian internal. Penilaian risiko

adalah identifikasi, analisis, dan manajemen risiko entitas yang relevan dengan

penyusunan laporan keuangan yang disajikan secara wajar sesuai prinsip-prinsip

akuntansi yang belaku umum. Proses penilaian risiko entitas harus


memperlihatkan keadaan serta kejadian internal dan eksternal yang dapat sangat

mempengaruhinya dalam mencatat, memroses, dan melaporkan data keuangan.

Menurut Arens dkk (2015: 349) penilaian risiko untuk laporan keuangan

merupakan identifikasi dan analisis manajemen terhadap risiko-risiko yang

relevan terhadap penyusunan laporan keuangan sesuai dengan PABU. Penilaian

resiko merupakan kegiatan yang dilakukan oleh manajemen dalam

mengidentifikasi dan menganalisis resiko yang menghambat perusahaan dalam

mencapai tujuannya. Resiko dapat berasal dari dalam atau luar perusahaan.

Penilaian resiko manajemen berbeda dengan penilaian resiko yang dilakukan

auditor, auditor mengidentifikasi resiko-resiko yang relevan dengan pelaporan

keuangan, mengevaluasi resiko-resiko yang signifikan serta menentukan tindakan-

tindakan yang diperlukan untuk menangani resiko tersebut.

Ikatan Akuntan Indonesia dalam Standar Profesional Akuntan Publik

Nomor 24 (2016:319) Penaksiran Resiko entitas untuk tujuan pelaporan keuangan

merupakan pengidentifikasian analisis dan pengelolaan risiko yang relevan

dengan penyusunan laporan keuangan yang disajikan secara wajar sesuai dengan

prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

Dalam melaksanakan Identifikasi risiko sekurang-kurangnya dilaksanakan

dengan cara sebagai berikut:

a) Menggunakan metodologi yang sesuai untuk instansi pemerintah dan tujuan

pada tingkatan kegiatan secara komprehensif;

b) Menggunakan mekanisme yang memadai untuk mengenali risiko dari faktor

eksternal dan faktor internal; dan


c) Menilai faktor lain yang dapat meningkatkan risiko.

Analisi risiko dilaksanakan untuk menentukan dampak dari risiko yang

telah diidentifikasi terhadap pencapaian tujuan instansi pemerintah. Pimpinan

instansi pemerintah menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menentukan tingkat

risiko yang dapat diterima.

Berdasarkan defenisi-defenisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

penilaian risiko dilakukan oleh pimpinan, manajemen, dan auditor untuk

mengidentifikasi dan menganalisis resiko yang relevan dalam pencapaian tujuan

suatu entitas.

2.1.6. Aktivitas Pengendalian (Control Aktivities)

Menurut Tunggal (2014: 117) aktivitas pengendalian adalah kebijakan

dan prosedur yang dikembangkan oleh manajemen untuk mengantisipasi risiko

yang dapat menghalangi entitas mencapai tujuannya. Aktivitas pengendalian

memiliki berbagai tujuan dan aplikasi pada berbagai tingkat organisasi atau

fungsional dalam sebuah entitas.

Menurut Mulyadi (2014: 186) aktivitas pengendalian dilaksanakan melalui

prosedur pengendalian ditetapkan untuk standarisasi proses kerja, sehingga

menjamin tercapainya tujuan perusahaan dan mencegah atau mendeteksi

keterbatasan serta kesalahan.

Ikatan Akuntan Indonesia dalam Standar Profesional Akuntan Publik

Nomor 24 (2016:319) Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang

membantu menyakinkan bahwa tindakan yang diperlukan telah dilaksanakan.


Menurut Arens, dkk (2015:349) Aktivitas pengendalian merupakan

kebijakan dan prosedur selain yang telah dimasukan dalam keempat komponen

lainnya, yang membantu untuk meyakinkan bahwa tindakan-tindakan yang

penting telah dilakukan untuk mengatasi risiko-risiko dalam mencapai tujuan

organisasi.

Lima jenis aktivitas Pengendalian menurut Elder,dkk (2015:350)

a. Pemisahan tugas yang memadai

b. Otorisasi yang tepat atas transaksi dan aktivitas

c. Dokumentasi dan catatan yang memadai

d. Pengendalian fisik atas aset dan catatan-catatan

e. Pengecekan terhadap pekerjaan secara Independen

2.1.7. Informasi dan Komunikasi (Information and Communication)

Mulyadi (2014: 187) Informasi dan komunikasi merupakan unsur-unsur

yang penting dari pengendalian internal perusahaan. Informasi tentang lingkungan

pengendalian, penilaian risiko, prosedur pengendalian, dan pemantauan

diperlukan oleh manajemen, untuk pedoman operasi dan menjamin ketaatan

dengan pelaporan hukum serta peraturan-peraturan yang berlaku pada perusahaan.

Menurut Tunggal (2014: 117), komponen ini terdiri dari sistem informasi

yang digunakan untuk menghasilkan informasi keuangan dan bagaimana

mengkomunikasikan informasikan tersebut. Sistem informasi pelaporan keuangan

(financial reporting information system), yang mencakup sistem akuntansi, terdiri

dari metode dan catatan yang ditetapkan untuk mengidentifikasi, menyatukan,

menganalisis, mengklasifikasi, mencata, dan melaporkan transaksi entitas


(kejadian dan kondisi) serta untuk mempertahankan akuntabilitas atas aktivadan

kewajiban yang berkaitan.

Ikatan Akuntan Indonesia dalam Standar Profesional Akuntan Publik

Nomor 24 (2016:319) Sistem informasi yang relevan dengan tujuan pelaporan

keuangan yang mencakup sistem akuntansi yang terdiri dari metode dan catatan

yang dibangun untuk mencatat, mengolah, meringkas dan melaporkan transaksi

entitas (termasuk peristiwa dan keadaan) dan untuk menyelenggarakan

akuntabilitas terhadap aktiva, utang dan ekuitas yang bersangkutan.

Menurut Arens dkk, (2015:353) Tujuan dari sistem informasi dan

komunikasi akuntansi suatu entitas adalah untuk memulai, mencatat, memproses

dan melaporkan transaksi-transaksi yang terjadi dalam suatu entitas dan untuk

menjaga akuntabilitas aset-aset yang terkait. Informasi diperlukan oleh semua

tingkatan manajemen organisasi untuk mengambil keputusan dan mengetahui

kepatuhan terhadap kebijakan yang telah ditentukan. Infomasi yang berkualitas

diidentifikasi, diambil/diterima, diproses dan dilaporkan oleh sistem informasi.

Komunikasi sudah tercakup daam sistem informasi. Komunikasi terjadi pula

dalam bentuk tindakan manajemen. Komunikasi harus dapat menyampaika pesan

dengan jelas dari manajemen bahwa karyawan harus melakukan pengendalian

intern dengan serius.

Berdasarkan definisi-defisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

Komunikasi melibatkan penyediaan informasi yang dihasilkan oleh sistem

informasi pelaporan keuangan kepada pihak-pihak terkait dari suatu entitas secara

tepat waktu. Sistem informasi yang relevan dengan tujuan pelaporan keuangan,

yang mencakup sistem akuntansi, terdiri atas metode dan catatan yang dibangun
untuk mencatat, mengolah, meringkas, dan melaporkan transaksi entitas (baik

peristiwa maupun kondisi) dan untuk memelihara akuntabilitas untuk asset, utang,

dan ekuitas yang bersangkutan.

Kualitas informasi yang dihasilkan dari sistem tersebut berdampak

terhadap kemampuan manajemen untuk membuat keputusan semestinya dalam

mengendalikan aktivitas entitas dan menyiapkan laporan keuangan yang andal.

Komunikasi yang mencakup penyediaan suatu pemahaman tentang peran dari

tanggung jawab individual berkaitan dengan pengendalian internal terhadap

pelaporan keuangan.

2.1.8. Pemantauan (Monitoring)

Mulyadi (2014: 188) Pemantauan terhadap sistem pengendalian internal

akan menemukan kekurangan serta meningkatkan efektivitas pengendalian.

Pengendalian internal dapat di monitor secara efektif melalui penilaian khusus

atau sejalan dengan manajemen.

Menurut Tunggal (2014: 118) Pengendalian internal dapat berubah dari

waktu kewaktu karena berbagai alasan. Entitas dapat memperluas atau

memperkecil operasinya, personel baru baru dapat bergabung dengan entitas atau

keefektifan dan pengawasan mungkin bervariasi. Oleh karena itu, manajemen

perlu melakukan hal ini dengan pemantauan (monitoring)-proses penilaian

kualitas kinerja pengendalian internal dari waktu kewaktu. Pemantauan dapat

dilakukan dengan aktivitas terus menerus atau evaluasi terpusat. Prosedur

pemantauan yang terus menerus dilakukan terhadap aktivitas rutin yang normal

terjadi dalam sebuah entitas serta mencakup aktivitas manajemen dan pengawasan
yang biasa. Evaluasi terpisah adalah penilaian periodik atas semua atau sebagian

pengendalian internal. Evaluasi tersebut dapat dilakukan oleh personel internal

atau oleh pihak lain seperti kantor akuntan independen.

Ikatan Akuntan Indonesia dalam Standar Profesional Akuntan Publik

Nomor 24 (2016:319) Pemantauan adalah proses penetapan kualitas kinerja

pengendalian intern sepanjang waktu. Pemantauan mencakup penentuan desain

dan operasi, pengendlian tepat waktu dan tindakan perbaikan yang dilakukan.

Proses ini dilaksanakan secara terus menerus, evaluasi secara terpisah atau suatu

kombinasi diantara keduanya.

Menurut Arens, dkk (2015:354) aktivitas Pemantauan berkaitan dengan

penilaian secara berkelanjutan atau penilaian berkala atas kualitas pengendalian

internal oleh manajemen untuk menentukan bahwa pengendalian dijalankan

sesuai dengan tujuannya dan dimodifikasi jika diperlukan jika terjadi perubahan

kondisi.

Dari defenisi-defenisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas

pengawasan atau pemantauan berhubungan dengan penilaian atas mutu

pengendalian intern secara berkesinambungan (berkala) oleh manajemen untuk

menentukan bahwa pengendalian telah berjalan sebagaimana yang diharapkan,

dan dimodifikasi sesuai dengan perkembangan kondisi yang ada dalam

perusahaan.

Suatu tanggung jawab manajemen yang penting adalah membangun dan

memelihara pengendalian internal. Manajemen memantau pengendalian internal

untuk mempertimbangkan apakah pengendalian tersebut dimodifikasi

sebagaimana mestinya jika perubahan kondisi menghendakinya.


Pemantauan adalah proses penentuan kualitas kinerja pengendalian

internal sepanjang waktu. Pemantauan ini mencakup penentuan desain dan operasi

pengendalian tepat waktu dan pengambilan tindakan koreksi.

Tidak ada suatu sistem pun yang dapat mencegah secara sempurna semua

pemborosan dan penyelewengan yang terjadi pada suatu perusahaan, karena

pengendalian internal setiap perusahaan memiliki keterbatasan bawaan,

keterbatasan-keterbatasan suatu pengendalian internal tersebut seperti yang

dikemukakan oleh Mulyadi (2011:181) keterbatasan bawaan yang melekat pada

setiap pengendalian internal adalah:

1. Kesalahan dalam pertimbangan

2. Gangguan

3. Kolusi

4. Pengabaian oleh manajemen

5. Biaya lawan manfaat

Menurut kutipan diatas dapat dijelaskan secara lebih rinci sebagai

berikut:

1. Kesalahan dalam pertimbangan seringkali manajemen dan personel lain dapat

salah dalam mempertimbangkan keputusan bisnis yang diambil

2. Gangguan dalam pengendalian yang telah ditetapkan dapat terjadi karena

personel secara keliru memahami perintah atau membuat kesalahan karena

kelalaian

3. Kolusi terjadi ketika dua atau lebih karyawan berkonspirasi untuk melakukan

pencurian (korupsi) di tempat mereka bekerja.


4. Pengabaian oleh manajemen muncul karena manajer suatu organisasi

memiliki lebih banyak otoritas dibandingkan karyawan biasa, sehingga proses

pengendalian cenderung lebih efektif pada manajemen tingkat bawah

dibandingkan pada manajemen tingkat atas.

5. Biaya lawan manfaat, konsep jaminan yang meyakinkan atau masuk akal

mempunyai arti bahwa biaya pengendalian internal tidak melebihi manfaat

yang dihasilkan.

2.1.9. Pengertian Persediaan

Istilah Persediaan secara umum digunakan untuk menunjukkan sejumlah

barang yang dimiliki oleh perusahaan untuk dijual kembali atau digunakan untuk

memproduksi barang-barang yang akan dijual. Karena kegiatan operasionalnya,

terdapat perbedaan antara persediaan pada perusahaan dagang dan persediaan

pada perusahaan industri.

Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2016: 14.1) dalam Pernyataan Standar

Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 14 menjelaskan bahwa:

Persediaan adalah aktiva:

a. Tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal.

b. Dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan, atau

c. Dalam bentuk bahan atau perlengkapan untuk digunakan dalam proses

produksi atau pemberian jasa.

Untuk lebih memperoleh pemahaman mengenai pengertian persediaan,

berikut ini akan dikemukakan pendapat ahli:


Chasteen, et al (2008: 476) juga memberikan definisi yaitu Inventory is

the term used in the United States to describe assets that are intended for sale in

the ordinary course of business, are in the process of being produced for sale, or

are to be used currently in producing goods for sale. (In many countries, the term

stock is used for inventory).

Dari pernyataan-pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa persediaan

merupakan suatu aktiva yang meliputi barang milik perusahaan dengan maksud

untuk dijual dalam suatu periode usaha normal perusahaan, atau persediaan bahan

baku yang menunggu untuk diproses dalam proses produksi yang merupakan

sumber utama penghasilan perusahaan.

Suadi (2008: 67)memberikan pengertian persediaan yaitu aktiva lancar

untuk dijual atau dikonsumsi dalam rangka menjalankan usaha normal

perusahaan. Kemudian Giri (2012: 243) juga menyatakan bahwa persediaan

adalah klasifikasi untuk menampung semua item aktiva yang dimiliki perusahaan

pada saat tertentu dengan tujuan untuk dijual atau dikonsumsi operasi normal

perusahaan. Aktiva lain yang dimiliki perusahaan, tetapi tidak untuk dijual atau

dikonsumsi tidak termasuk klasifikasi sediaan.

Dari kedua pengertian definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa hanya

aktiva lancar yang digunakan untuk usaha normal perusahaan saja yang dapat

disebut dengan persediaan. Bedasarkan kriteria ini, rumah (yang biasanya

merupakan aktiva tetap) dapat digolongkan sebagai aktiva lancar oleh perusahaan

yang usaha normalnya membangun dan menjual rumah (perusahaan real estate).

Akan tetapi rumah yang dipakai perusahaan sebagai tempat usaha, tidak
merupakan pesediaan karena rumah tersebut tidak untuk dijual atau dikonsumsi

dalam rangka menjalankan usaha normal perusahaan.

Persediaan menurut jenisnya lebih rinci diberikan oleh Matt (2011: 66)

Perusahaan mungkin saja mempunyai persediaan sampai tiga jenis, bergantung

pada sifat usahanya. Ketiga kategori persediaan ini adalah bahan mentah, barang

setengah jadi serta barang jadi. Perusahaan manufaktur biasanya memiliki ketiga

jenis persediaan ini, sementara perusahaan dagang hanya memiliki barang untuk

dijual kembali.

Selanjutnya Niswonger, et al (2007: 388) juga memberikan pengertian

tentang persediaan sebagai berikut:

a. Barang dagang yang disimpan untuk dijual dalam operasi normal

perusahaan.

b. Bahan yang terdapat dalam proses produksi atau yang disimpan untuk

tujuan itu.

Dari definisi-definisi diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa definisi

persediaan tergantung dari kegiatan operasional perusahaannya. Pada perusahaan

dagang hanya terdapat persediaan barang dagangan, yang dimiliki perusahaan

dengan tujuan untuk dijual kembali sedangkan pada perusahaan industri, yang

melakukan pengolahan bahan-bahan sebelum dijual, memiliki beberapa jenis

persediaan yang berupa persediaan bahan baku, bahan pembantu, suku cadang,

barang dalam proses serta barang jadi.

2.1.10. Penggolongan Persediaan


Persediaan dalam perusahaan dagang adalah barang yang dibeli oleh

perusahaan dengan tujuan untuk dijual tanpa melalui proses merubah bentuk

maupun sifat dari barang persediaan tersebut.

Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2016: 14.04) dalam Pernyataan

Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 14 menjelaskan bahwa:

04 Persediaan meliputi barang yang dibeli dan disimpan untuk dijual kembali,

misalnya, barang dagang dibeli oleh pengecer untuk dijual kembali, atau

pengadaan tanah dan properti lainnya untuk dijual kembali. Persediaan juga

mencakupi barang jadi yang telah diproduksi, atau barang dalam penyelesaian

yang sedang diproduksi perusahaan, dan termasuk bahan serta perlengkapan

yang akan digunakan dalam proses produksi. Bagi perusahaan jasa, persediaan

meliputi biaya jasa seperti diuraikan dalam paragraf 16, di mana pendapatan

yang bersangkutan belum diakui perusahaan. (lihat Pernyataan Standar

Akuntansi Keuangan No. 23 tentang Pendapatan).

Pada perusahaan manufaktur, persediaan yang dimiliki mengalami proses

merubah bentuk atau sifat sebelum persediaan tersebut dijual. Sehingga nilai

persediaan saat dibeli telah berubah dengan saat penjualan. Seperti yang

diungkapkan oleh Mulyadi (2007: 555) yaitu dalam perusahaan manufaktur,

persediaan terdiri dari produk jadi, persediaan produk dalam proses, persediaan

bahan baku, persediaan bahan penolong, persediaan bahan habis pakai pabrik dan

persediaan suku cadang. Dalam perusahaan dagang, persediaan hanya terdiri dari

satu golongan yaitu persediaan barang dagangan, yang merupakan barang yang

dibeli dengan tujuan untuk dijual kembali.


Widjajanto (2004: 326) mengatakan istilah persediaan atau persediaan

barang dagangan pada umumnya diterapkan untuk barang-barang yang dimiliki

oleh perusahaan dagang, baik perusahaan dagang besar atau eceran, apabila

barang tersebut diperoleh dalam keadaan siap untuk dijual kembali. Istilah bahan

baku, bahan pembantu, barang dalam proses dan barang jadi berkaitan dengan

persediaan manufaktur.

Dari kedua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa dalam perusahaan

dagang hanya terdiri dari satu golongan persediaan yang berupa persediaan barang

dagangan. Sedangkan pada perusahaan industri terdiri dari beberapa macam

persediaan yaitu persediaan bahan baku, persediaan bahan penolong, persediaan

barang dalam proses dan persediaan barang jadi (siap untuk dijual).

Persediaan dibentuk oleh perusahaan untuk mempersiapkan bahan-bahan

yang akan diproses atau dijual dalam kegiatan perusahaan. Maka dari itu,

persediaan dalam perusahaan merupakan unsur yang paling lancar sebab tanpa

ada persediaan, perusahaan tidak dapat berproduksi atau tidak dapat

melaksanakan penjualan dalam melayani konsumen.

Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2016: 14.01) menjelaskan bahwa:

01 Pernyataan ini harus diaplikasikan dalam penyusunan laporan keuangan dalam

konteks sistem biaya historis tentang akuntansi persediaan selain:

(a) pekerjaan dalam proses yang timbul dalam kontrak konstruksi

(construction contracts) (lihat Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan

No. 34 tentang Kontrak Konstruksi);

(b) instrumen keuangan; dan


(c) persediaan yang dimiliki oleh produsen peternakan, produk pertanian dan

kehutanan, dan hasil tambang sepanjang persediaan tersebut dinilai

berdasarkan nilai realisasi bersih sesuai dengan kelaziman praktek yang

berlaku dalam industri tertentu.

02 Persediaan yang dirujuk dala m paragraf 1 (c) diukur dengan nilai realisasi

bersih pada tahap produksi tertentu. Hal tersebut terjadi, misalnya, ketika hasil

pertanian telah dipanen atau hasil tambang telah ditambang dan penjualan

telah dijamin berdasarkan kontrak berjangka atau jaminan pemerintah, atau

bila terdapat suatu pasar homogen dan risiko kegagalan pemasaran tidak

berarti. Persediaan tersebut tidak termasuk dalam lingkup Pernyataan ini.

Menurut Stice dan Skousen (2012: 327): Persediaan merupakan salah satu

unsur yang paling reaktif dalam operasional perusahaan, yang secara kontinyu

diperoleh atau diproduksi dan dijual. Sebagian besar sumber daya perusahaan

acapkali diinvestasikan dalam bentuk barang-barang yang dibeli atau diproduksi.

Dari pendapat yang diberikan tersebut dapat diketahui bahwa persediaan

merupakan bagian aktiva lancar yang relatif aktif perubahannya sehingga

kegagalan untuk melaporkan posisi persediaan secara tepat akan mengakibatkan

adanya kesalahan dalam penyajian laporan keuangan tersebut.

Dalam perhitungan laba rugi, persediaan mempunyai pengaruh yang besar

dalam perhitungan harga pokok penjualan dan laba bersih. Harga pokok penjualan

dihitung dari nilai persediaan awal periode, ditambah pembelian dan biaya-biaya

yang terjadi, dikurangi persediaan pada akhir periode. Persediaan awal dan

persediaan akhir ini dilaporkan dalam laporan laba rugi, dan persediaan akhir

suatu periode secara otomatis akan menjadi persediaan awal periode berikutnya.
Kesalahan dalam menentukan posisi persediaan yang tepat akan menyebabkan

laporan keuangan tidak menunjukkan keadaan perusahaan yang sebenarnya dan

akan berpengaruh pada laporan keuangan berikutnya.

Tabel 2.1.
Pengaruh Kesalahan Persediaan Terhadap Laporan Laba Rugi

Kesalahan Persediaan HPP Laba Bersih


Persediaan awal terlalu rendah Terlalu rendah Terlalu tinggi
Persediaan awal terlalu tinggi Terlalu tinggi Terlalu rendah
Persediaan akhir terlalu rendah Terlalu tinggi Terlalu rendah
Persediaan akhir terlalu tinggi Terlalu rendah Terlalu tinggi
Sumber : Jusup, (2014: 33).

Analisis atas akibat yang timbul menunjukkan bahwa kesalahan pada

persediaan awal adalah kebalikan kesalahan yang sama pada kesalahan akhir.

Apabila terjadi pada kesalahan pada persediaan akhir dan kesalahan tersebut tidak

diperbaiki hingga sebelum akhir periode, maka akan membawa akibat sebaliknya

atas laba bersih tahun tersebut. Namun demikian, total laba bersih untuk kedua

tahun dan neraca pada akhir tahun kedua tersebut tidak akan keliru karena

kesalahan akan saling mengimbangi satu dengan lainnya.

Sedangkan pengaruh kesalahan persediaan akhir terhadap neraca dapat

ditentukan dengan menggunakan persamaan dasar akuntansi, yaitu:

Aktiva = Kewajiban + Modal

Tabel 2.2.
Pengaruh Kesalahan Persediaan terhadap Neraca

Kesalahan Persediaan Akhir Aktiva Kewajiban Modal

Terlalu tinggi Terlalu tinggi - Terlalu tinggi

Terlalu rendah Terlalu rendah - Terlalu rendah


Sumber : Jusup (2014: 135).
2.1.11. Tinjauan Hasil Penelitian Terdahulu

Sehubungan dengan penelitian tentang Analisis Sistem Pengendalian

Intern Persediaan Obat-Obatan pada Rumah Sakit Awal Bros Pekanbaru, maka

dalam penelitian ini berpedoman pada beberapa penelitian sebelumnya yaitu:

1. Rahayu, dkk. 2016 dengan judul penelitian Analisis Sistem Pengendalian

Intern Persediaan Obat Di Rumah Sakit Anak Astrini Wonogiri. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa penerapan sistem pengendalian intern

persediaan obat di Rumah Sakit Anak Astrini Wonogiri sudah efektif. Namun

diketahui masih terdapat kekurangan yaitu belum adanya pemisahan tugas

antara bagian pembelian dan penerimaan obat sehingga kemungkinan terjadi

kecurangan atau kesalahan cukup besar. Berdasarkan ditemukanya kelemahan

tersebut, kemudian diberikan rekomendasi dan saran yaitu sebaiknya terdapat

pemisahan tugas untuk meminimalisir kecurangan ataupun kesalahan dalam

pengelolaan persediaan obat di Rumah Sakit Anak Astrini Wonogiri.

2. Manengkey, 2014, melakukan penelitian dengan judul Analisis Sistem

Pengendalian Intern Persediaan Barang Dagang Dan Penerapan Akuntansi

Pada PT. Cahaya Mitra Alkes. Hasil penelitian menunjukansecara keseluruhan

sistem pengendalian intern persediaan barang dagangpada PT. Cahaya Mitra

Alkes berjalan cukup efektif. Manajemen perusahaan sudah

menerapkankonsep dan prinsip-prinsip pengendalian intern, namun disisilain

terdapat beberapa prosedur yang belum mencerminkan konsep pengendalian

intern.Manajemen perusahaan sebaiknyamenciptakan pengendalian intern

yang memadai terhadap persediaan perusahaan secara keseluruhan, dan

sebaiknya perusahaan membentuk auditor internal agar dapat menyelidiki,


menilai efektivitas pelaksanaan unsur-unsur pengendalian intern persediaan

barang yang telah ditetapkan.

3. Makisurat, dkk, 2014, melakukan penelitian dengan judul Penerapan Sistem

Pengendalian Intern Untuk Persediaan Barang Dagangan Pada Cv. Multi

Media Persada Manado. Hasil penelitian pada CV. Multi Media Persada

Manado atas pengendalian intern sudah baik, karena telah menerapkan unsur-

unsur pengendalian intern. Disarankan pihak manajemen dapat melakukan

pencatatan manual serta menyediakan staf ahli dalam menilai kualitas barang

dagangan.

Berdasarkan penelitian di atas, maka disajikan dalam tabel tabel berikut

ini:

Tabel 2.3.
Tinjauan Penelitian Terdahulu

Nama / Variabel
Judul Penelitian Hasil Penelitian
Tahun Penelitian
Rahayu, Analisis Sistem - Lin Hasil penelitian
dkk. (2016) Pengendalian Intern gkungan menunjukkan bahwa
ISSN: 2337 Persediaan Obat Di Pengendalian penerapan sistem
– 4349 Rumah Sakit Anak - Res pengendalian intern
Astrini Wonogiri iko persediaan obat di
Pengendalian Rumah Sakit Anak
- Ke Astrini Wonogiri sudah
giatan efektif. Namun
Pengendalian diketahui masih
- Inf terdapat kekurangan
ormasi Dan
yaitu belum adanya
Komunikasi
pemisahan tugas antara
- Pe
mantauan bagian pembelian dan
Pengendalian penerimaan obat
Intern. sehingga kemungkinan
terjadi kecurangan atau
kesalahan cukup besar.

Manengkey, Analisis Sistem - Lin Hasil penelitian


(2014) Pengendalian Intern gkungan menunjukansecara
ISSN 2303- Persediaan Barang Pengendalian keseluruhan sistem
1174 Dagang Dan - Res pengendalian intern
Penerapan Akuntansi iko persediaan barang
Pada PT. Cahaya Pengendalian dagangpada PT.
Mitra Alkes - Ke Cahaya Mitra Alkes
giatan berjalan cukup efektif.
Pengendalian Manajemen perusahaan
- Inf sudah menerapkan
ormasi Dan konsep dan prinsip-
Komunikasi
prinsip pengendalian
- Pe
intern, namun disisilain
mantauan
Pengendalian terdapat beberapa
Intern. prosedur yang belum
mencerminkan konsep
pengendalian intern.

Makisurat, Penerapan Sistem - Lin Hasil penelitian pada


dkk, (2014)Pengendalian Intern gkungan CV. Multi Media
Untuk Persediaan Pengendalian Persada Manado atas
ISSN 2303- Barang Dagangan - Res pengendalian intern
1174 Pada Cv. Multi iko sudah baik, karena
Media Persada Pengendalian telah menerapkan
Manado - Ke unsur-unsur
giatan pengendalian intern.
Pengendalian Disarankan pihak
- Inf manajemen dapat
ormasi Dan melakukan pencatatan
Komunikasi manual serta
- Pe menyediakan staf ahli
mantauan dalam menilai kualitas
Pengendalian barang dagangan
Intern.
Sumber: Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu
2.2. KERANGKA PEMIKIRAN

2.2.1. Penerapan Lingkungan Pengendalian terhadap Sitem

Pengengendalian Intern Persediaan Obat-obatan

Lingkungan pengendalian merupakan dasar untuk semua komponen

pengendalian internal atau merupakan fondasi dari komponen lainnya. Meliputi

beberapa faktor meliputi:


a. Integritas dan Etika

b. Komitmen untuk meningkatkan kompetensi

c. Dewan komisaris dan Komite audit

d. Filosofi manajemen dan jenis operasi

e. Struktur organisasi

f. Kebijakan dan praktik sumber daya manusia

2.2.2. Penerapan Resiko Pengendalian terhadap Sitem Pengengendalian

Intern Persediaan Obat-obatan

Terdiri dari identifikasi resiko. Identifikasi resiko meliputi pengujian

terhadap faktor-faktor eksternal seperti pengembangan teknologi, persaingan, dan

perubahan ekonomi. Faktor internal diantaranya kompetisi karyawan, sifat dari

aktivitas bisnis, dan karakterister pengolahan sistem informasi. Sedangkan analisis

resiko meliputi kemungkinan terjadinya resiko dan bagaimana mengelola resiko.

2.2.3. Penerapan Kegiatan Pengendalian terhadap Sitem Pengengendalian

Intern Persediaan Obat-obatan

Terdiri dari kebijakan dan prosedur yang menjamin karyawan

melakanakan araham manajemen. Aktivitas pengendalian meliputi review

terhadap sistem pengendalian, pemisahan tugas, dan pengendalian terhadap sistem

informasi. Pengendalian terhadap sistem informasi meliputi dua cara yaitu

General Controls, mencakup kontrol terhadap akses, perangkat lunak, dan system

development dan Aplication controls, mencakup pencegahan dan deteksi transaksi

yang tidak terotorisasi. Berfungsi untuk menjamin completeness, accuracy,

authorization and validity dari proses transaksi.


2.2.4. Penerapan Informasi dan Komunikasi terhadap Sitem

Pengengendalian Intern Persediaan Obat-obatan

Sistem informasi yang relevan dengan tujuan pelaporan keuangan, yang

mencakup sistem akuntansi, terdiri atas metode dan catatan yang dibangun untuk

mencatat, mengolah, meringkas, dan melaporkan transaksi entitas (baik peristiwa

maupun kondisi) dan untuk memelihara akuntabilitas untuk asset, utang, dan

ekuitas yang bersangkutan.

Kualitas informasi yang dihasilkan dari sistem tersebut berdampak

terhadap kemampuan manajemen untuk membuat keputusan semestinya dalam

mengendalikan aktivitas entitas dan menyiapkan laporan keuangan yang andal.

Komunikasi yang mencakup penyediaan suatu pemahaman tentang peran dari

tanggung jawab individual berkaitan dengan pengendalian internal terhadap

pelaporan keuangan.

2.2.5. Penerapan Pemantauan Pengendalian terhadap Sitem

Pengengendalian Intern Persediaan Obat-obatan

Suatu tanggung jawab manajemen yang penting adalah membangun dan

memelihara pengendalian internal. Manajemen memantau pengendalian internal

untuk mempertimbangkan apakah pengendalian tersebut dimodifikasi

sebagaimana mestinya jika perubahan kondisi menghendakinya.

Pemantauan adalah proses penentuan kualitas kinerja pengendalian

internal sepanjang waktu. Pemantauan ini mencakup penentuan desain dan operasi

pengendalian tepat waktu dan pengambilan tindakan koreksi.


Tidak ada suatu sistem pun yang dapat mencegah secara sempurna semua

pemborosan dan penyelewengan yang terjadi pada suatu perusahaan, karena

pengendalian internal setiap perusahaan memiliki keterbatasan bawaan,

keterbatasan-keterbatasan suatu pengendalian internal tersebut seperti yang

dikemukakan oleh Mulyadi (2014:181) keterbatasan bawaan yang melekat pada

setiap pengendalian internal adalah:

1. Kesalahan dalam pertimbangan

2. Gangguan

3. Kolusi

4. Pengabaian oleh manajemen

5. Biaya lawan manfaat

Dari kerangka pemikiran, maka dapat disajikan gambar model penelitian

sebagai berikut:

Gambar 2.1.
Kerangka Penelitian

Sistem Pengendalian Intern


Persediaan Obat-obatan di Rumah
Sakit Awal Bros Pekanbaru

Analisis
Lingkungan Resiko Kegiatan Informasi dan Pemantauan
Pengendalian Pengendalian Pengendalian Komunikasi Pengendalian

Aktivitas Persediaan Obat Sesuai Atau


Tidak dengan Sistem Pengendalian
Intern Persediaan Obat
Sumber: Mulyadi (2014)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini meliputi bagian-bagian yang terlibat dalam

sistem pengendalian intern persediaan obat-obatan. Adapun bagian yang terlibat


adalah bagian keuangan dan akuntansi yang berjumlah sebanyak 41 orang (staf

akuntansi sebanyak 12 orang dan keuangan 29 orang). dan bagian farmasi yang

berjumlah 60 orang. Pemilihan bagian ini karena bagian ini yang melakukan

pengendalian intern terhadap persediaan obat-obatan.

3.2. Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel yang penulis yaitu teknik pengambilan sampel simple

random sampling yaitu pengambilan sampel sebagian dari jumlah populasi yang

ada. Jumlah populasi sebanyak 81 orang staf accounting, yang diambil hanya

sebanyak 10 responden terdiri dari 6 orang staf accounting yaitu bagian shift pagi

dan 4 orang staf parmasi di bagian administrasi apotik yang ada di rumah sakit

awal bros. Dengan demikian, penulis mengambil 10 responden untuk mewakili

responden lain.

3.3. Jenis Dan Sumber Data

3.3.1. Jenis Data

Dalam penelitian ini, jenis data yang digunakan terdiri dari:

a. Data Kualitatif,

yaitu data yang penulis peroleh melalui kegiatan wawancara dengan

pihak karyawan Bagian accounting Rumah Sakit Awal Bros

Pekanbaru sehubungan penerapan sistem pengendalian intern

persediaan obat-obatan. (Sugiono, 2012: 68)

b. Data Kuantitatif,
yaitu data-data berbentuk angka yang diperoleh melalui daftar

persediaan dan dokumen akuntansi lainnya yang mendukung

penelitian ini. (Sugiono, 2012: 68)

3.3.2. Sumber Data

Menurut Sugiono, (2012: 73) sumber data penelitian diperoleh melalui

data primer yaitu data yang terdiri dan data yang diambil langsung dan tempat

penelitian seperti tanggapan responden tentang sistem pengendalian intern

persediaan obat-obatan di Rumah Sakit Awal Bros Pekanbaru yang mengacu

pada konsep teori COSO tentang komponen pengendalian intern. (Kuisioner

terlampir).

3.4. Teknik Pengumpulan Data

1) Dokumentasi

Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui

pengumpulan dokumen-dokumen yang terkait dengan kebutuhan

penelitian tentang pengendalian intern persediaan obat-obatan, seperti data

Laporan Keuangan daftar persediaan obat-obatan Rumah Sakit Awal Bros

Pekanbaru sehubungan penerapan sistem pengendalian intern persediaan

obat-obatan.

2) Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan

dengan cara mengumpulkan bahan-bahn penelitian dari literatur

perpustakaan menurut pendapat ahli.

3.5. Identifikasi dan Operasional Variabel

3.5.1.    Lingkungan pengendalian

Menurut Tunggal (2014:196), lingkungan pengendalian adalah kondisi dalam

perusahaan yang memengaruhi efektivitas pengendalian intern. Unsur ini

menekankan bahwa Pimpinan perusahaan dan seluruh karyawan harus

menciptakan dan memelihara keseluruhan lingkungan organisasi, sehingga dapat

menimbulkan perilaku positif dan mendukung pengendalian intern dan

manajemen yang sehat.

Menurut Arens dkk (2015: 346), lingkungan pengendalian dapat diwujudkan

melalui:

1. Integritas dan Etika

2. Komitmen untuk meningkatkan kompetensi

3. Dewan komisaris dan Komite audit

4. Filosofi manajemen dan jenis operasi

5. Struktur organisasi

6. Kebijakan dan praktik sumber daya manusia

3.5.2.    Penilaian risiko

Menurut Mulyadi (2014: 185) penilaian risiko adalah semua organisasi

menghadapi risiko, yaitu dalam kondisi apapun yang namanya risiko pasti ada
dalam suatu aktivitas, baik aktivitas yang berkaitan dengan bisnis maupun non

bisnis.

Menurut Arens dkk (2015: 349), penilaian resiko dapat dilakukan dengan

memperhatikan indikator:

1. Perencanaan visi dan misi perusahaan

2. Penyusunan perencanaan dan evaluasi pelaksanaan program.

3. Pertimbangan sumber daya yang tersedia

4. Identifikasi risiko dilakukan dengan metode kualitatif dan kuantitatif

5. Risiko yang diambil untuk kebutuhan perusahaan yang sudah

dipertimbangkan.

3.5.3.      Aktivitas pengendalian

Menurut Tunggal (2014: 117) aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan

prosedur yang dikembangkan oleh manajemen untuk mengantisipasi risiko yang

dapat menghalangi entitas mencapai tujuannya. Aktivitas pengendalian memiliki

berbagai tujuan dan aplikasi pada berbagai tingkat organisasi atau fungsional

dalam sebuah entitas.

Menurut Mulyadi (2014: 186) aktivitas pengendalian diukur dengan

indikator:

1. Struktur organisasi, tugas dan fungsi telah dievaluasi secara periodic

2. Catatan system pengendalian telah lengkap untuk seluruh divisi.

3. Terdapat pengawasan terhadap penggunaan system pengendalian.

4. Setiap Transaksi system pengendalian telah dicatat dalam laporan

keuangan.
5. Kebijakan dan prosedur pengamanan fisik telah ditetapkan,

diimplementasikan, dan dikomunikasikan keseluruh karyawan yang

terlibat.

6. Aset berupa persedian periodik dihitung dan dibandingkan dengan

catatan pengendalian ; setiap perbedaan diperiksa secara teliti

7. Setiap transaksi telah dicatat dan setiap pencatatan dilakukan berdasarkan

bukti transaksi.

8. Terdapat pengendalian atas pengembangan dan perubahan perangkat lunak

aplikasi yang berhubungan dengan persediaan obat-obatan.

3.5.4.      Informasi dan komunikasi

Menurut Mulyadi (2014: 187) Informasi dan komunikasi merupakan unsur-

unsur yang penting dari pengendalian internal perusahaan. Informasi tentang

lingkungan pengendalian, penilaian risiko, prosedur pengendalian, dan

pemantauan diperlukan oleh manajemen, untuk pedoman operasi dan menjamin

ketaatan dengan pelaporan hukum serta peraturan-peraturan yang berlaku pada

perusahaan.

Menurut Tunggal (2014: 117), indikator informasi dan komunikasi terdiri

dari :

1. Uraian tugas yang dibuat telah dikomunikasikan dan telah dipahami oleh

karyawan.

2. Informasi dari sumber internal dan eksternal didapat dan disampaikan

kepada Pimpinan tepat waktu dalam rangka peningkatan kinerja.


3. Informasi sudah disiapkan dalam bentuk rincian yang tepat sesuai dengan

keadaan fisik dari persediaan obat-obatan.

4. Karyawan memiliki saluran komunikasi informasi ke atas selain melalui

atasan langsungnya.

5. Terdapat mekanisme yang memungkinkan informasi sampai ke seluruh

bagian dalam perusahaan.

3.5.5. Pemantauan

Menurut Mulyadi (2014: 188) Pemantauan terhadap sistem pengendalian

internal akan menemukan kekurangan serta meningkatkan efektivitas

pengendalian. Pengendalian internal dapat di monitor secara efektif melalui

penilaian khusus atau sejalan dengan manajemen.

Menurut Tunggal (2014: 118), pemantauan dapat diukur dengan indikator

sebagai berikut:

1. Evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan pengendalian

2. Kelemahan yang ditemukan selama evaluasi

3. Supervisi terhadap tiap tugas dan fungsi

4. Laporan untuk setiap pelaksanaan kegiatan

5. Aparat pengawasan intern

3.6. Analisis Data

Dalam menganalisis data informasi yang telah dikumpulkan, digunakan

metode deskriptif. Menurut Sugiono (2012: 118) metode deskriptif adalah

penganalisaaan terhadap praktek yang ditemui di lapangan, kemudian


menghubungkaN dengan teori-teori yang telah penulis dapatkan, sehingga dapat

diambil suatu kesimpulan yang merupakan pemecahan masalah yang dihadapi.

Untuk menentukan nilai jawaban setiap pertanyaan digunakan “Ya” atau

“Tidak”. Untuk jawaban “Ya” diberi bobot nilai = 1, sedangkan untuk jawaban

“Tidak” diberi bobot nilai = 0. (Sugiyono, 2012: 76).

Dari hasil jawaban responden akan dinilai tiap variabel dengan interval

dan kriteria sebagai berikut :

Interval Kriteria
0,00% – 19,99% Sangat Tidak Efektif
20,00% – 39,99% Tidak Efektif
40,00% – 59,99% Kurang Efektif
60,00% – 79,99% Efektif
80,00% – 100,00% Sangat Efektif
Sumber: (Riduwan, 2014: 47)
BAB IV

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

4.1. Sejarah Rumah Sakit Awal Bros Pekanbaru

Rumah Sakit Awal Bros adalah rumah sakit swasta yang berlokasi dijalan

Jendral Sudirman No. 117 Pekanbaru. Ide didirikannya Rumah Sakit Awal Bros

Pekanbaru, bermula dari keinginan mulia tokoh masyarakat Riau yang juga

dikenal sebagai pengusaha yang sukses, Alm. H. Awaloeddin. Beliau

menginginkan agar Pekanbaru berdiri sebuah rumah sakit yang lengkap dengan

segala fasilitas kesehatannya dan didukung oleh sumber daya manusia yang

profesional, sehingga masyarakat Pekanbaru khususnya Riau pada umumnya.

Diresmikan pada tanggal 29 Agustus 1998 oleh Gubernur Riau Bapak Soeripto.

Mempunyai luas bangunan 15.000 m2, terdiri dari gedung utama dan gedung

penunjang.

Saat ini RS Awal Bros Pekanbaru sudah memasuki usia 20 tahun dan telah

melakukan pengembangan gedung fasilitas pelayanan hingga menjadi total luas

bangunan 33.000 M2 dan memiliki kapasitas tempat tidur mencapai 300 TT,

jumlah sumber daya manusia Triwulan III 2018 sebanyak 643 karyawan,

termasuk dokter umum sebanyak 16 orang. Dengan sumber daya manusia yang

cukup serta didukung oleh dokter spesialis dan dokter ahli tetap serta peralatan

dan teknologi yang canggih untuk mendukung pelayanan dan menjadi Rumah

Sakit Swasta terbesar di Sumatera dan menjadi prioritas utama bagi masyarakat
Pekanbaru khususnya dan masyarakat Riau umumnya untuk berobat ke rumah

sakit ini.

Rumah Sakit Awal Bros memiliki surat izin dari Dinas Kesehatan Provinsi

Riau No. 446/Akr-1/2011/01.234 terhitung sejak tanggal 10 Mei 2011 sampai

dengan 10 Mei 2018. Pada tahun 2002 Rumah Sakit Awal Bros telah berhasil

mendapatkan pengakuan International dalam manajemen mutu yaitu sertifikat ISO

9001 versi 2000 dari United Kingdom Acreditation Scheme (UKAS) dan telah

upgrade ISO versi 9001 : 2008 pada tahun 2009.

Pada tahun 2006 telah diperoleh pula pengakuan Akreditasi DepKes RI

Penuh Tingkat Lengkap (16 Pelayanan). Pada bulan Januari tahun 2012 Rumah

Sakit Awal Bros Pekanbaru Mock Survey untuk memperoleh sertifikat akreditasi

international JCI (Joint Commisision International), hingga saat inipun Rumah

Sakit Awal Bros Pekanbaru masih dalam proses untuk memperoleh sertifikat JCI

(Joint Commisision International).

1. Visi Rumah Sakit Awal Bros

RS Awal Bros Pekanbaru mempunyai visi 2018 sebagai berikut :

“Menjadi Rumah Sakit Unggulan dan Terpercaya di Sumatera”

2. Misi Rumah Sakit Awal Bros

a. Menjadi Rumah Sakit yang memiliki layanan unggulan dengan fasilitas

terlengkap dan modern didukung tenaga profesional

b. Memberikan pelayanan kesehatan secara tepat, tepat, ramah serta

terpercaya dan menjadi Rumah Sakit pilihan di Sumatera

c. Menjadi Rumah Sakit yang mampu memberikan pelayanan PRIMA.

3. Motto Rumah Sakit Awal Bros


“Kami Peduli Kesehatan Anda”

4. Falsafah/kebijakan Mutu Rumah Sakit

“Memberikan pelayanan kesehatan secara cepat, tepat, dan ramah oleh tenaga

profesional didukung fasilitas yang lengkap dan modern untuk terus menerus

memenuhi kepuasan pelanggan”

5. Maksud dan Tujuan Rumah Sakit

a. Meningkatkan mutu, cakupan efesiensi pelayanan kesehatan

b. Mewujudkan kesehatan paripurna sesuai dengan kebutuhan masyarakat

c. Meningkatkan sumber daya manusia yang profesional dan memadai

melalui berbagai pendidikan dan pelatihan

d. Meningkatkan kemandirian pembiayaan rumah sakit

6. Kegiatan Rumah Sakit

Kegiatan utama RS adalah memberikan pelayanan kesehatan kepada

masyarakat. Jenis pelayanan yang tersedia yaitu layanan Instalasi Rawat

Darurat (IRD), Instalasi Rawat Jalan (IRJ), Intensive Care Unit (ICU),

Intensive Cardiac Care Unit (ICCU), PICU, NICU, Instalasi Bedah Sental,

Instalasi Rawat Inap, dan sebagainya. Fasilitas pelayanan perawatan ruang

inap terdiri atas beberapa kelas meliputi President Suite, Junior Suite, VIP,

Kamar yang berisi 1 tempat tidur, kamar yang berisi 2 tempat tidur, kamar

yang berisi 3 tempat tidur, dan kamar yang berisi 4-5 tempat tidur. Juga

terdapat ruang perawatan Isolasi, Infant, Perinatologi, IMC, dan Stroke Center

dengan jumlah total tempat tidur sebanyak 181 TT dan saat ini RS Awal Bros

Pekanbaru sedang melakukan renovasi gedung untuk menambah fasilitas

pelayanan hingga mencapai 325 TT.


Selain itu layanan penunjang diagnostik seperti Instalasi Radiologi dilengkapi

dengan Magnetic Resonance Imaging (MRI) 1,5 Tesla, Computerized

Radiology, Instalasi Laboratorium Patologi Klinik dan Patologi Anatomi,

dengan perlengkapan diagnostiknya. Poliklinik khusus seperti Endoskopi,

Hemodialisa, Inseminasi, klinik kulit dan estetika, dan unit terbaru yaitu

Catheterisasi Jantung.

7. Budaya Perusahaan

Dalam menjalankan kegiatan pelayanan seluruh karyawan menganut dan

mengamalkan nilai-nilai utama RS Awal Bros yaitu :

a. Selalu menjadi yang terbaik

b. Berkepribadian dan bersikap ramah dalam lingkungan kerja

c. Menjunjung tinggi semangat kebersamaan dalam kelompok

d. Menciptakan Tim kerja yang berkualitas dan dapat menimbulkan :

Pengembangan diri anggotanya dan menimbulkan Inisiatif, Inovasi dan

Kreativitas anggotanya

e. Mengutamakan Manajemen Mutu Terpadu (TQM) dan Manajemen

Pembiayaan terpadu (TCM)

f. Mencapai bebas kecelakaan, sehingga unggul dalam keselamatan,

kesehatan dan lingkungan kerja

g. Bangga sebagai karyawan Rumah Sakit Awal Bros yang selalu peduli

terhadap kesehatan.

8. Susunan Dewan Direksi Rumah Sakit Awal Bros Pekanbaru

Direktur : dr. Roswin Rosnim Djaafar

Manajer Pelayanan Medis : dr. Nurhidayati Endah Puspita Sari


Manajer Penunjang Medis : dr. Hanny Merliana

Manajer Keperawatan : Ns. Umi Eliawati, Skep

Manajer Mutu : dr. Deriani Simatupang

Manajer B&D : H. Nazrul Edy, SE

Manajer Keu, Akt & IT : Aisyah Juliana, SE

Manajer Umum & SDM : Mohammad Amin SE, MBA

Manajer Logistik : Dra. Hj. Ariyani Awaloeddin

4.2. Struktur Organisasi

Pada suatu pencapaian tujuan perusahaan, perlu struktur organisasi dimana

adanya orang-orang yang usahanya harus dikoordinasikan, tersusun dari jumlah

sub sistem yang saling tergantung atas kerja sama atas dasar pembagian kerja,

peran serta dan wewenang organisasi merupakan salah satu segi penting yang

harus diperhatikan dalam usaha perusahaan, karena struktur organisasi dapat

memperjelas batas-batas dari tugas dan wewenang serta tanggung jawab

seseorang sebagai anggota dari suatu organisasi.

Struktur organisasi yang baik haruslah memenuhi syarat efektif dan

efisien. Suatu struktue organisasi yang efektif adalah bila struktur tersebut

memberi kontribusi dari setiap individu dalam mencapai sasaran organisasi.

Struktur organisasi hendaknya juga mudah dirubah untuk sesuai dengan

perubahan-perubahan yang terjadi tanpa mengurangi kelancaran aktifitas yang

sedang berlangsung. Perubahan-perubahan yang dihadapi oleh perusahaan

misalnya perluasan daerah aktifitas, peralatan baru, tuntutan masyarakat

lingkungan, berupa perubahan selera terhadap produksi, perubahan ekonomi

ataupun teknologi.
Selanjutnya bentuk organisasi yang baik akan tergantung pada situasi dan

kondisi dari tiap-tiap perusahaan dan juga tujuan yang ingin dicapai. Hal ini dari

bentuk struktur organisasi antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya

berbeda sehingga bentuk struktur organisasi yang digunakan suatu perusahaan

akan mendukung suatu tujuan yang hendak dicapai.

Selain itu juga untuk mencapai efektifitas kerja dan pelaksanaan program-

program yang ada di Rumah Sakit Awal Bros, dan juga dalam upaya untuk

mewujudkan visi dan misi rumah sakit, menjadi jejaring pelayanan kesehatan/

rumah sakit terkemuka yang berstandar Internasional dan memberikan pelayanan

kesehatan secara profesional dengan penuh kepedulian.

Berikut ini dijelaskan uraian tugas dan wewenang, tanggung jawab, serta

kewajiban masing-masing bagian yang ada dalam Rumah Sakit Awal Bros

Pekanbaru.

Rumah Sakit Awal Bros Pekanbaru dipimpin oleh Direktur yang

bertanggung jawab terhadap pengolahan rumah sakit. Adapun uraian tugas yang

dapat diidentifikasi oleh penulis adalah sebagai berikut:

1. Direktur Rumah Sakit

Direktur sebagai pemimpin tertinggi bertanggung jawab terhadap jalannya

operasional rumah sakit. Menjalankan semua fungsi manajerial, mulai dari

perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pembinaan sumber daya

manusia, monitor, evaluasi, control dan pelaporan sesuai dengan tanggung

jawab dan wewenang yang diberikan dan ketentuan yang berlaku, dan

melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh perusahaan, memastikan agar

rumah sakit mencapai sasaran kerja yang telah ditetapkan, rencana kerja
tahunan dan anggran yang sudah disetujui oleh Dewan Penyantun dan

Yayasan Awal Bros.

2. Sekretaris Direktur

Adapun tugas sekretaris direktur sebagai berikut :

a. Melaksanakan semua tugas-tugas administrasi, handling telpon dan

appoinment direksi.

b. Mengingatkan Direksi akan pertemuan-pertemuan atau kegiatankegiatan

yang akan dihadiri.

c. Membuat disposisi surat masuk dan meneruskannya ke Manajer atau

Wadir terkait.

d. Mencatat semua penomoran semua surat keluar, surat perjanjian

kerjasama, surat keputusan dan internal memo direksi.

e. Membuat laporan rekapitulasi dari perjalanan kleuar.

f. Menjaga kebersihan alat-alat (telepon, facsmile, computer, dll) dan

ruangan.

3. Manager Pelayanan Medis

a. Merencanakan, menyusun dan menetapkan kebijaksanaan dan tata tertib

pelayanan medis, sesuai dengan kebijaksanaan Direktur Rumah Sakit.

b. Merencanakan jumlah dan kategori tenaga medis yang dibutuhkan rumah

sakit.

c. Merencanakan jumlah dan jenis peralatan medis, disesuaikan kebutuhan

per unit medis.

d. Merencanakan penggantian peralatan medis sesuai dengan kebutuhan.


e. Mengumpulkan dan mengolah serta menganalisa data tentang prosedur

medis.

f. Mengadakan kerjasama yang baik dengan semua bagian di rumah sakit,

serta sektor pelayanan kesehatan lain.

g. Memelihara hubungan kerjasama yang baik dengan pasien dan

keluarganya.

h. Memperhatikan kesejahteraan tenaga medis.

4. Manager Penunjang Medis

a. Merencanakan seluruh kegiatan bidang penunjang medis, yang terdiri dari

beberapa instalasi: Logistik Medik, Farmasi, Laboratorium, Radiologi,

Rehabilitasi Medik, dan Rekam Medis.

b. Merencanakan, membuat, menyusun serta merumuskan program kerja

bidang penunjang medis.

c. Mengatur dan mengkoordinasikan seluruh kegiatan bidang penunjang

medis.

d. Menyelenggarakan kegiatan penyediaan atau pengadaan dan

pengalokasian alat-alat kesehatan.

e. Membina kerjasama dengan pemasok, distributor, laboratorium, radiologi

dan apotik di luar Rumah Sakit Awal Bros.

f. Melaksanakan penilaian terhadap kinerja karyawan yang menjadi

tanggung jawabnya.

g. Mengevaluasi dan mengendalikan pendayagunaan peralatan medis obat-

obatan serta alat-alat kesehatan.

5. Manager Keperawatan
a. Mengelola, mengawasi dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan

dan berkoordinasi dengan instalasi Rawat Darurat, Instalasi Rawat Jalan,

Instalasi Rawat Inap, Instalasi Bedah Sentral dan Unit Intensif dalam

membantu manager pelayanan untuk mencapai visi, misi dan tujuan

Rumah Sakit Awal Bros Pekanbaru.

b. Merencanakan, menyusun dan menetapkan kebijaksanaan dan tata tertib

pelayanan keperawatan, sesuai dengan kebijakan Direktur rumah sakit.

c. Merencanakan jumlah dan kategori tenaga keperawatan yang dibutuhkan

rumah sakit secara keseluruhan.

d. Merencanakan penggantian peralatan keperawatan sesuai dengan

kebutuhan.

e. Memelihara hubungan kerja sama yang baik dengan pasien dan

keluarganya.

f. Menampung dan menaggulangi usul-usul dan keluhan-keluhan.

g. Menilai kinerja para asisten manajer dan koordinator ruangan.

6. Manager Keuangan

a. Membuat prosedur kerja di bagian keuangan dan EDP.

b. Mengevaluasi laporan keuangan, piutang, sumber dana, sumber investasi,

pajak, dan yang terkait didalamnya.

c. Membuat rencana kerja tahunan untuk disampaikan kepada Direktur.

d. Memanfaatkan kelebihan dana dalam investasi yang memberikan hasil

paling baik.

e. Bertanggung jawab atas pembayaran kewajiban rumah sakit terhadap bank

atau kreditur lainnya.


f. Melakukan penagihan dan mengevaluasi terus menerus untuk memperoleh

tagihannya.

g. Mengawasi, mengarahkan penanganan pajak dan asuransi.

7. Manager B & D (Business & Development) atau public relations

a. Mengelola Business & Development dan mengkoordinasikan kegiatan

Business & Development untuk mencapai visi, misi dan tujuan rumah

sakit.

b. Menyusun rencana kerja tahunan berdasarkan data tahun sebelumnya.

c. Membagi tugas kepada bawahan sesuai bidangnya agar berjalan lancer dan

terjadi peningkatan kunjungan pasien.

d. Melaksanakan program kerja yang telah disetujui Direktur e. Menjalin

kerjasama yang baik dengan perusahaan/asuransi dan pelanggan lainnya.

e. Melaksanakaan kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan pemanfaatan

fasilitas dan citra rumah sakit dalam bentuk brosur, seminar, ceramah

diskusi atau publikasi sesuai dengan etika promosi rumah sakit.

8. Manager Personalia dan SDM

a. Merencanakan, menyusun, dan menetapkan kebijakan dan tata tertib di

bidang umum dan personalia, sesuai dengan kebijakan Direktur rumah

sakit.

b. Merencanakan jumlah dan kategori sumber daya manusia (SDM) di

bagian umum dan personalia.

c. Membuat rencana kerja tahunan dan menyusun anggaran belanja/bagian.

d. Melakukan pengawasan terhadap pemeliharaan alat-alat elektromedis

pemeliharaan rutin/non rutin.


e. Membuat laporan analisa pelayanan/program.

f. Memberi pendidikan tentang baik dan kewajiban bawahannya serta

memberi pengarahan, bimbingan dna motivasi.

9. QMR / SPI

a. Membantu Direksi dalam mengidentifikasi, mengimplementasikan

keefektifan pelaksanaan dan mengevaluasi sistem mutu dilingkungan

Rumah Sakit Awal Bros.

b. Membuat rencana kegiatan bulanan tentang pelaksanaan pemantauan

proses sistem mutu.

c. Membuat rencana kerja dan anggaran tahunan dalam implementasi sistem

mutu.

d. Membuat rencana program dan jadwal:

1) Rapat tinjauan manajemen.

2) Rapat tindakan koreksi dan pencegahan atas masalah yang dihadapi

dalam pelaksanaan audit.

e. Memberikan masukan untuk pemecahan masalah yang dihadapi dalam

pelaksanaan audit.

f. Melakukan identifikasi dari klarifikasi terhadap ketidaksesuaian yang ada.

10. Kepala Seksi Promosi

a. Menyelenggarakan promosi rumah sakit sehingga tercapai tujuan Business

& Development Rumah Sakit Awal Bros.

b. Membuat rencana promosi yang akan dilakukan baik melalui media cetak

maupun elektronik.
c. Mendata wartawan desk kesehatan serta memiliki kontak person dari

setiap media.

d. Menjalin kerjasama dan hubungan yang baik dan harmonis dengan media.

e. Membuat dan bertanggung jawab untuk pengadaan alat/media promosi.

Untuk lebih jelasnya, struktur organisasi Rumah Sakit Awal Bros

Pekanbaru disajikan pada gambar 4.1. berikut ini.


4.3. Aktifitas Perusahaan

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa Rumah Sakit Awal

Bros Pekanbaru yang bergerak dibidang kesehatan tidak dapat dikesampingkan

dari kehidupan bermasyarakat, karena selain kebutuhan masyrakat atau kehidupan

yang sehat dan mendapatkan kesehatan yang layak dan pelayanan yang sangat

memuaskan. Maka Rumah Sakit Awal Bros akan tetap memberikan pelayanan

kesehatan kepada masyarakat dan akan mengutamakan kesehatan pasien atau

pelanggan.

Sebagai salah satu rumah sakit yang terbesar di Pekanbaru maka

senantiasa memberikan mutu pelayanan yang sama setiap jaringan rumah sakit

kepada semua pelanggan dengan mengutamakan kecepatan, keramahan,

keakuratan srta tanggap terhadap kebutuhan pelanggan.


BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

Penerapan system pengendalian intern persediaan obat-obatan pada Rumah

Sakit Awal Bros Pekanbaru tidak terlepas dari proses pembelian persediaan obat-

obatan tersebut. Proses pembelian persediaan obat-obatan merupakan hal yang

terpenting dalam suatu proses bisnis. Proses berjalannya suatu bisnis terutama rumah

sakit yang bergerak dalam pelayanan kepada masyarakat, membutuhkan obat-obatan

agar kegitan dalam pelayanan kepada masyarakat berjalan sehingga mewujudkan

keinginan masyarakat untuk sembuh yang berobat di rumah sakit ini.

Untuk mendapatkan pemahaman yang cukup mengenai penerapan Pengendalian

intern persediaan obat di Rumah Sakit Awal Bros Pekanbaru, penulis melakukan

beberapa langkah yaitu melakukan wawancara kepada pihak-pihak yang terkait

dengan persediaan obat di Rumah Sakit Awal Bros Pekanbaru.

Penulis melakukan analisa berdasar unsur pengendalian internal COSO

(Committee of Sponsoring Organization of the Treadway Commission) Messier,

berikut ini adalah hasil dari penelitian:

5.1.1. Lingkungan Pengendalian.

Lingkungan pengendalian menentukan sifat suatu organisasi, memengaruhi

kesadaran pengendalian anggota-anggota organisasi. Lingkungan pengendalian

adalah dasar untuk semua komponen lain dari pengendalian intern yang menyediakan

disiplin dan struktur. Pentingnya pengendalian untuk suatu entitas dicerminkan

dalam keseluruhan sikap, kesadaran, dan tindakan dewan direksi, manajemen, dan

60
6

pemilik keseluruhan mengenai pengendalian. Ruang lingkup pengendalian dapat

dianggap sebagai payung yang meliputi seluruh entitas dan menetapkan kerangka

kerja untuk melaksanakan sistem akuntansi entitas dan pengendalian internal.

Lingkungan pengendalian dalam system pengendalian intern persedian obat-

obatan pada Rumah Sakit Awal Bros Pekanbaru, ruang lingkupnya meliputi:

a. Integritas dan Etika

b. Komitmen untuk meningkatkan kompetensi

c. Dewan komisaris dan Komite audit

d. Filosofi manajemen dan jenis operasi

e. Struktur organisasi

f. Kebijakan dan praktik sumber daya manusia

Sehubungan dengan hasil penelitian tentang lingkungan pengendalian, diperoleh

tanggapan responden sebagai berikut:

Tabel 5.1.
Tanggapan Responden Tentang Lingkungan Pengendalian dalam Sistem
Pengendalian Intern Persedaiaan Obat-Obatan Pada
Rumah Sakit Awal Bros Pekanbaru
Indikator
No. 1 2 3 4 5 6 Total
Ya Tdk Ya Tdk Ya Tdk Ya Tdk Ya Tdk Ya Tdk Ya Tdk
1 √ √ √ √ √ √ 4 2
2 √ √ √ √ √ √ 4 2
3 √ √ √ √ √ √ 3 3
4 √ √ √ √ √ √ 3 3
5 √ √ √ √ √ √ 2 4
6 √ √ √ √ √ √ 5 1
7 √ √ √ √ √ √ 4 2
8 √ √ √ √ √ √ 1 5
9 √ √ √ √ √ √ 5 1
10 √ √ √ √ √ √ 3 3
7/10 10/
Jlh 3/10 5/10 5/10 0 10 10/10 0 5/10 5/10 7/10 3/10 34 26
% 70% 30% 50% 50% 0% 100% 100% 0% 50% 50% 70% 30% 57% 43%
Sumber: Data Olahan, 2018
6

Berdasarkan tanggapan responden tentang lingkungan pengendalian, maka

dapat diketahui bahwa untuk Indikator pertama yaitu “Dalam sistem pengendalian

intern Persedaiaan Obat-Obatan, dilakukan dengan integritas dan etika sesuai dengan

SOP”, diperoleh total skor sebesar 70%. Dengan demikian, indikator pertama dari

lingkungan pendalian dinilai efektif karena SOP yang diterapkan dalam sistem

pengendalian sudah dilaksanakan sebagai mana mestinya.

Kemudian lingkungan pengendalian sehubungan dengan Indikator kedua yaitu

“Terdapat komitmen karyawan untuk meningkatkan kompetensi dalam hal

pengelolaan Persedaiaan Obat-Obatan”, diperoleh total skor sebesar 50%. Dengan

demikian, dapat diketahui bahwa Indikator kedua dinyatakan kurang efektif. Upaya

dari Rumah Sakit Awal Bros untuk meningkatkan kompetensi karyawan masih

kurang dalam meningkatkan kemampuan karyawan terhadap persediaan obat-obatan.

Selanjutnya lingkungan pengendalian sehubungan dengan Indikator ketiga yaitu

“Sistem Pengendalian Intern Persedaiaan Obat-Obatan, diawasi oleh dewan

komisaris dan komite audit”, diperoleh total skor sebesar 0%. Dengan demikian,

dapat diketahui bahwa Indikator ketiga dinyatakan sangat tidak efektif. Di Rumah

Sakit Awal Bros Pekanbaru,tidak terdapat dewan komisaris dan komite audit.

Sehubungan dengan pengendalian intern persediaan obat-obatan terdapat 2 komite

yang terkait yaitu komite etika dan kepatuhan dan komite farmasi dan terapi.

Indikator keempat yaitu “Sistem pengendalian intern Persedaiaan Obat-Obatan

memperhatikan filosofi manajemen dan jenis operasi perusahaan”, diperoleh total

skor sebesar 100%. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa Indikator keempat

dinyatakan sangat efektif. Hal ini disebabkan perusahaan mengupayakan untuk


6

ketersediaan obat-obatan bagi pasien sedapat mungkin seluruh penyakit ada tersedia

obatnya di rumah sakit ini.

Indikator kelima yaitu “Apakah struktur organisasi sudah sesuai dengan

ketentuan dalam penerapan system pengendalian intern Persedaiaan Obat-

Obatan”, diperoleh total skor sebesar 50%. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa

Indikator kelima dinyatakan kurang efektif. Berdasarkan struktur organisasi

perusahaan, masalah sistem pengendalian intern persediaan obat-obatan bukan

menjadi hal yang utama, hal yang utama adalah pelayanan kesehatan. Jadi struktur

organisasi yang dibuat oleh Rumah Sakit Awal Bros lebih mengutamakan pelayanan

yang efektif.

Indikator keenam yaitu “Ketersediaan jumlah karyawan yang bertugas dalam

Persedaiaan Obat-Obatan sudah sesuai”, diperoleh total skor sebesar 70% yang

berarti system pengendalian intern terhadap sehubungan dengan jumlah karyawan

yang tersediaan dinilai efetkif. Sebab jumlah karyawan bagian farmasi sebanyak

60 orang dinilai sudah cukup dapat memenuhi pelayanan dalam persediaan obat-

obatan.

Dari keseluruhan tanggapan responden tentang lingkungan pengendalian

dalam system pengendalian intern Persedaiaan Obat-Obatan pada Rumah Sakit Awal

Bros Pekanbaru diperoleh tanggapan rata-rata hasil penelitian sebesar 57%. Dengan

demikian, lingkungan pengendalian secara keseluruhan dinyatakan kurang efektif.

Hal ini disebabkan karena dalam Rumah Sakit ini tidak terdapat bagian Dewan

komisaris dan Komite audit yang terlibat dalam sistem pengendalian intern

persediaan obat-obatan.
6

2. Penilaian Risiko.

Proses penilaian risiko entitas adalah proses untuk mengidentifikasi dan

merespon risiko bisnis. Proses ini meliputi bagaimana manajemen mengidentifikasi

risiko yang relevan dengan penyusunan laporan keuangan, menilai kemungkinan

terjadinya risiko, dan memutuskan bagaiman mengelola risiko.

Terdiri dari identifikasi resiko. Identifikasi resiko meliputi pengujian terhadap

faktor-faktor eksternal seperti pengembangan teknologi, persaingan, dan perubahan

ekonomi. Faktor internal diantaranya kompetisi karyawan, sifat dari aktivitas bisnis,

dan karakterister pengolahan sistem informasi. Sedangkan analisis resiko meliputi

kemungkinan terjadinya resiko dan bagaimana mengelola resiko.

Sehubunga dengan penelitian ini, menggunakan indikator menurut Arens

dkk (2015: 349), penilaian resiko dapat dilakukan dengan memperhatikan

indikator:

6. Perencanaan visi dan misi perusahaan

7. Penyusunan perencanaan dan evaluasi pelaksanaan program.

8. Pertimbangan sumber daya yang tersedia

9. Identifikasi risiko dilakukan dengan metode kualitatif dan kuantitatif

10. Risiko yang diambil untuk kebutuhan perusahaan yang sudah

dipertimbangkan.

Sehubungan dengan hasil penelitian tentang penilaian risiko, diperoleh

tanggapan responden sebagai berikut:


6

Tabel 5.2.
Tanggapan Responden Tentang Risiko Pengendalian dalam Sistem
Pengendalian Intern Persedaiaan Obat-Obatan Pada
Rumah Sakit Awal Bros Pekanbaru

Indikator
No. 1 2 3 4 5 Total
Ya Tdk Ya Tdk Ya Tdk Ya Tdk Ya Tdk Ya Tdk
1 √ √ √ √ √ 3 2
2 √ √ √ √ √ 4 1
3 √ √ √ √ √ 4 1
4 √ √ √ √ √ 3 2
5 √ √ √ √ √ 1 4
6 √ √ √ √ √ 5 0
7 √ √ √ √ √ 4 1
8 √ √ √ √ √ 1 4
9 √ √ √ √ √ 5 0
10 √ √ √ √ √ 3 2
Jlh 8/10 2/10 10/10 0 5/10 5/10 3/10 7/10 7/10 3/10 33 17
% 80% 10% 100% 0% 50% 50% 30% 70% 70% 30% 66% 34%
Sumber: Data Olahan, 2018

Berdasarkan tanggapan responden tentang penilaian risiko, maka dapat

diketahui bahwa untuk Indikator pertama yaitu “Perencanaan yang dibuat sudah

berdasarkan Visi dan misi dari perusahaan”, diperoleh total skor sebesar 80%.

Dengan demikian, penilaian risiko dilihat dari perencanaan yang dibuat sudah

berdasarkan visi dan misi.

Kemudian penilaian risiko sehubungan dengan Indikator kedua yaitu

“Penyusunan perencanaan telah berdasarkan evaluasi pencapaian pelaksanaan

program dan kegiatan tahun-tahun sebelumnya”, diperoleh total skor sebesar 100%.

Dengan demikian, dapat diketahui bahwa Indikator kedua dinyatakan sangat

efektif. Rencana kerja yang dibuat oleh Rumah Sakit Umum sudah melalui evaluasi

berdasarkan data histories sehingga kendala di tahun sebelumnya dapat diselesaikan

pada tahun berjalan.


6

Selanjutnya pengendalian risiko sehubungan dengan Indikator ketiga yaitu

“Perencanaan telah disusun dengan mempertimbangkan sumber daya yang tersedia”,

diperoleh total skor sebesar 50%. Dengan demikian indikator ini tidak kurang efektif

karena perencanaan hanya dibuat berdasarkan data historis dari kendala yang terjadi

tetapi tidak memperhatikan jumlah karyawan yang tersedia dalam pelaksanaan

perencanaan yang akan datang.

Indikator keempat yaitu “Identifikasi risiko dilakukan dengan metode

kualitatif dan kuantitatif”, diperoleh total skor sebesar 30%. Dengan demikian

dinyatakan tidak efektif. Sebab Rumah Sakit Awal Bros hanya melakukan

identifikasi resiko atas pengendalian intern obat-obatan dari sisi kuantitatif saja yaitu

jumlah obat.

Indikator kelima yaitu “Risiko yang timbul dari perubahan kebutuhan

perusahaan sudah dipertimbangkan”, diperoleh total skor sebesar 70%. Dengan

demikian dinilai efektif. Sebab tiap tahun perusahaan melakukan evaluasi terhadap

program kerja termasuk pengendalian intern persediaan obat-obatan agar resiko dari

kekurangan obat dapat dikendalikan.

Dari keseluruhan tanggapan responden tentang penilaian risiko dalam system

pengendalian intern Persedaiaan Obat-Obatan pada Rumah Sakit Awal Bros

Pekanbaru diperoleh tanggapan rata-rata hasil penelitian sebesar 66%. Dengan

demikian, penilaian risiko dalam system pengendalian intern persediaan obat-obatan

dinilai efektif. Dengan demikian, Rumah Sakit Awal Bros telah memperhatikan tiap

indikator dari risiko pengendalian agar dapat terpenuhi sehingga system

pengendalian intern menjadi efektif.


6

3. Aktivitas Pengendalian.

Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang membantu untuk

memastikan bahwa arahan manajemen dilakukan dan diterapkan untuk mengatasi

risiko. Kegiatan pengendalian meliputi berbagai kegiatan, termasuk persetujuan

otoritas, verifikasi, dan pemisahan tugas.

Terdiri dari kebijakan dan prosedur yang menjamin karyawan melakanakan

araham manajemen. Aktivitas pengendalian meliputi review terhadap sistem

pengendalian, pemisahan tugas, dan pengendalian terhadap sistem informasi.

Pengendalian terhadap sistem informasi meliputi dua cara yaitu General Controls,

mencakup kontrol terhadap akses, perangkat lunak, dan system development dan

Aplication controls, mencakup pencegahan dan deteksi transaksi yang tidak

terotorisasi. Berfungsi untuk menjamin completeness, accuracy, authorization and

validity dari proses transaksi.

Sehubungan dengan penelitian ini, aktivitas pengendalian diukur dengan

indikator:

9. Struktur organisasi, tugas dan fungsi telah dievaluasi secara periodic

10. Catatan system pengendalian telah lengkap untuk seluruh divisi.

11. Terdapat pengawasan terhadap penggunaan system pengendalian.

12. Setiap Transaksi system pengendalian telah dicatat dalam laporan keuangan.

13. Kebijakan dan prosedur pengamanan fisik telah ditetapkan,

diimplementasikan, dan dikomunikasikan keseluruh karyawan yang terlibat.

14. Aset berupa persedian periodik dihitung dan dibandingkan dengan catatan

pengendalian ; setiap perbedaan diperiksa secara teliti


6

15. Setiap transaksi telah dicatat dan setiap pencatatan dilakukan berdasarkan

bukti transaksi.

16. Terdapat pengendalian atas pengembangan dan perubahan perangkat lunak

aplikasi yang berhubungan dengan persediaan obat-obatan.

Sehubungan dengan hasil penelitian tentang penilaian risiko, diperoleh

tanggapan responden sebagai berikut:


6
Tabel 5.3.
Tanggapan Responden Tentang Aktivitas Pengendalian dalam Sistem Pengendalian Intern Persedaiaan Obat-Obatan Pada
Rumah Sakit Awal Bros Pekanbaru

Indikator
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 Total
Ya
Tida
Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak k
1 √ √ √ √ √ √ √ √ 6 2
2 √ √ √ √ √ √ √ √ 6 2
3 √ √ √ √ √ √ √ √ 4 4
4 √ √ √ √ √ √ √ √ 4 4
5 √ √ √ √ √ √ √ √ 4 4
6 √ √ √ √ √ √ √ √ 6 2
7 √ √ √ √ √ √ √ √ 6 2
8 √ √ √ √ √ √ √ √ 4 4
9 √ √ √ √ √ √ √ √ 5 3
10 √ √ √ √ √ √ √ √ 5 3
Jlh 10/10 0/10 3/10 7/10 5/10 5/10 7/10 3/10 10/10 0/10 5/10 5/10 10/10 0/10 0/10 10/10 50 30
% 100% 0% 30% 70% 50% 50% 70% 30% 100% 0% 50% 50% 100% 0% 0% 100% 63% 38%
Sumber: Data Olahan, 2018
Berdasarkan tanggapan responden tentang aktivitas pengendlaian, maka dapat

diketahui bahwa untuk Indikator pertama yaitu “Struktur organisasi, tugas dan fungsi

telah dievaluasi secara periodic”, diperoleh total skor sebesar 100%. Dengan

demikian dapat diketahui bahwa indikator pertama dalam aktivitas pengendalian

telah berjalan sebagai mana mestinya.

Kemudian aktivitas pengendalian sehubungan dengan Indikator kedua yaitu

“Catatan Persedaiaan Obat-Obatan telah lengkap untuk seluruh divisi”, diperoleh

total skor sebesar 30%. Dengan demikian, indikator kedua ini dinyatakan tidak

efektif. Hal ini dikarenakan untuk kelengkapan pencatatan atas obat-obatan hanya

ada di divisi farmasi sedangkan di divisi lain pencatatan dilakukan berdasarkan

kebutuhan. Seperti bagian keuangan dan akuntansi, keberadaan obat hanya dicatat

berdasarkan jumlah dan unit yang tersedia.

Selanjutnya aktivitas pengendalian sehubungan dengan Indikator ketiga yaitu

“Terdapat pengawasan terhadap penggunaan Persedaiaan Obat-Obatan”, diperoleh

total skor sebesar 50%. Dengan demikian indikator ini dinyatakan kurang efektif.

Pengawasan kurang dilakukan terhadap penggunaan obat-obatan karena bagian

farmasi merupakan bagian yang mengetahui tentang obat-obatan sehingga

pengawasan dalam penggunaannya hanya dilakukan oleh komite farmasi dan terapi,

bukan bagian accounting.

Indikator keempat yaitu “Setiap Transaksi Persedaiaan Obat-Obatan telah

dicatat dalam laporan keuangan”, diperoleh total skor sebesar 70%. Dengan demikian

dinyatakan efektif. Hal ini disebabkan setiap transaksi obat-obatan telah dilakukan

secara LAN (Local Area Network). Jadi setiap transaksi seluruh bagian yang terkait

akan secara otomatis mendapat laporannya.

60
7

Indikator kelima yaitu “Kebijakan dan prosedur pengamanan fisik telah

ditetapkan, diimplementasikan, dan dikomunikasikan keseluruh karyawan yang

terlibat”, diperoleh total skor sebesar 100%. Dengan demikian, dapat diketahui

bahwa Indikator kelima dinyatakan sangat efektif. Hal ini disebabkan pelaksanaan

kebijakan dan prosedur fisik sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Indikator keenam yaitu “Aset berupa persedian periodik dihitung dan

dibandingkan dengan catatan pengendalian ; setiap perbedaan diperiksa secara

teliti”, diperoleh total skor sebesar 50%. Hal ini dinyatakan kurang efektif karena

setiap bulan terjadi selisih atas perhitungan fisik dan pencatatan yang ada dan telah

diteliti tetapi pada bulan berikutnya masih saja terjadi selisih.

Indikator ketujuh yaitu “Setiap transaksi telah dicatat dan setiap

pencatatan dilakukan berdasarkan bukti transaksi”, diperoleh total skor sebesar

100%. Dengan demikian, indikator ini dinyatakan efektif karena setiap transaksi ada

bukti transaksinya sebagai laporan pertanggung jawaban.

Indikator kedelapan yaitu “Terdapat pengendalian atas pengembangan dan

perubahan perangkat lunak aplikasi yang berhubungan dengan Persedaiaan Obat-

Obatan”, diperoleh total skor sebesar 0%. Hal ini dinyatakan sangat tidak efektif

karena Rumah Sakit Awal Bros tidak melakukan pengembangan atas perangkat

lunak aplikasi yang ada sehubungan dengan persediaan obat-obatan.

Dari keseluruhan tanggapan responden tentang aktivitas pengendlaian dalam

system pengendalian intern Persedaiaan Obat-Obatan pada Rumah Sakit Awal Bros

diperoleh tanggapan rata-rata hasil penelitian sebesar 63%. Dengan demikian,

aktivitas pengendalian intern terhadap persediaan obat-obatan dinyatakan efektif

karena telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang ada.


7

4. Informasi dan Komunikasi.

Suatu sistem informasi terdiri dari infrastruktur (komponen fisik dan perangkat

keras), perangkat lunak, orang, prosedur (manual dan otomatis), dan data. Sistem

informasi yang relevan mencakup sistem akuntansi dan dari prosedur (baik otomatis

dan manual) dan catatan yang dibentuk untuk memiliki, mengotorisasi, merekam,

memproses dan melaporkan transaksi entitas dan memelihara akuntabilitas aset dan

kewajiban yang terlibat. Kemudian komunkasi yang melibatkan pemberian

pemahaman tentang peran dan tanggung jawab individual yang berkaitan dengan

pengendalian internal.

Indikator informasi dan komunikasi dalam penelitian ini terdiri dari :

1. Uraian tugas yang dibuat telah dikomunikasikan dan telah dipahami oleh

karyawan.

2. Informasi dari sumber internal dan eksternal didapat dan disampaikan kepada

Pimpinan tepat waktu dalam rangka peningkatan kinerja.

3. Informasi sudah disiapkan dalam bentuk rincian yang tepat sesuai dengan

keadaan fisik dari persediaan obat-obatan.

4. Karyawan memiliki saluran komunikasi informasi ke atas selain melalui

atasan langsungnya.

5. Terdapat mekanisme yang memungkinkan informasi sampai ke seluruh

bagian dalam perusahaan.

Sehubungan dengan hasil penelitian tentang informasi dan komunikasi,

diperoleh tanggapan responden sebagai berikut:


7

Tabel 5.4.
Tanggapan Responden Tentang Informasi dan Komunikasi dalam Sistem
Pengendalian Intern Persedaiaan Obat-Obatan Pada
Rumah Sakit Awal Bros Pekanbaru

  Indikator
No. 1 2 3 4 5 Total
  Ya Tdk Ya Tdk Ya Tdk Ya Tdk Ya Tdk Ya Tdk
1 √   √   √   √   √   5 0
2 √   √   √     √ √ 3 2
3 √   √   √ √   √ 4 1
4 √   √   √   √ √ 3 2
5 √   √     √   √ √   3 2
6 √   √   √   √   √ 4 1
7 √   √   √   √   √ 4 1
8 √   √     √ √   √ 3 2
9 √   √   √   √   √   5 0

10 √   √     √ √   3 2
Jlh 10/10 0/10 10/10 0 7/10 3/10 7/10 3/10 3/10 7/10 37 13
% 100% 0% 100% 0% 70% 30% 70% 30% 30% 70% 74% 26%
Sumber: Data Olahan, 2018

Berdasarkan tanggapan responden tentang informasi dan komunikasi, maka

dapat diketahui bahwa untuk Indikator pertama yaitu “Uraian tugas yang dibuat telah

dikomunikasikan dan telah dipahami oleh karyawan”, diperoleh total skor sebesar

100%. Dengan demikian, indikator ini dinyatakan sangat efektif. Hal ini disebabkan

karena karyawan sudah mengetahui tugas dan tanggung jawabnya.

Kemudian aktivitas pengendalian sehubungan dengan Indikator kedua yaitu

“Informasi dari sumber internal dan eksternal didapat dan disampaikan kepada

Pimpinan tepat waktu dalam rangka peningkatan kinerja”, diperoleh total skor

sebesar 100%. Dengan demikian, indikator ini dinyatakan sangat efektif karena

setiap informasi sehubungan dengan pengendalian intern persediaan obat-obatan

disampaikan kepada pimpinan.


7

Selanjutnya aktivitas pengendalian sehubungan dengan Indikator ketiga yaitu

“Informasi sudah disiapkan dalam bentuk rincian yang tepat sesuai dengan keadaan

fisik dari Persedaiaan Obat-Obatan”, diperoleh total skor sebesar 70%. Dengan

demikian dinyatakan efektif sebab informasi terus disampaikan secara rinci

sehubungan dengan keadaan fisik dari persediana obat-obatan sehingga setiap obat

yang mengalami masa kadaluarsa diketahui keberadaannya.

Indikator keempat yaitu “Karyawan memiliki saluran komunikasi informasi ke

atas selain melalui atasan langsungnya”, diperoleh total skor sebesar 70%. Hal ini

dinyatakan efektif karena karyawan dapat berkominikasi langsung dengan atasan. Di

rumah sakit ini, karyawan dapat langsung berkomuniksi dengan atasan tanpa mesti

melalui kepada divisi.

Indikator kelima yaitu “Terdapat mekanisme yang memungkinkan informasi

sampai ke seluruh bagian dalam perusahaan”, diperoleh total skor sebesar 30%. Hal

ini dinyatakan tidak efektif karena tidak semua bagian yang ada dalam Rumah Sakit

Awal Bros berkompeten untuk mengetahui keberadaan Persediaan Obat-Obatan.

Dari keseluruhan tanggapan responden tentang informasi dan komunikasi

dalam system pengendalian intern Persedaiaan Obat-Obatan pada Rumah Sakit

Awal Bros diperoleh tanggapan rata-rata hasil penelitian sebesar 74%. Dengan

demikian, informasi dan komunikasi telah berjalan sebagai mana ketentuan yang

berlaku.

5. Pemantauan

Pemantauan pengendalian adalah proses yang menilai kualitas kinerja

pengendalian internal dari waktu ke waktu. Untuk memberikan keyakinan memadai


7

bahwa tujuan entitas akan tercapai, manajemen harus memantau pengendalian untuk

menentukan apakah mereka beroprasi secara efektif. Karena risiko berubah seiring

waktu, manajemen perlu untuk memantau apakah perlu pengendalian dirancang

ulang jika risiko berubah.

Menurut Tunggal (2014: 118), pemantauan dapat diukur dengan indikator

sebagai berikut:

1. Evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan pengendalian

2. Kelemahan yang ditemukan selama evaluasi

3. Supervisi terhadap tiap tugas dan fungsi

4. Laporan untuk setiap pelaksanaan kegiatan

5. Aparat pengawasan intern

Sehubungan dengan hasil penelitian tentang pemantauan, diperoleh tanggapan

responden sebagai berikut:

Tabel 5.5.
Tanggapan Responden Tentang Pemantauan Pengendalian dalam Sistem
Pengendalian Intern Persedaiaan Obat-Obatan Pada
Rumah Sakit Awal Bros Pekanbaru

Indikator
No. 1 2 3 4 5 Total
Ya Tdk Ya Tdk Ya Tdk Ya Tdk Ya Tdk Ya Tdk
1 √ √ √ √ √ 5 0
2 √ √ √ √ √ 4 1
3 √ √ √ √ √ 4 1
4 √ √ √ √ √ 4 1
5 √ √ √ √ √ 5 0
6 √ √ √ √ √ 4 1
7 √ √ √ √ √ 4 1
8 √ √ √ √ √ 4 1
9 √ √ √ √ √ 5 0
10 √ √ √ √ √ 4 1
Jlh 10/10 0/10 10/10 0 10/10 0 10/10 0 3/10 7/10 43 7
% 100% 0% 100% 0% 100% 0% 100% 0% 30% 70% 86% 14%
Sumber: Data Olahan, 2018
7

Berdasarkan tanggapan responden tentang pemantauan pengendalian, maka

dapat diketahui bahwa untuk Indikator pertama yaitu “Sudah dilakukan evaluasi

terhadap pelaksanaan kegiatan pengendalian Persedaiaan Obat-Obatan (triwulan,

semester, tahunan)”, diperoleh total skor sebesar 100%. Dengan demikian,

dinyatakan sangat efektif karena setiap bulan dilakukan evaluasi terhadap persediaan

obat-obatan.

Kemudian pemantauan pengendalian sehubungan dengan Indikator kedua yaitu

“Kelemahan yang ditemukan selama evaluasi segera Diselesaikan”, diperoleh total

skor sebesar 100%. Dengan demikian, dinyatakan sangat efektif karena setiap

melakukan evaluasi dan jika ditemukan kelemahan akan dilakukan perbaikan dengan

alasan agar kelemahan tersebut tidak terjadi kembali di periode berikutnya.

Selanjutnya pemantauan pengendalian sehubungan dengan Indikator ketiga

yaitu “Dilakukan supervisi terhadap tiap tugas dan fungsi oleh atasan langsung”,

diperoleh total skor sebesar 100%. Dengan demikian, dinyatakan sangat efektif

karena tiap bagian atau divisi memiliki kepala bagian yang bertindak sebagai

supervisi pada bagian yang bersangkutan.

Indikator keempat yaitu “Dibuat laporan untuk setiap pelaksanaan kegiatan”,

diperoleh total skor sebesar 100%. Dengan demikian, dinyatakan sangat efektif

karena laporan untuk kegiatan pelaksanaan kegiatan terus dilakukan. Dalam bagian

farmasi, kegiatan utamanya adalah melaporkan keberadaan obat baik yang masuk

maupun yang keluar.

Indikator kelima yaitu “Aparat pengawasan intern secara organisasi bersifat

independen dan melapor langsung ke Direktur Utama”, diperoleh total skor sebesar
7

30%. Dengan demikian, dinyatakan tidak efektif karena dalam struktur organisasi

Rumah Sakit Awal Bros tidak terdapat aparat pengawasan intern. Jadi laporan

dilakukan oleh kepada Divisi Farmasi melalui komite farmasi dan terapi untuk

disampikan kepada direktur.

Dari keseluruhan tanggapan responden tentang pemantauan pengendalian dalam

system pengendalian intern Persedaiaan Obat-Obatan pada Rumah Sakit Awal Bros

diperoleh tanggapan rata-rata hasil penelitian sebesar 86% yang berarti pemantauan

pengendlaian secara keseluruhan sangat efektif. Dengan demikian, hendaknya

pemantauan pengendalian telah berjalan sesuai dengan ketentuan.

5.2. Pembahasan

5.2.1. Lingkungan Pengendalian

Berdasarkan Lingkungan Pengendalian dalam system pengendalian intern

persediaan obat-obatan pada Rumah Sakit Awal Bros Pekanbaru, dibahas tentang

beberapa indikasi lain yaitu:

1. Integritas dan Etika

Berdasarkan tanggapan responden tentang lingkungan pengendalian, maka

dapat diketahui bahwa untuk Indikator pertama yaitu “Dalam sistem pengendalian

intern Persedaiaan Obat-Obatan, dilakukan dengan integritas dan etika sesuai dengan

SOP”, diperoleh total skor sebesar 70%. Dengan demikian, indikator pertama dari

lingkungan pendalian dinilai efektif karena SOP yang diterapkan dalam sistem

pengendalian sudah dilaksanakan sebagai mana mestinya.

Menurut Rumah Sakit Awal Bros, karyawan yang bertugas bagian farmasi

melakukan pengendalian intern persediaan obat-obatan sesuai dengan integirtas dan


7

etika SOP dibawah pengawasan Manager Jangmed. Manager Jangmed membawahi

koordinator penunjang medik yang salah satunya adalah Kasubbag Farmasi dan Ka.

Unit Farmasi. Karyawan bekerja sesuai dengan etika dan peraturan yang ditetapkan

perusahaan dibawah pengawasan Kasubbag Farmasi dan Kepala Unit Farmasi.

Salah satu contoh dalam sistem pengendalian intern Persediaan Obat-Obatan,

dilakukan dengan integritas dan etika sesuai dengan SOP pada Rumah Sakit Awal

Bros adalah pada ”Permintaan Obat Dan Alat Kesehatan Stok Ruangan Ke Gudang

Farmasi”. Dalam rumah sakit ini menerapkan SOP sebagai mana terlampir, bertujuan

yaitu: 1. Sebagai acuan bagi perawat ruangan untuk meminta obat dan alat kesehatan

stok ruangan ke gudang farmasi, 2. Menertibkan permintaan dan pengambilan barang

medis di gudang farmasi.

Sehubungan dengan SOP ini, maka prosedur Permintaan Obat Dan Alat

Kesehatan Stok Ruangan Ke Gudang Farmasi adalah:

1. Masing-masing Kepala Ruangan membuat permintaan obat/alat kesehatan stok

ruangan secara tertulis kepada Kepala Logistik Medis dengan menggunakan

Formulir Permintaan Barang di Gudang atau secara online, dengan kriteria

berikut:

a. Obat sering digunakan di unit perawatan tertentu;

b. Obat dibutuhkan secara urgen;

c. Obat tergolong obat bebas (OTC=Over The Counter);

d. Bahan Medis Habis Pakai (BMHP).

2. Perawat ruangan menyerahkan formulir permintaan tersebut kepada petugas

Logistik Medis pada hari yang telah ditentukan.

3. Petugas Logistik Medis menerima formulir permintaan barang dari ruangan.


7

4. Petugas Logistik Medis menyiapkan obat/alat kesehatan ruangan sesuai dengan

yang tertera pada Formulir Permintaan Barang di Gudang.

5. Setelah barang disiapkan, petugas Logistik Medis meng-input mutasi item di

sistem informasi farmasi.

6. Mutasi item yang telah diinput kemudian diprint dan disatukan dengan formulir

permintaan dari ruangan.

7. Petugas Logistik Medis menyerahkan barang yang telah disiapkan ke petugas

ruangan pada hari yang telah ditentukan.

8. Petugas ruangan memeriksa barang yang telah disiapkan.

9. Petugas ruangan membawa barang ke ruangan.

Berdasarkan penerapan yang dilakuan Rumah Sakit Awal Bros, maka “Dalam

sistem pengendalian intern Persedaiaan Obat-Obatan, dilakukan dengan integritas

dan etika sesuai dengan SOP” dinyatakan efektif.

Menurut teori, integritas etika merupakan standar etika dan sikap suatu entitas,

untuk menilai seberapa baik hal tersebut dikomunikasikan dan diterapkan. Integritas

dan nilai-nilai etika mencangkup tindakan manajemen untuk menghilangkan atau

mengurangi godaan yang dapat mendorong personil untuk terlibat dalam tindakan

atau prilaku yang tidak jujur, ilegal dan tidak etis. Selain itu intergritas dan nilai etika

juga mencangkup tentang komunikasi mengenai nilai yang dianut entitas dan standar

prilaku terhadap setiap personil melalui pernyataan kebijakan, kode etik dan melalui

contoh. Suatu entitas perlu menentukan standar etika dan perilaku yang

dikomunikasikan kepada karyawan dan diperkuat dengan praktik sehari-hari. Seperti


8

penghapusan insentif atau peluang yang mungkin menyebabkan personel untuk

melakukan tindakan tidak jujur, ilegal, atau tidak etis.

2. Komitmen untuk meningkatkan kompetensi

Berdasarkan hasil penelitian sehubungan dengan Indikator kedua yaitu

“Terdapat komitmen karyawan untuk meningkatkan kompetensi dalam hal

pengelolaan Persedaiaan Obat-Obatan”, diperoleh total skor sebesar 50%. Dengan

demikian, dapat diketahui bahwa Indikator kedua dinyatakan kurang efektif. Upaya

dari Rumah Sakit Awal Bros untuk meningkatkan kompetensi karyawan masih

kurang dalam meningkatkan kemampuan karyawan terhadap persediaan obat-obatan.

Menurut pihak rumah sakit, kompetensi karyawan dalam hal obat-obatan tidak

perlu dilakukan melalui pelatihan karena pengetahuan dan keterampilan karyawan

yang bertugas pada bagian farmasi sudah sangat berkompeten karena kriteria yang

ditetapkan pihak rumah sakit untuk bagian ini minimal tamatan SAA (Sekolah

Analisis Apoteker). Dengan kriteria ini, maka pihak rumah sakit tidak melakukan

peningkatan kompetensi melalui hal lainnya. Maka dari itu, tanggapan reponden

menyatakan indikator ini kurang efektif.

Berdasarkan teori, komitmen untuk meningkatkan kompetensi mencangkup

pertimbangan manajemen mengenai tingkat kompetensi untuk pekerjaan tertentu dan

bagaimana tingkat tersebut menerjemahkan kedalam keterampilan dan pengetahuan

di perlukan. Manajemen harus menentukan tingkat kompetensi untuk pekerjaan

tertentu dan menerjemahkannya ke tingkat pengetahuan dan keterampilan yang

diperlukan.
8

3. Dewan komisaris dan Komite audit

Berdasarkan hasil penelitian Indikator ketiga yaitu “Sistem Pengendalian Intern

Persedaiaan Obat-Obatan, diawasi oleh dewan komisaris dan komite audit”,

diperoleh total skor sebesar 0%. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa Indikator

ketiga dinyatakan sangat tidak efektif. Di Rumah Sakit Awal Bros Pekanbaru,tidak

terdapat dewan komisaris dan komite audit. Sehubungan dengan pengendalian intern

persediaan obat-obatan terdapat 2 komite yang terkait yaitu komite etika dan

kepatuhan dan komite farmasi dan terapi.

Sebagaimana struktur organisasi yang disajikan, tidak terdapat bagian dewan

komisaris dan komite audit. Dalam struktur organisasi rumah sakit hanya menyajikan

dewan pengawas yang bertanggung jawab untuk mengawasi kegiatan rumah sakit

secara umum. Dan dawan komite etika dan kepatuhan dan komite farmasi dan terapi.

Dengan demikian, system pengendalian intern persediaan obat-obatan yang

dilaksanakan di rumah sakit ini sepenuhnya diawasi bagian keuangan dan akuntansi

berkoordinasi dengan bagian penunjang medis.

Menurut teori, tanggung jawab utama dari dewan direksi, komisaris atau komite

etika dan kepatuhan adalah untuk meyakinkan bahwa manajemen telah melakukan

pengendalian internal dan proses pelaporan keuangan yang tepat. Partisipasi dewan

direksi dan komisaris atau komite audit sangat lah penting demi terciptanya tata

kelola perusahaan yang baik. Dewan direksi dan komite etika dan kepatuhan harus

mengambil tanggung jawab dengan serius dan secara aktif mengawasi akuntansi

entitas dan prosedur serta kebijakan pelaporan.

4. Filosofi manajemen dan jenis operasi


8

Berdasarkan hasil penelitian Indikator keempat yaitu “Sistem pengendalian

intern Persedaiaan Obat-Obatan memperhatikan filosofi manajemen dan jenis operasi

perusahaan”, diperoleh total skor sebesar 100%. Dengan demikian, dapat diketahui

bahwa Indikator keempat dinyatakan sangat efektif. Hal ini disebabkan perusahaan

mengupayakan untuk ketersediaan obat-obatan bagi pasien sedapat mungkin seluruh

penyakit ada tersedia obatnya di rumah sakit ini.

Menurut rumah sakit, indikator “Sistem pengendalian intern Persedaiaan Obat-

Obatan memperhatikan filosofi manajemen dan jenis operasi perusahaan” telah kita

laksanakan sebaik mungkin. Sebab disadari bahwa aktivitas perusahaan adalah

rumah sakit yang tidak terlepas dari obat-obatan. Jadi persediaan obat-obatan

merupakan satu kesatuan dengan jenis operasi perusahaan yang harus diperhatikan

pengoperasiannya agar obat-obatan cukup tersedia untuk melayani kebutuhan

pasien.

Menurut teoi, dalam melakukan aktivitas manajement harus memberikan sinyal-

sinyal yang jelas kepada karyawan mengenai signifikasi pengendalian internal.

Menurut teori, filosofi manajemen dan gaya operasional secara signifikan dapat

mempengaruhi kualitas pengendalian internal seperti pendekatan manajemen untuk

mengambil dan memantau risiko usaha dan sikap manajemen terhadap pengolahan

informasi.

5. Struktur organisasi

Berdasarkan hasil penelitian indikator kelima yaitu “Apakah struktur organisasi

sudah sesuai dengan ketentuan dalam penerapan system pengendalian intern

Persedaiaan Obat-Obatan”, diperoleh total skor sebesar 50%. Dengan demikian,


8

dapat diketahui bahwa Indikator kelima dinyatakan kurang efektif. Berdasarkan

struktur organisasi perusahaan, komposisi struktur organisasi kurang terlaksanakan

pada masalah sistem pengendalian intern persediaan obat-obatan bukan menjadi hal

yang utama, hal yang utama adalah pelayanan kesehatan. Jadi struktur organisasi

yang dibuat oleh Rumah Sakit Awal Bros lebih mengutamakan pelayanan yang

efektif.

Menurut pelaksanaan di Rumah Sakit Awal Bros, “Apakah struktur organisasi

sudah sesuai dengan ketentuan dalam penerapan system pengendalian intern

Persedaiaan Obat-Obatan” belum sepenuhnya sesuai dengan toeri dalam system

pengendalian intern. Sebab perusahaan tidak hanya terfokus pada pengendalian

intern persediaan obat-obatan saja melainkan pelayanan kesehatan kepada

masyarakat yang utama, meski obat-obatan sebagai penunjang utama dalam

pelayanan kesehatan tersebut.

Menurut teori, dengan memahami struktur organisasi auditor dapat mempelajari

manajemen dan element-elemen funsional bisnis serta persepsi mengenai bagaimana

pegedalian di terapkan. Struktur organisasi menyediakan kerangka kerja terkait

kegiatan entitas untuk mencapai tujuan entitas yang luas telah direncanakan,

dilaksanakan, dikendalikan, dan ditinjau.

6. Kebijakan dan praktik sumber daya manusia

Aspek pengendalian internal yang paling penting adalah personil (SDM). Jika

karyawan kompeten dan dapat dipercaya pengendalian lain dapat ditiadakan, dan

laporan keuangan yang andal dapat dihasilkan. Orang-orang yang jujur dan efisien

mampu bekerja dengan kinerja yang sangat baik meskipun hanya dengan sedikit
8

pengendalian. Jika personil tidak dapat dipercaya dan tidak jujur dapat membuat

sistem menjadi kacau meskipun terdapat berbagai pengendalian yang diterapkan.

Penting nya personil yang kompeten dan dapat dipercaya dalam memberikan

pengendalian yang efektif, metode yang digunakan dalam merekrut, mengevaluasi,

melatih, mempromosikan, dan memberikan kompensasi merupakan bagian yang

penting didalam pengendalian.

Berdasarkan hasil penelitian, Indikator keenam yaitu “Ketersediaan jumlah

karyawan yang bertugas dalam Persedaiaan Obat-Obatan sudah sesuai”, diperoleh

total skor sebesar 70% yang berarti system pengendalian intern terhadap sehubungan

dengan jumlah karyawan yang tersediaan dinilai efetkif. Sebab jumlah karyawan

bagian farmasi sebanyak 60 orang dinilai sudah cukup dapat memenuhi pelayanan

dalam persediaan obat-obatan.

Menurut Rumah Sakit Awal Bros, “Ketersediaan jumlah karyawan yang

bertugas dalam Persedaiaan Obat-Obatan sudah sesuai” telah terlaksana. Sebab kita

mempunya bagian farmasi. Dibawah bagian farmasi terdapat unit farmasi. Dengan

demikian, seluruhnya membutuhkan karyawan yang berkompetensi untuk melakukan

system pengendalian intern terhadap persediaan obat-obatan yang ada di rumah sakit

ini. Dengan jumlah karyawan yang terdapat di rumah sakit ini sebanyak 60 orang,

dinilai sudah efektif dalam pengendalian intern.

Menurut teori, Entitas harus memiliki kebijakan personel yang sehat untuk

mempekerjakan, mengarahkan, melatih, mengevaluasi, konseling, mempromosikan,

Memberikan kompetensi, dan mengambil tindakan perbaikan.


8

Dari keseluruhan tanggapan responden tentang lingkungan pengendalian

dalam system pengendalian intern Persedaiaan Obat-Obatan pada Rumah Sakit Awal

Bros Pekanbaru diperoleh tanggapan rata-rata hasil penelitian sebesar 57%. Dengan

demikian, lingkungan pengendalian secara keseluruhan dinyatakan kurang efektif.

Hal ini disebabkan karena dalam Rumah Sakit ini tidak terdapat bagian Dewan

komisaris dan Komite audit yang terlibat dalam sistem pengendalian intern

persediaan obat-obatan.

5.2.2. Penilaian Risiko

Penilaian risiko adalah semua organisasi menghadapi risiko, yaitu dalam kondisi

apapun yang namanya risiko pasti ada dalam suatu aktivitas, baik aktivitas yang

berkaitan dengan bisnis maupun non bisnis. Penilaian risiko adalah semuan entitas-

besar atau kecil, berorientasi pada laba maupun nirlaba, jasa atau manufaktur-akan

menghadapirisiko. Banyak dari risiko-risiko tersebut, jika tidak diantisipasi dapat

menyebabkan dalah saji dalam laporan keuangan entitas. Oleh karena itu, penilaian

risiko komponen penting dalam pengendalian internal. Penilaian risiko adalah

identifikasi, analisis, dan manajemen risiko entitas yang relevan dengan penyusunan

laporan keuangan yang disajikan secara wajar sesuai prinsip-prinsip akuntansi yang

belaku umum. Proses penilaian risiko entitas harus memperlihatkan keadaan serta

kejadian internal dan eksternal yang dapat sangat mempengaruhinya dalam mencatat,

memroses, dan melaporkan data keuangan.

Sehubungan dengan penilaian resiko dalam sistem pengendalian intern

persediaan obat-obatan di Rumah Sakit Awal Bros Pekanbaru, dilakukan

pembahasan sebagai beriku:

1. Perencanaan visi dan misi perusahaan


8

Berdasarkan tanggapan responden tentang penilaian risiko, maka dapat

diketahui bahwa untuk Indikator pertama yaitu “Perencanaan yang dibuat sudah

berdasarkan Visi dan misi dari perusahaan”, diperoleh total skor sebesar 80%.

Dengan demikian, penilaian risiko dilihat dari perencanaan yang dibuat sudah

berdasarkan visi dan misi.

Visi Rumah Sakit Awal Bros

RS Awal Bros Pekanbaru mempunyai visi 2018 sebagai berikut :

“Menjadi Rumah Sakit Unggulan dan Terpercaya di Sumatera”

Misi Rumah Sakit Awal Bros

d. Menjadi Rumah Sakit yang memiliki layanan unggulan dengan fasilitas

terlengkap dan modern didukung tenaga profesional

e. Memberikan pelayanan kesehatan secara tepat, tepat, ramah serta terpercaya

dan menjadi Rumah Sakit pilihan di Sumatera

f. Menjadi Rumah Sakit yang mampu memberikan pelayanan PRIMA.

Dari visi dan misi rumah sakit, hampir seluruhnya dapat tercapai. Makanya

tingkat pencapaian efektif sebesar 80%.

Menurut teori, dalam rangka pencapaian visi, misi dan tujuan serta

pertanggungjawaban kegiatan suatu perusahaan, pimpinan pimpinan perusahaan

wajib menerapkan setiap unsur dari Sistem Pengendalian Intern. Untuk memenuhi

keadaan yang terus berubah perlu dilakukan pemantauan secara terus menerus

terhadap Sistem Pengendalian Intern. Perencanana visi dan misi perusahaan salah

satu penilaian risiko dalam system pengendalian intern sebab jika visi dan misi

perusahaan tidak tercapai berarti perusahaan mengalami resiko kegagalan dalam

operasional.
8

2. Penyusunan perencanaan dan evaluasi pelaksanaan program.

Penilaian resiko merupakan komponen kedua dari pengendalian internal.

Penilaian resiko merupakan kegiatan yang dilakukan oleh manajemen dalam

mengidentifikasi dan menganalisis resiko yang menghambat perusahaan dalam

mencapai tujuannya. Untuk memperkecil resiko yang terjadi dalam aktivitas suatu

perusahaan, perlu dilakuakn penyusunan dan evaluasi pelaksanaan proram.

Berdasrakan hasil penelitian penilaian risiko sehubungan dengan Indikator kedua

yaitu “Penyusunan perencanaan telah berdasarkan evaluasi pencapaian

pelaksanaan program dan kegiatan tahun-tahun sebelumnya”, diperoleh total skor

sebesar 100%. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa Indikator kedua dinyatakan

sangat efektif. Rencana kerja yang dibuat oleh Rumah Sakit Umum sudah melalui

evaluasi berdasarkan data histories sehingga kendala di tahun sebelumnya dapat

diselesaikan pada tahun berjalan.

Sebagai rumah sakit yang berskala besar, masalah penyusunan program kegiatan

tiap tahun merupakan hal yang harus dilakukan tiap divisi. Dengan adanya

penyusunan program kegiatan, maka dapat dilakukan evaluasi tiap periode atas

proram yang telah dilaksanakan, dan yang belum dilaksanakan serta kendala apa

yang diperoleh dalam pelaksanaan program tersebut. Secara berkala evaluasi terus

dilakukan agar progam kerja dalam berjalan optimal.

3. Pertimbangan sumber daya yang tersedia

Berdasarkan hasil penelitian tentang pengendalian risiko sehubungan dengan

Indikator ketiga yaitu “Perencanaan telah disusun dengan mempertimbangkan


8

sumber daya yang tersedia”, diperoleh total skor sebesar 50%. Dengan demikian

indikator ini kurang efektif karena perencanaan hanya dibuat berdasarkan data

historis dari kendala yang terjadi tetapi tidak memperhatikan jumlah karyawan yang

tersedia dalam pelaksanaan perencanaan yang akan datang.

Menurut responden, perencanaan yang disusun pihak rumah sakit tidak perna

membahas tentang pertimbangan sumber daya manusia yang ada. Pihak rumah sakit

beranggapan bahwa karyawan yang ada sudah berkompeten untuk melakukan setiap

program kerja yang akan direncana. Jadi tidak perlu dilakukan pertimbangan atas

keberadaan sumber daya manusia.

Menurut pihak rumah sakit, “Perencanaan telah disusun dengan

mempertimbangkan sumber daya yang tersedia” tidak terlalu diperhatikan karena

saat karyawan tersebut melamar menjadi karyawan di rumah sakit ini, pihak rumah

sakit sudah mengetahui latar belakang pendidikan dan kemampuan akademis dari

karyawan tersebut. Selain itu, setiap tahun pihak rumah sakit melakukan penilaian

atas kinerja tiap karyawan. Dengan demikian, pihak rumah sakit sudah mengetahui

kemampuan tiap karyawan sehingga tidak membutuhkan untuk mempertimbangkan

keberadaan karyawan atas perencanaan yang disusun pihak rumah sakit.

Menurut teori, penilaian risiko harus dilakukan karena resiko dapat berasal dari

dalam atau luar perusahaan. Resiko yang berasal dari luar perusahaan mempengaruhi

perusahaan secara keseluruhan, yang termasuk didalam resiko ini adalah tantangan

yang berasal dari pesaing, perubahan kondisi ekonomi, kemajuan teknologi,

peraturan pemerintah, dan bencana alam. Resiko yang berasal dari dalam perusahaan

berkaitan dengan aktivitas tertentu didalam organisasi misalnya karyawan yang tidak
8

terlatih, karyawan yang tidak memiliki motivasi, atau perubahan dalam tanggung

jawab manajemen.

4. Identifikasi risiko dilakukan dengan metode kualitatif dan kuantitatif

Berdasarkan hasil penelitian tentang indikator keempat yaitu “Identifikasi risiko

dilakukan dengan metode kualitatif dan kuantitatif”, diperoleh total skor sebesar

30%. Dengan demikian dinyatakan tidak efektif. Sebab Rumah Sakit Awal Bros

hanya melakukan identifikasi resiko atas pengendalian intern obat-obatan dari sisi

kuantitatif saja yaitu jumlah obat.

Menurut pihak rumah sakit, tidak semua risiko yang terjadi harus dilakukan

analisis dengan metode kualitatif dan kuantitatif. Sehubungan dengan pengendalian

intern persediaan obat-obatan, rumah sakit awal bros hanya menggunakan metode

kuantitatif yaitu dengan pencatatan yang dilakukan dan membandingkan dengan

jumlah fisik dari persediaan tanpa harus melakukan wawancara dengan tiap

karyawan yang terlibat dalam hal pengendalian intern persediaan obat-obatan.

Menurut teori, manajemen bertanggung jawab dalam menentukan resiko yang

dihadapi oleh organisasi dalam mencapai tujuannya, memperkirakan tingkat

pengaruh dari setiap resiko, menilai kemungkinannya, dan menentukan tindakan

yang harus dilakukan untuk mengurangi pengaruhnya atau kemungkinannya. Dengan

demikian, identifiaksi risiko dapat dilakukan dengan kualitatif dan kuantitatif.

5. Risiko yang diambil untuk kebutuhan perusahaan yang sudah

dipertimbangkan.

Berdasarkan hasil penelitian tentang indikator kelima yaitu “Risiko yang

timbul dari perubahan kebutuhan perusahaan sudah dipertimbangkan”, diperoleh


9

total skor sebesar 70%. Dengan demikian dinilai efektif. Sebab tiap tahun perusahaan

melakukan evaluasi terhadap program kerja termasuk pengendalian intern persediaan

obat-obatan agar resiko dari kekurangan obat dapat dikendalikan.

Menurut pihak rumah sakit, “risiko yang diambil untuk kebutuhan perusahaan

yang sudah dipertimbangkan” dalam sistem pengendalian intern persediaan obat-

obatan jika terjadi kekurangan persediaan saat pasien membutuhkan atau terjadinya

salah pemberian resep obat. Perusahaan sudah melakukan pertimbangan atas resiko

tersebut yang tidak tertutup kemungkinan dapat terjadi. Dengan berpedoman pada

SOP setiap transaksi yang berhubungan dengan obat-obatan yang telah ditetapkan

manajemen perusahaan, maka risiko tersebut dapat diperkecil kemungkinan

terjadinya. Maka dari itu, perusahaan menyatakan indikator ini dinilai efektif.

Menurut teori risiko itu sendiri dipahami sebagai suatu kemungkinan bahwa

suatu peristiwa akan terjadi dan mempengaruhi pencapaian tujuan entitas, dan risiko

terhadap pencapaian seluruh tujuan dari entitas ini dianggap relatif terhadap toleransi

risiko yang ditetapkan.

Dari keseluruhan tanggapan responden tentang penilaian risiko dalam system

pengendalian intern Persedaiaan Obat-Obatan pada Rumah Sakit Awal Bros

Pekanbaru diperoleh tanggapan rata-rata hasil penelitian sebesar 66%. Dengan

demikian, penilaian risiko dalam system pengendalian intern persediaan obat-obatan

dinilai efektif. Dengan demikian, Rumah Sakit Awal Bros telah memperhatikan tiap

indikator dari risiko pengendalian agar dapat terpenuhi sehingga system

pengendalian intern menjadi efektif.

5.2.3. Aktivitas Pengendalian


9

Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang dikembangkan oleh

manajemen untuk mengantisipasi risiko yang dapat menghalangi entitas mencapai

tujuannya. Aktivitas pengendalian memiliki berbagai tujuan dan aplikasi pada

berbagai tingkat organisasi atau fungsional dalam sebuah entitas.

Sehubungan dengan penelitian, maka dilakukan pembahasan sesuai dengan

indikator dari aktivitas pengendalian yaitu:

1. Struktur organisasi, tugas dan fungsi telah dievaluasi secara periodic

Berdasarkan tanggapan responden tentang aktivitas pengendlaian, maka dapat

diketahui bahwa untuk Indikator pertama yaitu “Struktur organisasi, tugas dan fungsi

telah dievaluasi secara periodic”, diperoleh total skor sebesar 100% yang berarti

sangat efektif Dengan demikian dapat diketahui bahwa indikator pertama dalam

aktivitas pengendalian telah berjalan sebagai mana mestinya.

Menurut Rumah Sakit Awal Bros, ”Struktur organisasi, tugas dan fungsi telah

dievaluasi secara periodic”. Untuk struktur organiasi itu sendiri bersifat tetap, paling

yang berganti adalah orang-orang yang menjabat di bagian tertentu. Tetapi, untuk

tugas dan fungsi terus dilakukan evaluasi karena rumah sakit ini melakukan penilaian

kinerja karyawan secara periodik. Seluruh karyawan baik administrasi maupun medis

telah dilakukan penilaian kinerja dengan metode balance score card. Dengan

demikain penerapan review kinerja berjalan efektif.

Menurut teori, sebuah system akuntansi yang kuat harus memiliki pengendalian

yang secara mandiri memeriksa kinerja individual atau proses dalam system sesuai

dengan struktur organisasi yang lengkap berdasarkan kebutuhan perusahaan. Setiap

bagian dan setiap karyawan yang terlibat dalam system pengendalian intern dalam
9

rumah sakit harus dilakukan penilaian kinerja. Hal ini dimaksudkan agar dapat

diketahui ketepatan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab.

2. Catatan system pengendalian telah lengkap untuk seluruh divisi.

Berdasarkan hasil penelitian, aktivitas pengendalian sehubungan dengan

Indikator kedua yaitu “Catatan Persedaiaan Obat-Obatan telah lengkap untuk seluruh

divisi”, diperoleh total skor sebesar 30%. Dengan demikian, indikator kedua ini

dinyatakan tidak efektif. Hal ini dikarenakan untuk kelengkapan pencatatan atas

obat-obatan hanya ada di divisi farmasi sedangkan di divisi lain pencatatan dilakukan

berdasarkan kebutuhan. Seperti bagian keuangan dan akuntansi, keberadaan obat

hanya dicatat berdasarkan jumlah dan unit yang tersedia.

Menurut pihak rumah sakit, “Catatan Persedaiaan Obat-Obatan telah lengkap

untuk seluruh divisi” itu hanya untuk divisi yang terkait sesuai dengan SOP dalam

transaksi yang ditetapkan rumah sakit. Seperti SOP “Permintaan Sediaan Farmasi,

Alat Kesehatan, Dan Bahan Medis Habis Pakai Dari Satelit Farmasi Ke Gudang

Farmasi”. Dalam SOP, tidak semua bagian terlibat, hanya unit farmasi yang terlibat

dalam SOP ini. Dengan demikian, maka untuk “Catatan Persedaiaan Obat-Obatan

telah lengkap untuk seluruh divisi” dinyatakan tidak efektif karena rumah sakit awal

bros tidak melibatkan seluruh divisi yang ada dalam pencatatan obat-obatan.

Menurut teori, pengendalian internal adalah rencana, metode, prosedur, dan

kebijakan yang didesain oleh manajemen untuk memberi jaminan yang memadai atas

tercapainya efisiensi dan efektivitas operasional, kehandalan pelaporan keuangan,

pengamanan terhadap asset, ketaatan/kepatuhan terhadap undang-undang, kebijakan

dan peraturan lain. Dengan demikian, penerapan system pengendalian bukan hanya
9

dalam satu bidang dalam perusahaan, tetapi untuk seluruh divisi yang terdapat dalam

perusahaan.

3. Terdapat pengawasan terhadap penggunaan system pengendalian.

Berdasarkan hasil penelitian, aktivitas pengendalian sehubungan dengan

Indikator ketiga yaitu “Terdapat pengawasan terhadap penggunaan Persedaiaan

Obat-Obatan”, diperoleh total skor sebesar 50%. Dengan demikian indikator ini

dinyatakan kurang efektif. Pengawasan kurang dilakukan terhadap penggunaan obat-

obatan karena bagian farmasi merupakan bagian yang mengetahui tentang obat-

obatan sehingga pengawasan dalam penggunaannya hanya dilakukan oleh komite

farmasi dan terapi, bukan bagian accounting.

Menurut rumah sakit awal bros, masalah pengawasan obat-obatan tidak

melibatkan seluruh Top Manajemen atau dewan direksi dalam melakukan

pengawasan. Cukup bagian yang diberikan kuasa untuk melakukan pengawasan

terhadap persediaan obat-obatan yaitu komite farmasi dan terapi. Lingkup rumah

sakit yang luas, menyebabkan ketidakmungkinan untuk dewan direksi melakukan

pengawasan langsung terhadap persediaan obat-obatan. Maka dari itu, diterapkan

system pengendalian agar pengawasan dapat dilakukan hanya melalui system

pelaporan yang tetapkan dalam SOP.

Menurut teori, tanggung jawab atas keamanan aktiva perusahaan, kesalahan-

kesalahan dan penyimpangan dalam pelaksanaan operasi perusahaan terutama

terletak pada manajemen. Ruang lingkup perusahaan yang semakin luas,

mengakitbatkan manajemen tidak dapat melakukan pengawasan secara langsung

dalam hal-hal tertentu. Oleh karena itu sangat diperlukan suatu sistem
9

pengawasan/pengendalian intern dan sistem pelaporan yang baik, sehingga pihak

manajemen dapat menyerahkan tanggung jawabnya secara tepat.

4. Setiap Transaksi system pengendalian telah dicatat dalam laporan

keuangan.

Berdasarkan hasil penelitian Indikator keempat yaitu “Setiap Transaksi

Persedaiaan Obat-Obatan telah dicatat dalam laporan keuangan”, diperoleh total skor

sebesar 70%. Dengan demikian dinyatakan efektif. Hal ini disebabkan setiap

transaksi obat-obatan telah dilakukan secara LAN (Local Area Network). Jadi setiap

transaksi seluruh bagian yang terkait akan secara otomatis mendapat laporannya.

Menurut rumah sakit awal bros, “Setiap Transaksi Persedaiaan Obat-Obatan telah

dicatat dalam laporan keuangan” itu dilakukan secara otomatis. Setiap transaksi akan

diproses melalui komputerisasi dan manual. Dengan system yang digunakan secara

otomotis seluruh laporan akan tercatat dalam laporan keuangan. Maka dari itu,

penerapan indikator ini dinyatakan efektif.

Menurut teori, elemen pengendalian akutansi mencakup penggunaan data intern

dan ekstern. Catatan-catatan yang diperlukan manajemen (eksternal), manajemen

dalam menggunakan laporan untuk pengambilan keputusan biasanya dibuat triwulan,

tengah tahun, tahunan. Fungsi internal audit akan sangat membantu terhadap laporan

tersebut agar dapat dipercaya. Pengendalian dalam arti sempit disamakan dengan

internal check yang merupakan prosedur mekanis dan secara otomotis dapat saling

memriksa ketelitian dan pencatatan data akutansi yang dilakukan oleh suatu bagian

dengan hasil-hasil pencatatan lainnya.


9

5. Kebijakan dan prosedur pengamanan fisik telah ditetapkan,

diimplementasikan, dan dikomunikasikan keseluruh karyawan yang

terlibat.

Berdasarkan hasil penelitian Indikator kelima yaitu “Kebijakan dan prosedur

pengamanan fisik telah ditetapkan, diimplementasikan, dan dikomunikasikan

keseluruh karyawan yang terlibat”, diperoleh total skor sebesar 100%. Dengan

demikian, dapat diketahui bahwa Indikator kelima dinyatakan sangat efektif. Hal ini

disebabkan pelaksanaan kebijakan dan prosedur fisik sudah sesuai dengan ketentuan

yang berlaku.

Menurut Rumah Sakit Awal Bros, seluruh transaksi yang berkaitan dengan obat-

obatan telah dibuatkan SOP-nya. Dengan demikian, kebijakan dan prosedur

pengamanan fisik telah ditetapkan sebagai mana mestinya karena dalam SOP

tersebut telah jelas tetang kebijakan dan prosedurnya.

Menaurut teori, pengendalian intern adalah suatu sistem pengendalian yang

meliputi semua metode dan ukuran yang ditetapkan dalam perusahaan dengan tujuan

untuk mengamankan aktiva perusahaan, mengecek kecermatan dan ketelitian data

akutansi,meningkatkan efesiensi dan mendorong manajemen dipatuhi oleh segenap

jajaran organisasi. Untuk menjamin bahwa semua kebijakan manajemen telah

dilaksanakan dan dipatuhi oleh setiap orang yang ada dalam organisasi, pihak

manajemen harus menyusun dan menerapkan pengendalian intern yang efektif.

Karena dengan dipatuhi dan dilaksanakannya kebijakan manajemen tersebut akan

mudah bagi manajemen untuk mencapai tujuan perusahaan baik jangka pendek

maupun jangka panjang.


9

6. Aset berupa persedian periodik dihitung dan dibandingkan dengan catatan

pengendalian ; setiap perbedaan diperiksa secara teliti

Berdasarkan hasil penelitian indikator keenam yaitu “Aset berupa persedian

periodik dihitung dan dibandingkan dengan catatan pengendalian ; setiap

perbedaan diperiksa secara teliti”, diperoleh total skor sebesar 50%. Hal ini

dinyatakan kurang efektif karena setiap bulan terjadi selisih atas perhitungan fisik

dan pencatatan yang ada dan telah diteliti tetapi pada bulan berikutnya masih saja

terjadi selisih.

Menurut Pihak Rumah Sakit Awal Bros, “Aset berupa persedian periodik

dihitung dan dibandingkan dengan catatan pengendalian ; setiap perbedaan

diperiksa secara teliti”, hal ini telah dilaksanakan meskipun hasilnya masih kurang

efektif. Kenapa kurang efektif, karena sampai saat ini, tiap bulan masih terjadi selisih

atas pencatatan persediaan obat dengan jumlah fisik dari persediaan obat-obatan yang

ada. Salah satu factor pemicu terjadinya selisih akibat dari pembulatan nilai nominal

obat dan banyaknya jumlah obat yang terdapat di rumah sakit ini.

Meskipun terjadi selisih setiap bulannya, kita tidak menganggap suatu masalah

yang serius karena selisih ini terjadi bukan karena obat itu hilang atau disalah

gunakan tetapi karena terjadinya kekeliruan dalam pencatan bagian yang terlibat

dalam system pengendalian intern persediaan obat-obatan di rumah sakit ini.

Menurut teori, mengamankan harta milik perusahaan dalam arti luas meliputi

ukuran yang digunakan manajemen untuk menghindari sesuatu yang tidak diinginkan

dan kejadian-kejadian yang menyangkut sumber-sumber perusahaan, termasuk

menjaga kesalahan adminsitratif yang tidak di sengaja, misalnya salah perkalian atau

penjumlahan, kesalahan mencatat faktur dan semacamnya. Sedangkan dalam arti


9

sempit pengamanan harta merupakan ukuran-ukuran yang digunakan oleh

pelaksanaan dan pencatatan transaksi serta penyimpanan atau penjagaan aktiva.

7. Setiap transaksi telah dicatat dan setiap pencatatan dilakukan berdasarkan

bukti transaksi.

Berdasarkan hasil penelitian tentang indikator ketujuh yaitu “Setiap transaksi

telah dicatat dan setiap pencatatan dilakukan berdasarkan bukti transaksi”, diperoleh

total skor sebesar 100%. Dengan demikian, indikator ini dinyatakan efektif karena

setiap transaksi ada bukti transaksinya sebagai laporan pertanggung jawaban.

Menurut rumah sakit awal bros, penerapan “Setiap transaksi telah dicatat dan

setiap pencatatan dilakukan berdasarkan bukti transaksi” telah efektif sesuai dengan

teori yang berlaku dalam system pengendalian intern.

Menurut teori, pengendalian intern akutansi meliputi struktur organisasi, metode-

metode dan prosedur, serta catatan yang berkaitan dengan pengamanan aktiva dan

dapat dipercayainya catatan akutansi, sehingga dapat memberikan jaminan bahwa :

a. Transaksi-transaksi yang dilaksanakan sesuai dengan pengesahan (otorisasi)

manajemen yang umum maupun yang khusus.

b. Transaksi-transaksi dicatat untuk :

1. Memungkinkan penyusunan laporan keuangan yan g sesuai dengan

prinsip akutansi yang umumnya diterima atau kriteria lain yang perlu

untuk laporan-laporan tersebut.

2. Menunjukan pertanggung jawaban atasan aktiva

3. Acces ( penggunaan ) aktiva hanya bole dipergunakan apabila sesuai

dengan otorisasi manajemen.


9

4. Tanggung jawab atas aktiva ( menurut catatan ) dibandingkan dengan

aktiva yang ada setiap waktu tertentu dan diambil tindakan yang perlu bila

ada perbedaan.

8. Terdapat pengendalian atas pengembangan dan perubahan perangkat

lunak aplikasi yang berhubungan dengan persediaan obat-obatan.

Berdasarkan hasil penelitian, indikator kedelapan yaitu “Terdapat pengendalian

atas pengembangan dan perubahan perangkat lunak aplikasi yang berhubungan

dengan Persedaiaan Obat-Obatan”, diperoleh total skor sebesar 0%. Hal ini

dinyatakan sangat tidak efektif karena Rumah Sakit Awal Bros tidak melakukan

pengembangan atas perangkat lunak aplikasi yang ada sehubungan dengan

persediaan obat-obatan.

Menurut pihak rumah sakit, masalah “Terdapat pengendalian atas pengembangan

dan perubahan perangkat lunak aplikasi yang berhubungan dengan Persedaiaan Obat-

Obatan” memang jarang kita perhatikan. Hal ini disebabkan sudah ada bagian IT

yang melakukan pengawasan atas kelayanan program atau software yang kita

gunakan. Jika masih dinilai wajar dan efektif, maka tidak dilakukan perubahan.

Dari keseluruhan tanggapan responden tentang aktivitas pengendlaian dalam

system pengendalian intern Persedaiaan Obat-Obatan pada Rumah Sakit Awal Bros

diperoleh tanggapan rata-rata hasil penelitian sebesar 63%. Dengan demikian,

aktivitas pengendalian intern terhadap persediaan obat-obatan dinyatakan efektif

karena telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang ada.

Menurut teori, perangkat lunak adalah seluruh perintah yang digunakan untuk

memproses informasi. Perangkat lunak dapat berupa program atau prosedur. Program
9

adalah kumpulan perintah yang dimengerti oleh komputer sedangkan prosedur adalah

perintah yang dibutuhkan pengguna dalam memproses informasi. Perangkat lunak

merupakan data elektronik yang disimpan sedemikian rupa oleh komputer itu sendiri,

data yang disimpan ini dapat berupa program atau instruksi yang akan dijalankan

oleh perintah, maupun catatan-catatan yang diperlukan komputer untuk menjalankan

perintah yang dijalankannya.

5.2.4. Informasi dan Komunikasi (Information and Communication)

Informasi dan komunikasi merupakan unsur-unsur yang penting dari

pengendalian internal perusahaan. Informasi tentang lingkungan pengendalian,

penilaian risiko, prosedur pengendalian, dan pemantauan diperlukan oleh

manajemen, untuk pedoman operasi dan menjamin ketaatan dengan pelaporan

hukum serta peraturan-peraturan yang berlaku pada perusahaan.

Sehubungan dengan informasi dan komunikasi dalam penelitian ini, akan

dilakukan pembahasan sesuai dengan indikator dalam penelitian yaitu:

1. Uraian tugas yang dibuat telah dikomunikasikan dan telah dipahami oleh

karyawan.

Berdasarkan tanggapan responden tentang informasi dan komunikasi, maka

dapat diketahui bahwa untuk Indikator pertama yaitu “Uraian tugas yang dibuat telah

dikomunikasikan dan telah dipahami oleh karyawan”, diperoleh total skor sebesar

100%. Dengan demikian, indikator ini dinyatakan sangat efektif. Hal ini disebabkan

karena karyawan sudah mengetahui tugas dan tanggung jawabnya.

Menurut Rumah Sakit Awal Bros menyatakan bahwa “Uraian tugas yang dibuat

telah dikomunikasikan dan telah dipahami oleh karyawan” telah dilaksanakan


1

sebagai mana mestinya dengan tujuan agar karyawan mengetahui tunga dan

tanggung jawabnya dalam melaksanakan pekerjaan. Hal ini dilakukan secara berkala

sebab terjadinya perubahan jabatan menyebabkan uraian tugasd akan berubah dan

harus dikominikasikan kembali kepada karyawan.

Menurut teori, komunikasi mencakup penyampaian informasi kepada semua

personel yang terlibat dalam pelaporan keuangan tentang bagaimana aktivitas mereka

berkaitan den gan pekerjaan orang lain, baik yang berada di dalam maupun di luar

organisasi. Komunikasi ini mencakup sistem pelaporan penyimpangan kepada pihak

yang lebih tinggi dalam entitas. Pedoman kebijakan, pedoman akuntansi, dan

pelaporan keuangan, daftar akun, dan memo juga merupakan bagian dari komponen

informasi dan komunikasi dalam pengendalian internal yang perlu disampaikan

dalam setiap melaksanakan evaluasi. Kualitas informasi yang dihasilkan dari system

tersebut berdampak terhadap kemampuan manajemen untuk membuat keputusan

semestinya dalam mengendalikan aktivitas entitas dan menyiapkan laporan keuangan

yang andal. Komunikasi mencakup penyediaan suatu pemahaman tentang peran dan

tanggung jawab individual berkaitan dengan pengendalian intern terhadap laporan

keuangan.

2. Informasi dari sumber internal dan eksternal didapat dan disampaikan

kepada Pimpinan tepat waktu dalam rangka peningkatan kinerja.

Informasi diperoleh ataupun dihasilkan melalui proses komunikasi antar pihak

internal maupun eksternal yang dilakukan secara terus-menerus, berulang, dan

berbagi. Kebanyakan organisasi membangun suatu sistem informasi untuk memenuhi

kebutuhan informasi yang andal, relevan, dan tepat waktu.


1

Berdasarkan hasil penelitian, aktivitas pengendalian sehubungan dengan

Indikator kedua yaitu “Informasi dari sumber internal dan eksternal didapat dan

disampaikan kepada Pimpinan tepat waktu dalam rangka peningkatan kinerja”,

diperoleh total skor sebesar 100%. Dengan demikian, indikator ini dinyatakan sangat

efektif karena setiap informasi sehubungan dengan pengendalian intern persediaan

obat-obatan disampaikan kepada pimpinan.

Menurut rumah sakit, setiap informasi yang ada dalam rumah sakit ini selalu

disampaikan kepada pimpimpinan baik itu informasi yang bernilaia positif maupun

negative semua disampaikan kepada pimpinan jika berhubungan dengan rumah sakit.

Hal ini dimaksudkan agar informasi yang ada dapat dijadikan sebagai data atau

informasi untuk perbaikan kearah yang lebih baik.

Menurut teori, informasi sangat penting bagi setiap entitas untuk melaksankan

tanggung jawab pengendalian internal guna mendukung pencapaian tujuan-

tujuannya. Informasi yang diperlukan manajemen adalah informasi yang relevan dan

berkualitas baik yang berasal dari sumber internal maupun eksternal dan informasi

digunakan untuk mendukung fungsi komponen-komponen lain dari pengendalian

internal.

3. Informasi sudah disiapkan dalam bentuk rincian yang tepat sesuai dengan

keadaan fisik dari persediaan obat-obatan.

Berdasarkan hasil penelitian, aktivitas pengendalian sehubungan dengan

Indikator ketiga yaitu “Informasi sudah disiapkan dalam bentuk rincian yang tepat

sesuai dengan keadaan fisik dari Persedaiaan Obat-Obatan”, diperoleh total skor

sebesar 70%. Dengan demikian dinyatakan efektif sebab informasi terus disampaikan
1

secara rinci sehubungan dengan keadaan fisik dari persediana obat-obatan sehingga

setiap obat yang mengalami masa kadaluarsa diketahui keberadaannya.

Menurut pihak rumah sakit, masalah “Informasi sudah disiapkan dalam bentuk

rincian yang tepat sesuai dengan keadaan fisik dari Persedaiaan Obat-Obatan” harus

disampaikan secara berkala. Hal ini berkaitan dengan obat yang diupayakan untuk

penyembuhan orang. Jadi obat tersebut harus dicek keberadaan fisiknya benar-benar

obat yang bagus yang diberikan kepada pasien. Dengan informasi ini, jadi

pengawasan penggunaan obat juga dilakukan selain pengawasan intern terhadap

persediaan obat-obatan.

Menurut teori, ada 3 (tiga) prinsip yang mendukung komponen informasi dan

komunikasi dalam pengendalian internal yaitu:

1. Organisasi memperoleh atau menghasilkan dan menggunakan informasi

yang berkualitas dan yang relevan untuk mendukung fungsi pengendalian

internal.

2. Organisasi secara internal mengkomunikasikan informasi, termasuk tujuan

dan tanggung jawab untuk pengendalian internal dalam rangka mendukung

fungsi pengendalian internal.

3. Organisasi berkomunikasi dengan piha eksternal mengenai hal-hal yang

mempengaruhi fungsi pengendalian internal.

4. Karyawan memiliki saluran komunikasi informasi ke atas selain melalui

atasan langsungnya.

Terkait dengan kepemimpnan, maka komunikasi yang baik sangat penting

dimiliki oleh seorang pimpinan karena berkaitan dengan tugasnya untuk

membimbing, mempengaruhi, mengarahkan, serta mendorong anggota untuk


1

melakukan tugas dan aktifitas mereka guna mencapai tujuan bersama. Di dalam

sebuah organisasi pemimpin adalah sebagai komunikator. Pemimpin yang efektif

umumnya memiliki kemampuan komunikasi yang efektif sehingga sedikit banyak

akan mampu merangsang partisipasi orang-orang yang dipimpinnya. Komunikasi

yang dilakukan oleh pimpinan menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan suatu

organisasi.

Berdasarkan hasil penelitian, indikator keempat yaitu “Karyawan memiliki

saluran komunikasi informasi ke atas selain melalui atasan langsungnya”, diperoleh

total skor sebesar 70%. Hal ini dinyatakan efektif karena karyawan dapat

berkominikasi langsung dengan atasan. Di rumah sakit ini, karyawan dapat langsung

berkomuniksi dengan atasan tanpa mesti melalui kepada divisi.

Menurut pihak rumah sakit, dalam hal kominikasi kita terapkan tidak ada jarak

antara pimpinan dengan bawahan. Apa lagi dalam rumah sakit ini, kita rutin

melaksanakan rapat bulanan dimana dijadikan sarana kominikasi antara atasan

dengan bawahan. Dalam rapat, seluruh karyawan berhak mengeluarkan pendapat

demi kemajuan rumah sakit.

Berdasarkan teori, Komunikasi merupakan hal yang sangat penting dalam sebuah

organisasi. Tanpa adanya jalinan komunikasi yang terjadi dalam sebuah organisasi

maka besar kemungkinan semua kegiatan yang akan dilaksanakan organisasi tersebut

tidak akan terlaksana sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Kemampuan

dalam berkomunikasi yang baik akan sangat membantu segala kegiatan yang ada

didalam organisasi tersebut. Agar dapat menjalankan kepemimpinannya, seorang

pemimpin harus mampu mendiagnosis situasi saat sekarang dan apa yang diharapkan
1

pada masa yang akan datang, mampu menyesuaikan perilakunya dengan lingkungan,

serta dapat menyampaikan pesan-pesan agar dapat dipahami orang lain dengan baik

dan jelas.

5. Terdapat mekanisme yang memungkinkan informasi sampai ke seluruh

bagian dalam perusahaan.

Berdasarkan hasil penelitian, indikator kelima yaitu “Terdapat mekanisme

yang memungkinkan informasi sampai ke seluruh bagian dalam perusahaan”,

diperoleh total skor sebesar 30%. Hal ini dinyatakan tidak efektif karena tidak semua

bagian yang ada dalam Rumah Sakit Awal Bros berkompeten untuk mengetahui

keberadaan Persediaan Obat-Obatan.

Menurut Pihak Rumah Sakit, menyataka nbahwa mekanisme dalam

penyampaian informasi tentang pengendalian intern terhadap persediaan obat, tidak

kita sampaikan kepada seluruh divisi yang ada di rumah sakit ini. Informasi hanya

disampaikan kepada divisi yang meliki hubungan berdasarkan SOP tentang

persediaan obat-obatan.

Menurut teori Sistem Pengendalian Manajemen sebagai perangkat struktur

komunikasi yang saling berhubungan yang memudahkan pemrosesan informasi

dengan maksud membantu manajer mengkoordinasikan bagian-bagian yang ada dan

pencapaian tujuan organisasi secara terus menerus. Sistem pengendalian manajemen

dikategorikan sebagai bagian dari pengetahuan perilaku terapan (applied behavioral

science). Pada dasarnya, sistem ini berisi tuntutan kepada kita mengenai cara

menjalankan dan mengendalikan perusahaan / organisasi yang “dianggap baik”

berdasarkan asumsi-asumsi tertentu. Masing-masing perusahaan memiliki


1

kompleksitas berbeda dalam pengendalian manajemen, makin besar skala perusahaan

akan semakin kompleks.

Tujuan dari sistem ini adalah untuk meningkatkan keputusan-keputusan kolektif

dalam organisasi. Untuk memahami sebuah sistem dibutuhkan suatu pengetahuan

tentang lingkungan dimana sistem itu berada. Dua unsur penting dalam sistem

pengendalian manajemen adalah lingkungan pengendalian dan proses pengendalian.

Dengan demikian, ada informasi tertentu yang harus disampaikan kepada seluruh

bagian dalam perusahaan.

Dari keseluruhan tanggapan responden tentang informasi dan komunikasi

dalam system pengendalian intern Persedaiaan Obat-Obatan pada Rumah Sakit

Awal Bros diperoleh tanggapan rata-rata hasil penelitian sebesar 74%. Dengan

demikian, informasi dan komunikasi telah berjalan sebagai mana ketentuan yang

berlaku.

5.2.5. Pemantauan (Monitoring)

Pemantauan pengendalian adalah proses yang menilai kualitas kinerja

pengendalian internal dari waktu ke waktu. Untuk memberikan keyakinan memadai

bahwa tujuan entitas akan tercapai, manajemen harus memantau pengendalian untuk

menentukan apakah mereka beroprasi secara efektif. Karena risiko berubah seiring

waktu, manajemen perlu untuk memantau apakah perlu pengendalian dirancang

ulang jika risiko berubah.

Pemantauan pengendalian dilakukan pembahasan sesuai dengan indikator yang

ditetapkan dalam penelitian ini yaitu:

1. Evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan pengendalian


1

Berdasarkan tanggapan responden tentang pemantauan pengendalian, maka

dapat diketahui bahwa untuk Indikator pertama yaitu “Sudah dilakukan evaluasi

terhadap pelaksanaan kegiatan pengendalian Persedaiaan Obat-Obatan (triwulan,

semester, tahunan)”, diperoleh total skor sebesar 100%. Dengan demikian,

dinyatakan sangat efektif karena setiap bulan dilakukan evaluasi terhadap persediaan

obat-obatan.

Menurut pihak rumah sakit, masalah evaluasi terus dilakukan untuk kemajuan

dari rumah sakit karena dengan evaluasi yang dilakukan, kita dapat menemukan

solusi dari fenomena yang ada dalam program kerja.

Menurut teori, aktivitas pemantauan merupakan kegiatan evaluasi dengan

beberapa bentuk apakah yang sifatnya berkelanjutan, terpisah ataupun kombinasi

keduanya yang digunakan untuk memastikan apakah masing-masing dari lima

komponen pengendalian internal mempengaruhi prinsip-prinsip dalam setiap

komponen, ada dan berfungsi. Evaluasi berkesinambungan (terus-menerus) dibangun

ke dalam proses bisnis pada tingkat yang berbeda dari entitas guna menyajikan

informasi yang tepat waktu. Evaluasi terpisah dilakukan secara periodik, akan

bervariasi dalam lingkup dan frekuensi tergantung pada penilaian risiko, efektivitas

evaluasi yang sedang berlangsung, dan pertimbangan manajemen lainnya. Temuan-

temuan dievaluasi terhadap kriteria yang ditetapkan oleh pembuat kebijakan,

lembaga-lembaga pembuat standar yang diakui atau manajemen dan dewan direksi,

dan kekurangan-kekurangan yang ditemukan dikomunikasikan kepada manajemen

dan dewan direksi.

2. Kelemahan yang ditemukan selama evaluasi


1

Berdasarkan hasil penelitian, pemantauan pengendalian sehubungan dengan

Indikator kedua yaitu “Kelemahan yang ditemukan selama evaluasi segera

Diselesaikan”, diperoleh total skor sebesar 100%. Dengan demikian, dinyatakan

sangat efektif karena setiap melakukan evaluasi dan jika ditemukan kelemahan akan

dilakukan perbaikan dengan alasan agar kelemahan tersebut tidak terjadi kembali di

periode berikutnya.

Menurut pihak rumah sakit, evaluasi akan kita lakukan secara berkala untuk

mengetahui kelemahan dan kekuatan dari sistem pengendalian yang telah diterapkan

sehingga dapat diantisipasi setiap fenomena yang akan terjadi.

Menurut teori, mengingat tingginya tingkat kebutuhan akan barang farmasi dan

medis di rumah sakit, terutama obat-obatan dan mengingat transaksi penjualan obat

merupakan sumber keuangan perusahaan paling utama, maka diperlukan keandalan

sistem yang mampu mendukung kegiatan pengadaan dan pengeluaran obat yang

tentunya sangat membutuhkan sistem pengendalian. Sistem pengendalian atas

persediaan obat sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak

diinginkan seperti kesalahan-kesalahan dan kecurangan yang mungkin terjadi dalam

aktivitas pengendalian. Dalam pengendalian persediaan sendiri terdapat dua aktivitas

yang saling berhubungan yaitu aktivitas penyediaan dan pengeluaran barang yang

harus diamati.

Kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam Sistem Informasi Akuntansi biasanya

dikarenakan dua sebab yaitu kesalahan-kesalahan yang tidak disengaja dan

kesalahan-kesalahan yang disengaja. Kesalahan-kesalahan yang tidak disengaja

biasanya terjadi pada proses aplikasi data seperti kesalahan dalam memasukkan jenis
1

barang atau kesalahan dalam memasukkan kode barang. Sedangkan yang paling

kritis adalah apabila kesalahan terjadi karena faktor kesengajaan yang berupa

kecurangan-kecurangan atau penyelewengan terhadap harta kekayaan milik

perusahaan.

3. Supervisi terhadap tiap tugas dan fungsi

Berdasarkan hasil penelitian, pemantauan pengendalian sehubungan dengan

Indikator ketiga yaitu “Dilakukan supervisi terhadap tiap tugas dan fungsi oleh atasan

langsung”, diperoleh total skor sebesar 100%. Dengan demikian, dinyatakan sangat

efektif karena tiap bagian atau divisi memiliki kepala bagian yang bertindak sebagai

supervisi pada bagian yang bersangkutan.

Menurut pihak rumah sakit, “Dilakukan supervisi terhadap tiap tugas dan fungsi

oleh atasan langsung” berjalan secara efektif karena semuanya telah dilakukan sesuai

dengan ketentuan.

Menurut teori, supervisi adalah istilah yang akrab kita dengar sehari-hari. Dalam

dunia kerja, jabatan supervisi seringkali diartikan sebagai jabatan yang berada di atas

karyawan biasa, namun masih lebih rendah daripada jabatan “bos”. Kata supervisi

dapat didefinisikan menurut beberapa kategori. Secara etimologis, supervisi berasal

dari bahasa Inggris supervision. Super berarti di atas, sedangkan vision berarti

pengelihatan/ melihat. Jika diartikan secara bebas, maka supervision dapat pula

dimaknai sebagai melihat dari atas.

4. Laporan untuk setiap pelaksanaan kegiatan

Berdasarkan hasil penelitian, indikator keempat yaitu “Dibuat laporan untuk

setiap pelaksanaan kegiatan”, diperoleh total skor sebesar 100%. Dengan demikian,

dinyatakan sangat efektif karena laporan untuk kegiatan pelaksanaan kegiatan terus
1

dilakukan. Dalam bagian farmasi, kegiatan utamanya adalah melaporkan keberadaan

obat baik yang masuk maupun yang keluar.

Menurut pihak rumah sakit, “Dibuat laporan untuk setiap pelaksanaan kegiatan”

berjalan secara efektif karena tiap periode, tiap divisi yang ada di rumah sakit akan

mengajukan laporan untuk dapat dievaluasi atas pelaksanaan tugas dan tanggung

jawab tiap divisi yang bersangkutan.

Menurut teori, sistem Informasi Akuntansi merupakan suatu set sumber daya

manusia dan modal dalam suatu organisasi yang bertugas untuk menyediakan

informasi keuangan dan juga informasi yang diperoleh dari kegiatan pengumpulan

dan pengolahan transaksi hingga menjadikan suatu laporan,

5. Aparat pengawasan intern

Menurut teori, Satuan Pengawasan Intern (SPI) adalah penyelenggara salah satu

unsur pengendalian intern yang penting, yaitu merupakan aparat pemeriksa/pengawas

intern Rumah Sakit. Sebenarnya makna pengawasan ini meliputi semua kegiatan baik

yang bersifat medis maupun non me dis/administratif, namun karena untuk hal-hal

yang bersifat medis tehnis sudah ditangani oleh Komite Medik, maka tugas atau

ruang lingkup tugas SPI hanya pada masalah administratif manajerial.

Berdasarkan hasil penelitian, indikator kelima yaitu “Aparat pengawasan intern

secara organisasi bersifat independen dan melapor langsung ke Direktur Utama”,

diperoleh total skor sebesar 30%. Dengan demikian, dinyatakan tidak efektif karena

dalam struktur organisasi Rumah Sakit Awal Bros tidak terdapat aparat pengawasan

intern. Jadi laporan dilakukan oleh kepada Divisi Farmasi melalui komite farmasi

dan terapi untuk disampikan kepada direktur.


1

Menurut pihak rumah sakit, “Aparat pengawasan intern secara organisasi

bersifat independen dan melapor langsung ke Direktur Utama” dinyatakan tidak

efektif karena tidak semua karyawan mengetahui pelaksaana kerja dari aparat

pengawasan intern apalagi terhadap pengendalian intern persediaan obat-obatan.

Dari keseluruhan tanggapan responden tentang pemantauan pengendalian dalam

system pengendalian intern Persedaiaan Obat-Obatan pada Rumah Sakit Awal Bros

diperoleh tanggapan rata-rata hasil penelitian sebesar 86% yang berarti pemantauan

pengendlaian secara keseluruhan sangat efektif. Dengan demikian, hendaknya

pemantauan pengendalian telah berjalan sesuai dengan ketentuan.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Setelah menganalisis dan mengevaluasi sistem pengendalian intern

persediaan obat pada Rumah Sakit Awal Bros Pekanbaru, maka penulis dapat

mengambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Hasil penelitian tentang lingkungan pengendalian dalam system pengendalian

intern persediaan obat-obatan pada Rumah Sakit Awal Bros diperoleh hasil

penelitian secara keseluruhan kurang efektif.


1

2. Hasil penelitian tentang penilaian risiko dalam system pengendalian intern

persediaan obat-obatanpada Rumah Sakit Awal Bros diperoleh hasil penelitian

secara keseluruhan efektif.

3. Hasil penelitian aktivitas pengendlaian dalam system pengendalian intern

persediaan obat-obatanpada Rumah Sakit Awal Bros diperoleh hasil penelitian

secara keseluruhan efektif.

4. Hasil penelitian tentang penilaian risiko dalam system pengendalian intern

persediaan obat-obatanpada Rumah Sakit Awal Bros diperoleh hasil penelitian

secara keseluruhan efektif.

5. Hasil penelitian tentang pemantauan pengendalian dalam system pengendalian

intern persediaan obat-obatanpada Rumah Sakit Awal Bros diperoleh hasil

penelitian secara keseluruhan sangat efektif.

6.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, penulis berusaha memberikan saran kepada

bagian instalasi farmasi Rumah Sakit Awal Bros Pekanbaru, yang mungkin

bermanfaat dalam mengatasi kelemahan yang terdapat dalam sistem pengendalian

intern atas persediaan obat. Adapun saran-saran yang dapat diberikan oleh penulis

adalah:

1. Bagi Rumah Sakit Awal Bros, hendaknya menerapkan sistem pengendalian

intern persediaan obat-obatan sesuai dengan SOP agar sistem pengendalian

menjadi lebih efektif. SOP tentang persediaan obat-obatan lebih ditambahkan

bagian-bagian yang terlibat dalam sistem pengendalian intern.


1

2. Bagi pemilik modal atau investor atau dewan pemegang saham di Rumah Sakit

Awal Bros, hendaknya lebih memperhatikan keberadaan komite-komite yang ada

di rumah sakit ini. Keberadaan komite audit sangat dibutuhkan dalam melakukan

pengawasan keuangan rumah sakit dan aspek-aspek termasuk dalam aspek

pengendalian intern. Jadi hendaknya manajemen rumah sakit menambah komite

audit dalam struktur organisasinya.

3. Bagi peneliti selanjutnya disarankan agar dapat mengkaji lebih lanjut tentang

sistem pengendalian intern bukan hanya pada persediaan obat-obatan tetapi juga

pada persediaan alat kesehatan dan pada aspek lain yang menjadi satu kesatuan

dalam sistem pengendalian intern.

Anda mungkin juga menyukai