Anda di halaman 1dari 81

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengembangan sistem perbankan syariah di Indonesia dilakukan dalam

kerangka dual-banking system atau sistem perbankan ganda dalam kerangka

Arsitektur Perbankan Indonesia (API), untuk menghadirkan alternatif jasa

perbankan yang semakin lengkap kepada masyarakat Indonesia. Secara

bersama-sama, sistem perbankan syariah dan perbankan konvensional secara

sinergis mendukung mobilisasi dana masyarakat secara lebih luas untuk

meningkatkan kemampuan pembiayaan bagi sektor-sektor perekonomian

nasional (OJK, 2017)

Bank kovensional secara garis besar adalah bank yang menggunakan

sistem bunga, sedangkan bank syariah menggunakan sistem bagi-hasil.

Masyarakat Indonesia sebagian besar adalah muslim, oleh karenanya potensi

pasar perbankan syariah di Indonesia sangat besar. Ditandai dengan banyak

berdirinya Badan Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS), banyak bank-bank

konvensional yang membuka kantor cabang bank syariah, bahkan mengganti

jenis usahanya dari bank konvensional menjadi bank syariah (Junaedi A. T.,

2012).

Dengan telah diberlakukannya Undang-Undang No. 21 Tahun 2008

tentang Perbankan Syariah yang terbit tanggal 16 Juli 2008, maka

pengembangan industri perbankan syariah nasional semakin memiliki

landasan hukum yang memadai dan akan mendorong pertumbuhannya secara

1
lebih cepat lagi. Dengan progres perkembangannya yang impresif, yang

mencapai rata-rata pertumbuhan aset lebih dari 65% pertahun dalam lima

tahun terakhir, maka diharapkan peran industri perbankan syariah dalam

mendukung perekonomian nasional akan semakin signifikan (OJK, 2017).

Pertumbuhan ekonomi dan industri di Indonesia telah banyak mengalami

kemajuan yang sangat pesat dibandingkan dengan beberapa dekade

sebelumnya dengan kemajuan ekonomi dan industri di Indonesia membawa

dampak yang baik untuk perbankan syariah. Hal ini dapat dibuktikan bahwa

Bank Umum Syariah (BUS) dari tahun ke tahun mengalami perkembangan

yang sangat baik, karena bank umum syariah mulai dipercaya oleh

masyarakat.

Gambar 1.1
Jumlah Bank Umum Syariah dari Tahun 2006-2016

Sumber: OJK (2017)

Pada tahun 1992 berdiri bank syariah pertama di Indonesia yaitu Bank

Muamalat. Kemudian menyusul Bank Syariah Mandiri (1999), dan Bank

Mega Syariah (2004). Pada tahun 2008, berdiri lagi dua bank syariah yaitu

Bank Bukopin Syariah dan Bank BRI Syariah. Setelah dikeluarkannya UU

No. 21 Tahun 2008 mengenai perbankan syariah, hal ini berdampak besar

bagi industri perbankan syariah karena ada 6 bank umum syariah baru berdiri,

2
yaitu Bank Panin Syariah (2009), Bank BJB Syariah, Bank Victoria Syariah,

Bank BCA Syariah, Bank BNI Syariah dan Maybank Syariah yang berdiri

pada tahun 2010. Selanjutnya pada tahun 2014 berdiri lagi Bank Tabungan

Pensiunan Nasional Syariah dan yang terbaru pada tahun 2016 berdiri Bank

Aceh Syariah, sampai saat ini sudah ada 13 BUS yang terdaftar di OJK dan

BI.

Seiring dengan bertambahnya BUS, otomatis jumlah DPK (Dana Pihak

Ketiga) pada bank umum syariah juga meningkat dari tahun ke tahun.

Gambar 1.2
Jumlah Dana Pihak Ketiga Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah
Dalam Jumlah Milyar Rupiah
300000,0 279335,0
231175,0
250000,0
217858,0
183534,0
200000,0
147512,0
150000,0
115515,0
100000,0

50000,0

,0
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Sumber: OJK (2016)

Dari data di atas dapat diketahui bahwa jumlah rekening pada dana pihak

ketiga bank umum syariah dan unit usaha syariah dalam 6 tahun terakhir

selalu mengalami peningkatan. Yaitu pada tahun 2011 dana pihak ketiga

sudah ada 115.515 milyar rupiah, pada tahun 2012 naik menjadi 147.512

milyar rupiah, pada tahun 2013 naik lagi menjadi 183.534 milyar rupiah, pada

tahun 2014 dan 2015 naik menjadi 217.858 dan 231.175 milyar rupiah, pada

tahun 2016 terus naik menjadi 279.335 milyar rupiah. Hal ini membuktikan

3
masyarakat semakin percaya kepada perbankan syariah dan mau

menginvestasikan modalnya atau hanya sekedar menyimpan uangnya di bank

syariah dan unit usaha syariah.

Namun, perkembangan BUS di Indonesia selama 6 tahun terakhir masih

belum cukup dikarenakan Bank konvensional masih berdiri kokoh dan jauh

dipercaya oleh masyarakat, hal itu dapat dibuktikan dari gambar 1.3 yang

memperlihatkan perbandingan DPK antara bank konvensional dengan bank

umum syariah dan unit usaha syariah, dimana terlihat perbedaan jauh diantara

keduanya.

Gambar 1.3
Jumlah DPK Antara Bank Konvensional Dengan BUS dan UUS
Dalam Jumlah Milyar Rupiah
Rp4091,0
Rp3665,0
Rp3434,0
Rp3025,0
Rp2757,0 bank syariah

bank
konvensional

Rp147,0 Rp183,0 Rp217,0 Rp231,0 Rp279,0

2012 2013 2014 2015 2016

Sumber : OJK (2017)

Gambar di atas menyatakan bahwa DPK antara bank konvensional dengan

BUS dan UUS sangat jelas perbedaannya, sebagai bank yang sedang dalam

masa perkembangan dan belum dikenal luas oleh masyarkat Indonesia, bank

syariah harus siap bersaing dengan bank konvensional yang terlebih dahulu

dikenal dan dipercaya oleh masyarakat. Bank yang akan kuat dalam

4
persaingan ini adalah bank yang benar-benar memahami kebutuhan, tuntutan

dan keinginan dari nasabah.

Menurut Idhat (2015) Direktur Perbankan Syariah OJK, menyatakan

bahwa perbankan syariah di Indonesia masih mengalami pertumbuhan yang

lambat disebabkan oleh tujuh persoalan yang dihadapi perbankan syariah.

1. Belum selarasnya antara visi dengan realita perbankan di lapangan dan

kurangnya koordinasi antara pemerintah dengan otoritas dalam

pengembangan perbankan syariah.

2. Masih banyak perbankan syariah yang belum memiliki modal yang

memadai.

3. Biaya yang mahal berdampak kepada keterbatasan di dalam segmen

pembiayaan.

4. Produk yang tidak variatif dan pelayanan yang belum sesuai dengan

ekspektasi masyarakat, menyebabkan respon masyarakat terhadap

perbakan syariah rendah.

5. Kuantitas dan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang belum

memadai serta teknologi informasi kurang mendukung pengembangan

produk serta layanan.

6. Pemahaman dan kesadaran masyarakat yang masih rendah terhadap

bank syariah.

7. Pengaturan dan pengawasan yang masih belum optimal (infobanknews,

2017).

Yang menjadi perhatian peneliti adalah persoalan nomor ke-empat yaitu

mengenai produk yang tidak variatif dan pelayanan yang belum sesuai

5
dengan ekspektasi masyarakat, menyebabkan kurang maksimalnya minat

masyarakat memberikan dananya ke perbankan syariah. Dengan pelayanan

serta kenyamanan yang diberikan kepada nasabah, maka dapat menentukan

laju pertumbuhan suatu bank. Kualitas pelayanan dan kepuasan pelanggan

saling berkaitan erat (Amalya, 2012), kepuasan pelanggan dalam pemasaran

hubungan menjadi faktor penentu kunci hubungan antara pelanggan dengan

penyedia jasa (Thurau dan Klee, 1997) dalam (Farida, 2010).

Selain kualitas pelayanan dan kepuasan, strategi yang dapat dilakukan

perusahaan dalam mempertahankan loyalitas adalah memfokuskan diri dalam

membina hubungan dengan pelanggan. (Taleghani, 2011) dalam jurnalnya “A

Conceptuality Approach to Relationship Marketing and Customers Loyalty to

Banks”, mengemukakan bahwa pemasaran hubungan merupakan strategi

bisnis dengan kemajuan teknologi yang diperkuat melalui organisasi-

organisasinya, menciptakan koneksi untuk membantu organisasi

mengoptimalkan nilai yang diterima atas dasar pengolahan persepsi

pelanggan. Menurut (Kotler dan Keller, 2009), dalam menciptakan hubungan

yang kuat dan erat dengan pelanggan adalah mimpi semua pemasar dan hal

ini sering menjadi kunci keberhasilan jangka panjang.

Relationship Marketing diaplikasikan perusahaan sebagai salah satu upaya

untuk mempertahankan diri dalam dinamika bisnis. Ikatan hubungan secara

luas dianggap sebagai alat untuk menjaga loyalitas pelanggan (Shammout

dkk, 2007). Relationship Marketing merupakan penciptaan nilai dan

pemeliharaan hubungan tahan lama antara perusahaan dengan pelanggan

6
sehingga tercipta kepuasan bagi kedua belah pihak dikemukakan (Rizkiyanti,

2013).

Tjiptono (2014) menunjukkan bahwa dua pilar utama Relationship

Marketing adalah Trust dan Commitment. Dengan kata lain, pelanggan harus

mempercayai pemasar dan selanjutnya berkomitmen padanya sebelum bisa

terjalin relasi saling menguntungkan dalam jangka panjang. Trust bisa

diartikan sebagai kesediaan untuk mengandalkan kemampuan, integrasi dan

motivasi pihak lain untuk bertindak dalam rangka memuaskan kebutuhan dan

kepentingan seseorang sebagaimana disepakati bersama secara inplisit

maupun kesplisit. Sedangkan Commitment yaitu memertahankan dan

melanjutkan relasi yang dipandang penting dan bernilai jangka panjang.

Komitmen biasanya tercermin dalam perilaku kooperatif dan tindakan aktif

untuk tetap mempertahankan relasi yang telah terbina.

Bank BJB Syariah memiliki sebuah visi yaitu menjadi bank syariah

regional yang sehat terkemuka dan berdaya saing global, dan mempunyai

salah satu misinya yaitu memberikan layanan perbankan syariah secara

amanah dan profesional (BJB Syariah, 2017).

Meskipun Bank BJB Syariah baru berdiri pada tahun 2010 dan masih

berkembang, seharusnya Bank BJB Syariah mampu menyaingi bank syariah

maupun bank konvensional lainnya. Karena sejarah singkat Bank BJB

Syariah berawal dari bank Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT Bank

Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. yang kini berubah menjadi

Bank BJB pada tahun 2000. Dari sini lahirlah Unit Usaha Syariah BJB

Syariah, dan berdiri sendiri menjadi Bank Umum Syariah pada tahun 2010.

7
Adapun penelitian yang akan dilakukan di Bank BJB Syariah KCP Ciputat

yang baru beroperasi pada tanggal 1 Mei 2013. Latar belakang pengambilan

studi kasus Bank BJB Syariah KCP Ciputat karena melihat peluang di

wilayah ini sangatlah tinggi karena adanya beberapa Universitas besar seperti

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Universitas Muhammadiyah

Jakarta dan STIE Ahmad Dahlan. Ada juga beberapa rumah sakit seperti RS

UIN dan RS Hermina, dan juga ada beberapa kantor besar seperti Suzuki,

Lotte Mart dan lain-lain. Pada tahun 2016 Dengan jumlah penduduk

sebanyak 232.559 jiwa (Tangselkota.bps.go.id) dan banyaknya mahasiswa

yang merantau di Kecamatan Ciputat, menjadi potensi besar untuk

meningkatkan komposisi dana pihak ketiga bagi Bank BJB Syariah KCP

Ciputat baik dari funding maupun financing.

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian

untuk mengetahui Pengaruh Nilai Pelanggan, Kepuasan Nasabah,

Kualitas Pelayanan, dan Relationship Marketing terhadap Loyalitas

Nasabah di bank BJB Syariah KCP Ciputat.

8
B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya,

maka penulis akan merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apakah terdapat pengaruh secara parsial antara Nilai Pelanggan

terhadap Loyalitas Nasabah?

2. Apakah terdapat pengaruh secara parsial antara Kepuasan Nasabah

terhadap Loyalitas Nasabah?

3. Apakah terdapat pengaruh secara parsial antara Kualitas Pelayanan

terhadap Loyalitas Nasabah?

4. Apakah terdapat pengaruh secara parsial antara Relationship

Marketing terhadap Loyalitas Nasabah?

5. Apakah terdapat pengaruh secara simultan antara Nilai Pelanggan,

Kepuasan Nasabah, Kualitas Pelayanan dan Relationship Marketing,

terhadap Loyalitas Nasabah?

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Untuk menguji apakah terdapat pengaruh secara parsial antara Nilai

Pelanggan terhadap Loyalitas Nasabah.

2. Untuk menguji apakah terdapat pengaruh secara parsial antara Kepuasan

Nasabah terhadap Loyalitas Nasabah.

3. Untuk menguji apakah terdapat pengaruh secara parsial antara Kualitas

Pelayanan terhadap Loyalitas Nasabah.

9
4. Untuk menguji apakah terdapat pengaruh secara parsial antara

Relationship Marketing terhadap Loyalitas Nasabah.

5. Untuk menguji apakah terdapat pengaruh secara simultan antara Nilai

Pelanggan, Kepuasan Nasabah, Kualitas Pelayanan dan Relationship

Marketing, terhadap Loyalitas Nasabah.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang bisa diperoleh dari penelitian ini untuk beberapa

pihak:

1. Bagi peneliti

Penelitian ini berguna untuk menambah wawasan dan pengetahuan

serta pengalaman dalam bidang Perbankan Syariah tepatnya dalam

pemasaran perbankan syariah dalam hal nilai pelanggan, kepuasan

nasabah, kualitas pelayanan dan relationship marketing, terhadap

loyalitas nasabah yang berhubungan dengan teoritis yang diperoleh

dalam perkuliahan dan juga sebagai prasyarat akademik untuk

mendapatkan kelulusan Strata I (SI) di Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Bagi perusahaan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan

dalam mengambil keputusan dan mungkin dapat digunakan untuk

melakukan inovasi produknya (jasa) sehingga dapat meningkatkan

kualitas pelayanan dan kepuasan yang diharapkan atau diinginkan oleh

nasabah.

10
3. Bagi akademisi

Menambah wawasan akademisi khususnya mahasiswa/i program

studi Perbankan dan Keuangan Syariah tentang seberapa besar pengaruh

nilai pelanggan kepuasan nasabah, kualitas pelayanan dan relationship

marketing, terhadap loyalitas nasabah. Dan juga dapat dijadikan bahan

referensi untuk melanjutkan penelitian yang akan datang.

4. Bagi masyarakat

Peneliti berharap bahwa penelitian ini akanmenambah pengetahuan

dan juga wawasan bagi masyarakat luas terhadap dunia perbankan

syariah. Khususnya dalam segi nilai pelanggan kepuasan nasabah,

kualitas pelayanan dan relationship marketing, terhadap loyalitas

nasabah.

11
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kerangka Teoritis

1. Pemasaran Jasa

Dalam dunia jasa, pemasaran merupakan tulang punggung

perusahaan, apalagi di jaman moderen seperti sekarang ini pemasaran

merupakan salah satu fungsi yang terpenting guna menjamin kontinuitas

perusahaan, untuk mengembangkan usaha maupun mendapatkan laba

perusahaan.

Pemasaran jasa dapat didefinisikan sebagai setiap tindakan atau

perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak yang

lain pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak

menghasilkan kepemilikan sesuatu Kotler dan keller (2012) dalam

(Tjiptono, 2014).

(Lovelook, Wirtz dan Mussry, 2010) mendefinisikan pemasaran

jasa adalah suatu aktivitas ekonomi yang ditawarkan oleh suatu pihal

kepada pihak yang lain. Sering kali kegiatan yang dilakukan dalam

jangka waktu tertentu (time-based), dalam bentuk suatu kegiatan

(performance) yang akan membawa hasil yang diinginkan kepada

penerima, obyek, maupun aset-aset lainnya yang menjadi tanggung

jawab dari pembeli. Sebagai pertukaran dari uang, waktu dan upaya,

pelanggan jasa berharap akan mendapatkan nilai (value) dari suatu akses

ke barang-barang, tenaga kerja, tenaga ahli, fasilitas, jejaring dan sistem

12
tertentu, tetapi para pelanggan biasanya tidak akan mendapatkan hak

milik dari unsur-unsur fisik yang terlibat dalam penyediaan jasa tersebut.

(Tjiptono, 2014) Pemasaran berkaitan erat dengan upaya

menciptakan dan memberikan nilai (value) kepada pelanggan. Secara

sederhana, nilai pelanggan (customer value) ditentukan oleh selisih

antara manfaat total dan biaya total bagi pelanggan. Manfaat total (total

benefits) terdiri dari manfaat fungsional (what the product does), manfaat

psikologis/simbolik (what the product means). Manfaat pengalaman/

ekspresiensial (what is derived from consumption). Sedangkan biaya total

(total cost) adalah biaya ekonomik/moneter, biaya waktu, biaya energi

dan biaya psikis.

Dari definisi pemasaran yang dikemukakan diatas dapat

disimpulkan bahwa pemasaran merupakan suatu kegiatan yang dilakukan

oleh individu maupun kelompok yang memiliki tujuan untuk memenuhi

semua kebutuhan yang diharapkan.

2. Pemasaran Bank Syariah

Bagi dunia perbankan yang merupakan badan usaha jasa yang

berorientasi profit, kegiatan pemasaran sudah merupakan suatu

kebutuhan utama dan sudah merupakan suatu kewajiban untuk

dijalankan. Tanpa adanya pemasaran, kebutuhan dan keinginan para

nasabah tidak terpenuhi. Oleh karena itu perbankan, khususnya

perbankan syariah perlu mencermati kegiatan pemasarannya secara

intens agar tau keinginan nasabahan setiap harinya.

13
Pemasaran syariah menurut definisi adalah penerapan suatu

disiplin bisnis strategis yang sesuai dengan nilai dan prinsip syariah.

Pemasaran syariah dijalankan berdasarkan konsep ke Islaman yang telah

diajarkan Nabi Muhammad Saw. Menurut Kartajaya, nilai inti dari

pemasaran syariah adalah integritas dan transparansi, sehingga marketer

tidak boleh bohong dan orang membeli karena butuh dan sesuai dengan

keinginan dan kebutuhan, bukan karena diskonnya atau iming-iming

hadiah belaka (Rianto, 2015).

Menurut Rianto, (2015) strategi pemasaran syariah adalah

melakukan segmentasi, targeting dan positioning market dengan melihat

pertumbuhan pasar, keunggulan kompetitif, dan situasi persaingan

sehingga dapat melihat potensi pasar yang baik agar dapat memenangkan

mind-share. Selanjutnya syariah marketing value melihat brand sebagai

nama baik yang menjadi identitas seseorang atau perusahaan, sehingga

contohnya perusahaan yang mendapatkan the best customer service

dalam bisnisnya mampu mendapat heart-share.

Sula dan Kertajaya dalam Rianto (2010) mengungkapkan bahwa

pemasaran syariah secara umum adalah disiplin bisnis strategi yang

mengarahkan proses penciptaan, penawaran, dan perubahan value dari

inisiator kepada stake holdersnya yang dalam keseluruhan prosesnya

sesuai dengan akad dan prinsip-prinsip muamalah dalam Islam. Ada

empat karakteristik yang terdapat dalah pemasaran syariah:

14
a. Ketuhanan (rabbaniyah), sifat yang religius, jiwa seorang

syariah marketer meyakini bahwa hukum-hukum syariah yang

bersifat ketuhanan merupakan hukum yang paling adil, sehingga

akan mematuhinya dalam setiap aktivitas pemasaran yang

dilakukan.

b. Etis (akhlaqiyyah), mengedepankan masalah akhlak dalam

seluruh aspek kegiatannya, dan mengedepankan nilai-nilai moral

dan etika tanpa peduli dari agama manapun, karena hal ini

bersifat universal.

c. Realitas (al-waqi'yyah), Sifat realitis dikarenakan pemasaran

syariah sangat fleksibel dan luwes dalam tafsir hukum dan

impelementasinya terhadap pemasaran konvensional

d. Humanistis (insaniyah), sifat yang humanistis universal,

pengertian humanistis adalah bahwa syariah diciptakan untuk

manusia agar derajatnya terangkat, sifat kemanusiaannya terjaga

dan terpelihara, serta sifat-sifat kehewanannya dapat terkekang

dengan panduan syariah.

3. Perilaku Konsumen dalam Konteks Jasa

Menurut Lovelock dkk, (2010) ada tiga perilaku konsumen dalam

tahap mengkonsumsi jasa, yaitu:

a. Tahap prapembelian, ini diawali dengan timbulnya kebutuhan,

dan kesadaran pelanggan potensial akan suatu kebutuhan,

dilanjutkan dengan pencarian informasi dan pengevaluasian

15
sejumlah alternatif untuk memutuskan apakah pelanggan akam

membeli suatu layanan.

b. Tahap pelayanan, setelah mengambil keputusan pembelian,

pelanggan melangkah ke tahap inti dari pengalaman layanan ini:

Tahap transaksi interaksi layanan (service encounter). yang

biasanya meliputi suatu rentetan kontak dengan perusahaan jasa

yang sudah dipilih. Tahap ini sering kali dimulai dengan

pemesanan, meminta reservasi, atau bahkan mengirimkan

formulir aplikasi (untuk proses permintaan peminjaman dana,

pendaftaran asuransi, atau masuk ke perguruan tinggi).

c. Tahap pascapembelian, dalam tahap ini para pelanggan menilai

kinerja layanan yang telah mereka alami dan

membandingkannya dengan ekspektasi mereka sebelumnya.

4. Nilai Pelanggan

a. Pengertian Nilai Pelanggan

Dalam menentukan tingkat kepuasan, seorang pelanggan sering

kali melihat dari nilai lebih suatu produk dan kinerja pelayanan yang

diterima dari suatu proses pembelian produk (jasa). Besarnya nilai

lebih yang diberikan oleh suatu produk (jasa) kepada pelanggan

tersebut merupakan jawaban dari pertanyaan tentang mengapa seorang

pelanggan menentukan pilihannya. Pelanggan pada dasarnya mencari

nilai terbesar yang diberikan suatu produk dan jasa (Lupiyoadi, 2014).

16
Harun (2011) pembeli memilih diantara beraneka ragam tawaran

yang dianggap memberikan nilai yang paling banyak. Nilai dapat

dilihat terutama sebagai kombinasi mutu, jasa dan harga (QSP:

Quality, Service, Price) yang disebutkan tiga serangkai nilai

pelanggan. Nilai meningkat jika mutu dan layanannya meningkat serta

menurun jika harganya meningkat. Pelanggan akan membeli dari

perusahaan yang mereka yakini menawarkan nilai yang dipikirkan

pelanggan yang tertinggi.

Nilai mencerminkan sejumlah manfaat, baik yang berwujud

maupun yang tidak berwujud, dan biaya yang dipersepsikan oleh

pelanggan. Nilai adalah kombinasi kualitas, pelayanan dan harga, atau

disebut juga tiga elemen nilai pelanggan. Nilai meningkat seiring

dengan meningkatnya kualitas dan pelayanan, begitu juga sebaliknya,

nilai akan menurun jika kualitas dan pelayanan lemah (Kotler dan

keller, 2009).

Sheth dan Mittal (2004) dalam Tjiptono (2014) Nilai pelanggan

memiliki sejumlah karakteristik utama, pertama, nilai bersifat

instrumental, dalam artian produk dan jasa sebenarnya hanyalah alat

untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan. Oleh

karenanya, pemasar tidak hanya wajib menciptakan nilai dalam

penawarannya, namun juga harus mengkaitkan penawaran tersebut

dengan kebutuhan dan keinginan spesifik setiap pelanggan sasaran.

Kedua, nilai berifat dinamis seiring dengan perubahan kebutuhan

dan keinginan pelanggan. Selain itu, nilai juga bisa berubah

17
dikarenakan semakin meningkatnya ekspektasi pasar. Apabila

pemasaran berhasil memenuhi atau melampaui ekspektasi pelanggan

pada suatu waktu tertantu, maka ekspektasi tersebut akan menjadi

standar minimum berikutnya untuk penilaian kinerja pemasar dilain

waktu.

Ketiga, nilai bersifat hirarkis, dimana nilai universal merupakan

fondasi utamanya. Apabila nilai universal tidak ada, pelanggan bahkan

tidak memperdulikan bahwa produk/jasa yang ditawarkan

memberikan nilai personal tertentu.

Menurut (Gronroos, 1994) dalam (Harun, 2011) bahwa: persepsi

konsumen terhadap nilai atas kualitas yang ditawarkan relative lebih

tinggi dari pesaing akan mempengaruhi tingkat loyalitas konsumen,

semakin tinggi persepsi nilai yang dirasakan oleh pelanggan, maka

semakin besar kemungkinan terjadinya hubungan (transaksi). Dan

hubungan yang diinginkan adalah hubungan yang bersifat jangka

panjang, sebab usaha dan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan

diyakini akanakan jauh lebih besar apabila harus menarik pelanggan

baru atau pelanggan yang sudah meninggalkan perusahaan, dari pada

mempertahankannya.

Kurniawan dan Shihab (2015) menyatakan bahwa nilai pelanggan

merupakan penilaian kosumen secara keseluruhan terhadap manfaat

produk dengan didasarkan pada apa yang mereka terima dan apa yang

mereka berikan. Lebih lanjut dia meneybutkan empat definisi yang

berbeda dari nilai:

18
1) Nilai adalah harga rendah

2) Nilai adalah semua yang dinginkan konsumen atas satu produk

3) Nilai adalah kualitas yang diperoleh atas harga yang dibayarkan

4) Nilai adalah apa yang kosumen dapatkan atas apa yang dia

berikan

Nilai pelanggan (CPV-Customer perceived value) adalah selisih

antara penilaian pelanggan prospektif atas semua manfaat dan biaya

dari suatu penawaran terhadap alternatifnya. Total manfaat pelanggan

(total customer benefit) adalah kumpulan manfaat ekonomi,

fungsional, dan psikologis yang diharapkan pelanggan dari suatu

penawaran pasar. Total biaya pelanggan (total customer cost) adalah

kumpulan biaya yang dipersepsikan dan diharapkan pelanggan untuk

mengevaluasi, mendapatkan, menggunakan dan menyingkirkan suatu

penawaran pasar, termasuk biaya moneter, waktu, energi dan

psikologis.

Gambar 2.1
Nilai Yang Dipersepsikan Pelanggan
Nilai yang dipersepsikan pelanggan

Total manfaat pelanggan Total biaya pelanggan

Manfaat produk Biaya moneter

Manfaat jasa Biaya waktu

Manfaat personel Biaya energi

Manfaat citra Biaya psikoloigs


Sumber: Kotler dan Keller, (2009)

19
(Kotler dan Keller, 2009) terdapat analisis nilai pelanggan untuk

mengungkapkan kekuatan dan kelemahan perusahaan relatif terdapat

kekuatan dan kelemahan berbagai pesaingnya. Langkah-langkah

dalam analisis ini adalah:

1) Mengidentifikasi atribut dan manfaat utama yang dinilai

pelanggan

Pelanggan ditanyai apa tingkat atribut, manfaat dan kinerja yang

mereka cari dalam memilih produk dan penyedia layanan.

2) Menilai arti penting kuantitatif dari atribut dan manfaat

yang berbeda

Pelanggan diminta memeringkat arti penting berbagai atribut

dan manfaat. Jika peringkat mereka jauh berbeda, pemasar harus

mengelompokkan mereka kedalam berbagai segmen.

3) Menilai kinerja perusahaan dan pesaing berdasarkan nilai

pelanggan yang berbeda

Pelanggan menggambarkan ditingkat mana mereka melihat

kinerja perusahaan dan pesaing pada setiap atribut dan manfaat.

4) Mempelajari bagaimana pelanggan dalam segmen tertentu

Jika tawaran perusahaan melebihi tawaran pesaing atas semua

atribut dan manfaat penting, perusahaan dapat mengenakan

harga yang lebih tinggi (sehingga menghasilkan laba yang lebih

tinggi), atau perusahaan dapat mengenakan harga yang sama dan

mendapatkan pangsa pasar yang lebih banyak.

20
5) Mengamati nilai pelanggan sepanjang waktu

Secara berkala, perusahaan harus mengulangi studi nilai

pelanggan dan posisi pesaing ketika terjadi perubahan dalam hal

ekonomi, teknologi dan fitur.

b. Dimensi Nilai Pelanggan

Sweeney dan Soutar (2001) dalam Tjiptono (2014)

mengelompokkan dimensi nilai pelanggan menjadi empat kategori:

1) Nilai emosi (Emotional value) Utilitas yang berasal dari

perasaan atau afektif (emosi) positif yang ditimbulkan dari

mengkonsumsi produk.

2) Nilai sosial (Social value) Utilitas yang didapatkan dari

kemampuan produk untuk meningkatkan konsep diri sosial

konsumen.

3) Kualitas atau nilai performa (Quality/performance value)

Utilitas yang didapatkan dari produk dikarenakan reduksi biaya

jangka panjang.

4) Nilai harga (Value worthy of price) Utilitas yang diperoleh dari

persepsi terhadap kualitas dan kinerja yang diharapkan atas

produk.

Perbedaan nilai (value) dan kualitas adalah bahwa nilai (value)

lebih relatif pada setiap individu seseorang, sedangkan kualitas lebih

abstrak. Oleh sebab itu, nilai (value) yang dirasakan oleh setiap orang

dapat berbeda meskipun persepsi kualitas terhadap suatu produk sama.

21
nilai (value) merupakan perasaan trade-off antara manfaat dan biaya

dan kualitas merupakan bagian dari manfaat (Tjiptono, 2014).

5. Kepuasaan Nasabah

a. Pengertian Kepuasan Nasabah

Menurut Kotler (2009) kepuasan adalah perasaan senang atau

kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara

persepsi atau kesannya terhadap kinerja atau hasil suatu produk dan

harapan-harapannya.

Howard dan Sheth (1969) dalam Tjiptono (2014) menyatakan

bahwa kepuasan pelanggan adalah situasi kognitif pembeli berkenaan

dengan kesepadanan atau tidak sepadan antara hasil yang didapatkan

dibandingkan dengan pengorbanan yang dilakukan.

Anderson dan Mittal (2000) dalam (Lupiyoadi, 2014) menguraikan

bahwa tidak selalu program kepuasan pelanggan menghasilkan seperti

yang diharapkan. Hal ini berdasarkan pemikiran bahwa dengan

meningkatkan kualitas atribut produk dan pelayanan maka kepuasan

pelanggan juga akan meningkat. Meningkatnya kepuasan pelanggan

ini dihrapkan dapat meningkatkan upaya mempertahankan pelanggan

(customer retention) yang pada akhirnya akan menghasilkan profit

yang lebih besar.

Day (1984) dalam Tjiptono (2014) mendefinisikan pelanggan

sebagai penilaian purnabeli menyangkut pilihan pembelian spesifik.

Tjiptono (2014) merumuskan kepuasan pelanggan sebagai sikap

22
keseluruhan terhadap suatu barang atau jasa setelah perolehan

(acquisition) dan pemakainnya. Dengan kata lain, kepuasan pelanggan

merupakan penilaian evaluatif purnabeli yang dihasilkan dari seleksi

pembelian spesifik. Definisi ini dijabarkannya ke dalam model

kepuasan/ketidakpuasan pelanggan sebagaimana tersaji pada Gambar

berikut:

Gambar 2.2
Model Kepuasan/Ketidakpuasan Pelanggan
Pemakaian/konsumsi
produk

Harapan akan Konfirmasi/ Evaluasi kinerja/


kinerja/kualitas diskonfirmasi kualitas produk
produk harapan

Evaluasi terhadap Respon Atribusi


keadilan emosional penyebab
pertukaran kinerja produk

Kepuasan/
ketidakpuasan
pelanggan
Sumber: Tjiptono (2014)

b. Elemen-elemen program kepuasan pelanggan

Menurut Tjiptono (2014) pada umumnya program kepuasan

pelanggan meliputi kombinasi dari enam elemen utama, yakni:

1) Barang dan jasa yang berkualitas, Perusahaan yang ingin

menerapkan program kepuasan pelanggan harus memiliki

produk berkualitas baik dan layanan yang prima.

23
2) Program promosi loyalitas, program promosi loyalitas bank

diterapkan untuk menjalin relasi antara perusahaan dna

pelanggan. Biasanya program ini memberikan semacam

‘penghargaan’ (rewards) khusus (seperti bonus, diskon,

voucher, dan hadiah yang dikaitkan dengan frekuensi pembelian

atau pemakaian produk/jasa perusahaan) kepada pelanggan

kelas kakap atau pelanggan rutin (heavy user) agar tetap loyal

pada produk dari perusahaan bersangkutan.

3) Fokus pada pelanggan terbaik (best customer), pelanggan

terbaik bukan sekedar mereka yang termasuk heavy user. Tentu

saja mereka berbelanja banyak, namun kriteria lainnya

menyangkut pembayaran yang lancar dan tepat waktu, tidak

terlalu banyak membutuhkan layanan tambahan, dan relatif

tidak sensitif terhadap harga.

4) Sistem penanganan komplain secara efektif, sistem penanganan

komplain yang efektif membutuhkan beebrapa aspek (Tjiptono,

2014) seperti (1) permohonan maaf kepada pelanggan atas

ketidak nyamanan yang mereka alami, (2) empati terhadap

pelanggan yang marah, (3) kecepatan dalam penanganan

keluhan, (4) kewajaran atau keadilan dalam memecahkan

masalah/keluhan, dan (5) kemudahan bagi konsumen untuk

menghubungi perusahaan dalam rangka menyampaikan

komentar, kritik, saran, pertanyaan, dan/atau kompalin.

24
5) Unconditional guarantes, Unconditional guarantes dibutuhkan

untuk mendukung keberhasilan program kepuasan pelangan.

Garansi merupakan janji eksplisit yang disampaikan kepada para

pelanggan mengenai tingkat kinerja yang dapat diharapkan akan

mereka terima. Garansi bermanfaat dalam mengurangi resiko

pembelian oleh pelanggan, Memberikan sinyal mengenai

kualitas produk, dan secara tegas menyatakan bahwa perusahaan

bertanggungjawab atas produk/jasa yang diberikannya.

6) Program pay-for-performance, total customer satisfaction harus

didukung dengan total equity reward yang mengaitkan sistem

penilaian kinerja dan kompensasi dengan kontribusi setiap

karyawan dalam penyempurnaan kualitas dan peningkatan

kepuasan pelanggan.

c. Metode pengukuran kepuasan

Menurut Tjiptono (2014) ada beberapa hal dalam konsep inti untuk

mengukur kepuasa pelanggan, yaitu sebagai berikut:

1) Kepuasan Pelanggan secara keseluruhan (overall Customer

satisfaction) yaitu mengukur tingkat kepuasan pelanggan

terhadap produk atau jasa perusahaan bersangkutan dan kedua

yaitu menilai dan membandingkannya dengan tingkat kepuasan

pelanggan keseluruhan terhadap produk atau jasa para pesaing.

2) Kepuasan pelanggan (experience satisfaction) yaitu

mengidentifikasi dimensi-dimensi kepuasan pelanggan, meminta

25
pelanggan menilai produk atau jasa perusahaan berdasarkan

item-item spesifik, seperti kecepatan layanan,fasilitas layanan

atau keramahan staf layanan pelanggan. Meminta pelanggan

menilai produk atau jasa pesaing berdasarkan item-item spesifik

yang sama. Meminta para pelanggan untuk menentukan

dimensi-dimensi yang menurut mereka paling penting dalam

menilai kepuasan pelanggan keseluruhan.

3) Konfirmasi harapan (Confirmation of Expectation) berdasarkan

kesesuaian/ketidaksesuaian antara harapan pelanggan dengan

kinerja aktual produk/jasa perusahaan pada sejumlah atribut atau

dimensi penting.

4) Minat beli ulang (repurchase intent) apakah pelanggan akan

menggunakan jasa perusahaan lagi.

5) Kesediaan untuk merekomendasi (Willingness to Recommend)

kesediaan pelanggan untuk merekomendasikan produk kepada

teman atau keluarganya

6) Ketidakpuasan Pelanggan (Costumer Dissastisfaction) Meliputi

komplain, retur atau pengembalian produk, biaya garansi,

product re-call (penarikan kembali dari pasar), gethok tular

negatif, dan defections (konsumen yang beralih ke pesaing).

26
6. Kualitas Pelayanan

a. Pengertian Kualitas Pelayanan

Tjiptono (2014) mendefinisikan kualitas jasa sebagai ukuran

seberapa bagus tingkat layanan yang diberikan mampu sesuai dengan

ekspektasi pelanggan, berdasarkan definisi ini, kualitas layanan

ditentukan oleh kemampuan-kemampuan perusahaan memenuhi

keinginan dan kebutuhan pelanggan sesuai dengan ekspektasi

pelanggan.

Pratiwi (2010) kualitas adalah “Quality is the degree or grade of

excellence: in this sense quality is a relative measure of goodness”.

Menurut pendapat ini bahwa kualitas adalah kesesuaian terhadap

karakter dari produk/jasa yang dibuat untuk memenuhi kebutuhan

tertentu di bawah kondisi tertentu.

Pelayanan merupakan terjemahan dari istillah service yang menurut

Kotler yaitu setiap tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh

satu pihak ke pihak yang lain, yang pada dasarnya bersifat intangible

(tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu

(Ismerelda dan Ruzikna 2015).

Pramana dan Rastini (2016) kualitas didefinisikan sebagai suatu

kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia,

proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.

Kualitas adalah sebuah kata yang bagi penyedia jasa dapat berguna

dengan baik dan dapat dikerjakan dengan baik memikiki mutu yang

bernilai harganya. Pelayanan yang baik juga mendukung kualitas atau

mutu dari perusahaan itu sendiri, sehingga baiknya pelayanan

27
berdampak pada tinggi rendahnya tingkat kepuasan nasabah.

Perusahaan diharapkan mampu memberikan kepuasan bagi

nasabahnya sehingga bisa berdampak kepada kepercayaan nasabah.

b. Dimensi Kualitas Pelayanan

Lupiyoadi (2014) mengemukakan dimensi yang dapat digunakan

untuk menilai kualitas pelayanan yaitu:

1) Tangible (berwujud) yaitu kemampuan perusahaan dalam

menunjukkan eksistesinya kepada pihak eksternal.

2) Reliability (reliabilitas), yakni kemampuan memberikan layanan

yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan.

3) Responsiveness (daya tanggap), yaitu keinginan para staf untuk

membantu para pelanggan, memberikan layanan dengan tanggap

dan menginformasikan kapan jasa akan diberikan dan kemudian

memberikan jasa secara cepat.

4) Assurance (jaminan) yakni perilaku para karyawan mampu

menumbuhkan kepercayaan pelanggan (nasabah) terhadap

perusahaan (bank).

5) Emphaty (empati) yaitu meliputi komunikasi kepada para

pelanggan dalam bahasa yang dapat mereka pahami, serta selalu

mendengarkan saran dan keluhan mereka.

28
7. Relationship Marketing

a. Pengertian Relationship Marketing

Relationship marketing merupakan strategi yang banyak diterapkan

oleh perusahaan dan bank konvensional maupun bank syariah untuk

memperoleh loyalitas dari para nasabah, karena apabila nasabah sudah

loyal terhadap perusahaan atau bank maka akan mempengaruhi

banyak kegiatan bank syariah, salah satunya adalah penggunaan

produk-produk bank syariah.

Colgate dan Danaher (2000) dalam Lupiyoadi (2014) pernah

meneliti pengaruh implementasi strategi relasional ini terhadap

kepuasan dan loyalitas pelanggan. Riset yang mereka lakukan berhasil

memperlihatkan bahwa kualitas pelayanan karyawan terhadap

pelanggan berpengaruh secara asimetri atas kepuasan pelanggan,

dimana pelayanan yang buruk berakibat lebih besar terhadap kepuasan

pelanggan daripada pelayanan yang dikategorikan terbaik.

Implementasi strategi dengan kategori terbaik akan meningkatkan

kepuasan dan loyalitas pelanggan lebih besar daripada tidak ada

pemasaran relasional yang dilakukan. Namun sebaliknya,

implementasi strategi yang dikategorikan terburuk akan menurunkan

kepuasan dan loyalitas pelanggan lebih besar daripada tidak ada

pemasaran relasional yang dilakukan.

Menurut Zeithaml dan Bitner (2003) dalam Tjiptono (2014),

Terdapat tiga faktor kunci sukses implementasi RM (Relationship

Marketing) (1) Kualitas jasa inti, (2) segmentasi dan pemilihan pasar

29
sasaran secara cermat, dan (3) pemantauan berkesinambungan

terhadap relasi yang dibina.

Pertama, basis utama kesuksesan relasi jangka panjang adalah

kepuasan dan loyalitas yang terbentuk karena kualitas jasa inti

perusahaan kompetitif. Bila kualitas jasa tidak memenuhi standar,

maka akan sulit bagi organisasi jasa untuk menjalin relasi yang

langgeng dengan para pelanggannya.

Kedua, Penyedia jasa wajib mempelajari dan memenetukan tipe

atau segmen pelanggan yang ingin dijadikan mitra relasi jangka

panjang. Melalui proses segmentasi (demografi, geografis, psikografis

dan/atau behavioral) sesuai dengan kriteria measurability,

accessibility, substantiality, dan actionabilty, penyedia jasa memilih

segmen pasar yang ingin dijadikan sasaran. Evaluasi segmen pasar

didasarkan pada beberapa aspek, diantaranya ukuran dan pertumbuhan

masing-masing segmen (seperti nilai dan volume penjualan, prediksi

tingkat pertumbuhan pasar, dan margin laba yang diaharapkan), daya

tarik struktural segmen (contohnya, pesaing saat ini dan pesaing

potensial, produk dan jasa substitusi, bargaining power konsumen,

dan bargaining power pemasok), dan tujuan serta sumber daya

organisasi.

Ketiga, pemantauan relasi yang dibina bisa dilakukan melalui

beberapa cara, seperti melakukan survei reguler untuk memahami

persepsi pelanggan terhadap nilai yang diterima, kualitas, kepuasan

terhadap layanan perusahaan dan kepuasan terhadap penyedia jasa

30
dibandingkan pesaing, pengembangan database pelanggan

(menyangkut identitas, preferensi pembelian, biaya melayani mereka,

pendapatan dari mereka, dan seterusnya), dan kontak pelanggan

(misalnya, komunikasi via telefon, email, fax, media sosial, tatap

muka langsung dan customer visits).

Relationship marketing menekankan upaya menjalin hubungan

yang kuat antara organisasi dan semua pasar stakeholder-nya.

Pemahaman atas dinamika pasar stakeholder akan mempengaruhi

kemampuan organisasi dalam bertahan dan memenangkan kompetisi

global. Christoper dkk, (2002) dalam Tjiptono (2014)

mengidentifikasi enam pasar stakeholder utama yang mempengaruhi

efektifiatas pemasaran organisasi: pasar pelanggan, influence markets

(termasuk pemegang saham), pasar rekrutmen, referral markets, pasar

internal, dan pasar pemasok/aliansi. Definisi ini dijabarkannya ke

dalam model Kerangka Enam Pasar stakeholder sebagaimana tersaji

pada Gambar berikut:

Gambar 2.3
Kerangka Enam Pasar Stakeholder
Pasar
Internal

pasar pemasok/ Referral Market


Aliansi

Pasar Pelanggan

Pasar Influence
rekrutmen Markets
Sumber: Christoper dkk, (2002) dalam Tjiptono (2014).

31
b. Dimensi Relationship Marketing

Terdapat beberapa konsep inti di dalam pemasaran relasional.

Diantaranya menurut Lupiyadi (2014) adalah:

1) Horizon/orientasi jangka panjang merupakan ciri utama pemasaran

relasional. Keberhasilan pemasaran relasional diukur dari seberapa

lama pelanggan terjaga dalam hubungan dan seberapa besar bagian

“dompet pelanggan (customer wallet)” yang diperoleh.

2) Komitmen dan pemenuhan janji adalah untuk dapat menjalin

hubungan jangka panjang, pemasaran relasional menekankan pada

upaya pemeliharaan sikap percaya dan komitmen dengan menjaga

integritas masing-masing melalui pemenuhan janji dan empati

diantara kedua belah pihak.

3) Mempertahankan pelanggan adalah Pemasaran tidak lagi

berkonsentrasi pada pencapaian pangsa pasar (market share), tetapi

pada upaya untuk mempertahankan pelanggan dan peningkatan

bagian “dompet pelanggan” dengan menjual lebih banyak produk

yang sama atau penjualan silang kepada mereka.

4) Mengutamakan peningkatan kontribusi pelanggan dengan cara

mengingat biaya untuk menerapkan pemasaran relasional cukup

besar maka tidaklah ekonomis untuk menginvestasi dalam

hubungan jangka panjang dengan seluruh pelanggan.

5) Adanya interaksi dua arah yaitu untuk mencapai hubungan yang

diinginkan, diperlukan dialog dan komunikasi dua arah, karena

pemasaran relasional adalah hubungan, jaringan dan interaksi.

32
6) Penyesuaian dengan tuntutan pelanggan (kostomisasi) adalah

Pemasaran relasional memberikan pemahaman yang baik akan

tuntutan dan keinginan konsumen sehingga memungkinkan

penyediaan produk yang sesuai dengan spesifikasi pelanggan.

Kotler (2000) menyatakan dalam relationship marketing selain

membangun hubungan dengan kosumennya juga perlu dibangun

berdasarkan hubungan jangka panjang perusahaan untuk mengenal

dan melayani konsumen mereka yang baik. Menurut Chan (2003), ada

tujuh tahapan yang perlu diperhatikan oleh para pemasar dalam

menerapkan konsep customer relationship marketing yaitu mengenali

pelanggan dan membangun database pelanggan, memilih pelanggan

yang menjadi prioritas dengan membuat segmentasi pelanggan,

memberikan kemudahan bagi pelanggan untuk berinteraksi,

memudahkan penanganan interaksi melalui teknologi internet,

memberikan pengalaman yang menarik, memberikan pelayanan

personal dan mempertahankan loyalitas pelanggan. Sedangkan

menurut Bruhn (2003), pemasaran relasional berhubungan dengan

bagaimana sebuah perusahaan mampu membangun keakaraban

dengan konsumennya.

Indikator relationship marketing dalam penelitian berdasarkan

Bruhn (2003) yaitu:

a. Trust, upaya membangun kepercayaam dengan konsumen, yang

terdiri dari tiga attribute yaitu:

33
1) Harmony, adanya hubungan yang harmonis dengan saling

memahami peran baik perusahaan mapun konsmen.

2) Acceptance, adanya hubungan saling menerima berdasar

kejelasan dari maksud dan tindakan yang diambil masing-

masing pihak.

3) Participation simplicity, kemudahan untuk dapat sealing

berhubungan dengan meniadakan batasan-batasan yang

bersifat birokratis maupun administrative.

b. Familiarity, membangun situasi dimana seorang konsumen

merasa nyaman dalam relationship yang dibangun. terdiri dari

tiga attribute yaitu:

1) personal understanding,

2) personal awareness,

3) professional awareness.

8. Loyalitas Nasabah

a. Pengertian Loyalitas

Dalam industri perbankan, mempertahankan loyalitas nasabah

dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, diantaranya adalah

dengan meningkatkan kualitas pelayanan serta mutu kinerja sumber

daya manusia, yang dalam hal ini para pegawai bank dapat

menumbuhkan tingkat kepercayaan nasabah akan kemampuan bank

yang pada akhirnya dapat terciptanya loyalitas nasabah.

34
Coltage dan Danaher (2000) dalam Lupiyoadi (2014) pernah

meneliti pengaruh implementasi strategi relasional ini terhadap

kepuasan dan loyalitas pelanggan. Riset yang mereka lakukan berhasil

memperlhatkan bahwa kualitas pelayanan karyawan terhadap

pelanggan berpengaruh secara asimetris atas kepuasan pelanggan,

dimana pelayanan yang buruk berakibat lebih besar terhadap kepuasan

pelanggan daripada pelayanan yang dikategorikan terbaik.

Implementasi strategi dengan kategori terbaik akan meningkatkan

kepuasan dan loyalitas pelanggan lebih besar daripada tidak ada

pemasaran relasional yang dilakukan. Namun sebaliknya,

implementasi strategi yang dikategorikan terburuk akan menurunkan

kepuasan dan loyalitas pelanggan lebih besar daripada tidak ada

pemasaran relasional yang dilakukan.

Harun (2011) mendefinisikan loyalitas sebagai besarnya konsumsi

dan frekuensi pembelian yang digunakan oleh seorang konsumen

terhadap suatu perusahaan. Sedangkan menurut Sheth dan Mittal

(2004) dalam Harun (2011) loyalitas pelanggan adalah komitmen

pelanggan terhadap suatu merek, toko atau pemasok, berdasarkan

sikap yang sangat positif dan tercermin dalam pembelian ulang yang

konsisten.

Menurut Schnaars (1998) dalam Tjiptono (2014) ada empat macam

kemungkinan hubungan antara kepuasan dan loyalitas pelanggan:

failures, forced loyalty, defectors, dan successes. Berikut gambarnya:

35
Gambar 2.4
Hubungan Antara Kepuasan Dengan Loyalitas Pelanggan
Loyalitas pelanggan
Rendah Tinggi
Kepuasan Pelanggan (Failures) (Forced loyalty)
Rendah Tidak puas dan Tidak puas namun
tidak loyal terikat pada program
promosi layanan
perusahaan
Tinggi (defectors) (successes)
puas tapi tidak Puas, loyal dan paling
loyal mungkin memberikan
hal positif

Sumber: Tjiptono (2014)

Keiningham (2005) dalam Tjiptono (2014) prespektif relationship

quality, loyalitas pelanggan berkembang dari relasi pertemanan biasa

(casual acquaintanceships) hingga menjadi kemitraan berkomitmen

(committed partnership) dengan merek atau penyedia jasa spesifik.

Bentuk relasi tersebut dapat dikelompokkan menjadi enam kategori:

1) Personal identy, merek mencerminkan siapa konsumen yang

memakainya.

2) Interdependence, merek menggambarkan kehidupan konsumen

sehari hari.

3) Nostalgia, ketertaitan (attachment) dengan merek dikarenakan

koneksi dengan masa lalu, misalnya memori saat kecil atau

sewaktu remaja.

4) Commitment, dedikasi untuk mempertahankan relasi dengan

merek spesifik sekalipun terjadi kondisi yang tidak diharapkan.

5) Love/passion, merek yang mampu menumbuhkan kecintaan atau

kekaguman mendalam dikalangan para pemakainya.

36
6) Intimacy: merek yang dipandang sebagai mitra oleh pelanggan.

Dalam artikelnya Dick dan Basu (1994) dalam Tjiptono (2014)

berusaha mengintegrasikan perspektif sikap dan behavioral ke dalam

suatu model komprehensif. Dengan mengkombinasikan komponen

sikap dan perilaku pembelian ulang, maka didapatkan empat situasi

kemungkinan loyalitas: no loyalty, spurious loyalty, latent loyalty dan

loyalty. Berikut gambar dari situsasi kemungkinan loyalitas:

Gambar 2.5
Loyalitas Pelanggan Berdasarkan Sikap Dan Perilaku Pembelian Ulang
Sikap

Sumber: Tjiptono (2014)

1) No Loyalty

Bila sikap dan perilaku pembelian ulang pelanggan sama-sama

lemah, maka loyalitas tidak terbentuk, karena ada dua

kemungkinan. Pertama sikap yang lemah (mendekati netral) bila

terjadi suatu produk/jasa baru diperkenalkan dan pemasarnya tidak

mampu mengkomunikasikan keunggulan unik produknya.

Tantangan bagi pemasar tersebut adalah meningkatkan kesadaran

(awereness) dan preferensi konsumen melalui melalaui strategi

bauara promosi, seperti menyediakan kesempatan kepada

konsumen untuk mencoba produk (bila memunginkan), program

37
diskon, kampanye promosi dan iklan yang menekankan pada

manfaat produk/jasa yang jelas. Iklan menggunakan public figure,

dan sebagainya.

Kedua berkaitan dengan dinamika pasar, dimana merek-merek

yang berkompetensi dipersepsikan serupa/sama. Konsekuensinya,

pemasar mungkin sangat sukar membentuk sikap yang positif/kuat

terhadap produk/jasa perusahaannya, namun ia bisa mencoba

menciptakan spurious loyalty melalui pemilihan lokal yang

strategis, promosi yang agresif, meningkatkan shelf space untuk

mereknya, dan lain-lalin.

2) Spurious Loyalty

Bila sikap yang relatif lemah dibarengi dengan pola pembelian

ulang yang kuat, maka yang terjadi adalah spurious loyalty atau

captive loyalty. Situasi semacam ini ditandai dengan pengaruh

faktor non-sikap terhadap perilaku, misalnya norma subyektif dan

faktor situasional. Situasi ini bisa dikatakan pula inertia, dimana

konsumen sulit membedakan berbagai merek dalam kategori

produk.

3) Latent Loyalty

Situasi ini tercermin bila sikap yang kuat dibarengi dengan pola

pembelian ulang yang lemah. Situasi yang menjadi perhatian besar

para pemasar ini disebabkan pengaruh faktor-faktor non-sikap yang

sama kuat atau bahkan cenderung lebih kuat ketimbang faktor

sikap dalam menentukan pembelian ulang.

38
4) No Loyalty

Situasi ini merupakan situasi ideal yang diharapkan para pemasar,

dimana konsumen bersikap positif terhadap jasa atau penyedia jasa

bersangkutan dan disertai pola pembelian ulang yang konsisten.

Tjiptono (2014) Secara garis besar, literatur loyalitas merek dan

loyalitas pelanggan didominasi dua aliran utama: aliran stokastik

(behavioral) dan aliran deterministik (sikap). Dengan kata lain,

loyalitas merek dan loyalitas pelanggan dapat ditinjau dari merek apa

yang dibeli konsumen dan bagaimana perasaan atau sikap konsumen

terhadap merek tertentu.

1) Aliran stokastik (prespektif behavioral)

Berdasarkan perspektif ini, loyalitas merek dan loyalitas

pelanggan diartikan sebagai pembelian ulang suatu merek

secara konsisten oleh pelanggan. Setiap kali seorang konsumen

membeli ulang sebuah produk jasa, bila ia membeli merek

produk yang sama, maka ia dikatakan pelanggan yang setia

pada merek tersebut dalam kategori produk bersangkutan.

dalam praktik, jarang dijumpai pelanggan yang setia 100%

hanya pada satu merek. Oleh sebab itu ada tiga macam ukuran

loyalitas merek behavioral yang banyak digunakan:

a) Ukuran proporsi pembelian

i. Exclusive purchase (undivided loyalty). Loyalitas

terjadi apabila seorang konsumen membeli ulang

hanya satu merek tertentu (loyal 100%).

39
ii. Market-share concept. Loyalitas ditentukan

berdasarkan presentase total pembelian merek favorit

(merek tunggal yang paling sering dibeli). Dalam

banyak situasi, seorang konsumen dikatakan loyal

apabila presentase pembelian merek favoritnya

melebihi 50%.

iii. Hard-core criterion. Ukuran ini pada dasarnya sama

dengan Market-share concept, hanya saja cutoff point

yang dipakai 75%.

iv. Dual brand loyalty. Loyalitas diukur berdasarkan

persentase total pembelian dua merek yang paling

sering dibeli.

v. Tripel brand loyalty. Loyalitas ditentukan berdasarkan

presentase total pembelian tiga merek yang paling

sering dibeli.

b) Ukuran urutan pembelian

i. Dividen loyalty. Kondisi ini terjadi manakala

konsumen loyal pada dua merek dengan pola

pembelian (contoh: ABABABAB) atau (contoh:

AAABBAABBB).

ii. Unstable loyalty(switch loyalty). Situasi ini

berlangsung apabila konsumen secara konsisten

membeli sebuah merek selama periode waktu tertentu

40
dan kemudian beralih membeli merek lain secara

konsisten (contoh: AAABBB).

iii. Occasional switch. Konsumen cenderung setia pada

sebuah merek spesifik, namun kadang-kadang

mencoba merek lainnya (contohnya:

AABAAACAADA).

iv. Brand indifference (non-loyalty). Konsumen tidak

loyal pada salah satu merek (contoh: ABDCBACD).

v. There-in-a-row criterion. Konsumen dianggap loyal

pada merek tertentu manakala ia membeli merek

tersebut tiga kali atau lebih secara berturut-turut.

c) Ukuran probabilitas pembelian

Ukuran ini mengkombinasikan proporsi dan urutan

pembelian berdasarkan sejarah pembelian yang

dilakukan pelanggan dalam periode yang relatif lama.

Dalam hal ini model multinomial logit banyak digunakan

untuk memprediksi probabilitas statistik pembelian ulang

sebuah merek spesifik pada kesempatan pembelian

berikutnya.

Namun ada kelemahan dalam rancangan ini terletak

pada anggapan bahwa perusahaan sulit mempengaruhi

perilaku pembelian ulang, karena perusahaan

bersangkutan tidak mengetahui secara pasti penyebab

aktual loyalitas.

41
2) Aliran deterministik atau prespekitf sikap

Dalam prespektif ini asumsi utamanya adalah bahwa

terdapat sejumlah kecil faktor eksplanatoris yang

mempengaruhi loyalitas. Dalam hal ini loyalitas dipandang

sebagai sikap. Peneliti menginvestigasi komitmen psikologis

konsumen dalam pembelian, tanpa perlu mempertimbangkan

secara spesifik perilaku pembelian efektif. Selain itu, konsep

loyalitasdioperasionalisasikan dalam pengukuran interval,

dengan demikian loyalitas tidak dipandang sebagai loyal atau

tidak loyal, namun lebih sebagai kontinum (a degree of

loyalty). Oleh sebab itu tujuan utama pengukuran loyalitas

berdasarkan perspektif sikap bukanlah untuk mengetahui

apakah seseorang loyal atau tidak, namun untuk memahami

intensitas loyalitasnya terhadap merek atau toko tertentu.

Berikut contoh ukuran loyalitas berbasis perspektif

deterministik:

a) Brand prefrence, konsumen dianggap loyal terhadap merek

yang disebutnya sewaktu menjawab pertanyaan

b) Constancy of preference, loyalitas disimpulkan apabila ada

kesamaan atau konstansi sikap positif terhadap merek

spesifikasi selama periode beberapa tahun.

c) Brand name loyalty, tingkat loyalitas diukur berdasarkan

jawaban responden terhadap item pernyataan dalam rating

7-poin skala likert.

42
d) Jarak antara acceptance region dan rejection region, dalam

ukuran ini merek-merek dinilai dalam kontinum brand

preference, kemudian dikelompokkan dalam acceptance,

neutrality dan rejection regions.Semakin jauh jarak antara

accepted brands dan rejected brands, semakin besar pula

tingkat loyalitas merek attitudinal.

e) Jarak antara acceptance region dan neutrality region,

semakin jauh jarak antara accepted brands dan neutral

brands, semakin besar tingkat loyalitas merek attitudinal.

f) Proporsi atau jumlah merek dalam acceptance region,

semakin banyak jumlah merek aktual yang berada dalam

acceptance region, semakin besar kecendrungan terjadinya

multibrand loyalty dan semakin kecil kecendrungan

terjadinya unibrand loyalty.

g) Proporsi atau jumlah merek dalam rejection region,

semakin besar jumlah merek dalam rejection region

semakin besar pula tingkat loyalitas konsumen terhadap

merek-merek yang berada dalam acceptance region.

b. Membangun Loyalitas

Dalam Kotler dan Keller (2009) Menciptakan hubungan yang kuat

dan erat dengan pelanggan (nasabah) adalah mimpi semua pemasar dan

hal ini sering menjadi kunci keberhasilan pemasaran jangka panjang,

perusahaan yang ingin membentuk ikatan pelanggan yang kuat harus

43
memperhatikan sejumlah pertimbangan yang beragam. Subbab berikut

menjelaskan empat jenis kegiatan pemasaran penting yang digunakan

perusahaan untuk meningkatkan loyalitas:

1) Berinteraksi dengan pelanggan, mendengarkan pelanggan

merupakan hal penting dalam menejemen hubungan pelanggan.

Beberapa perusahaan menciptakan mekanisme berkelanjutan

yang membuat menejer senior dapat terus terhubung dengan

umpan balik pelanggan lini depan.

2) Mengembangkan program loyalitas, dua program loyalitas

pelanggan yang dapat ditawarkan perusahaan adalah program

frekuensi dan program pemasaran klub. Program frekuensi (FP-

frequency program) dirancang untuk memberikan penghargaan

kepada pelanggan yang sering membeli dan dalam jumlah besar.

Program keuangan klub (Club membership program), bisa

terbuka bagi semua orang yang membeli produk/jasa, atau hanya

terbatas bagi kelompok yang berminat atau mereka yang

bersedia membayar sejumlah kecil iuran.

3) Mempersonalisasikan pemasaran, personel perusahaan dapat

menciptakan ikatan yang kuat dengan pelanggan melalui

pengindividuan dan personalisasi hubungan.

4) Menciptakan ikatan institusional, perusahaan dapat memasok

pelanggan dengan peralatan khusus atau hubungan komputer

yang membantu pelanggan mengelola pesanan, penggajian dan

persediaan. Pelanggan tidak terlalu terbujuk untuk beralih ke

44
pemasok lain jika peralihan itu melibatkan biaya modal tinggi,

biaya riset tinggi atau hilangnya diskon pelanggan setia.

Loyalitas pelanggan menurut Griffin (1996) dalam Dharmayanti

(2006) adalah mereka yang sangat puas dengan produk atau jasa tertentu

sehingga mampunyai antusiasme untuk memperkenalkan kepada

siapapun yang mereka kenal.

Menurut Griffin (1996) dalam Dharmayanti (2006) karakterisitik

pelanggan yang loyal antara lain:

1) Melakukan pembelian secara teratur

2) Membeli diluar lini produk atau jasa

3) Menolak produk atau jasa dari perusahaan lain

4) Kebal terhadap daya tarik pesaing

5) Menarik pelanggan baru untuk perusahaan

6) Kelemahan atau kekurangan akan diberitahukan kepada

perusahaan

c. Model loyalitas pelanggan

Berdasarkan telaah literatur yang dilakukan Uncles dkk, (1995)

dalam Tjiptono (2014) mengidentifikasi tiga model populer dalam

konseptual loyalitas pelanggan. Berikut gambar model loyalitas

pelanggan:

Gambar 2.6
Tiga Model Loyalitas Pelanggan

Sikap dan keyakinan


Loyalitas sikap terhadap
positif terhadap merek
merek (biasanya berupa
Model 1 loyalitas merek tunggal
Pengaruh oranglain,
keanggotaan komunikasi – monogami)
dan identitas yang
45
signifikan
Loyalitas behavioral
terhadap merek
Habitual revealed (terutama berupa
split/dividedloyality
Pengalaman memuaskan Model 2
terhadap beberapa merek
dan komitmen lemah – poligami)
terhadap merek
Situasi pembelian, situasi Co-determinan
pemakaian dan pencarian pembelian merek
variasi (terutama diapndang
Model 3
sebagai loyalitas lemah
Kondisi dan atau tidak loyal)
karakterisitik individu
Sumber: Uncles dkk (1995) dalam Tjiptono (2014)

Model 1 memandang loyalitas sebagai sikap yang kadang-kadang

mengarah pada terjalinnya relasi dengan merek. Model ini berargumen

bahwa harus ada komitmen sikap terhadap suatu merek, baru bisa

terbentuk loyalitas sejati. Sikap ini tercermin dalam serangkaian

keyakinan positif yang konsisten terhadap merek yang dibeli. Sikap

semacam ini diukur dengan menanyakan kepada pelanggan seberapa

suka mereka terhadap merek tertentu, seberapa kuat komitmen mereka

terhadap merek tersebut, kecendrungan untuk merekomendasikan merek

tersebut kepada orang lain, serta keyakinan dan perasaan mereka

terhadap merek bersangkutan, relatif dibandingkan merek-merek pesaing.

Model 2 mendasarkan loyalitas lebih pada pola pembelian masa lalu

dibandingkan motivasi atau komitmen konsumen terhadap merek. Model

ini mengandalkan data longitudinal tentang pola pembeliam diberbagai

kategori produk dan dibanyak negara. Riset-riset berdasarkan prespektif

ini menentukan bahwa hanya sedikit konsumen yang tegolong loyal

monogami (100% loyal) atau promiscuous (tidak loyal terhadap merek

46
apapun). Yang paling banyak justru adalah loyal poligami (yakni, loyal

terhadap portofolio merek tertentu dalam suatu kategori produk).

Model 3 adalah ancangan kontingensi yang beranggapan bahwa

konseptualisasi terbaik untuk loyalitas adalah hubungan antara sikap dan

perilaku dimoderasi oleh variabel-variabel kontigensi, seperti kondisi

individu saat ini, karakteristik individu atau situasi pembelian dihadapi

konsumen. Dengan demikian sikap yang positif terhadap sebuah merek

mungkin hanya memberikan prediksi yang lemah mengenai apakah

merek tersebut akan dibeli atau tidak pada kesempatan pembelian

berikutnyam karena banyak faktor lain yang berpengaruh terhadap

merek-merek yang dinilai paling tepat untuk dibeli. Kondisi individu

meliputi ketersediaan anggaran dan keterbatasan atau tekanan waktu.

d. Modeling Integratif loyalitas pelanggan

Model integrati loyalitas pelanggan dikembangkan untuk

memahami secara lebih komperhesif anteseden kognitif, afektif dan

konatif serta konsekuensi loyalitas pelanggan. Model ini

mengkonseptualisasikan loyalitas pelanggan sebagai relasi antara sikap

relatif terhadap suatu entitas (merek, jasa/layanan, atau toko) dan

pembelian ulang. Berikut gambar model integratif loyalitas pelangan:

Gambar 2.7
Model Integratif Loyalitas Pelanggan
ANTESEDEN ANTESEDEN ANTESEDEN
KOGNITIF AFEKTIF KONATIF
 Accessibility  Emosi
 Confidence  Mood  Switch cost
 Clarity  Prmary Affect  Sunk cost
 Kepuasan  Ekspresi

47
Sikap
relatif
Norma Pengaruh
sosial situasional
Pembelian
ulang

KONSEKUENSI
 Motivasi pencarian
 Resistence to
counterpersuasion
 Gethok tular

Sumber: Dick dan Basu (1994) dalam Tjiptono (2014)

Anteseden kognitif meliputi: accessibility (kekuatan asosiasi

antara obyek sikap dan evaluasinya), confidence (tingkat kepastian

berkaitan dengan sikap atau evaluasi tertentu), centrality (keselarasan

antara sikap terhadap suatu merek dan sistem nilai individu), dan clarity

(sebuah sikap dikatakan jelas (well-defined) apabila seseorang pelanggan

menganggap bahwa sikap-sikap alternatif terhadap objek tidak bisa

diterima).

Anteseden afektif terdiri atas emosi, mood atau feeling states,

primary affect, dan kepuasan pelanggan. Anteseden konatif mencakup

biaya peralihan (switching cost), sunk cost, dan ekspektasi masa depan

(mencerminkan kesesuaian saat ini dan expected fit antara penawaran

produk dan kebutuhan pelanggan).

Sementara itu, hubungan antara sikap relatif dan pembelian ulang

dimoderasi oleh norma subyektif dan faktor-faktor situasional. Kedua

48
faktor ini merupakan non-attitudinal sources atas variasi perilaku

pembelian. Dalam konteks pembelian spesifik, kedua faktor ini bisa

melengkapi atau justru sebaliknya berkontradiksi dengan sikap

pelanggan.

Norma subjektif adalah keyakinan seseorang bahwa oranglain

yang berpengaruh terhadap dirinya (significant other), seperti orangtua,

teman, guru, pacar, suami/istri, anak dan lain-lain. Faktor situasional

yang menyebabkan ketidak konsistenan antara relasi sikap dan perilaku

meliputi peluang aktual dan perspetual untuk mewujudkan perilaku yang

konsisten dengan sikap, (contohnya merek yang disukai sedang out-of-

stok), insentif untuk melakukan peralihan merek (contoh pesaing sedang

mengadakan diskon), dan in-store promotions yang efektif sehingga

membuat merek alternatif tampak lebih aktraktif.

B. Penelitian Terdahulu

Pada pembahasan mengenai penelitian ini, disajikan secara ringkas

beberapa penelitian sebelumnya tentang Nilai Pelanggan, Kepuasan Nasabah,

Kualitas Pelayanan, Relationship Marketing dan Loyalitas Nasabah. Adapun

penelitian terdahulu sebagai berikut:

Tabel 2.1
Penelitian
Sebelumnya
No Peneliti Judul Metode Penelitian Hasil Penelitian
(Tahun) Penelitian Persamaan Perbedaan
1. Naili Pengaruh  Variabel  Variabel  variabel ikatan
Farida ikatan nilai ikatan hubungan
(2010) hubungan, pelanggan hubungan berpengaruh
citra positif terhadap
perusahaan,  Variabel  Variabel variabel nilai dan
nilai kepuasan citra kualitas hubungan,
pelanggan, nasabah perusahaan tapi tidak

49
kualitas dan berpengaruh ke
kepuasan  Variabel  Variabel variabel loyalitas.
nasabah loyalitas kualitas  Variabel citra
terhadap nasabah hubungan perusahaan
loyalitas berpengaruh
nasabah bank  Variabel terhadap variabel
pemerintah di relationship kepuasan tapi
Jawa tengah marketing tidak berpengaruh
terhadap variabel
nilai dan loyalitas
 Variabel nilai
berpengaruh
terhadap kepuasan
dan loyalitas
 Variabel kualitas
hubungan
berpengaruh
terhadap kepuasan
 Variabel kepuasan
dan kualitas
hubungan tidak
berpengaruh
terhadap loyalitas
pelanggan.
No Peneliti Judul
Persamaan Perbedaan Hasil Penelitian
(Tahun) Penelitian
2. Lo Liang The impact of  Variabel  Variabel Hasil
Kheng, service quality service nilai menunjukkan
dkk, vol on customer quality pelanggan kualitas layanan
2, no 2 loyalty : A (kualitas dan kepuasan
november study of banks pelayanan)  Variabel dapat
(2010). in Penang, relationship meningkatkan
Iternation Malaysia  Varibel marketing loyalitas
al journal customer pelanggan.
of loyalty  Studi kasus
marketing (loyalitas di Penang,
studies nasabah) Malaysia

 Variabel
customer
satisfaction
(kepuasan
pelanggan)

50
3. Kazi Interrelations  Variabel  Variabel kualitas layanan
Omar between customer service berhubungan
Siddiqi. service quality loyalty quality positif terhadap
Vol 6, no Attributes, Attributes Kepuasan
3 march customer  Variabel pelanggan, dan
(2011). satisfaction customer kepuasan
Buckingha and customer satisfaction pelanggan
mshire loyalty in the berhubungan
New
retail banking positif dengan
University,
UK. sector in loyalitas
bangladesh pelanggan
4 Achmad Analisis  Variabel  (4) Variabel Variabel kualitas
Tavip Pengaruh Kepuasan Keadilan layanan
Junaedi Kualitas Nasabah berpengaruh
(2012) Pelayanan,  studi kasus signifikan
Keadilan dan  Variabel Nasabah terhadap variabel
Kepuasan Kualitas Bank keadilan, kepuasan
Nasabah Pelayanan Syariah di dan loyalitas
terhadap Provinsi Variabel keadilan
Loyalitas  Variabel Riau berpengaruh
Nasabah Loyalitas signifikan
(studi kasus Nasabah terhadap variabel
Nasabah di kepuasan tapi
Riau) tidak terhadap
loyalitas

51
No Peneliti Judul
Persamaan Perbedaan Hasil Penelitian
(Tahun) Penelitian
5 Novi Pengaruh  Variabel  Nasabah Variabel
Yuliana Relationship Relationshi bank membangun
rahmawati marketing p BNIcabang pelaynanan
(2013) terhadap marketing Malang kemitraan
loyalitas perusahaan (BSP)
nasabah pada  Variabel dan variabel
PT. Bank loyalitas manajemen mutu
Negara nasabah (TQM)
Indonesia berpengaruh
(BNI) Tbk.  Mengguna positif dan
Cabang kan analisis signifikan
Malang regresi terhadap loyalitas
linier nasabah.
berganda Sedangkan
variabel
pemahaman
terhadap
keinginan
konsumen (UCE)
dan variabel
pemberdayaan
karyawan (EE)
tidak berpengaruh
signifikan
terhadap loyalitas
6 Leila Service  Service  Relationshi Secara parsial dan
Rahmani Quality, Quality p Quality simultan variabel
-Nejad, Relationship statisfaction, trust,
dkk, Quality and  customer  Cas studi: commitment dan
open customer loyalty banking mental image
journal loyalty (case industry in berpengaruh positif
of social studi: Iran dan signifikan
sciences, banking
2, 262- industry in
268 Iran)
(2014)

52
No Peneliti Judul Persamaan Perbedaan Hasil Penelitian
(Tahun) Penelitian
7 Haryono Pengaruh  Variabel  Variabel Hasil analisis
(2014) Relationship Relations Komitmen menunjukkan
Marketing hip Konsumen bahwa Kepuasan
terhadap Marketing Nasabah dan
Loyalitas studi kasus relationship
konsumen  Variabel pada Marketing
dengan Loyalitas Nasabah memiliki pengaruh
kepuasan dan Nasabah bank positif dan
komitmen Mandiri signifikan terhadap
sebagai Variabel Yogyakarta loyalitas konsumen
varaibel Kepuasan (nasabah).
antara (studi Nasabah
kasus pada
nasabah bank
mandiri
Yogyakarta)
8 Apriliani Pengaruh  Variabel  Studi kasus variabel
dkk, Relationship Relations nasabah Relationship
(2014) Marketing hip BSM KC Marketing
Terhadap Marketing Bandar berpengaruh
Kepuasan Jaya signifikan terhadap
dan Loyalitas  Variabel variabel Kepuasan
Nasabah Loyalitas Nasabah dan
(Studi pada Nasabah variabel Loyalitas
Nasabah Nasabah,
Bank Syariah  Variabel
Mandiri KC kepuasan variabel Kepuasan
Bandar Jaya) nasabah Nasabah
berpengaruh
signifikan terhadap
variabel Loyalitas
Nasabah.

53
No Peneliti Judul Persamaan Perbedaan Hasil Penelitian
(Tahun) Penelitian
9 Dewi Pengaruh  Varibel  Variabel Variabel Kualitas
dkk, Kualitas Kualitas Relationship Pelayanan
(2014) Pelayanan Pelayanan Marketing berpengaruh
terhadap kepada variabel
Kepuasan  Variabel  Studi Kasus kepuasan dan
dan Loyalitas Kepuasan Kabupaten variabel loyalitas
Nasabah PT Nasabah Tabanan, nasabah
BPR Hoki Provinsi
(Kabupaten  Loyalitas Bali Variabel kepuasan
Tabanan) Nasabah berpengaruh
terhadap variabel
loyalitas nasabah
10 Kurniaw Pengaruh  Variabel  Variabel Hasil dalam
an dan Nilai Nilai Kualitas penelitian ini
SHihab Nasabah, Nasabah Hubungan menunjukkan baik
(2015) Kualitas secara individual
Pelayanan,  Variabel  Nasabah maupun simultan
dan Kualitas Kualitas BSM (KCP nilai nasabah,
Hubungan pelayanan Tanggeran kualitas layanan
terhadap g Ciputat) dan kualitas
Kepuasan  Variabel hubungan
Nasabah serta Loyalitas memiliki pengaruh
implikasinya Nasabah yang signifikan
terhadap terhadap kepuasan
Loyalitas Variabel nasabah serta
Nasabah Kepuasan implikasinya
Bank Syariah Nasabah terhadap loyalitas
Mandiri. nasabah bank
syariah mandiri.
11 Purwant Pengaruh  Variabel  Perngguna Berdasarkan hasil
o (2015) Service Service smartphone penelitian dapat
Performance Performance di kota dibuat kesimpulan
dan (kualitas Semarang sebagai berikut:
Relationship pelayanan) Service
Marketing Performance dan
terhadap  Variabel Relationship
Loyalitas Relationship Marketing
Konsumen Marketing berpengaruh
secara positif dan
 Variabel signifikan
Loyalitas terhadap Loyalitas
Konsumen Konsumen..

54
No Peneliti Judul Persamaan Perbedaan Hasil Penelitian
(Tahun) Penelitian
12 Ismereld Pengaruh  Variabel  Variabel Variabel kualitas
a dan Kualitas kualitas relationship pelayanan
Ruzikna Pelayanan pelayanan marketing berpengaruh
(2015) terhadap sexara positif dan
Loyalitas  Variabel  Variabel signifkan terhadap
Nasabah loyalitas nilai loyalitas nasabah
(studi kasus nasabah pelanggan
bank BRI
syariah  Variabel
cabang Pekan kepuasan
Baru)
13 Pramana Pengaruh  Variabel  Variabel Variabel kualitas
dan Kualitas loyalitas relationshi pelayanan
Rastini Pelayanan nasabah p terhadap variabel
(2016) terhadap marketing kepercayaan dan
Kepercayaan  Variabel variabel loyalitas
Nasabah dan Kualitas  Variabel nasabah
Loyalitas Pelayanan kepercayaa berpengaruh
Nasabah n nasabah positif dan
Mandiri signifikan
cabang  Variabel
veteran nilai variabel kualitas
Denpasar, pelanggan pelayanan
Bali terhadap loyalitas
nasabah melalui
kepercayaan
nasabah
berpengaruh
positif dan
signifikan

55
No Peneliti Judul Persamaan Perbedaan Hasil Penelitian
(Tahun) Penelitian
14 Arif dan Customer  Variabel  Variabel Secara simultan
Nurasiah relationship loyalitas kualitas kelima variabel
(2015) management nasabah pelayanan CRM (identify,
dan acquire, retain,
pengaruhnya  Variabel  Variabel develop dan
terhadap Customer Relationship pemasaran
loyalitas relationshi Marketing berkelanjutan)
nasabah p berpengaruh
(studi pada manageme  Variabel terhadap variabel
bank nt Kepuasan loyalitas
muamalat Nasabah
Indonesia) Secara parsial
 Variabel hanya tiga variabel
Nilai yang berpengaruh
Pelanggan yaitu acquire,
retain dan
pemasaran
berkelanjutan
15 Yuli Peran  Variabel  Variabel variabel Pelayanan
Andresra Kualitas Kualitas Kepercayaa dapat
(2016) Pelayanan Pelayanan n mempengaruhi
dalam Kepercayaaan dan
membangun  Variabel Nasabah Loyalitas Nasabah
Kepercayaan Loyalitas BSM secara signifikan.
dan Loyalitas Nasabah cabang Masih terdapat
Nasabah Simpang banyak faktor
(BSM cabang Empat lainnya yang
Simpang mempengaruhi
Empat) peningkatan
Kepercayaan dan
Loyalitas nasabah
karena kontribusi
pelayanan tidak
terlalu besar.

C. Kerangka Pemikiran Teoritis

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, tujuan penelitian, dan

landasan teori yang menjelaskan pengaruh Nilai Pelanggan, Kepuasan

Nasabah, Kualitas Pelayanan dan Relationship Marketing Terhadap Loyalitas

56
Nasabah, maka disusunlah kerangka berfikir dari penelitian ini dalam gambar

berikut:

Gambar 2.8
Kerangka teoritis
Kesimpulan danBJB
Nasabah Bank Saran
Syariah

Nilai Kualitas Kepuasan Relationship


Pelanggan Pelayanan Nasabah Marketing
(x1) (x2) (x4)
(x3)

Loyalitas Nasabah
(Y)

Uji Validitas dan Reabilitas

Uji Asumsi Klasik : Uji


Multikolinearitasi, Uji Heterokedastisitas
dan Uji Normalitas

Uji Regresi Linier


Berganda

Uji Hipotesis:
2
Uji R Determinasi, Uji t dan Uji F

57
D. Keterkaitan Antar Variabel dan Hipotesis Penelitian

1. Pengaruh Nilai Pelanggan terhadap Loyalitas Nasabah

Menurut Palilati (2007) bahwa persepsi konsumen terhadap nilai

atas kualitas yang ditawarkan relative lebih tinggi dari pesaing akan

mempengaruhi tingkat loyalitas konsumen, semakin tinggi persepsi

nilai yang dirasakan oleh pelanggan, maka semakin besar kemungkinan

terjadinya hubungan (transaksi). Dan hubungan yang diinginkan adalah

hubungan yang bersifat jangka panjang, sebab usaha dan biaya yang

dikeluarkan oleh perusahaan diyakini akanakan jauh lebih besar apabila

harus menarik pelanggan baru atau pelanggan yang sudah

meninggalkan perusahaan, dari pada mempertahankannya.

Nilai pelanggan berhubungan erat dengan kepuasan pelanggan,

dengan semakin tinggi dimensi nilai yang diperoleh nasabah, maka

semakin tinggi kepuasan pelanggan. Nilai pelanggan yang diterima

nasabah secara terus menerus akan dapat memberikan kepuasan dan

ikatan hubungan yang berperan penting dalam membangun loyalitas

dengan nasabah. (Farida, 2010).

Berdasarkan Penelitian yang dilakukan Alida Palilati (2007) dan

Naili Farida (2010), maka dapat diajukan hipotesis berikut:

Ho1: tidak terdapat pengaruh secara parsial antara nilai pelanggan

terhadap loyalitas nasabah.

Ha1: Terdapat pengaruh secara parsial antara nilai pelanggan terhadap

loyalitas nasabah.

58
2. Pengaruh Kepuasan Nasabah Terhadap Loyalitas Nasabah

Penelitian kepuasan nasabah terhadap loyalitas oleh Junaedi,dkk

(2012) menyimpulkan bahwa kepuasan nasabah berpengaruh terhadap

loyalitas nasabah. Nasabah bank syariah yang puas akan pelayanan

yang diberikan akan dapat mempertahankan loyalitas nasabah terhadap

bank syariah dan akan menjadi bank syariah pilihan utama.

Kepuasan Nasabah merupakan perasaan senang atau kecewa

seseorang yang muncul setelah membandingkan kinerja (hasil) yang

diharapkan. Perusahaan harus berusaha membuat kepuasan nasabah

tersebuy berkembang menjadi nasabah yang loyal terhadap produk

maupun layanan yang diberikn oleh perusahaan, (Apriliani dkk, 2014).

Berdasarkan Penelitian yang dilakukan Junaedi,dkk (2012) dan

Apriliani,dkk (2014), maka dapat diajukan hipotesis berikut:

Ho2: tidak terdapat pengaruh secara parsial antara kepuasan nasabah

terhadap loyalitas nasabah.

Ha2: terdapat pengaruh secara parsial antara kepuasan nasabah terhadap

loyalitas nasabah.

3. Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Loyalitas Nasabah

Kualitas Pelayanan dalam penelitian Andesra (2016) menjelaskan

BSM Cabang Simpang Empat relatif masih baru dibangun namun

menunjukkan perkembangan yang baik, faktor-faktornya adalah

inovasi, kreatifitas menejemen dan kualitas pelayanan yang disuguhkan

merupakan daya tarik yang cukup menggoda masyarakat untuk menjadi

59
nasabah. Ini artinya bank BSM Cabang Simpang Empat harus

mempertahankan faktor-faktor tersebut agar seluruh nasbahnya menjdi

loyal. Dan untuk semakin meningkatkan loyalitas harus dengan

kepercayaan nasabah terhadap bank BSM Cabang Simpang Empat itu

sendiri.

Dalam Penelitian Pramana dan Rastini (2016) menyatakan

Loyalitas sangat dipengaruhi oleh kualitas pelayanan. Loyalitas nasabah

merupakan sebuah usaha untuk nasabah tetap setia dengan kesadaran,

kesan kualitas, kepercayaan dan kebanggaan yang kuat terhadap suatu

produk yang diikuti pembelian ulang.

Berdasarkan Penelitian yang dilakukan Yuli Andesra (2016) dan

Pramana dan Rastini (2016), maka dapat diajukan hipotesis berikut:

Ho3: tidak terdapat pengaruh secara parsial antara kualitas pelayanan

terhadap loyalitas nasabah.

Ha3: terdapat pengaruh secara parsial antara kualitas pelayanan terhadap

loyalitas nasabah.

4. Pengaruh Relationship Marketing Terhadap Loyalitas Nasabah

Menurut Chan (2003) dalam Purwanto (2015) ada tujuh tahapan

yang perlu diperhatikan oleh para pemasar dalam menerapkan konsep

relationship marketing yaitu mengenali pelanggan dan membangun

database pelanggan, memilih pelanggan yang menjadi prioritas dengan

membuat segmentasi pelanggan, memberikan kemudahan bagi

pelanggan untuk berinteraksi, memudahkan penanganan interaksi

60
melalui teknologi internet, memberikan pengalaman yang menarik,

memberikan pelayanan personal dan mempertahankan loyalitas

pelanggan.

Relationship marketing memaparkan bahwa loyalitas nasabah

harus dibangun dengan usaha keras dalam bentuk personalisasi dimana

nasabah menjadi inti dari aktivitas pemasaran. Nasabah yang memiliki

maksud untuk menggunakan kembali dan merekomendasikan produk

dan jasa kepada orang lain kemungkinan besar sebagai pelanggan yang

loyal. Dengan meningkatkan kelangsungan hubungan dengan nasabah

lama dan terus mengakuisisi dengan nasabah baru dengan konsep

loyalitas pelanggan, maka akan mempunyai pengaruh yang lebih besar

dari bagian pasar, karena strategi bisnis difokuskan pada kelanggengan

dan pemuasan dari setiap nasabah dengan penggunaan strategi

relationship marketing. Sehingga dengan adanya strategi relationship

marketing berupaya untuk memperpanjang umur waktu hidup

pelanggan sebagai individu yang bertransaksi dan dapat menjaga

loyalitas nasabah (Rahmawati, 2013).

Berdasarkan Penelitian yang dilakukan Novia Yuliana Rahmawati,

(2013) dan Agus Budi Purwanto (2015), maka dapat diajukan hipotesis

berikut:

Ho4: tidak terdapat pengaruh secara parsial antara relationship

marketing terhadap loyalitas nasabah.

Ha4: terdapat pengaruh secara parsial antara relationship marketing

terhadap loyalitas nasabah.

61
5. Pengaruh Nilai Pelanggan, Kepuasan Nasabah, Kualitas Pelayanan

dan Relationship Marketing Terhadap Loyalitas Nasabah

Dalam penelitian Kurniawan dan Shihab (2015) menyatakan faktor

penyebab seseorang tidak loyal antara lain, harga, ketidak nyamanan,

kegagalan pemberian layanan, tanggapan karyawan buruk, daya tarik

pesaing menarik, dan nilai yang tidak sepadan dengan harapan. Jika

perusahaan jasa ingin pelanggan (nasabah) loyal maka harus

memperhatikan aspek-aspek diatas. Begitu juga dalam Colgate dan

Danaher (2000) dalam Lupiyoadi (2014) pernah meneliti pengaruh

implementasi strategi relasional terhadap kepuasan dan loyalitas

pelanggan. Riset yang mereka lakukan berhasil memperlihatkan bahwa

hubungan relasi sangat mempengaruhi kepuasan dan loyalitas.

Berdasarkan Penelitian yang dilakukan Kurniawan dan Shihab

(2015) dan Mark R. Colgate dan peter J. Danaher (2000) dalam

Lupiyoadi (2014), maka dapat diajukan hipotesis berikut:

Ho5: tidak terdapat pengaruh antara nilai pelanggan, kepuasan nasabah,

kualitas pelayanan dan relationship marketing secara simultan terhadap

loyalitas nasabah.

Ha5: terdapat pengaruh antara nilai pelanggan, kepuasan nasabah,

kualitas pelayanan dan relationship marketing secara simultan terhadap

loyalitas nasabah.

62
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Dalam penelitian ini variabel penelitian yang digunakan adalah 1 (satu)

variabel terikat yaitu Loyalitas Nasabah, dan 4 (empat) variabel bebas yaitu

Nilai Pelanggan, Kepuasan Nasabah, Kualitas Pelayanan dan Relationship

Marketing. Obyek penelitian ini adalah nasabah Bank BJB Syariah KCP

Ciputat, penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017.

B. Metode Penelitian Sampel

1. Populasi

Populasi menurut Sugiyono (2016) adalah “wilayah generalisasi

(umum) yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan

karakteristil tertentu yang ditetapkan oleh penelitian untuk mempelajari

dan kemudian ditarik kesimpulannya” populasi adalah sumber data

dalam penelitian tertentu yang memiliki jumlah banyak dan luas.

populasi yang akan dijadikan objek dalam penelitian adalah nasabah pada

Bank BJB Syariah KCP Ciputat dengan jumlah nasabah sebanyak 2455

(BJB syariah KCP Ciputat, 2017).

63
2. Sampel

Sampel adalah bagaian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin

mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena

keterbatasan dana, tenaga dan waktu maka peneliti dapat menggunakan

sampel yang diambil dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel

itu, kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk populasi (Sugiyono,

2016). Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah

nonprobability sampling, adalah teknik pengambilan sampel yang tidak

memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota

populasi untuk dipilih menjadi sampel. Adapun teknik penentuan sampel

menggunakan Sampling Purposive. Artinya adalah teknik penentuan

sampel dengan pertimbangan tertentu. Yaitu orang yang sudah menjadi

nasabah minimal selama satu tahun menggunakan jasa bank Bjb syariah

KCP Ciputat (Sugiyono, 2016).

Teknik pengambilan sampel menggunakan rumus dari Taro Yamane


sebagai berikut : n = N
N . d2 + 1

Dimana : n = Jumlah sampel

N = Jumlah populasi

d2 = Presisi yang ditetapkan

Dalam Riduan dan Akdon (2013) Diketahui jumlah populasi nasabah

pada Bank BJB Syariah KCP Ciputat sebanyak N= 2455 dan tingkat

presisi yang ditetapkan 10%.

n = N = 2455 = 2455 = 2455 = 96,08.


N . d2 + 1 (2455).0,12 + 1 96,08 25,55

64
Maka didapatkan jumlah 96,08 yang dibulatkan menjadi 100 sampel

nasabah.

C. Penelitian Data

1. Jenis Data

Dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah data primer, data

primer adalah data yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti langsung

melalui objek penelitian, Berupa wawancara, dan menyebar angket atau

kuisioner. Kuisioner adalah suatu alat pengumpulan data yang nantinya

data tersebut akan diolah untuk menghasilkan informasi tertentu (Umar,

2002). Angket/kuisioner ini digunakan bertujuan untuk mengetahui

secara langsung tanggapan responden yang berhubungan dengan topik

penelitian. Dalam penelitian ini data primer diperoleh dari hasil

penyebaran kuisioner kepada nasabah pada Bank BJB Syariah KCP

Ciputat yang diperlukan informasinya dalam mendukung penulisan

skripsi.

Data sekunder adalah sumber data yang tidak langsung

memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau

lewat dokumen (sugiyono, 2010).

2. Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data untuk

melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:

65
a. Field Research

Peniliti ini menggukana data primer, data primer adalah data yang

didapat dari sumber pertama baik dari individu atau perseorangan

seperti hasil dari wawancara atau hasil pengisian kuisioner yang

biasa dilakukan oleh peneliti. Data tersebut diperoleh dari hasil

pengisian kuisioner. Alat pengumpul data ini umumnya terdiri dari

serangkaian pernyataan tertulis yang digunakan untuk

mengumpulkan informasi penelitian yang digunakan untuk

mengumpulkan informasi penelitian yang dikehendaki. Dalam

kuisioner ini, penulis menggunakan data interval dengan skala likert

yaitu skala yang berhubungan dengan pernyataan tentang sikap

seseorang terhadap sesuatu.

Untuk mengukur persepsi dari responden yang telah dikumpullkan

digunakan skala likert. Pertanyaan-pertanyaan dalam kuisioner

dibuat dengan menggunakan skala 1-5 untuk mewakali pendapat

para responden, kuisioner ini dibagikan kepada responden secara

langsung.

Tabel 3.1
Nilai Skala
Likert
No Keterangan Skor
1 Sangat setuju 5
2 Setuju 4
3 Ragu-ragu 3
4 Tidak setuju 2
5 Sangat tidak setuju 1

66
b. Library Research

Library research (studi kepustakaan), yaitu data yang diperoleh

dari berbagai literatur, buku-buku, jurnal ilmiah, prosiding,

penelitian terdahulu, dan dari berbagai sumber pustaka lainnya yang

sudah terakreditasi dan berhubungan objek yang diteliti sebagai

upaya untuk memperoleh data yang relevan dengan bahan kajian

penulisan skripsi.

c. Internet research

Terkadang buku referensi atau literature yang kita miliki atau

pinjam di perpustakaan tertinggal selama beberapa waktu atau

kadaluarsa, karena ilmu selalu berkembang seiring berjalannya

waktu. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi hal tersebut penulis

melakukan penelitian dengan menggunakan teknologi yang

berkembang yaitu internet, sehingga data yang diperoleh merupakan

data yang sesuai dengan perkembangan zaman. Dalam media

internet media menggunakan google dan googlescholar untuk

mengakses jurnal-jurnal ilmiah maupun prosiding terbaru.

D. Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode data kuantitatif yaitu dimana data

yang digunakan dalam penelitian ini menganalisis pengaruh antara variabel

Nilai Pelanggan, Kepuasan Nasabah, Kualitas Pelayanan dan Relationship

Marketing terhadap Loyalitas Nasabah Bank BJB Syariah KCP Ciputat.

67
Penelitian ini menggunakan metode analisis regresi linier berganda dengan

menggunakan program komputer yaitu software statistical package for the

social science (SPSS) versi 23 dan microsoft excel 2007. Berikut metode

yang digunakan adalah metode yang digunakan dalam menganalisis data:

1. Uji Kualitas Data

a. Uji Validitas

Uji Validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidanya

suatu kuisioner. Suatu kuisioner dikatakan valid jika pertanyan pada

kuisioner maupun untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur

oleh kuisioner tersebut. Uji signifikansi dilakukan dengan

membandingkan nilai r hitung dengan r tabel untuk degree of freedom

(df) = n-2, dalam hal ini n adalah jumlah sampel. Jika r hitung lebih

besar dari r tabel dan nilai positif maka butir atau pertanyaan atau

indikator tersebut dinyatakan valid. Dengan menggunakan correlation

coefefficient person (Ghozali, 2016).

b. Uji Realibilitas

Realibilitas sebenarnya adalah alat untuk mengukur suatu

kuisioneryang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu

kuisioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang

terhadap pernyataan adalah konsisten atu stabil dari waktu ke waktu.

SPSS memberikan fasilitas untuk mengukur reliabilitas dengan uji

statistik Cronbranch Alpha. Suatu konstruk atau variabel dikatakan

reliabel jika nilai Cronbranch Aplha > 0,7 (Ghozali,2016).

68
2. Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik dilakukan untuk mendeteksi apakah terdapat

masalah normalitas, multikoliniearitas, dan heterodatisitas dalam model

penelitian. Uji asumsi klasik penting dilakukan untuk menghasilkan

setimator liniear tidak bisa dengan varian yang minimum (best liniear

unbiased estimator), yang berarti model regresi tidak mengandung

masalah. Untuk itu perlu dilakukan pengujian lebih lanjut, diantara:

a. Uji Normalitas

Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi,

variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Model

regresi yang baik adalah distribusi normal. Model regresi yang baik

adalah distribusi data normal atau paling tidak mendekati normal.

Untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak

yaitu dengan melihat normal probalility plot yang membandingkan

distribusi kumulatif dari distribusi normal. Normalitas dapat dideteksi

dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari

grafik.

Jika data (titik) menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti

arah garis diagonal, maka menunjukkan pola distribusi normal yang

mengindikasikan bahwa model regresi memenuhi asumsi normalitas.

Jika data (titik) menyebar menjauh dari garis diagonal, maka tidak

menunjukkan pola distribusi normal yang mengindikasikan bahwa

model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas (Ghozali, 2016).

69
b. Uji Multikolonieritas

Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara

variabel bebas. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya

multikolonieritas di dalam model regresi dapat dilihat dari nilai

Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF). Kedua ukuran ini

menunjukkan setiap variabel bebas manakah yang dijelaskan oleh

variabel bebas lainnya. Dalam pengertian sederhana setiap variabel

bebas menjadi variabel terikat dan diregres terhadap variabel bebas

lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel bebas yang

terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel bebas lainnya. Jadi, nilai

tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF =

1/Tolerance). Nilai cut off yang umum dipakai untuk menunjukkan

adanya multikolonieritas adalah nilai Tolerance > 0,10 atau sama

dengan VIF < 10, maka model dinyatakan tidak terdapat gejala

multikolonieritas (Ghozali, 2016).

c. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam

model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu

pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual dari

satu pengamatan ke pengamatan lain teteap, maka disebut

homokedatisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model

regresi yang baik adalah yang homoskesdatisitas atau tidak terjadi

heteroskedastisitas.

70
Kebanyakan data crossection mengandung situasi

heteroskedasititas karena data ini menghimpun data yang mewakili

berbagai ukuran (kecil, sedang dan besar). Ada beberapa cara untuk

mendeteksi ada atau tidaknya heterokedatisitas.

1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola

teertentu yang mengatur (bergemlombang, melebar, dan

kemudian menyempit) maka mengindikasikan telah terjadi

heteroskedastisitas.

2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas dan

dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi

heteroskedastisitas (Ghozali, 2016).

Tidak hanya menggunakan gambar dengan pola tertentu namun

juga menggunakan statistik dengan Uji Glejser. Glejser mengusulkan

untuk meregresi nilai absolut residual terhadap variabel independen.

Jika variabel independen signifikan secara statistik mempengaruhi

variabel dependen, maka ada indikasi terjadi heteroskedastisitas.

Jika signifikansinya diatas tingkat kepecayaan 5% dapat

dsimpulkan model regresi tidak mengandung adanya

heteroskedastisitas (Ghozali, 2016).

3. Uji Hipotesis

Hipotesis dalam peneliti ini di uji dengan menggunakan model

regresi linier berganda.

71
Model regresi linier berganda bertujuan untuk memprediksi besar

variabel dependen dengan menggunakan data variabel independen yang

sudah diketahui besarnya. Model regresi linier berganda umumnya

digunakan untuk menguji pengaruh dua atau lebih variabel dependen

dengan skala pengukuran interval atau rasio dalam suatu persamaan linier

(Ghozali 2016). Pengolahan data menggunakan software microsoft excel

2007 dan SPSS 23. Dalam pengujian ini menggunakan Uji Statistik

meliputi Uji koefisien Determinasi (Adjusted R square), Uji F dan Uji t.

a. Uji Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi digunakan untuk menguji goodness-fit dari

model regresi (Ghozali, 2016). Koefisien determinasi merupakan

besarnya kontribusi variabel bebas terhadap variabel terikatnya.

Semakin tinggi koefisien determinasi, semakin tinggi kemampuan

variabel bebas dalam menjelaskan variasi perubahan pada variabel

terikatnya. Keofisiensi memilki kelemahan, yaitu bias terhadap jumlah

variabel bebas yang dimasukan dalam model regresi, dimana

penambahan satu variabel bebas dan pengamatan dalam model anak

meningkatkan R2 meskipun variabel yang dimaksudkan itu tidak

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikatnya. Untuk

mengurangi kelemahan tersebut maka digunakan koefisien determinasi

yang telah disesuaikan, adjusted R square.

Koefisien determinasi yang telah disesuaikan berarti bahwa

koefisien tersebut telah dikorelasi dengan memasukan unsur jumlah

variabel dan ukuran sampel yang digunakan. Dengan menggunakan

72
koefisien determinasi yang disesuaikan dapat naik atau turun akibat

adanya penambahan variabel baru dalam model (Suliayanto, 2005).

Untuk dapat memberikan penafsiran terhadap koefisien korelasi yang

ditemukan tersebut besar atau kecil, maka dapat digunakan criteria

sebagai berikut (Sugiyono, 2012).

Tabel 3.2
Kriteria Untuk Memberikan Interprestasi Terhadap Koefisien Korelasi
Interval koefisien Tingkat hubungan
0,00 - 0,199 Sangat rendah
0,20 - 0,399 Rendah
0,40 - 0,599 Sedang
0,60 - 0,799 Kuat
0,80 – 1,000 Sangat kuat
Sumber: Sugiyono, (2012)

b. Uji F

Uji pengaruh simultan digunakan untuk mengetahui apakah

variabel independen secara bersama-sama atau simultan mempengaruhi

variabel dependen pada tingkat signifikan 0,05 (5%) (Ghozali, 2016).

c. Uji t (parsial)

Uji parsial digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing

variabel independen terhadap variabel dependen (Ghozali, 2016). Uji t

digunakan untuk menguji apakah setiap variabel (independen) secara

masing-masing (parsial) atau individual memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap variabel terikat (dependen) pada tingkat signifikasi

0,05 (5%) dengan menganggap variabel bebas bernilai konstan.

Langkah-langkah yang harus dilakukan dengan uji t yaitu dengan

pengujian dibawah ini:

73
1) Hipotesis : H0 : 𝛽i = 0 artinya masing-masing variabel bebas tidak

ada pengaruh yang signifikan dari variabel terkait.

2) Ha : 𝛽i≠ 0 artinya masing-masing variabel bebas ada pengaruh yang

signifikan dari variabel terkait.

3) Bila probalilitas >𝛼 5% artinya variabel tidak signifikan atau tidak

mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat (H0 terima, Ha tolak).

4) Bila probalilitas <𝛼 5% artinya variabel bebas signifikan atau

mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat (H0 tolak, Ha terima).

5. Analisis Regresi Berganda

Metode statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah

regresi berganda (multiple regression). Pendekatan ini diadposi dari

persamaan yang digunakan Govindrajan dan Gupta (1985) (Umiyati,

2015). Analisis ini digunakan untuk menguji pengaruh satu variabel

independen terhadap variabel dependen secara individual atau parameter

yaitu:

a. Menguji Pengaruh Nilai Pelanggan (X1) terhadap Loyalitas

Nasabah Bank BJB Syariah KCP Ciputat (Y) (Hipotesis 1).

Persamaan: Y = 𝛼 +𝛽1X1 + e

b. Menguji Pengaruh Kepuasan Nasabah (X2) terhadap Loyalitas

Nasabah Bank BJB Syariah KCP Ciputat (Y) (Hipotesis 2).

Persamaan: Y = 𝛼 +𝛽2X2 + e

c. Menguji Pengaruh Kualitas Pelayanan (X3) terhadap Loyalitas

Nasabah Bank BJB Syariah KCP Ciputat (Y) (Hipotesis 3).

74
Persamaan: Y = 𝛼 +𝛽3X3 + e

d. Menguji Pengaruh Relationship Marketing (X4) terhadap

Loyalitas Nasabah Bank BJB Syariah KCP Ciputat (Y)

(Hipotesis 4).

Persamaan: Y = 𝛼 +𝛽4X4 + e

e. Menguji Pengaruh Nilai Pelanggan (X1), Kepuasan Nasabah

(X2), Kualitas Pelayanan (X3), Relationship Marketing (X4)

terhadap Loyalitas Nasabah Bank BJB Syariah KCP Ciputat (Y)

(Hipotesis 5).

Persamaan: Y = 𝛼 +𝛽1X1 + 𝛽2X2 + 𝛽3X3+ 𝛽4X4 + e

Adapun persamaan regresi linear berganda tersebut yaitu:

Y = 𝛼 +𝛽1X1 + 𝛽2X2 + 𝛽3X3+ 𝛽4X4 + e

Keterangan :

Y = Loyalitas Nasabah

𝛼 = Konstanta

X1 = Nilai pelanggan

X2 = Kepuasan Nasabah

X3 = Kualitas

Pelayanan

X4 = Relationship Marketing

𝛽1-4= Koefisien Regresi

e = Standar Error

75
E. Indentifikasi dan definisi Operasionalisasi Variabel Penelitian

1. Variabel indepeden

Variabel independen dari penelitian ini terdiri dari beberapa

variabel. Masing-masing variabel independen dalam penelitian ini dapat

dijelaskan sebagai berikut:

a. Nilai Pelanggan

Nilai pelanggan adalah selisih antara penilaian pelanggan

prospektif atas semua manfaat dan biaya dari suatu penawaran

terhadap alternatifnya. Total manfaat pelanggan (total customer

benefit) adalah nilai moneter kumpulan manfaat ekonomi,

fungsional, dan psikologis yang diharapkan pelanggan dari suatu

penawaran pasar yang disebabkan oleh produk, jasa, personel,

dan citra yang terlibat. Total biaya pelanggan (total customer

cost) adalah kumpulan biaya yang dipersepsikan dan diharapkan

pelanggan untuk dikeluarkan dalam mengevaluasi,

mendapatkan, menggunakan dan menyingkirkan suatu

penawaran pasar, termasuk biaya moneter, waktu, energi dan

psikoogis. (Kotler dan Keller, 2009).

b. Kepuasan Nasabah

Tjiptono (2014) merumuskan kepuasan pelanggan sebagai

sikap keseluruhan terhadap suatu barang atau jasa setelah

perolehan (acquisition) dan pemakainnya. Dengan kata lain,

76
kepuasan pelanggan merupakan penilaian evaluatif purnabeli

yang dihasilkan dari seleksi pembelian spesifik.

c. Kualitas Pelayanan

Dharmayanti (2006) dalam Purwanto (2015) menyatakan

bahwa kualitas pelayanan merupakan kinerja dari pelayanan

yang diterima oleh konsumen, konsumen hanya dapat menilai

kualitas dari suatu pelayanan yang benar-benar mereka rasakan.

Purwanto (2015) menambahkan bahwa karena alat ukur kualitas

jasa hanya didasarkan pada performance yakni kinerja personil

perusahaan maupun semua fasilitas yang digunakan, maka perlu

diperhatikan proses penyampaian jasa kepada pelanggan agar

kualitas jasa sesuai dengan maksud perusahaan.

d. Relationship Marketing

Menurut Chan (2003) dalam Haryono (2016) Relationship

Marketing sebagai pengenalan setiap nasabah secara lebih dekat

dan memuaskan dengan meciptakan komunikasi dua arah

dengan mengelola suatu hubungan yang saling menguntungkan

antara nasabah dan perusahaan.

2. Variabel Dependen

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah loyalitas nasabah

bank bjb syariah KCP Ciputat. Loyalitas menurut Zeithaml (2000) dalam

77
purwanto (2015) adalah konsumen yang loyal biasanya akan melakukan

beberapa hal berikut ini: menarik pelanggan baru yang potensial melalui

mulut ke mulut, tidak mungkin tertarik oleh produk pesaing dan selalu

membeli produk dari waktu ke waktu.

Tabel 3.3
Operasional Variabel Penelitian dan Pengukuran Variabel
Variabel Dimensi Indikator Skala
Utilitas yang berasal
dari perasaan atau
Emotional value
afektif/ emosi positif
(nilai sosial) (X1.1)
yang ditimbulkan dari
mengkonsumsi produk
Nilai Utilitas yang didapatkan
Pelanggan Social value (nilai dari kemampuan produk
(X1) Sweeney sosial) (X1.2) untuk meningkatkan
dan Soutar konsep diri konsumen
Likert
dalam Utilitas yang didapatkan
Tjiptono, Quality/performance dari produk dikarenakan
(2014 : 310- value (kualitas atau reduksi biaya jangka
311) nilai performa) (X1.3) pendek dan biaya
jangka
panjang
Utilitas yang diperoleh
Price/value for
dari persepsi terhadap
money (nilai harga)
kualitas dan kinerja
(X1.4)
yang
diharapkan atas produk
Overall satisfaction Perasaan puas dengan
(kepuasan pelanggan seluruh pelyanan yang
keseluruhan) diberikan
Confirmation of Produk yang diberikan
expectations sesuai dengan yang
(konfirmasi harapan) diharapkan
Repuchase intention Akan menggunakan
Kepuasan (nilai beli ulang) produk dilain waktu
Nasabah (X2)
Kesediaan nasabah untuk Likert
Tjiptono (2014 Willingness of
: 368) recomend (kesediaan merekomendasikan
untuk produk bank kepada
merekomendasi) teman atau keluarga
Customer Pernah melakukan
dissatisfaction complain (keluhan)
(ketidakpuasan Gethok tular negatif
pelanggan) Konsumen beralih ke
bank lain
78
Variabel Dimensi Indikator Skala
 Fasilitas yang dimiliki
nyaman
Tangible (bukti  Peralatan yang
nyata) digunakan modern
 penampilan karyawan
rapih
Reliability  Memberikan layanan
(keandalan) secara akurat
 Kemahiran penanganan
masalah layanan
 Semua pelanggan
diperlakukan sama
spesialnya
Responsibility (daya  Menyambut nasabah
tanggap) dengan baik
 Kesiapan dan kesigapan
dalam merespon
permintaan pelanggan
Kualitas  Memberikan informasi
Pelayanan secara cepat dan jelas
(X3) Assurance (jaminan)  Karyawan dapat Likert
Lupiyoadi dipercaya kepada
(2014 : 216) perusahaan dengan
adanaya pengetahuan
dan wawasan
 Rasa aman dan
nyaman dalam
menggunakan jasa
bank
 Karyawan bersikap
sopan dan santun kepada
pelanggan
 Cara berkomunikasi
dengan nasabah baik
Empathy  Dapat memahami
(kepedulian) kebutuhan setiap
nasabah
 Dapat memahami
keinginan setiap nasabah
 Memiliki waktu
pengoperasian yang
nyaman bagi pelanggan

79
Variabel Dimensi Indikator Skala
Trust (upaya  Harmony (hubungan
membangun harmonis dan
kepercayaan dengan memahami antara
konsumen) perusahaan dan
konsumen)
 Acceptance (hubungan
saling menerima
Relationship tindakan yang diambil
Marketing masing-masing pihak)
(X4)  Participation simplicity
Bruhn (2003) (kemudahan untuk Likert
dalam saling berhubungan
purwanto antar perusahaan dengan
(2015) konsumen)
Familiarity  Personal understanding
(membangun situasi (pemahaman secara
kekeluargaan dengan personal)
konsumen)  Personal awareness
(kesadaran pribadi)
 Professional awareness
(kesadaran profesional)
Pembelian berulang Kesetia untuk bertahan
menggunakan jasa
yang
tersedia
Membeli diluar lini Keinginan untuk
produk atau jasa menggunakan jasa lain
yang tersedia
Loyalitas
Nasabah (Y) Menolak produk atau Tetap bertahan dengan
Griffin (1996) jasa dari perusahaan menolak produk dari jasa
dalam lain perusahaan lain Likert
Dharmayanti, Kebal terhadap  Ketahanan terhadap
2006) daya tarik pesaing pengaruh yang diberikan
dari perusahaan pesaing
lainnya
Menarik pelanggan  Mempromosikan kepada
baru untuk oranglain
perusahaan
Kekebalan Kelemahan atau
kekurangan produk akan
diberitahu ke perusahaan

80
81

Anda mungkin juga menyukai