Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diberbagai negara-negara di dunia, peranan bank cenderung semakin penting

dalam pembangunan karena bukan hanya sebagai sumber pembiayaan untuk

kredit investasi kecil, menengah dan besar, tetapi juga mampu mempengaruhi

siklus usaha dalam perekonomian secara keseluruhan, termasuk Indonesia. Bank

di Indonesia menggunakan dual banking system, yaitu penggunaan sistem

konvensional dan sistem syariah.

Secara umum, keberadaan perbankan syariah di Indonesia tidak terlepas dari

sistem perbankan Indonesia. Perbankan syariah mulai dikenal pada tahun 1992

setelah diberlakukannya UU No. 7 Tahun 1992 yang memungkinkan bank syariah

menjalankan kegiatan operasionalnya berdasarkan asas bagi hasil. Secara

perlahan, bank syariah mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang

menginginkan sistem perbankan yang berlandaskan pada syariat Islam untuk

menghindari terjadinya unsur-unsur yang dilarang dalam Islam. Namun demikian,

perbankan syariah belum mendapatkan landasan hukum yang kuat. Hal ini terlihat

dari UU No. 7 Tahun 1992, dimana perbankan syariah hanya dikenal sebagai bank

yang berprinsip pada bagi hasil yang selebihnya harus tunduk pada peraturan bank

konvensional. Oleh karena itu, diperlukan UU Perbankan Syariah tersendiri untuk

mempercepat pertumbuhan dan perkembangan perbankan syariah. Maka muncul

1
UU No. 21 Tahun 2008 mengenai Perbankan Syariah. Di dalam UU tersebut

perbankan syariah dimungkinkan untuk memperluas kegiatan usaha atau

menerbitkan produk. Dengan munculnya UU tersebut maka perbankan syariah

akan mempunyai ruang lingkup kerja yang jelas dan dapat menjaring pasar lebih

luas.

Setelah melewati masa-masa awal sekitar tahun 1992-1998, perbankan syariah

mulai berkembang secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir.

Perkembangan jaringan kantor perbankan syariah semakin pesat sebagai akibat

dari meningkatknya kebutuhan masyarakat akan produk jasa dari bank syariah.

Statistik Perbankan Syariah (SPS) yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan

(OJK) menunjukkan bahwa sampai dengan bulan Desember 2015 jumlah jaringan

kantor perbankan syariah sudah mencapai 2.301 unit, terdiri dari 1.990 unit Bank

Umum Syariah, 311 unit Unit Usaha Syariah, dan 446 unit Bank Pembiayaan

Rakyat Syariah.

Tabel 1.1

Tabel Perkembangan Bank Syariah di Indonesia


Desember
KELOMPOK BANK 2010
2015
Bank Umum Syariah (BUS) 11 12
Unit Usaha Syariah (UUS) 23 22
Jumlah kantor BUS dan UUS 1.477 2.301
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) 150 163
Jumlah kantor BPRS 286 446
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Stastistik perbankan Indonesia, Desember 2015.

2
Cara pengoperasian antara bank syariah dengan bank konvensional memiliki

perbedaan, dimana pada bank konvensional menggunakan sistem bunga,

sedangkan pada bank syariah sistem yang digunakan adalah sistem bagi hasil

(profit sharing). Pada sistem bagi hasil, kinerja bank syariah akan menjadi

transparan kepada nasabah, sehingga nasabah bisa memonitor kinerja bank

syariah atas jumlah bagi hasil yang diperoleh. Apabila jumlah keuntungan

meningkat, maka bagi hasil yang diterima nasabah juga akan meningkat, demikian

pula sebaliknya, apabila jumlah keuntungan menurun, bagi hasil ke nasabah juga

akan menurun, sehingga semua menjadi adil. Berbeda dengan bank konvensional

yang menerapkan sistem bunga, nasabah tidak dapat menilai kinerja bank bila

hanya dilihat dari bunga yang diperoleh. Dalam mekanisme kegiatan usahanya,

bank syariah dalam menghimpun dan menyalurkan dana menggunakan berbagai

macam akad diantaranya akad mudharabah, musyarakah, wadiah dan ijarah.

Akad yang sesuai dengan sistem profit sharing dalam perbankan syariah dengan

menggunakan prinsip investasi dalam mudharabah yang mengandung nilai-nilai

luhur kemanusiaan dan perwujudan prinsip keadilan bagi pihak mudharib

(pengolah dana) maupun shahibul mal (pemilik dana)

(www.syariahmandiri.co.id). Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada

saat keuntungan nasabah meningkat, namun eksistensi mudharabah dalam dunia

modern belum menampakan kontribusi yang signifikan dibandingkan dengan

sistem bunga pada bank konvensional.

3
Meskipun bank syariah tidak menerapkan sistem bunga, tetapi kenyataannya

suku bunga menjadi dilema bagi dunia perbankan syariah saat ini. Data perolehan

jumlah simpanan deposito yang didapat dari laporan keuangan Bank Indonesia

(BI) menunjukan bahwa deposito Bank Mandiri memiliki jumlah lebih besar dari

pada deposito mudharabah yang terdapat di Bank Syariah Mandiri.

Berdasarkan laporan keuangan tahunan yang dikeluarkan oleh Bank Syariah

Mandiri tercatat bahwa pendapatan deposito yang diperoleh pada tahun 2010

sebesar Rp 15.110.402.000.000,- dengan tingkat suku bunga rata-rata 6,50%,

sedangkan pada tahun yang sama, Bank Mandiri memperoleh pendapatan

deposito sebesar Rp 126.362.984.000.000,-. Hal ini menunjukan bahwa jumlah

deposito Bank Syariah Mandiri hanya 11,96% dari jumlah pendapatan deposito

Bank Mandiri dengan tingkat suku bunga rata-rata 6,50%. Pada tahun-tahun

berikutnya prosentase perbedaan pendapatan deposito tidak jauh dari prosentase

tahun 2010, yaitu pada tahun 2011 menunjukkan angka prosentase 23,38%

dengan tingkat suku bunga 6,58%, pada tahun 2012 sebesar 19,34% dengan

tingkat suku bunga 5,77%, pada tahun 2013 sebesar 18,95% dengan tingkat suku

bunga 6,48%, pada tahun 2014 sebesar 16,77% dengan tingkat suku bunga 7,54%

dan pada tahun 2015 sebesar 11,85% dengan tingkat suku bunga 7,52%.

4
Tabel 1.2

Perkembangan Jumlah Rekening Deposito

Jumlah Simpanan Deposito


(Dalam Jutaan Rupiah)
Tahun
Bank Syariah Suku Bunga
Bank Mandiri
Mandiri Rata-Rata
2010 15.110.402 126.362.984 6,50%
2011 23.524.711 100.637.584 6,58%
2012 21.826.644 112.839.400 5,77%
2013 26.834.253 141.574.497 6,48%
2014 31.935.906 190.474.155 7,54%
2015 31.287.537 263.968.994 7,52%
Sumber: Bank Syariah Mandiri, Bank Mandiri dan Otoritas Jasa Keuangan
(diolah kembali)

Dengan naiknya suku bunga simpanan di bank konvensional, maka nasabah

akan cenderung menginvestasikan uangnya pada bank konvensional dan beralih

dari bank syariah karena nasabah tentunya akan lebih memilih bank yang dapat

memberikan keuntungan yang lebih tinggi. Oleh sebab itu dikhawatirkan akan

terjadi perpindahan dana dari bank syariah ke bank konvensional.

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diketahui bahwa salah satu

perbedaan utama antara perbankan konvensional dan perbankan syariah adalah

adanya suku bunga di perbankan konvensional dan bagi hasil di perbankan

syariah. bisa dikatakan bahwa bagi hasil dalam sistem perbankan syariah

merupakan pengganti suku bunga di dalam sistem perbankan konvensional. Maka

dari itu penulis melakukan penelitian guna mengetahui dan menjelaskan pengaruh

5
variabel tingkat bagi hasil deposito bank syariah dan tingkat suku bunga deposito

bank konvensional secara bersama-sama dan secara parsial terhadap jumlah

simpanan deposito mudharabah, dengan judul “Pengaruh Tingkat Bagi Hasil

Deposito Bank Syariah Dan Rata-Rata Tingkat Suku Bunga Deposito Bank

Konvensional Terhadap Jumlah Simpanan Deposito Mudharabah (Studi

Pada Bank Syariah Mandiri Periode 2010-2015)”.

B. Identifikasi Masalah

1. Bank konvensional yang sudah lebih dahulu berdiri membuatnya lebih dikenal

sehingga menjadi primadona dibandingkan dengan bank syariah.

2. Sistim yang digunakan bank syariah adalah bagi hasil (profit sharing) bukan

bunga seperti bank konvensional.

3. Terbatasnya modal yang dimiliki membuat bank syariah memperhitungkan

pendanaan pinjaman yang bersifat konsumtif.

4. Bank syariah mampu menghadapi gejolak krisis moneter pada tahun 1997

disaat sejumlah bank konvensioal mengalami die out.

5. Penyaluran dana yang dilakukan oleh bank syariah hanya terhadap bidang

usaha dan produk halal sesuai dengan syariat islam.

C. Batasan Masalah

Dari banyaknya masalah yang teridentifikasi, peneliti membatasi masalah

yang akan diteliti kerena terbatas waktu penelitian, diantaranya nisbah/bagi hasil

yang diterapkan oleh bank syariah mandiri, tingkat suku bunga rata-rata bank

6
konvensional, dan jumlah simpanan deposito mudharabah bank syariah mandiri

dengan menggunakan data sekunder yang didapat dari laporan keuangan yang

telah dipublikasikan di website resmi Bank Syariah Mandiri, website resmi Bank

Indonesia (BI) dan website resmi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yaitu pada

periode 2010 hingga 2015.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dijelaskan

sebelumnya, maka perumusan masalah dirumuskan dengan pertanyaan sebagai

berikut :

1. Apakah tingkat bagi hasil bank syariah berpengaruh terhadap jumlah simpanan

deposito mudharabah Bank Syariah Mandiri ?

2. Apakah tingkat suku bunga bank umum berpengaruh terhadap jumlah

simpanan deposito mudharabah Bank Syariah Mandiri ?

3. Apakah tingkat bagi hasil bank syariah dan tingkat suku bunga bank umum

mempengaruhi jumlah simpanan deposito mudharabah ?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaruh tingkat bagi hasil bank syariah terhadap jumlah

simpanan deposito mudharabah pada Bank Syariah Mandiri.

7
2. Untuk mengetahui pengaruh tingkat suku bunga bank umum terhadap jumlah

simpanan deposito mudharabah pada Bank Syariah Mandiri.

3. Untuk mengetahui dan menganalisisbagaimana tingkat bagi hasil bank syariah

dan tingkat suku bunga bank umummempengaruhi jumlah simpanan deposito

mudharabah Bank Syariah Mandiri.

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

a. Bagi Akademisi

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah kepustakaan

dibidang manajemen perbankan dan sebagai bahan bacaan untuk menambah

wawasan pengetahuan serta menjadi bahan referensi untuk penelitian yang

lebih baik di masa yang akan datang.

b. Bagi Bank Syariah Mandiri

Kajian terhadap tingkat bagi hasil dan tingkat suku bunga berkaitan dengan

jumlah simpanan deposito mudharabah dapat menjadi bahan awal, evaluasi dan

pertimbangan atas kebijakan yang akan diambil oleh Bank Syariah Mandiri.

c. Bagi Penulis

Penelitian ini memberikan pengetahuan dan pemahaman bagi penulis tentang

bagaimana pengaruh tingkat bagi hasil dan tingkat suku bunga terhadap jumlah

simpanan mudharabah.

8
d. Bagi Nasabah

Penelitian ini diharapkan menjadi informasi yang akan menambah wawasan

dan pengetahuan bagi nasabah bank terutama terkait dengan produk deposito

mudharabah sehingga dapat dijadikan landasan dalam pengambilan keputusan

terkait dengan investasi dalam bentuk deposito mudharabah.

G. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini berisi tentang latar belakang masalah, identifikasi

masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN

HIPOTESIS PENELITIAN

Pada bab ini berisi tentang landasan teori, hasil penelitian yang

relevan, kerangka berfikir, dan hipotesis penelitian.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini berisi tentang waktu dan tempat penelitian,

metode penelitian, populasi dan sampel, metode pengumpulan

data, instrumen penelitian dan teknik analisis data.

9
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi tentang deskripsi data hasil penelitian,

pengolahan data hasil penelitian/pengujian persyaratan

analisis, pengujian hipotesis dan pembahasan/interpretasi hasil

penelitian

BAB V PENUTUP

Pada bab ini menguraikan simpulan dan saran dari penulis,

sebagai bahan masukan bagi yang berkepentingan dengan

tulisan ini.

10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. BANK

1. Definisi Bank

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998

tangal 10 November 1998 tentang perbankan, bahwa bank adalah badan usaha

yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan

menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman atau kredit dan

bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Menurut Kasmir (2014:24), pengertian bank yaitu lembaga keuangan yang

kegiatan utamanya adalah menghimpun dana dari masyarakat serta

memberikan jasa bank lainnya.

2. Jenis-jenis Bank

Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 dan ditegaskan lagi dengan

keluarnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1992, jenis

perbankan terdiri dari 2 yakni sebagai berikut:

a. Bank Umum

Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usahanya secara

konvensional dan atau bersdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya

memberikan jasa dialam lalu lintas pembayaran. Sifat jasa yang diberikan

11
adalah umum, dalam arti bahwa bank ini dapat memberikan seluruh jasa

perbankan yang ada.

b. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank yang melaksanakan kegiatan

usahanya secara konvesional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang

dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Artinya, kegiatan BPR jauh lebih sempit dibandingkan dengan kegiatan

bank umum.

Ditinjau dari segi imbalan atau jasa penggunaan dana, baik simpanan

maupun pinjaman, bank dapat dibedakan menjadi:

a. Bank konvensional

b. Bank syariah

B. Bank Konvensional

1. Definisi Bank Konvensional

Pengertian bank menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1999 tentang

perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan adalah

badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan

dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-

bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

12
Di Indonesia, menurut jenisnya bank terdiri Bank Umum dan Bank

Perkreditan Rakyat. Dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998

menyebutkan bahwa bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan

usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam

kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Bank konvensional dapat didefinisikan seperti pada pengertian bank umum

pada pasal 1 ayat Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 dengan menghilangkan

kalimat “dan atau berdasarkan prinsip syariah”, yaitu bank yang melaksanakan

kegiatan usaha secara kovensional yang dalam kegiatannya memberikan jasa

dalam lalu lintas pembayaran.

Bank umum (konvensional) merupakan bank yang paling banyak beredar

di Indonesia. Bank umum memiliki kegiatan pemberian jasa yang paling

lengkap dan dapat beroperasi di seluruh wilayah Indonesia (Kasmir,2014).

Dalam menentukan harga dan mencari keuntungan, bank yang berdasarkan

prisnsip konvensional menggunakan dua metode, yaitu:

1. Menetapkan bunga sebagai harga untuk produk simpanan seperti giro,

tabungan, maupun deposito. Demikian pula untuk produk pinjamannya

(kredit) juga ditentukan berdasarkan tingkat suku bunga tertentu. Penentuan

harga ini dikenal dengan istilah Spread Based.

2. Untuk jasa-jasa bank lainnya, pihak perbankan menerapkan berbagai biaya-

biaya dalam nominal atau prosentase tertentu. Sistem pengenaan biaya ini

dikenal dengan istilah Fee Based.

13
2. Suku Bunga

Tingkat bunga menentukan jenis-jenis investasi yang akan memberi

keuntungan kepada para nasabah. Para nasabah akan melaksanakan investasi

yang mereka rencanakan hanya apabila tingkat pengembalian modal yang

mereka peroleh melebihi tingkat bunga. Dengan demikian besarnya investasi

dalam suatu jangka waktu tertentu adalah sama dengan nilai dari seluruh

investasi yang tingkat pengembalian modalnya adalah lebih besar atau sama

dengan tingkat bunga (Sukirno, 2000).

Kasmir (2014:114) mengatakan bahwa bunga bank dapat diartikan sebagai

balas jasa yang diberikan oleh bank yang berdasarkan pada prinsip

konvensional kepada nasabah yang membeli/menjual produknya. Bunga juga

dapat diartikan sebagai harga yang harus dibayar kepada nasabah (yang

memiliki simpanan) dengan yang harus dibayar oleh nasabah kepada bank

(nasabah yang memperoleh pinjaman). Sedangkan suku bunga adalah rasio dari

bunga terhadap jumlah pinjaman.

Dalam kehidupan perbankan sehari-hari, ada dua macam bunga yang

diberikan kepada nasabah.

1. Bunga Simpanan
Bunga simpanan adalah yang menyimpan uangnya di bank. Bunga

simpanan merupakan bunga yang harus dibayar bank kepada nasabahnya.

Sebagai contoh jasa giro, bunga tabungan dan bunga deposito berjangka.

14
2. Bunga Pinjaman
Bunga pinjaman adalah bunga yang diberikan kepada para peminjam atau

harga yang harus dibayar oleh nasabah peminjam kepada bank, contohnya

bunga kredit. Dari pengertian di atas dapat dikatakan bahwa balas jasa yang

diberikan oleh bank terhadap nasabah yang menyimpan hartanya dalam

bentuk deposito dengan simpanan jangka panjang serta adanya perjanjian

antara pihak nasabah (yang memiliki simpanan) dengan bank, semakin lama

jangka waktu penyimpanan deposito berjangka cenderung semakin tinggi

juga bunganya, karena bank dapat menggunakan uang tersebut untuk jangka

waktu yang lebih lama.

Menurut Kasmir (2014:115) faktor-faktor yang mempengaruhi besar

kecilnya penetapan bunga adalah:

a. Kebutuhan dana, yaitu seberapa besar kebutuhan dana yang diinginkan.

Apabila bank kekurangan dana, sementara permohonan pinjaman

meningkat, maka bank akan meningkatkan suku bunga simpanan.

Sebaliknya, apabila dana yang ada dalam simpanan di bank banyak,

sementara permohonan pinjaman sedikit maka bunga simpanan akan turun

karena hal ini merupakan beban

b. Kebijaksanaan pemerintah, dalam menentukan baik untuk bunga simpanan

maupun bunga pinjaman bank tidak boleh melebihi batasan yang sudah

15
ditetapkan oleh pemerintah. Ada batasan maksimal dan minimal untuk suku

bunga yang diizinkan. Tujuannya adalah agar bank dapat bersaing secara

sehat.

c. Jangka waktu, semakin panjang jangka waktu maka bunga simpanan

semakin rendah dan sebaliknya.

d. Persaingan, dalam kondisi tidak stabil dan bank kekurangan dana, sementara

tingkat persaingan dalam memperebutkan dana simpanan cukup ketat, maka

bank harus bersaingan keras dengan bank lainnya. Jika untuk bunga

simpanan rata-rata pesaing 15%, maka bank sebaiknya menetapkan bunga

diatas 15% apabila membutuhkan dana yang cepat.

C. Bank Syariah

1. Definisi Bank Syariah

Bank Islam atau selanjutnya disebut dengan Bank Syariah merupakan bank

yang kegiatannya mengacu pada hukum Islam yang berlandaskan Al-Quran

dan Hadits Nabi Muhammad SAW dan dalam kegiatannya tidak membebankan

bunga maupun tidak membayar bunga kepada nasabah. Imbalan yang diterima

oleh bank syariah maupun yang dibayarkan kepada nasabah tergantung dari

akad dan perjanjian antara nasabah dan bank. Perjanjian (akad) yang terdapat

di perbankan syariah harus tunduk pada syarat dan rukun akad sebagimana

diatur dalam syariah Islam (Ismail, 2011:32).

16
Menurut undang-undang Perbankan Syariah No. 21 Tahun 2008

menyatakan bahwa perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut

tentang bank syariah dan unit usaha syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan

usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Bank

syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip

syariah dan menurut jenisnya terdiri atas bank umum syariah (BUS), unit usaha

syariah (UUS), dan bank pembiayaan rakyat syariah (BPRS).

Menurut Ismail (2011:33) bank umum syariah (BUS) adalah bank syariah

yang berdiri sendiri sesuai dengan akta pendiriannya, bukan merupakan bagian

dari bank konvensional. Unit usaha syariah (UUS) merupakan unit usaha

syariah yang masih dibawah pengelolaan bank konvensional. Unit usaha

syariah adalah unit kerja dari kantor pusat bank konvensional yang berfungsi

sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha

berdasarkan prinsip syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu bank

yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara

konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang

pembantu syariah dan/atau unit syariah.

17
2. Bagi Hasil

Sistem perekonomian Islam merupakan masalah yang berkaitan dengan

pembagian hasil usaha yang harus ditentukan pada awal yang terjadinya

kontrak kerja sama, yang ditentukan porsinya masing-masing pihak, misalnya

20:80 yang berarti bahwa atas hasil usaha yang di peroleh akan didistribusikan

sebesar 20% bagi pemilik dana (shahibul maal) dan 80% bagi pengelola dana

(mudharib).

Bank syariah berdasarkan pada prinsip profit sharing tidak membebankan

bunga, melainkan mengajak partisipasi dalam bidang usaha yang di danai. Para

deposan juga sama-sama mendapatkan bagian dari keuntungan bank sesuai

dengan rasio yang telah di tetapkan sebelumnya. Dengan demikian ada

kemitraan antara bank syariah dengan para deposan di satu pihak, bank dan

para nasabah investasi sebagai pengelola sumber dana para deposan dalam

berbagai usaha produktif di pihak lain. Mekanisme lembaga keuangan syariah

pada pendapatan bagi hasilini berlaku untuk produk penyertaan atau bentuk

bisnis korporasi (kerja sama). Pihak-pihak yang terlibat dalam kepentingan

bisnis ini harus melakukan transparansi dan kemitraan secara baik dan ideal.

Sebab semua pengeluaran dan pemasukan rutin yang berkaitan dengan bisnis

penyertaan, bukan untuk kepentingan pribadi yang menjalankan proyek.

18
Secara umum, bagi hasil adalah pembagian atas hasil usaha yang telah

dilakukan oleh pihak-pihak yang telah dilakukan oleh pihak-pihak yang

melakukan perjanjian yaitu pihak nasabah dan pihak bank syariah. Dalam hal

terdapat dua pihak yang melakukan perjanjian usaha, maka hasil atas usaha

yang dilakukan oleh kedua pihak atau salah satu pihak, akan dibagi sesuai

dengan porsi masing-masing pihak yang melakukan akad perjanjian. (Ismail,

2011:96)

2.1 Konsep Bagi Hasil

Konsep bagi hasil menurut Ismail (2011:95) adalah pembagian atas hasil

usaha yang telah dilakukan oleh pihak-pihak yang melakukan perjanjian yaitu

pihak nasabah dan pihak bank syariah. Dari hasil usaha yang dilakukan oleh ke

dua pihak atau salah satu pihak, akan dibagi sesuai dengan porsi masing-

masing pihak yang melakukan akad perjanjian. Konsep bagi hasil ini sangat

berbeda sekali dengan konsep bunga yang diterapkan oleh sistem ekonomi

konvensional. Dalam ekonomi syariah, konsep bagi hasil dapat dijabarkan

sebagai berikut:

a. Pemilik dana menanamkan dananya melalui institusi keuangan yang

bertindak sebagai pengelola dana.

b. Pengelola mengelola dana-dana tersebut dalam sistem yang dikenal dengan

sistem pool of fund (penghimpunan dana), selanjutnya pengelola akan

19
menginvestasikan dana-dana tersebut kedalam proyek atau usaha-usaha

yang layak dan menguntungkan serta memenuhi semua aspek syariah.

Kedua belah pihak membuat kesepakatan (akad) yang berisi ruang lingkup

kerjasama, jumlah nominal dana, nisbah, dan jangka waktu berlakunya

kesepakatan tersebut.

2.2 Jenis-jenis Akad Bagi Hasil

Penerapan prinsip yang digunakan pada sistem bagi hasil, pada umumnya

bank syariah menggunakan kontrak kerjasama pada akad Musyarakah dan

Mudharabah.

1. Musyarakah (Joint Venture Profit & Loss Sharing)

Menurut Antonio (2007) Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua

pihak atau lebih untuk suatu tertentu dimana masing-masing pihak

memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan

resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Dalam

pengertian lain musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau

lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan

kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa

keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan

kesepakatan.

20
2. Mudharabah (Trustee Profit Sharing)

Mudharabah atau qiradh termasuk salah satu bentuk akad syirkah

(perkongsian). Istilah lain mudharabah digunakan oleh orang Irak,

sedangkan orang Hijaz menyebutnya dengan istilah qiradh. Dengan

demikian, mudharabah dan qiradh adalah istilah maksud yang sama.

Mudharabah termasuk juga perjanjian antara pemilik modal (uang dan

barang) dengan pengusaha dimana pemilik modal bersedia membiayai

sepenuhnya suatu usaha/proyek dan pengusaha setuju untuk mengelola

proyek tersebut dengan bagi hasil sesuai dengan perjanjian. Di samping itu

mudharabah juga berarti suatu pernyataan yang mengandung pengertian

bahwa seseorang memberi modal niaga kepada orang lain agar modal itu

diniagakan dengan perjanjian keuntungannya dibagi antara dua belah pihak

sesuai perjanjian, sedang kerugian ditanggung oleh pemilik modal. Oleh

karena itu ada beberapa rukun dan syarat dalam pembiayaan mudharabah

yang harus diperhatikan yaitu:

a. Pelaku (pemilik modal maupun pelaksana usaha). Pelaku akad

mudharabah harus ada minimal dua pelaku. Pihak pertama bertindak

sebagai pemilik modal (shahibul maal), pihak kedua sebagai pelaksana

usaha (mudharib). Syarat keduanya adalah pemodal dan pengelola harus

mampu melakukan transaksi dan sah secara hukum.

b. Objek mudharabah (modal dan kerja), obyek merupakan konsekuensi

logis dari tindakan yang dilakukan oleh para pelaku. Pemilik modal

21
menyerahkan modalnya sebagai obyek mudharabah, sedangkan

pelaksana usaha menyerahkan kerjanya sebagai objek mudharabah.

Modal yang diserahkan berbentuk uang, sedangkan kerja yang

diserahkan bisa berbentuk keahlian, ketrampilan, selling skill,

management skill dan lain-lain.

c. Persetujuan kedua belah pihak (ijab-qabul), "Persetujuan kedua belah

pihak merupakan konsekuensi dari prinsip 'an-taraadhimminkum (sama-

sama rela)” (Q.S. An-Nisa ayat 29). Kedua belah pihak harus secara rela

bersepakat untuk mengikatkan diri dalam akad mudharabah. Si pemilik

dana setuju dengan perannya untuk mengkontribusikan dana dan si

pelaksana usaha pun setuju dengan perannya untuk mengkontribusikan

kerja. Syaratnya adalah melafazkan ijab dari yang punya modal dan

qabul dari yang menjalankannya.

d. Nisbah Keuntungan, “Nisbah adalah rukun yang khas dalam akad

mudharabah, yang tidak ada dalam akad jual beli. Nisbah ini

mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh kedua pihak yang

bermudharabah”. Mudharib mendapatkan imbalan atas kerjanya,

sedangkan shahib al-maal mendapat imbalan atas penyertaan modalnya.

Nisbah keuntungan inilah yang akan mencegah terjadinya perselisihan

antara kedua belah pihak mengenai cara pembagian keuntungan.

22
2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bagi Hasil

Faktor-faktor yang mempengaruhi bagi hasil antara lain sebagai berikut:

1. Investment Rate

Investment rate atau tingkat investasi merupakan persentase dana yang

diinvestasikan kembali oleh bank syariah baik ke dalam pembiayaan

maupun penyaluran dana lainnya. Kebijakan ini diambil karena adanya

ketentuan dari Bank Indonesia, bahwa sejumlah persentase tertentu atas

dana yang dihimpun dari masyarakat, tidak boleh diinvestasikan, akan

tetapi harus ditempatkan dalam giro wajib minimum untuk menjaga

likuiditas bank syariah.

2. Total Dana Investasi

Total dana yang berasal dari investasi mudharabah dapat dihitung dengan

menggunakan saldo minimal bulanan atau saldo harian. Saldo minimal

bulanan atau saldo minimal harian akan digunakan sebagai dasar

perhitungan bagi hasil.

3. Jenis Dana

Penghimpunan dana mudharabah yang dilakukan oleh bank syariah dapat

berupa tabungan mudharabah, deposito mudharabah, dan sertifikat

investasi mudharabah antar bank syariah (SIMA). Setiap jenis dana

investasi memiliki karakteristik yang berbeda-beda sehingga akan

berpengaruh pada besarnya bagi hasil.

23
4. Nisbah

Nisbah adalah persentase tertentu yang disebutkan dalam akad kerja sama

usaha yang telah disepakati antara bank syariah dengan nasabah investor.

2.4 Mekanisme Perhitungan Bagi Hasil

Dalam aplikasinya, mekanisme penghitungan bagi hasil dapat dilakukan

dengan dua macam pendekatan, yaitu :

1. Pendekatan profit sharing (bagi laba)

Profit sharing menurut etimologi Indonesia adalah bagi keuntungan.

Dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba. Profit secara istilah

adalah perbedaan yang timbul ketika total pendapatan (total revenue) suatu

perusahaan lebih besar dari biaya total (total cost). Di dalam istilah lain

profit sharing adalah perhitungan bagi hasil didasarkan kepada hasil bersih

dari total pendapatan setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang

dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut. Pada perbankan

syariah istilah yang sering dipakai adalah profit and loss sharing, dimana

hal ini dapat diartikan sebagai pembagian antara untung dan rugi dari

pendapatan yang diterima atas hasil usaha yang telah dilakukan.

2. Pendekatan revenue sharing (bagi pendapatan).

Revenue (pendapatan) dalam kamus ekonomi adalah hasil uang yang

diterima oleh suatu perusahaan dari penjualan barang-barang (goods) dan

jasa-jasa (services) yang dihasilkannya dari pendapatan penjualan (sales

24
revenue). Dalam arti lain revenue merupakan besaran yang mengacu pada

perkalian antara jumlah out put yang dihasilkan dari kagiatan produksi

dikalikan dengan harga barang atau jasa dari suatu produksi tersebut.

Penghitungan menurut pendekatan ini adalah perhitungan laba didasarkan

pada pendapatan yang diperoleh dari pengelola dana, yaitu pendapatan

usaha sebelum dikurangi dengan biaya usaha untuk memperoleh

pendapatan tersebut.

2.5 Perbedaan Bagi Hasil dan Suku Bunga

Tabel 2.1
Perbedaan Bagi Hasil dan Suku Bunga
Bunga Bagi hasil
Penentuan bunga dibuat pada waktu Penentuan besarnya rasio atau nisbah
akad dengan asumsi harus selalu bagi hasil dibuat pada waktu akad
untung. dengan berpedoman pada kemungkinan
untung atau rugi.
Besarnya persentase berdasarkan Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan
pada jumlah uang yang pada jumlah keuntungan yang diperoleh
dipinjamkan.
Pembayaran bunga tetap seperti Bagi hasil bergantung pada keuntungan
yang dijanjikan oleh pihak nasabah proyek yang dijalankan, Bila usaha
untung atau rugi. merugi, kerugian ditanggung oleh
kedua belah pihak.
Jumlah pembayaran bunga Jumlah pembagian laba meningkat
tidak meningkat. sesuai dengan peningkatan jumlah
pendapatan.
Eksistensi bunga diragukan (kalau Tidak ada yang meragukan
tidak dikecam) oleh semua agama, keabsahan bagi hasil.
termasuk Islam.
Sumber: Antonio, 2007:61

25
D. Mudharabah

1. Definisi Mudharabah

Investasi mudharabah merupakan investasi yang dilakukan oleh pihak

pemilik dana atau pemodal kepada pihak pengguna dana untuk melakukan

suatu usaha. Hasil usaha yang didapatkan oleh pengelola dana atau pengguna

dana akan dibagi dengan pemilik dana dengan pembagian sesuai dengan

kesepakatan.

Menurut Ascarya (2006:60) mudharabah merupakan akad bagi hasil ketika

pemilik dana disebut shahibul maal menyediakan modal 100 persen kepada

pengusaha sebagai pengelola disebut mudharib, untuk melakukan aktivitas

produktif dengan syarat bahwa keuntungan yang dihasilkan akan dibagi di

antara mereka menurut kesepakatan yang ditentukan sebelumnya dalam akad.

Mudharib adalah entrepreneur yang melakukan usaha untuk mendapatkan

keuntungan atau hasil atas usaha yang dilakukan. Shahibul maal sebagai pihak

pemilik modal atau investor, perlu mendapat imbalan atas dana yang

diinvestasikan. Bila usaha yang dilaksanakan oleh mudharib menderita

kerugian, maka kerugian itu ditanggung oleh shahibul maal selama

kerugiannya bukan karena kesalahan yang dilakukan oleh mudharib. Bila

mudharib melakukan kesalahan dalam melaksanakan usaha, maka mudharib

diwajibkan untuk mengganti dana yang diinvestasikan oleh shahibul maal.

26
2. Landasan Syariah

Secara umum, landasan dasar syariah mudharabah lebih mencerminkan

anjuran untuk melakukan usaha. Hal ini tampak dalam ayat-ayat dan hadits

berikut ini:

a. Al-Qur’an

.... ‫ وءاخرون يضربون فى األرض يبتغون من فضل هللا‬...


“... dan dari orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian

karunia Allah SWT....” (Al-Muzzammil:20)

.... ‫فاء ذا قضيت الصلوة فا نتشروا في األرض وابتغوا من فضل هللا‬


“apabila telah ditunaikan shalat, maka betebaranlah di muka bumi dan

carilah karunia Allah SWT dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu

beruntung.” (Al-Jumu’ah:10).

... ‫ليس عليكم جناح أن تبتغوا فضال من ربكم‬


“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan)

dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari ‘Arafat, berdzikirlah

kepada Allah di Masy’arilharam. Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah

sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu

sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat.”

(Al-Baqarah:198).

27
b. Hadits

‫{ عن صالح بن صهيب عن أبيه قال قال رسول هللا صلى هللا عليه و سلم‬
‫ثالث فيهن البركة البيع إلى أجل والمقارضة وأخالط البر بالشعير للبيت ال‬
} ‫للبيع‬
“Dari Shalih bin Shuhaib r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tiga hal

yang di dalamnya terdapat keberkatan: jual beli secara tangguh,

muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk

keperluan rumah, bukan untuk dijual.” (HR Ibnu Majah no. 2280).

3. Jenis-jenis Mudharabah

Jenis-jenis Al-Mudharabah menurut Ismail (2011:86) dikelompokkan

menjadi dua, yaitu:

a. Mudharabah Muthlaqah

Mudharabah muthlaqah merupakan akad perjanjian antara dua pihak yaitu

shahibul maal dan mudharib. Shahibul maal menyerahkan sepenuhnya atas

dana yang diinvestasikan kepada mudharib untuk mengelola usahanya

sesuai dengan prinsip syariah. Shahibul maal tidak memberikan batasan

jenis usaha, waktu yang diperlukan, strategi pemasarannya, serta wilayah

bisnis yang dilakukan. Shahibul maal memberikan kewenangan yang sangat

besar kepada mudharib untuk menjalankan aktivitas usahanya asalkan

sesuai dengan prinsip syariah Islam.

28
b. Mudharabah Muqayyadah

Mudharabah muqayyadah merupakan akad kerja sama usaha antara dua

pihak yaitu shahibul maal dan mudharib. Shahibul maal menginvestasikan

dananya kepada mudharib, dan memberi batasan atas penggunaan dana

yang diinvestasikannya.

4. Bentuk Mudharabah

Adapun bentuk-bentuk mudharabah yang dilakukan dalam perbankan

syariah dari penghimpunan dan penyaluran dana adalah:

a. Tabungan Mudharabah. Yaitu, simpanan pihak ketiga yang penarikannya

dapat dilakukan setiap saat atau beberapa kali sesuai perjanjian.

b. Deposito Mudharabah. Yaitu, merupakan investasi melalui simpanan pihak

ketiga (perseorangan atau badan hukum) yang penarikannya hanya dapat

dilakukan dalam jangka waktu tertentu (jatuh tempo), dengan mendapat

imbalan bagi hasil.

Investasi Mudharabah Antar Bank (IMA) yaitu, sarana kegiatan investasi

jangka pendek dalam rupiah antar peserta pasar uang antar Bank Syariah

berdasarkan prinsip mudharabah dimana keuntungan akan dibagikan kepada

kedua belah pihak (pembeli dan penjual sertifikat IMA) berdasarkan nisbah

yang telah disepakati sebelumnya.

29
5. Manfaat Mudharabah (Antonio, 2007:97-98)

a. Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha

nasabah meningkat.

b. Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan

secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha bank

sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread.

c. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/arus kas

usaha nasabah sehingga tidak memberatkan nasabah.

d. Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-

benar halal, aman, dan menguntungkan karena keuntungan yang konkret

dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan.

e. Prinsip bagi hasil dalam Al-mudharabah/Al-musyarakah ini berbeda dengan

prinsip bunga tetap di mana bank akan menagih penerimaan pembiayaan

(nasabah) satu jumlah bunga tetap berapa pun keuntungan yang dihasilkan

nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.

6. Resiko Mudharabah (Antonio, 2007:98)

a. Side streaming; nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang disebut

dalam kontrak.

b. Lalai dan kesalahan yang disengaja.

c. Penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila nasabahnya tidak jujur.

30
Secara umum, aplikasi mudharabah dapat digambarkan dengan skema berikut

ini:

Gambar 2.1 Skema Al-Mudharabah


perjanjian kerja sama Mudharib /
Shahibul Maal
/ Nasabah Bank Syariah

Modal Tenaga

Proyek usaha

Keuntungan
Bagi hasil pendapatan Bagi hasil

Sumber: Ismail, 2010:85

Keterangan :

1. Mudharib dan shahibul maal melaksanakan kerjasama usaha. Bagi hasil

ditetapkan sesuai dengan prosentase nisbah yang telah diperjanjikan antara

shahibul maal dan mudharib.

2. Shahibul maal menyerahkan modal 100%, artinya semua usaha akan

dibiayai oleh modal milik shahibul maal.

3. Mudharib, sebagai pengusaha atas dasar keahliannya akan mengelola dana

investasi dalam sebuah proyek atau dalam sebuah usaha riil.

31
4. Pendapatan atas hasil usaha proyek tersebut akan dibagi sesuai dengan

nisbah yang telah diperjanjikan.

5. Pada saat jatuh tempo perjanjian, maka modal yang telah diinvestasikan

oleh shahibul maal akan dikembalikan semuanya oleh mudharib kepada

shahibul maal, dan akad mudharabah telah berakhir.

7. Perbedaan Deposito Bank Konvensional dan Deposito Mudharabah Bank

Syariah

Deposito (Time Deposito) merupakan salah tempat bagi nasabah untuk

melakukan transaksi dalam bentuk surat-surat berharga. Pemilik deposito

disebut deposan. Kepada setiap deposan akan diberikan imbalan bunga atas

depositonya. Bagi bank, bunga yang diberikan kepada para deposan,

merupakan bunga yang tertinggi. Jika dibandingkan dengan simpanan giro atau

tabungan. Sehingga deposito oleh sebagian bank adalah sebagai dana modal.

Keuntungan bank dengan menghimpun dana lewat deposito adalah uang

yang tersimpan bisa lebih lama, mengingat deposito memiliki jangka waktu

yang relatif panjang dan frekuensi penarikan juga jaraang. Dengan demikian

bank dapat dengan leluasa untuk menggunakan kredit dana tersebut.

Pengertian Deposito menurut UU No.10 tahun 1998 adalah “Simpanan

yang penyimpan bank. Jika dana tersebut ditarik oleh nasabah sebelum jatuh

32
tempo maka akan dikenakan penalty rate, yang besarnya tergantung dari bank

yang bersangkutan”.

Deposito mudharabah merupakan dana investasi yang ditempatkan oleh

nasabah yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan penarikannya

hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu, sesuai dengan akad perjanjian yang

dilakukan antara bank dan nasabah investor (Ismail, 2011). Deposito mudah

diprediksi ketersediaan dananya karena terdapat jangka waktu dalam

penempatannya. sifat deposito yaitu penarikannya hanya dapat dilakukan

sesuai jangka waktunya, sehingga pada umumnya balas jasa yang berupa

nisbah bagi hasil yang diberikan oleh bank untuk deposito lebih tinggi

dibanding dengan tabungan mudharabah (Ismail, 2011: 91).

Menurut Undang-Undang No.21 Tahun 2008 “deposito adalah investasi

dana berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan

dengan prinsip syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu

tertentu berdasarkan akad antara nasabah penyimpan dan bank syariah dan/atau

UUS”. Deposito merupakan dana yang dapat diambil sesuai dengan perjanjian

berdasarkan jangka waktu yang disepakati. Penarikan deposito hanya dapat

dilakukan pada waktu tertentu

Fatwa DSN No. 03/DSN-MUI/IV/2000 tentang deposito:

Pertama : Deposito ada dua jenis

1. Deposito yang tidak dibenarkan secara syariah, yaitu deposito yang

berdasarkan perhitungan bunga.

33
2. Deposito yang dibenarkan, yaitu deposito yang berdasarkan prinsip

mudharabah.

Kedua : Ketentuan Umum Deposito berdasarkan Mudharabah:

1. Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai shahibul maal atau pemilik

dana, dan bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana.

2. Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai

macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah dan

mengembangkannya, termasuk di dalamnya mudharabah dengan pihak lain.

3. Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan bukan

piutang.

4. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan

dituangkan dalam akad pembukaan rekening.

5. Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional deposito dengan

menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya.

6. Bank tidak diperkenankan untuk mengurangi nisbah keuntungan nasabah

tanpa persetujuan yang bersangkutan.

Dasar penetapan deposito tersebut didasarkan pada QS An-Nisa ayat 29

‫ارةً ع َْن‬
َ ‫ُون تِ َج‬ ِ َ‫ِين آ َ َمنُوا ََل تَأ ْ ُكلُوا أ َ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم ِبا ْلب‬
َ ‫اط ِل ِإ ََّل أ َ ْن تَك‬ َ ‫يَا أَيُّ َها الَّذ‬
)29(‫َان بِ ُك ْم َر ِحي ًما‬ َ ‫َّللاَ ك‬ َّ ‫س ُك ْم إِ َّن‬ َ ُ‫اض ِم ْن ُك ْم َو ََل تَ ْقتُلُوا أَ ْنف‬
ٍ ‫ت َ َر‬
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta

sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dengan jalan

34
perniagaan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan

janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyanyang

kepadamu”. (QS An-Nisa:29).

Dalam hal ini, bank Syariah bertindak sebagai mudharib (pengelola dana),

sedangkan nasabah bertindak sebagai shahibul maal (pemilik dana). Dalam

kapasitasnya sebagai mudharib, bank Syariah dapat melakukan berbagai

macam usaha yang tidak bertantangan dengan prinsip syariah serta

mengembangkannya, termasuk melakukan akad mudharabah dengan pihak

ketiga.

Dengan demikian, bank syariah dalam kapasitasnya sebagai mudharib

memiliki sifat sebagai seorang wali amanah (trustee), yakni harus berhati-hati

atau bijaksana serta beritikad baik dan bertanggung jawab atas segala sesuatu

yang timbul akibat kesalahan atau kelalaiannya. Di samping itu, bank syariah

juga bertindak sebagai kuasa dari usaha bisnis pemilik dana yang diharapkan

dapat memperoleh keuntungan seoptimal mungkin tanpa melanggar berbagai

aturan syariah. Dari hasil pengelolaan dana mudharabah, bank syariah

membagihasilkan kepada pemilik dana sesuai dengan nisbah yang telah

disepakati dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening.

35
E. Penelitian Yang Relevan
Beberapa penelitian yang membahas topik mengenai pengaruh tingkat bagi hasil

deposito bank syariah dan suku bunga deposito bank konvensional terhadap

simpanan deposito mudharabah bank syariah, antara lain :

1. Evi, Muhammad, dan Sri (2014) dengan judul “Pengaruh Tingkat Bagi Hasil

Deposito Bank Syariah dan Suku Bunga Deposito Bank Umum Terhadap

jumlah Simpanan Deposito Mudharabah: Studi Pada PT Bank Syariah Mandiri

Periode 2009-2012. Hasil dari penelitian ini variabel tingkat bagi hasil deposito

bank syariah secara statistik berpengaruh negatif dan signifikan terhadap

simpanan mudharabah di Bank syariah mandiri. Sedangkan, variabel suku

bunga deposito bank umum secara statistik tidak berpengaruh signifikan

terhadap simpanan deposito mudharabah.

2. Ana (2010) dengan judul judul “Pengaruh Tingkat Bagi Hasil dan Suku Bunga

Terhadap Deposito Mudharabah Bank Syariah Mandiri: Studi Kasus Bank

Syariah Mandiri Cabang Ir. H Juanda Bandung)”. Hasil dari penelitian ini

variabel suku bunga deposito bank syariah secara statistik berpengaruh

terhadap simpanan mudharabah di Bank syariah mandiri. Sedangkan, variabel

bagi hasil deposito bank umum secara statistik tidak berpengaruh signifikan

terhadap simpanan deposito mudharabah.

3. Delvin (2010) dengan judul judul “Pengaruh Tingkat Suku Bunga dan Bagi

Hasil Terhadap Deposito Mudharabah: Studi Kasus BPR Syariah Puduarta

36
Insani Medan)”. Hasil dari penelitian ini variabel bagi hasil deposito BPR

secara statistik berpengaruh terhadap simpanan mudharabah. Sedangkan,

variabel suku bunga deposito secara statistik tidak berpengaruh signifikan

terhadap simpanan deposito mudharabah.

F. Kerangka Berfikir
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan masalah, maka dapat disusun

kerangka konseptual penelitian sebagai berikut:

Gambar 2.2 Kerangka KonseptualPenelitian

Tingkat bagi hasil Tingkat suku bunga

(X1) (X2)

Ha1 Ha3 Ha2

Jumlah simpanan
deposito mudharabah

(Y)

37
G. Hipotesis Penelitian
H0₁ : Variabel tingkat bagi hasil deposito bank syariah tidak berpengaruh

terhadap variabel jumlah simpanan deposito mudharabah.

Ha₁ : Variabel tingkat bagi hasil deposito bank syariah berpengaruh terhadap

variabel jumlah simpanan deposito mudharabah.

H0₂ : Variabel tingkat suku bunga deposito bank umum tidak berpengaruh

terhadap variabel jumlah simpanan deposito mudharabah.

Ha₂: Variabel tingkat suku bunga deposito bank umum berpengaruh terhadap

variabel jumlah simpanan deposito mudharabah.

H03 : Variabel tingkat bagi hasil deposito bank syariah dan tingkat suku bunga

deposito bank umum tidak berpengaruh secara simultan terhadap variabel

jumlah simpanan deposito mudharabah.

Ha3 : Variabel tingkat bagi hasil deposito bank syariah dan tingkat suku bunga

deposito bank umum berpengaruh secara simultan terhadap variabel

jumlah simpanan deposito mudharabah.

38
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian

1. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada semester ganjil tahun ajaran 2016/2017 yaitu

antara bulan Oktober 2016 sampai dengan bulan April 2017.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini bertempat di PT Bank Syariah Mandiri (Perseroan Terbatas) yang

beralamat di Wisma Mandiri 1, Jalan MH. Thamrin No. 5, Jakarta 10340 –

Indonesia.

B. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

kuantitatif, yakni penelitian yang menggunakan angka mulai dari pengmpulan

data, penafsiran terhadap data, serta penampilan hasilnya. Kemudian membuat

gambaran mengenai situasi atau kejadian, menerangkan hubungan-hubungan,

menguji hipotesis-hipotesis, membuat prediksi serta mendapatkan makna dan

implikasi dari suatu masalah yang ingin dipecahkan.

39
Menurut Sugiyono (2009:14) metode penelitian kuantitatif dapat diartikan

sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan

untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel

pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan

instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk

menguji hipotesis yang telah ditetapkan.

Dalam penelitian ini menjelaskan hubungan kausal antara variabel bebas

tingkat bagi hasil deposito mudharabah bank syariah (X₁) dan tingkat suku bunga

deposito bank konvensional (X₂) dengan variabel terikat yaitu jumlah simpanan

deposito mudharabah (Y) di PT Bank Syariah Mandiri.

C. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder, yaitu

berupa data jumlah deposito mudharabah yang dihimpun oleh bank syariah

mandiri pada laporan keuangan publikasi bank pada Bank Indonesia dengan

melihat laporan neraca dan laba rugi dari tahun 2010-2015 yang diperoleh dari

situs www.syariahmandiri.co.id. Data jumlah bagi hasil deposito mudharabah

diperoleh dari laporan profit distribution bank syariah mandiri, data tahunan

historis tingkat suku bunga bank umum konvensional dari situs www.bi.go.id.

Metode yang digunakan untuk melakukan pengumpulan data dalam penelitian

ini adalah studi kepustakaan (library research). Data yang diperoleh dari berbagai

40
literatur seperti buku, jurnal, internet dan lain-lain yang berhubungan dengan

aspek penelitian sebagai upaya untuk memperoleh data yang valid.

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek atau subyek

yang mempunyai kualiatas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. (Sugiono: 2014)

Hingga Desember 2015 terdapat 12 bank syariah di Indonesia. Dari 12

bank syariah ini, penelitian difokuskan pada Bank Syariah Mandiri dengan

memperhatikan tingkat bagi hasil deposito mudharabah-nya. Semua nilai dan

besaran data diperoleh dari laporan keuangan PT Bank Syariah Mandiri dan

rata-rata tingkat suku bunga bank umum pada Bank Indonesia yang telah

dipublikasi.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut. Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah

non probability sampling, yaitu merupakan teknik yang tidak memberikan

peluang atau kesempatan yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi

untuk dipilih menjadi sampel. (Sugiyono: 2014).

41
Teknik pengambilan sampel yang dipilih dari metode non probability

sampling adalah purposive sampling, yaitu pengambilan sampel yang telah

ditentukan.

Dalam penelitian ini, sampel yang diambil dan diteliti adalah data

perolehan jumlah simpanan deposito mudharabah, tingkat bagi hasil

PT Bank Syariah Mandiri dan rata-rata tingkat suku bunga bank umum

konvensional pada Bank Indonesia dalam periode laporan tahun 2010-2015.

Alasan memilih bank syariah mandiri disebebkan karena bank syariah mandiri

merupakan salah satu bank umum syariah yang pada tahun 2005 mendapatkan

penghargaan The Fastest Growth of Funding and The Most Profitable Bank

(Ranking 1) dari Karim Business Consuling atas prestasinya sebagai bank

umum syariah terbaik dan tercepat dalam menghimpun dana masyarakat dan

menghasilkan keuntungan yang lebih tinggi dibanding bank syariah lainnya.

Dalam penelitian ini bermaksud untuk mengeneralisasikan hasil penelitian

dengan mengangkat kesimpulan penelitian sebagai sesuatu yang berlaku bagi

populasi. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua

yang ada pada populasi dikarenakan dana, tenaga dan waktu, maka penelitian

dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi tersebut. Apa yang

dipelajari dari sampel tersebut kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk

populasi.

42
E. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data adalah suatu teknik yang digunakan untuk mengolah

hasil penelitian guna memperoleh suatu kesimpulan. Dalam penelitian ini, data

yang telah dikumpulkan akan dianalisis dengan analisis regresi berganda dengan

persamaan kuadrat terkecil biasa atau Ordinary Least Square (OLS). Uji yang

akan digunakan untuk menguji apakah data yang digunakan merupakan data linier

terbaik dan tidak bias (Best Linier Unbiased/BLUE) atau tidak, sedangkan uji

hipotesis dilakukan untuk menguji kebenaran hipotesis berdasarkan data

penelitian. Persamaan umum regresi yang menggunakan lebih dari dua variabel

independen adalah sebagai berikut:

Y = a + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 ... + bn Xn + e

JSD = a + b1 BGHSL + b2 SkBnga

Dimana:

JSD = Jumlah Simpanan Deposito di Bank Syariah Mandiri

BGHSL = Bagi Hasil Deposito Syariah Mandiri

SkBnga = Suku Bunga Deposito Bank Umum

a = Konstanta

b1, b2 = Koefisien Regresi

e = Erorr Term

43
1. Asumsi Klasik

a. Uji Normalitas

Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,

variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Uji

normalitas yang dimaksud dalam asumsi klasik pendekatan OLS adalah data

residual yang dibentuk model regresi linier terdistribusi normal, bukan

variabel bebas ataupun variabel terikatnya. Pengujian terhadap residual

terdistribusi normal atau tidak dapat menggunakan Jarque-Bera Test.

Apabila Probabilitas Jarque-Bera Test hitung lebih besar dari alpha maka

dapat disimpulkan bahwa residual terdistribusi normal dan sebaliknya,

apabila nilainya lebih kecil maka tidak cukup bukti untuk menyatakan

bahwa residual terdistribusi normal.

b. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya

penyimpangan asumsi klasik autokorelasi yaitu korelasi yang terjadi antara

residual pada satu pengamatan dengan pengamatan lain pada model regresi.

Prasyarat yang harus terpenuhi adalah tidak adanya autokorelasi dalam

model regresi. Metode pengujian yang sering digunakan adalah dengan

metode Brusch-Godfrey atau LM (Lagrange Multiplier) Test dan dapat juga

dengan uji Durbin-Watson (uji DW) dengan ketentuan sebagai berikut:

1) Jika d lebih kecil dari dL atau lebih besar dari (4-dL) maka hipotesis

nol ditolak, yang berarti terdapat autokorelasi.

44
2) Jika d terletak antara dU dan (4-dU), maka hipotesis nol diterima,

yang berarti tidak ada autokorelasi.

3) Jika d terletak antara dL dan dU atau diantara (4-dU) dan (4-dL),

maka tidak menghasilkan kesimpulan yang pasti.

c. Uji Heteroskedastisitas

Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model

regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke

pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke

pengamatan lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas dan jika berbeda

disebut Heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya

heteroskedastisitas dengan melihat Grafik Plot antara nilai prediksi variabel

dependen yaitu ZPRED = Regression Standardized Predicted Value dengan

residualnya ZRESID = Regression Standardized Predicted Value. Pada

grafik Scatterplot ada tidaknya pola antara ZPRED dan ZRESID dimana

sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual yang

telah di-studentized. Dalam uji ini digunakan dua metode yaitu Breusch-

Pagan-Godfrey dan Glejser.

d. Uji Linieritas

Linieritas merupakan asumsi awal yang seharusnya ada dalam model regresi

linier. Uji linieritas dapat dengan mudah dilakukan pada regresi linier

sederhana, yaitu membuat scatter diagram darivariabel bebas dan

terikatnya. Apabila scatter diagram menunjukkan bentuk garis lurus maka

45
dapat dikatakan bahwa asumsi linieritas terpenuhi. Untuk regresi linier

berganda, pengujian terhadap linieritas dengan menggunakan Ramsey Reset

Test.

e. Uji Multikolonieritas

Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi

ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Model regresi yang

baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Jika

variabel independen saling berkorelasi, maka variabel-variabel tidak

ortogonal. Untuk menguji ada atau tidak multikolonieritas dalam model

regresi adalah sebagai berikut:

1) Nilai R2 yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris

sangat tinggi.

2) Menganalisis matrik korelasi variabel-variabel independen. Jika antar

variabel independen ada korelasi yang cukup tinggi (umumnya di atas

0,90), maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolonieritas.

3) Multikolonieritas dapat dilihat dari tolerance dan variance inflation

factor (FIV), dengan indikasi jika nilai tolerance ≤ 0,10 atau sama

dengan nilai VIF ≥ 10.

46
F. Pengujian Hipotesis

1. Uji Statistik F

Uji F adalah suatu cara untuk menguji hipotesis nol yang melibatkan lebih dari

satu koefisien dan kerjanya menentukan kecocokan (the overall fit) dari sebuah

persamaan regresi berkurang secara signifikan dengan membatasi persamaan

tersebut untuk menyesuaikan diri terhadap hipotesis nol (Sarwoko, 2005:72).

Hipotesis nol (Ho) yang diuji adalah apakah semua parameter dalam model

sama dengan nol, atau

H0 : b1 = b2 =.......= bk = 0

Artinya apakah semua variabel independen bukan merupakan penjelas yang

signifikan terhadap variabel dependen. Hipotesis alternatifnya (HA) tidak

semua parameter secara simultan sama dengan nol, atau :

HA: b1≠ b2 ≠.......≠ bk ≠ 0

Artinya semua variabel independen secara simultan merupakan penjelas yang

signifikan terhadap variabel dependen. Dan untuk menguji hipotesis ini

digunakan statistik F dengan kriteria pengambilan keputusan yaitu bila nilai F

lebih besar dari pada 4 maka Ho dapat ditolak pada derajat kepercayaan 5%.

Dengan kata lain kita menerima HA (hipotesis alternatif), yang menyatakan

bahwa semua variabel independen secara serentak dan signifikan

mempengaruhi variabel dependen. (Ghozali, 2009:87).

47
2. Uji t-Statistik

Dalam uji t-statistik selain digunakan untuk menguji suatu hipotesis juga untuk

membuat pendugaan interval. Uji t digunakan untuk menguji hipotesis

mengenai nilai parameter, paling banyak 2 populasi dan dari sampel yang

kecil, misalnya n < 100, bahkan n ≤ 30. Selain itu untuk n yang cukup besar (n

≥ 100 atau n > 30) dapat menggunakan distribusi normal sebagai pengganti

tabel t. Adapun hipotesis statistik yang dapat disusun dalam pengujian uji-t

dapat dinyatakan sebagai berikut:

a. Merumuskan Hipotesis

1) Ho = 0, artinya tidak ada pengaruh variabel bebas (Tingkat Suku

Bunga Deposito, dan Tingkat Bagi Hasil Deposito) terhadap variabel

terikat (Simpanan Deposito Mudharabah) secara parsial.

2) Ha ≠ 0, artinya ada pengaruh variabel bebas (Tingkat Suku Bunga

Deposito, dan Tingkat Bagi Hasil Deposito) terhadap variabel terikat

(Simpanan Deposito Mudharabah) secara parsial.

b. Menentukan tingkat signifikasi (α = 5%) dengan degree of freedom (df)

dengan rumus n – k – 1 dengan tujuan untuk menentukan t tabel.

48
c. Menentukan t hitung digunakan rumus:

koefisien regresi b1
t hitung =
standar deviasi b1

d. Membandingkan hasil t hitung dengan t tabel dengan kriteria sebagai

berikut:

 Jika t hitung > t tabel berarti Ho ditolak (Ha diterima).

Artinya terdapat pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel tidak

bebas.

 Jika t hitung ≤ t tabel berarti Ho diterima (Ha ditolak).

Artinya tidak terdapat pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel

tidak bebas.

49

Anda mungkin juga menyukai