Anda di halaman 1dari 20

PENGARUH PENERAPAN GOOD CORPORATE

GOVERNANCE TERHADAP KINERJA KEUANGAN


PERUSAHAAN
(Studi Empirik Pada Perusahaan Perbankan di BEI tahun 2016-
2018)

Nama : Cici Girik Allo


Nim : 932018002

ABSTRAK
TUJUAN Tujuan dari Penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh penerapan Good
Corporate Governance yang diukur dengan nilai komposit peraturan perbankan
No.8/4/PBI/2006 Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Perbankan di BEI periode
tahun 2016-2018.

Konsep Penelitian ini untuk pengujian hipotesis yang dilakukan dengan


menggunakan model regresi liner sederhana untuk mengetahui pengaruh penerapan
GCG yang diukur dengan nilai komposit PBI No. 8/4/PBI/2006 sebagai variabel
independen terhadap kinerja keuangan yang diukur dengan Return On Equity (ROE)
sebagai variabel dependen

Metode Penelitian Metode penelitian adalah menggunakan penelitian kuantitatif.


Pengambilan data bersumber dari laporan keuangan dan tahunan masing-masing
perusahaan perbankan yang ada di Bursa Efek Indonesia tahun 2016-2018. Data
sekunder berupa nilai pemeringkat komposit GCG sesuai dengan peraturan Bank
Indonesia No. 8/4/PBI/2006 yang di laporkan dalam laporan tahunan perusahaan
perbankan periode 2016-2018.
BAB I
PENDAHULUAN

Menghadapi lingkungan bisnis perbankan yang semakin kompetitif


dibutuhkan suatu sistem informasi yang dapat memberikan gambaran mengenai
kinerja perusahaan. Kinerja perusahaan merupakan gambaran akan kondisi
operasional perusahaan dari berbagai aspek, baik menyangkut aspek keuangan,
pemasaran, teknologi, sumber daya manusia dan sebagainya. Umumnya kinerja
perusahaan diukur melalui indikator keuangan. Informasi yang menggambarkan
kinerja keuangan perusahaan disajikan dalam bentuk laporan keuangan. Laporan
keuangan tersebut, memperlihatkan bagaimana perusahaan mengalami pertumbuhan
atau mengalami penurunan kinerja keuangannya.
Kinerja Keuangan adalah penentuan ukuran-ukuran yang dapat mengukur
keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan laba. Dalam mengukur kinerja
keuangan perlu dikaitkan antara organisasi perusahaan dengan pusat
pertanggungjawaban. Dalam melihat organisasi perusahaan dapat diketahui besarnya
tanggungjawab manajer yang diwujudkan dalam bentuk prestasi kerja keuangan.
Salah satu penilaian rasio yang digunakan dalam penilaian kinerja keuangan tersebut
adalah Return On Equity (ROE). Menurut (Tumewu & Alexander, 2018) salah satu
pengukuran kinerja perusahaan adalah ROE berfungsi untuk mengukur profitabilitas
perusahaan dengan menghitung laba bersih perusahaan jika dibandingkan ekuitas
(aset bersih) yang dimiliki. Rasio ini dipengaruhi oleh besar kecilnya utang
perusahaan, apabila proporsi utang perusahaan makin besar maka rasio ini
dipengaruhi oleh besar kecilnya utang perusahaan, apabila proporsi utang perusahaan
makin besar maka rasio ini juga akan makin besar. Dengan demikian maka modal
yang dimiliki oleh perusahaan tidak memberikan laba yang memuaskan bagi
perusahaan. rasio ini digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan dalam mengelola
modal yang tersedia untuk menghasilkan laba setelah pajak.
Menurut laporan world Bank (1999) dalam studi (2012:65), krisis ekonomi
yang terjadi di Asia Timur disebabkan karena penerapan system GCG yang buruk
dikarenakan system kerangka hukum yang lemah, standar akuntansi yang kurang
memadai, praktik perbankan yang buruk, serta kurangnya mempertimbangkan hak
pemegang saham minoritas. Asian Development Bank (2006) dalam Arafat (2011:4)
menyimpulkan bahwa krisis ekonomi yang menimpa Negara-negara ASEAN
disebabkan oleh sistem GCG yang buruk dalam perekonomian. (Taufiq et al., 2014)
Krisis keuangan yang melanda Indonesia tahun 1997 mengakibatkan kritis perbankan
terparah dalam sejarah perbankan nasional, hal itu menjadi pelajaran bagi semua
perusahaan yang ada di indonesia bahwa pentingnya penerapan GCG yang baik dan
efisien. Menurut KNKG (2012:1) pelaksanaan GCG oleh masing-masing bank dapat
berpengaruh terhadap sistem perbankan secara keseluruhan sehingga mampu
menangkal potensi krisis yang mungkin terjadi. Industri perbankan merupakan
industry yang menuntut kepercayaan diri masyarakat dan investor, menurut
Johansyah (2011:1) Bank merupakan bisnis kepercayaan jika kepercayaan itu hilang
maka akan berpengaruh terhadap kondisi perbankan nasional. Untuk menjamin
bahwa bank dikelola oleh orang yang professional maka bank tersebut harus memiliki
aturan guna mengamankan kepentingan stakeholders. Otorisasi Jasa Keuangan (OJK)
menilai tata kelola perusahaan (Good Corporate Governance) merupakan cerminan
bagi perekonomian suatu Negara. Namun sayangnya masih banyak perusahaan di
Indonesia yang belum menerapkan prinsip-prinsip GCG secara berkesinambungan
sehingga berpotensi memicu terjadinya krisis keuangan. Dewan komisaris OJK,
Muliaman D Hadad mengatakan dalam beberapa tahun ini kegagalan implementasi
GCG semakin memperburuk kondisi ekonomi Indonesia. “kegagalan penerapan GCG
menjadi salah satu pemicu krisis keuangan dalam 10 tahun terakhir. Perusahaan
global pernah didenda ratusan juta dolar dari otorisasi setempat larena buruknya
penerapan GCG”, terang dia dalam acara peluncuran Peta Arah GCG Indonesia di
Jakarta, selasa (4/2/2014).
Krisis ekonomi keuangan yang terjadi pada tahun 1997 dan 2008 berdampak
negatif terhadap ekonomi global. Krisis keuangan adalah suatu keadaan dimana suatu
asset dan nilai dari sebuah lembaga – lembaga keuangan mengalami penurunan
dengan cepat. Kirkpatrick (2009), Kumar dan Singh (2013) menemukan bahwa salah
satu penyebab utama terjadinya krisis keuangan adalah kegagalan dalam menjalankan
GCG. Latif, dkk. (2013) menyatakan bahwa GCG berpengaruh signifikan terhadap
kinerja perusahaan. Penerapan GCG akan meningkatkan efisiensi dan efektifitas
kinerja perusahaan (Rashid dan Lodh, 2011). Hal itu disebabkan karena pengaruh dari
factor – factor ekstenal dan internal dari GCG.
Pada tahun 2006 Bank Indonesia mengeluarkan penyempurnaan peraturan
Bank Indonesia tentang penilaian dan kepatutan mutu pengelolaan Perbankan guna
untuk menciptakan suatu industri perbankan yang aman, sehat dan kuat.
Penyempurnaan aturan itu dikeluarkan untuk pemenuhan setiap prinsip – prinsip
perbankan dan penerapan GCG. Berdasarkan peraturan Bank Indonesia No.
13/I/PBI/2011 tentang penilaian tingkat kesehatan Bank umum (Indonesia, 2011).
Bank Indonesia mengatur bahwa pelaksanaan prinsip-prinsip GCG merupakan salah
satu kriteria yang digunakan untuk menilai tingkat kesehatan bank. Penilaian GCG
bank berpedoman pada peraturan Bank Indonesia No. 8/4/PBI/2006 tentang
pelaksanaan GCG bagi Bank umum (Bank Indonesia, 2009). Penilaian tersebut
dilakukan secara mandiri (self assessment) dengan membandingkan pemenuhan
setiap indikator/kriteria dengan kondisi bank berdasarkan data informasi yang
relevan. Penilaian mandiri dilaksanakan minimal 1 (satu) kali dalam setahun.
(Supriatna & M. Kusuma, 2018) Mengatakan bahwa Di Indonesia, perlu
dilakukan pengawasan terhadap perusahaan pada sektor keuangan. Hal ini
dimaksudkan agar perusahaan di Indonesia dapat memiliki suatu system keuangan
yang sehat. Perusahaan pada sector keuangan ini perlu diawasi juga untuk dapat
melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat (Otorisasi Jasa keuangan 2014).
Menurut Otorisasi Jasa Keuangan (2014), Upaya pengawasan terhadap perusahaan
pada sektor keuangan ini dapat diwujudkan dengan adanya implementasi praktik tata
kelola perusahaan atau Good Corporate Governance yang diterapkan pada perusahaan
agar dapat meningkatkan kinerja perusahaan baik secara finansial maupun opersional
(Otorisasi Jasa Keuangan 2014). Dalam pengawasan terhadap perusahaan perbankan
tersebut diharapkan dapat diwujudkan dengan adanya praktik penerapan tata kelola
perusahaan. dengan adanya pengawasan tersebut dalam penerapan GCG pada setiap
perusahaan diharapkan dapat memperbaiki dan meningkatkan kinerja suatu
perusahaan secara finansial maupun operasional. Sehingga banyak peneliti yang
berfokus pada penerapan GCG terhadap suatu perusahaan.
Variabel nilai komposit PBI No.8/4/PBI/2006 pada penelitian Nizhamulla
(2014) memiliki hubungan negative terhadap kinerja keuangan yang diukur dengan
ROA. Pada penelitian Dhaniel Syam dan Taufik Najda (2012) pengukuran variabel
GCG yaitu menggunakan nilai komposit peringkat kualitas penerapan GCG, Hasil
penelitian ini menunjukan bahwa kualitas penerapan GCG tidak berpengaruh
terhadap tingkat pengembalian yang diukur dengan ROA pada bank umum syariah.
Berdasarkan pemikiran tersebut, maka dilaksanakan penelitian ini dengan
judul: “Pengaruh Penerapan Good Corporate Govenance terhadap Kinerja
Keuangan pada Perusahaan Perbankan di BEI Tahun 2016-2018”.

RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan
masalah yang akan diteliti adalah apakah dalam penerapan Good Corporate
Governance yang akan diukur dengan nilai komposit PBI No. 8/4/PBI/2006 terhadap
kinerja keuangan yang akan diukur menggunakan ROE pada perusahaan perbankan
nasional di Bursa Efek Indonesia ?

TUJUAN DAN MANFAAT


1. Tujuan
untuk menguji pengaruh penerapan Good Corporate Governance yang diukur
dengan nilai komposit peraturan perbankan No.8/4/PBI/2006 Terhadap Kinerja
Keuangan Perusahaan Perbankan di BEI periode tahun 2016-2018.

2. Manfaat
a. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi sarana pemikiran dalam pengembangan
ilmu pengetahuan dibidang akuntansi, khususnya dalam konsep GCG pengaruh
dan penerapanya terhadap kinerja keuangan dalam suatu perusahaan perbankan.
Pemahaman tentang hal – hal yang dapat dijadikan sebagai landasan pemikiran
dalam mengembangkan konsep teoriti untuk mengatasi kesenjangan teoritis dan
empiris dalam penerapan, control, penilaian dan evaluasi pelaksanaan GCG pada
perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

b. Manfaat Praktis
 Bagi Mahasiswa
Memberikan manfaat bagi para mahasiswa dalam memahami pengaruh penerapan
GCG dalam suatu perusahaan yang diukur dengan komposit PBI terhadap kinerja
keuangan suatu perusahaan
 Bagi Perusahaan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi semua
perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia mengenai
pentingnya penerapan tata kelola yang baik dan efisien, guna untuk
melaksanakan tanggung jawab dan kewajiban social dalam suatu perusahaan.
BAB II

Telaah Literatur

I. Teori Keagenan
Jensen dan Mecling (1976) , mengemukakan bahwa hubungan agensi
sebagai kontrak diantara satu atau lebih prinsipal (pemilik perusahaan) dengan
manajer (agen) untuk menjalankan kewenangan perusahaan atas nama
prinsipal. Agen mungkin saja bertindak tidak sesuai kepentingan pemilik
perusahaan. Prinsipal dapat mengurangi perbedaan kepentingan antara agen
dan prinsipal dengan cara membuat sistem insentif yang dapat mengakomodir
kepentingan agen. Untuk membatasi tindakan agen, prinsipal harus
mengeluarkan biaya pengawasan dan mendesain sistem pengawasan yang
efektif.
Teori – teori yang melandasi pengertian mengenai perusahaan sebagai
tempat penerapan Corporate Governance (tata kelola perusahaan).
perusahaan/korporasi dapat dipandang dari dua teori, yaitu
a) Teori pemegang saham (shareholding theory), dan
b) Teori stakeholder (stakeholding Theory)
Shareholding Theory menyatakan bahwa perusahaan didirikan dan
dijalankan untuk tujuan memaksimumkan kesejahteraan pemilik/pemegang
saham sebagai akibat dari investasi yang dilakukannya. Sementara itu
Stakeholding Theory, menyatakan bahwa perusahaan adalah organ yang
berhubungan dengan pihak lain yang berkepentingan, baik yang ada di dalam
maupun di luar perusahaan.
Corporate Governance berkaitan dengan bagaimana para stakeholder
(principal) mendapatkan jaminan dan keyakinan bahwa manajer perusahaan
(agent) akan memberikan keuntungan bagi mereka dan tidak
menyalahgunakan wewenang atau menginvestasikan modal ke dalam proyek
yang tidak menguntungkan. Dalam artian sempit, teori keagenan sebagai dasar
penerapan corporate Governance diharapkan dapat berfungsi untuk atau
menurunkan biaya keagenan dan sebagai rujukan bagaimana para investor
mengontrol para manajer.

II. Pengertian Good Corporate Governance (GCG)


Good Corporate Governance (GCG) merupakan sebuah konsep yang
diterapkan oleh perusahaan dalam mengendalikan kegiatan operasional untuk
mencapai tujuan yang telah dibuat perusahaan yang mana dalam
pelaksanaanya tidak lepas dari organ perusahaan (Direksi, Dewan Komisaris,
RUPS). Pelaksanaan GCG diindonesia diatur oleh Komite Nasional
Kebijakan Governance (KNKG) dalam pedoman umum Good Corporate
Governance.
GCG pada dasarnya berkaitan dengan semua pemangku kepentingan
(stakeholder) yang berusahan memastikan bahwa para manajer dan karyawan
internal lainnya dalam mengambil langkah yang tepat / mekanisme untuk
melindungi para kepentingan stakeholder. GCG juga menindaklanjuti
bagaimana para pemegang saham, kepentingan manajemen dan dewan direksi
dalam menentukan arah dan kinerja suatu perusahaan.

1.1.1 Mekanisme GCG


Menurut sutedi (2012) mekanisme Good Corporate Governance mekanisme
eksternal dan internal perusahaan diantaranya :
a. Mekanisme eksternal
Mekanisme eksternal dipengaruhi oleh faktor eksternal perusahaan yang
meliputi investor, akuntan publik, pemberi pinjaman dan lembaga yang
mengesahkan legalitas.
b. Mekanisme Internal
Mekanisme Internal dipengaruhi oleh factor internal perusahaan yang
meliputi kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, dewan
komisaris independen, dan komite audit.
1. Kepemilikan Institusional
Pemegang saham institusional adalah pemegang saham perusahaan
oleh pemerintah, institusi keuangan, institusi berbadan hukum,
institusi luar negeri, dana perwalian dan intitusi lainnya. Kepemilikan
institusional dalam suatu perusahaan akan mendorong peningkatan
dalam pengawasan terhadap kinerja manajemen.
2. Kepemilikan Manajerial
Kepemilikan manajerial merupakan jumlah saham yang dimiliki oleh
manajemen perusahaan. kepemilikan manjerial dapat diukur dengan
menghitung presentase saham yang dimiliki oleh manajemen
perusahaan dengan seluruh jumlah saham perusahaan yang beredar.
Salah satu mekanisme corporate governance yang dapat digunakan
untuk mengurangi agency cost adalah dengan meningkatkan
kepemilikan saham oleh manajemen. Jensen dan Meckling (1976)
dalam dalam setiawan (2209), menyatakan bahwa kepemilikan saham
perusahaan oleh manajemen dapat menyetarakan kepentingan
pemegang saham perusahaan oleh manajemn dapat menyetarakan
kepentingan antara pemegang saham dan manajer dapat dikurangi.
Dari sudut pandang teori akuntansi, manajemen laba sangat ditentukan
oleh motivasi manajer perusahaan.
3. Dewan Komisaris Independen
Dewan komisaris sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggung
jawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberikan
nasihat kepada direksi serta memastikan bahwa perusahaan
melaksanakan good corporate governance. Namun, dewan komisaris
tidak boleh turut serta dalam mengambil keputusan operasional.
Kedudukan masing – masing anggota dewan komisaris termasuk
komisaris utama adalah setara.
4. Komite Audit
Sesuai dengan Kep.29/PM/2004 komite audit adalah komite yang
dibentuk oleh dewan komisaris dalam rangka membantu
melaksanakan tugas dan fungsinya. Keberadaan komite audit sangat
penting bagi pengelolaan perusahaan. komite audit merupakan
komponen baru dalam system pengendalian perusahaan. selain itu
komite audit dianggap sebagai penghubung antara pemegang saham
dan dewan komisaris dengan pihak manajemen dalam menangani
masalah pengendalian. Berdasarkan surat edaran BEI, SE-008/BEJ/12-
2001 mengatakan bahwa keanggotaan komite audit terdiri dari
sekurang – kurangnya tiga (3) orang termasuk ketua komite audit.
Anggota komite yang berasal dari komisaris hanya sebanyak satu
orang, Anggota komite yang berasal dari komisaris tersebut
merupakan komisaris independen perusahaan tercatat sekaligus
menjadi ketua komite audit. Anggota lain yang bukan merupakan
komisaris independen harus berasal dari pihak eksternal yang
independen. Tugas komite audit mencakup menurut Tunggl 2002
dalam setiawan (2009) :
a) Meningkatkan disiplin korporat dan lingkungan pengendalian
untuk mencegah kecurangan dan penyalahgunaan.
b) Memperbaiki mutu dalam pengungkapan pelaporan keuangan.
c) Memperbaiki ruang lingkup, akurasi dan efektivitas biaya dari
audit eksternal dan independensi dan obyektivitas dari auditor
eksternal.
1.1.1. Prinsip – Prinsip GCG
Lima prinsip – prinsip GCG oleh OECD ( Organization for Economic
Cooperation dan Development), yaitu :
1. Transparancy adalah sebuah keterbukaan informasi, yaitu perusahaan
lebih terbuka dalam hal pengungkapan suatu informasi baik secara
material maupun relevan menganai suatu perusahaan.
2. Accountability adalah sebuah pertanggungjawaban, kejelasan fungsi,
struktur terhadap tiap tindakan keputusan dan kebijakan dalam suatu
perusahaan pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.
3. Responsibility,adalah sebuah kepatuhan perusahaan terhadap peraturan
yang berlaku.
4. Indenpendency adalah menjadi syarat agar suatu perusahaan dapat
dikelola secara professional tanpa adanya benturan kepentingan dari pihak
manapun yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku
5. Fairness adalah sebuah kesetaraan dan kewajaran yang adil dalam
memenuhi hak stakeholder atau pemangku kepentingan sesuai dengan
aturan perundangan yang berlaku

1.1.2. Tujuan dan Manfaat GCG


GCG memiliki arti penting dalam menjalankan organisasi bisnis. Dalam
menjalankan bisnis tersebut, Good Corporate Governance mempunyai tujuan
utama yaitu melindungi hak dan kepentingan para stakeholder (pemangku
kepentingan), pemegang saham dan non pemegang saham, meningkatkan nilai
suatu perusahaan, serta meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja Dewan
pengurus dan manajemen perusahaan.
Dengan menerapkan Corporate governance akan memberikan manfaat
sebagai berikut :
1. Peningkatan kinerja perusahaan melalui supervise atau pemantauan
kinerja manajemen dan adanya akuntanbilitas manajemen terhadap
pemangku kepentingan lainnya, berdasarkan kerangka aturan dan
peraturan yang berlaku.
2. Memberikan acuan terhadap pengawasan yang efektif sehingga tercipta
mekanisme cheks dan balance pada suatu perusahaan.

1.1.3. Pedoman GCG


Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (GCG) setelah berhasil
menetapkan pedoman Good Corporate Governance (GCG) setelah
melakukan pembahasan dengan melibatkan masyarakat luas. Menurut KNKG,
cara untuk mengembangkan kerangka kerja dalam pelaksanaan GCG, yaitu :
1. Pedoman bagi pengelolaan perusahaan yang baik telah diajukan kepada
pemerintah sebagai inisiatif dan sector swasta untuk dipergunakan sebagai
acuan dan referansi dalam mengatur berbagai macam sector – sector
swasta, profesi – profesi penunjang dan bahan pelatihan bagi para
manajer.
2. Pedoman bagi pengelolaan perusahaan yang baik akan di terapkan seperti
halnya standar dalam industri (contohnya ISO 9000). Sebagai tambahan,
para pembuat peraturan akan mengambil bagian – bagian dari pedoman
bagi pengelolaan perusahaan yang baik bagi penerapan peraturan –
peraturan sektoral.
3. Lembaga pemeringkat independen akan melakukan pemeringkatan
kepatuhan perusahaan sebagai bagian dari mekanisme pengontrolan oleh
public.
Dengan adanya pedoman GCG maka suatu perusahaan lebih terarah dalam
penerapan good corporate governance yang lebih efisien.

1.1.4. Faktor – faktor yang Mempengaruhi GCG


Good Corporate Governance memiliki dua (2) factor yang mempengaruhi
penerapannya dalam suatu perusahaan yaitu :
1. Faktor Internal
a. Terdapatnya budaya perusahaan (corporate Culture) yang mendukung
penerapan good corporate governance dalam mekanisme dan system
kinerja manajemen perusahaan.
b. Berbagai peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan perusahaan yang
mengacu pada penerapan nilai – nilai Good Corporate Governance
c. Manajemen pengendalian resiko perusahaan juga didasarkan pada
kaidah – kaidah Good Corporate Governance
d. Terdapatnya system audit (pemeriksaan) yang efektif dalam
perusahaan untuk menghindari setiap penyimpangan yang mungkin
terjadi.
e. Adanya keterbukaan informasi bagi public untuk mampu memahami
setiap gerak dan langkah manajemen dalam perusahaan sehingga
kalangan public dapat memahami dan mengikuti setiap derap langkah
perkembangan dan dinamika perusahaan dari waktu ke waktu.
2. Faktor Eksternal
a. Terdapat system hukum yang baik sehingga mampu menjamin
berlakunya supermasi hukum yang konsisten an efektif.
b. Dukungan pelaksanaan Good Corporate Governance dari sector
publik/lembaga pemerintahan yang diharapkan dapat pula
melaksanakan Good Governance dan clean Government.
c. Terdapatnya contoh pelaksanaan Good Governance yang tepat (best
practices) yang dapat menjadi standar pelaksanaan good corporate
governance yang efektif dan professional, dengan kata lain sebagai
benchmark (acuan)
d. Terbangunnya system tata social yang mendukung penerapan good
corporate governance dimasyarakat.
e. Semangat atau sentimen anti korupsi yang berkembang dilingkungan
public dimana perusahaan beroperasi disertai perbaikan masalah
pendidikan dan perluasan peluang kerja.

1.1.5. GCG Pada Perbankan Indonesia


Pada tahun 1997 indonesia mengalami krisis keuangan perbankan
terparah dalam sejarah perbankan nasional, hal itu disebabkan keran
kegagalan implementasi tata kelola perusahaan yang semakin buruk. Kejadian
tersebut menjadi suatu pembelajaran bagi perusahaan perbankan yang ada di
Indonesia bahwa betapa penting pengelolaan bank secara prudential dan
transparan. Sehingga masing – masing bank memiliki kesadaran untuk
mengembangkan suatu perusahaan melalui penerapan atau pelaksanaan Good
Corporate governance . pelaksanaan GCG dalam perbankan secara
keseluruhan bisa menjadi penangkal potensi krisis yang mungkin terjadi
dalam suatu perusahaan. sehingga Bank Indonesia mengeluarkan
penyempurnaan suatu aturan tentang penilaian dan kepatutan mutu
pengelolaan perbankan sehingga akan meciptakan industri perbankan yang
aman, sehat dan kuat.
Otorisasi Jasa Keuangan (OJK) menilai tata kelola perusahaan (good
corporate governance) merupakan cerminan bagi perekonomian suatu Negara.
Tetapi di Indonesia masih banyak perusahaan yang belum menerapkan prinsip
– prinsip GCG secara berkesinambungan sehingga berpotensi memicu
terjadinya krisis keuangan. Ketua Dewan Komisaris OJK, Muliaman D Hadad
(dalam kompas 2014) mengatakan bahwa dalam beberapa tahun ini kegagalan
implementasi GCG semakin memperburuk kondisi ekonomi Indonesia.
Muliaman mengakui betapa pentingnya penerapan GCG secara baik dan
berkelanjutan. Dengan penerapan GCG yang baik kita bisa melakukan
manajemen perusahaan secara handal , meminimalisir resiko, menjaga standar
kualitas suatu produk dan membuat suatu perusahaan menjadi lebih efisien
1.1.6. Pengaruh Penerapan Good Corporate Governance Terhadap
Kinerja keuangan
Menurut Baidaie (dalam Nizhamulla 2014), kinerja perusahaan tidak
hanya ditentukan oleh kinerja keuangannya tetapi juga ditentukan sejauh
mana keseriusannya dalam menerapkan good corporate governance, FCGI
(Forum for Corporate Governance in Indonesia) bekerja sama dengan Asian
Development Bank dan Pricewaterhouse Coopers telah mengembangkan
suatu penilaian mendiri (self assessment) sebagai alat untuk membantu
perusahaan – perusahaan di Indonesia menilai pelaksanaan GCG nya.
Khusus bank, penilaian mandiri (self assessment) GCG berpedoman pada
Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 8/4/PBI/2006 tentang pelaksanaan GCG
bagi bank umum, maka setiap bank umum yang beroperasi di Indonesia
diharuskan melakukan self assessment terhadap pelaksanaan GCG minimal 1
(satu) kali dalam setahun dan hasil self assessment tersebut merupakan
bagian dari laporan pelaksanaan GCG. Penilaian mandiri menurut PBI No.
8/4/PBI/2006 meliputi :
1. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris
2. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dewan direksi
3. Kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite
4. Penanganan benturan kepentingan
5. Penerapan fungsi kepatuhan bank
6. Penerapan fungsi audit intern
7. Penerapan fungsi audit ekstern
8. Fungsi manajemen risiko termasuk system pengendalian intern
9. Penyediaan dana kepada pihak terkait dan debitur besar
10. Transparansi kondisi keuangan dan non keuangan Bank, laporan
pelaksanaan GCG dan pelaporan internal
11. Rencana strategis bank
Penilaian yang dilakukan secara mandiri dimana suatu perusahaan
melakukan perbandingan atas setiap pemenuhan kriteria / indicator yang
terdapat dalam aturan PBI no.8/4/PBI/2006 dengan kondisi bank dengan
melihat data dan informasi yang relevan, berdasarkan hasil dari perbandingan
tersebut maka ditetapkan peringkat masing – masing indicator. Penilaian
tersebut dilakukan minimal 1 (satu) kali dalam setahun. Penilaian dari
komposit PBI ini menunjukkan bahwa semakin kecil nilai komposi maka
semakin baik penerapan GCG dalam suatu perusahaan.

III. Kinerja Keuangan Perusahaan


Kinerja keuangan merupakan suatu gambaran yang dihasilkan oleh
suatu perusahaan atas keberhasilan yang telah dicapai atas aktivitas
perusahaan yang telah dilakukan. Dapat dijelaskan bahwa kinerja keuangan
adalah suatu alat analisis yang digunakan untuk melihat sejauh mana suatu
perusahaan telah melaksanakan aturan – aturan pelaksanaan keuangan secara
baik dan benar (Fahmi, 2012:2).
Kinerja perusahaan bisa dikatakan sebagai suatu kegiatan yang formal
dalam pelaksanaannya dalam suatu perusahaan untuk mengevaluasi
efektivitas dari suatu aktivitas perusahaan yang telah dilaksanakan pada
periode waktu tertentu. Menurut Sucipto (2003:6) pengertian kinerja
keuangan adalah “penentuan ukuran-ukuran tertentu yang dapat mengukur
keberhasilan suatu organisasi atau perusahaan dalam menghasilkan laba”.
Dengan demikian pengertian kinerja adalah suatu usaha formal yang
dilaksanakan perusahaan untuk mengevaluasi efisien dan efektivitas dari
aktivitas perusahaan yang telah dilaksanakan pada periode waktu tertentu
(Hanafi, 2007:69).
Salah satu rasio pengukuran yang digunakan dalam mengukur kinerja
keuangan perusahaan untuk menentukan kesehatan bank adalah Return On
equity (ROE), ROE adalah rasio profitabilitas yang berfungsi sebagai
kemampuan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba.

IV. Kinerja keuangan yang Diukur dengan ROE


Kinerja keuangan mengukur kinerja suatu perusahaan dalam
memperoleh laba dan nilai pasar. Ukuran kinerja perusahaan biasanya
diwujudkan dalam profitabilitas, pertumbuhan dan nilai pememgang saham.
Dari pengertian diatas perusahaan yang dapat / mampu mengelola modal yang
dimiliki dengan baik maka dapat menciptakan Value Added serta mampu
menciptakan keunggulan yang kompetitif dengan melakukan inovasi,
penelitian dan pengembangan yang akan mempengaruhi peningkatan suatu
kinerja keuanggan perusahaan. pengukuran Return On Equity (ROE) dapat
menunjukkan kemampuan mengukur suatu perusahaan dalam menghasilkan
laba dengan menggunakan modal sendiri. Rasio ini dipengaruhi oleh besar
kecilnya hutan perusahaan semakin tinggi ROE semakin efektif dan efisien
manajemen suatu perusahaan sehingga semakin tinggi pula kinerja maka
semakin tinggi laba yang diperoleh perusahaan. ROE berpengaruh positif
terhadap laba perusahaan. Rasio Return on Equity dapat dihitung
menggunakan rumus sebagai berikut :
ROE = laba setelah bunga dan pajak x 100%
Modal Sendiri

Nilai Return On Equity yang positif menunjukkan baiknya kinerja


manajemen dalam mengelola modal yang ada untuk menghasilkan laba.
Menurut Chrisna dalam Andri Veno (2015) kenaikan ROE biasanya diikuti
oleh kenaikan harga saham perusahaan yang bersangkutan. Semakin tinggi
ROE berarti semakin efisien pengguna modal sendiri yang dilakukan oleh
pihak manajemen perusahaan untuk menghasilkan keuntungan bagi pemegang
saham. semakin tinggi rasio ROE maka semakin baik produktifitas modal
sendiri dalam memperoleh laba setelah pajak. Rasio ini dipengaruhi oleh besar
kecilnya hutang perusahaan, apabila proporsi hutang semakin besar maka
rasio ini akan semakin besar dengan asumsi bahwa hasil investasi perusahaan
lebih besar dari biaya hutang.

V. Peraturan Bank Indonesia No. 8/4/PBI/2006


Menurut PBI (Peraturan bank Indonesia) Nomor 8/4/PBI/2006 tentang
Governance adalah suatu tata kelola Bank yang menerapkan prinsip – prinsip
keterbukaan (transparency), akuntanbilitas (accountability),
pertanggungjawaban (responsibility), indenpendesi (indenpendency), dan
kewajaran (fairness). Dalam PBI juga diatur bahwa pelaksanaan prinsip –
prinsip Good Corporate Governance setidaknya diwujudkan dalam :
a. pelaksanaan tugas dan tanggungjawab dewan komisaris dan Direksi,
b. kelengkapan pelaksanaan tugas komite – komite dan satuan kerja yang
menjalankan fungsi pengendalian intern bank,
c. penerapan fungsi kepatuhan, audit internal dan auditor eksternal,
d. penerapan manajemen risiko, termasuk system pengendalian intern,
penyediaan dana kepada pihak terkait dan penyediaan dana kepada pihak
terkait dan penyediaan dana besar,
e. rencana strategis bank,
f. transparansi kondisi keuangan dan non keuangan Bank.

VI. Penelitian Terdahulu


Penelitian tentang pengaruh Penerapan Corporate Governance
terhadap kinerja perusahaan telah banyak dilakukan. Salah satu penelitian
terdahulu adalah Iqbal Bukhori, Raharja (2012) yang merumuskan tentang
pengaruh Good Corporate Governance dan ukuran perusahaan terhadap
kinerja perusahaan. dalam penelitiannya tersebut, Iqbal Bukhori,Raharja
(2012) menggunakan variabel Independen yaitu jumlah dewan direksi, jumlah
dewan komisaris dan ukuran perusahaan dan Kinerja perusahaan sebagai
variabel dependen. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah direksi,
jumlah dewan komisari dan ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap
kinerja perusahaan. Penelitian ini mempunyai persamaan variabel kinerja
keuangan perusahaan tetapi kinerja keuangan perusahaan yang diukur dengan
menggunakan ukuran jumlah dewan direksi, jumlah dewan komisaris dan
ukuran perusahaan.
Nurcahyani, dkk (2012) meneliti tentang pengaruh penerapan GCG
dan kepemilikan institusional terhadap kinerja keuangan (studi pada
perusahaan peserta CGPI yang terdaftar di BEI tahun 2009-2011). Hasil
penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa GCG dan kepemilikan
Institusional memiliki pengaruh baik terhadap ROE maupun ROA. Penelitian
ini mempunyai persamaan variabel good corporate governance (GCG), dan
Return on Equity (ROE) akan tetapi pengukuran variabel GCG di ukur
dengan menggunakan skor corporate Governance perception index (CGPI).
Dhaniel Syam dan Taufik Najda (2012) Penelitian yang dilakukan
memiliki topik Good Corporate Govermance (GCG). Variabel dependen yang
dipakai yaitu tingkat pengembalian dan resiko pemniayaan sedangkan
variabel independen menggunakan Kualitas penerapan GCG yang diukur
dengan nilai komposit peringkat kualitas penerapan GCG bank. Populasi
dalam penitian ini adalah semua perusahaan bank umum syariah selama tahun
2010. Sampel data yang digunakan 7 perusahaan. Alat analisis yang dipakai
untuk pengujian hipotesis yaitu analisis regresi sederhana. Hasil penelitian ini
menunjukan bahwa kualitas penerapan GCG tidak berpengaruh terhadap
tingkat pengembalian yang diukur dengan ROA pada bank umum syariah.
Kualitas penerapan GCG berpengaruh negatif signifikan terhadap resiko
pembiayaan pada bank umum syariah. Mempunyai persamaan pengukuran
variabel GCG yaitu menggunakan nilai komposit peringkat kualitas penerapan
GCG berdasarkan kesesuaian pelaksanaan aspek GCG oleh bank 9 dengan
faktor-faktor penilaian yang telah ditetapkan Bank Indonesia. Peneliti saat ini
menggunakan populasi perusahaan perbankan yang terdaftar di bursa efek
Indonesia.
Nizhamulla (2014) yang merumuskan tentang pengaruh penerapan
GCG terhadap kinerja perusahaan. dalam penelitiannya Nizhamulla (2014)
menggunakan variabel independen (Nilai Komposit PBI No. 8/4/PBI/2006)
dan Variabel dependen (kinerja keuangan yang diukur dengan ROA). Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa penerapan GCG (Good Corporate
Governance) berpengaruh terhadap kinerja keuangan perbankan, perusahaan
perbankan yang secara konsisten menerapkan prinsip – prinsip GCG akan
mimiliki kinerja keuangan yang membaik. Nilai pemeringkat komposit GCG
yang diukur berdasarkan peraturan Bank Indonesia No. 8/4/PBI/2006
berpengaruh terhadap kinerja keuangan yang diukur dengan ROA (Return on
Aset) dan memiliki hubungan yang negative. Penelitian ini mempunyai
persamaan variabel good corporate governance (GCG) yang diukur dengan
peraturan Bank Indonesia No.8/4/PBI/2006 tetapi dalam pengukuran kinerja
keuangan perusahaan menggunakan pengukuran Return on Aset (ROA).
Valentino Ardian Perdana (2017) juga melakukan penelitian yang
serupa dengan objek perusahan perbankan . penelitian ini merumuskan
pengaruh penerapan GCG terhadap kinerja keuangan pada perusahaan
perbankan. Variabel dependen dari penelitian ini adalah kinerja keuangan
akan digunakan patokan dengan ROA, ROE dan Z-core dimana variabel
dependen ini diukur melalui internal corporate governance index
(karakteristik perusahaan dan organisasi, manajemen risiko, kerangka
pengendalian internal, komite audit dan transparansi), dewan direksi, dan
struktur kepemilikan asing. Sampel penelitian ini menggunakan perusahaan
yang bergerak dibidang perbankan yang terdaftar di BEI selama periode 2013-
2016. Hasil penelitian Valentino Ardian Perdana (2017) menyatakan bahwa
ICGI memberikan pengaruh negative terhadap kinerja keuangan yang dinilai
dengan ROA, ROE dan Z-core, ukuran dewan direksi memberikan pengaruh
terhadap kinerja keuangan yang diukur dengan ROA,ROE, dan berpengaruh
negative terhadap Z-core, struktur kepemilikan asing memberikan pengaruh
negative terhadap kinerja keuangan yang dinilai dengan ROA,ROE dan Z-
core. Penelitian ini mempunyai persamaan variabel kinerja keuangan dan
ROE tetapi pengukuran kinerja keuangan di ukur dengan ukuran dewan
komisaris dan struktur kepemilikan asing.

Anda mungkin juga menyukai