Anda di halaman 1dari 46

PENGARUH GCG TERHADAP KINERJA KEUANGAN

DENGAN UKURAN PERUSAHAAN SEBAGAI


MODERISASI PADA PERUSAHAAN PERBANKAN
YANG TERDAFTAR DI BEI 2018 – 2022

PROPOSAL TESIS

WIRDAWATI

NIM : B 2092221017

PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK

2023
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Keberhasilan suatu perusahaan dan pemberian keputusan ekonomi merupakan

aspek-aspek yang mempengaruhi para investor dan kreditur dalam melihat

bagaimana kinerja keuangan dari suatu perusahaan. Salah satu faktor yang

mempengaruhi nilai perusahaan adalah kinerja keuangan. Tujuan diadakannya

pengukuran kinerja suatu perusahaan adalah untuk mengetahui tingkat likuiditas,

solvabilitas rentabilitas, dan stabilitas. Pengukuran kinerja keuangan ini dapat

memberikan penilaian atas bagaimana pengelolaan asset perusahaan oleh

manajemen. Manajemen perusahaan juga dituntut untuk mengevaluasi dan

memperbaiki kinerja keuangan yang dirasa tidak sehat. Kinerja keuangan adalah

suatu upaya berupa analisis yang dilakukan guna melihat sejauh mana perusahaan

telah melaksanakan dengan aturan pelaksanaan keuangan yang baik dan benar.

Sejalan dengan pernyatan tersebut, (Fajrin dan Laily 2016) menjelakan bahwa

unsur dari kinerja keuangan perusahaan adalah unsur yang memiliki keterkaitan

secara langsung dengan pengukuran performance financial yang tersaji dalam

laporan laba rugi, dan penghasilan bersih yang menjadi dasar tolak ukur kinerja

dan tolak ukur lainnya. Dalam perusahaan, pelaporan keuangan merupakan

cerminan dari kinerja suatu perusahaan. Hal tersebut menandakan jika perusahaan

tersebut telah menerapkan Good Corporate Governance.

1
2

Tata Kelola perusahaan (Good Corporate Goverannce) merupakan Upaya

perusahaan untuk menciptakan pola hubungan yang kondusif antar pemangku

kepentingan dalam perusahaan. Hubungan kondusif antar stakeholder tersebut

adalah prasyarat dalam mewujudkan kinerja perusahaan yang baik, yang

selanjutnya mendukung peningkatan nilai perusahaan. Tata kelola perusahaan akan

memberikan nilai tambah bagi pemegang saham secara berkelanjutan dalam

jangka panjang, dengan tetap menghormati kepentingan pemangku kepentingan

lainnya, berdasarkan hukum dan norma yang berlaku. Dengan demikian jelas

bahwa tata kelola perusahaan tentunya berhubungan dengan kinerja keuangan

perusahaan.

Bagi investor, laporan keuangan adalah sumber informasi yang digunakan

untuk mengukur sejauh mana kinerja keuangan dari perusahaan. Informasi tersebut

dapat berupa kuantitatif maupun kualitatif, informasi mengenai kinerja keuangan

perbankan dapat digunakan untuk melihat apakah mereka akan mempertahankan

atau tetap pada investasi mereka pada perusahaan tersebut. Kinerja keuangan dapat

dilihat dengan kondisi keuangan perusahaan pada periode tertentu yang seringnya

melibatkan indikator modal, likuiditas, dan profitabilitas. Kinerja keuangan

perusahaan bank adalah kinerja yang dapat dilihat dari aspek keuangan perusahaan

dan dianalisis dengan menggunakan rasio-rasio keuangan yang dapat memberikan

informasi keuangan mengenai keadaan keuangan suatu bank.

Pada dasarnya, GCG memiliki keterkaitan dengan semua pemangku

kepentingan atau stakeholder dengan cara memastikan para manajer dan karyawan

internal selalu dalam langkah yang tepat atau mengambil mekanisme yang dapat
3

melindungi kepentingan stakeholder. GCG juga dapat menetapkan bagaimana

berbagai pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berinteraksi dalam

menentukan kinerja dan arah perusahaan. Tujuan utama dalam GCG ini adalah

untuk menciptakan sistem check and balance atau pengendalian dan

keseimbangan sebagai cara pencegahan penyalahgunaan sumber daya dan tetap

mendorong pertumbuhan perusahaan.

Salah satu kunci sukses perusahaan dalan menghadapi hambatan dan

persaingan bisnis secara global adalah prinsip Good Corporate Governance.

Prinsip ini diterapkan agar tercapainya transparasi pengelolaan perusahaan bagi

semua pengguna laporan keuangan. Para pengguna laporan keuangan dapat menilai

kinerja perusahaan dari informasi yang disajikan dalam laporan keuangan,

terutama bagi para investor dan kreditor. Kepercayaan investor maupun pihak

lainnya akan meningkat dan berdampak terhadap meningkatnya kinerja

perusahaan apabila prinsip GCG diterapkan dengan baik oleh setiap perusahaan

(Situmorang&Simanjuntak, 2019). Terkhusus untuk penelitian kali ini, Good

Corporate Governance (GCG) yang digunakan adalah Komite Audit dan

Kepemilikan Manajerial karena keberadaan keduanya sangat menentukan

bagaimana terlaksananya Good Corporate Governance (GCG) yang baik.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja keuangan, diantaranya

struktur modal, pertumbuhan pendapatan, ukuran perusahaan, dan loan to deposit

ratio (LDR). Ukuran perusahaan merupakan faktor yang mempengaruhi dan

menentukan kinerja keuangan. Hal ini dibuktikan dengan kemampuan perusahaan


4

dalam menghasilkan laba. Karena semakin besar perusahaan tersebut dalam

menghadapi masalah bisnis dan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba

tinggi karena didukung oleh asset perusahaan yang besar sehingga kendala

perusahaan seperti peralatan yang memadai dan sejenisnya dapat teratasi

(Sambharakresnha 2010). Ukuran perusahaan merupakan cerminan dari seberapa

besar skala operasional yang dijalankan oleh sebuah perusahaan yang tercermin

dari nilai aktiva perusahaan pada neraca akhir tahun (Sujoko dan Soebianto 2007).

Ukuran perusahaan mencerminkan besar kecilnya perusahaan yang ditentukan

oleh ukuran neraca. Sulit bagi usaha kecil untuk menjalankan usahanya karena

investor dan kreditor memilih perusahaan dengan aset yang lebih besar untuk

berinvestasi dan meminjamkan uang dibandingkan perusahaan kecil. Semakin

tinggi jumlah total aset yang dimiliki perusahaan menunjukkan bahwa perusahaan

tersebut tergolong perusahaan besar. Perusahaan dengan total aset yang besar akan

mempunyai akses pasar yang lebih baik dan serta operasi yang lebih besar

dibandingkan perusahaan kecil sehingga menghasilkan laba yang lebih tinggi yang

mana akan dapat meningkatkan kinerja keuangan perusahaan.

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan ukuran perusahaan sebagai sebagai

variable moderasinya. Ini dikarenakan ukuran perusahaan menjadi salah satu

faktor yang memiliki kontribusi terhadap kinerja keuangan perusahaan. Yang

mana semakin besar perusahaan akan semakin baik juga kinerja keuangan

perusahaan tersebut. Untuk melihat bagaimana Komite Audit, Kepemilikan

Manerial, Ukuran
5

Perusahaan dan Kinerja Keuangan perusahaan perbankan yang terdapat di BEI,

berikut ditampilkan rata-rata nilai masing-masing variable dibeberapa perbankan :

Tabel 1.1
Rata – rata Variabel (5 Perusahaan)

Komite Kepemilikan Ukuran Kinerja Keuangan


Tahun
Audit Manajerial Perusahaan Perusahaan
2018 1,2333 0,1690 29,5190 -0,0045
2019 1,0167 0,0005 29,7791 -0,0253
2020 0,9167 0,0012 30,0035 -0,0200
2021 0,9267 0,0009 30,3793 -0,0340
2022 0,9600 0,0007 30,4754 0,0024
Sumber : www.idx.go.id

Berdasarkan table 1.1 diatas, dapat diketahui bahwa rata-rata Kinerja

Keuangan perusahaan yang dilihat dari nilai Return On Aset (ROA) setiap

perusahan, dapat dikatakan bahwa setiap tahunnnya mengalami kenaikan dan

penurunan dari tahun 2018 – 2022. Naik turunnya kinerja keuangan perusahaan

bukan saja disebabkan oleh kuat lemahnya pengaruh dari Good Corporate

Governance (GCG) tetapi juga besar kecilnya ukuran perusahaan tersebut yang

dapat dilihat dari seberapa besar total asset yang dimiliki perusahaan. Antara GCG

dan ukuran perusahaan terdapat saling keterkaitan yang mana rendahnya

komitmen penerapan GCG berhubungan dengan total asset yang dimiliki oleh

perusahaan perbankan tersebut. Bank berpotensi mengalami penurunan kinerja

keuangan apabila prinsip-prinsip tata kelola atau Good Corporate Governance

(GCG) tidak dilakukan dengan baik yang mana akan berpengaruh kepada jumlah
6

asset yang dimiliki perusahaan tersebut.


7

Beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai hubungan antara GCG

terhadap kinerja keuangan yang dimoderasi oleh ukuran perusahaan. Hasil

penelitian (Stefanie, 2022) dalam penelitiannya mengatakan bahwa Komite Audit

dan Ukuran perusahaan memiliki pengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan.

Dalam penelitian (Arry Eksandy, 2018) menyatakan bahwa dari semua variable

independen (dewan direksi, komisaris independent, dewan pengawas syariah dan

komite audit dalam good corporate governance) yang diduga berpengaruh

terhadap kinerja keuangan, hanya variable dewan direksi yang berpengaruh positif

sedangkan variabel komisaris independent, dewan pengawas syariah dan Komite

Audit tidak tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan. Selanjutnya

penelitian yang dilakukan oleh (Gusti, 2022) mengatakan bahwa Ukuran

Perusahaan berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan. Peneliti

(Ghina, et al 2021) menyatakan bahwa ukuran perusahaan sebagai variable

moderasi tidak dapat memperkuat hubungan antara GCG dengan kinerja

keuangan.

Dari hasil penelitian diatas, yang berdasarkan teori GCG dapat berpengaruh

terhadap kinerja keuangan. Sehingga berdasarkan penelitian tersebut pula peneliti

akan menambahkan variabel moderasi berupa ukuran perusahaan yang ditandai

dengan total asset perbankan. Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti

memutuskan untuk melakukan penelitian dan mengambil judul “Pengaruh Good

Corporate Governance (GCG) Terhadap Kinerja Keuangan dengan Ukuran


8

Perusahaan sebagai Moderasi pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di

BEI 2018 – 2022”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang yang telah dijabarkan diatas, maka peneliti

membuat rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apakah komite audit berpengaruh terhadap kinerja keuangan perbankan ?

2. Apakah kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap kinerja keuangan

perbankan?

3. Apakah ukuran perusahaan mempengaruhi hubungan antara komite audit

terhadap kinerja keuangan perbankan?

4. Apakah ukuran perusahaan mempengaruhi hubungan antara kepemilikan

manajerial terhadap kinerja keuangan perbankan?

1.3 Tujuan penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dijabarkan diatas,

maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut:

1. Untuk menganalisis pengaruh komite audit terhadap kinerja keuangan

perbankan.

2. Untuk menganalisis pengaruh kepemilikan manajerial terhadap kinerja

keuangan perbankan.

3. Untuk menganalisis apakah ukuran perusahaan mempengaruhi hubungan

antara komite audit terhadap kinerja keuangan perbankan.


9

4. Untuk menganalisis apakah ukuran perusahaan mempengaruhi hubungan

antara kepemilikan manajerial terhadap kinerja keuangan perbankan.

1.4 Kontribusi Penelitian

1.4.1. Kontribusi Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi dalam

menambah pengetahuan dan memperluas wawasan tentang fenomena yang muncul

mengenai kinerja keuangan pada perusahaan perbankan di Indonesia dan juga

bagaimana pengaruh ukuran perusahaan dalam suatu operasional perbankan. Selain

itu penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dan bahan pembanding dalam

melakukan penelitian sebelumnya.

1.4.2. Kontribusi Praktis

1. Bagi Pembaca

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi, sebagai bahan

pertimbangan dan masukan dalam bidang keuangan tentang ukuran perusahaan

sebagai perantara pengaruh Good Corporate Governance terhadap kinerja

keuangan perbankan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi

terhadap perkembangan literatur terutama pada masalah kinerja perbankan

khususnya yang terdaftar di bursa efek Indonesia.

2. Bagi Pemerintah

Hasil penelitian ini dapat diharapkan berguna sebagai bahan pertimbangan bagi

pemerintah sebagai dasar mengenai ukuran perusahaan dalam mempengaruhi

antara Good Corporate Governance terhadap kinerja keuangan perbankan. Selain


10

itu, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat mempermudah pemerintah

dalam mengawasi tata kelola yang baik serta kinerja perbankan yang ada di bursa

efek Indonesia.

1.5 Gambaran Kontekstual Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis Pengaruh Good Corporate

Governance (GCG) Terhadap Kinerja Keuangan dengan Ukuran Perusahaan

Sebagai Moderasi Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di BEI. Selain itu

penelitian ini dilakukan dengan menggunakan laporan tahunan yang tersedia di

Bursa Efek Indonesia, hal ini dikarenakan laporan tahunan setiap perusahaan yang

tersedia menyajikan berbagai macam informasi yang lengkap dan mendetail terkait

perusahaan. Dalam pengambilan data untuk kebutuhan penelitian dilakukan di web

www.idx.co.id dikarenakan lembaga tersebut merupakan satu-satunya bursa efek

Indonesia yang memiliki data yang lengkap dan sudah terorganisasi dengan baik.
BAB II

TELAAH PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Agency Theory (Teori Agensi)

Perspektif teori agensi merupakan dasar yang digunakan untuk memahami

Corporate Governance. Menurut Supriyono, (2018) Konsep teori keagenan (Agency

Theory) yaitu hubungan kontraktual antara principal dan agen. Hubungan ini

dilakukan untuk suatu jasa dimana principal memberi wewenang kepada agen

mengenai pembuatan keputusan yang terbaik bagi principal dengan mengutamakan

kepentingan dalam mengoptimalkan laba perusahaan sehingga meminimalisir beban

termasuk pajak dengan melakukan penghindaran pajak.

Dari sudut pandang Agency Theory, agen (manajer) mempunyai hak atau

wewenang dalam mengelola perusahaan sampai dengan mengambil keputusan.

Masalah keagenan muncul dari adanya konflik kepentingan antara agen dengan

pemilik ekuitas yang menginginkan keuntungan maksimal. Manajer dituntut untuk

mengelola perusahaan dengan baik sedemikian rupa sehingga dapat memaksimalkan

kepentingan pemilik modal, namun kenyataannya manajer lebih mengedepankan

kepentingannya sendiri yang sering disebut dengan tindakan moral hazard. Tindakan

moral hazard kemungkinan besar terjadi dikarenakan adanya system asimetri

informasi. Kondisi ini memberikan agen kemampuan untuk memberikan informasi

11
12

yang mereka ketahui dan memanipulasi informasi keuangan dalam upaya

memaksimalkan kesejahteraan mereka. Menurut Devica dan Budi (2018) dalam teori

agensi, terdapat asumsi bahwa akan ada konflik kepentingan antara pemilik

(principal) dan manajer (agen) yang disebabkan adanya kepentingan yang tidak

sejalan diantara 2 (dua) pihak tersebut.

Menurut Pearce dan Robinson (2008), teori keagenan merupakan sekelompok

gagasan mengenai pengendalian organisasi yang didasarkan pada keyakinan bahwa

pemisahan kepemilikan dengan manajemen menimbulkan potensi bahwa keinginan

pemilik diabaikan. Ketika terdapat pemisahan antara pemilik (principal) dengan

manager (agent) di suatu perusahaan, maka terdapat kemungkinan bahwa keinginan

pemilik diabaikan. Kenyataan ini yang menyadarkan bahwa agen itu mahal, sehingga

dibuat landasan bagi sekelompok gagasan yang rumit namun bermanfaat yang

dikenal sebagai teori keagenan (agency thory).

Sejalan dengan teori keagenan, dimana jika terdapat pemisahan kepentingan

antara principal (pemilik) dengan agent (agen/karyawan) yang melakukan pekerjaan

atas nama pemilik, maka sangat diperlukan adanya pemantauan konstan dan

pengelolaan terhadap agen. Tanpa pengawasan dan pengendalian maka agen akan

cenderung mengejar kepentingannya sendiri dibandingkan kepentingan pemilik.

Untuk menghindari hal tersebut, maka pemilik atau pemegang saham perlu untuk

mengimplementasikan suatu sistem pemantauan dan pengendalian operasional

manajemen, salah satunya dengan penerapan GCG yang dapat memantau keputusan
13

manajemen agar tidak berfokus pada kepentingannya sendiri dan tidak mengorbankan

keuntungan para pemegang saham sehingga tujuan perusahaan untuk

memaksimumkan kekayaan/nilai perusahaan bagi pemegang saham/pemilik dapat

terpenuhi. Karena itulah, peneliti memilih untuk meneliti pengaruh GCG terhadap

Kinerja Keuangan Perusahaan yang dimoderasi oleh ukuran perusahaan. Mekanisme

GCG yang digunakan dalam penelitian ini adalah Komite Audit dan Kepemilikan

Manajerial.

2.1.2 Good Corporate Governance (GCG)

Good Corporate Governance (GCG) menurut (Dewianawati 2020) adalah

seperangkat peraturan yang mengatur mengenai hubungan antara pemegang saham,

pengelola perusahaan, pihan kreditor, pemerintah, karyawan dan pemegang

kepentingan intern serta ekstern lainnya. Dimana hal tersebut berkaitan dengan hak-

hak dan kewajiban mereka. Selain itu, dapat diartikan yaitu sistem yang mengatur dan

mengendalikan arah strategi dan kinerja suatu perusahaan. Menurut FCGI atau Forum

for Coporate Governance in Indonesia dalam (Dewi dan Saad, 2021) mendefinisikan

GCG sebagai perangkat yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengelola

saham, kreditor, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan intern dan

ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka untuk

mengatur dan mengendalikan perusahaan.

Pengelolaan perusahaan berdasarkan prinsip Good Corporate Goverannce

(GCG) merupakan upaya menjadikan GCG sebagai pedoman bagi pengelolaan


14

perusahaan dalam mengelola manajemen perusahaan. Penerapan prinsip-prinsip GCG

saat ini sangat diperlukan agar perusahaan dapat bertahan dan tangguh dalam

menghadapi persaingan yang semakin ketat, serta agar menerapkan etika bisnis secara

konsisten sehingga dapat mewujudkan usaha yang sehat, efisien, dan transparan.

GCG merupakan sarana untuk menjadikan usaha lebih baik, antara lain dengan

menghambat praktik-praktik korupsi, kolusi, nepotisme (KKN), dengan cara

meningkatkan disiplin anggaran, mendayagunakan pengawasan, serta mendorong

efisiensi pengelolaan perusahaan.

Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor

55/PJOK.03/2016 mengenai Penerapan Tata Kelola bagi Bank Umum dalam

menjelaskan prinsip-prinsip dari Good Coporate Governance dalam meningkatkan

kinerja Bank, yang dipaparkan sebagai berikut :

a) Transparansi (Transperency) yaitu keterbukaan dalam mengemukakan informasi

yang material dan relavan serta keterbukaan dalam melaksankan proses

pengambilan keputusan.

b) Akuntabilitas (Accountanbility) yaitu kejelasa fungsi dan pelaksanaan

pertanggung jawaban pihak organ Bank sehingga pengelolaannya berjalan secara

efektif.

c) Pertanggungjawaban (Responsibility), yaitu kesesuaian tata kelola Bank dengan

peraturan perundang-undangan dan prinsip pengelolaan Bank yang sehat.


15

d) Kewajaran (Fairness) yaitu keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak

pemangku kepentingan yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan

perundang-undangan.

Menurut Agoes & Ardana (2013) mengatakan bahwa ada lima alasan mengapa

penerapan Good Corporate Governance memberikan manfaat bagi perusahaan yang

menerapkannya yaitu :

a) Memudahkan akses terhadap investasi domestic maupun asing.

b) Mendapatkan biaya modal yang lebih murah.

c) Memberikan keputusan yang lebih baik dalam meningkatkan kinerja ekonomi

perusahaan.

d) Meningkatkan keyakinan dan kepercayaan dari para pemangku kepentingan

terhadap perusahaan.

e) Melindungi direksi dan komisaris dari tuntutan hukum.

f) Praktik Coporate Governance dapat meningkatkan nilai perusahaan.

g) Para investor institusional lebih menaruh kepercayaan terhadap perusahaan-

perusahaan yang telah menerapkan system Goog Coporate Governance.

Menurut Ferial et al (2015) menfaat penerapan GCG adalah untuk meningkatkan

kinerja perusahaan, meminimalkan pembiayaan dalam perusahaan serta

meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya dalam perusahaan.

Mekanisme Good Corporate Governance dibagi menjadi dua bagian yaitu internal

dan eksternal. Mekanisme internal dilakukan oleh dewan direksi, dewan komisaris,
16

komite audit serta


17

struktur kepemilikan, sedangkan mekanisme eksternal lebih kepada pengaruh dari

pasar untuk pengendalian pada perusahaan tersebut dan sistem hukum yang berlaku.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Good Corporate

Governance bukan hanya untuk sekarang saja, tetapi juga diperlukan dalam jangka

waktu yang panjang dan dapat menjadi pilar utama pendukung berkembangnya

perusahaan dengan adanya Good Corporate Governance yang sudah ditata dengan

baik oleh perusahaan serta menjadikan perusahaan terutama perusahaan perbankan

tau akan arah dan tujuan perusahaan tersebut.

Pada penelitian ini, peneliti lebih memfokuskan untuk mengkaji GCG yang

meliputi kepemilikan manajerial (mekanisme kepemilikan) dan mekanisme

pemantauan pengendalian internal yang meliputi komite audit. Berikut penjelasan

mengenai kedua variabel tersebut :

1. Kepemilikan Manajerial

Kepemilikan Manajerial merupakan pemilik saham perusahaan yang berasal

dari manajemen yang ikut serta dalam pengambilan keputusan suatu perusahaan

yang bersangkutan. Dalam stakeholder theory, hubungan pemegang saham dan

manajer sama-sama kuat, karena disini manajer selain bertanggung jawab sebagai

manajemen perusahaan, ia juga berperan sebagai pemegang saham. Kepemilikan

saham oleh manajemen akan mensejajarkan kedudukan manajer dengan

stakeholder. Kepemilikan manajerial menjadi salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi kinerja perusahaan. Semakin meningkatnya proporsi kepemilikan


18

manajerial maka akan semakin baik kinerja perusahaan sehingga manajer akan

termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya untuk perusahaan.

Manajer sebagai agen tentunya akan mengetahui lebih banyak tentang kondisi

perusahaan dibandingkan dengan investor yang sebagai prinsipal. Dikarenakan

manajer mempunyai informasi yang lebih banyak menyebabkan manajer wajib

menyampaikan kondisi perusahaan kepada investor. Informasi yang disampaikan

oleh manajer terkadang tidak seperti yang seharusnya terjadi pada perusahaan.

Kecenderungan manaemen perusahaan yang memiliki jumlah kepemilikan

manajerial yang besar akan membuat kinerja manajer akan semakin membaik

didorong oleh kepentingannya yang sama dengan investor, sehingga manajer akan

memaksimalkan kinerja perusahaan. Dalam widianingrum dan Amah (2012)

dalam perusahaan dengan kepemilikan manajerial, manajer yang sekaligus

pemegang saham tentunya akan menyelaraskan kepentingannya sebagai pemegang

saham. Sementara dalam perusahaan tanpa kepemilikan manajerial, manajer yang

bukan pemegang saham kemungkinan hanya mementingkan kepentingannya

sendiri.

Rustendi dan Jimmi (2008 dalam Setyorini, 2015) menyebutkan kepemilikan

manajerial diukur dengan cara menggunakan rasio antara jumlah saham yang

dimiliki manajer atau direksi dan dewan komisaris terhadap total saham yang

beredar, dapat dilihat dari rumus di bawah ini :

𝐾𝑒𝑝𝑒𝑚𝑖𝑙𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑀𝑎𝑛𝑎𝑗𝑒𝑟𝑖𝑎𝑙 = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑃𝑖ℎ𝑎𝑘 𝑀𝑎𝑛𝑎𝑗𝑒𝑟𝑖𝑎𝑙 𝑥100%


𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚 𝐵𝑒𝑟𝑒𝑑𝑎𝑟
19

Penelitian yang dilakukan oleh (Yuli, 2020), mengemukakan bahwa

kepemilikan manajerial berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja

keuangan (ROA). Pihak manajemen yang memiliki saham dalam perusahaan

cenderung Menyusun strategi untuk meningkatkan kinerja keuangan perusahaan.

Penelitian yang dilakukan Kumai et al.,(2014) menunjukkan hasil bahwa

kepemilikan manajerial berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja keuangan

perusahaan. Hasil ini mendukung pernyataan bahwa dengan kepemilikan

manajerial dapat mendorong untuk bertindak sesuai dengan kepentingan

pemegang saham dan dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Hal ini

menunjukkan proporsi saham saham yang dikendalikan oleh manajer dapat

mempengaruhi kebijakan perusahaan. Dari penelitian terdahulu diatas, maka

peneliti dapat merumuskan hipotesis sebagai berikut :

H1 : Kepemilikan Manajerial Berpengaruh Positif Signifikan Terhadap Kinerja

Perusahaan.

2. Komite Audit

Menurut keputusan Menteri No 117 tahun 2002 dalam (Arry, 2018), tujuan

dibentuknya komite audit adalah membantu komisaris atau dewan pengawas

dalam memastikan efektifitas pelaksanaan tugas auditor eksternal dan auditor

internal. Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) dalam surat edarannya tahun

2003 mengatakan bahwa tujuan komite audit adalah membentuk dewan komisaris.

Komite audit merupakan unit yang dibentuk dan bertanggungjawab kepada dewan
20

komisaris serta diketuai oleh komisaris independen dan bertugas untuk membantu

pelaksanaan tugas dan fungsi dewan komisaris.

Komite audit wajib dimiliki oleh perusahaan publik. Dewan komisaris dan

komite audit bekerja sama dengan tujuan untuk melakukan pengawasan internal

perusahaan secara Bersama. Hasil pengawasan kemudian akan menjadi evaluasi

bagi manajemen. Menurut Dewi, 2018 dalam (Manik,2011) Komite audit

merupakan komite yang melakukan pengawasan internal perusahaan,

menjembatani antara pemegang saham dan dewan komisaris dengan kegiatan

pengendalian yang diselenggarakan oleh manajemen serta auditor internal dan

eksternal. Prinsipnya adalah mengoptimalkan fungsi pengawasan agar tidak terjadi

ketidaksesuaian informasi (asimetri informasi) yang mengakibatkan kerugian

perusahaan. Komite audit sebagai salah satu mekanisme corporate governance

mampu mengurangi praktek manipulasi dan kecurangan dengan menjunjung

prinsip corporate governance, transparansi, fairness, tanggung jawab, dan

akuntabilitas yang prosesnya menghambat praktek kecurangan dalam manipulasi

di perusahaan.

Menurut PJOK (Peraturan Otoritas Jasa Keuangan) Nomor 55/PJOK.03/2016

tugas dan tanggung jawab Komite Audit adalah :

a. Komite audit melakukan pemantauan dan evaluasi atas perencanaan dan

pelaksanaan audit serta pemantauan atas tindak lanjut hasil audit dalam

rangka menilai kecukupan pengendalian intern termasuk kecukupan proses

pelaporan keuangan.
21

b. Dalam rangka melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

komite audit paling kurang melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap :

 Pelaksanaan tugas satuan audit intern,

 Kesesuaian pelaksanaan audit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) dengan

standar audit yang berlaku,

 Kesesuaian laporan keuangan dengan standar akuntansi yang berlaku,

 Pelaksanaan tindak lanjut oleh direksi atas hasil temuan satuan kerja audit

intern, akuntan public, dan hasil pengawasan Bank Indonesia, guna

memberikan rekomendasi kepada dewan komisaris.

c. Komite audit wajib memberikan rekomendasi mengenai penunjukan Akuntan

Publik dan Kantor Akuntan Publik kepada dewan komisaris untuk

disampaikan kepada Rapat Umum Pemegang Saham.

Menurut (Trisanantri, 2018 dalam Setyoroni, 2015) komite audit mempunyai

peran penting dan strategis dalam memelihara kredibilitas penyusunan laporan

keuangan seperti menjaga sistem pengawasan yang memadai. Dengan berjalannya

fungi komite audit secara efektif, maka kontrol terhadap perusahaan akan semakin

baik sehingga diharapkan mengurangi agency problem.

Keberadaan komite audit sekurang-kurangnya terdiri dari tiga anggota,

seorang di antaranya adalah komisaris independent perusahaan tercatat sekaligus

ketua komite, sedangkan yang lain adalah pihak ekstern yang independent dan

minimal salah seorang memiliki kemampuan di bidang akuntansi dan keuangan.

Adapun komite audit dihitung dengan menggunakan rumus :


22

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐾𝑜𝑚𝑖𝑡𝑒 𝐴𝑢𝑑𝑖𝑡 𝑑𝑖𝑙𝑢𝑎𝑟 𝑃𝑒𝑟𝑢𝑠𝑎ℎ𝑎𝑎𝑛


KA = 𝑥 100%
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑛𝑔𝑔𝑜𝑡𝑎 𝐾𝑜𝑚𝑖𝑡𝑒 𝐴𝑢𝑑𝑖𝑡

Penelitian yang dilakukan oleh Hermiyetti dan Katlanis (2017) mengatakan

bahwa komite audit berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja keuangan.

Penelitian tersebut didukung oleh Bela et al (2020) yang juga mengatakan bahwa

komite audit berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja keuangan. Dari

penelitian tersebut mendukung pernyataan bahwa komite audit dapat

meningkatkan kinerja keuangan sebuah perusahaan. Semakin banyak jumlah

komite audit yang dimiliki oleh suatu perusahaan akan memberikan perlindungan

dan kontrol yang lebih baik.

Dari penelitian terdahulu diatas, maka peneliti dapat merumuskan hipotesi sebagai

berikut :

H2 = Komite Audit Berpengaruh Positif Signifikan Terhadap Kinerja Keuangan

Perusahaan.

3. Kinerja Keuangan

Menurut Ahmad et al (2017) kinerja keuangan perusahaan merupakan suatu

gambaran tentang kondisi keuangan suatu perusahaan yang dianalisis dengan

analisis keuangan, sehingga dapat diketahui mengenai baik buruknya keadaan

keuangan suatu perusahaan yang mencerminkan prestasi kerja dalam periode

tertentu. Hal ini sangat penting agar sumber daya digunakan secara optimal dalam

menghadapi lingkungan.
23

Pengukuran kinerja keuangan perusahaan perlu dilakukan karena dapat

digunakan untuk melakukan perbaikan kegiatan operasional dalam perusahaan

agar dapat bersaing dengan perusahaan lainnya. Kinerja Keuangan atau

Performance Financial menurut (Dewianawati, 2020) adalah suatu analisis dalam

melihat suatu perusahaan sudah sejauh mana pelaksanaan keuangan dengan baik

dan benar. Menurut (Dewi et al, 2018), kinerja keuangan bagi stakeholder

suatu perusahaan adalah melihat kinerja yang dihasilkan dalam sektor keuangan

berjalan dengan baik. Oleh karena itu perusahaan berkewajiban melakukan

pengungkapan kinerja keuangan secara transparan atau tidak disembunyikan

berupa laporan keuangan. Laporan keuangan dalam bentuk informasi serta

menggambarkan kondisi kinerja dari perusahaan sehingga dijadikan bentuk dari

prestasi. Kinerja keuangan merupakan hasil dari berbagai keputusan secara

perorangan yang dibuat terus menerus oleh manajemen perusahaan. Kinerja

keuangan perbankan dapat dirumuskan menggunakan Return On Assets (ROA),

rasio ini menunjukkan hasil

(return) atas jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan dengan rumus :

𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑆𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘


ROA = 𝑥100%
𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡

4. Ukuran perusahaan

Ukuran perusahaan adalah suatu pengukuran yang dapat mengklasifikasikan

perusahaan besar dan kecil melalui total aktiva yang dimiliki perusahaan, nilai

pasar saham, rata-rata tingkat dan jumlah penjualan (Jasmine, 2017). Perusahaan
24

yang
25

besar adalah perusahaan yang memiliki saham yang tersebar luas, setiap perluasan

modal saham hanya akan berpengaruh kecil terhadap kemungkinan hilangnya

pengendalian dari pihak yang dominan terhadap perusahaan bersangkutan.

Ukuran perusahaan merupakan gambaran besar kecilnya perusahaan yang

ditentukan berdasarkan ukuran nominal, misalnya total kekayaan dan jumlah

penjualan dalam suatu periode penjualan, maupun kapitalisasi pasar. Ukuran

perusahaan dapat diliat berdasarkan total asset yang dimiliki oleh perusahaan, yang

dapat dipergunakan untuk kegiatan operasional perusahaan. Jika perusahaan

memiliki total asset yang besar, pihak manajemen akan lebih leluasa dalam

mempergunakan asset yang ada di perusahaan (Dewi dan Wijaya, 2013).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Dewi et al, ia mengatakan bahwa ukuran

perusahaan tidak berpengaruh terhadap pengaruh GCG terhadap performance

financial. Sedangkan menurut Wufron, 2017 ukuran perusahaan berpengaruh

negative dan signifikan terhadap kinerja keuangan. Menurut Teguh et al, 2022

bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja

keuangann perusahaan.
26

2.2 Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian

2.2.1 Kerangka Konseptual

Variabel Variabel moderasi Variabel Dependen

independen
Ukuran
Perusahaanan
(Z)

H3
Kepemilikan H1
Manajerial
H4
(X1)
Kinerja Keuangan
(y)

Komite Audit
(X1) H2

2.2.2 Hipotesis Penelitian

H1 = Kepemilikan Manajerial berpengaruh positif dan signifikan terhadap


Kinerja Keuangan

H2 = Komite Audit berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja


Keuangan

H3 = Ukuran Perusahaan dapat memperkuat pengaruh Kepemilikan Manajerial


terhadap Kinerja Keuangan

H4 = Ukuran perusahaan dapar memperkuat pengaruh Komite Audit terhadap


Kinerja Keuangan
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Bentuk Penelitian

Penelitian ini menngunakan pendekatan kuantitatif. Menurut Siregar

(2014:17) penelitian kuantitatif merupakan penelitian yang berbentuk angka.

Metode penelitian kuantitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk

meneliti populasi atau sampel tertentu dan pengumpulan data menggunakan

instrument penelitian serta analisis yang bersifat statistic dengan tujuan menguji

hipotesis yang telah ditetapkan.

Jenis hubungan dalam penelitian ini adalah sebab akibat (kausalitas) karena

bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel independent dengan variabel

moderasi terhadap variavel dependen. Variabel dependen dalam penelitian ini

adalah kinerja keuangan, sedangkan variabel independennya adalah kepemilikan

manajerial dan komite audit serta ukuran perusahaan yang akan menjadi variabel

moderasinya.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada perusahaan perbankan yang sudah dan masih

terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2018 – 2022. Data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah laporan keuangan tahunan perusahaan

perbankan tahun 2018 – 2022. Penelitian ini sudah dilaksanakan mulai bulan

Agustus 2023 sampai selesai.

27
28

3.3. Data

Pada penelitian kali ini, peneliti menggunakan data sekunder dengan

pengambilan data menggunakan studi documenter yang berasal dari situs resmi

Bursa Efek Indonesia yaitu www.idx.co.id. Data tersebut diperoleh dari tahun

2018 – 2022 yang didasarkan pada laporan keuangan tahunan per 31 desember.

Menurut Sugiyono (2018:456) data sekunder yaitu sumber data yang diperoleh

dengan tidak langsung diberikan kepada pengumpul data, tetapi lewat orang lain

atau lewat dokumen.

3.4. Populasi dan Sampel

Menurut Sugiyono (2012 : 115) populasi membedakan adanya objek dan

subjek populasi. Objek populasi berkaitan dengan masalah atau topik penelitian,

sedangkan subjek penelitian berkaitan dengan sasaran populasi yang biasanya

terdiri dari orang, tempat, dan subjek lainnnya. Populasi yaitu wilayah

generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan

karakteristik tertentu yang diletakkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian

ditarik kesimpulannya.

Dapat disimpulkan bahwa populasi bukan hanya sekedar jumlah yang ada

pada objek atau subjek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik atau

sifat yang dimiliki oleh objek atau subjek penelitian tersebut. Dalam penelitian

ini, populasi yang digunakan adalah sejumlah perusahaan perbankan yang

terdaftar di
29

Bursa Efek Indonesia (BEI) yang telah go public. Berikut disajikan sebuah table

yang merupakan kriteria dalam penentuan pengambilan sampel :

Tabel 3.1
Kriteria Penentuan Sampel
No Keterangan Hasil
Perusahaan Perbankan yang terdaftar Di Bursa Efek
1 47
Indonesia
Perusahaan Yang Belum Menyediakan Laporan Keuangan
2 (1)
Secara Lengkap
3 Perusahaan Yang Melakukan IPO Diatas Tahun 2018 (5)
4 Jumlah Sampel Perusahaan 41
5 Jumlah Data Penelitian Selama 5 Tahun 205
Sumber data : data olahan 2023

3.5. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel


3.5.1. Variabel Independen (Variabel Bebas)

Definisi Variabel Independen (bebas) yang dikemukakan oleh Sugiono (

2012) adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahannya atau

timbulnya variabel dependen (terikat). Variabel independent yang digunakan dalam

penelitian ini meliputi :

3.5.1.1
Kepemilikan Manajerial (X1)

Menurut (Sudarsi, 2008 dalam Tri et al, 2020) kepemilikan saham manajerial

merupakan pemegang saham dari pihak manajer dan direksi yang secara aktif terlibat

dalam pengambilan keputusan. Kepemilikan saham manajerial dapat membantu


30

penyatuan kepentingan antara pemegang saham dengan manajer. Semakin meningkat

proporsi kepemilikan saham manajerial maka semakin baik kinerja perusahaan.

Pada perusahaan dengan kepemilikan manajerial, manajer yang sekaligus

pemegang saham tentunya akan menyelaraskan kepentingannya sebagai pemegang

saham. Kepemilikan Manajerial dapat diukur dengan cara membagi jumlah saham

pihak manajerial dengan total saham yang beredar.

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑃𝑖ℎ𝑎𝑘 𝑀𝑎𝑛𝑎𝑗𝑒𝑟𝑖𝑎𝑙


Kepemilikan Manajerial x100%
= 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝐵𝑒𝑟𝑒𝑑𝑎𝑟

3.5.1.2. Komite Audit

Menurut Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance yang di

keluarkan pada januari 2004 menyatakan Komite Audit dibentuk oleh Dewan

Komisaris dan anggotanya terdiri dari Komisaris serta pihak luar yang independent

dan memiliki keahlian, penngalaman, dan kualitas lain yang diperlukan. Dalam

konteks perusahaan, komite audit adalah sebuah komite yang dibentuk oleh dewan

komisaris untuk membantu dewan komisaris dalam memenuhi tanggung jawab

pengawasannya, yang meliputi penelahaan atas laporan tahunan dan laporan

keuangan auditan, penelahaan terhadap proses pelaporan keuangan, dan sistem

pengendalian internal, serta pengawasan atas proses audit.

Menurut (Riniati,2015) komite audit adalah suatu komite yang berpandangan tentang

masalah akuntansi, laporan keuangan dan penjelasannya, sistem pengawasan internal

serta auditor independent. Anggota komite audit terdiri dari tiga sampai lima bahkan
31

terkadang sampai 7 orang yang bukan merupakan bagian manajemen perusahaan.

Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat diketahui bahwa komite audit

merupakan suatu kelompok yang sifatnya independent dan diangkat secara khusus

serta memiliki pandangan yang terkait dengan sistem pengawasan internal perusahaan

serta bertugas membantu dan memperkuatfungsi dewan komisaris atau dewan

pengawas dalam menajalankan fungsi pengawasan atas proses pelaporan keuangan,

manajemen resiko, pelaksanaan audit dan implementasi dari corporate governance

perusahaan. Komite audit dapat dirumuskan sebagai berikut :

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐾𝑜𝑚𝑖𝑡𝑒 𝐴𝑢𝑑𝑖𝑡


KA = x100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐷𝑒𝑤𝑎𝑛 𝐾𝑜𝑚𝑖𝑠𝑎𝑟𝑖𝑠
3.5.2. Variabel Mediasi

Variabel Mediasi adalah variabel yang memediasi pengaruh variabel bebas

terhadap variabel terikat (Ghozali, 2006:174), diamana dalam penelitian ini variabel

mediasinya adalah Ukuran Perusahaan.

3.5.2.1. Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan (Firm Size) adalah skala untuk menentukan besar kecilnya

suatu perusahaan yang dapat diproksikan dengan beberapa cara, antara lain total

aktiva (total assets) dan total penjualan (Total Sales) (Saemargani,2015). Definisi

tersebut menjelaskan bahwa ukuran perusahaan merupakan skala pengukuran yang

menunjukkan besar atau kecilnya suatu perusahaan melalui total aktiva dan total

penjualan yang dimiliki. Ukuran perusahaan dalam penelitian ini diukur

menggunakan Ln total aktiva.


32

Ukuran Perusahaan = 𝐿𝑛 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎

3.5.3. Variabel Dependen (Terikat)


3.5.3.1. Kinerja Keuangan

Performance Financial menurut (Quan, 2020) ialah suatu pencapaian

perusahaan yang didapatkan dalam suatu periode tertentu yang dilihat oleh kondisi

Kesehatan dari laporan keuangannya. Salah satu jenis analisis rasio adalah rasio

profitabilitas. Rasio profitabilitas mengukur pendapatan atau hasil operasi

perusahaan dalam satu periode yang ditentukan. Performance financial diukur

dengan menggunakan Return On Assets (ROA).

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan ROA sebagai indikator mengukur

kinerja keuangan perbankan. Menurut (Syamsuddin, 2009, dalam Sarafina dan

Saifi, 2017) Return On assets adalah suatu rasio yang digunakan untuk mengukur

kemampuan suatu perusahaan dalam memanfaatkan aktiva dalam hal memperoleh

laba, sehingga apabila nilai suatu ROA semakin tinggi maka dapat dikatakan

semakin bagus kinerja perusahaan. Kinerja keuangan perbankan dapat dirumuskan

menggunakan Return On Assets (ROA), rasio ini menunjukkan hasil (return) atas

jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan dengan rumus :

𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑆𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘


ROA = 𝑥100%
𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡

3.6 Teknik Analisis Data


Pada penelitian kali ini, peneliti menggunakan alat bantu perhitungan statistik

yaitu SPSS (Statistical Package For The Social Sciences) versi 25. Peneliti
33

menggunakan aplikasi SPSS ini karena hasil informasi yang disajikan lebih akurat

serta memberikan analisis statistik yang cukup tinggi dalam jumlah variabel yang

lebih banyak baik dalam parametrik maupun non parametrik seperti jumlah tahun

pengamatan pada perusahaan dan grafik yang disajikan lebih banyak. Berikut jenis-

jenis uji pada SPSS yang akan peneliti gunakan pada analisis data ini :

3.6.1. Statistik Deskriptif

Menurut Ghozali (2011:19), statistic deskriptif memberikan gambaran atau

deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian,

maksimum, minimum, sum, range, kurtosis dan skewness(kemencengan distribusi).

Analisis ini merupakan teknik deskiriptif yang memberikan informasi tentang data

yang dimiliki dan tidak bermaksud menguji hipotesis.

3.6.2. Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik terdiri dari :

1. Uji Normalitas Data

Dalam uji normalitas data, ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model

regresi, variabel penganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti

diketahui bahwa uji t dan f mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti

distribusi normal. Apabila asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak

valid untuk jumlah sampel yang kecil (Ghozali, 2011: 101). Untuk mendeteksi

apakah data berdistribusi normal atau tidak, penelitian ini menggunakan analisis

statistik.
34

Analisis statistik merupakan alat statistik yang sering digunakan untuk menguji

normalitas residual yaitu uji statistic non-parametik Kolmogorov-sminov. Dalam

mengambil keputusan dilihat dari hasil uji K.S, jika nilai probabilitas

signifikannya lebih besar dari 0,05 maka data terdistribusi secara normal.

Sebaliknya, jika nilai probabilitas signifikannya lebih kecil dari 0,05 maka data

tersebut tidak terdistribusi secara normal.

2. Uji Multikolonieritas

Uji multikoloneritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan

adanya korelasi antar variabel bebas (independent). Model regresi yang baik

seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independent (Ghozali,

2011:105). Kemiripan antar variabel independent dalam suatu model akan

menyebabkan terjadinya korelasi yang sangat kuat antara suatu variabel

independent dengan variabel independent lainnya.

Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas pada model regresi, lakukan

hal berikut: (a) Nilai R² yang dihasilkan oleh estimasi model regresi empiris sangat

tinggi, tetapi banyak variabel independen individu tidak berpengaruh signifikan

terhadap variabel dependen. (b) Analisis matriks korelasi variabel independen. Jika

terdapat korelasi yang cukup tinggi antar variabel bebas (biasanya lebih besar dari

0,90) maka hal ini merupakan tanda multikolinearitas. Tidak adanya korelasi yang

kuat antar variabel bebas tidak berarti tidak terjadi multikolinearitas.

Multikolinearitas dapat disebabkan oleh efek gabungan dari dua atau lebih variabel

bebas. (c) Multikolinearitas juga dapat dilihat dari nilai tolerance dan variance
35

inflation factor (VIF). Kedua pengukuran metode tersebut menunjukkan bahwa

nilai variabel independen mana yang dapat menjelaskan variabel independent

lainnya.

Pada dasarnya, variabel independen yang akan menjadi variabel dependen akan

dapat diregresikan pada variabel independen lainnya. Tolerance pada dasarnya

bertujuan mengukur setiap variabel independen yang dipilih yang tidak dapat

dijelaskan pada variabel independen lainnya. Oleh karena itu, nilai tolerance yang

rendah identik dengan nilai VIF yang tinggi (karena VIF = 1/Tolerance). Nilai

kriteria adalah nilai Tolerance ≤0,10 atau sama dengan nilai VIF≥10. Setiap

peneliti yang biasa digunakan untuk menunjukkan adanya multikolinearitas harus

menentukan sejauh mana hasil tersebut masih dapat diterima. Misalnya, nilai

tolerance=0,10 sama dengan tingkat kepercayaan 0,95. Meskipun

multikolinearitas dapat dideteksi dengan nilai tolerance dan VIF, kita masih belum

mengetahui variabel independen mana yang dapar berkorelasi. Jika nilai tolerance

lebih besar dari 0,10 dan VIF kurang dari 10 maka tidak terjadi masalah

multikolinearitas. Jika nilai tolerance kurang dari 0,10 dan VIF lebih besar dari 10

maka terjadi masalah multikolinearitas.

3. Uji Heteroskedastisitas

Menurut Ghozali (2018:139) uji heterokedastisitas aadalah uji yang bertujuan

untuk melihat apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari

residual satu observasi ke observasi lainnya. Jika varians dari residual satu

observasi ke observasi lainnya tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika


36

berbeda disebut heteroskedastisitas.


37

Pengujian menggunakan metode uji Glejser, yaitu berdasarkan nilai signifikansi

lebih besar dari 0,05. Jika nilai signifikansi lebih besar dari 0,05, maka tidak

terjadi masalah heteroskedastisitas. Sebaliknya, jika nilai signifikansi kurang dari

0,05 maka terjadi masalah heteroskedastisitas. Ada beberapa cara untuk

mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas: Pertimbangkan plot antara nilai

prediksi variabel dependen, yaitu ZPRED, dan SRESID residual. Ada atau

tidaknya heteroskedastisitas dapat diketahui dengan melihat apakah terdapat pola

tertentu pada dispersi antara SRESID dan ZPRED, dimana sumbu Y adalah sumbu

Y yang diprediksi dan sumbu X adalah residual (prediksi Y - Y ) sedang diperiksa.

Analisis dasar: 1. Jika terdapat pola tertentu, misalnya titik-titik membentuk pola

tertentu yang teratur (bergelombang, melebar dan menyempit), maka hal ini

menunjukkan adanya heteroskedastisitas. 2. Jika tidak ada pola yang jelas dan skor

terdistribusi di atas dan di bawah 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi

heteroskedastisitas.

4. Uji Autokorelasi

Ghozali (2011:110) uji autokorelasi bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya

korelasi antara variabel pengganggu pada periode tertentu (t) dengan variabel

penganggu periode sebelumnya (t-1). Autokorelasi muncul karena observasi yang

berurutan sepanjang waktu bekaitan satu sama lain. Masalah ini timbul karena

residual tidak bebas dari suatu autokorelasi. Model regresi yang baik adalah

regresi yang bebas dari autokorelasi. Uji Durbin-Watson, dimana hasil pengujian

ditentukan berdasarkan nilai Durbin-Watson.


38

Dasar pengambilan keputusan:

 Jika 0 < dw < dl, maka dapat disimpulkan bahwa ada autokorelasi positif yang

perlu adanya perbaikan.

 Jika 4-dl < dw < 4, maka dapat disimpulkan bahwa ada autokorelasi negative.

 Jika du < dw < 4 -du, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada autokorelasi

baik positif maupun negative.

 Jika dl < dw < du atau 4-du < dw < 4-dl, maka tidak ada pengambilan keputusan.

3.6.3. Uji Analisis Regresi Berganda

Menurut Siregar (2014:301), Regresi berganda merupakan pengembangan

dari regresi linier sederhana, yang merupakan alat untuk memprediksi permintaan

masa depan berdasarkan masa lalu dan untuk menentukan pengaruh satu atau lebih

variabel independen terhadap satu variabel dependen. Regresi berganda menggunakan

koefisien beta (β), tetapi pada dasarnya variabel indenpenden atau lebihnya

memengaruhi terhadap variabel terikat. Adapun rumus persamaan regresi berganda

sebagai berikut:

Y1 = a + b1.X1 + b2.X2 + ê
Y2 = a + b1.X1 + b2.X2 + b3.X3 + ê

Keterangan:
Y = Kinerja Keuangan
X1 = Kepemilikan Manajerial
X2 = Komite Audit
Z = Ukuran Perusahaan
ê = Standar Error
39

3.6.4. Uji Hipotesis

1. Koefisien Korelasi dan Determinasi

Menurut Siregar (2014:251), koefisien korelasi adalah koefisien yang

menunjukkan seberapa kuat pengaruh variabel independen terhadap dependen.

Nilai korelasi (r) = (-1 ≤0 ≤ 1). Untuk kekuatan hubungan, nilai koefisien korelasi

bervariasi dari -1 sampai 1, sedangkan nilai arah dinyatakan positif (+) dan negatif

(-). Misalnya: Jika r = -1 berarti korelasi negatif sempurna, yang berarti ada

hubungan terbalik antara variabel X dan variabel Y, ketika variabel X meningkat,

variabel Y menurun. b) Jika r = 1 berarti korelasi positif sempurna, artinya ada

hubungan searah antara variabel X dan Y, ketika variabel X meningkat, variabel Y

meningkat. Adapun nilai koefisien korelasi tersebut menurut Sugiyono (2016: 184)

yaitu:

0,00 - 0,199 sangat rendah

0,20 - 0,399 rendah

0,40 - 0,599 sedang

0,60 - 0,799 kuat

0,80 - 1,000 sangat kuat

Koefisien determinasi adalah angka yang menyatakan atau digunakan untuk

menentukan kontribusi satu atau lebih variabel X (independen) atau kontribusi

terhadap variabel Y (terkait). Koefisien determinasi (R') pada dasarnya mengukur

seberapa baik model dapat menjelaskan variasi variabel dependen. Nilai koefisien

determinasi antara nol dan satu. Menurut Ghozali (2018:97), nilai R2 yang kecil
40

menunjukkan kemampuan variabel independen terhadap variabel dependen masih

sangat terbatas. Nilai yang mendekati satu menunjukkan bahwa kemampuan

variabel idependen terhadap dependen mampu memprediksi pada variabel

dependen lainnya.

Secara umum koefisien determinasi memeiliki dua data yakni data cross-sectional

dan data time series. Perbedaanya data cross sectional memiliki variasi

pengamatan yang besar tetapi relatif kecil. pada data time series koefisien

determinasi yang diperoleh cenderung tinggi. Kelemahan pada pengunaan

koefisien determinasi yaitu adanya bias pada variabel independen yang

dimasukkan dalam model. Oleh karena itu, peneliti sangat menganjurkan

penggunakan keofisien determinasi dilakukan dengan menggunakan adjusted r

square. Hal ini dibuktikan bahawa hasil tersebut dapat naik maupun turun yang

ditambahkan pada variabel independen kedalam model dan tidak seperti R2 yang

harus ditambahan variabel idependen lainnya agar dapat meningkat. Jika nilai

adjusted r square bernilai negatif maka dikatakan bernilai nol dan jika bernilai

positif maka tidak akan bernilai nol.

2. Uji F (Kelayakan Model)

Menurut Ghozali (2018:98), pada dasarnya uji F (kelayakan model)

merupakan uji yang digunakan untuk mengetahui secara keseluruhan variabel

independen terhadap dependen tersebut. uji hipotesis semacam itu disebut uji

signifikansi secara keseluruhan dari garis regresi yang diamati dan diestimasi,

apakah Y berhubungan linier dengan X1, X2, dan X3. Dapatkah hipotesis bersama
41

diuji dengan signifikansi b1, b2, dan b3 secara terpisah. Jawabannya adalah tidak.

Hal ini karena uji


42

signifikansi tunggal untuk koefisien regresi parsial mengasumsikan bahwa non-

signifikansi didasarkan pada sampel (independen berbeda), hipotesis umum

dengan sampel yang sama melanggar asumsi prosedur pengujian.

Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai Fhitung dengan Ftabel

dan didasarkan pada nilai signifikansi dibawah 0,05. Apabila nilai Fhitung lebih

besar dari Ftabel dengan nilai signifikansi dibawah 0,05 maka variabel independen

berpengaruh terhadap dependen secara keseluruhan sehingga model tersebut layak.

Sebaliknya, jika nilai Fhitung lebih kecil dari Ftabel dengan nilai signifikansi

diatas 0,05 maka variabel independen tidak berpengaruh terhadap dependen

sehingga model tersebut tidak layak.

3. Uji T (Parsial)

Menurut Ghozali (2018:99), uji t pada dasarnya merupakan uji yang

digunakan untuk mengetahui seberapa pengaruh variabel independen atau individu

terhadap variabel dependennya. Hipotesis nol (Ho) yang akan diuji adalah apakah

parameter (bi) sama dengan nol atau: Dengan kata lain variabel merupakan faktor

penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen.

Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai thitung dengan ttabel

dan didasarkan pada nilai signifikansi dibawah 0,05. Apabila nilai thitung lebih

besar dari ttabel dengan nilai signifikansi dibawah 0,05 maka variabel independen

berpengaruh terhadap dependen atau menerima hipotesis. Sebaliknya, jika nilai

thitung lebih kecil dari ttabel dengan nilai signifikansi diatas 0,05 maka variabel

independen tidak berpengaruh terhadap dependen atau menolak hipotesis.


43

3.6.5. Uji Sobel

Menurut Ghozali (2018:144), uji Sobel dilakukan untuk menguji kekuatan

pengaruh tidak langsung dari X ke Y ke M. Pengaruh tidak langsung dari X terhadap

Y terhadap M dihitung dengan mengalikan lintasan X lewat M (a) dengan jalur M →

Y (b) atau ab . Jadi, koefisien ab = (c-c'), dimana e adalah pengaruh X terhadap Y

tanpa mengendalikan M, sedangkan e' adalah pengaruh X terhadap Y setelah

mengendalikan

M. Koefisien kesalahan baku a dan b adalah ditulis dengan sa dan sb besaran konstan,

maka standar eror tidak langsung dihitung dengan rumus di bawah ini:

𝑠𝑎𝑏 = √𝑏2𝑠𝑎2 + 𝑎2𝑠𝑏2 + 𝑠𝑎2𝑠𝑏2

Untuk menguji pengaruh tidak langsung, dapat dihitung nilai t dari koefisien

ab menggunakan rumus berikut:

𝑎𝑏
𝑡=
𝑠𝑎𝑏
Nilai thitung dibandingkan dengan nilai ttabel, jika nilai thitung > nilai ttabel maka

dapat disimpulkan terdapat efek mediasi. pengujian ini diasumsikan bahwa sampel

tesebut harus memiliki jumlah yang besar agar dapat konservatif. sebaliknya jika

jumlah sampel yang dimiliki sangat sedikit maka pengujian menjadi tidak

konservatif.

3.6.6. Analisis Jalur

Menurut Ghozali (2018: 245). Analisis jalur pada dasarnya merupakan


44

perluasan dari regresi berganda yang memperkirakan hubungan sebab akibat antar

variabel yang didasarkan pada teori sebelumnya. Analisis jalur saja tidak dapat

membangun
45

hubungan sebab akibat, juga tidak dapat digunakan sebagai pengganti peneliti untuk

melihat hubungan sebab akibat antar variabel. Hubungan kausal antar variabel

dijelaskan dengan model berbasis teori. Analisis jalur dapat menentukan pola

hubungan antara tiga atau lebih variabel dan tidak dapat digunakan untuk

mengkonfirmasi atau menyangkal hipotesis kausal imajiner.

Anda mungkin juga menyukai