Anda di halaman 1dari 55

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam dunia bisnis saat ini, semakin banyak perusahaan yang bersaing
dengan perusahaan yang lain terutama perusahaan yang go public. Untuk bersaing
dengan perusahaan lain, manajemen perusahaan selalu berusaha untuk
menampilkan kinerja dan peforma perusahaan yang terbaik dengan harapan
mampu mempengaruhi minat para calon investor untuk menginvestasikan
sahamnya pada perusahaan mereka. Banyak media untuk menampilkan kinerja
dan peforma perusahaan yang baik, salah satunya adalah melalui laporan
keuangan terutama pada labanya. Investor akan tertarik dengan laba yang cukup
besar dan selalu stabil, sehingga banyak manajemen perusahaan yang akhirnya
melakukan praktik perataan laba menurut Subeksi (2005).
Laporan keuangan merupakan cerminan dari kinerja para manajemen. Tujuan
pelaporan adalah untuk menyediakan informasi melalui media laporan keuangan
suatu perusahaan yang bermanfaat bagi para pemakai dalam pengambilan
keputusan ekonomi, dimana hal tersebut menunjukan bahwa laporan keuangan
memiliki peranan yang sangat penting (Rosita 2008). Menurut Harahap
(2007:120) pemakai laporan keuangan dapat dibedakan menjadi beberapa pihak
yaitu manajemen, pemegang saham, pemerintah, kreditur, karyawan perusahaan,
pemasok, konsumen dan masyarakat umum lainnya. Yang pada dasarnya dapat
dibedakan menjadi pihak kelompok internal dan eksternal. Salah satu parameter
yang digunakan untuk mengukur kinerja manajemen adalah laba. Sebagaimana
yang disebutkan dalam SFAC No.1 bahwa informasi laba pada umumnya
merupakan perhatian utama dalam menaksir kinerja atau penanggung jawaban
manajemen dan informasi laba membantu pemilik melakukan penaksiran atas
earning power perusahaan di masa yang akan datang. Oleh karena itu, manajemen
mempunyai wewenang untuk membuat laporan keuangan menjadi baik.

1
2

Secara umum laporan keuangan yang disajikan terdiri dari laporan posisi
keuangan, laba rugi, laporan laba ditahan,laporan arus kas, catatan atas laporan
keuangan.Namun ada kecenderungan pemakai laporan keuangan hanya
memperhatikan laba yang terdapat dalam laporan laba rugi. Situasi ini didasari
oleh manajemen terutama dari kalangan manajer yang kinerjanya diukur
berdasarkan informasi tersebut, sehingga mendorong timbulnya dysfunctional
behavior menurut Sugiarto (2003).
Manajemen laba (Earning management)adalah konsep yang dilakukan
perusahaan dalam mengelola laporan keuangan supaya terlihat memiliki kualitas
(quality of financial reporting) (Wildani, 2008). Karena pentingnya laporan ini
manajemen mempunyai kecenderungan membuat laporan keuangan menjadi
lebih baik, kadangkala manajemen melakukan hal-hal yang mengubah laporan
laba rugi untuk kepentingan pribadinya seperti mempertahankan jabatan atau
mendapatkan bonus yang tinggi. Biasanya laba yang stabil yaitu tidak banyak
fluktuasi dari suatu periode ke periode lain dinilai sebagai suatu prestasi baik.
Upaya menstabilkan laba ini disebut income smoothing (Koch, 1981 dalam
Merry, 2006)
Perataan laba (income smoothing) dapat didefinisikan sebagai cara yang
digunakan manajemen untuk mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan agar
sesuai dengan target yang diinginkan baik secara artificial yaitu melalui
pendekatan akuntansi maupun secara real yaitu melalui rekayasa transaksi
(Koch, 1981 dalam Merry, 2006). Perataan laba merupakan fenomena umum
yang bertujuan untuk mengurangi variabilitas atas laba yang dilaporkan guna
mengurangi resiko pasar atas saham perusahaan yang pada akhirnya dapat
meningkatkan harga pasar perusahaan. Tindakan perataan laba ini telah dianggap
tindakan yang logis dan rasional, namun bisa merugikan pihak lain. Tindakan
perataan laba ini menyebabkan pengungkapan informasi mengenai penghasilan
bersih atau laba menjadi menyesatkan, sehingga menyebabkan terjadinya
kesalahan dalam pengambilan keputusan oleh pihak-pihak yang berkepentingan
3

dengan perusahaan khususnya pihak eksternal. Oleh karena itu Hector (1989)
dalam Merry (2006) menjelaskan bahwa perataaan laba merupakan salah satu hal
yang sering dilakukan manajeman untuk menyesatkan informasi laporan
keuangan.
Tujuan perusahaan melakukan perataan laba menurut Foster (1986) dalam
Merry (2006) adalah sebagai berikut :
1. Memperbaiki citra perusahaan dimata pihak luar ,bahwa perusahaan
tersebut memiliki resiko yang rendah,
2. Memberikan informasi yang relevan dalam melakukan prediksi terhadap
laba di masa yang akan datang,
3. Meningkatkan kepuasan relasi bisnis,
Meningkatkan persepsi pihak eksternal terhadap kemampuan manajemen,
dan ancaman pergantian manajer.
Penelitian tentang perataan laba yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan
yang telah listing di Bursa Efek Indonesia (BEI) telah banyak dilakukan namun
diperoleh hasil yang tidak konsisten. Seperti penelitian penelitian berikut ini:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Igan Budiasih(2009) tentang pengaruh
ukuran perusahaan, dengan hasil berpengaruh positif dan signifikan
terhadap praktik perataan laba. Berbanding terbalik dengan penelitian dari
Olivya Pramono (2013) yang menyatakan ukuran perusahaan tidak
berpengaruh positif terhadap praktik perataan laba.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Ni Wayan Piwi Indah Pratiwi Dan I Gusti
Ayu Eka Damayanti(2017) tentang pengaruh profitabilitas dengan hasil
berpengaruh positif dan signifikan terhadap praktik perataan laba.
Berbanding terbalik dengan penelitian dari Mohamad Rafki Nazar Dan
Wiwin Aminah(2017) yang menyatakan profitabilitassecara parcial tidak
berpengaruh positif terhadap praktik perataan laba.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Dewi Sari Wijoyo(2014) tentang pengaruh
kepemilikan perusahaan (instituonal)dengan hasil tidak berpengaruh
4

positif dan tidak signifikan terhadap praktik perataan laba. Berbanding


terbalik dengan penelitian dari A.A Sagung Nur Andriani (2019) yang
menyatakan kepemilikan perusahaan (institutional) berpengaruh positif
terhadap praktik perataan laba.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Muhamad Yusuf Dan Soraya(2004)
tentang pengaruh leverage dengan hasil berpengaruh positif dan
signifikan terhadap praktik perataan laba. Berbanding terbalik dengan
penelitian dari Made Anggi Adeliana Dewi(2019) yang menyatakan
leverage tidak berpengaruh positif terhadap praktik perataan laba.

Mengacu pada permasalahan yang telah diuraikan pada paragraf diatas, maka
penulis bermaksud untuk melakukan penelitian dengan judul“Analisa Faktor
Faktor Yang Mempengaruhi Perataan Laba Pada Sektor Industri Barang
Konsumsi Pada Tahun 2016-2020” dengan faktor faktor berikut yakni ukuran
perusahaan, profitabilitas, kepemilikan perusahaan dan rasio hutang(financial
leverage) sebagai variable independenya

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah penelitian ini


adalah sebagai berikut:
1. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap praktik perataan laba?
2. Apakah profitabilitas perusahaan berpengaruh terhadap praktik perataan
laba?
3. Apakah kepemilikan perusahaan berpengaruh terhadap praktik perataan laba?
4. Apakah rasio hutang perusahaan berpengaruh terhadap praktik perataan laba?
5

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut tujuan penelitian ini adalah sebagai


berikut:
1. Untuk membuktikan secara empiris pengaruh ukuran perusahaan terhadap
praktik perataan laba
2. Untuk membuktikan secara empiris pengaruh profitabilitas perusahaan
terhadap praktik perataan laba
3. Untuk membuktikan secara empiris pengaruh kepemilikan perusahaan
terhadap praktik perataan laba
4. Untuk membuktikan secara empiris pengaruh rasio hutang perusahaan
terhadap praktik perataan laba

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat Penelitian ini adalah:


1. Bagi Investor,
Penelitian ini dapat digunakan oleh investor untuk menilai mengenai baik dan
buruknya kinerja manajemen perusahaan dalam praktik perataan laba.
Dengan adanya penelitian ini, mempermudah investor untuk mengambil
keputusan investasi untuk masa yang akan datang.
2. Bagi Perusahaan,
Penelitian ini dapat digunakan oleh perusahaan untuk mengevaluasi kinerja
keuangan serta membantu manajemen dan pemilik perusahaan untuk
mengambil keputusan dan merencanakan strategi dalam manajemennya
berdasarkan hasil penelitian.
6

3. Bagi Akademisi,
Penelitian ini memberi bukti empiris tentang bagaimana pengaruh pengaruh
ukuran perusahaan, profitabilitas, kepemilikan perusahaan, dan rasio
hutang(financial leverage)
Terhadap praktik perataan laba. Selain itu juga dapat memperkaya bahan
kajian atau referensi di bidang keuangan penelitian yang akan datang.
4. Bagi Penulis,
Untuk menambah wawasan penulis dalam mengetahui pengaruh partisipasi
anggaran terhadap senjangan anggaran dengan gaya kepemimpinan dan
budaya organisasi sebagai variabel moderasi.
5. Bagi Pemerintah Daerah,
Sebagai bahan pertimbangan didalam melihat faktor yang mempengaruhi
senjangan anggaran sehingga hal-hal yang dapat mengurangi manfaat
anggaran itu sendiri dapat dihindari.
6. Bagi Peneliti Selanjutnya,
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi atau bukti empiris
mengenai pengaruh partisipasi anggaran terhadap senjangan anggaran.

1.5 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan merupakan suatu pola dalam penyusunan karya ilmiah
untuk memperoleh gambaran secara garis besar dari bab pertama hingga bab
terakhir. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pembaca dalam memahami isi
dari penelitian. Penelitian ini terdiri dari 5 (lima) bab dengan sistematika
penulisan sebagai berikut:
1. BAB I
Merupakan bagian pendahuluan. Bab ini menjelaskan latar belakang yang
mendasari munculnya permasalahan dalam penelitian, perumusan masalah,
tujuan dan kegunaan penelitian, dan sistematika penulisan.
7

2. BAB II
Merupakan bagian tinjauan pustaka, berisi teori-teori yang melandasi
penelitian ini dan menjadi dasar acuan teori, penelitian terdahulu, kerangka
pemikiran, dan pengembangan hipotesis.
3. BAB III
Membahas mengenai metode penelitian yang menjelaskan tentang variabel
penelititan dan definisi operasional, metode penelitian, metode pengambilan
sampel, jenis data yang digunakan beserta sumbernya, teknik pengambilan 9
data, dan metode analisis yang digunakan untuk menganalisis hasil pengujian
sampel
4. BAB IV
Merupakan bagian pembahasan, yang berisi tentang pengujian atas hipotesis
yang dibuat dan penyajian hasil dari pengujian tersebut, serta pembahasan
tentang hasil analisis yang dikaitkan dengan teori yang berlaku.
5. BAB V
Merupakan bagian penutup, yang berisi simpulan yang diperoleh dari hasil
analisis pada bab sebelumya, keterbatasan penelitian serta saran bagi
penelitian berikutnya.
7
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 LANDASAN TEORI


2.1.1 Teori Keagenan
Menurut Anthony dan Govindarajan (2005) hubungan agensi ada
ketika salah satu pihak (prinsipal) menyewa pihak lain (agen) untuk
melaksanakan suatu jasa dan, melakukan hal itu, mendelegasikan
wewenang untuk membuat keputusan kepada agen tersebut. Dalam
suatu korporasi, pemegang saham merupakan prinsipal dan CEO adalah
agen mereka. Pemegang saham menyewa CEO agar bertindak sesuai
keinginan mereka. Jensen dan Meckling dalam Watts dan Zimmerman
(1986) menyatakan bahwa teori keagenan juga disebut teori kontraktual
yang memandang suatu perusahaan sebagai suatu perikatan kontrak
antara anggota-anggota perusahaan. Lebih lanjut, mereka menyatakan
hubungan keagenan sebagai suatu kontrak jasa antara satu atau lebih
pihak (prinsipal) yang mempekerjakan pihak lain (agen) untuk
melakukan suatu jasa untuk kepentingan mereka yang meliputi
pendelegasian beberapa kekuasaan pengambilan keputusan kepada agen
tersebut.
Eisenhardt dalam Nia (2009) menggunakan asumsi sifat dasar
manusia untuk menjelaskan tentang teori agensi, yaitu:
1. Manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self interest),
2. Manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai presepsi masa
mendatang (bounded rationality),
3. Manusia selalu menghindari resiko (risk adverse). Salah satu sifat
dasar manusia adalah self interst artinya mementingkan diri sendiri
dan tidak mau berkorban untuk orang lain.
Pada teori keagenan yang disebut prinsipal adalah pemegang saham
dan yang disebut agen adalah manajemen yang mengelola perusahaan.
Prinsipal diasumsikan hanya tertarik pada pengembalian keuangan yang

8
9

diperoleh dari investasi mereka pada perusahaan. Sedangkan agen


diasumsikan akan menerima kepuasan tidak hanya dari kompensasi
keuangan tetapi juga dari tambahan lain yang terlibat dalam hubungan
keagenan (Anthony dan Govindarajan, 2005). Sesuai dengan asumsi
tersebut, maka manajer akan mengambil kebijakan yang menguntungkan
dirinya sebelum memberikan manfaat kepada pemegang saham. Di
dalam sebuah perusahaan terdapat tiga pihak utama (major participant)
yang memiliki kepentingan berbeda yaitu manajemen, pemegang saham
(sebagai pemilik), dan buruh atau tenaga kerja. Prinsip pengambilan
keputusan yang diambil oleh manajer adalah bahwa manajer harus
memilih tindakan-tindakan yang akan memaksimalkan kekayaan
pemegangsaham. Namun kenyataan yang terjadi di banyak perusahaan
adalah manajer cenderung memilih tindakan-tindakan yang
menguntungkan kepentingannya yang dapat memaksimalkan
kekayaannya daripada menguntungkan pemegang saham.

2.1.2 Teori Akuntansi Positif (Positive Accounting Theory)


Watts dan Zimmerman (1986) merumuskan pemahaman tentang
perataan laba (income smoothing) yang dirumuskan dalam Positive
Accounting Theory (PAT), yaitu anggapan bahwa tujuan dari teori
akuntansi adalah untuk menjelaskan praktik-praktik akuntansi,
diantaranya:
1. The Bonus Plan Hypothesis .
Inti dari hipotesis ini yaitu anggapan bahwa dengan
meningkatkan pelaporan laba bersih yang diperoleh oleh
perusahaan maka bonus yang diperoleh oleh manajemen
perusahaan akan meningkat secara signifikan. Diasumsikan
bahwa pemanipulasian yang dilakukan dengan tujuan tertentu ini
dapat terjadi apabila faktor-faktor lain dianggap tetap. Jika hal
diatas sudah terpenuhi maka para manajer perusahaan cenderung
untuk memilih metode akuntansi yang memperbolehkan
10

pelaporan laba untuk periode saat ini lebih besar dari periode
yang akan datang.
2. The Debt/Equity Hypothesis (Debt Convenant Hypothesis)
Diasumsikan ketika hal-hal lain dalam keadaan tetap dan
perusahaan mempunyai debt to equity ratio yang tinggi, manajer
perusahaan cenderung menggunakan metode akuntansi yang
dapat meningkatkan pendapatan atau laba. Hal tersebut
dikarenakan perusahaan dengan debt to equity ratio yang tinggi
akan mengalami kesulitan dalam memperoleh dana tambahan
dari pihak kreditur bahkan perusahaan terancam perjanjian
hutang.
3. The Political Cost Hypothesis (Size Hypothesis)
Dalam hipotesis ini semua hal-hal lain dianggap tetap, ketika
perusahaan mengeluarkan biaya untuk kepentingan politik
dengan jumlah yang besar maka perusahaan tersebut akan
cenderung menggunakan metode akuntansi yang dapat membuat
pelaporan laba pada periode berjalan lebih rendah daripada
pelaporan laba sesungguhnya. Semakin besar perusahaan maka
biaya politik yang terjadi akan cenderung semakin besar pula.

2.1.3 Pengertian Laba


Laba dimaknai sebagai imbalan atas upaya perusahaan
menghasilkan barang dan jasa. Ini berarti laba merupakan kelebihan
pendapatan di atas biaya total yang melekat dalam kegiatan produksi
dan penyerahan barang atau jasa (Suwardjono, 2014). Laba
mencerminkan aktivitas ekonomi perusahaan pada periode tertentu,
sehingga seringkali laba digunakan sebagai dasar dalam menilai kinerja
perusahaan dan juga digunakan oleh para investor untuk menilai
kelayakan investasi maupun besarnya perolehan yang akan mereka
dapatkan. Para pemakai laporan keuangan memiliki konsep masing
11

masing yang disesuaikan dengan kebutuhan dan dianggap cocok dengan


proses pengambilan keputusan(Suwarjono,2004).
Fisher (1912) dan Bedford (1965) menyatakan bahwa pada dasarnya
ada tiga konsep laba yang digunakan dalam ilmu ekonomi ketiga
konsep laba tersebut:
1. Psychic Income

Psychic income menunjukkan konsumsi barang atau jasa yang


dapat memenuhi kepuasan dan keinginan dari individu.
2. Real Income
Real Income menunjukkan kenaikan dalam kemakmuran ekonomi
yang ditunjukkan oleh kenaikan biaya hidup (cost of living).
3. Money Income
Menunjukkan kenaikan nilai moneter sumber-sumber ekonomi
yang digunakan untuk konsumsi sesuai dengan biaya hidupnya
(cost of living).
Dalam Konsep Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan
Keuangan, (IAI, 1994) mengartikan laba atau penghasilan sebagai
kenaikan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam
bentuk pemasukan atau penambahan aktiva atau penurunan kewajiban
yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari
kontribusi penanam modal (paragraf. 70). Menurut Mitchel dalam
Bedford (1965) perbedaan antara laba ekonomi dan laba akuntansi
disebabkan oleh perbedaan konsep yang melandasinya. Berdasarkan
pendapat yang diutarakan oleh para ahli seperti yang dikutip pada
paragraf diatas, dapat dikatakan bahwa penggunaan konsep yang
relevan sangat mempengaruhi interpretasi kita akan pengertian laba.
Agar dapat menghasilkan laba maksimamal maka sudah seharusnya
para pemangku kepentingan mengetahui secara mendalam akan
konsep laba yang dipakai oleh entitasnya. Sebelum penjalankan
operasi perusahaan, langkah pendahuluan yang harus dilakukan oleh
12

suatu perusahaan yaitu merumuskan konsep laba mana yang akan


dipakai oleh entitasnya.

2.1.4 Tujuan Pelaporan Laba

Ghozali dan Chariri (2007) mengungkapkan bahwa tanpa


memperhatikan masalah yang muncul, informasi laba sebenarnya dapat
digunakan untuk memenuhi berbagai tujuan. Tujuan pelaporan laba
adalah untuk menyediakan informasi yang berguna bagi pihak yang
berkepentingan.
Informasi tentang laba perusahaan dapat digunakan untuk berbagai hal,
diantaranya:
1. Sebagai indikator efisiensi penggunaan dana yang tertanam
dalam perusahaan yang diwujudkan dalam tingkat kembalian
(rate of return on invested capital).
2. Sebagai pengukur prestasi manajemen.
Umumnya prestasi manajemen dinilai berdasarkan tingkat laba
yang dihasilkan perusahaan. Sebagai salah satu indikator dalam
menilai prestasi manajemen, informasi laba sangat dibutuhkan
oleh banyak pihak.
3. Sebagai dasar penentuan besarnya pengenaan pajak.
Besarnya pajak dapat dihitung berdasarkan laporan laba
perusahaan. Semakin besar laba perusahaan maka pajak yang
dikenakan juga akan semakin besar.
4. Sebagai alat pengendalian alokasi sumber daya ekonomi suatu
Negara. Sumber daya ekonomi merupakan barang yang tidak
dapat diperbarui, agar keberadaannya terus ada maka diperlukan
alokasi yang baik dan benar.
5. Sebagai dasar kompensasi dan pembagian bonus.
Laba perusahaan menentukan berapa banyak jumla bonus yang
akan dibagikan kepada karyawan perusahaan. Semakin banyak
13

jumlah laba maka bonus yang akan didapat oleh karyawan juga
akan meningkat.
6. Sebagai alat motivasi manajemen dalam pengendalian
perusahaan.Laba yang berfluktuasi akan menimbulkan
kekhawatiran manajemen. Agar stabilitas perusahaan tidak
terganggu maka diperlukan pengendalian yang baik dari
perusahaan. Berfluktuasinya laba ini dapat dijadikan sebagai alat
motivasi manajemen dalam pengendalian perusahaan.
7. Sebagai dasar untuk kenaikan kemakmuran.
Kemakmuran karyawan perusahaan dapat dipengaruhi dari
tingkat laba yang diperoleh perusahaan. Semakin tinggi laba
maka bonus yang diberikan kepada karyawan akan semakin
tinggi dan mengakibatkan meningkatnya kemakmuran karyawan
yang bersangkutan.
2.1.5 Pola Manajemen Laba
Scott (2003) dalam Ratnasari (2012) menjelaskan bahwa pola
manajemen laba yang sering dilakukan oleh suatu perusahaan adalah
sebagai berikut:
1. Taking Bath
Taking bath yaitu tindakan manajemen dengan cara melaporkan
biaya-biaya pada masa mendatang di masa kini dan menghapus
beberapa aktiva. Hal ini juga memberi kesempatan bagi manajer
yang mempunyai net income di bawah bogey (tingkat laba
minimum untuk memperoleh bonus) untuk menaikkan bonus di
masa yang akan datang. Tindakan ini biasanya dilakukan bila
perusahaan mengadakan restrukturisasi atau reorganisasi.
2. Income Minimization
Income minimization yaitu. tindakan yang dilakukan untuk
menghapus modal aset, beban iklan, pengeluaran R&D, dan
sebagainya dengan tujuan untuk mencapai suatu tingat return on
14

asset atau return on investment tertentu. Tindakan ini biasanya


dilakukan pada periode yang tingkat profitabilitasnya tinggi.
3. Income Maximization
Yang disebut dengan income maximization yaitu manajer
berusaha melaporkan net income yang tinggi dengan motivasi
mendapat bonus yang lebih besar. Pola ini dilakukan untuk
menghindari pelanggaran atas kontrak hutang jangka panjang.
4. Income Smoothing
Manajer mempunyai kecenderugan untuk meratakan laba bersih
sehingga berada tetap di antara bogey (laba minimun untuk
mendapat bonus) dan cap (laba maksimum untuk mendapat
bonus). Lebih jauh lagi apabila manajer mempunyai sikap
menghindari resiko (risk-averse), mereka akan memilih untuk
mengurangi aliran bonus yang tidak berubah-ubah sehingga
perataan laba dipilih sebagai jalan keluar.

Scott (2000) dalam Rahmawati dkk. (2006) mengemukakan


beberapa alasan yang menjadikannya motivasi dilakukannya manajemen
laba, yaitu:
1. Bonus Purposes
Manajer yang memiliki informasi atas laba bersih perusahaan
akan bertindak secara oportunistik untuk melakukan manajemen
laba dengan memaksimalkan laba saat ini (Healy, 1985 dalam
Rahmawati mdkk, 2006).
2. Political Motivation
Manajemen laba digunakan untuk mengurangi laba yang
dilaporkan pada perusahaan publik karena adanya tekanan publik
yang mengakibatkan pemerintah menetapkan peraturan yang lebih
ketat.
3. Taxation Motivation
15

Berbagai metode akuntansi digunakan dengan tujuan untuk


penghematan pajak pendapatan.
4. Pergantian CEO
CEO yang mendekati masa pensiun akan cenderung menaikkan
pendapatan untuk meningkatkan bonus mereka dan jika kinerja
perusahaan buruk, mereka akan memaksimalkan pendapatan agar
tidak diberhentikan.
5. Initial Public Offering (IPO)
Perusahaan yang akan go public namun belum memiliki nilai
pasar, menyebabkan manajer perusahaan melakukan manajemen
laba dengan harapan dapat menaikkan harga saham perusahaan.
6. Pentingnya Memberi Informasi Kepada Investor
Informasi mengenai kinerja dalam pelaporan laba perusahaan
harus disampaikan kepada investor sehingga investor dapat
menilai bahwa perusahaan tersebut dalam kinerja yang baik

Ghozali dan Chariri (2007) mengungkapkan bahwa ada dua konsep


yang digunakan untuk menentukan elemen laba perusahaan, yaitu
current operating concept (Earnings) dan all inclusive concept of
income (laba komprehensif). Kedua konsep tersebut dapat diuraikan
sebagai berikut:
1. Konsep Laba Periode (Earnings)
Tujuan dari konsep laba periode adalah untuk mengukur efisiensi
dari suatu perusahaan. Efisiensi itu sendiri sangat berkaitan erat
dengan penggunaan sumber-sumber ekonomi dari suatu perusahaan
untuk memperoleh laba. Konsep laba periode menitikberatkan pada
laba operasi periode berjalan yang berasal dari kegiatan normal
perusahaan. Segala aktivitas normal perusahaan merupakan dasar
dalam penentuan laba pada akhir periode. Oleh karena itu, dalam
konsep ini yang termasuk elemen laba adalah peristiwa atau
perubahan nilai yang dapat dikendalikan manajemen dan berasal dari
16

keputusan-keputusan periode berjalan. Kesalahan dalam menghitung


laba periode sebelumnya tidak menunjukkan efisiensi manajemen
periode berjalan. Kesalahan tersebut merupakan ukuran untuk
menilai efisiensi periode sebelumnya
2. Konsep Laba Komprehensif (Comprehensive Income)
FASB dalam SFAC No. 3 dan 6 menyebutkan bahwa yang dimaksud
dengan laba komprehensif adalah:
Total perubahan aktiva bersih (ekuitas) perusahaan selama satu
periode, yang berasal dari semua transaksi dan kegiatan lain dari
sumber selain sumber yang berasal dari pemilik. Pengertian laba
komprehensif adalah hampir sama dengan pengertian laba bersih (net
income) yang penyusunannya menggunakan konsep atau pendekatan
all-inclusive. Laba periode dan laba komprehensif mempunyai
komponen utama yang sama yaitu; pendapatan, biaya untung dan
rugi. Perbedaannya yaitu ada beberapa komponen yang menjadi
elemen laba komprehensif tidak dimasukkan dalam perhitungan laba
periode. Komponen tersebut adalah:
a. Pengaruh penyesuaian akuntansi tertentu untuk periode lalu
yang dialami dalam periode berjalan diperlukan sebagai
penentu besarnya laba bersih.
b. Perubahan aktiva bersih tertentu (holding gains and losses)
yang diakui dalam periode berjalan seperti untung dan rugi,
perubahan harga pasar investasi saham sementara, dan
penjabaran mata uang asing.
2.1.6 Perataan Laba (Income Smoothing)
A. Pengertian Perataan Laba
Income smoothing adalah definisi yang dikemukakan oleh
Belkaoui (1993) dalam Ghozali dan Chariri (2007) perataan laba
merupakan normalisasi laba yang dilakukan secara sengaja untuk
mencapai trend atau tingkat yang diinginkan. Adapun Frudenberg dan
Tirole (1995) dalam Nurkhabib (2004:11) mendefinisikan perataan
17

laba sebagai proses manipulasi profil waktu earning atau pelaporan


earning agar aliran laba yang dilaporkan perubahannya lebih sedikit.
Definisi income smoothing lainnya yang dikemukakan Beidelman
(1973) dalam Ghozali dan Chariri (2007) adalah perataan laba yang
dilaporkan dapat didefinisikan sebagai usaha yang disengaja untuk
meratakan atau memfluktuasikan tingkat laba sehingga pada saat
sekarang dipandang normal bagi suatu perusahaan. Dalam hal ini
perataan laba menunjukkan suatu usaha manajemenperusahaan untuk
mengurangi variasi abnormal laba dalam batas-batas yang diizinkan
dalam praktek akuntansi dan prinsip manajemen yang wajar.

B. Motivasi Dilakukannya Perataan Laba


Ketatnya persaingan dalam dunia bisnis cenderung berdampak
kurang baik terhadap tingkah laku manajerial. Segala macam cara
diupayakan untuk mendapatkan kepercayaan dari pemilik modal.
Perataan laba merupakan salah satu contohnya. Ada beberapa alasan
yang dapat digunakan untuk menjelaskan mengapa manajer
melakukan perataan laba.
Menurut Heyworth (1953) dalam Ghozali dan Chariri (2007)
menyatakan bahwa motivasi yang mendorong dilakukannya perataan
laba adalah memperbaiki hubungan dengan kreditor, investor dan
karyawan, serta meratakan siklus bisnis melalui proses psikologis.
Adapun Bidleman dalam Assih (2000) percaya bahwa manajemen
melakukan perataan laba untuk menciptakan suatu aliran laba yang
stabil dan mengurangi covariance atas return dengan pasar.
Sedangkan Barnea ,dkk (1976) dalam Assih (2000) menyatakan
bahwa manajer melakukan perataan laba untuk mengurangi fluktuasi
dalam laba yang dilaporkan dan meningkatkan kemampuan investor
untuk memprediksi aliran kas dimasa yang akan datang.
18

Di lain pihak menurut Dye (1988) dalam Suwito dan Herawaty (2005)
menyatakan pemilik mendukung perataan laba karena adanya
motivasi internal dan motivasi eksternal.

Ada dua jenis perataan laba, yaitu (Riahi- Belkaoui, 2004) :


1. Intentional atau designed smoothing
Ialah keputusan atau pilihan yang dibuat untuk mengatur
fluktuasi
earnings pada level yang diinginkan.
2. Natural smoothing
Adalah income generating process yang natural, bukan hasil dari
tindakan yang diambil oleh manajemen.
Sedangkan menurut Syahriana (2006) dalam Rahmawati (2012)
alasan seorang manajer melakukan praktik perataan laba adalah
sebagai berikut :
1. Aliran laba yang merata dapat meningkatkan keyakinan para
investor karena laba yang stabil akan mendukung
kebijaksanaan dividen yang stabil pula sebagaimana yang
diinginkan para investor.
2. Penyusunan pos pendapatan dan biaya secara bijaksana yang
melalui periode beberapa metode tertentu, manajemen dapat
mengurangi kewajiban perusahaan secara keseluruhan.
3. Perataan laba dapat meningkatkan hubungan antara manajer
dan pekerja karena kenaikan yang tajam dalam laba yang
dilaporkan dapat menimbulkan permintaan upah yang lebih
tinggi bagi para karyawan.
4. Aliran laba yang merata dapat memiliki pengaruh psikologis
pada ekonomi dalam hal kenaikan atau penurunan dapat
dihindarkan serta rasa pesimis dan optimis dapat dikurangi.

C. Teknik yang Dilakukan dalam Perataan Laba


19

Terdapat berbagai teknik yang dilakukan oleh manajemen dalam


praktik perataan laba, diantaranya adalah menurut Sugiarto (2003)
dalam Arya (2012):

1. Perataan melalui waktu terjadinya transaksi atau pengakuan


transaksi.
Pihak manajemen dapat menentukan atau mengendalikan
waktu transaksi melalui kebijakan manajemen sendiri
(accrual) misalnya: pengeluaran biaya riset dan
pengembangan. Selain itu banyak juga perusahaan yang
menggunakan kebijakan diskon dan kredit, sehingga hal ini
dapat menyebabkan meningkatnya jumlah piutang dan
penjualan pada bulan terakhir dan laba kelihatan stabil pada
periode tertentu.
2. Perataan melalui alokasi untuk beberapa periode tertentu.
Manajer mempunyai wewenang untuk mengalokasikan
pendapatan atau beban untuk periode tertentu. Misalnya:
jika penjualan meningkat, maka manajemen dapat
membebankan biaya riset dan pengembangan serta
amortisasi goodwill pada periode itu untuk menstabilkan
laba.
3. Perataan melalui klasifikasi.
Manajemen memiliki kewenangan untuk
mengklasifikasikan pos-pos rugi laba dalam kategori yang
berbeda. Misalnya jika pendapatan non-operasi sulit untuk
didefinisika maka manajer dapat mengklasifikasikan pos itu
pada pendapatan operasi atau pendapatan non-operasi

D. Tujuan Praktik Perataan Laba


Seperti halnya praktik akuntansi lainnya, perataan laba
memiliki berbagai tujuan. Beidleman (1973) mengemukakan
20

bahwa tujuan perataan laba adalah untuk mengurangi fluktuasi


pada pelaporan laba dan mengurangi resiko sehingga harga
sekuritas yang tinggi menarik perhatian pasar, terutama perhatian
dari investor potensial. Tindakan pemanipulasian laba yang
dilakukan oleh manajemen perusahaan masih dapat ditoleransi
sepanjang tetap mengacu pada hukum akuntansi.

Peneliti lain yaitu Foster (1986) juga menyatakan bahwa tujuan


dari perataan laba antara lain adalah sebagai berikut:
1. Memperbaiki citra perusahaan di mata pihak luar bahwa
perusahaan tersebut memiliki risiko keuangan yang
rendah.
2. Memberikan informasi yang relevan dalam melakukan
prediksi terhadap laba di masa yang akan datang.
3. Dapat meningkatkan kepuasan relasi bisnis.
4. Meningkatkan persepsi pihak eksternal terhadap
kemampuan manajemen.
5. Dapat meningkatkan kompensasi bagi pihak manajemen
perusahaan.
E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perataan Laba
1. Ukuran Perusahaan
Ukuran secara umum dapat diartikansebagai suatu
perbandingan besar kecilnya suatu objek. Menurut Agnes
Sawir (2004:101-102) ukuran perusahaan dinyatakan
sebagai determinan dari struktur keuangan dalam hamper
setiap studi untuk alasan yang berbeda .Ukuran perusahaan
dapat ditentukan berdasarkan penjualan, total aktiva, tenaga
kerja, dan lain-lain, yang semuanya berkorelasi tinggi
(Machfoedz, 1994). Machfoeds (1994) dan Moses (1987)
melakukan pengujian terhadap perusahaan besar yang
memiliki kecenderungan lebih besar untuk pemerataan laba
21

(biger firms have greater propensity to smooth income).


Hasil pengujian tersebut menyatakan bahwa perusahaan
yang lebih besar memiliki dorongan yang lebih besar untuk
melakukan perataan laba dibandingkan dengan perusahaan
yang lebih kecil. Untuk itu, perusahaan besar kemungkinan
melakukan praktik perataan laba untuk mengurangi
fluktuasi laba yang besar, fluktuasi laba yang besar
menunjukkan risiko yang besar pula dalam investasi
sehingga mempengaruhi kepercayaan investor terhadap
perusahaan.
Ukuran perusahaan bisa diukur dengan menggunakan total
aktiva, pendapatan atau modal dari perusahaan tersebut.
Salah satu tolak ukur yang menunjukkan besar kecilnya
perusahaan adalah ukuran aktiva dari perusahaan tersebut.
Perusahaan yang memiliki total aktiva besar menunjukkan
bahwa perusahaan tersebut telah mencapai tahap
kedewasaan, dimana dalam tahap ini arus kas perusahaan
sudah positif dan dianggap memiliki prospek yang baik
dalam jangka waktu yang relative stabil dan lebih mampu
menghasilkan laba dibandingkan perusahaan dengan total
asset yang kecil.
2. Profitabilitas
Profitabilitas perusahaan diukur dengan kesuksesan
perusahaan dan kemampuan menggunakan aktivanya secara
produktif, dengan demikian profitabilitas suatu perusahaan
dapat diketahui dengan membandingkan antara laba yang
diperoleh dalam suatu periode dengan jumlah aktiva atau
modal perusahaan.Profitabilitas adalah hasil bersih dari
serangkaian kebijakan dan keputusan yang menunjukkan
pengaruh gabungan dari kebijakan likuiditas, menajemen
22

aktiva dan manajemen utang terhadap hasil operasi


(Brigham dan Houston,2001).
Pengukuran kinerja suatu perusahaan merupakan hal yang
sangat penting terutama sekali untuk mengukur kinerja
manajemen dalam mengelola perusahaan, dan biasanya
menggunakan ukuran profitabilitas. Tingkat profitabilitas
suatu perusahaan memperlihatkan seberapa besar
kemampuan perusahaan untuk memperoleh keuntungan
dari investasi yang dilakukan.

Berikut ini adalah beberapa ratio yang digunakan untuk


mengukur profitabilitas adalah sebagai berikut :
Return On Asset (ROA)
merupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba dengan semua aktiva yang dimiliki oleh
perusahaan tersebut. Dalam hal ini laba yang digunakan
adalah laba setelah pajak (EAT).
Rasio profitabilitas return on assets (ROA) dapat dijadikan
sebagai ukuran dari tingkat pengembalian yang dihasilkan
oleh asset organisasi (Atkinson et. al, 2004) atau bagaimana
kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih
berdasarkan tingkat asset tertentu. Semakin tinggi rasio
yang diperoleh maka semakin efisien manajemen asset
perusahaan. Dengan demikian ROA dipakai untuk melihat
berapa besar kombinasi pengaruh antara margin dan tingkat
perputaran asset (Higgins, 2004).
3. Leverage
Financial leverage timbul karena adanya kewajiban-
kewajiban keuangan yang sifatnya tetap yang harus
dikeluarkan perusahaan. Kewajiban-kewajiban keuangan
yang tetap ini tidaklah berubah dengan adanya perubahan
23

tingkat EBIT dan harus dibayar tanpa melihat sebesar


apapun tingkat EBIT yang dicapai oleh perusahaan.
Perusahaan yang menggunakan dana dengan beban tetap
dikatakan menghasilkan leverage yang menguntungkan
(favorable financial leverage) atau efek yang positif jika
pendapatan yang diterima dari penggunaan dana tersebut
lebih besar daripada beban tetap dari penggunaan dana itu.
Financial leverage merugikan (unfavorable leverage) jika
perusahaan tidak dapat memperoleh pendapatan dari
penggunaan dana tersebut sebanyak beban tetap yang harus
dibayar (Riyanto, 1995:375-376). Rasio-rasio leverage
menunjukkan besarnya modal yang berasal dari pinjaman
(modal asing) yang dipergunakan untuk membiayai
investasi dan operasional perusahaan. Sumber yang berasal
dari modal asing akan meningkatkan resiko perusahaan.
Oleh karena itu, makin banyak menggunakan modal asing
maka besar pula rasio leveragenya dan berarti semakin
besar pula resiko yang dihadapi perusahaan.
Leverage diukur dengan menggunakan debt to equity ratio
dikenal sebagai ratio financial leverage. Selain
menggambarkan tingkat penggunaan hutang dalam struktur
modal perusahaan yang bias memberikan tingkat
pengembalian lebih tinggi, debt to equity ratio juga dapat
menggambarkan resiko dalam berinvestasi pada suatu
perusahaan, hal ini disebabkan karena debt to equity ratio
menggambarkan sejauh mana modal pemilik dapat
menutupi hutang-hutang kepada pihak luar. Debt to equity
ratio (DER) juga bias memberikan gambaran mengenai
struktur modal yang dimiliki oleh perusahaan, sehingga
dapat dilihat tingkat resiko tak tertagihnya suatu hutang
(Ang, 1997). Tingginya rasio debt to equity atau rasio
24

financial leverage mencerminkan tingginya resiko


keuangan perusahaan.
4. Kepemilikan Perusahaan
Struktur kepemilikan perusahan dipercaya memiliki
kemampuan untuk mempengaruhi jalannya perusahaan
yang nantinya dapat mempengaruhi kinerja suatu
perusahaan. Kepemilikan seorang manajer akan ikut
menentukan kebijakan dan pengambilan keputusan
terhadap metode akuntansi yang diterapkan pada
perusahaan yang mereka kelola. Dengan kata lain,
persentase tertentu terhadap kepemilikan saham oleh pihak
manajemen, cenderung mempengaruhi tindakan perataan
laba.

F. Pengukuran Perataan Laba


Perataan Laba diuji dengan indeks Eckel (1981). Eckel
menggunakan Coefficient Variation (CV) variabel penghasilan dan
variable penghasilan bersih. Untuk menentukan kelompok
perusahaan yang melakukan tindakan perataan laba dan yang tidak
melakukan perataan laba. Adapun perhitungan indeks eckel
dirumuskan sebagai berikut :
CV ΔΙ
INDEKS PERATAAN LABA = CV ΔS
(Nasser dan Tobia, 2006 )
Keterangan :
ΔI : Perubahan Laba dalam suatu periode
ΔS : Perubahan pendapatan dalam suatu periode
CV : Koefisien variasi dari variabel yaitu standar deviasi dibagi
dengan
nilai yang diharapkan.
Jadi,
25

CV ΔI = Koefesien variasi untuk perubahan laba


CV ΔS = Koefisien variasi untuk perubahan pendapatan
CV ΔI atau CV ΔS dapat dihitung sebagai
berikut :

CV ΔI danCV ΔS=
√ Σ(Δx −ΔX )²
n−1
: ΔX

Keterangan :
ΔX = perubahan laba (I) atau pendapatan (S)
ΔX = rata-rata perubahan laba (I) atau pendapatan (S)
N = banyaknya tahun yang diamati
- Jika nilai Indeks Eckel ≥ 1, maka perusahaan tidak melakukan
perataan laba dan diberi simbol 0.
- Jika nilai Indeks Eckel < 1, maka perusahaan melakukan praktik
perataan laba dan diberi symbol 1. Menurut (Suwito
danArleen,2005).
2.2 PENELITIAN TERDAHULU

Beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu mengenai


rasio keuangan terhadap perubahan laba, antara lain:
1. Muhamad yusuf dan Soraya dengan judul penelitian “Factor Factor
Yang Mempengaruhi Perataan Laba Perusahaan Manufaktur Yang
Terdaftar Di BEI" dengan perataan laba sebagai variable dependenya
dan juga untuk variable independennya ada ukuran perusahaan,
profitabilitas,status perusahaan dan juga operating leverage. Hasil
penelitian menunjukan bahwa hanya pengaruh operating leverage saja
yang berpengaruh positif terhadap praktik perataan laba sedangkan
untuk ukuran perusahaan,profitabilitas dan status perusahaan tidak
berpengaruh positif terhadap praktik perataan laba.
2. Igan Budiasih melakuakn penelitian yang berjudul “Factor Factor
Yang Mempengaruhi Praktik Perataan Laba”.Variable dependen yang
dicari adalah perataan laba sedangkan variable indipendenya ada 4
26

variable yakni dividen pay out ratio, ukuran perusahaan, financial


leverage dan profitabilitas. Hasil penelitianya menyimpulkan bahwa
ukuran perusahaan, profitabilitas, dan dividen pay out rasio
berpengaruh positif dan signifikan terhadap praktik perataan laba.
Sedangkan laporan keuangan tidak berpengaruh postif di praktik
perataan laba.
3. Olivya Pramono juga melakukan penelitia yang sama dengan judul
“Analisis Pengaruh ROA,NPM,DER,Dan Size Terhadap Praktik
Perataan Laba (Studi Kasus Pada Perusahaan Manufaktur Yang
Terdaftar Di BEI Periode 2007-2011) dengan menggunakan variable
dependenya yaitu perataan laba sedangkan variable indipendernya
menggunakan size perusahaan, net profit margin, return on asset, dan
debt toequity ratio. Dengan hasil analisa yakni semua variable yang
digunakan tidak berpengaruh positif signifikan terhadap praktik
perataan laba yang dilakukan.
4. Ida Ayu Gayatri Dan Made Gede W melakukan penelitian dengan
judul “Factor Factor Yang Mempengaruhi Perataan Laba Perusahaan
Manufaktur Yang Terdaftar Di BEI” dengan menggunakan variable
dependenya yaitu perataan laba sedangkan variable indipendenya
ukuran perusahaan, bonus plan, deviden pay out ratio, dan reputasi
auditor dimana hasil penelitianya menunjukan bahwa Ukuran
perusahaan, bonus plan,deviden pay out ratio berpengaruh positif
terhadap praktik perataan laba sedangkan reputasi auditor berpengaruh
negative terhadap praktik perataan laba.
5. Dewi Sari Wijoyo melakukan penelitian dibidang yang sama dengan
judu analisis “Variable Variable Yang Mempengaruhi Praktik Perataan
Laba Dan Perusahaan Manufaktur Yang Public” dengan menggunakan
variable dependenya yaitu perataan laba sedangkan variable
indipendernya menggunakan kepemilikan public, ukuran perusahaaan,
sektor industry ,kualitas audit dan leverage keuangan. Hasil analisa
yang didapat oleh Dewi Sari Wijoyo menunjukan bahwa profitabilitas
27

dan kualitas audit berpengaruh positif terhadap perataan laba. Namun


kepemilikan public, ukuran perusahaan , sector industry,dan leverage
keuangan tidak berpengaruh positif terhadap praktik perataan laba.
6. Ni Wayan Piwi Indah Pratiwi Dan I Gusti Ayu Eka Damayanti dengan
judul “Analisi Perataan Laba Dan Factor Factor Yang
Mempengaruhinya” dengan variable dependen pertain laba dan
variable independen: DER, NPM, return on asset,ukuran perusahaan.
Hasil menuujukan bahwa ukuran perus ahaan, DER, kepemilikan
intitusional, profitabilitas, dividend pay out ratio, dan nilai perusahaan
berpengaruh positif terhadap praktik perataan laba
7. Nurul Elania dengan judul penelitian “Factor Factor Yang
Mempengaruhi Praktik Perataan Laba”. Variable dependennya adalah
praktik perataan laba sedangkan variable independennya adalah
DER(Debt To Equity Ratio) ,ROA(Return on asset), NPM(net profit
margin), dan Ukuran perusahaan. Hasil penelitian menunjukan bahwa
NPM,ROA,dan ukuran perusahaan tidak berpengaruh postif terhadap
praktik perataan laba dan untuk DER berpengaruh positif terhadap
praktik perataan laba.
8. Azizah fitriani dengan judul “Penaruh Profitabilitas, Ukuran
Perusahaan,Dan Financial Leverage Terhadap Praktik Perataan Laba
Pada Perusahaan Farmasi Yang Terdaftar di BEI” . Variable
dependennya adalah praktik perataan laba sedangkan variable
independennya adalah profitabilitas, financial leverage, ukuran
perusahaan. Menunjukan bahwa profitabilitas,ukuran perusahaan,dan
financial leverage berpengaruh secara simultan terhadap perataan laba
namun secara prcial hanya ukura perusahaan saja yang berpengaruh
signifikan terhadap perataan laba.
9. Chynia Natalia dan Liana Susanto dengan judul “Factor Factor Yang
Mempengaruhi Praktik Perataan Laba Pada Perusahaan Manufaktur” .
Variable dependennya adalah praktik perataan laba sedangkan variable
independennya adalah kepemilikan institusional, financial leverage,
28

profitabilitas, ukuran perusahaan. Hasil menunjukan bahwa


profitbilitas berpengaruh signifikan negatif terhadap praktik perataan
laba sedangkan financial leverage, kepemilikan institusional dan
ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap praktik
perataan laba.
10. Barbara Gunawan dan Anggarapindo Hardjunanto dengan judul
“Determinan Prakti Perataan Laba” Variable dependennya adalah
praktik perataan laba sedangkan variable independennya adalah
profitabilitas, financial leverage, nilai perusahaan, ukuran perusahaan,
kepemilikan institusional. Menunjukan bahwa pengaruh profitabilitas,
ukuran perusahaan, financial leverage, nilai perusahaan terhadap
praktik perataan laba tidak ada pengaruh, sedangkan divident payout
ratio terbukti berpengaruh positif signifikan terhadap praktik perataan
laba dan variable kepemilikan institutional berpengaruh negative
signifikan terhadap praktik perataan laba.

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, maka ringkasan penelitian


terdahulu dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No
Nama Judul Variable Metode Hasil
Peneliti Penelitia
n

1 Muhama Factor Variable Kuantitat Hasil menunjukan


d yusuf factor yang dependen: if bahwa operating
dan mempengar -perataan Metode leverage
Soraya uhi perataan laba statistic berpengaruh positif
(2004) laba Variable infensial terhadap praktik
perusahaan independent: perataan laba
manufaktur sedangkan ukuran
29

yang -profitabilitas perusahaan,


terdaftar di -ukuran profitabilitas, dan
BEI perusahaan status perusahaan
-status tidak berpengaruh
perusahaan positif terhadap
-operating praktik perataan
leverage laba.
2 Igan Factor Variable Kuantitat Dari analisis
Budiasih factor yang dependen: if tersebut didapat
(2009) mempengar perataan laba Metode: hasil bahwa ukuran
uhi praktik linier perusahaan,
perataan Variable berganda profitabilitas, dan
laba independen: dividen pay out
rasio berpengaruh
dividen pay positif dan
out ratio signifikan terhadap
ukuran praktik perataan
perusahaan laba. Sedangkan
financial laporan keuangan
leverage tidak berpengaruh
profitabilitas postif di praktik
perataan laba
3 Olivya Analisis Variable Kuantitat ROA, NPM,DER
Pramono pengaruh dependen - if dan size
(2013) ROA,NPM, perataan laba Metode: perusahaan tidak
DER,dan Variable purposiv berpengaruh positif
size independen e signifikan terhadap
terhadap -ROA sampling praktik perataan
praktik -NPM laba
perataan -DER
laba(studi
30

kasus pada -size


perusahaan perusahaan
manufaktur
yang
terdaftar di
BEI periode
2007-2011)
4 Ida Ayu Factor Variable Kuantitat Hasil menunjukan
Gayatri factor yang dependen if bahwa Ukuran
Dan mempengar -perataan Metode: perusahaan, bonus
Made uhi perataan laba purposiv plan, deviden pay
Gede W laba Variable e out ratio
(2013) perusahaan independen sampling berpengaruh positif
manufaktur -Ukuran pada praktik
yang perusahaan perataan laba
terdaftar di -bonus plan sedangkan reputasi
BEI -deviden pay auditor
out ratio berpengaruh
-reputasi negative terhadap
audito praktik perataan
laba

5 Dewi Variable Variable Kuantitat Hsil empiris


Sari variable dependen - if menunjukan bahwa
Wijoyo yang perataan laba Metode: profitabilitas dan
(2014) mempengar Variable purposiv kualitas audit
uhi praktik independen e berpengaruh positif
perataan -kepemilikan sampling terhadap perataan
laba dan public dengan laba. Namun
perusahaan -ukuran regresi kepemilikan public,
manufaktur perusahaaan logistic ukuran
31

yang public -sektor perusahaan , sector


industry industry,dan
Kualitas audit leverage keuangan
-leverage tidak berpengaruh
keuangan positif terhadap
praktik perataan
laba
6 Ni Analisi Variable Kuantitat Hasil menuujukan
Wayan perataan dependen if bahwa ukuran
Piwi laba dan -perataan Metode: perus ahaan, DER,
Indah factor factor laba non kepemilikan
Pratiwi yang Variable probabali intitusional,
Dan I mempengar dependen ty profitabilitas,
Gusti uhinya -perataan sampling dividend pay out
Ayu Eka laba (purposi ratio, dan nilai
Damaya Variable ve perusahaan
nti independen sampling berpengaruh positif
(2017) -DER ) terhadap praktik
-NPM perataan laba
-return on
asset
-ukuran
perusahaan
7 Nurul Factor Variable Kuantitat Hasil menujukan
Elania factor yang dependen if bahwa DER
(2017) mempengar -perataan Metode: berpengaruh positif
uhi praktik laba purposiv terhadap praktik
perataan Variable e perataan laba.
laba independen sampling NPM tidak
-DER dengan berpengaruh postif
regresi terhadap praktik
32

-NPM ganda perataan laba.


-return on Sedangkan return
asset on asset dan ukuran
-ukuran perusahaan tidak
perusahaan berpengaruh positif
terhadap praktik
perataan laba
8 Azizah Penaruh Variable Teknik Menunjukan bahwa
fitriani(2 profitabilita dependen analisis profitabilitas,ukura
018) s, ukuran -perataan menggun n perusahaan,dan
perusahaan, laba akan uji financial leverage
dan Variable regresi berpengaruh secara
financial independen berganda simultan terhadap
leverage -profitabilitas dan uji f perataan laba
terhadap -financial dalam namun secara
praktik leverage pengujia prcial hanya ukura
perataan -ukuran n perusahaan saja
laba pada perusahaan hipotesis yang berpengaruh
perusahaan signifikan terhadap
farmasi yag perataan laba
terdaftar di
BEI
9 Chynia Factor Variable Metode Menunjukan bahwa
Natalia factor yang dependen purposiv profitbilitas
dan mempengar -perataan e berpengaruh
Liana uhi praktik laba sampling signifikan negatif
Susanto( perataan Variable dengan terhadap praktik
2019) laba pada independen analisis perataan laba
perusahaan -kepemilikan regresi sedangkan
manufaktur institusional logistik financial leverage,
-financial kepemilikan
33

leverage institusional dan


-profitabilitas ukuran perusahaan
-ukuran tidak berpengaruh
perusahaan signifikan terhadap
praktik perataan
laba
10 Barbara Determinan Variable Menggu Menunjukan bahwa
gunawan praktik dependen nakan pengaruh
dan perataan -perataan regresi profitabilitas,
anggarao laba laba logistic ukuran perusahaan,
indohard Variable financial leverage,
junanto independen nilai perusahaan
(2020) -profitabilitas terhadap praktik
-financial perataan laba tidak
leverage ada pengaruh,
-nilai sedangkan divident
perusahaan payout ratio
-ukuran terbukti
perusahaan berpengaruh positif
-kepemilikan signifikan terhadap
institusional praktik perataan
laba dan variable
kepemilikan
institutional
berpengaruh
negative signifikan
terhadap praktik
perataan laba.

2.3 KERANGKA PIKIR


34

Perataan laba (income smoothing) dapat didefinisikan sebagai cara yang


digunakan manajemen untuk mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan agar
sesuai dengan target yang diinginkan baik secara artificial yaitu melalui
pendekatan akuntansi maupun secara real yaitu melalui rekayasa transaksi.
Perataan laba merupakan fenomena umum yang bertujuan untuk mengurangi
variabilitas atas laba yang dilaporkan guna mengurangi resiko pasar atas
saham perusahaan yang pada akhirnya dapat meningkatkan harga pasar
perusahaan. Tindakan perataan laba ini telah dianggap tindakan yang logis dan
rasional, namun bisa merugikan pihak lain. Tindakan perataan laba ini
menyebabkan pengungkapan informasi mengenai penghasilan bersih atau laba
menjadi menyesatkan, sehingga menyebabkan terjadinya kesalahan dalam
pengambilan keputusan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dengan
perusahaan khususnya pihak eksternal. Oleh karena itu Hector (1989) dalam
Merry (2006) menjelaskan bahwa perataaan laba merupakan salah satu hal
yang sering dilakukan manajeman untuk menyesatkan informasi laporan
keuangan. Dalam penelitian ini menggunakan ukuran perusahaan,
profitabilitas,leverage dan juga kepemilikan manajerial untuk mengetahui
tingi rendahnya rasio tersebut terhadap praktik perataan laba.
Hubungan antara variable dengan perataan laba digambarkan kerangka
pikir berikut ini:

Ukuran Perusahaan
(X1) H1

Profitabilitas
( X2) H2
PERATAAN
LABA
Kepemilikan H3
Perusahaan (X3)

Rasio Hutang
(X4)) HH4
35

Keterangan Gambar 2.3

: pengaruh variable X terhadap variable Y secara individu


atau parcial

2.4 Pengembangan Hipotesis

Merujuk pada penjelasan yang terdapat di latar belakang, perumusan


masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, landasan teori, penelitian terdahulu,
serta kerangka pemikiran teoritis dan perumusan hipotesis, maka dapat
dirumuskan hipotesis dari penelitian ini yaitu sebagai berikut:

2.4.1 Pengaruh ukuran perusahaan terhadap perataan laba


Ukuran perusahaan bisa diukur dengan menggunakan total aktiva,
pendapatan atau modal dari perusahaan tersebut. Salah satu tolak ukur
yang menunjukkan besar kecilnya perusahaan adalah ukuran aktiva dari
perusahaan tersebut. Perusahaan yang memiliki total aktiva besar
menunjukkan bahwa perusahaan tersebut telah mencapai tahap
kedewasaan, dimana dalam tahap ini arus kas perusahaan sudah positif
dan dianggap memiliki prospek yang baik dalam jangka waktu yang
relative stabil dan lebih mampu menghasilkan laba dibandingkan
perusahaan dengan total asset yang kecil.
H1 : Ukuran perusahaann berpengaruh terhadap praktik perataan
laba pada perusahaan manufaktur sektor industri barang
konsumsi yang terdaftar di BEI.
2.4.2 Pengaruh Profitabilitas Terhadap Perataan Laba

Pengukuran kinerja suatu perusahaan merupakan hal yang sangat


penting terutama sekali untuk mengukur kinerja manajemen dalam
mengelola perusahaan, dan biasanya menggunakan ukuran
profitabilitas. Tingkat profitabilitas suatu perusahaan memperlihatkan
seberapa besar kemampuan perusahaan untuk memperoleh keuntungan
dari investasi yang dilakukan.
36

H2 :Profitabilitas berpengaruh terhadap praktik perataan laba pada


perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi yang
terdaftar di BEI.

2.4.3 Pengaruh Leverage Terhadap Perataan Laba


leverage diukur dengan menggunakan debt to equity ratio dikenal
sebagai ratio financial leverage. Selain menggambarkan tingkat
penggunaan hutang dalam struktur modal perusahaan yang bias
memberikan tingkat pengembalian lebih tinggi, debt to equity ratio
juga dapat menggambarkan resiko dalam berinvestasi pada suatu
perusahaan, hal ini disebabkan karena debt to equity ratio
menggambarkan sejauh mana modal pemilik dapat menutupi hutang-
hutang kepada pihak luar. Debt to equity ratio (DER) juga bias
memberikan gambaran mengenai struktur modal yang dimiliki oleh
perusahaan, sehingga dapat dilihat tingkat resiko tak tertagihnya suatu
hutang (Ang, 1997).
H3 : Leverage operasi berpengaruh terhadap praktik perataan
laba pada perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi
yang terdaftar di BEI.
2.4.4 Pengaruh Kepemilikan Terhadap Perataan Laba
Kepemilikan seorang manajer akan ikut menentukan kebijakan dan
pengambilan keputusan terhadap metode akuntansi yang diterapkan
pada perusahaan yang mereka kelola. Dengan kata lain, persentase
tertentu terhadap kepemilikan saham oleh pihak manajemen,
cenderung mempengaruhi tindakan perataan laba
H4 : Struktur kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap
praktik perataan laba pada perusahaan manufaktur sektor
industri barang konsumsi yang terdaftar di BEI.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kuantitatif karena data yang digunakan berbentuk angka. Menurut sugiyono
(2017) penelitian kuantitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan
pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel
tertentu, pengumpulan data menggunakan instrument penelitian, analisis data
bersifat kuantutatif atau statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang
telah ditetapkan.
Menurut sugiyono (2017) data kuantitatif adalah data yang berbentuk
angka, atau data kuantitatif yang diangkakan (scoring). Jadi data kuantitatif
merupakan data yang memiliki kecenderungan dapat dianalisis dengan cara
atau teknik statistik. Data tersebut dapat berupa angka atau skor dan biasanya
diperoleh dengan menggunakan alat pengumpul data yang jawabannya
berupa rentang skor atau pertanyaan yang diberi bobot. Untuk metode
kuantitatif juga disebut dengan metode positivistik dikarenakan berdasaskan
pada filsafat positivisme. Selain itu metode ini juga dikenal dengan metode
scientific atau metode ilmiah dikarenakan sudah memenuhi kaidah ilmiah
seperti empiris, terukur, objektif, sistematis dan rasional. Metode ini disebut
juga dengan metode discovery dikarenakan metode jenis juga mendapat
sebutan metode kuantitatif karena datanya berupa angka dan analisis
menggunakan statistik. Penelitian ini untuk mengetahui pengaruh ukuran
perusahaan, Laba.

3.2 Sumber Data


Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data
sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung dan melalui
perantara. Data sekunder menurut sugiyono (2017) adalah sumber data yang
tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat

37
orang lain atau lewat dokumen. Data sekunder penelitian ini adalah laporan
keuangan perusahaan auditan perusahaan perdagangan sub sektor

38
39

perdagangan besar barang produksi yang telah dipublikasikan di Bursa Efek


Indonesia (BEI) melalui (www.idx.co.id).
3.3 Populasi, Sampel, Dan Teknik Sampling
Menurut Sugiyono (2017), populasi adalah wilayah generalisasi terdiri
atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan perdagangan sub sektor
perdagangan besar barang produksi yang terdaftar di BEI selama periode
2016-2020. Sementara menurut Sugiyono (2017), sampel adalah sebagian
dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling. Menurut
Sugiyono (2017) purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel
berdasarkan kriteria tertentu. Pemilihan metode purposive sampling ini
betujuan untuk mendapatkan data yang diperlukan. Adapun kriteria dalam
pengambilan sampel ini adalah:
1. Perusahaan merupakan perusahaan perdagangan sub sektor
perdagangan besar barang produksi yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) peiode 2016-2020.
2. Perusahaan perdagangan sub sektor perdagangan besar barang
produksi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan telah
mempublikasikan laporan keuangan auditan periode 2016-2020.
3. Perusahaan perdagangan sub sektor perdagangan besar barang
produksi yang memiliki data keuangan lengkap untuk menghitung
variabel-variabel dalam penelitian selama periode 2016-2020.
4. Perusahaan perdagangan sub sektor perdagangan besar barang
produksi memiliki laba selama periode 2016-2020.
5. Perusahaan dagang yang tidak melakukan merger maupun akuisisi
selama periode 2016-2020.
6. Perusahaan yang memiliki laporan keuangan lengkap untuk
mendukung penelitian kali ini.
40

3.4 Variabel Penelitian


3.4.1 Variable Dependen
Variabel dependen atau variabel terikat merupakan variabel yang
dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel
independen atau variabel bebas. Disebut variabel dependen atau terikat
karena variabel ini dipengaruhi oleh variabel bebas atau variabel
independen. Menurut fungsinya variabel ini dipengaruhi oleh variabel
lain, karenanya juga sering disebut variabel yang dipengaruhi atau
variabel terpengaruhi. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah
perataan laba. Perataan laba merupakan suatu tindakan dimana manajer
secara sengaja mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan agar
mencapai tingkat laba yang diinginkan  dari tahun ke tahun dengan
memindahkan pendapatan dari tahun-tahun yang tinggi pendapatannya
ke periode-periode yang kurang menguntungkan.
3.4.2 Variabel Independen
Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi nilai dari
variabel lain (Ferdinand, 2006). Variabel bebas atau variable
independen merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi
sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat).
Menurut fungsinya variabel ini mempengaruhi variabel lain, karenanya
juga sering disebut variabel pengaruh. Dinamakan juga sebagai variabel
bebas karena bebas dal am mempengaruhi variabel lain.variabel
independen adalah variabel yang mempengaruhi perubahan dalam
variabel dependen dan mempunyai hubungan yang positif atau negatif
terhadap variabel dependennya.variabel independen dalam penelitian
ini adalah ukuran perusahaan, profitabilitas, leverage dan juga
kepemilkan manajerial.

3.5 Definisi Operasional Dan Pengukuran Variabel


Penelitian ini untuk mengetahui pengaruh ukuran perusahaan,
profitabilitas, leverage dan juga kepemilkan manajerial sebagai variabel
41

independen terhadap praktk perataan laba yang merupakan variable


dependen.
1. Variabel Dependen
Variabel dependen atau variabel terikat merupakan variabel yang
dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel independen
atau variabel bebas. Disebut variabel dependen atau terikat karena variabel
ini dipengaruhi oleh variabel bebas atau variabel independen. Menurut
fungsinya variabel ini dipengaruhi oleh variabel lain, karenanya juga
sering disebut variabel yang dipengaruhi atau variabel terpengaruhi.
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah perataan laba. Perataan laba
merupakan suatu tindakan dimana manajer secara sengaja mengurangi
fluktuasi laba yang dilaporkan agar mencapai tingkat laba yang diinginkan
dari tahun ke tahun dengan memindahkan pendapatan dari tahun-tahun
yang tinggi pendapatannya ke periode-periode yang kurang
menguntungkan. Peneliti menggunakan indeks eckel untuk membuktikan
apakah perusahaan melakukan perataan laba atau tidak. Untuk
mempermudah peneliti, perusahaan yang melakukan perataan laba diberi
nilai 1, sedangkan perusahaan yang tidak melakukan perataan laba diberi
nilai 0.
Penelitian mengenai perataan laba yang dilakukan di indonesia
dapat dikatakan semuanya menggunakan pendekatan variabilitas.
Pendekatan ini mengelompokkan perusahaan sebagai pelaku perataan
penghasilan ketika koefisien variasi penjualannya lebih besar daripada
variasi labanya. Pembandingan koefisien variasi ini menghasilkan angka
indeks yang dikenal sebagai indeks eckel (1981).
Rumus yang digunakan adalah:
CVΔI
Indeks Eckel /Perataan Laba=
CVΔS
ΔI = Perubahan laba yang terjadi dalam suatu periode
ΔS = Perubahan pendapatan yang terjadi dalam suatu periode
CV ΔI = Koefesien variasi untuk perubahan laba
42

CV ΔS = Koefisien variasi untuk perubahan pendapatan


CV ΔI atau CV ΔS dapat dihitung sebagai
Berikut:

CV ΔI danCV ΔS=
√ Variance
Expected Value
Atau

CV ΔI danCV ΔS=
√ Σ(Δx −ΔX )²
n−1
: ΔX

Keterangan:

Δx : Perubahan laba (I) atau penjualan (S) antara tahun n dengan tahun n-1

ΔX : Rata-rata perubahan laba (I) atau penjualan (S) antara tahun n dengan
n-1

N : Banyaknya tahun yang diamati

Mengacu pada pendapat rahmawati (2012), apabila CV ΔS > CV


ΔI, maka perusahaan digolongkan sebagai perusahaan yang melakukan
tindakan perataan laba atau dengan kata lain perusahaan tersebut memiliki
indeks perataan laba lebih dari 1 (ipl > 1). Ashari (1994) dalam She Jin
dan Machfoedz (1998) mengungkapkan bahwa kelebihan indeks eckel
adalah sebagai berikut:
1. Objektif dan berdasarkan pada statistik dengan pemisahan yang
jelas antara perusahaan yang melakukan perataan penghasilan dan
dengan perusahaan yang tidak melakukan perataan penghasilan.
2. Mengukur terjadinya perataan penghasilan tanpa harus membuat
prediksi pendapatan, model ekspektasi penghasilan, pengujian
biaya atau pertimbangan subyektif lainnya.
3. Mengukur perataan penghasilan dengan menjumlahkan pengaruh
beberapa variabel perata penghasilan yang potensial dan
43

menyelidiki pola perilaku perataan penghasilan selama periode


waktu tertentu.
2. Variabel Independen
1. Ukuran Perusahaan
Ukuran secara umum dapat diartikansebagai suatu perbandingan besar
kecilnya suatu objek. Menurut Agnes Sawir (2004:101-102) ukuran
perusahaan dinyatakan sebagai determinan dari struktur keuangan
dalam hampir setiap studi untuk alasan yang berbeda : ukuran
perusahaan dapat ditentukan berdasarkan penjualan, total aktiva,
tenaga kerja, dan lain-lain, yang semuanya berkorelasi tinggi
(Machfoedz, 1994). Albretch dan Richardson (1990) dalam
Rahmawati (2012) mengungkapkan bahwa perusahaan-perusahaan
yang lebih besar memiliki dorongan untuk melakukan perataan laba
dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang lebih kecil karena
perusahaan yang lebih besar diteliti dan dipandang dengan lebih kritis
oleh para investor. Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti
berpendapat bahwa ukuran perusahaan merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi praktik perataan laba. Ukuran perusahaan dapat
diukur dari total asset yang dimiliki oleh perusahaan yang
bersangkutan. Dengan demikian untuk mengukur variabel ini maka
rumus yang digunakan yaitu:
Ukuran perusahaan = Ln total asset
dengan menggunakan modal yang dimiliki. Rasio hutang dihitung
dengan cara membagi total hutang dengan total modal.
2. Leverage Operasi
Financial leverage timbul karena adanya kewajiban-kewajiban
keuangan yang sifatnya tetap yang harus dikeluarkan perusahaan.
Kewajiban-kewajiban keuangan yang tetap ini tidaklah berubah
dengan adanya perubahan tingkat ebit dan harus dibayar tanpa melihat
sebesar apapun tingkat ebit yang dicapai oleh perusahaan. Perusahaan
yang menggunakan dana dengan beban tetap dikatakan menghasilkan
44

leverage yang menguntungkan (favorable financial leverage) atau efek


yang positif jika pendapatan yang diterima dari penggunaan dana
tersebut lebih besar daripada beban tetap dari penggunaan dana itu.
Leverage diukur dengan menggunakan debt to equity ratio dikenal
sebagai ratio financial leverage. Selain menggambarkan tingkat
penggunaan hutang dalam struktur modal perusahaan yang bias
memberikan tingkat pengembalian lebih tinggi, debt to equity ratio
juga dapat menggambarkan resiko dalam berinvestasi pada suatu
perusahaan, hal ini disebabkan karena debt to equity ratio
menggambarkan sejauh mana modal pemilik dapat menutupi hutang-
hutang kepada pihak luar. Debt to equity ratio (DER) juga bias
memberikan gambaran mengenai struktur modal yang dimiliki oleh
perusahaan, sehingga dapat dilihat tingkat resiko tak tertagihnya suatu
hutang (ang, 1997). Tingginya rasio debt to equity atau rasio financial
leverage mencerminkan tingginya resiko keuangan perusahaan yang
dihitung dengan rumus menurut Husnan (1998) yaitu:

Total Hutang
DER ( Dept Equity Ratio)= × 100 %
Total Modal

3. Profitabilitas
Profitabilitas perusahaan diukur dengan kesuksesan perusahaan
dan kemampuan menggunakan aktivanya secara produktif, dengan
demikian profitabilitas suatu perusahaan dapat diketahui dengan
membandingkan antara laba yang diperoleh dalam suatu periode
dengan jumlah aktiva atau modal perusahaan.profitabilitas adalah hasil
bersih dari serangkaian kebijakan dan keputusan yang menunjukkan
pengaruh gabungan dari kebijakan likuiditas, menajemen aktiva dan
manajemen utang terhadap hasil operasi (Brigham Dan Houston,2001).
Perhitungan ROA menurut Wild dkk (2005) adalah sebagai berikut :
45

Earning After Tax


ROA ( ReturnOn Asset)= ×100 %
Total Aktiva
Rasio profitabilitas return on assets (ROA) dapat dijadikan sebagai
ukuran dari tingkat pengembalian yang dihasilkan oleh asset organisasi
(Atkinson Et. Al, 2004) atau bagaimana kemampuan perusahaan
menghasilkan laba bersih berdasarkan tingkat asset tertentu. Semakin
tinggi rasio yang diperoleh maka semakin efisien manajemen asset
perusahaan. Dengan demikian ROA dipakai untuk melihat berapa
besar kombinasi pengaruh antara margin dan tingkat perputaran asset
(Higgins, 2004)
4. Kepemilikan Manajerial
Struktur kepemilikan perusahan dipercaya memiliki kemampuan
untuk mempengaruhi jalannya perusahaan yang nantinya dapat
mempengaruhi kinerja suatu perusahaan.kepemilikan seorang manajer
akan ikut menentukan kebijakan dan pengambilan keputusan terhadap
metode akuntansi yang diterapkan pada perusahaan yang mereka
kelola. Dengan kata lain, persentase tertentu terhadap kepemilikan
saham oleh pihak manajemen, cenderung mempengaruhi tindakan
perataan laba. Suranta dan merdistuti (2004) menyimpulkan bahwa
struktur kepemilikan manajerial mempunyai pengaruh yang positif
terhadap perataan laba.
SahamYang Dimiliki Direksi
MOWN = × 100 %
Total SahamYang Beredar

3.6 Metode Analisis Data


Yang dimaksud dengan metode analisis data adalah suatu teknik atau
prosedur yang dipakai untuk menguji hipotesis penelitian. Penelitian ini
menggunakan data sekunder, oleh sebab itu metode analisis yang digunakan
adalah metode analisis data kuantitatif dengan menggunakan alat bantu
perangkat lunak pengolah data statistical package for the social science
(SPSS) versi 23 sebagai alat untuk menguji data. Kegunaan dari SPSS sendiri
46

adalah sebagai alat bantu untuk menyajikan informasi statistik hasil pengujian
hipotesis yang mudah dipahami oleh pembaca dan dapat dipercaya.
Penelitian ini menggunakan metode analisis statistik deskriptif dan analisis
regresi logistik untuk menghasilkan data statistik yang mudah dipahami dan
dapat dipercaya. Berikut akan dijelaskan metode pengujian hipotesis yang
digunakan:
3.6.1 Analisis Statistik Deskriptif
Analisis statistic deskripstif adalah suatu cara pesdeskripsian yang
berdasarkan data yang dimiliki Yaitu dengan cara menata data tersebut
sedemikian rupa sehingga dapat dipahami dengan mudah. Metode ini
merupakan analisis yang paling mendasar untuk menggambarkan data
secara umum. Jadi dalam hal ini terdapat aktivitas atau proses
pengumpulan dan pengolahan data berdasarkan tujuannya. Ghozali
(2001) mengatakan bahwa tujuan dari statistik deskriptif adalah untuk
memberi gambaran suatu data yang dilihat dari rata-rata, maksimum,
minimum, dan standar deviasi.
3.6.2 Analisis Regresi Logistik
Teknik yang dipakai untuk menganalisis data pada penelitian kali
ini yaitu menggunakan teknik regresi logistik. Alasan digunakannya
model regresi logistik ini adalah karena variabel dependennya
merupakan variabel dummy. Menurut ghozali (2006) pengujian
multivariate dengan binary logistic regression tidak memerlukan uji
normalitas atas variabel bebas yang digunakan dalam model, artinya
bahwa variabel penjelas tidak harus memiliki distribusi normal, linear,
maupun memiliki varian yang sama dalam setiap grup. Hal ini
disebabkan oleh teknik estimasi variabel dependen yang melandasi
logistic regression adalah maximum likelihood bukan asumsi ordinary
least square (ols). Dalam pengujian multivariate akan digunakan
analisis regresi logistik dengan model:
Y= α + β1(Lnsize) + β2(DER) + β3(ROA) + + β4(MOWN) + e
47

Dimana:
1. Y : untuk perusahaan sample yaitu satu untuk
perata laba dan 0 untuk perusahaan bukan perata
laba
2. α : Konstanta
3. β : Koefisien Regresi
4. Lnsize : Ukuran Perusahaan
5. DER : Rasio Hutang / Leverage Operasi
6. ROA : Return On Asset
7. MOWN : Kepemilikan Perusahaan
8. e : Error
Menurut ghozali (2007) untuk melihat odds atau probabilitas
perusahaan tersebut melakukan perataan laba, dapat dicari
menggunakan persamaan:
Ln (odds) = α + β1(Lnsize) + β2(DER) + β3(ROA) + + β4(MOWN)
Apabila hubungan antara odds dan probabilitas adalah:
Maka:
P
ODD=
1−P
Maka,
P
LN = α + β1(Lnsize) + β2(DER) + β3(ROA) + β4(MOWN)
1−P
Dimana:
P
1.ln : Income Smoothing
1−P
2. α : Konstanta
3. Β : Koefisien Regresi
4. P : Probabilitas Atau Kemungkinan Tindakan
Perataan Laba Konstanta
5. Lnsize : Ukuran Perusahaan
48

6. DER : Rasio Hutang/ Leverage Operasi


7. MOWN : Kepemilikan Perusahaan
8. ROA : Return On Asset
Dasar Pengambilan Keputusan:
Dengan menggunakan tingkat signifikansi 5% maka:
A. Jika probabiltas > 0,05 maka ha ditolak sehingga hasil tidak
signifikan.
B. Jika probabilitas < 0,05 maka ha diterima sehingga hasil signifikan.

Menurut Imam Ghozali (2001), analisis pengujian dengan logistic


regression perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Menilai Model Fit (Overall Model Fit)
Overall model fit dilihat dengan melihat likelihood value (-2ll).
Nilai -2ll dianggap bagus apabila mempunyai nilai yang kecil. Nilai
minimum -2ll adalah 0. Apabila nilai -2ll block number = 0 lebih
besar dibandingkan dengan nilai -2ll block number = 1,
menununjukkan model regresi yang lebih baik. Nilai -2ll block
number = 0 berarti bila konstanta masuk dalam model, sedangkan
nilai -2ll block number = 1 berarti bila nilai yang terjadi apabila
semua variabel dimasukkan secara bersama-sama. Ghozali (2007)
mengemukakan bahwa statistik -2ll dapat juga digunakan untuk
menentukan jika variabel bebas ditambahkan kedalam model
apakah secara signifikan memperbaiki model fit. Selisih -2ll untuk
model dengan konstanta saja dan -2ll untuk model dengan
konstanta dan variabel bebas didistribusikan sebagai x² dengan df
(selisih df kedua model).
Ho : model yang dihipotesiskan fit dengan data.
H1 : model yang dihipotesiskan tidak fit dengan data.

2. Menilai Koefisien Determinasi (Cox And Snell’s R Square)


49

Uji ini merupakan ukuran yang mencoba meniru ukuran r2 pada


multiple regression yang yang didasarkan pada teknik estimasi
likelihood dengan nilai maksimum kurang dari 1 (satu) sehingga
sulit diinterpretasikan. Negelkerke’s r square merupakan
modifikasi dari koefisien cox dan snell untuk memastikan bahwa
nilainya bervariasi dari 0 sampai dengan 1. Hal ini dilakukan
dengan cara membagi nilai cox dan snell’s dengan nilai
maksimumnya. Tujuan dari pengujian ini adalah untuk menilai
sejauh mana kombinasi dari variabel independen mampu
menjelaskan variabel dependennya.

3. Menilai Kelayakan Model Regresi


Ghozali (2007) menjelaskan bahwa hosmer and lemeshow’s
goodness of fit test menguji hipotesis nol bahwa data empiris cocok
atau sesuai dengan model (tidak ada perbedaan antara model
dengan data sehingga model dapat dikatakan fit). Jika nilai hosmer
and lemeshow goodness of fit test statistics sama dengan atau
kurang dari 0,05 maka hipotesis nol ditolak yang berarti ada
perbedaan signifikan antara model dengan nilai observasinya
sehingga goodness fit model tidak baik karena model tidak dapat
memprediksi nilai observasinya. Jika nilai statistik hosmer &
lemeshow’s fit test lebih besar dari 0,05 maka hipotesis nol tidak
dapat ditolak yang berarti model mampu memprediksi nilai
observasinya atau dapat dikatakan model dapat diterima karena
sesuai dengan data observasinya. Agar lebih mendalami hal
tersebut maka perlu memperhatikan output dari hosmer and
lemeshow, dengan hipotesis seperti di bawah ini:
Ho : tidak ada perbedaan yang nyata antara klasifikasi yang di
prediksi denganklasifikasi yang diamati.
H1 : ada perbedaan yang nyata antara klasifikasi yang diprediksi
dengan klasifikasi yang diamati.
50

Dasar pengambilan keputusan yang dipakai yaitu perhatikan


nilai goodness of fit yang diukur dengan nilai chi-square pada
bagian bawah uji hosmer and lemeshow:
A. Jika probabiltas > 0.05 maka ho diterima
B. Jika probabilitas < 0.05 maka ho ditolak
3.7 Pengujian Asumsi Klasik
3.7.1 Uji Normalitas
Uji normalitas merupakan uji yang dilakukan untuk menguji
apakah dalam model regresi, variabel dependen dan variabel
independen atau keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak
(Ghozali, 2011). Untuk mendeteksi apakah data tersebut berdistribusi
normal atau tidak, penelitian ini menggunakan uji Kolmogorov-
Smirnov dan Probability-Plot.
Dasar pengambilan keputusan:
1. Kolmogorov-Smirnov
a. Jika nilai probabilitas > 0,05, maka data berdistribusi normal.
b. Jika nilai probabilitas < 0,05, maka data tidak berdistribusi normal.
2. Probability-Plot
a. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah
garis diagonal, maka menunjukkan pola distribusi normal.
b. Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan tidak mengikuti
arah garis diagonal, maka tidak menunjukkan pola distribusi
normal.

3.7.2 Uji Multikolinearitas


Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model
regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen).
Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara
varibel independen. Jika variabel independen saling berkolerasi, maka
variabel-variabel tersebut tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah
51

variabel independen yang nilai korelasi antar sesama variabel


independen sama dengan nol (Ghozali, 2011).
Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas dalam model
regresi dapat dilihat dari nilai tolerance dan Variance Inflaction Factor
(VIF).
1. Nilai tolerance > 0,100 dan nilai VIF < 10 maka dapat disimpulkan
bahwa model regresi tidak ada multikolinearitas antar variabel
independen.
2. Nilai tolerance < 0,100 dan nilai VIF > 10 maka dapat disimpulkan
bahwa model regresi terdapat multikolinearitas antar variabel
independen.

3.7.3 Uji Heteroskedastisitas


Menurut Ghozali (2011: 139) Uji heteroskedastisitas bertujuan
menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance
dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance
dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka
disebut homoskedastisitas dan jika berbeda heteroskedastisitas. Model
regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi
heteroskedastisitas. Cara mendeterksi terjadi atau tidaknya
heteroskedastisitas dengan melakukan metode uji Glejser. Uji Glejser
dilakukan dengan cara meregresi nilai absolut residual dari model yang
diestimasi terhadap variabel-variabel penjelas. Untuk mendeteksi ada
tidaknya heteroskedastisitas dilihat dari nilai probabilitas setiap variabel
independen. Jika probabilitas > 0,05 berarti tidak terjadi
heteroskedastisitas, sebaliknya jika Probabilitas < 0,05 berarti terjadi
heteroskedastisitas.

3.7.4 Uji Autokorelasi


Menurut Sunyoto (2013) persamaan regresi yang baik adalah
persamaan yang tidak memiliki masalah autokorelasi, jika terjadi
52

autokorelasi maka perusahaan menjadi tidak baik atau tidak layak


dipakai prediksi. Salah satu ukuran dalam menentukan ada tidaknya
masalah autokorelasi dengan uji Durbin Watson (DW) dengan
ketentuan sebagai berikut (Sunyoto, 2013):
1. Terjadi autokorelasi positif, jika nilai DW dibawah -2 (DW < -2)

2. Tidak terjadi autokorelasi, jika nilai DW berada diantara -2 dan +2


atau -2 < DW < +2

3. Terjadi autokorelasi negatif jika nilai DW di atas +2 atau DW >+2

3.8 Pengujian Hipotesis


3.7.1 Pengujian Parsial

Pada penelitian ini, pengujian parsial menggunkan uji Wald dengan


melihat tabel variables in the equation (Ghozali, 2018:329). Uji Wald
digunakan untuk menguji apakah masing-masing variabel independen
mampu mempengaruhi variabel dependen dalam sebuah penelitian.
Wald statistic memberikan tingkat signifikansi secara statistik untuk
masing-masing koefisien. Nilai Wald statistic dibandingkan dengan
tabel Chi Square, sedangkan nilai probabilitas dibandingkan dengan 5%
(α=0,05).

1. Jika tingkat signifikan (sig) ˃ 0,05, maka H 0 diterima dan Ha


ditolak.
2. Jika tingkat signifikan (sig) ˂ 0,05, maka H0 ditolak dan Ha
diterima.

3.7.2 Uji F

Uji hipotesis secara simultan dalam analisis regresi logistik


menggunakan Omnibus Test of Model Coefficients (Ghozali, 2018:328).
Pengujian ini berfungsi untuk mengetahui apakah variabel independen
secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen, maka
53

dilakukan uji p-value dengan tingkat signifikan 0,05. Dasar


pengambilan keputusan dapat dilakukan sebagai berikut:

1. Jika Probabilitas (sig F) ˂ 0,05, maka H 0 ditolak, dan Ha


diterima
2. Jika Probabilitas (sig F) ˃ 0,05, maka H0 diterima, dan Ha
ditolak

3.7.3 Koefisien Determinasi (R²)


Koefesien determinasi (R²) pada intinya mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variabel dependen. Nilai R²
yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam
menjelaskan variabel dependen terbatas. Sebaliknya, apabila nilai R²
yang mendekati satu menandakan variabel-variabel independen
memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan oleh variabel
dependen (Ghozali, 2013).
54

Anda mungkin juga menyukai