Anda di halaman 1dari 17

PENGARUH MONITORING COST TERHADAP KECENDERUNGAN

PERILAKU PERATAAN LABA

Indri Kismei Prajayanti, Prof. Dr. Moeljadi P., SE., SU., M.Sc.
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya
JL. MT. Haryono 165 Malang 65145
indritekendz@gmail.com

Abstract: This research aims to determine the influence of monitoring cost of the
behaviour of income smoothing. The variables independent are used company size
and debt to equity ratio. Determination of the company that doing income
smoothing it is considered using Index Eckel. This research is using 34
manufacturing company consumer goods sector listed on the Indonesian Stock
Exchange during 2010-2013 and has been selected by the census method as
sample.
Hypothesis are analyzed using univariate test (mann whitney u test) and
multivariate test (binary logistic regression) to determine the influence of the
company size and debt to equity ratio against the tendency of the behaviour of
income smoothing. Result of this research shows that monitoring cost are
measured by the company size have significant and positive impact on income
smoothing and debt to equity ratio don’t have siginificant impact on income
smoothing.

Keywords: agency theory, company size, debt to equity ratio, income smoothing.

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh monitoring cost


terhadap perilaku perataan laba. Variabel independen yang diuji adalah ukuran
perusahaan dan debt to equity ratio. Penentuan indikasi perusahaan pelaku
perataan laba dinilai menggunakan Indeks Eckel. Sampel penelitian menggunakan
34 perusahaan manufaktur sektor barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia periode 2010-2013 yang telah diseleksi dengan metode sensus.
Pengujian hipotesis menggunakan univariate test (mann whitney u test) dan
multivariate test (binary logistic regression) untuk menguji pengaruh ukuran
perusahaan dan debt to equity ratio terhadap kecenderungan perilaku perataan
laba. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa monitoring cost yang diukur
dengan ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap perataan laba dan debt
to equity ratio tidak berpengaruh signifikan terhadap perilaku perataan laba.

Kata kunci: agency theory, ukuran perusahaan, debt to equity ratio, perataan laba.

Setiap kebijakan yang diambil oleh manajer semestinya bersifat netral.


Dimana manajer bertanggung jawab atas keputusan yang berdasarkan kepentingan
pemilik perusahaan (Madura, 2007:79). Hal ini sudah selayaknya dilakukan oleh
manajer sebagai tenaga profesional yang telah dipercaya oleh pemilik perusahaan
untuk mengelola aktivitas perusahaan. Namun dalam kenyataannya seringkali
terdapat masalah dalam penunjukan manajer (agent) oleh pemilik perusahaan
(principal) dimana tujuan antara kedua pihak sering berbenturan. Kepentingan
pribadi manajer adalah meningkatkan kesejahteraan mereka dengan bonus yang
berasal dari pemilik perusahaan apabila kinerja perusahaan terus membaik.
Konflik yang dihadapi oleh dua pihak ini disebut dengan masalah keagenan
(agency problem) (Ross, et al., 2009:8).
Menurut Munawir (2007:2) alat analisis yang umum digunakan untuk
pertanggung jawaban manajer kepada pemilik perusahaan dalam pengelolaan
sumber daya perusahaan adalah laporan keuangan. Kustono (2008:890)
menyatakan bahwa tujuan dibuatnya laporan keuangan adalah untuk membantu
analisis bagi investor maupun valon investor dalam pengambilan keputusan
investasi. Namun pada kenyataannya mayoritas pengguna laporan keuangan tidak
sepenuhnya mampu untuk membaca dan memahami isi laporan keuangan (Sri
Sulistyanto, 2008:40).
Perbedaan dalam akses data keuangan ini berbeda dengan manajemen
yang memiliki keleluasan dalam mengakses data keuangan secara langsung.
Keleluasaan ini menyebabkan manajemen cenderung melakukan tindakan
oportunistik dalam rekayasa laporan keuangan dengan melakukan perataan laba
agar penilaian terhadap kinerja manajemen mendapat nilai positif dari segi
individual maupun keseluruhan perusahaan (Sri Sulistyanto, 2008:4).
Perataan laba menurut Belkaoui (2007:192) merupakan upaya normalisasi
laba guna mencapai tingkat yang diinginkan dengan unsur kesengajaan. Tindakan
manajer dalam melakukan perataan laba didasarkan pada berbagai macam alasan.
Salah satunya demi kepentingan pemilik perusahaan karena mereka bertanggung
jawab dalam memberi kepuasan pada pemilik perusahaan (Madura, 2007:78).
Perataan laba banyak terjadi pada perusahaan-perusahaan di Indonesia. Juniarti
dan Carolina (2005:154) menemukan bahwa sebanyak 46,30% perusahaan di
Indonesia dari sampel penelitiannya terindikasi melakukan praktik perataan laba.
Perbedaan informasi yang didapatkan oleh pemilik perusahaan dan
manajer ini disebut asimetri informasi (asymmetry information), dimana manajer
memiliki informasi lebih dibandingkan dengan pemilik perusahaan (Brigham dan
Houston, 2006:27). Asimetri informasi menyebabkan konflik antara manajer
dengan pemilik perusahaan semakin tajam. Perlunya pengawasan pada setiap
keputusan yang diambil oleh manajer merupakan langkah yang tepat. Sehingga
dibutuhkan biaya keagenan (agency cost) untuk mengurangi dampak yang kurang
baik dari asimetri informasi.
Biaya keagenan dapat berupa aktivitas monitoring. Mekanisme monitoring
digunakan untuk mengawasi kontrak hutang (debt contract). Menurut Godfrey et
al. (2010:363) kontrak hutang berisi perjanjian hutang. Monitoring kontrak hutang
bertujuan membatasi tindakan manajemen. Debt to equity ratio (DER)
merupakan bagian dari leverage ratio yang ada di dalam kontrak hutang. DER
diduga menjadi salah satu faktor pelanggaran perjanjian dalam kontrak hutang
ketika perusahaan tidak dapat melunasi hutangnya saat jatuh tempo. Kondisi
seperti ini dapat menimbulkan keinginan melakukan perataan laba oleh manajer
(Rahmawati, 2012:4).
Selain itu, aktivitas monitoring juga dilakukan guna mengawasi
pelaksanaan rencana pendanaan atau modal yang berhubungan langsung dengan
ukuran perusahaan. Agnes Sawir (2004:102) menyatakan bahwa semakin besar
ukuran perusahaan maka perusahaan akan semakin mudah dalam memperoleh
pendanaan yang berasal dari pasar modal dan dapat meningkatkan kemungkinan
perusahaan akan mendapatkan laba yang besar. Maka manajer dimungkinkan
akan melakukan perataan laba demi mendapatkan kemudahan pendanaan.
Perataan laba yang melebihi batas wajar tentunya menjadi permasalahan
tersendiri bagi suatu perusahaan terutama bagi perusahaan yang bergerak dalam
industri barang konsumsi yang dinilai memiliki tingkat pertumbuhan cukup tinggi.
Berdasarkan pernyataan MS Hidayat bahwa industri manufaktur sebagian besar
ditopang oleh sektor barang konsumsi yang mengalami peningkatan sebesar
9,37% pada awal 2013. Sebagian besar indeks manufaktur ditopang oleh sektor
barang konsumsi dengan bobot emiten sebesar 44% dan kekuatan manufaktur
berada pada sektor barang konsumsi yang tumbuh hingga 28%
(www.kemenperin.go.id). Hal ini disebabkan oleh tingkat konsumsi masyarakat
yang tinggi terhadap barang konsumsi yang menjadi kebutuhan pokok sehari-hari.
Windasari (2002) menganalisis faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
praktik perataan laba pada perusahaan yang listing di Bursa Efek Jakarta. Hasil
penelitian menunjukkan debt to equity ratio dan profitabilitas berpengaruh
terhadap perataan laba sedangkan ukuran perusahaan, saham winner-looser dan
kelompok sektoral tidak berpengaruh terhadap perataan laba. Penelitian Juniarti
dan Carolina (2005) juga menemukan bahwa ukuran perusahaan dan jenis industri
juga tidak berpengaruh terhadap perataan laba, temuan yang berbeda dari
Windasari (2002) adalah profitabilitas tidak mempengaruhi perataan laba.
Penelitian Diastiti (2010) juga membuktikan bahwa jenis usaha dan ukuran
perusahaan tidak berpengaruh terhadap perataan laba.
Penelitian Olivia (2007) pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Jakarta menemukan bahwa ukuran perusahaan, profitabilitas, dan net
profit margin tidak berpengaruh terhadap perataan laba. Temuan ini berbeda
dengan penelitian yang dilakukan oleh Budiasih (2009) dimana ukuran
perusahaan dan profitabilitas berpengaruh terhadap perataan laba. Sejalan dengan
Budiasih (2009) temuan yang diperoleh Susilowati (2010) juga membuktikan
bahwa ukuran perusahaan berpengaruh terhadap perataan laba sedangkan variabel
lainnya yaitu profitabilitas dan leverage operasi tidak berpengaruh terhadap
perataan laba.
Penemuan dari penelitian Muhammad Arfan dan Desry (2010)
menunjukkan bahwa ukuran perusahaan dan winner/loser stock berpengaruh
terhadap perataan laba sedangkan debt to equity ratio tidak berpengaruh terhadap
perataan laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Temuan yang hampir sama juga didapatkan oleh Suryandari (2012) dimana
ukuran perusahaan berpengaruh terhadap perataan laba. Sedangkan debt to equity
ratio tidak berpengaruh terhadap perataan laba.

Laporan Keuangan
Laporan keuangan memuat informasi mengenai keuangan dasar
perusahaan. Menurut Brigham dan Houston (2001:39-48) isi laporan keuangan
terdiri dari:
1. Neraca
Laporan mengenai posisi keuangan perusahaan pada periode waktu
tertentu yang mengikhtisarkan aset, kewajiban, dan ekuitas perusahaan.
2. Laporan Laba Rugi
Laporan yang berisikan informasi mengenai pendapatan dan beban
perusahaan selama periode akuntansi yang umumnya diterbitkan setiap
kuartal atau satu tahun.
3. Laporan Arus Kas
Laporan mengenai penjelasan dampak dari aktivitas operasional, investasi
dan pembiayaan yang dilakukan perusahaan berdasarkan arus kas dalam
satu periode akuntansi.

Teori Keagenan (Agency Theory)


Teori keagenan menurut Horne dan Wachowicz (2010:8) merupakan teori
ekonomi yang berhubungan dengan sikap prinsipal selaku pemilik perusahaan dan
agen mereka yaitu manajer pengelola perusahaan. Pemilik perusahaan menunjuk
pihak untuk diangkat sebagai manajer di perusahaan mereka dan menjadi
perwakilan mereka di dalam pengelolaan perusahaan.
McGuigan, et al. (2008:12) mendefinisikan hubungan keagenan adalah
dasar pendelegasian pengambilan keputusan yang berasal dari pemilik perusahaan
kepada agen selaku manajer. Segala keputusan yang diambil oleh manajer
didasarkan pada tanggung jawabnya dan kepentingan pemilik perusahaan dimana
manajer akan membuat keputusan optimal demi kepentingan pemilik perusahaan
(Jensen dan Meckling, 1976:6).

Masalah Keagenan (Agency Problem)


Pemilik perusahaan dan manajer sebenarnya merupakan pihak yang
berbeda. Namun dalam hubungannya, mereka menjadi satu kesatuan dalam
aktivitas suatu perusahaan. Menurut Ross, et al. (2009:15) kebanyakan dalam
hubungan seperti ini, kemungkinan terdapat konflik kepentingan di antara pemilik
perusahaan dan manajer. Konflik ini disebut masalah keagenan (agency problem).
Perbedaan kepentingan yang mendasari menjadi sumber utama terjadinya konflik.
Meskipun manajer memiliki kewajiban terhadap kesejahteraan pamilik
perusahaan, tidak dipungkiri bahwa manajer juga menginginkan kesejahteraan
yang lebih untuk dirinya juga. Saat manajer tidak bertindak sesuai sebagai
perwakilan dari para pemilik saham selaku pemilik perusahaan akan timbul
masalah perwakilian atau agency problem (Madura, 2007:266).

Teori Sinyal
Menurut Brigham dan Houston (2001:186) sinyal merupakan petunjuk
yang diberikan oleh manajer pada pengguna laporan keuangan mengenai
bagaimana prospek perusahaan. Motivasi manajer adalah memberikan sinyal pada
pegguna laporan keuangan untuk meningkatkan nilai perusahaan. Sinyal yang
diberikan berupa informasi keuangan yang dapat dipercaya dengan tujuan untuk
memberikan pertanda bahwa perusahaan memiliki prospek yang baik.

Informasi Asimetri (Assymetry Information)


Menurut Zimmerman (2006:159) secara umum, masalah keagenan muncul
karena infomasi asimetri. Prinsipal memiliki informasi yang kurang daripada
agen. Informasi asimetri timbul dikarenakan pemilik perusahaan memiliki
informasi lebih sedikit daripada yang dimiliki oleh manajer. Pemilik perusahaan
mempekerjakan manajer untuk melakukan tugas seperti pengelolaan investasi
pemilik. Investasi ini akan berkembang apabila manajer bekerja keras
memaksimalkan keuntungan lebih dibandingkan saat manajer lebih
memprioritaskan kepentingannya. Namun pada kenyataannya pemilik perusahaan
tidak dapat mengamati secara langsung bagaimana kinerja manajer.
McGuigan, et al. (2008:18) menjelaskan bahwa masalah pengawasan dan
koordinasi antara perusahaan dengan masalah kontrak antara pemilik perusahaan
dengan manajer terjadi dikarenakan informasi asimetri.

Biaya Keagenan (Agency Cost)


Menurut Ross, et al. (2009:16) biaya keagenan merupakan biaya-biaya
akibat dari adanya konflik perbedaan kepentingan antara pemilik perusahaan
dengan manajemen. Menurut Jensen dan Meckling (1976:6-7) terdapat tiga jenis
biaya keagenan, yaitu monitoring cost, bonding cost, dan residual loss. Untuk
mengurangi konflik keagenan, McGuigan, et al. (2008:14) menjelaskan bahwa
perusahaan mengeluarkan biaya agensi yang terdiri dari mengeluarkan upah untuk
kompensasi dengan cara menyamakan insentif yang didapatkan oleh manajemen
dengan bunga yang didapatkan oleh pemegang saham, audit yang dilakukan oleh
internal dan dewan pengawas guna memantau sikap dan tindakan manajemen,
mengatur perjanjian dan mengasuransikan kewajiban dari penipuan untuk
melindungi pemilik perusahaan dari kertidak jujuran manajer, dan keuntungan
yang hilang dari kompleksitas struktur organisasi yang sengaja dirancang untuk
membatasi keleluasaan perilaku manajer namun mengurangi respon dalam
menangkap peluang.
Menurut Godfrey et al. (2010:363) biaya monitoring adalah biaya yang
digunakan untuk memantau perilaku manajer. Biaya ini dikeluarkan oleh pemilik
peusahaan untuk memantau, mengukur, dan mengamati perilaku manajer. Biaya
monitoring dapat berupa biaya audit, biaya penetapan kontrak kompensasi,
kontrak penggunaan anggaran dan hutang, dan aturan operasi perusahaan.

Ukuran Perusahaan
Agnes Sawir (2004:101-102) mengemukakan bahwa ukuran perusahaan
adalah faktor yang menentukan atas struktur keuangan dalam penetapan kontrak
pendanaan dimana ukuran perusahaan menentukan tingkat kemudahan untuk
memperoleh dana yang berasal dari pasar modal dalam suatu perusahaan. Ukuran
perusahaan mampu menentukan kekuatan tawar-menawar dalam kontrak
keuangan. Kemungkinan tingkat biaya dan pengembalian membuat perusahaan
dengan ukuran yang lebih besar bisa memperoleh laba lebih banyak.
Sejalan dengan semakin besarnya suatu perusahaan maka juga dibutuhkan
pendanaan yang besar. Perusahaan yang lebih besar akan lebih menyukai
menggunakan pilihan metode akuntansi yang dapat merubah laporan laba
dibandingkan perusahaan yang lebih kecil demi mendapatkan pendanaan dan
reputasi lebih (Sri Sulistyanto, 2007:46).

Debt to Equity Ratio


Menurut Godfrey et al. (2010:371) kontrak hutang adalah ketentuan
tertulis yang berisi persyaratan perjanjian hutang untuk membatasi atau
mengharuskan pengelolaan hutang dalam lingkup tertentu. Kontrak hutang
berisikan leverage keuangan yang menunjukkan efisiensi perusahaan dalam
menggunakan ekuitas pemilik perusahaan demi antisipasi hutang perusahaan
(Brealey et al., 2001:490). Debt to equity ratio merupakan bagian dari rasio
leverage yang tertera di dalam kontrak hutang (Ross et al., 2009:83). Debt to
equity ratio memperlihatkan kemampuan modal sendiri yang dimiliki perusahaan
dan dijadikan jaminan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya yang tertera
dalam kontrak hutang.
Menurut Dina Rahmawati (2012:20) semakin rendah debt to equity ratio
maka kemampuan perusahaan dalam membayar seluruh hutangnya juga akan
tinggi. Semakin besar nilai hutang yang digunakan dalam struktur modal
perusahaan, maka kewajibannya juga semakin besar. Sehingga dengan adanya
peningkatan hutang, maka akan mempengaruhi besar atau kecilnya laba bersih
yang tersedia untuk pemilik perusahaan. Sri Sulistyanto (2007:45) menyatakan
bahwa dalam perjanjian hutang manajer akan mengatur laba demi penundaan
pembayaran hutang.

Manajemen Laba
Sri Sulistyanto (2007:4) menyatakan bahwa manajemen laba merupakan
perilaku manajer untuk memanipulasi informasi dalam laporan keuangan secara
oportunis agar tujuan yang diinginkan oleh manajer dapat tercapai. Manajer
menginginkan kesejahteraan lebih untuk dirinya, sehingga manajemen laba
dianggap salah satu cara tepat dalam mencapai tujuannya. Scott (dalam Olivia M.
Sumtaky, 2007: 16) menjelaskan bahwa ada beberapa bentuk manajemen laba
yaitu taking a bath, income minimization, income maximization, dan income
smoothing.

Perataan Laba
Menurut Belkaoui (2007:192) perataan laba merupakan upaya yang
sengaja dilakukan dengan melakukan normalisasi laba untuk mencapai tingkatan
atau kinerja trend yang diinginkan dan suatu upaya yang dilakukan oleh manajer
dengan sengaja untuk memperkecil fluktuasi laba pada tingkat yang dianggap
normal.
Menurut Sri Sulistyanto (2007:41) perusahaan melakukan perataan laba
karena dalam lingkup kompensasi perataan laba dilakukan agar manajer
mendapatkan bonus pada setiap periode terlebih apabila bonus dihitung
berdasarkan perolehan laba dan dalam lingkup perpajakan perataan laba dilakukan
guna mengatur jumlah pajak yang seharusnya dibayarkan oleh perusahaan kepada
pemerintah dengan tujuan agar mendapatkan penundaan pembayaran pajak dan
membayar pajak lebih rendah daripada kewajiban yang seharusnya.
Menurut Setiawati dan Na’im (2000:424) teknik manajemen laba dalam
perataan laba dapat dilakukan dengan:
1. Memanfaatkan peluang dalam pembuatan estimasi akuntansi.
Manajemen dapat mengestimasi tingkat piutang tak tertagih, estimasi
periode waktu depresiasi aktiva tetap dan amortisasi aktiva tak berwujud
untuk mempengaruhi laba.
2. Mengubah metode akuntansi.
Metode akuntansi dapat dirubah melalui pencatatan suatu transaksi seperti
perubahan metode LIFO menjadi FIFO atau sebaliknya.
3. Menggeser periode biaya atau pendapatan.
Manajemen dapat mempercepat atau menunda pengeluaran untuk reserch
and development, biaya promosi, dan pengiriman produk pada periode
berikutnya.

Skema kerangka konsep pemikiran dalam penenlitian ini adalah pada gambar 1
berikut:

Gambar 1. Kerangka Konseptual Pemikiran

Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka konsep pemikiran di atas, maka perumusan
hipotesis penelitian adalah sebagai berikut:
H1 : Ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap terjadinya perataan
laba pada perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi yang
terdaftar di BEI tahun 2010-2013.
H2 : Debt to Equity Ratio berpengaruh signifikan terhadap terjadinya perataan
laba pada perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi yang
terdaftar di BEI tahun 2010-2013.

METODE
Jenis Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian, maka penelitian ini termasuk jenis
explanatory. Menurut Sugiyono (2012:21) penelitian eksplanatori merupakan
penelitian penjelasan mengenai hubungan antara variabel-variabel yang diukur
bedasarkan pengujian hipotesis. Hipotesis akan diuji guna menjelaskan hubungan
pengaruh variabel-variabel yang diduga berpengaruh terhadap perilaku perataan
laba.

Jenis Data dan Sumber Data


Jenis data dalam penelitian ini adalah data kuantitatif. Sumber data yang
digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder yang berasal dari laporan
keuangan tahunan perusahaan manufaktur pada sektor industri barang konsumsi
yang terdaftar di BEI pada periode 2010-2013.
Populasi dan Sampel
Populasi pada penelitian ini terdiri dari 38 perusahaan manufaktur pada
sektor industri barang konsumsi yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia pada
periode pengamatan 2010-2013. Sampel penelitian ditentukan dengan metode
sensus, yaitu perusahaan manufaktur sektor barang konsumsi yang terdaftar di
BEI pada periode 2010-2013 dan perusahaan mempublikasikan laporan keuangan
secara terus menerus dan tidak delisting pada periode 2010-2013. Maka sampel
pada penelitian ini terdiri dari 34 perusahaan manufaktur pada sektor industri
barang konsumsi yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia pada periode
pengamatan 2010-2013.

Variabel Penelitian dan Definisi Operasional


Variabel Dependen (Variabel Terikat)
Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau suatu akibat
dari pengaruh variabel independen (Sugiyono, 2010:59). Variabel dependen
dalam penelitian ini adalah income smoothing atau perataan laba. Variabel ini
diukur menggunakan skala nominal variabel dummy.
Berdasarkan penelitian sebelumnya, tindakan perataan laba ini diuji
menggunakan Indeks Eckel (1981) (Budiasih, 2009:viii).

Indeks Perataan laba =

I= perubahan laba bersih perusahaan dalam satu periode


S= perubahan penjualan dalam satu periode
CV= koefisien variasi dari variabel (standar deviasi dibagi nilai yang
diharapkan)
Apabila CV S > CV I, maka perusahaan digolongkan dalam perusahaan
yang melakukan tindakan perataan laba atau indeks perataan laba kurang dari 1.
Apabila CV S ≤ CV I, maka perusahaan digolongkan dalam perusahaan yang
tidak melakukan perataan laba atau indeks perataan laba lebih besar dari 1.
Perusahaan juga dikatakan sebagai perusahaan perata laba apabila terdapat
satu atau lebih laporan keuangan yang terindikasi melakukan perataan laba selama
periode waktu pengamatan.

Variabel Independen (Variabel Bebas)


Variabel independen merupakan variabel yang menjadi sebab atau menjadi
pengaruh terhadap variabel dependen (Sugiyono, 2010:59). Monitoring cost
merupakan biaya atau beban yang harus dikeluarkan oleh pemegang saham dalam
upaya mengontrol perilaku manajer (Jensen dan Meckling, 1976:6-7). Proksi
monitoring cost didasarkan pada pengawasan kontrak pendanaan yang
berhubungan dengan ukuran perusahaan (Agnes Sawir, 2004:101) dan kontrak
hutang yang berhubungan dengan debt to equity ratio (Ross et al., 2009:83)
dijelaskan sebagai berikut:

a. Ukuran Perusahaan (SIZE)


Ukuran perusahaan dihitung menggunakan logaritma natural atas
total aktiva perusahaan selama periode 4 tahun. Logaritma natural (Ln)
digunakan guna memperhalus data yang berasal dari total aktiva dalam
penghematan waktu komputasi bilangan dan mampu mengurangi
perbedaan total aktiva antar perusahaan (Jogiyanto, 2013:392)

Ukuran Perusahaan = Total Aktiva

b. Debt to Equity Ratio (DER)


Brigham dan Houston (2001:87) mendefinisikan debt to equity
ratio merupakan perbandingan antara modal yang berasal dari hutang
dibandingkan dengan pendanaan yang berasal dari modal sendiri. Debt to
equity ratio dihitung menggunakan rumus:

Debt to Equity Ratio =

Metode Analisis Data


Metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis secara
kuantitatif yaitu analisis data bersifat statistik atau kuantitatif yang bertujuan
menguji hipotesis yang sudah ditetapkan (Sugiyono, 2010:13). Metode statistik
yang digunakan adalah statistik deskriptif dan inferensial berupa pengujian
univariate dan multivariate. Analisis dilakukan dengan menggunakan bantuan
program komputer berupa Microsoft Excel 2007 dan SPSS 16.0.

HASIL PENELITIAN
Statistik Deskriptif

Tabel 1. Perusahaan Perata Laba dan Bukan Perata Laba Per Periode
Pengamatan
Perusahaan
Periode Jumlah
Perata Laba Bukan Perata Laba
2010 19 15 34
2011 17 17 34
2012 19 15 34
2013 14 20 34
Jumlah 69 67 136
Sumber: Data diolah, Ouput SPSS 16

Berdasarkan empat periode pengamatan, dari 136 laporan keuangan


sebanyak 69 laporan keuangan (50,73%) terindikasi melakukan perataan laba dan
67 laporan keuangan (49,27%) terindikasi tidak melakukan perataan laba. Pada
tahun 2010 terdapat 19 perusahaan (55,8%) melakukan perataan laba dan
sebanyak 15 perusahaan (44,2%) tidak melakukan perataan laba. Pada tahun 2011
perusahaan perata laba menurun menjadi 17 perusahaan (50%) dan perusahaan
perata laba menjadi 17 perusahaan (50%). Pada tahun 2012 perusahaan perata
laba kembali meningkat menjadi 19 perusahaan (55,8%) dan perusahaan bukan
perata laba sebanyak 15 (44,2%). Jumlah perusahaan perata laba kembali
mengalami penurunan pada tahun 2013 yaitu sebanyak 14 perusahaan (41,2%)
dan perusahaan bukan perata laba menjadi 20 perusahaan (58,8%).
Berdasarkan empat tahun periode pengamatan didapat ringkasan
perusahaan yang pernah melakukan perataan laba dan tidak pernah melakukan
pertaan laba. Terdapat 27 perusahaan (79,4%) yang terindikasi pernah melakukan
perataan laba dan sebanyak 7 perusahaan (20,6%) tidak pernah melakukan
perataan laba dalam periode pengamatan selama tahun 2010-2013.

Pengujian Univariate
Dilakukan uji normalitas One Sample Kolmogorov Smirnov terlebih
dahulu untuk pengujian normalitas data variabel independen.

Tabel 2. Hasil Uji One Sample Kolmogorov Smirnov


Variabel Nilai p Keterangan
Ukuran Perusahaan 0,028 Tidak Normal
Debt to equity ratio 0,000 Tidak Normal
Sumber: Data diolah, Output SPSS 16

Hasil pengujian normalitas menunjukkan bahwa ukuran perusahaan dan


debt to equity ratio berdistribusi tidak normal. Dengan demikian digunakan uji
mann whitney u test dalam pengujian univariate.

Tabel 3. Hasil Uji Univariate


Variabel Nilai p Keterangan
Ukuran Perusahaan 0,065 Ha ditolak
Debt to equity ratio 0,646 Ha ditolak
Sumber: Data diolah, Output SPSS 16

Berdasarkan tingkat signifikansi sebesar 5% atau 0,05 dapat dilihat bahwa


variabel ukuran perusahaan memiliki tingkat signifikansi lebih besar dari 0,05
(0,065>0,05). Pengujian ini menunjukkan bahwa Ho diterima dan Ha ditolak. Hal
ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dari nilai ukuran
perusahaan antara perusahaan pelaku perataan laba dan dengan perusahaan bukan
pelaku perataan laba. Variabel debt to equity ratio memiliki tingkat signifikansi
lebih besar dari 0,05 (0,646>0,05). Pengujian ini menunjukkan bahwa Ho diterima
dan Ha ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan
dari debt to equity ratio antara perusahaan pelaku perataan laba dan dengan
perusahaan bukan pelaku perataan laba.

Pengujian Multivariate
Uji multivariate dilakukan dengan menggunakan metode regresi logistik
berganda karena variabel dependen yang digunakan merupakan variabel dummy
berskala nominal dan variabel independennya berskala rasio, interval, atau
nominal. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen
monitoring cost yaitu ukuran perusahaan dan debt to equity ratio berpengaruh
secara signifikan terhadap perataan laba. Dilakukan uji asumsi klasik terlebih
dahulu agar data yang dianalisis tidak bias yaitu uji normalitas, uji
multikoleniaritas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi.
Berdasarkan uji asumsi klasik, diketahui bahwa data tidak berditribusi
normal. Menurut Imam Ghozali (2006:261) dalam pengujian binary regression
logistic tidak memerlukan variabel yang berdistribusi normal. Hasil uji
multikolinieritas menunjukkan tidak terjadi adanya gejala multikolinieritas. Hasil
uji heteroskedastisitas juga menunjukkan bahwa data memiliki model
homoskedastisitas dan uji autokorelasi menunjukkan bahwa tidak terdapat
autokorelasi.
Kelayakan model regresi menggunakan overall model fit dan goodness of
fit dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4. Pengujian Overall Model Fit dan Goodness of Fit

-2 Log Nagelkerke R
Step -2 Log Cox & Snell R Square
Square
1 188.507 180.541 .115 .153
Sumber: Data diolah, Output SPSS 16

Hasil pengujian di atas menunjukkan bahwa nilai -2Log likehood block


number=0 lebih besar dibandingkan dengan nilai -2Log likehood block number=1
(188.507>180.541). Maka dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini memiliki
model regresi logistik yang baik dalam uji overall model fit. Nilai Cox & Snell’s R
Square adalah sebesar 0,115 yang menunjukkan bahwa variasi perataan laba dapat
dijelaskan sebesar 11,5% oleh persamaan regresi dan sisanya dapat dijelaskan
oleh variabel lain di luar penelitian ini sebesar 88,5%. Nagelkerke R Square
menunjukkan nilai sebesar 0,153 yang menjelaskan pengaruh variabel-variabel
independen terhadap variabel dependen adalah sebesar 15,3% dan sebesar 84,7%
perataan laba dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar penelitian ini.

Tabel 5. Hasil Uji Multivariate Secara Simultan


B S.E. Wald Df Sig. Exp(B)
Step 0 Constant .029 .172 .029 1 .864 1.030
Sumber: Data diolah, Output SPSS 16

Pengujian selanjutnya didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,864. Dapat


disimpulkan bahwa seluruh variabel independen tidak berpengaruh secara
simultan (bersama-sama) terhadap variabel dependen karena nilai signifikansi
lebih besar dari 0,05 (0,864>0,05). Maka variabel ukuran perusahaan dan debt to
equity ratio tidak berpengaruh secara simultan terhadap perataan laba.
Berdasarkan tabel 6, disusun persamaan persamaan regresi sebagai
berikut:

PL = 3,176 + 0,23(SIZE) - 0,113(DER) + e


Tabel 6. Hasil Uji Multivariate Secara Parsial
B S.E Wald Df Sig. Exp (B)
Step 1 SIZE .231 .113 4.171 1 .041 1.023
DER -.113 .100 1.278 1 .258 .510
Constant 3.176 1.615 3.867 1 .049 .457
Sumber: Data diolah, Output SPSS 16

Nilai probabilitas (Sig.) pada variabel ukuran perusahaan sebesar 0,041.


Dapat disimpulkan bahwa ditolak dan tidak ditolak, dengan kata lain
variabel ukuran perusahaan (SIZE) berpengaruh siginifikan terhadap perataan laba
karena nilai probabilitas kurang dari 0,05 (0,041 > 0,05). Untuk nilai probabilitas
(Sig.) pada variabel debt to equity ratio (DER) adalah sebesar 0,258. Hal ini
menjelaskan bahwa tidak ditolak dan ditolak atau variabel ukuran
perusahaan tidak siginifikan terhadap perataan laba karena nilai probabilitas lebih
besar dari 0,05 (0,258 > 0,05).
Selanjutnya dilakukan uji regresi logistik secara terpisah dengan
mengeluarkan variabel independen debt to equity ratio (DER) yang memiliki nilai
probabilitas tertinggi sebesar 0,258. Pengujian ini dilakukan untuk lebih
meyakinkan hasil yang telah diperoleh dari pengujian sebelumnya yakni
pengujian multivariate serentak. Hasil yang diperoleh dalam pengujian
multivariate terpisah adalah sebagai berikut:

Tabel 6. Hasil Uji Multivariate Secara Terpisah


B S.E. Wald Df Sig. Exp(B)
a
Step 1 SIZE .240 .112 4.582 1 .032 .786
Constant 3.445 1.603 4.616 1 .032 31.343
Sumber: Data Diolah, Output SPSS 16

Nilai signifikansi ukuran perusahaan sebelumnya 0,041 menjadi 0,032


masih tetap menunjukkan tingkat signifikansi di bawah 0,05 dimana Ha tetap
diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil pengujian multivariate
secara terpisah tidak jauh berbeda atau konsisten dengan hasil pengujian
multivariate secara serentak.

PEMBAHASAN
Perilaku Perataan Laba
Berdasarkan hasil perhitungan Indeks Eckel untuk mengetahui perusahaan
yang terindikasi melakukan perataan laba, disimpulkan bahwa dilihat dari empat
periode pengamatan terdapat perusahaan manufaktur sektor barang konsumsi
yang terdaftar di BEI periode 2010-2013 melakukan perataan laba. Diketahui
sebanyak 69 laporan keuangan (50,73%) terindikasi melakukan perataan laba dan
67 laporan keuangan (49,27%) tidak terindikasi melakukan perataan laba
berdasarkan 136 laporan keuangan. Berdasarkan 34 perusahaan sampel, sebanyak
27 (79,4%) perusahaan terindikasi pernah melakukan perataan laba dan sebanyak
7 (20,6%) perusahaan tidak pernah melakukan perataan laba dalam periode
pengamatan selama tahun 2010-2013.
Faktor-Faktor yang Diduga Mempengaruhi Perataan Laba
Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan yang merupakan proksi dari monitoring cost diduga
menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya perataan laba. Hasil
pengujian pengaruh variabel ukuran perusahaan yang dihitung dengan total aktiva
terhadap perataan laba pada penelitian ini menunjukkan bahwa variabel ukuran
perusahaan berpengaruh signifikan positif terhadap perataan. Hal ini
menunjukkan bahwa ukuran perusahaan berbanding lurus dengan perataan laba
dimana setiap adanya kenaikan pada ukuran perusahaan akan meningkatkan
terjadinya perataan laba.
Penelitian ini konsisten dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Budiasih (2009), Diastiti (2010), Muhammad dan Desry (2010),
Susilowati (2010), dan Suryandari (2012) yang menemukan bahwa ukuran
perusahaan berpengaruh signifikan terhadap perataan laba. Selain itu hasil
peneitian ini juga sesuai dengan pernyataan Sri Sulistyanto (2007:46) yaitu
perusahaan yang lebih besar akan lebih menyukai menggunakan pilihan metode
akuntansi yang dapat merubah laporan laba dibandingkan perusahaan yang lebih
kecil demi mendapatkan pendanaan dan reputasi lebih. Perataan laba pada
perusahaan besar juga dapat dilakukan manajer untuk pemenuhan kontrak
kompensasi karena skema kompensasi berkaitan secara langsung dengan kinerja
yang dicapai oleh perusahaan (Belkaoui, 2007:194). Madura (2007:83) juga
menemukan bahwa manajer yang bekerja pada perusahaan besar cenderung
mendapatkan kompensasi yang besar dan dapat menimbulkan keinginan manajer
untuk melakukan perataan laba.

Debt to Equity Ratio


Debt to equity ratio yang merupakan proksi dari monitoring cost diduga
menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya perataan laba.
Berdasarkan hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa debt to equity ratio yang
merupakan perbandingan antara total hutang dengan total ekuitas tidak
berpengaruh secara signifikan negatif terhadap terjadinya perilaku perataan laba.
Hasil penelitian ini konsisten dengan dua penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Muhammad dan Desry (2010) dan Suryandari (2012) yang
menyatakan bahwa debt to equity ratio tidak berpengaruh terhadap terjadinya
perilaku perataan laba. Nilai koefisien negatif menunjukkan bahwa perusahaan
yang memiliki tingkat hutang tinggi memiliki kecenderungan untuk tidak
melakukan perataan laba. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengawasan ketat
dalam pelaksanaan kontrak hutang oleh dewan audit dan manajer berusaha
memenuhi perjanjian penggunaan hutang agar terhindar dari kemacetan
pengembalian pinjaman sehingga manajer dituntut untuk tidak melakukan
perataan laba. Sesuai dengan pernyataan McGuigan, et al. (2008:14) dalam
mengurangi tindakan manajer dalam konflik keagenan, perusahaan perlu
melakukan audit internal maupun oleh dewan pengawas untuk memantau sikap
manajemen terutama dalam pelaksanaan kontrak yang telah disepakati.
Selain itu, dengan tingkat hutang yang tinggi maka tingkat pengembalian
juga akan tinggi meskipun risiko yang didapatkan juga tinggi. Tingkat fluktuasi
laba yang terjadi dalam perusahaan mungkin dianggap sebagai sinyal yang dapat
menarik minat investor untuk berinvestasi pada perusahaan berisiko tinggi
sehingga dapat memengaruhi tindakan manajemen memutuskan untuk tidak
melakukan perataan laba.

KESIMPULAN
Kesimpulan
Terdapat perusahaan manufaktur sektor barang konsumsi yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia yang terindikasi melakukan praktik perataan laba. Sebanyak
27 perusahaan (79,4%) terindikasi pernah melakukan perataan laba dan sebanyak
7 perusahaan (20,6%) tidak pernah melakukan perataan laba berdasarkan 34
perusahaan sampel dalam periode pengamatan tahun 2010-2013. Dilihat dari
empat periode pengamatan terdapat 69 laporan keuangan (50,73%) yang
terindikasi melakukan perataan laba dan 67 laporan keuangan (49,27%) tidak
terindikasi melakukan perataan laba berdasarkan 136 laporan keuangan pada
periode pengamatan 2010-2013.
Ukuran perusahaan sebagai proksi dari monitoring cost berpengaruh secara
signifikan positif terhadap praktik perataan laba. Debt to equity ratio sebagai
proksi dari monitoring cost tidak berpengaruh secara signifikan terhadap praktik
perataan laba.

Saran
Saran bagi penelitian selanjutnya agar dapat dikembangkan pada
penelitian berikutnya adalah: (1) Menambahkan variabel lain yang diduga
mempengaruhi tindakan perataan laba yang masih banyak diteliti hingga sekarang
seperti profitabilitas, perubahan kebijakan akuntansi, net provit margin, financial
leverage, winner/loser stock, return on asset, rencana kompensasi, dan lain
sebagainya. (2) Menambahkan sampel perusahaan lebih banyak dengan periode
waktu penelitian yang lebih panjang agar diperoleh hasil penelitian yang lebih
akurat. (3) Penggunaan indeks untuk mengklasifikasi perataan laba selain indeks
Eckel (1981) seperti model Jones (1991) yang dapat mengidentifikasi perataan
laba dengan dua pendekatan atau indeks Michelson (1995) yang mampu
mengidentifikasi perusahaan yang melakukan praktik perataan laba dengan
perusahaan yang tidak melakukan praktik perataan laba.

DAFTAR PUSTAKA
Agnes Sawir, 2004, Kebijakan Pendanaan dan Restrukturisasi Perusahaan, PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Alwan Sri Kustono, 2008, Analisis Biaya Keagenan dan Perataan Penghasilan,
Jurnal Aplikasi Manajemen, Vol. 9, No. 3, 2011 Mei, hal. 890-900.

Anonim, 2014, Manufaktur Ditopang Sektor Barang Konsumsi (online),


(http://www.kemenperin.go.id/artikel/7014/Manufaktur-Ditopang-Sektor-
Barang-Konsumsi), diakses 18 November 2014.

Belkaoui, Ahmed Riahi, 2006, Teori Akuntansi, Terjemahan oleh Ali Akbar
Yulianto & Risnawati Dermauli, 2007, Salemba Empat, Jakarta.
Brealey, Richard A., Myers Stewart C., Marcus Alan J., 2001, Fundamentals of.
Corporate Finane, Mc Graw-Hill, Singapore.

Brigham, Eugene F., , 1998, Manajemen Keuangan, Terjemahan oleh Dodo


Suharto & Herman Wibowo, 2001, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Brigham, Eugene F., dan Joel F. Houston, 2006, Dasar-dasar Manajemen


Keuangan, Edisi 10, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.

Budiasih, 2009, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Praktik Perataan Laba, Jurnal


Akuntansi Bisnis, Vol. 4, No. 1, Januari 2009, hal: 44-50.

Diastiti Okkarisma Dewi, 2010, Pengaruh Jenis Usaha, Ukuran Perusahaan dan
Financial Leverage Terhadap Tindakan Perataan Laba Pada Perusahaan
yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia, Skripsi Fakultas Ekonomi
Universitas Diponegoro Semarang.

Dina Rahmawati, 2012, Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap


Praktik Perataan Laba (Studi Pada Perusahaan Manufaktur yang
Terdaftar di BEI Tahun 2007-2010), Skripsi Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Diponegoro Semarang.

Dyah Nirmala Arum, 2012, Statistik Deskriptif & Regresi Linier Berganda
dengan SPSS, Semarang University Press, Semarang.

Godfrey, J., Hodgson, A., Tarca, A., Hamilton, J., and Holmes, S., 2010,
Accounting Theory, John Wiley and Sons, Australia.

Horne, James C. Van, John M. Wachowicz, JR, 2005, Prinsip-Prinsip


Manajemen Keuangan (Buku 2), Terjemahan oleh Dewi Fitriasari & Deny
Arnos Kwary, 2010, Salemba Empat, Jakarta.

ICFAI Center for Management Research, 2006, Principles of Management Cotrol


System, ICFAI University, Hyderabad India.

I Made Sudana, 2011, Manajemen Keuangan Perusahaan: Teori dan Praktik,


Penerbit Erlangga, Jakarta.

Imam Ghozali, 2006, Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Spss, Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, Semarang.

Jensen, Michael C. and Wiliiam H. Meckling, 1976, Theory of The Firm


Managerial Behaviour, Agency Cost and Ownership Structure, Journal of
Financial Economics, Vol. 3, No.4, 1976 October, pp. 305-360.

Juniarti dan Carolina, 2005, Analisa Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap


Perataan Laba (Income Smoothing) Pada Perusahaan-Perusahaan Go
Public, Jurnal Akuntansi & Keuangan, Vol. 7, No. 2, 2005 November,
hal: 148-162.

Jogiyanto, 2013, Analisis & Desain Sistem Informasi : Pendekatan Tertruktur


Teori dan Praktik Aplikasi Bisnis, Andi Offset, Yogyakarta.

Lind, Douglas A., William G. Marchal, Samuel A. Wathen, 2008, Teknik-Teknik


Statistik dalam Bisnis dan Ekonomi 2, Terjemahan oleh Chriswan
Sungkono, 2008, Salemba Empat, Jakarta.

Luky Susilowati, 2010, Praktek Perataan Laba Ditinjau dari Faktor Ukuran
Perusahaan, Profitabilitas dan Leverage Operasi pada Perusahaan
Makanan dan Minuman yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia, Jurnal
Aplikasi Manajemen, Vol. 8, No. 3, 2010 Agustus, hal. 859-865.

Madura, Jeff, 2007, Pengantar Bisnis, Terjemahan oleh Ali Akbar Y., & Krista,
2011, Salemba Empat, Jakarta.

McGuigan, James R., R. Charles Moyer, Frederick H. deB. Harris, 2008,


Economic for Managers, Thomson South-Western, Canada.

Muhammad Arfan, Desry Wahyuni, 2010, Pengaruh Firm Size, Winner/Loser


Stock, dan Debt To Equity Ratio Terhadap Perataan Laba (Studi Pada
Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia, Jurnal
Telaah & Riset Akuntansi, Vol. 3, No 1, 2010, hal. 52-65.

Munawir, 2007, Analisa Laporan Keuangan, Liberty, Yogyakarta.

Ni Nyoman Ayu Suryandari, 2012, Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi


Income Smoothing, Media Komunikasi FIS, Vol. 11, No.1 , 2012 April,
hal. 196-205.

Olivia M. Sumtaky, 2007, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Praktik Perataan


Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta,
Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya Malang.

Ross, Stephen A., Randolph W. Westerfield, Bradford D. Jordan, 2008,


Pengantar Keuangan Perusahaan, Terjemahan oleh Ali Akbar Y., Rafika
Yuniasih, & Christine, 2009, Salemba Empat, Jakarta.

Setiawati, L., Na’im, 2000, Manajemen Laba, Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Indonesia, Vol. 15, No. 4, hal. 424-441.

Singgih Santoso, 2010, Statistik Multivariat, PT. Gramedia, Jakarta.

Sri Sulistyanto, 2008, Manajemen Laba (Teori & Model Empiris), Grasindo,
Jakarta.
Sugiyono, 2010, Metode Penelitian Bisnis, Alfabeta, Bandung.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&B. Bandung:


Alfabeta.

Windasari Rachmawati, 2002, Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi


Perataan Laba dan Hubungannya dengan Return Saham Perusahaan yang
Melakukan dan Tidak Melakukan Perataan Laba pada Perusahaan yang
Listing di Bursa Efek Jakarta, Tesis Program Studi Magister Manajemen
Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang.

Zimmerman, Jerrold L., 2006, Accounting for Decision Making and Control,
McGraw-Hill Companies Inc., New York.

Anda mungkin juga menyukai