PENDAHULUAN
menegaskan bahwa teori akuntansi positif mempunyai peranan yang sangat penting
dalam perkembangannya, sebab teori ini dapat memberikan pedoman kepada para
pembuat keputusan kebijakan akuntansi dalam melakukan perkiraan-perkiraan atau
penjelasan-penjelasan akan konsekuensi dari keputusan tersebut. Teori keagenan
(agency theory) juga menjelaskan mengenai timbulnya manajemen laba yang terjadi
di perusahaan. Secara konsep, teori ini menjelaskan hubungan atau kontrak antara
pemegang saham (principal) dan manajer atau pengelola perusahaan (agent). Dalam
kontrak tersebut, manajer secara moral bertanggung jawab memaksimalkan
kesejahteraan pemegang saham. Namun disisi lain, manajer juga memiliki
kepentingan pribadi untuk mengoptimalkan kesejahteraan mereka melalui
pencapaian bonus yang dijanjikan oleh pemegang saham. (Sulistiawan, 2011:30)
Penelitian ini berfokus kepada salah satu pola dalam manajemen laba yaitu
perataan laba (income smoothing) yang dilakukan manajemen perusahaan untuk
memperkecil fluktuasi laba pada tingkat yang dianggap normal bagi perusahaan
selama beberapa periode. Salah satu alasan kenapa praktik perataan laba dilakukan
adalah informasi laba digunakan untuk mengukur kinerja operasional perusahaan
yang berguna bagi internal dan eksternal. Bagi internal dapat digunakan sebagai alat
prediksi laba di masa depan dan bagi eksternal untuk menilai kinerja keuangan
perusahaan dalam mencapai kesuksesan. Manajemen melakukan perataan laba
dengan tujuan untuk memperlihatkan kondisi laba perusahaan yang stabil kepada
pihak eksternal perusahaan, khususnya kepada investor dan kreditor, dengan kondisi
laba yang stabil menunjukkan bahwa resiko perusahaan kecil. (Pradana dan Sunaryo,
2012:133). Praktek perataan laba tidak akan terjadi jika laba yang diharapkan tidak
terlalu berbeda dengan laba sesungguhnya. Banyaknya praktik perataan laba yang
dilakukan oleh perusahaan untuk mendapatkan keuntungan dalam menarik investor
untuk menanamkan modalnya dalam suatu perusahaan supaya perusahaan tersebut
dapat bertahan lama dalam persaingan di dunia bisnis.
Praktik perataan laba dapat diukur dengan menggunakan Indeks Eckel, yang
digunakan untuk membandingkan atau membagi antara perubahan laba dalam
beberapa periode dengan perubahan pendapatan dalam beberapa periode.
Salah satu contoh kasus perataan laba yang baru-baru ini terjadi adalah Toshiba
yang merupakan sebuah perusahaan elektronik asal Jepang. Menurut temuan komite
tim independen, keuntungan perusahaan dibesar-besarkan menjadi 1,2 miliar dollar
AS selama periode lima tahun. Pemeriksaan keuangan itu dimulai pada bulan April
3
2015, ketika Toshiba sendiri mulai menyelidiki praktik akuntansi di divisi energi.
Kemudian keadaan semakin memburuk pada Mei, setelah perusahaan mengatakan
bahwa komite independen akan mengambil alih review. Investigasi independen
menemukan bahwa pihak manajemen berbohong mengenai jumlah keuntungan yang
mereka dapatkan selama lebih dari 5 tahun karena ingin memenuhi target internal
perusahaan setelah terjadi krisis finansial tujuh tahun lalu. (Yoga,
www.bisniskeuangan.kompas.com, 2015).
Adanya fenomena perataan laba tersebut dapat menyebabkan pengungkapan laba
yang menyesatkan, sehingga akan mengakibatkan terjadinya kesalahan dalam
pengambilan keputusan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusahaan,
khususnya pihak eksternal. Praktik perataan laba memperlihatkan bahwa manajer
berusaha untuk menyembunyikan informasi ekonomis perusahaan kepada pemegang
saham. Untuk meminimumkan masalah tersebut, dibutuhkan laporan keuangan yang
berkualitas tinggi dan dapat dipercaya, dan telah menunjukkan pentingnya kualitas
audit di dalamnya. Audit eksternal berperan penting dalam menjamin kualitas
laporan keuangan di seluruh dunia, baik dalam konteks pasar modal, sektor
pemerintahan atau sektor swasta ataupun non-publik. Kualitas audit memainkan
peranan penting dalam mempertahankan sebuah lingkungan pasar yang efisien, audit
eksternal dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang berkualitas tinggi serta
dapat mendorong pelaksanaan yang sesuai dari standar akuntansi dan membantu
memastikan bahwa laporan keuangan klien dapat diandalkan, transparan dan
meningkatkan kepercayaan pasar. (Neri dan Russo, 2014:25)
Audit atas laporan keuangan adalah suatu mekanisme pemantauan yang dapat
membantu mengurangi asimetri informasi dan melindungi kepentingan berbagai
pemangku kepentingan dengan memberikan keyakinan memadai bahwa laporan
keuangan manajemen bebas dari salah saji material, sehingga tidak merugikan pihak-
pihak yang memiliki kepentingan terhadap informasi audit. (Hassan &
Farouk,2014:2). Dengan melakukan audit atas laporan keuangan, auditor dapat
membatasi dan mencegah terjadinya salah saji. Hal ini termasuk perataan laba,
sejauh bahwa hal itu bertentangan dengan aturan akuntansi dan auditor cukup
terampil untuk mendeteksi kesalahannya. Hal ini juga bergantung pada kesediaan
auditor dalam memperbaiki salah saji. Jika auditor memiliki kepentingan atas klien,
dia bisa bersekongkol dengan manajemen klien untuk mendapatkan keuntungan
4
secara finansial. Untuk alasan itu sangat penting bahwa auditor bersifat independen,
dan adanya aturan dan pedoman untuk menjaga kebutuhan ini. (Heil, 2012:16).
Berdasarkan literatur terdahulu, Marpaung dan Latrini (2014) dengan sampel 60
perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2009-2012 menyatakan bahwa
kualitas audit terbukti berpengaruh negatif dan signifikan terhadap perataan laba.
Perusahaan yang menggunakan Kantor Akuntan Publik (KAP) yang tergolong
Kantor Akuntan Publik (KAP) Big Four cenderung tidak akan melakukan praktik
perataan laba, karena Kantor Akuntan Publik (KAP) Big Four memiliki kualitas
audit yang tinggi serta memiliki reputasi yang baik, sehingga risiko terungkapnya
kecurangan yang dilakukan manajemen lebih besar dibandingkan Kantor Akuntan
Publik (KAP) Non Big Four. Hasil penelitian Gerayli et al. (2011) menggunakan
sampel seluruh perusahaan non keuangan di Iran pada tahun 2004-2009 juga
menunjukkan hasil yang konsisten dengan penelitian Marpaung dan Latrini (2014)
bahwa kualitas audit yang baik dapat mengurangi manajemen laba pada perusahaan.
Berbeda dengan penelitian Wijoyo (2014) yang menunjukkan bahwa perusahaan
yang diaudit oleh KAP big four akan cenderung melakukan tindakan perataan laba
yang bersifat efesien lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang diaudit oleh
KAP non big four.
Perataan laba juga dapat dipengaruhi oleh struktur kepemilikan perusahaan, baik
struktur kepemilikan manajerial maupun struktur kepemilikan institusional.
Kepemilikan manajerial dapat dilihat dari presentase saham yang dimiliki oleh
komisaris, dewan direksi, dan manajemen yang tercantum dalam daftar pemegang
saham. Berdasarkan pada teori keagenan kepemilikan manajerial mendorong para
manajer untuk meningkatkan nilai perusahaan, dengan menyertakan manajemen
sebagai pemilik, maka mereka akan lebih hati-hati dalam mengambil keputusan.
Apabila ada kerugian yang timbul sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan
yang salah maka manajemen akan ikut menanggung kerugian. Kepemilikan ini akan
mensejajarkan kepentingan manajemen dengan pemegang saham (Alves, 2012: 60).
Hasil penelitian Mahmud (2012) dengan menggunakan sampel sebanyak 84
perusahaan publik non keuangan yang terdaftar dalam Bursa Malaysia pada tahun
2002 sampai 2006 menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh positif
terhadap perataan laba. Artinya, semakin besar kepemilikan manajemen maka
semakin besar tindakan perataan laba.
5
cenderung melakukan praktik perataan laba. Hal ini disebabkan karena perusahaan
yang selama ini melaporkan laba yang tinggi akan berusaha agar laba yang
dilaporkan di laporan keuangan di tahun-tahun berikutnya tidak mengalami
penurunan yang drastis yang akan memberikan kesan negatif di mata pemegang
saham sehingga perusahaan akan cenderung melakukan praktik perataan laba.
Hasil penelitian Budiasih (2009) menggunakan sebanyak 84 perusahaan
manufaktur dan keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2002
sampai 2006 juga menunjukkan hasil yang konsisten dengan Wijoyo (2014) bahwa
profitabilitas berpengaruh positif signifikan terhadap praktik perataan laba.
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh
Selain kualitas audit, struktur kepemilikan, dan profitabilitas salah satu upaya
mengurangi adanya peluang yang memungkinkan munculnya perataan laba di setiap
pelaporan keuangan adalah dengan melakukan konvergensi terhadap IFRS. Sebagai
satu-satunya anggota G20 dari Asia Tenggara, Indonesia harus tunduk kepada
keputusan bersama G20 dalam meningkatkan kerjasama perekonomian dunia dengan
menciptakan suatu “bahasa” akuntansi yang sama yaitu terciptanya suatu standar
akuntansi yang berkualitas tinggi dan berlaku global. Tujuan ini kemudian
diterjemahkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) Ikatan Akuntan
Indonesia dengan merevisi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan agar secara
material sesuai dengan International Financial Reporting Standard (IFRS). Indonesia
yang mulanya berbasis US-GAAP kini beralih menjadi IFRS. Konvergensi IFRS di
Indonesia dilatarbelakangi kepentingan global, yaitu agar dapat meningkatkan
kualitas dari laporan keuangan perusahaan-perusahaan di Indonesia. Compliance
terhadap IFRS diharapkan dapat meningkatkan transparansi, daya banding,
mengurangi biaya modal dan beban penyusunan laporan keuangan, serta mendorong
investasi global. Dari sisi akuntansi akan konvergensi ke IFRS meningkatkan
kualitas pelaporan laporan keuangan ke pasar modal (Cahyati,2011:5). Selain itu,
konvergensi IFRS adalah salah satu kesepakatan pemerintah Indonesia sebagai
anggota G20 (Zamzani, 2011).
Penelitian Klann dan Beuren (2015) untuk mengetahui pengaruh dari proses
konvergensi IFRS pada tingkat perataan laba (income smoothing) pada perusahaan
yang ada di Brazil. Penelitian tersebut menggunakan pendekatan kuantitatif,
berdasarkan model Barth, Landsman dan Lang hasil menunjukkan adanya
peningkatan pada tingkat perataan laba setelah konvergensi.
7
aktual berkaitan dengan masalah yang ingin diteliti sehubungan dengan IAI yang
telah mencanangkan dilaksanakannya program konvergensi IFRS yang
diberlakukan secara penuh pada 1 Januari 2012.
b. Kontribusi Praktis
1. Perusahaan, diharapkan dapat memberikan manfaat dalam menilai sejauh mana
pengaruh pengaruh kualitas audit, kepemilikan manajerial, kepemilikan
institusional, profitabilitas dan konvergensi IFRS secara simultan berpengaruh
terhadap terjadinya manajemen laba terutama praktik perataan laba pada
perusahaan. Selain itu, diharapkan penelitian ini dapat berguna dan memberikan
gambaran tentang praktik perataan laba di masa depan.
2. Investor, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan
informasi yang dapat membantu para investor dalam mengambil keputusan yang
tepat untuk berinvestasi.
3. Kreditor, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan
informasi yang dapat membantu para kreditor dalam mengambil keputusan yang
tepat dalam pemberian pendanaan.
BAB 1 : PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang penelitian, perumusan masalah, ruang
lingkup penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, ringkasan metodologi
penelitian, tahapan penelitian, dan sistematika penulisan.