Anda di halaman 1dari 25

Earning Management: Analysis of Earning Power, Free

Cash Flow, Leverage, and IFRS Convergence


untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metode Penelitian

Putri Dian Pertiwi


041511233223

Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Airlangga
2018
Nama : Putri Dian Pertiwi

NIM : 041511233223

Kelas : Metodologi Penelitian Manajemen Keuangan

Judul : Earning Management: Analysis of Earning Power, Free Cash Flow, Leverage, and

IFRS Convergence

Jurnal : 1. Earnings Management: An Analysis of Opportunistic Behaviour,

Monitoring Mechanism and Financial Distress (Aziatul Waznah Ghazali*ab, Nur


Aima Shafieb, Zuraidah Mohd Sanusib; 7th INTERNATIONAL CONFERENCE
ON FINANCIAL CRIMINOLOGY 2015 13-14 April 2015,Wadham College,
Oxford, United Kingdom)
2. Gender differences in compensation and earnings management: Evidence from
Australian CFOs (Lien Duong and John Evans, Pacific-Basin Finance Journal
Volume 40, Part A, December 2016, Pages 17-35)
3. CEO Equity Compensation And Earnings Management: The Role Of Growth
Opportunities (Li Leona and Kuo Chii-Shyan, Finance Research Letters Volume
20, February 2017, Pages 289-295)
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Laporan keuangan diharapkan dapat menyediakan informasi mengenai kinerja
keuangan perusahaan dan bagaimana manajemen perusahaan bertanggung jawab kepada
pemilik. Laporan keuangan tersebut diharapkan dapat memberikan informasi kepada para
investor dan kreditor dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan investasi dana
mereka (Halim et.al. 2005). Akan tetapi informasi yang disampaikan terkadang diterima tidak
sesuai dengan kondisi perusahaan sebenarnya. Dalam kondisi yang demikian ini dikenal
sebagai informasi yang tidak simetris atau asimetri informasi (asymmetric information)
(Haris, 2004). Adanya asimetri antara manajemen (agent) dengan pemilik (principal) akan
memberi kesempatan kepada manajer untuk melakukan manajemen laba (earnings
management) (Richardson, 1998).
Ada beberapa tindakan manajemen laba yang telah terungkap dalam beberapa kasus
skandal pelaporan akuntansi yang secara luas diketahui, antara lain Enron, Merck, WorldCom
dan mayoritas perusahaan lain di Amerika Serikat (Cornett et al, 2006). Selain itu, di
Indonesia juga terjadi hal serupa, seperti PT. Lippo Tbk dan PT. Kimia Farma Tbk juga
melibatkan pelaporan keuangan (financial reporting) yang berawal dari terdeteksi adanya
manipulasi (Gideon, 2005). Manajemen laba yang dilakukan dan menyebabkan terjadinya
kasus-kasus diatas merupakan perilaku yang tidak dapat diterima, karena manajemen laba
yang terjadi mengakibatkan suatu pengurangan dalam keandalan informasi laporan keuangan.
Investor mungkin tidak menerima informasi yang cukup akurat mengenai laba untuk
mengevaluasi return dan risiko portofolionya (Ashari et.al., 1994) dalam Assih (2004).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yanuar Nanok, dkk pada tahun 2008
dengan judul Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Manajemen Laba Perusahaan Publik Di
Indonesia pada tahun 2008, leverage memiliki pengaruh postif dan signifikan terhadap
manajemen laba. Hal ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Otty Marlisa
dan Siti Rokhmi Fuadati pada tahun 2016 dengan judul Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Manajemen Laba Perusahaan Properti Dan Real Estate, yang mengemukakan
bahwa leverage tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Hal ini dapat dilihat
dari nilai tingkat signifikansi sebesar 0.092>0,05. Dapat disimpulkan bahwa terdapat gap atau
perbedaan hasil mengenai pengaruh leverage terhadap manajemen laba.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yanuar Nanok, dkk pada tahun 2008
dengan judul Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Manajemen Laba Perusahaan Publik Di
Indonesia pada tahun 2008, mengemukakan bahwa jumlah proporsi kepemilikan saham
manajemen di suatu perusahaan memiliki hubungan positif terhadap tindakan manajemen
laba. Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Juoro Larastomo, dkk dengan judul
Pengaruh Tata Kelola Perusahaan Dan Penghindaran Pajak Terhadap Manajemen Laba Pada
Perusahaan Manufaktur Di Indonesia, variabel kepemilikan manajerial yang memiliki nilai t
3,196 dan signifikansi sebesar 0,002 (sig < 0,05) berpengaruh positif terhadap earning
management. Dapat disimpulkan bahwa terdapat gap atau perbedaan hasil mengenai
pengaruh leverage kepemilikan manajerial terhadap manajemen laba.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sri Indah Permata, dkk dengan judul
Pengaruh Konvergensi IHRS Terhadap Manajemen Laba Dengan Perlindungan Investor
Sebagai Variabel Pemoderasi, mengemukakan bahwa hasil pengujian hipotesis pertama (H1)
konvergensi IFRS tidak berpengaruh terhadap manajemen laba pada perusahaan non
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Sedangkan menurut penelitian yang
dilakukan oleh Firman Syarif, dkk pada tahun 2015 dengan judul Pengaruh Tingkat
Konvergensi IFRS dan Perlindungan Bagi Investor Terhadap Kualitas Laba pada Perusahaan-
Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Negara: Indonesia, Malaysia, Singapura, dan India,
mengemukakan berdasarkan hasil uji hipotesis, tingkat konvergensi IFRS berpengaruh pada
kualitas laba untuk empat model dari keseluruhan enam model. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa tingkat konvergensi IFRS berpengaruh terhadap kualitas laba. Dapat disimpulkan
bahwa terdapat gap atau perbedaan hasil mengenai pengaruh konfergensi IFRS terhadap
manajemen laba.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuaikan diatas, maka permasalahan yang dapat
dirumuskan adalah:
1. Bagaimana pengaruh rentabilitas ekonomi terhadap manajemen laba?
2. Bagaimana pengaruh jumlah arus kas bebas terhadap manajemen laba?
3. Bagaimana pengaruh penggunaan tingkat utang terhadap manajemen laba?
4. Bagaimana pengaruh penggunaan konfergensi IFRS terhadap manajemen laba?

1.3 Tujuan Penelitian


Seperti apa yang telah dipaparkan sebelumnya, maka penelitian ini memiliki tujuan
sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengaruh rentabilitas ekonomi terhadap manajemen laba
2. Untuk mengetahui pengaruh jumlah arus kas bebas terhadap manajemen laba
3. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan tingkat utang terhadap manajemen laba
4. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan konfergensi IFRS terhadap manajemen laba

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:
1. Pihak Perusahaan
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan input suatu informasi dan gambaran
yang jelas mengenai manfaat dari analisis pengaruh komponen internal maupun
eksternal perusahaan terhadap manajemen laba. Juga diharapkan agar manajemen
dapat menggunakan kebijakan dalam pelaporan keuangan untuk menurunkan atau
menaikkan laba sesuai kepentingannya dengan tidak menyalahi prinsip-prinsip
akuntansi.
2. Pihak Penulis
Diharapkan penelitian ini dapat menambah dan memperkaya pengetahuan penulis
dalam hal bagaimana berperilaku manajemen yang baik dan etis dalam penyusunan
laporan keuangan suatu perusahaan
3. Pihak Lain
Diharapkan penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai tambahan untuk memperoleh
informasi dan dapat dijadikan sarana untuk menunjang kegiatan perkuliahan dan
acuan bagi penelitian lain.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Laba
2.1.1.1 Pengertian Laba
Menurut M. Nafarin (2007: 788) laba (income) merupakan perbedaan antara
pendapatan dengan keseimbangan biaya-biaya dan pengeluaran untuk periode tertentu.
Menurut Mahmud M. Hanafi (2010:32), menyatakan bahwa “laba merupakan ukuran
keseluruhan prestasi perusahaan, yang didefinisikan sebagai berikut: laba = penjualan –
biaya.”
Sedangkan menurut Abdul Halim & Bambang Supomo (2005:139) laba merupakan
pusat pertanggungjawaban yang masukan dan keluarannya diukur dengan menghitung selisih
antara pendapatan dan biaya.
2.1.1.2 Macam Laba
Menurut Supriyono (2002:177), jenis-jenis laba dalam hubungannya dengan
perhitungan laba diantaranya yaitu:
1. Laba kotor adalah perbedaan antara pendapatan bersih dan penjualan dengan harga
pokok penjualan.
2. Laba dari operasi adalah selisih antara laba kotor dengan total beban operasi.
3. Laba bersih adalah angka terakhir dalam perhitungan laba atau rugi dimana untuk
mencarinya laba operasi ditambah pendapatan lain dikurangi dengan beban lain.
2.1.1.3 Manfaat Analisis Laba
Analisis laba merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting bagi manajemen
guna mengambil keputusan untuk masa sekarang dan masa yang akan datang. Artinya
analisis laba akan banyak membantu manajemen dalam melakukan tindakan apa yang akan
diambil ke depan dengan kondisi yang terjadi sekarang atau untuk mengevaluasi apa yang
menjadi penyebab turun atau naiknya laba tersebut sehingga target tidak tercapai. Dengan
demikian, analisis laba memberikan manfaat yang cukup banyak bagi pihak manajemen
Menurut Kasmir ( 2008;309 ) Menyatakan bahwa secara umum manfaat yang dapat
diperoleh dari analisis laba adalah.
1. Untuk mengetahui penyebab turunnya harga jual;
Dengan diketahuinya penyebab naik turunnya harga, pihak manajemen dapat
memprediksi berbagai hal, terutama berkaitan dengan penentuan harga jual ke depan
dan target harga jual yang lebih realistis. Kesalahan akibat penentuan harga jual ini
pasti dikarenakan faktor perubahan harga jual yang sangat rentan terhadap perubahan
di luar lingkungan perusahaan. Misalnya apabila terdapat pesaing baru dengan
kualitas barang yang sama dengan produk kita, tetapi memberikan harga jual yang
lebih murah, hal tersebut juga akan mempengaruhi nilai penjualan perusahaan
tentunya. Demikian pula jika produk yang sejenis di luar berkurang, perusahaan dapat
menaikkan harga jual yang diinginkan.
2. Untuk mengetahui penyebab naiknya harga jual;
Kenaikkan harga jaul perlu dicermati penyebabnya,sebab naikknya harga jual ini
sangat mempengaruhi perolehan laba perusahaan. Faktor penyebab naiknya harga jual
dapat berasal dari dalam perusahaan, misalnya kenaikan biaya-biaya. Namun, harga
jual juga dapat naik karena dipengaruhi dari luar perusahaan, misalnya pesaing sejenis
menaikkan harga jualnya dan manajemen ikut pula menaikkan harga jual. Penentuan
kenaikan harga jual yang melebihi harga pesaing sangat berbahay dalam usaha
pencapaian jumlah penjualan. Manajemen dalam hal ini dituntut untuk meningkatkan
upaya-upaya pemasaran yang lebih intensif di samping meningkatkan mutu produk
yang ditawarkan.
3. Untuk mengetahui penyebab turunnya harga pokok penjualan;
Di samping kenaikan harga jual, laba kotor juga dipengaruhi oleh penurunan harga
pokok penjualan. Penyebab menurunnya harga jual tidak jauh berbeda dengan
kenaikan harga pokok penjualan. Hanya saja penurunan harga pokok penjualan akan
membuat perusahaan berusaha keras untuk bekerja lebih efisien dibandingkan dengan
pesaing. Kalau tidak, beban biaya yang telah dianggarkan akan ikut mempengaruhi
nilai perolehan penjualan ke depan.
4. Untuk mengetahui penyebab naiknya harga pokok penjualan;
Penyebab naiknya harga pokok penjualan juga sangat penting untuk diketahui oleh
perusahaan karena dengan diketahuinya penyebab naiknya harga pokok penjualan,
perusahaan pada akhirnya mampu menyesuaikan dengan harga jual dan biaya-biaya
lainnya. Penyebab utama naiknya harga pokok penjualan sebagian besar adalah
karena dari pihak luar perusahaan sehingga mau tidak mau perusahaan harus mampu
menyesuaikan diri.
5. Sebagai bentuk pertanggungjawaban bagian penjualan akibat naik turunnya harga
jual;
Analisis laba juga memberikan manfaat sebagai bentuk pertanggungjawaban bagian
penjualan akibat naik harga jual. Artinya ada pihak-pihak yang memang seharusnya
bertanggung jawab apabila terjadi kenaikan atau penurunan harga jual.
6. Sebagai bentuk pertanggungjawaban bagian penjualan akibat naik turunnya harga
pokok;
Analisis laba juga memberikan manfaat sebagai bentuk pertanggungjawaban bagian
produksi akibat turunnya harga pokok penjualan. Artinya untuk urusan harga pokok
penjualan, pihak bagian produksilah yang bertanggungjawab.
7. Sebagai salah satu alat ukur untuk menilai kinerja manajemen dalam suatu periode;
Sudah pasti analisis laba ini pada akhirnya akan memberikan manfaat untuk menilai
kinerja manajemen dalam suatu periode. Artinya hasil yang diperoleh dari analisis
laba akan menentukan kinerja manajemen ke depan.
8. Sebagai bahan untuk menentukan kebijakan manajemen ke depan.
Analisis laba digunakan sebagai bahan untuk menentukan kebijakan manajemen ke
depan dengan mencermati kegagalan atau kesuksesan pencapaian laba sebelumnya.
Jika berhasil, manajemen mungkin sekarang akan dipertahankan atau bahkan ada
yang dipromosikan ke jabatan yang lebih tinggi. Akan tetapi, jika gagal sebaliknya
akan diganti dengan manajemen yang baru. Di samping itu, keberhasilan atau
kegagalan manajemen dalam mencapai target laba juga akan menentukan besar
kecilnya insentif yang bakal mereka terima.
2.1.1.4 Faktor yang Mempengaruhi Laba
Di dalam memperoleh laba diharapkan perusahaan perlu melakukan suatu
pertimbangan khusus dalam memperhitungkan laba yang akan di harapkan dengan
memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi laba tersebut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi laba menurut Mulyadi (2001 : 513), yaitu:
1. Biaya
Biaya yang timbul dari perolehan atau mengolah suatu produk atau jasa akan
mempengaruhi harga jual produk yang bersangkutan.
2. Harga Jual
Harga jual produk atau jasa akan mempengaruhi besarnya volume penjualan produk
atau jasa yang bersangkutan.
3. Volume Penjualan Dan Produksi
Besarnya volume penjualan berpengaruh terhadap volume produksi produk atau jasa
tersebut, selanjutnya volume produksi akan mempengaruhi besar kecilnya biaya
produksi.
2.1.1.5 Manajemen Laba
2.1.1.5.1 Pengertian Manajemen Laba
Menurut Schipper (1989) dalam Rahmawati, dkk (2006) yang menyatakan bahwa
manajemen laba merupakan suatu intervensi dengan tujuan tertentu dalam proses pelaporan
keuangan eksternal untuk memperoleh beberapa keuntungan privat (sebagai lawan untuk
memudahkan operasi yang netral dari proses tersebut).
Menurut Assih Dan Gudono (2000) manajemen laba ialah suatu proses yang
dilakukan dengan sengaja dalam batasan General Addopted Accounting Principles (GAAP)
untuk mengarah pada tingkatan laba yang dilaporkan.
Menurut Fischer Dan Rozenzwig (1995) manajemen laba ialah tindakan manajer yang
menaikkan (menurunkan) laba yang dilaporkan dari unit yang menjadi tanggung jawabnya
yang tidak mempunyai hubungan dengan kenaikan atau penurunan profitabilitas perusahaan
dalam jangka panjang.
Menurut Healy Dan Wallen (1999) manajemen laba terjadi ketika manajer
menggunakan judgement dalam laporan keuangan dan penyusunan transaksi untuk mengubah
laporan keuangan, sehingga menyesatkan stakeholders tentang kinerja ekonomi perusahaan
atau untuk mempengaruhi hasil yang berhubungan dengan kontrak yang tergantung pada
angka akuntansi.
2.1.1.5.2 Faktor Pendorong Manajemen Laba
Dalam Positif Accounting Theory terdapat tiga faktor pendorong yang
melatarbelakangi terjadinya manajemen laba (Watt dan Zimmerman, 1986) yaitu :
1. Bonus Plan Hypothesis
Manajemen akan memilih metode akuntansi yang memaksimalkan utilitasnya yaitu
bonus yang tinggi. Manajer perusahaan yang memberikan bonus besar berdasarkan
laba lebih banyak menggunakan metode akuntansi yang meningkatkan laba yang
dilaporkan.
2. Debt Covenant Hypothesis
Manajer perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian kredit cenderung
memilih metode akuntansi yang memiliki dampak meningkatkan laba (Sweeney 1994
dalam Rahmawati dkk, 2006). Hal ini untuk menjaga reputasi mereka dalam
pandangan pihak eksternal.
3. Political Cost Hypothesis
Semakin besar perusahaan, semakin besar pula kemungkinan perusahaan tersebut
memilih metode akuntansi yang menurunkan laba. Hal tersebut dikarenakan dengan
laba yang tinggi pemerintah akan segera mengambil tindakan misalnya: mengenakan
peraturan antitrust menaikkan pajak pendapatan perusahaan dan lain-lain.

2.1.2 Rentabilitas Ekonomi


2.1.2.1 Pengertian Rentabilitas
Salah satu ukuran utama keberhasilan manajemen dalam mengelola perusahaan
adalah rentabilitas. Rentabilitas menurut Sutrisno (2003 : 18) bahwa: “Rentabilitas adalah
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan semua modal yang bekerja
didalamnya.”
Pengertian lain tentang rentabilitas dikemukakan pula oleh Alma (2000 : 247) yang
menyatakan bahwa pengertian rentabilitas mencakup dua hal yaitu :
1. Rentabilitas badan usaha ialah perbandingan antara pendapatan perusahaan dengan
kekayaan yang ada. Pendapatan ini ialah pendapatan netto sesudah dikurangi pajak.
2. Rentabilitas perusahaan ialah perbandingan antara pendapatan perusahaan dengan
kekayaan yang dipakai dalam perusahaan. Ada dua jenis kekayaan yang terpakai
dalam perusahaan, yaitu kekayaan sendiri dan kekayaan atas pinjaman.
2.1.2.2 Faktor yang Mempengaruhi Rentabilitas
Menurut Riyanto (2001:36) faktor-faktor yang mempengaruhi rate of return
(Rentabilitas) adalah:
1. Volume penjualan
Salah satu indikator untuk mengetahui kemajuan suatu perusahaan adalah penjualan.
Dengan semakin bertambahnya penjualan maka akan menaikan volume pendapatan
yang diperoleh perusahaan sehingga biaya-biaya akan tertutup juga. Hal ini
mendorong perusahaan untuk mengefektifkan modal untuk mengembangkan
usahanya.
2. Efisiensi penggunaan biaya
Modal yang diperoleh perusahaan untuk mengembangkan usahanya harus dipelihara
dan dipertanggungjawabkan secara terbuka. Dengan kata lain penggunaan modal
harus digunakan untuk usaha yang tepat dengan pengeluaran yang hemat sehingga
keberhasilan usaha akan tercapai secara tidak langsung pula akan mempengaruhi
tingkat rentabilitas.
3. Profit margin
Profit margin adalah laba yang diperbandingkan dengan penjualan. Profit margin
digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan yang dapat dicapai oleh perusahaan
berkaitan dengan penjualan perusahaan.
4. Struktur modal perusahaan
Struktur modal adalah pembiayaan pembelanjaan permanen perusahaan yang
terutama pada hutang jangka panjang, saham preferen dan modal saham biasa, tetapi
tidak termasuk hutang jangka pendek.
2.1.2.3 Macam Rentabilitas
Modal perusahaan pada dasarnya dapat berasal dari pemilik perusahaan (modal
sendiri) dan dari kreditur (modal pinjaman). Sehubungan dengan adanya dua sumber modal
tersebut, maka rentabilitas suatu perusahaan dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Rentabilitas Ekonomi
Menurut Bambang Riyanto (2011:33) bahwa: “Rentabilitas ekonomi ialah
perbandingan antara laba usaha dengan modal sendiri dan modal pinjaman yang
dipergunakan untuk menghasilkan laba tersebut dan dinyatakan dalam presentase.”
Oleh karena itu, pengertian rentabilitas sering digunakan untuk mengukur efesiensi
penggunaan dengan seluruh modal yang bekerja didalamnya untuk menghasilkan laba. Modal
yang diperhitungkan untuk menghitung rentabilitas ekonmi hanyalah modal yang bekerja
didalam perusahaan (operating capital assets). Dengan demikian yang ditanamkan dalam
perusahaan lain atau modal yang ditanamkan dalam efek (kecuali perusahaan efek) tidak
diperhitungkan untuk menghitung rentabilitas ekonomi hanyalah laba yang berasal dari
operasi perusahaan, yaitu yang disebut laba usaha (net operating income).
2. Rentabilitas Modal Sendiri
Rentabilitas modal sendiri adalah perbandingan antara jumlah laba yang tersedia bagi
pemilik modal sendiri disuatu pihak dengan jumlah modal sendiri yang menghasilkan laba
tersebut. Menurut Bambang Riyanto (2011:44) bahwa: “Rentabilitas modal sendiri adalah
kemampuan suatu perusahaan dengan modal sendiri yang bekerja didalamnya untuk
menghasilkan keuntungan.”
2.1.2.4 Rentabilitas Ekonomi
2.1.2.4.1 Pengertian Rentabilitas Ekonomi
Pengertian rentabilitas ekonomi menurut Husnan (2004:73) adalah : “Rasio yang
mengukur kemampuan aktiva perusahaan memperoleh laba dari operasi perusahaan karena
hasil operasi yang diukur maka dipergunakan laba sebelum bunga dan pajak.“
Rentabilitas ekonomi menurut Riyanto (2001:36), bahwa: “Rentabilitas Ekonomi
adalah perbandingan antara laba usaha dengan modal sendiri dan modal asing yang
digunakan untuk menghasilkan laba tersebut dandinyatakan dalam persentase.”
2.1.2.4.2 Pengukuran Rentabilitas Ekonomi
Menurut Bambang Riyanto (2011:37) tinggi rendahnya rentabilitas ekonomi
dipengaruhi oleh dua faktor:
1. Profit Margin
Profit margin adalah perbandingan antara laba usaha dengan penjualan bersih yang
dinyatakan dalam persentase.
Profit Margin = (Net Operating Income) / (Net Sales) × 100%
Dengan kata lain dapatlah dikatakan bahwa profit margin ialah selisih antara net sales dengan
operating espenses (harga pokok penjualan + biaya administrasi + biaya penjualan + biaya
umum), selisih mana dinyatakan dalam presentase dari net sales. Besar kecilnya profit margin
pada setiap transaksi sales ditentukan oleh 2 faktor yaitu net sales dan laba usaha. Besar
kecilnya laba usaha atau net perating income tergantung kepada pendapatan dari sales dan
besarnya biaya usaha.
2. Turnover Of Operating Assets (Tingkat Perputaran Aktiva)
Turnover of operating assets adalah kecepatan perputaran operating assets dalam
suatu periode tertentu. Turnover assets dapat ditentukan dengan membagi net sales engan
operating assets.
Turnover of Operating Assets = (Net Sales) / (Operating Assets) × 100%
Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa profit margin dimaksudkan untuk mengetahui
efisiensi perusahaan dengan melihat kepada besar kecilnya laba usaha dalam hubungannya
dengan penjualan, sedangkan operating assets turnover dimaksudkan untuk mengetahui
efesiensi perusahaan dengan melihat kepada kecepatan perputaran operating assets dalam
suatu periode tertentu. Hasil akhir dari percampuran kedua efisiensi profit margin dan
operating assets turnover menentukan tinggi rendahnya earning power. Oleh karena itu
makin tinggi tingkat profit margin atau operating assets turnover masing-masing atau
keduanya akan mengakibatkan naiknya earning power.
Jadi rumus rentabilitas ekonomi dapat diringkas sebagai berikut:
Earning Power = Net Profit Income / Operating Assets

2.1.3 Arus Kas Bebas


2.1.3.1 Pengertian Arus Kas
Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 2 Tahun 2009, arus kas
adalah arus masuk dan arus keluar kas dan setara kas (Ikatan AKuntansi Indonesia, 2013).
Laporan arus kas merupakan revisi dari mana uang kas diperoleh perusahaan dan
bagaimana mereka membelanjakannya. Laporan arus kas merupakan ringkasan dari
penerimaan dan pengeluaran kas perusahaan selama periode tertentu (biasanya satu tahun
buku).
Menurut Arthur, J. Keown, David F. Scott Jr, Jhon D. Martin, J. William Petty
(2001:678) macam arus kas terdiri dari::
1. Arus kas masuk netto (net inflow of cash), yaitu: sebagai hasil dari investasi baru
tersebut, yang sering disebut "net cash proceeds.”
a. Bersifat rutin, misalnya: penerimaan dari hasil penjualan secara tunia,
penerimaan piutang yang telah dijadwalkan sesuai dengan penjualan kredit
yang dilakukan, dan lain-lain
b. Bersifat tidak rutin, misalnya: penerimaan uang sewa gedung, penerimaan
modal saham, penerimaan utang atau kredit, penerimaan bunga, dan lain-lain

2. Arus kas keluar netto (net outflow of cash), yaitu: arus kas yang diperlukan untuk
investasi baru.
a. Bersifat rutin, misalnya: pe,belian bahan baku dan bahan pembantu,
membayar upah dan gaji, membeli peralatan kantor habis pakai, dan lain-lain
b. Bersifat tidak rutin, misalnya: pembelian aset, pembayaran angsuran urang,
pembayaran dividen, dan lain-lain
Dari definisi diatas, dapat diketahui bahwa arus kas merupakan jumlah kas yang
mengalir masuk dan keluar dari suatu periode tertentu. dengan kata lain, arus kas adalah
perubahan yang terjadi dalam pos kas suatu periode tertentu.
2.1.3.2 Pengertian Laporan Arus Kas
Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia melalui PSAK No.2 Paragraf 9 mengemukakan
bahwa “Laporan arus kas melaporkan penerimaan kas selama periode tertentu dan
diklasifikasikan menurut aktivitas operasi, aktivitas investasi, dan aktivitas pendanaan”.
Pengertian laporan arus kas menurut Henry Simamora (2000:488) adalah sebagai
berikut “Laporan arus kas (Cash Flow Statement) adalah laporan keuangan yang
memperlihatkan pengaruh dari aktivitas-aktivitas operasi, pendanaan dan investasi
perusahaan terhadap arus kas selama periode akuntansi tertentu dalam suatu cara yang
merekonsiliasi saldo awal dan saldo akhir.” Laporan arus kas menyajikan arus kas masuk dan
arus kas keluar dari kegiatan operasi, kegiatan investasi dan kegiatan pendanaan yang
dilakukan oleh perusahaan dalam suatu periode tertentu.
2.1.3.3 Klasifikasi Laporan Arus Kas
Menurut Sofyan Syafri Harahap (2001:258) arus kas masuk dan arus kas keluar suatu
perusahaan dalam satu periode dapat diklasifikasikan menjadi 3 kategori, yaitu :
1. Aktivitas-aktivitas Operasi
Aktivitas operasi melibatkan produksi dan pengiriman barang untuk dijual serta
penyediaan jasa. Arus kas dari aktivitas-aktivitas operasi biasanya menunjukan dampak dari
transaksi-transaksi yang masuk ke dalam penentuan laba bersih. Termasuk dalam kategori
sebagai arus kas masuk (cash inflow) adalah penerimaan kas dari pelanggan untuk barang
dan jasa yang dibelinya, pendapatan bunga dan deviden atas pinjaman sedangkan dalam
kategori arus kas keluar (cash out flows) adalah pembayaran untuk gaji barang dan jasa dan
beban operasi.
2. Aktivitas-aktivitas Investasi
Aktivitas ini biasanya mencakup transaksi-transaksi:
 Pemberian pinjaman dan penagihan pokok pinjaman dan
 Perolehan dan penjualan
 Surat berharga yang tidak setara kas dan
 Aktiva-aktiva produktif yang diharapkan menghasilkan pendapatan selama
beberapa periode.
3. Aktivitas-aktivitas Pendanaan
Aktivitas pendanaan meliputi perolehan atau pengembalian sumber daya dari atau
kepada pemiliknya dan pemberian imbalan atas investasi mereka, serta perolehan sumber
daya dari kreditor dan pembayaran kembali jumlah yang dipinjam, atau pelunasan kewajiban.
Contoh arus kas masuk dari aktivitas-aktivitas pendanaan meliputi penerbitan wesel, obligasi,
hipotik, pinjaman-pinjaman jangka pendek lainnya. Serta penerbitan saham biasa dan saham
preferen.
2.1.3.4 Pengertian Arus Kas Bebas
Menurut Brigham & Houston (2001) mendefinisikan arus kas bebas sebagai berikut :
“Arus kas bebas yang berarti arus kas yang benar-benar tersedia untuk didistribusikan kepada
seluruh investor (pemegang saham dan pemilik utang) setelah perusahaan menempatkan
seluruh investasinya pada aktiva tetap, produk-produk baru, dan modal kerja yang dibutuhkan
untuk mempertahankan operasi yang sedang berjalan”.
Menurut Wild, John J, K.R Subramanyam (2010), arus kas bebas adalah: “Arus kas
bebas adalah turunan analisis laporan arus kas yang bermanfaat adalah perhitungan arus kas
bebas (free cash flow-fcf). Sebagaimana ukuran analisis lainya, komponen-komponen
perhitungan tersesbut harus diperhatikan. Motivasi tersembunyi dalam pelaporan komponen
yang digunakan untuk menghitung arus kas bebas terkadang mempengaruhi manfaatnya.
Meskipun kesepakatan atas definisi pasti arus kas bebas.”
Menurut Peni R. Pramono (2008) arus kas bebas adalah: “Arus kas bebas adalah uang
tunai yang benar-benar bisa disediakan oleh perusahaan untuk para investornya setelah
perusahaan bisa memiliki aktiva tetap dan memiliki cukup modal kerja untuk menunjang
kegiatan bisnisnya termasuk memelihara aktiva tetapnya”.
Menurut Cited in Kewon, Scott, Martin, and Petty, (1996) definisi arus kas bebas
adalah “Free cash flow is cash flow in excess of than required to fund all projects than have
positive net present values when discounted at the relevant cost of capital”, yang artinya free
cash flow adalah arus kas yang dibutuhkan untuk menandai semua kegiatan dimana memiliki
nilai saat ini yang positif setelah dikurangi modal kerja.
Sedangkan definisi aliran kas bebas menurut Gitman (2009:115) yakni arus kas bebas
merupakan jumlah arus kas yang tersedia bagi investor (kreditur dan pemilik) setelah
perusahaan telah memenuhi semua kebutuhan operasi dan dibayar untuk investasi pada aktiva
tetap bersih dan aktiva lancar. Aliran kas bebas dapat didefinisikan sebagai berikut :

FCF = operating cash flow - net fixed assets investment – net current asset investment

Dimana:
 Operating cash flow (arus kas operasi) = laba operasi bersih setelah pajak +
penyusutan
 Net fixed assets investment (investasi aktiva tetap bersih) = perubahan aktiva tetap
bersih + penyusutan
 Net current assets investment (investasi aktiva lancar) = perubahan aktiva lancar –
utang usaha

2.1.4 Leverage
2.1.4.1 Pengertian Leverage
Menurut Harahap (2013) leverage adalah rasio yang menggambarkan hubungan
antara utang perusahaan terhadap modal, rasio ini dapat melihat seberapa jauh perusahaan
dibiayai oleh utang atau pihak luar dengan kemampuan perusahaan yang digambarkan oleh
modal.
Menurut Fahmi (2012) leveragemerupakan ukuran yang dipakai dalam menganalisis
laporan keuangan untuk memperlihatkan besarnya jaminan yang tersedia untuk kreditor.
Rasio leverage merupakan rasio yang mengukur seberapa besar perusahaan dibiayai dengan
utang.
Sedangkan dalam arti luas Kasmir (2012) mengatakan bahwa rasio leverage
digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya,
baik jangka panjang maupun jangka pendek apabila perusahaan dilikuidasi.
2.1.4.2 Jenis Leverage
Gitosudarmo (2001:228) berpendapat bahwa ada dua macam leverage, yaitu :
1. Leverage Operasi (operating leverage)
Leverage operasi adalah seberapa besar perusahaan menggunakan beban tetap
operasional (Hanafi, 2004:327). Menurut Syamsuddin (2001:107), leverage operasi adalah
kemampuan perusahaan di dalam menggunakan fixed operating cost untuk memperbesar
pengaruh dari perubahan volume penjualan terhadap earning before interest and
taxes (EBIT).
Leverage operasi timbul sebagai suatu akibat dari adanya beban-beban tetap yang
ditanggung dalam operasional perusahaan. Perusahaan yang memiliki biaya operasi tetap atau
biaya modal tetap, maka perusahaan tersebut menggunakan leverage. Dengan
menggunakan operating leverage perusahaan mengharapkan bahwa perubahan penjualan
akan mengakibatkan perubahan laba sebelum bunga dan pajak yang lebih besar.
Beban tetap operasional tersebut biasanya berasal dari biaya depresiasi, biaya
produksi dan pemasaran yang bersifat tetap misal gaji karyawan. Sebagai kebalikannya
adalah beban variabel operasional. Contoh biaya variabel adalah biaya tenaga kerja yang
dibayar berdasarkan produk yang dihasilkan.
Leverage operasi adalah pengaruh biaya tetap operasional terhadap kemampuan
perusahaan untuk menutup biaya tersebut. Dengan kata lain pengaruh perubahan volume
penjualan (Q) terhadap laba sebelum bunga dan pajak (EBIT). Besar kecilnya leverage
operasi dihitung dengan DOL (Degree of operating leverage) yang dirumuskan sebagai
berikut:

𝑷𝒆𝒓𝒔𝒆𝒏𝒕𝒂𝒔𝒆 𝒑𝒆𝒓𝒖𝒃𝒂𝒉𝒂𝒏 𝑬𝑩𝑰𝑻


DOL =
𝑷𝒆𝒓𝒔𝒆𝒏𝒕𝒂𝒔𝒆 𝒑𝒆𝒓𝒖𝒃𝒂𝒉𝒂𝒏 𝒑𝒆𝒏𝒋𝒖𝒂𝒍𝒂𝒏
Analisis leverage operasi dimaksudkan untuk mengetahui seberapa peka laba operasi
terhadap perubahan hasil penjualan dan berapa penjualan minimal yang harus diperoleh agar
perusahaan tidak menderita kerugian.
2. Leverage Keuangan (Financial Leverage)

Financial leverage adalah penggunaan sumber dana yang memiliki beban tetap dengan
beranggapan bahwa akan memberikan tambahan keuntungan yang lebih besar dari pada
beban tetapnya sehingga akan meningkatkan keuntungan yang tersedia bagi pemegang saham
(Sartono, 2008:263).
Kebijakan perusahaan mendapatkan modal pinjaman dari luar ditinjau dari bidang
manajemen keuangan, merupakan penerapan Financial Leverage dimana perusahaan
membiayai kegiatannya dengan menggunakan modal pinjaman serta menanggung suatu
beban tetap yang bertujuan untuk meningkatkan laba per lembar saham.
Financial Leverage timbul karena adanya kewajiban-kewajiban finansial yang
sifatnya tetap (fixed financial charges) yang harus dikeluarkan oleh perusahaan. Kewajiban-
kewajiban finansial yang tetap ini tidaklah berubah dengan adanya perubahan tingkat EBIT
dan harus di bayar tanpa melihat sebesar apa pun tingkat EBIT yang dicapai perusahaan.
Besar kecilnya leverage finansial dihitung dengan DFL (Degree of financial
leverage). DFL menunjukkan seberapa jauh perubahan EPS karena perubahan tertentu dari
EBIT. Makin besar DFL nya, maka makin besar risiko finansial perusahaan tersebut. Dan
perusahaan yang mempunyai DFL yang tinggi adalah perusahaan yang mempunyai utang
dalam proporsi yang lebih besar. DFL (Degree of financial leverage) dirumuskan sebagai
berikut:

𝑷𝒆𝒓𝒔𝒆𝒏𝒕𝒂𝒔𝒆 𝒑𝒆𝒓𝒖𝒃𝒂𝒉𝒂𝒏 𝑬𝑷𝑺


DFL =
𝑷𝒆𝒓𝒔𝒆𝒏𝒕𝒂𝒔𝒆 𝒑𝒆𝒓𝒖𝒃𝒂𝒉𝒂𝒏 𝑬𝑩𝑰𝑻

DFL yang besar menunjukkan bahwa perubahan tingkat EBIT akan menghasilkan perubahan
yang besar pada laba bersih (EAT) atau pendapatan per lembar saham (EPS). Beban tetap
bunga ini pada kenyataannya dapat berupa beban seluruh utang atau obligasi yang ada dan
biaya deviden untuk saham preferen yang mempunyai beban pembayaran tetap setelah
perhitungan sebelum pajak.
Kalau perusahaan dengan menggunkan dana dengan beban tetap itu menghasilkan
efek yang menguntungkan bagi pemegang saham biasa (pemilk modal sendiri) yaitu : dalam
bentuknya memperbesar earning per share (EPS) nya dikatakan perusahaan itu menjalankan
trading in equity. Leverage Keuangan menunjukkan penggunaan beban tetap bunga pada
struktur biaya perusahaan sehingga mempengaruhi tingkat laba bersih (EAT) yang diterima
oleh pemilik. Financial Leverage adalah kepekaan dari perubahan pendapatan per lembar
saham (EPS) karena perubahan laba operasi (EBIT). Kepekaan perubahan ini di ukur dengan
derajat Financial Leverage (degree of financial leverage / DFL) yaitu persentase perubahan
pendapatan per lembar saham (EPS) dibagi dengan persentase perubahan laba operasi (EBIT)
serta financial leverage dapat di ukur dengan Leverage Factor yaitu perbandingan total
hutang dengan total aktiva. Secara aljabar ditulis sebagai berikut :

𝑻𝒐𝒕𝒂𝒍 𝒅𝒆𝒃𝒕 % 𝒑𝒆𝒓𝒖𝒃𝒂𝒉𝒂𝒏 𝑬𝑷𝑺


Leverage Factor = DFL =
𝑻𝒐𝒕𝒂𝒍 𝒂𝒔𝒆𝒕 % 𝒑𝒆𝒓𝒖𝒃𝒂𝒉𝒂𝒏 𝑬𝑩𝑰𝑻

Apabila perusahaan menggunakan rencana 100% modal sendiri untuk membelanjakan


usahanya, maka nilai DFL adalah satu untuk seluruh rencana laba operasi, nilai DFL yamg
besar menunjukan bahwa perubahan tingkat EBIT akan menghasilkan perubahan yang besar
pada laba bersih (EAT) atau pendapatan per lembar saham (EPS). Beban tetap bunga ini pada
kenyataannya dapat berupa beban seluruh utang atau obligasi yang ada dan biaya deviden
untuk saham preferen yang mempunyai beban pembayaran tetap setelah perhitungan sebelum
pajak.
2.1.4.2 Leverage Kombinasi
Kombinasi Leverage terjadi apabila perusahaan memiliki baik Leverage Operasi
maupun Leverage Keuangan dalam usahanya untuk meningkatkan keuntungan bagi
pemegang saham. Leverage Operasi menyebabkan kenaikan atau penurunan yang besar pada
laba operasi (EBIT) disebabkan pada perubahan pada tingkat penjualan Financial Leverage
menyebabkan kenaikan atau penurunan yang besar pada laba bersih setelah bunga dan pajak
(EAT) atau pendapatan per lembar saham (EPS) karena perubahan tingkat penjualan.
Kepekaan perubahan ini diukur dengan derajat kombinasi Leverage (degree of combinet
leverage / DCL) yaitu : persentase perubahan pendapatan perlembar saham dibagi dengan
persentase perubahan tingkat penjualan, secara aljabar adalah sebagai berikut:

DCL = DOL x DFL

Pengetahuan tentang pengukuran leverage akan membantu manajemen keuangan


dalam menentukan tingkat resiko total yang tepat untuk diasumsikan. Apabila derajat resiko
usaha yang dihadapi perusahaan tinggi akan dihubungkan degan aktifitas usaha yang
dijalankan. Maka suatu tingkat resiko keuangan yang rendah dapat meminimalisasi fluktuasi
pendapatan yang disebabkan perubahan tingkat penjualan.
Menurut Lukman syamsuddin, dalam bukunya Manajemen Keuangan Perusahaan
(2001:121) definisi kombinasi Leverage atau Total Leverage adalah : “Kemampuan
perusahan dalam menggunakan biaya tetap, baik biaya-biaya tetap operasi maupun biaya-
biaya tetap finansial untuk memperbesar pengaruh perubahan volume penjualan terhadap
pendapatan per lembar saham biasa (EPS)”.

2.1.5 Tingkat Konfergensi IFRS


IFRS (International Financial Reporting Standard) merupakan standar akuntansi
internasional yang dikeluarkan oleh International Accounting Standard Board (IASB) pada
Juni 2003. IFRS merupakan hasil dari komitmen IASCF (IASB dan Trustees) dalam hal
mengembangkan seperangkat standar akuntansi global yang berkualitas tinggi, dapat
dipahami dan diterapkan (Nandakumar et al., 2010). IFRS merupakan standar akuntansi
internasional setelah pendahulunya International Accounting Standards (IAS) tidak
diterbitkan lagi oleh International Accounting Standards Committee (IASC) setelah
dibubarkannya IASC yang kemudian digantikan dengan dibentuknya IASB. IASB kemudian
mengadopsi IAS dan tetap memberlakukannya sembari menerbitkan standar baru yaitu IFRS.
Adopsi, konvergensi maupun penerapan IFRS juga mencakup IAS.
Tingkat konvergensi IFRS menunjukkan seberapa konvergen standar akuntansi suatu
negara terhadap IFRS (dan IAS). Konvergensi merupakan alternatif pendekatan yang dapat
dilakukan suatu negara terhadap IFRS selain adopsi. Adopsi berarti suatu negara
menggantikan standar akuntansinya dengan IFRS, sedangkan konvergensi suatu negara tetap
menggunakan standar akuntansinya namun menyesuaikannya agar sama dengan IFRS. Proses
penyesuaian ini biasanya dilakukan dengan bertahap, semakin lama semakin sama dengan
standar yang diacunya yaitu IFRS.
Teori akuntansi menyatakan bahwa pelaporan keuangan akan mengurangi asimetri
informasi dengan pengungkapan informasi yang relevan dan tepat waktu (Frankel dan Li
2004). Konvergensi IFRS dapat memberikan standar pelaporan keuangan yang lebih
berkualitas sehingga investor dapat mengambil keputusan yang tepat. Konvergensi IFRS
dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas laba yang dihasilkan karena adanya
transparansi dan komparabilitas yang bersifat global. Dengan konvergensi IFRS maka
manajemen laba diharapkan dapat dikurangi sehingga menghasilkan laba yang lebih
berkualitas.
IFRS adalah pedoman penyususnan laporan keuangan yang dapat diterima secara
global. IFRS yang ada saat ini mengalami sejarah yang cukup panjang dalam proses
terbentuknya. Mulai dari terbentuknya IASC / IAFB, IASB, hingga menjadi IFRS seperti
yang ada saat ini. Jika IFRS telah digunakan oleh suatu negara, berarti negara tersebut telah
mengadopsi sistem pelaporan keuangan yang dapat diterima dan diakui secara global di
seluruh dunia sehingga memungkinkan pasar dunia mengerti tentang laporan keuangan
perusahaan dimana Negara tersebut berasal.
Pengadopsian IFRS juga berlaku di Indonesia. Pengadopsian ini akan berlaku secara
penuh pada tahun 2012 nanti seperti yang dilansir oleh IAI pada saat peringatan HUT nya
yang ke-51. Dengan mengadopsi IFRS, perusahaan-perusahaan di Indonesia diharapka dapat
meningkatkan daya informasi dari laporan keuangan. Selain itu, konvergensi IFRS adalah
salah satu kesepakatan pemerintah Indonesia sebagai anggota G20 forum.
Menurut Ketua Tim Implementasi IFRS-Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Dudi M
Kurniawan, dengan mengadopsi IFRS, Indonesia akan mendapatkan tujuh manfaat sekaligus,
yaitu:
 Pertama, meningkatkan kualitas standar akuntansi keuangan (SAK)
 Kedua, mengurangi biaya SAK
 Ketiga, meningkatkan kredibilitas dan kegunaan laporan keuangan
 Keempat, meningkatkan komparabilitas pelaporan keuangan
 Kelima, meningkatkan transparansi keuangan
 Keenam, menurunkan biaya modal dengan membuka peluang penghimpunan dana
melalui pasar modal
 Ketujuh, meningkatkan efisiensi penyusunan laporan keuangan.
Indonesia sendiri memiliki tiga pilar standar akuntansi, yaitu Standar Akuntansi
Indonesia, SAK-ETAP, dan Standar Akuntansi Syariah. IFRS hanya diadopsi untuk standar
akuntansi keuangan.
IFRS memiliki karakteristik, diantaranya :
 IFRS menggunakan “Principles Base “ sehingga lebih menekankan pada intepreatasi
dan aplikasi atas standar sehingga harus berfokus pada spirit penerapan prinsip
tersebut
 Standar membutuhkan penilaian atas substansi transaksi dan evaluasi apakah
presentasi akuntansi mencerminkan realitas ekonomi
 Membutuhkan proffesional judgment pada penerapan standar akuntansi
 Menggunakan fair value dalam penilaia
 Mengharuskan pengungkapan (disclosure) yang lebih banyak
2.1.6 Tingkat Perlindungan Investor
Perlindungan bagi investor merupakan objek penelitian yang multidimensional.
Perlindungan bagi investor dapat berupa hukum maupun penegakan yang diberlakukan suatu
negara maupun pasar modalnya untuk melindungi investornya. Investor perlu perlindungan
terhadap alokasi sumber daya secara tidak optimal maupun tindakan apropriasi oleh
manajemen. Investor dalam hal ini dapat berupa pemegang saham maupun kreditor.
Terdapat banyak alat ukur yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat
perlindungan yang diberikan bagi investor di suatu negara. Terdapat penelitian yang
menggunakan alat ukur yang digunakan Houqe et al. (2011). Houqe et al. (2011)
menggunakan enam alat ukur secara bergantian untuk mengukur perlindungan bagi investor.
Keenam alat ukur itu antara lain independensi dewan pengawas, hukum pasar modal,
perlindungan bagi pemegang saham minoritas, penegakan standar akuntansi dan audit,
independensi badan hukum, dan kebebasan media.
Dewan pengawas memiliki peran penting baik sebagai pengawas tindakan manajemen
maupun sebagai pelindung kekayaan investor. Peasnell et al. (2005) dan Ebrahim (2007)
dalam Houqe et al. (2011) menyatakan hasil penelitian dimana perusahaan dengan
independensi pengawas yang tinggi memiliki kualitas laba yang lebih tinggi pula. Penegakan
hukum pasar modal dapat mencegah pihak manajemen memanipulasi laba sehingga
meningkatkan kualitas laba. Hung (2000), Ball et al. (2000), Leuz et al. (2003), Daske et al.
(2008), La Porta et al. (1998, 2000 dan 2006), dan Francis and Wang (2008) dalam Houqe et
al. (2011) menyatakan bahwa negara dengan perlindungan yang lemah bagi pemegang saham
minoritas memberikan kesempatan bagi manajemen untuk melakukan praktik curang dalam
akuntansi yang berakibat menurunkan kualitas laba. Penegakan standar akuntansi yang kuat
mempersempit ruang lingkup manajemen dan auditor dalam penggunaan kebijakan.
Independensi badan hukum mempengaruhi lingkungan hukum dan bisnis di dalamnya.
Kebebasan media yang mencakup kebebasan berpendapat, kebebasan melakukan hubungan,
dan bebasnya penggunaan media membantu terungkapnya skandal keuangan.

2.2 Penelitian Sebelumnya


Terdapat beberapa penelitian sebelumnya yang relevan dengan penelitian ini
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Penelitian oleh Yanuar Nanok, dkk pada tahun 2008 dengan judul Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Manajemen Laba Perusahaan Publik Di Indonesia Pada Tahun
2008. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat empat variabel yang memiliki
pengaruh signifikan terhadap manajemen laba yaitu ukuran perusahaan, ukuran KAP,
dan arus kas operasi. Sedangkan tiga variabel lainnya yaitu struktur kepemilikan
manajerial, proporsi dewan komisaris independen, dan leverage ternyata tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba. Dari hasil penelitian
tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel ukuran perusahaan, ukuran KAP, dan arus
kas operasi merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi manajemen untuk
melakukan tindakan manajemen laba. Di sisi lain variabel struktur kepemilikan
manajerial, proporsi dewan komisaris independen, dan leverage ternyata tidak secara
signifikan berpengaruh dengan motivasi untuk melakukan tindakan manajemen laba.
2. Penelitian dilakukan oleh Otty Marlisa dan Siti Rokhmi Fuadati pada tahun 2016
dengan judul Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Manajemen Laba
Perusahaan Properti Dan Real Estate. Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan yaitu: (1) Berdasarkan hasil kelayakan
model yang dilakukan dengan menggunakan uji F, menunjukkan bahwa leverage,
ukuran perusahaan, komisaris independen, komite audit, dan kualitas audit secara
simultan berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba pada perusahan yang
diteliti. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model layak digunakan untuk
menjelaskan leverage, ukuran perusahaan, komisaris independen, komite audit, dan
kualitas audit berpengaruh terhadap manajemen laba, (2) Berdasarkan hasil kelayakan
model yang dilakukan dengan menggunakan koefisien determinasi (R2) menunjukkan
Jurnal Ilmu dan Riset Manajemen : Volume 5, Nomor 7, Juli 2016 ISSN : 2461-0593
18 bahwa leverage, ukuran perusahaan, komisaris independen, komite audit, dan
kualitas audit memberikan kontribusi yang cukup besar pada manajemen laba.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa model layak digunakan, (3) Berdasarkan hasil
hipotesis yang dilakukan dengan menggunakan uji parsial (uji t), menunjukan bahwa
leverage, komisaris independen dan komite audit tidak berpengaruh signifikan
terhadap manajemen laba pada perusahan yang diteliti. Sedangkan ukuran perusahaan
dan kualitas audit berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba pada perusahan
yang diteliti.
3. Penelitian dilakukan oleh Desi Nur Aprina dan Khairunnisa pada tahun 2015 dengan
judul Struktur Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, Dan Kompensasi Bonus
Terhadap Manajemen Laba. Secara simultan ukuran perusahaan, profitabilitas, dan
kompensasi bonus berpengaruh signifikan secara bersama-sama terhadap manajemen
laba pada perusahaan yang diteliti. Ukuran perusahaan, profitabilitas, dan kompensasi
bonus dalam penelitian ini dapat menjelaskan manajemen laba sebesar 61,8384%,
sedangkan sisanya sebesar 38,1616% dapat dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar
penelitian ini. Hasil pengujian secara parsial ukuran perusahaan, profitabilitas, dan
kompensasi bonus terhadap manajemen laba adalah sebagai berikut:
a. Secara parsial ukuran perusahaan memiliki pengaruh signifikan dengan arah
hubungan positif terhadap manajemen laba, yaitu semakin tinggi ukuran perusahaan
maka semakin tinggi manajemen laba.
b. Secara parsial profitabilitas memiliki pengaruh signifikan dengan arah hubungan
negatif terhadap manajemen laba, yaitu semakin rendah nilai profitabilitas maka
semakin tinggi manajemen laba.
c. Secara parsial kompensasi bonus tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap
manajemen laba.
4. Penelitian dilakukan oleh Rice pada tahun 2016 dengan judul Pengaruh Faktor
Keuangan Terhadap Manajemen Laba Dengan Corporate Governance Sebagai Variabel
Moderating. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil
kesimpulan yaitu:
a. Earning power, leverage, dan ukuran perusahaan secara simultan berpengaruh
terhadap tindakan manajemen laba.
b. Secara parsial, hanya leverage dan ukuran perusahaan yang berpengaruh signifikan
negatif terhadap tindakan manajemen laba. Sedangkan earning power tidak
berpengaruh terhadap manajemen laba.
c. Kepemilikan institusional dapat memoderasi hubungan antara variabel independen
terhadap variabel dependen dan dapat memperkuat pengaruh antara earning power,
leverage dan ukuran perusahaan terhadap tindakan manajemen laba.
5. Penelitian dilakukan oleh Clarissa Taco dan Ventje Ilat pada tahun 2016 dengan judul
Pengaruh Earning Power, Komisaris Independen, Dewan Direksi, Komite Audit Dan
Ukuran Perusahaan Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Manufaktur Yang
Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan,
maka dapat diambil kesimpulan yaitu: Dewan Direksi dan Ukuran Perusahaan
berpengaruh signifikan terhadap Manajemen Laba. Earning Power, komisaris
independen dan komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Secara
bersama-sama earning power, komisaris independen, dewan direksi, komite audit dan
ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.
6. Penelitian dilakukan oleh Aziatul Waznah Ghazali pada tahun 2015 dengan judul
Earnings Management: An Analysis of Opportunistic Behaviour, Monitoring
Mechanism and Financial Distress. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan,
maka dapat diambil kesimpulan yaitu: bahwa jika perilaku oportunistik ada maka
manajemen laba juga akan ada (H1). Berdasarkan hasil dalam tabel, H1 sebagian
didukung sejak saat itu profit menunjukkan hubungan yang signifikan (p = 0,028, p
<0,05), sedangkan arus kas bebas menunjukkan sebaliknya (p = 0,320, p> 0,05).
Sebuah hubungan positif antara laba menunjukkan bahwa jika keuntungan perusahaan
saat ini tinggi, manajer akan menjadi cenderung mengelola laba yang dilaporkan
hanya untuk mendapatkan keuntungan dari laba yang dilaporkan positif. Sementara
itu, terdapat ubungan negatif antara arus kas bebas dan manajemen laba yang
memberi sinyal bahwa manajer akan menggunakan lab manajemen saat arus kas
rendah demi kelangsungan hidup dan kelangsungan usaha perusahaan (Bukit &
Iskandar, 2009).
7. Penelitian dilakukan oleh Titik Aryati pada tahun 2015 dengan judul Konvergensi IFRS
Dan Perilaku Manajemen Laba Di Indonesia, Malaysia Dan Singapura. Berdasarkan hasil
penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan yaitu: membuktikan
bahwa Konvergensi IFRS dapat mengurangi praktik perataan laba di negara Indonesia,
Malaysia, dan Singapura. Penelitian ini tidak dapat membuktikan bahawa Corporate
Governance level negara memoderasi hubungan negatif antara konvergensi IFRS dengan
Perataan Laba

2.3 Hipotesis
Berdasarkan landasan teori dan penelitian terdahulu yang telah dijelaskan
sebelumnya, maka perumusan hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
 Rentabilitas ekonomi berpengaruh positif terhadap manajemen laba
perusahaan
 Arus kas bebas berpengaruh positif terhadap manajemen laba perusahaan
 Tingkat penggunaan utang berpengaruh positif terhadap manajemen laba
perusahaan
 Konvergensi IFRS dengan perlindungan investor sebagai variabel pemoderasi
berpengaruh negatif terhadap manajemen laba
2.4 Metode Analisis
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier
berganda untul melakukan pengujian hipotesis dengan persamaan regresi sebagai berikut.
EM = α + β1EP + β2FCF + β3LEV + β3IFRS + ε
Keterangan:
EM = Earning Management
EP = Earning Power
FCF = Free Cash Flow
LEV = Leverage
IFRS = IFRS Convergence

Anda mungkin juga menyukai