Anda di halaman 1dari 44

PENGARUH FINANCIAL DISTRESS, IMPLEMENTASI IFRS,

KUALITAS AUDIT, DAN KEPEMILIKAN ASING TERHADAP


MANAJEMEN LABA DENGAN GOOD COTPORATE GOVERNANCE
SEBAGAI VARIABEL MODERASI

Diajukan Untuk Memenuhi Skripsi

Program Studi Akuntansi Fakultas Bisnis Kalbis Institute

Disusun Oleh :

Mochamad Andre Akbar

2016102798

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS BISNIS

KALBIS INSTITUTE

2020
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Dalam menjalankan suatu usaha di perusahaan diperlukan sebuah
laporan keuangan sebagai sarana pemberi informasi bagi pemegang
kepentingan dari pihak internal maupun eksternal. Manajemen memiliki
kewajiban membuat laporan keuangan untuk memberikan sebuah informasi
hasil kinerja yang telah dicapai oleh perusahaan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan seperti investor, pemegang saham, maupun kreditor. Para
pemangku kepentingan mengharapkan manajemen dapat menghasilkan
sebuah keuntungan dari usaha yang dijalankan. Oleh karena itu, laporan
keuangan harus terbebas dari bias agar memudahakn para pemegang
kepentingan untuk mengambil keputusan.
Laporan keuangan harus disusun dengan kehati-hatiaan agar
informasi yang dihasilkan dapat akurat sesuai dengan standar akuntansi
yang berlaku. Tetapi, tidak menutup kemungkinan laporan keuangan
perusahaan sering dipergunakan sebagai sarana tindakan yang dapat
merugikan pihak internal maupun eksternal salah satunya yaitu praktik
manajemen laba. Kerugian sering terjadi akibat dari adanya manajemen laba
yang dilakukan karena manajemen sengaja meningkatkan laba pada laporan
keungan untuk menarik investor atau menurunkan laba untuk menghindari
aturan. Dalam penyusunan laporan keuangan maupun perhitungannya,
manajemen akan mempertimbangkan segala metode untuk menguntungkan
perusahaan terutama dirinya sendiri.
Manajemen laba mengarah pada penyalahgunaan laporan keuangan
yang didalam penyusunanya manajer melakukan beberapa cara untuk
meningkatkan laba karena adanya masalah tetapi tetap terlihat seperti tidak
ada masalah dalam laporan keuangan. Dalam penyusunannya, manajer
memilih beberapa metode agar terlihat mengikuti standar pelaporan

1
keuangan yang berlaku dan tetap terlihat normal agar pengguna informasi
berpikir bahwa perusahaan dalam kondisi yang baik.
Perusahaan sering mengalami beberapa masalah yang menyebabkan
dilakukannya manajemen laba untuk menutupi masalah yaitu salah satunya
kesulitan keuangan (Financial Distress). Kesulitan keungan merupakan
sebuah kondisi dimana perusahaan mengalami kesulitan ekonomi dan
penurunan laba yang dapat mengakibatkan perusahaan bisa mengalami
kerugian yang besar. Perusahaan dapat dikatakan mengalami Financial
Distress apabila mengalami kesulitan keuangan dalam dua sampai tiga
tahun secara berulang yang berujung pada likuidasi atau kebangkrutan.
Ketika perusahaan mengalami kesulitan keuangan (Financial Distress)
akan berdampak pada kesulitan ekonomi perusahaan serta manajer akan
berupaya untuk memanipulasi laba karena manajer akan berpikir kinerjanya
buruk, memungkinkan investor akan keluar dari perusahaan. Agar hal
tersebut tidak terjadi manajer terpaksa melakukan manajemen laba untuk
menghindari kerugian pada dirinya. Hal ini didukung dengan hasil
penelitian ( Alamanda dan Wahyu, 2017) yang menyatakan bahwa
Financial Distress memiliki pengaruh secara positif dan signifikan terhadap
Manajemen Laba. Sedangkan pada penelitian
Dalam dunia akuntansi, adanya standar akuntansi dalam pelaporan
keuangan salah satunya yaitu International Financial Reporting Standards
(IFRS) sebagai sarana untuk menyederhanakan dalam pelaporan keuangan
tanpa mengurangi keandalan, dapat dipahami, dan dapat digunakan secara
international agar menghasilkan sebuah laporan keuangan yang transparan
dan terbebas dari bias kesalahan. Pada tahun 2008, Indonesia memutuskan
untuk mengadopsi IFRS ke dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK) yang akan berlaku efektif pada tahun 2012. Sebelumnya, Indonesia
berpedoman pada standar akuntansi Amerika General Accepted Accounting
Principles (US GAAP). US GAAP memberikan kelonggaran untuk
memilih metode akuntansi sesuai dengan kondisi perusahaan, sehingga

2
mempermudah manajer untuk melakukan manajemen laba (Anggun dan
Pratiwi, 2016).
Penggunaan IFRS berbasis prinsip (Principle Based) yang lebih
mengutamakan nilai wajar (Fair Value) diharapkan dapat mengurangi
terjadinya manajemen laba serta dapat mengidentifikasi jika ada pelaporan
keuangan yang melakukan manajemen laba dan menyimpang dari standar
yang berlaku. Implementasi IFRS kedalam PSAK dapat meminimalisir
metode-metode yang digunakan manajer untuk melakukan manajemen laba
dan dapat membatasi pergerakan manajer kearah kecurangan dalam
pelaporan keuangan serta dapat meningkatkan hasil informasi yang andal
dan transparan. Hal ini didukung dengan hasil penelitian (Anggi, 2017)
yang menyatakan bahwa Konvergensi IFRS berpengaruh terhadap tindakan
manajemen laba. Sedangkan pada penelitian ( Agustina, 2016) hasil dari
penelitiannya bertentangan dengan hasil penelitian selanjutnya yang
menyatakan bahwa Konvergensi IFRS berpengaruh negatif signifikan
terhadap manajemen laba.
Selain implementasi IFRS, faktor lain yang dianggap memiliki
peranan penting adalah kualitas audit yang dapat memberikan penilaian
kewajaran laporan kuangan perusahaan. Kualitas audit yang dibahas yaitu
Kantor Akuntan Publik (KAP) yang memiliki integritas, independensi, dan
kredibilitas tinggi serta dipercaya oleh banyak orang. KAP big four yaitu
Price Waterhouse Cooper (PwC), Ernst & Young (EY), Deloitte, dan
KPMG dipercaya lebih independen dalam memberikan jasa audit kepada
kliennya karna memiliki penilaian yang lebih baik dibandingkan KAP non-
big four.
Hadirnya KAP didunia akuntansi dapat memberikan transparansi
dan terbebas dari bias kesalahan dalam laporan keuangan dimana
manajemen laba masih terus sering terjadi. KAP harus bisa menemukan
indikasi adanya kesalahan material atau kecurangan dalam laporan
keuangan terkait manajemen laba yang dapat merugikan banyak orang

3
dengan meningkatkan laba agar terlihat laporan keuangan tersebut dalam
keadan baik-baik saja.
KAP memiliki banyak tantangan untuk melayani kebutuhan klien
terutama pemegang kepentingan dalam perusahaan seperti shareholders,
investor ataupun kreditor. Munculnya masalah manajemen laba, KAP harus
dapat memberikan jasa audit yang independent dan berkompeten terbebas
dari pengaruh pihak luar. Manajemen laba dapat mengakibatkan hal-hal
buruk bagi keberlangsungan perusahaan ditahun-tahun berikutnya. Opini
audit yang diberikan oleh auditor KAP dapat menentukan keberlangsungan
perusahaan kedepannya. Oleh karna itu, KAP harus bisa menemukan
masalah dalam laporan keuangan yang diperiksanya dan dapat memberikan
opini sesuai keadaan. Pendapat ini didukung oleh penelitian (Inne dan
Farida, 2017) yang menyatakan bahwa kualitas audit berpengaruh
signifikan dengan arah positif terhadap manajemen laba. Sedangkan pada
penelitian ( Eny, 2019) hasil dari penelitiannya bertentangan dengan hasil
penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa kualitas audit tidak
berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.
Selain kualitas audit, adanya kepemilikan asing atau foreign
ownership dapat memberi nilai tambah dalam hal kepercayaan publik
dengan adanya kepemilikan asing. Kepemilikan asing adalah sebuah
kegiatan investasi asing sebagai modal pada perusahaan dalam negeri
dengan tujuan agar dapat meningkatkan nilai perusahaan dan meningkatkan
kepercayaan publik. Dengan adanya kepemilikan asing, perusahaan
mendapatkan modal tambahan yang terhitung lumayan besar tergantung
berapa jumlah dana yang diinvestasikan kepada perusahaan tersebut.
Kepemilikan asing dipercaya dapat meningkatkan kualitas
perusahaan karena harus menerapkan good corporate governance yang
sesuai dengan standar dan meningkatkan kinerja lebih baik apabila ingin
menarik investor asing untuk menanamkan modalnya ke dalam perushaan
publik. Pada dasarnya, investor asing akan menanamkan modalnya pada
perusahaan publik dengan banyak pertimbangan salah satunya bagaimana

4
perusahaan tersebut dalam menjalankan usahanya sehingga dapat
memberikan keuntungan yang banyak.
Kepemilikan asing diharapkan dapat meningkatkan standar
perusahaan dalam hal corporate governance yang baik, sehingga dapat
meminimalkan tindakan negatif yang dapat merugikan banyak kepentingan
seperti manajemen laba. Kepemilikan asing dapat mendorong perusahaan
untuk meningkatkan kualitas hasil laporan keuangan dan mengurangi
tindakan kecurangan atau manipulasi yang dilakukan manajer perusahaan
terkait manajemen laba sebagai sarana peningkatan dalam penerapan tata
kelola perusahaan yang baik.
Berkembangnya konsep Good Corporate Governance banyak
publik mengharapkan kelangsungan hidup bisnis dapat bersih, bertanggung
jawab, dan bias dari kesalahan. Good Corporate Governance adalah salah
satu konsep yang memberikan sebuah batasan dan mengatur kepentingan
antara pemilik kepentingan dengan pihak manajer. Tata kelola dapat
memberikan pengaruh langsung kepada aktivitas manajer, dan dapat
mengontrol, mengendalikan auditor dalam memeriksa laporan keuangan.
Banyak kasus yang terjadi pada perusahaan akibat corporate
governance yang lemah, sehingga membuat perusahaan dapat mengalami
kesulitan keuangan karena adanya tindak kecurangan yang merugikan
banyak orang terutama pada laporang keuangan. Sedikitnya pengawasan
terhadap manajemen dalam membuat laporan keuangan akan
mengakibatkan manajemen bersikap opurtunistik yang pada akhirnya
laporan keuangan tidak sesuai dengan peraturan dan tidak mengadopsi IFRS
yang berlaku.
Peningkatan pengawasan manajemen dalam membuat laporan
keuangan, dapat dilakukan dengan pemeriksaan oleh auditor eksternal
apabila terindikasi adanya kecurigaan terhadap laporan keuangan yang telah
dibuat oleh manajemen. Auditor eksternal harus dapat bersikap objektif dan
independen dalam melakukan pemerikasaan laporan keungangan agar
kualitas audit yang dihasilkan dapat terbebas dari bias kesalahan serta dapat

5
dipertanggung jawabkan. Apabila hasil kualitas audit perusahaan baik dan
terbebas dari kesalahan atau kecurangan, dapat digunakan untuk menarik
investor asing menanamkan modal kepada perusahaan sebagai sumber dana
tambahan untuk menjalankan usaha dan meningkatkan kepercayaan serta
menjaga kualitas perusahaan. Penerapan good corporate governance yang
baik akan meningkatkan kualitas prosedur perusahaan yang baik, sehingga
dapat meminimalisir kecurangan yang akan terjadi seperti manajemen laba.
Fenomena manajemen laba masih sering ditemukan setiap tahunnya,
beberapa kasus sering bermunculan terutama pada perusahaan-perusahaan
yang terdaftar pada BEI. Banyaknya kasus terkait manajemen laba dapat
perhatian dimata publik seberapa besar pengaruhnya terhadap
perekonomian negara dan berapa banyak pihak yang dirugikan akibat dari
manajemen laba. Ada beberapa kasus terkait manajemen laba yang terjadi
pada waktu dekat ini diantaranya adalah PT. Garuda Indonesia dan PT
Perusahaan Listrik Negara. Dalam hal ini, Komisaris Garuda Chairal
Tanjung dan Dony Oskaria, perwakilan dari PT Trans Airways dan Finegold
Resources Ltd selaku pemilik dan pemegang 28,08 persen saham Garuda
Indonesia berpendirian senada, bahwa ini merupakan pendapatan royalti.
Komisaris Garuda hanya keberatan dengan pengakuan (rekognisi)
pendapatan transaksi sebesar 239,94 juta dollar AS yang tertuang di dalam
perjanjian kerja sama penyediaan layanan konektivitas dalam penerbangan
antara PT Mahata Aero Teknologi (Mahata) dan PT Citilink Indonesia
selaku anak usaha Garuda Indonesia. Keberatan itu disampaikan keduanya
kepada manajemen pada 2 April 2019 lewat sepucuk surat dalam Rapat
Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST). Ringkasnya, keberatan
keduanya didasarkan pada PSAK 23 dan Perjanjian Mahata
(https://money.kompas.com).
Menurut Chairal dan Dony, tidak dapat diakuinya pendapatan
tersebut karena hal ini bertentangan dengan PSAK 23 paragraf 28 dan 29.
Menurut paragraf 28, pendapatan yang timbul dari penggunaan aset entitas
oleh pihak lain yang menghasilkan bunga, royalti, dan dividen diakui

6
dengan dasar yang dijelaskan di paragraf 29, jika kemungkinan besar
manfaat ekonomi sehubungan dengan transaksi tersebut akan mengalir ke
entitas dan jumlah pendapatan dapat diukur secara andal. Sedangkan
paragraf 29 sendiri menegaskan royalti diakui dengan dasar sesuai dengan
substansi perjanjian yang relevan. Dalam lampiran PSAK 23 paragaraf 20,
dielaborasi dalam ilustrasi makna dari PSAK 23 paragraf 28 tersebut bahwa
royalti akan diterima atau tidak diterima bergantung kepada kejadian suatu
peristiwa masa depan. Dalam hal ini, pendapatan hanya diakui jika terdapat
kemungkinan besar bahwa royalti akan diterima
(https://money.kompas.com).
Sebagai informasi, kasus ini bermula dari laporan keuangan
perusahaan yang membukukan laba bersih US$ 809.846 pada tahun 2018
atau setara Rp 11,49 miliar (kurs Rp 14.200/US$). Padahal jika ditinjau
lebih detail, perusahaan yang resmi berdiri pada 21 Desember 1949 dengan
nama Garuda Indonesia Airways ini semestinya merugi. Pasalnya, total
beban usaha yang dibukukan perusahaan tahun lalu mencapai US$ 4,58
miliar. Angka ini lebih besar US$ 206,08 juta dibanding total pendapatan
tahun 2018 (https://www.cnbcindonesia.com/).
Selanjutnya, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) PLN, perusahaan
setrum plat merah itu memang berhasil mencatatkan kenaikan pendapatan
dari Rp255,29 triliun pada 2017 menjadi Rp272,89 triliun pada 2018. Akan
tetapi, pertumbuhan pendapatan hanya sebesar single digit, yakni 6,89
persen atau lebih rendah dari kenaikan pendapatan pada tahun sebelumnya
sebesar 14,57 persen.
Di sisi lain, kenaikan pendapatan itu tidak sebanding dengan
pertumbuhan beban usaha PLN. Terpantau, beban usaha tumbuh dari
Rp275,47 triliun pada 2017 menjadi Rp308,18 triliun pada 2018. Satu
catatan yang patut dicermati, PLN kembali mengalami kerugian selisih kurs.
Terpantau, PLN mengalami lonjakan rugi selisih kurs dari Rp2,93 triliun
pada 2017 menjadi Rp10,92 triliun pada 2018. Itu berarti, rugi selisih kurs
PLN meroket sebesar 272,27 persen.

7
Lantas, bagaimana PLN bisa mengantongi laba bersih hingga
Rp11,56 triliun jika terdapat kenaikan beban usaha, rugi selisih kurs, dan
beban keuangan yang notabene lebih tinggi dari pendapatan
perseroan?VSetidaknya, ada dua catatan yang berhasil mempercantik
laporan keuangan PLN. Pertama adalah pos pendapatan kompensasi.
Menariknya, pendapatan ini belum muncul pada neraca keuangan 2017. Tak
tanggung-tanggung, pendapatan kompensasi tercatat sebesar Rp23,17
triliun. Kedua adalah pendapatan lain-lain bersih yang tercatat naik 359,34
persen dari Rp3,40 triliun pada 2017 menjadi Rp15,66 triliun pada 2018.
Kenaikan pada pos pendapatan lain-lain bersih ditopang oleh pendapatan
dari pemerintah. Dalam laporan keuangan, PLN menjelaskan jika
pendapatan dari pemerintah merupakan piutang dari pemerintah yang diakui
sebagai pendapatan sebesar Rp7,45 triliun. Sebelumnya, catatan ini tidak
muncul pada neraca tahun 2017 (https://www.cnnindonesia.com/).
Dari adanya beberapa kasus diatas, penelitian ini masih dianggap
layak untuk diteliti lebih lanjut. Penelitian ini merujuk pada penelitian yang
dilakukan oleh Agustina (2016) dengan judul Pengaruh Konvergensi IFRS,
Struktur Kepemilikan Saham, Tata Kelola Perusahaan, dan Kualitas Audit
Terhadap Manajemen Laba dan Eny (2019) dengan judul Pengaruh
Corporate Governance, Ukuran Perusahaan, Leverage, dan Kualitas Audit
Terhadap Manajemen Laba. Penelitian ini merupakan penelitian replikasi
yang mengembangkan penelitian-penelitian yang sudah ada sebelumnya.
Untuk membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah
adanya good corporate governance sebagai variabel moderasi yang diuji
untuk mengetahui apakah good corporate governance akan memperkuat
atau memperlemah pengaruh financial distress, implementasi ifrs, dan
kualitas audit terhadap manajemen laba. Berdasarkan latar belakang diatas,
maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
“PENGARUH FINANCIAL DISTRESS, IMPLEMENTAI IFRS, DAN
KUALITAS AUDIT TERHADAP MANAJEMEN LABA DENGAN

8
GOOD CORPORATE GOVERNANCE SEBAGAI VARIABEL
MODERASI”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan penelitian yang akan dibahas oleh penulis maka dapat
dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:
1. Apakah Financial Distress berpengaruh signifikan terhadap
Manajemen Laba?
2. Apakah Implementasi IFRS berpengaruh terhadap Manajemen
Laba?
3. Apakah Kualitas Audit berpengaruh terhadap Manajemen Laba?
4. Apakah Kepemilikan Asing berpengaruh terhadap Manajemen
Laba?
5. Apakah good corporate governance memperkuat atau
memperlemah pengaruh Financial Distress terhadap Manajemen
Laba?
6. Apakah good corporate governance memperkuat atau
memperlemah pengaruh Implementasi IFRS terhadap Manajemen
Laba?
7. Apakah good corporate governance) memperkuat atau
memperlemah pengaruh Kualitas Audit terhadap Manajemen Laba?
8. Apakah good corporate governance memperkuat atau
memperlemah pengaruh Kepemilikan Asing terhadap Manajemen
Laba?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh financial distress
terhadap manajemen laba.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh implementasi IFRS
terhadap manajemen laba.
3. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh kualitas audit
terhadap manajemen laba.

9
4. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh kepemilikan asing
terhadap manajemen laba
5. Untuk mengetahui dan menganalisis good corporate governance
sebagai pemoderasi pengaruh financial distress terhadap
manajemen laba.
6. Untuk mengetahui dan menganalisis good corporate governance
sebagai pemoderasi pengaruh implementasi IFRS terhadap
manajemen laba.
7. Untuk mengetahui dan menganalisis good corporate governance
sebagai pemoderasi pengaruh kualitas audit terhadap manajemen
laba.
8. Untuk mengetahui dan menganalisis good corporate governance
sebagai pemoderasi pengaruh kepemilikan asing terhadap
manajemen laba.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Akademik
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan dan wawasan mengenai financial distress, implementasi ifrs
dan kualitas audit terhadap manajemen laba. Serta memberikan informasi
mengenai pengaruh good corporate governance memoderasi pengaruh
financial distress, implementasi ifrs dan kualitas audit terhadap manajemen
laba. diharapkan dapat mengaplikasikan teoritis yang telah diperoleh
perguruan tinggi dan meningkatkan kemampuan ilmiah. Selain itu hasil dari
penelitian dapat digunakan sebagai bahan refrensi untuk peneliti selanjutnya
dan bisa mengembangkan refrensi selanjutnya khususnya akuntansi.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Bagi Kalbis Institute:
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan ilmu
pengetahuan serta manambah refrensi di perpustakaan dan dapat dijadikan
bahan refrensi bagi peneliti selanjutnya.

10
2. Bagi Perusahaan:
Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebuah kajian
atau pedoman bagi perusahaan untuk menghindari praktik manajemen
laba, tetap mengikuti standar dan peraturan yang berlaku.
3. Bagi Pembaca:
Diharapkan dari hasil penelitian ini, pembaca dapat mengetahui dan
menambah wawasan terkait pengaruh financial distress, implementasi ifrs
dan kualitas audit terhadap manajemen laba. Serta menambah informasi
terkait ada atau tidaknya pengaruh yang dihasilkan dari good corporate
governance dalam memoderasi pengaruh financial distress, implementasi
ifrs dan kualitas audit terhadap manajemen laba.
4. Bagi Penulis:
Hasil dari hasil penelitian ini dapat menambah wawasan serta
pengetahuan terkait pengaruh financial distress, implementasi ifrs dan
kualitas audit terhadap manajemen laba. Serta menambah informasi
bagaimana good corporate governance dalam memoderasi pengaruh
financial distress, implementasi ifrs dan kualitas audit terhadap
manajemen laba. Diharapkan hasil yang baik dapat diimplementasikan
pada saat praktik kerja.
1.5 Batasan Masalah
Adapun batasan masalah yang didapat agar penelitian lebih focus
dan tujuan penelitian dapat tercapai. Berdasarkan rumusan masalah yang
telah diuraikan, didapat batasan masalah sebagai berikut:
1. Penelitian ini hanya akan membahas pengaruh financial distress,
implementasi ifrs, dan kualitas audit terhadap manajemen laba
dengan good corporate governance sebagai variabel moderasi.
2. Populasi dari penelitian ini adalah perusahaan LQ 45 secara
konsisten yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode
2016-2018.
3. Periode dimulainya penelitian ini akan dilaksanakan pada tanggal 20
Februari – 21 Juni 2020.

11
1.6 Sistematika Penulisan
Untuk menjelaskan isi tentang materi yang akan dibahas dalam
penulisan ini, perlu juga dibuat sistematika penulisannya, yaitu:
BAB I :PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah penelitian,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah,
metodologi penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II:TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menjelaskan isi tentang landasan teori, pembahasan hasil
penelitian sebelumnya, perumusan hipotesis serta kerangka pemikiran.
BAB III :METODE PENELITIAN
Bab ini menguraikan tentang metode yang dipilih yang berisi
penjelasan variabel penelitian, populasi dan sampel, jenis dan sumber data,
penentuan teknik pengumpulan data dan metode analisis data.
BAB IV :HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi tentang mendeskripsikan hasil objek penelitian,
analisis data,pembahasan mengenai pengaruh variabel independen terhadap
variabel dependen dan pembahasan variabel moderasi mempengaruhi
variabel independen terhadap dependen.
BAB V :PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian, keterbatasan dan
saran- saran yang berhubungan dengan penelitian yang serupa di masa
yang akan datang.

12
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


Dalam bab ini, akan dijelaskan teori-teori yang berhubungan dengan
judul dari penelitian ini sesuai dengan kerangka konseptual dan tinjauan
literatur dari penelitian terdahulu.
2.1.1 Teori Agensi
Teori agen pertama kali dikemukakan oleh Jensen dan Meckling
pada tahun 1976 , menurut Jensen dan Meckling dalam Lupita dan Meiranto
(2018) mendefinisikan hubungan keagenan sebagai suatu kontrak antara
principal dengan agen untuk menjalankan tugas atas nama pemilik, dimana
agen diberikan kewenangan dalam pengambilan keputusan. Masalah
keagenan mulai muncul ketika terjadi perbedaan kepentingan antara
prinsipal dengan agen, dimana kedua belah pihak berusaha untuk
memaksimalkan kesejahteraan masing-masing. Konflik ini akan semakin
meningkat, dikarenakan adanya asimetri informasi antar kedua belah pihak.
Sehingga hal tersebut memicu manajer dalam melakukan manajemen laba.
Menurut Aljana dan Purwanto (2017) mengatakan bahwa teori
keagenan modern mencoba untuk menjelaskan struktur modal perusahaan
sebagai cara untuk meminimalisasi biaya yang dikaitkan dengan adanya
pemisahan kepemilikan dan pengendalian perusahaan. Perusahaan yang
dikuasai oleh manajerial, maka biaya keagenannya rendah. Hal ini
disebabkan antara pemegang saham dan manajer terdapat tujuan yang sama.
Santoso (2016) manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak
mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan
datang dibandingkan pemilik (pemegang saham). Manajer berkewajiban
memberikan informasi mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik.
Informasi yang diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan informasi
akuntansi seperti laporan keuangan. Namun, pada kenyataannya manajer
terkadang tidak menyampaikan informasi akuntansi yang mencerminkan

13
keadaan perusahaan yang sebenarnya. Ketidakseimbangan penguasaan
informasi akan memicu munculnya suatu kondisi yang disebut sebagai
asimetri informasi (information asymmetry).
Dapat disimpulkan bahwa, teori agensi merupakan hubungan antara
principal (pemegang saham) dan agent (manajer) yang memiliki peran
kepentingan masing-masing. Berdasarkan dari kepentingan pribadi antara
principal (pemegang saham) dengan agent (manajer) dapat menimbulkan
masalah keagenan (agency problem) yang disebabkan karena adanya
asimetry informasi (information asymmetry). Masalah keagenan timbul
karena manajer lebih mengetahui keadaan dan kondisi laporan keuangan
yang sedang dialami oleh perusahaan dibandingkan dengan pemegang
saham. Manajer akan berbuat curang dalam hal ini manajemen laba, untuk
meningkatkan atau menurunkan laba perushaan dalam laporan keuangan
demi keuntungan dan kepentingan pribadi. Sehingga, principal tidak dapat
mengetahui keadaan sebenarnya yang dialami oleh perusahaan karena
principal hanya menerima laporan yang didapat dari manajer yang akhirnya
menimbulkan asimetry informasi.
2.1.2 Manajemen Laba Akrual
Menurut Asni dan Mayasari (2018) akrual adalah selisih antara kas
masuk bersih dari hasil operasi perusahaan dengan laba yang dilaporkan
dalam laporan laba-rugi, yang bersifat discretionary accruals dan non-
discretionary accruals. Manajemen laba akrual dilakukan dalam
mempermainkan komponen-komponen akrual dalam laporan keuangan,
sebab pada komponen akrual dapat dilakukan.
Menurut Utari dan Sari (2016) Discretionary accruals merupakan
komponen akrual yang berasal dari manajemen laba yang dilakukan oleh
manajer, sedangkan non-discretionary accruals merupakan komponen
akrual yang terjadi seiring dengan perubahan dari aktivitas perusahaan.
Munculnya kesempatan bagi manajemen untuk mendistorsi laba timbul
karena kelemahan yang inheren dalam akuntansi dan adanya informasi lebih
yang dimiliki oleh manajer dibandingkan dengan pihak luar.

14
2.1.3 Manajemen Laba
Menurut Amelia dan Hernawati (2016) manajemen laba merupakan
sebuah kebijakan akuntansi yang dipilih manajer untuk mempengaruhi laba.
Akibat penyalahgunaan kebijakan tersebut kini praktek manajemen laba
sudah menjadi hal yang wajar karena pihak manajer akan melakukan
praktek tersebut apabila kondisi keuangan perusahaan mereka mengalami
penurunan yang besar.
Menurut Epi (2017) mengatakan bahwa manajemen laba dapat
diartikan sebagai suatu tindakan manajemen yang mempengaruhi laba yang
dilaporkan dan memberikan manfaat bagi perusahaan. Menurut Fitriany
(2016) mendefinisikan manajemen laba adalah suatu usaha yang dilakukan
oleh manajemen untuk memanipulasi angka-angka akuntansi yang
dilaporkan kepada pihak eksternal dengan tujuan untuk keuntungan bagi
dirinya sendiri dengan cara mengubah atau mengabaikan standar akuntansi
yang telah ditetapkan, sehingga menyajikan informasi yang tidak
sebenarnya.
Dari beberapa definisi diatas terkait manajemen laba, maka dapat
disimpulkan manajemen laba merupakan suatu motif yang dilakukan
manajer dalam meningkatkan atau menurunkan laba didalam laporan
keuangan atas dasar kepentingan pribadi dengan tujuan memperkaya atau
menguntungkan diri sendiri dan dapat merugikan pihak eksternal.
2.1.4 Financial Distress
Menurut Rivandi dan Ariska (2019) financial distress merupakan
gejala awal akan terjadinya kebangkrutan, dimana perusahaan tidak mampu
memenuhi kewajibannya yang bersifat jangka pendek termasuk kewajiban
likuiditas, dan juga termasuk kewajiban dalam kategori solvabilitas. Pada
saat kondisi keuangan suatu perusahaan yang bermasalah, manajer berperan
untuk mengambil keputusan dan mengatur tingkat konservatisme akuntansi
di dalam laporan perusahaan tersebut.
Menurut Patunrui dan Yati (2017) financial distress juga dapat
didefinisikan suatu kondisi keuangan perusahaan yang mengalami kesulitan

15
likuiditas yang sangat parah sehingga perusahaan tidak mampu
menjalankan operasi dengan baik. Menurut Nisa dan Triyanto (2018)
Financial distress adalah keadaan dimana perusahaan mengalami penurunan
keuangan dan terancam bangkrut.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa financial
distress adalah sebuah keadaan dimana perusahaan mengalami kesulitan
keuangan yang dapat mengarah pada likuidasi sehingga perusahaan tidak
dapat menjalankan operasionalnya secara maksimal dan baik karena
tekanan dari kondisi kesulitan keuangan.
2.1.5 Implementasi IFRS
Menurut Sufina (2016) International Financial Reporting Standard
(IFRS) merupakan standar, interpretasi dan kerangka kerja dalam rangka
penyusunan dan penyajian laporan keuangan yang disusun oleh IASC
(International Accounting Standards Committee), organisasi pendahulu dari
IASB (International Accounting Standards Board). Menurut Santoso
(2016) IFRS merupakan standar akuntansi internasional yang diterbitkan
oleh International Accounting Standard Board (IASB). Penerapan ini
bertujuan agar daya informasi laporan keuangan dapat terus meningkat
sehingga laporan keuangan dapat semakin mudah dipahami dan dapat
dengan mudah digunakan baik bagi penyusun, auditor, maupun pembaca
atau pengguna lain.
Menurut Pratiwi dan Pratiwi (2016) Pengadopsian IFRS merupakan
bentuk penggunaan bahas global dalam laporan keuangan perusahaan yang
akan meningkatkan kualitas laporan keuangan dan akan menurunkan
manajemen laba. Menurut Utami et al (2016, p.40) IFRS merupakan standar
akuntasi yang lebih memberikan penekanan pada prinsip dari sebuah
transaksi saat mencatatnya, sehingga dapat mengurangi tindakan
oportunistik manajemen yang memanfaatkan kebijakan akuntansi yang
legal demi kepentingan dirinya maupun perusahaan.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa IFRS
merupakan standar pelaporan keuangan yang dibuat sehingga dapa

16
diimplementasikan secara global dan dapat mempermudah pengguna
informasi laporan keuangan dalam mendapatkan informasi secara
sederhana.
2.1.6 Kualitas Audit
Kualitas audit adalah seberapa baik audit mendeteksi dan
melaporkan salah saji material dalam laporan keuangan. Aspek deteksi
adalah refleksi dari kompetensi auditor, sedangkan pelaporan adalah
refleksi dari etika atau integritas auditor, khususnya independensi (Arens et
al, 2010:105). Menurut Turnip et al (2016, p 3178) Kualitas audit
merupakan segala kemungkinan dimana seorang auditor pada saat
mengaudit laporan keuangan klien dapat menemukan ketidak sesuaian
yang terjadi dalam sistem akuntansi klien.
Kualitas audit merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi pengambilan perusahaan dalam menerbitkan laporan
keuangan yang akurat bagi para pihak yang berkepentingan sehingga harus
selalu menggunakan KAP yang bereputasi baik agar dapat dipercaya oleh
investor dan pihak lainnya (Dimara dan Hadiprajitno, 2017:4). Menurut
Yunila dan Aryati (2018, p 1023) kualitas audit merupakan suatu
kemungkinan dimana auditor akan menemukan dan melaporkan kesalahan
yang ditemukannya, dan kebebasan dianggap dapat dikompromikan apabila
auditor tidak melaporkan kesalahan tersebut.
Dari definisi penelitian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa
kualitas audit merupakan tolak ukur auditor dalam menemukan salah saji
material dalam laporan keuangan untuk mendapatkan hasil optimal serta
dapat memberikan opini audit yang sesuai dengan keadaan dan temuan yang
didapat dalam laporan keuangan. Kualitas audit sangat penting dalam hal
laporan keuangan terkait manajemen laba, diharapkan auditor eksternal
dapat menekan terjadinya manajemen laba yang dilakukan oleh manajer
perusahaan.

17
2.1.7 Kepemilikan Asing
Menurut Sitorus et al (2017, p 2411) Penanaman modal asing adalah
kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara
Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang
menggunakan modal asing sep enuhnya maupun yang berpatungan dengan
penanam modal dalam negeri.
Kepemilikan asing dapat memberikan pengawasan sehingga pihak
manajemen tidak dapat berperilaku opurtunistik karena investor asing
menginginkan dari modal yang diberikan untuk mendapatkan keuntungan
yang nyata. Manajemen dapat melakukan manajemen laba untuk
meningkatkan laba agar terlihat proses bisnis perusahaan berjalan baik, pada
kenyataannya perusahaan sedang mengalami kesulitan keuangan.
2.1.8 Good Corporate Governance
Menurut Mulyono (2017, p 247) Corporate governance dapat
didefinisikan sebagai susunan aturan yang menentukan hubungan antara
pemegang saham, manajer, kreditor, pemerintah, karyawan, dan stakeholder
internal dan eksternal yang lain sesuai dengan hak dan tanggung jawabnya.
Corporate governance merupakan kunci sukses perusahaan dalam
mengelola perusahaan sehingga laporan keuangan yang dihasilkan terjamin
kualitasnya.
Menurut Lestari dan Murtanto (2017,p 100) Corporate Governance
yang merupakan mekanisme yang dikembangkan dan diterapkan di
perusahaan dalam rangka meningkatkan kualitas kinerja perusahaan
sehingga dapat memenuhi kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan
tersebut. Menurut Dahayani et al (2017, p 1400) GCG adalah prinsip yang
mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan
antara kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam memberikan
pertanggungjawaban kepada para shareholder khususnya dan stakeholder
pada umumnya.

18
Good corporate governance pada dasarnya untuk memperbaiki
mekanisme yang ada didalam perusahaan untuk dikembangkan sebagai
tujuan untuk mencapai kualitas kinerja yang baik.
2.2 Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian yang sejenis telah dilakukan sebelumnya oleh
peneliti terdahulu mengenai pengaruh financial distress, implementasi
IFRS, kualitas audit terhadap manajemen laba dengan good corporate
governance sebagai variabel moderasi. Dalam penelitian ini, topik yang
diambil berdasarkan dari penelitian sebelumnya yang sejenis diantarnya
dilakukan oleh Nisa dan Triyanto (2018), Paramita, Sujana, Herawati
(2017), Pranasari (2017), Mulyani (2018), Aryanti dan Hendratno (2017),
Santoso (2016), Sitorus, Firli, Ramadhan (2017), Wibowo dan Herawaty
(2019), Herlambang, H Halim, Haryetti (2017), Amalia, Wijaya,
Widiasmara (2019).
Nisa dan Triyanto (2018) meneliti tentang pengaruh free cash flow,
financial distress, dan employee diff terhadap manajemen laba. Hasil
penelitian tersebut adalah secara simultan free cash flow, financial distress,
dan employee diff berpengaruh terhadap manajemen laba pada perusahaan
sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada
tahun 2012-2016, secara parsial free cash flow tidak berpengaruh terhadap
manajemen laba, secara parsial financial distress berpengaruh signifikan
dengan arah positif terhadap manajemen laba, secara parsial employee diff
berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap manajemen laba.
Paramita, Sujana, Herawati (2017) meneliti tentang pengaruh
financial distress, risiko litigasi, dan pengungkapan coporate social
responsibility terhadap manajemen laba. Hasil penelitian tersebut adalah
financial distress berpengaruh positif dan signifikan terhadap manajemen
laba, risiko litigasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap manajemen
laba, pengungkapan corporate social responsibility berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap manajemen laba. financial distress, risiko litigasi dan

19
pengungkapan corporate social responsibility secara simultan berpengaruh
terhadap manajemen laba.
Pranasari (2017) meneliti tentang pengaruh konvergensi IFRS
terhadap manajemen laba dengan kualitas audit sebagai variabel moderasi.
Hasil penelitian tersebut adalah Konvergensi IFRS berpengaruh terhadap
tindakan manajemen laba, dengan adanya kualitas audit, memperlemah
hubungan konvergensi IFRS terhadap praktek manajemen laba.
Mulyani (2018) meneliti tentang pengaruh adopsi IFRS, good
corporate governance, asimetri informasi, dan ukuran perusahaan terhadap
manajemen laba. Hasil dari penelitian tersebut adalah adopsi IFRS
berpengaruh positif tidak signifikan terhadap manajemen laba, dewan
komisaris independen berpengaruh negatif terhadap manajemen laba,
komite audit berpengaruh negatif terhadap manajemen laba, dewan direksi
berpengaruh negatif terhadap manajemen laba, asimetri informasi
berpengaruh positif tidak signifikan terhadap manajemen laba, ukuran
perusahaan berpengaruh positif terhadap manajemen laba.
Aryanti dan Hendratno (2017) meneliti tentang pengaruh
kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, dan kualitas audit
terhadap manajemen laba. Hasil dari penelitian tersebut adalah kepemilikan
institusional, kepemilikan manajerial dan kualitas audit secara simultan
berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba, secara parsial
kepemilikan institusional tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen
laba, sedangkan kepemilikan manajerial berpengaruh signifikan dengan
arah negatif dan kualitas audit berpengaruh signifikan dengan arah positif
terhadap manajemen laba.
Santoso (2016) meneliti tentang pengaruh konvergensi IFRS,
struktur kepemilikan saham, tata kelola perusahaan, dan kualitas audit
terhadap manajemen laba. Hasil dari penelitian tersebut adalah konvergensi
IFRS berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba, struktur
kepemilikan yang diproksikan dengan kepemilikan manajerial dan
kepemilikan institusional berpengaruh negatif signifikan terhadap

20
manajemen laba, tata kelola perusahaan yang diproksikan dengan dewan
komisaris independen dan ukuran komite audit berpengaruh negatif
signifikan terhadap manajemen laba, kualitas audit yang diproksikan
dengan ukuran KAP berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen
laba.
Sitorus, Firli, Ramadhan (2017) meneliti tentang pengaruh ceo
duality, top share, dan kepemilikan asing terhadap earning management
(studi kasus pada perusahaan anggota indeks lq 45 periode 2013-2015).
Hasil dari penelitian tersebut adalah tidak terdapat pengaruh yang signifikan
antara ceo duality terhadap earning management, tidak terdapat pengaruh
yang signifikan antara top share terhadap earning management, terdapatnya
pengaruh yang signifikan antara kepemilkan asing terhadap earning
management. Secara simultan ketiga variabel independen pada penelitian
ini, ceo duality, top share, dan kepemilikan asing berpengaruh signifian
terhadap earning management.
Wibowo dan Herawaty (2019) meneliti tentang analisis kinerja
keuangan yang mempengaruhi manajemen laba dengan kepemilikan asing
sebagai variabel moderasi. Hasil dari penelitian tersebut adalah leverage
berpengaruh positif terhadap manajemen laba tetapi leverage yang
dimoderasi kepemilikan asing berpengaruh negatif terhadap manajemen
laba. Sedangkan variabel lainnya (profitabilitas, likuiditas, sales growth,
arus kas operasi) tidak berpengaruh terhadap manajemen laba, sehingga
kepemilikan asing tidak mampu memoderasi hubungan tersebut.
Herlambang, H Halim, Haryetti (2017) meneliti tentang analisis
pengaruh free cash flow dan financial leverage terhadap manajemen laba
dengan good corporate governance sebagai variabel moderasi. Hasil dari
penelitian tersebut adalah free cash flow berpengaruh negatif dan tidak
signifikan terhadap manajemen laba, financial leverage berpengaruh negatif
dan signifikan terhadap manajemen laba. Good corporate governance tidak
memoderasi pengaruh free cash flow terhadap manajemen laba, good

21
corporate governance memperlemah pengaruh financial leverage terhadap
manajemen laba secara signifikan.
Amalia, Wijaya, Widiasmara (2019) meneliti tentang pengaruh
profitabilitas dan leverage terhadap manajemen laba dengan gcg sebagai
variabel moderasi. Profitabilitas mempengaruhi manajemen laba, leverage
tidak mempengaruhi manajemen laba, kualitas audit tidak dapat
memoderasi profitabilitas terhadap manajemen laba, kualitas audit tidak
dapat memoderasi leverage terhadap manajemen laba, dewan komisaris
independen tidak dapat memoderasi profitabilitas terhadap manajemen
laba, dewan komisaris independen tidak dapat memoderasi leverage
terhadap manajemen laba.
Berdasarkan penjelasan diatas, berikut beberapa uraian peneliti
terdahulu yang terkait, dapat dilihat pada table 2.1 dibawah ini:
2.1 Tabel peneliti terdahulu
No Nama Peneliti Variabel yang Diteliti Hasil Penelitian
1 Nisa dan free cash flow, free cash flow, financial distress, dan
Triyanto (2018) financial distress, employee diff berpengaruh terhadap
dan employee diff manajemen laba. secara parsial free cash flow
terhadap manajemen tidak berpengaruh terhadap manajemen laba,
laba. secara parsial financial distress berpengaruh
signifikan dengan arah positif terhadap
manajemen laba, secara parsial employee diff
berpengaruh signifikan dengan arah positif
terhadap manajemen laba.

2 Paramita, pengaruh financial financial distress berpengaruh positif dan


Sujana, distress, risiko signifikan terhadap manajemen laba, risiko
Herawati (2017 litigasi, dan litigasi berpengaruh negatif dan signifikan
pengungkapan terhadap manajemen laba, pengungkapan
coporate social corporate social responsibility berpengaruh
responsibility negatif dan signifikan terhadap manajemen
terhadap manajemen laba. financial distress, risiko litigasi dan
laba. pengungkapan corporate social responsibility

22
secara simultan berpengaruh terhadap
manajemen laba.

3 Pranasari konvergensi IFRS Konvergensi IFRS berpengaruh terhadap


(2017) terhadap manajemen tindakan manajemen laba, dengan adanya
laba dengan kualitas kualitas audit, memperlemah hubungan
audit sebagai konvergensi IFRS terhadap praktek
variabel moderasi. manajemen laba.
4 Mulyani (2018) adopsi IFRS, good adopsi IFRS berpengaruh positif tidak
corporate signifikan terhadap manajemen laba, dewan
governance, asimetri komisaris independen berpengaruh negatif
informasi, dan terhadap manajemen laba, komite audit
ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap manajemen
terhadap manajemen laba, dewan direksi berpengaruh negatif
laba. terhadap manajemen laba, asimetri informasi
berpengaruh positif tidak signifikan terhadap
manajemen laba, ukuran perusahaan
berpengaruh positif terhadap manajemen laba.
5 Aryanti dan kepemilikan kepemilikan institusional, kepemilikan
Hendratno institusional, manajerial dan kualitas audit secara simultan
(2017) kepemilikan berpengaruh signifikan terhadap manajemen
manajerial, dan laba, secara parsial kepemilikan institusional
kualitas audit tidak berpengaruh signifikan terhadap
terhadap manajemen manajemen laba, sedangkan kepemilikan
laba. manajerial berpengaruh signifikan dengan
arah negatif dan kualitas audit berpengaruh
signifikan dengan arah positif terhadap
manajemen laba.
6 Santoso (2016) konvergensi IFRS, konvergensi IFRS berpengaruh negatif
struktur kepemilikan signifikan terhadap manajemen laba, struktur
saham, tata kelola kepemilikan yang diproksikan dengan
perusahaan, dan kepemilikan manajerial dan kepemilikan
kualitas audit institusional berpengaruh negatif signifikan
terhadap manajemen terhadap manajemen laba, tata kelola
laba. perusahaan yang diproksikan dengan dewan
komisaris independen dan ukuran komite audit
berpengaruh negatif signifikan terhadap

23
manajemen laba, kualitas audit yang
diproksikan dengan ukuran KAP berpengaruh
positif signifikan terhadap manajemen laba.

7 Sitorus, Firli, pengaruh ceo tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara
Ramadhan duality, top share, ceo duality terhadap earning management,
(2017) dan kepemilikan tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara
asing terhadap top share terhadap earning management,
earning terdapatnya pengaruh yang signifikan antara
management. kepemilkan asing terhadap earning
management. Secara simultan ketiga variabel
independen pada penelitian ini, ceo duality, top
share, dan kepemilikan asing berpengaruh
signifian terhadap earning management.

8 Wibowo dan kinerja keuangan leverage berpengaruh positif terhadap


Herawaty (2019) yang mempengaruhi manajemen laba tetapi leverage yang
manajemen laba dimoderasi kepemilikan asing berpengaruh
dengan kepemilikan negatif terhadap manajemen laba. Sedangkan
asing sebagai variabel lainnya (profitabilitas, likuiditas, sales
variabel moderasi. growth, arus kas operasi) tidak berpengaruh
terhadap manajemen laba, sehingga
kepemilikan asing tidak mampu memoderasi
hubungan tersebut.

9 Herlambang, H pengaruh free cash free cash flow berpengaruh negatif dan tidak
Halim, Haryetti flow dan financial signifikan terhadap manajemen laba, financial
(2017) leverage terhadap leverage berpengaruh negatif dan signifikan
manajemen laba terhadap manajemen laba. Good corporate
dengan good governance tidak memoderasi pengaruh free
corporate cash flow terhadap manajemen laba, good
governance sebagai corporate governance memperlemah
variabel moderasi. pengaruh financial leverage terhadap
manajemen laba secara signifikan.

24
10 Amalia, Wijaya, profitabilitas dan Profitabilitas mempengaruhi manajemen laba,
Widiasmara leverage terhadap leverage tidak mempengaruhi manajemen
(2019) manajemen laba laba, kualitas audit tidak dapat memoderasi
dengan gcg sebagai profitabilitas terhadap manajemen laba,
variabel moderasi. kualitas audit tidak dapat memoderasi
leverage terhadap manajemen laba, dewan
komisaris independen tidak dapat memoderasi
profitabilitas terhadap manajemen laba, dewan
komisaris independen tidak dapat memoderasi
leverage terhadap manajemen laba.
11 Hrp, A. I., Leverage and Leverage and financial distress variables have
Sadalia, I., & Financial Distress on significant effect on earnings management.
Fachrudin, K. A. Earnings Institutional ownership is able to moderate the
(2017) Management with relationship between leverage and earnings
Good Corporate management variables. Institutional ownership
Governance as the is unable to moderate the relationship between
Moderating Variable financial distress and earnings management
Anugerah variables. Institutional ownership does not
change the probability of earnings
management practice caused by financial
distress. Managerial ownership is able to
moderate the relationship between leverage
and financial distress variables and earnings
management. Managerial ownership weakens
the relationship between leverage and financial
distress variables and earnings management.
Independent Commissioners is unable to
moderate the relationship between leverage
and financial distress variables and earnings
management.
12 Chairunesia, W., Good Corporate Corporate Governance and Financial Distress
& Bintara, R. Governance and variables have an influence on the Profit
(2019) Financial Distress on Management variable. Partial t-test results of
Earnings variables Good Corporate Governance and
Management Financial Distress have no effect on Earnings
Management. On

25
13 Komalasari, A. Implementation the implementing IFRS as moderating variable of
(2017) international financial the relationship between commissioner board
reporting standards with earnings management. implementation of
IFRSs as a IFRS as moderating variable of relationship
moderating variable between audit committee with earnings
of the relationship of management.
corporate
governance with
earnings
management
14 Wang, Y., & Corporate Significant state ownership significantly
Campbell, M. governance, decreases earnings man-
(2012) earnings agement. For companies without significant
management, and state ownership, indepen- dent BOD
IFRS significantly decreases earnings management,
while non-independent BOD does not. When
significant state ownership exists, BOD does
not make a difference on earnings
managemen
15 Putri, Y. K. W. bid-ask spread and Good corporate governance does not
(2018). leverage on earnings moderate the influence of bid-ask spread on
management with earnings management. It means that Good
good corporate corporate governance interacting with bid-ask
governance as spreads is unable to moderate bid-ask spread
moderating variable on earnings management. Good corporate
governance weakens the influence of leverage
on earnings management. It defines that
companies with good corporate governance
tend to be able to reduce the manager’s
opportunistic actions in taking earnings
management action.
16 Nekhili, M., Free Cash Flow And audit committee independence and external
Fakhfakh, I., Earnings audit quality along with firm ownership
Amar, B., Management: The structure (such as institutional investors and
Chtioui, T., & Moderating managerial ownership) reduce the extent of
Lakhal, F. Role Of Governance earnings management in the presence of free
(2016) And Ownership cash flows. However, board independence and

26
independent directors’ ownership has no
significant impact on earnings management
suggesting that corporate governance
mechanisms are substitutive in their monitoring
role to reduce earnings management in a free
cash flow situation

2.3 Kerangka Konseptual


Dalam penelitian ini, variabel-variabel yang digunakan adalah
financial distress, implementasi IFRS, kualitas audit, dan kepemilikan asing
terhadap manajemen laba dengan good corporate governance sebagai
variabel moderasi. Financial distress, implementasi IFRS, kualitas audit,
dan kepemilikan asing merupakan variabel independen dalam penelitian ini.
Manajemen laba merupakan variabel dependen dan good corporate
governance merupakan variabel moderasi dalam penelitian ini.
Penelitian ini merupakan pengembangan yang sejenis dari peneliti
terdahulu yaitu Santoso, Agustina (2016) dengan judul pengaruh
konvergensi IFRS, struktur kepemilikan saham, tata kelola perusahaan, dan
kualitas audit terhadap manajemen laba. Hasil dari penelitian tersebut
adalah konvergensi IFRS berpengaruh negatif signifikan terhadap
manajemen laba, struktur kepemilikan yang diproksikan dengan
kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional berpengaruh negatif
signifikan terhadap manajemen laba, tata kelola perusahaan yang
diproksikan dengan dewan komisaris independen dan ukuran komite audit
berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba, kualitas audit
yang diproksikan dengan ukuran KAP berpengaruh positif signifikan
terhadap manajemen laba. Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti
mengganti dan menambahkan beberapa variabel untuk membedakan,
sehingga didapat kerangka konseptual sebagai berikut:

27
Financial Distress

Implementasi IFRS

Manajemen Laba

Kualitas Audit

Good Corporate
Kepemilikan Asing
Governance

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual


2.4 Hipotesis Penelitian
Dari beberapa uraian diatas, maka didapatkan beberapa hipotesis
terkait judul yang dibahas sebagai berikut:
2.4.1 Financial Distress
Ketika perusahaan mengalami kesulitan keuangan yang tinggi,
memungkinkan manajer akan melakukan tindakan manajemen laba
dibandingkan dengan perusahaan yang tidak mengalami kesulitan keuangan
karena manajer ingin terlihat memberikan sebuah hasil yang baik dan
optimal dalam menjalankan perusahaan. Menurut penelitian Paramita et al
(2017,p 10) menyatakan bahwa financial distress berpengaruh positif dan
signifikan terhadap manajemen laba. Hal ini berarti semakin besar financial
distress yang terjadi maka akan semakin besar manajemen laba.
Demikian juga dengan penelitian Sari (2017) menyatakan bahwa
Financial Distress memiliki pengaruh secara positif dan signifikan terhadap
Manajemen laba. Hubungan positif ini menunjukkan makna bahwa ketika

28
perusahaan mengalami kondisi keuangan yang menurun akan menyebabkan
manajer cenderung melakukan manajemen laba.
Ha1 : Financial Distress berpengaruh positif terhadap Manajemen
Laba.
2.4.2 Implementasi IFRS
Pengadopsian IFRS dalam pelaporan keuangan akan meningkatkan
kualitas laporan keuangan karena mengikuti peraturan yang berlaku dan
dapat terbebas dari bias kesalahan dalam membuat laporan keuangan serta
bisa meminimalkan kecurangan seperti manajemen laba. Menurut
penelitian Pratiwi dan Pratiwi (2016, p 489) menyatakan bahwa Adopsi
IFRS dalam penelitian ini terbukti tidak berpengaruh terhadap Manajemen
Laba.
Penerapan IFRS kepada perusahaan yang menerapkannya
diharapkan dapat menekan pihak manajemen untuk melakukan manajemen
laba karena peraturan yang berlaku secara internasional yang diterapkan di
Indonesia. Apabila terdeteksi adanya pelanggaran, akan diberikan sanksi
sesuai dengan kesalahan yang dilakukan.
Ha2 : Implementasi IFRS berpengaruh positif terhadap Manajemen
Laba
2.4.3 Kualitas Audit
Kantor akuntan publik memiliki peranan penting terkait
pemeriksaan laporan keungan perusahaan untuk diaudit oleh auditor setiap
tahunnya. Auditor diharapkan dapat melakukan temuan atau salah saji
material terkait laporan keuangan untuk meminimalisir terjadinya
kecurangan, dalam hal ini manajemen laba. Kualitas audit yang diberikan
oleh auditor atas hasil pemeriksaan laporan keuangan dapat memberikan
informasi yang berguna dan dapat dipertanggung jawabkan sehingga
mampu menekan manajer untuk melakukan manajemen laba. Menurut
penelitian Santoso (2016, p 294) menyatakan bahwa kualitas audit yang
diproksikan dengan ukuran KAP berpengaruh positif signifikan terhadap
manajemen laba.

29
Demikian juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Aryanti dan
Hendratno (2017, p 69) menyatakan bahwa secara parsial kualitas audit
berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap manajemen laba. Hal
ini menunjukan bahwa kepemilikan manajerial yang besar dan penggunaan
KAP non big four dapat membatasi tindakan manajemen laba.
Ha3 : Kualitas Audit berpengaruh positif terhadap Manajemen
Laba.
2.4.4 Kepemilikan Asing
Investasi asing disaat ini banyak dibutuhkan oleh beberapa
perusahaan dalam negeri. Meningkatnya keinginan perusahaan terkait
investor asing diharapkan dapat membantu perusahaan dengan
menanamkan modal untuk kegiatan operasional perusahaan dan dipercaya
dapat meningkatkan kualitas dimata publik.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sitorus, Firli, dan
Ramadhan (2019, p 2415) menyatakan bahwa terdapatnya pengaruh yang
signifikan antara kepemilkan asing terhadap earning management. Untuk
menarik investor asing, manajer akan melakukan berbagai cara untuk
memperbagus laporan keuangan dalam hal ini manajemen laba apabila
perusahaan dalam keadaan kesulitan keuangan, membutuhkan dana
tambahan ataupun modal lebih untuk kepentingan pribadinya.
Ha4 : Kepemilikan Asing berpengaruh positif terhadap Manajemen
Laba.
2.4.5 Pengaruh Financial Distress terhadap Manajemen Laba yang
dimoderasi Good Corporate Governance
Perusahaan yang sedang mengalami kesulitan keuangan bisa terjadi
karena adanya kepentingan pribadi manajemen dalam menggunakan
keuangan perusahaan dan minimnya pengawasan dari pihak prinsipal dapat
memberikan peluang kepada pihak manajemen untuk berwenang sesuai
keinginan pribadinya. Good corporate governance adalah penentuan arah
dan kinerja perusahaan yang berhubungan dengan beberapa pertisipan yang

30
memiliki sebuah peran penting berdasarkan tata kelola perusahaan yang
baik.
Penelitian yang dilakukan oleh Hapsoro dan Hartomo (2016, p 104)
tentang keberadaan good corporate governance sebagai variabel moderasi
pengaruh financial distress terhadap earnings management. Penelitian yang
mereka lakukan menarik sebuah kesimpulan bahwa variabel interaksi antara
financial distress dengan corporate governance berpengaruh negatif
signifikan terhadap earnings management. Artinya, dengan kehadiran good
corporate governance diharapkan dapat menekan dan memperkecil peluang
manajer dalam melakukan manajemen laba.
Ha5 : Good Corporate Governance memperlemah pengaruh
Financial Distress terhadap Manajemen Laba.
2.4.6 Pengaruh Implementasi IFRS terhadap Manajemen Laba yang
dimoderasi Good Corporate Governance
Dalam keadaan asimetri informasi, adanya perbedaan kepentingan
antara pihak prinsipal (stakeholders) dengan pihak manajemen (agent)
dalam penggunaan laporan keuangan. Tata kelola perusahaan yang baik
diharapkan dapat memberikan dampak yang signifikan kepada pihak
manajemen agar tidak melakukan tindakan-tindakan yang mengutamakan
kepentingan pribadi dari pada kepentingan banyak orang. Tata kelola dapat
membentuk sebuah struktur kepengurusan beserta aturan-aturan yang
berlaku disetiap perusahaan yang memiliki fungsi untuk membatasi pihak
manajemen untuk berlaku curang.
IFRS dapat meningkatkan kualitas pelaporan keuangan dengan
aturan-aturan yang telah terbentuk didalamnya terkait mekanisme
penyusunan laporan keuangan. IFRS diharapkan dapat menekan dan
meminimalisir peluang dan alternatif-alternatif yang dilakukan manajer
perusahaan untuk melakukan manajemen laba akibat dari keleluasaan atas
kepentingan pribadinya. Menurut penelitian Katsurayya (2016, p 95)
dengan judul pengaruh konvergensi IFRS terhadap manajemen laba dengan
mekanisme corporate governance sebagai variabel moderating pada

31
perusahaan sektor property dan real estate yang terdaftar pada Bursa Efek
Indonesia tahun 2010-2014, menyatakan bahwa secara parsial konvergensi
IFRS berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen laba riil.
Kepemilikan institusional terbukti memoderasi pengaruh konvergensi IFRS
terhadap manajemen laba riil.
Ha6 : Good Corporate Governance memperkuat pengaruh
Implementasi IFRS terhadap Manajemen Laba.
2.4.7 Pengaruh Kualitas Audit terhadap Manajemen Laba yang dimoderasi
Good Corporate Governance
Kualitas audit yang diberikan auditor dalam memeriksa laporan
keuangan diharapkan dapat meningkatkan kualitas kebenerana manajemen
dalam membuat laporan keuangan. Auditor eksternal yang bekerja pad
KAP, dapat bersikap independen agar hasil dari pemeriksaan laporan
keuangan terbebas dari bias dan pengaruh dari pihak luar, serta bisa sebagai
sarana untuk menekan manajemen untuk bersikap opurtunistik dalam
melakukan manajemen laba terhadap laporan keuangan perusahaan.
Tata kelola perusahaan dalam membentuk standar operasional
perusahaan harus baik sehingga dapat membantu auditor dalam mencari
bahan bukti atau sebuah temuan apabila dicurigai adanya tindakan
kecurangan dalam laporan keuangan. Sehingga, praktek manajemen laba
dapat diminimalisir dengan baik, serta kegiatan manajemen dapat diawasi
dan membuat pergerakan manajemen terbatasi dengan adanya tata kelola
perusahaan yang baik.
Ha7 : Good Corporate Governance memperkuat pengaruh Kualitas
Audit terhadap Manajemen Laba.
2.4.8 Pengaruh Kepemilikan Asing terhadap Manajemen Laba yang
dimoderasi Good Corporate Governance
Kepemilikan asing menjadi salah satu variabel dalam penelitian ini.
Kepemilikan asing diukur dengan persentase kepemilikan saham yang
dimiliki pemodal asing. Manajemen akan cenderung untuk berusaha
meningkatkan laba perusahaan agar terlihat proses bisnis perusahaan

32
berjalan dengan baik dan dapat dipandang oleh investor asing. Investor
asing akan mempertimbangkan terlebih dahulu sebelum menenamkan
modal kesebuah perusahaan apakah akan menguntungkan atau merugikan
untuknya.
Tata kelola perusahaan yang baik akan memberikan dampak yang
baik apabila manajemen bisa mengikuti peraturan yang berlaku. Dalam hal
ini, komisaris indepen memiliki peranan penting untuk mengawasi
bagaimana manajemen dalam mengelola keuangan perusahaan. Adanya
komisaris independen diharapkan dapat menekan peluang pihak manajemen
untuk melakukan manajemen laba dan membatasi sikap opurtunistik
manajamen. Sehingga, investor asing dapat mempercayakan modal yang
diberikan kepada perusahaan tanpa ragu apabila tata kelola perusahaan dan
komisaris independent dapat mengawasi kinerja seorang manajemen.
Menurut Sitorus, Firli & Ramadhan (2017). melakukan penelitian
mengenai earning management dengan menggunakan variabel kepemilikan
asing dan memiliki hasil yaitu terdapatnya pengaruh yang signifikan antara
kepemilikan asing terhadap earning management, serta menyatakan bahwa
setiap penurunan kepemilikan asing pada setiap perusahaan akan
meningkatkan kemungkinan terjadinya Earning Management. Adanya
hubungan negatif ini, berarti bahwa antara kepemilkan asing dan earning
management menunjukkan hubungan yang berlawanan. Berdasarkan uraian
diatas, maka peneliti merumuskan hipotesa sebagai berikut:
Ha8 : Good Corporate Governance memperkuat pengaruh
Kepemilikan Asing terhadap Manajemen Laba

33
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitan kuantitatif, data yang digunakan
adalah data sekunder, dimana data-data ini dinyatakan dalam bentuk angka
didalam laporan keuangan. Data sekunder yang digunakan oleh peneliti
denganmemeriksa laporan keuangan perusahaan LQ 45 yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia (BEI). Pemeriksaan laporan keuangan ini bertujuan
untuk mendapatkan informasi sebagai alat ukur penelitian tentang financial
distress, implementasi ifrs, dan kualitas audit terhadap manajemen laba
dengan good corporate governance sebagai variabel moderasi. Teknik
pengumpulan laporan tahunan perusahaan dengan di download di website
Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id).
3.2 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi adalah lingkup wilayah umum yang memiliki sebuah
objek/subjek yang memenuhi kriteria dan karakteristik tertentu yang
diinginkan oleh peneliti untuk dipelajari lebih lanjut dan hasil dari penelitian
diambil sebuah kesimpulan sehingga dapat memenuhi tujuan darib
penelitian. Objek dari penelitian ini yaitu perusahaan LQ 45 yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia pada 2016-2018. Berdasarkan data yang terdapat
di www.idx.co.id per tanggal 21 Maret 2020 terdapat 34 perusahaan LQ 45
yang konsisten selama periode 2016-2018 tiga tahun berturut-turut, yaitu:
TABEL 3.1 PERUSAHAAN LQ 45 KONSISTEN PERIODE 2016-2018
NO KODE NAMA PERUSAHAAN
1 ADHI Adhi Karya (Persero) Tbk.
2 ADRO Adaro Energy Tbk.
3 AKRA AKR Corporindo Tbk.
4 ANTM Aneka Tambang (Persero) Tbk.
5 ASII Astra International Tbk.
6 BBCA Bank Central Asia Tbk.
7 BBNI Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.
8 BBRI Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.
9 BBTN Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk.

34
NO KODE NAMA PERUSAHAAN
10 BMRI Bank Mandiri (Persero) Tbk.
11 BSDE Bumi Serpong Damai Tbk.
12 GGRM Gudang Garam Tbk.
13 HMSP H.M. Sampoerna Tbk.
14 ICBP Indofood CBP Sukses Makmur Tbk.
15 INCO Vale Indonesia Tbk.
16 INDF Indofood Sukses Makmur Tbk.
17 INTP Indocement Tunggal Prakarsa Tbk.
18 JSMR Jasa Marga (Persero) Tbk.
19 KLBF Kalbe Farma Tbk.
20 LPKR Lippo Karawaci Tbk
21 LPPF Matahari Department Store Tbk.
22 MNCN Media Nusantara Citra Tbk.
23 PGAS Perusahaan Gas Ne ara (Persero) Tbk.
24 PTBA Tamban Batubara Bukit Asam (Persero) Tbk.
25 PTPP PP (Persero) Tbk.
26 SCMA Surya Citra Media Tbk.
27 SMGR Semen Indonesia (Persero) Tbk.
28 SRIL Sri Rejeki [sman Tbk.
29 SSMS Sawit Sumbermas Sarana Tbk.
30 TLKM Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk.
31 UNTR United Tractors Tbk.
32 UNVR Unilever Indonesia Tbk.
33 WIKA Wijaya Karya (Persero) Tbk.
34 WSKT Waskita Karya Persero Tbk.
Sumber: www.idx.co.id
Sampel merupakan bagian yang termasuk dalam populasi yang
sifatnya lebih rinci. Dalam mengambil sampel, penelitian ini menggunakan
metode purposive sampling dengan kriteria sebagai berikut:
1. Perusahaan LQ 45 pada tahun 2016-2018 yang memenuhi kriteria
peneliti yaitu konsisten secara berturut-turut selama 3 tahun termasuk
dalam saham LQ di Bursa Efek Indonesia.
2. Perusahaan LQ 45 yang memiliki laporan keuangan lengkap dan
laporan tahunan yang dipublikasikan di website Bursa Efek Indonesia
untuk tahun 2016-2018.

35
3. Perusahaan LQ 45 yang laporan keuangannya dinyatakan dalam Rupiah
(Rp).
3.3 Operasional Variabel
3.3.1 Variabel Dependen
3.3.3.1 Manajemen Laba (Y)
Variabel dependen adalah variabel yang bergantung atau
dipengaruhi oleh variabel-variabel bebas yang memiliki keterkaitan. Dalam
penelitian ini, variabel dependen yang digunakan adalah manajemen laba.
Manajemen laba merupakan suatu kondisi dimana manajemen bersikap
opurtunistik dalam mengelola laporan keuangan dengan menaikkan atau
menurunkan laba dalam rangka menguntungkan diri sendiri agar
perusahaan terlihat berjalan normal dimata pihak eksternal. Manajemen laba
pada penelitian ini diukur dengan menggunakan discretionary accruals dan
dihitung dengan metode Modified Jones Model yang dianggap lebih efektif
dalam memperhitungkan manajemen laba dibanding dengan metode lain,
serta disrectionary accrual dihitung dari total akrual sehingga dapat
diketahui adanya indikasi manajemen laba. Total akrual adalah selisih
antara laba bersih dengan aliran kas operasi perusahaan pada tahun yang
sama. Selanjutnya adalah menentukan nilai ekspetasi akrual atau non-
disrectionary accrual, lalu menghitung disrectionary accrual denga
persamaan:
TACit= NIit–CFOit.........................................(1)
Kemudian menghitung persamaan perregresi yang diestimasi
dengan menggunakan nilai total accrual (TAC) sebagai berikut :
TACit/TAit-1=αi(1/TAit-1)+β1i(∆REVit/TAit-1) +β2i(PPEit/TAit-
1) + ε...(2)
Dengan menggunakan koefisien regresi diatas maka dapat
dihitung nilai nondiscretionary accrual (NDTA) dengan rumus:
NDTACit=αi(1/TAit-1) +β1i((∆REVit-∆RECit)/TAit-1)
+β2i(PPEit/TAit-1) + ε...(3)

36
Discretionary accrual (DTA) merupakan residual yang
diperoleh dari estimasi total accrual yang dihitung sebagai berikut :
DTAC = ( TACit/TAit-1)–NDTACit.............(4)
Keterangan:
NIit = Net income perusahaan i pada periode t
TACit = Total accrual perusahaan i pada periode t
CFOit = Aliran arus kas operasi perusahaan i pada periode t
TAit-1 = Total aktiva perusahaan i pada periode t
∆REVit = Perubahan penjualan perusahaan i pada periode t
PPEit = Aktiva tetap perusahaan i pada periode t
∆RECit = Perubahan piutang perusahaan i pada periode t
3.3.2 Variabel Bebas (Independent Variable)
3.3.2.1 Financial Distress
Financial distress adalah suatu keadaan dimana perusahaan
mengalami kesulitan keuangan dalam melakukan sebuah pembayaran yang
terikat kontrak dengan kreditor atau investor sehingga dapat memasuki
tahap krisis keuangan. Dalam penelitian ini menggunakan klasifikasi
perusahaan yang mengalami financial distress dan non-financial distress
dengan menggunakan metode pengukuran Z-Score. Rumus untuk
mengukur financial distress adalah sebagai berikut :
Z = 0,012X1 + 0,014X2 + 0,033X3 + 0,006X4 + 0,999X5
Keterangan:
X1 = modal kerja/total aset
X2 = laba ditahan/total aset
X3 = EBIT/total aset
X4 = nilai pasar ekuitas/total liabilitas
X5 = penjualan/ total asset

3.3.2.2 Implementasi IFRS


Penggunaan IFRS berbasis prinsip (Principle Based) yang lebih
mengutamakan nilai wajar (Fair Value) diharapkan dapat mengurangi

37
terjadinya manajemen laba serta dapat mengidentifikasi jika ada pelaporan
keuangan yang melakukan manajemen laba dan menyimpang dari standar
yangberlaku. Dalam hal ini peneliti menggunakan variabel dummy untuk
mengukur implementasi IFRS dengan memberikan nilai 1 bagi perusahaan
yang menerapkan IFRS dan nilai 0 untuk perusahaan yang tidak
menerapkan IFRS.
TABEL 3.2
Nilai 1 Nilai 0 Tidak Dapat
Diterapkan
Untuk perusahaan yang Untuk perusahaan Perusahaan yang tidak
menerapkan PSAK pada 1 yang tidak memiliki transaksi yang
Januari 2016 menggunakan PSAK sesuai dengan PSAK

Sumber: Ahalik et al (2019)

3.3.2.3 Kualitas Audit.


Kualitas audit adalah kemampuan seorang auditor dalam memeriksa
laporan keuangan secara objektif dan independen serta didukung dengan
kompetensi yang dimilikinya untuk menemuka salah saji material dalam
laporan keuangan. Auditor eksternal yang bekerja di KAP diharapkan dapat
memahami bisnis klien dan mengidentifikasi apabila adanya kecurangan
yang dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan agar kualitas hasil
laporan keuangan yang telah diaudit dapat dipertanggung jawabkan. Dalam
penelitian ini, pengukuran kualitas audit menggunakan variabel dummy
dengan memberikan nilai 1 pada perusahaan yang diaudit oleh KAP big-4
dan nilai 0 pada perusahaan yang diaudit bukan oleh KAP non big 4.
TABEL 3.3

Keterangan Indikator Kualitas Audit


Diaudit dengan KAP big four 1
Diauditr dengan KAP non-big four 0
Sumber: Data peneliti
3.3.2.4 Kepemilikan Asing
Kepemilikan asing merupakan kondisi dimana perusahaan didukung
oleh pemodal asing (foreign investors) yakni sebagai modal tambahan untuk
perusahaan dan diharapkan pemodal asing mendapatkan keuntungan dari

38
penanaman modal miliknya. Dalam penelitian ini, kepemilikan asing diukur
dengan menggunakan perhitungan jumlah saham yang dimiliki oleh
pemodal asing tersebut, kemudian dibagi dengan total saham yang beredar
dan dikalikan 100%.
𝐉𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐬𝐚𝐡𝐚𝐦 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐝𝐢𝐦𝐢𝐥𝐢𝐤𝐢 𝐩𝐢𝐡𝐚𝐤 𝐚𝐬𝐢𝐧𝐠
FO = 𝐗 𝟏𝟎𝟎%
𝐉𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐬𝐚𝐡𝐚𝐦 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐛𝐞𝐫𝐞𝐝𝐚𝐫

3.3.3 Variabel Moderasi


3.3.3.1 Good Corporate Governance
Variabel moderasi akan memperkuat pengaruh variabel
independent. Good corporate governance digunakan dalam penelitian ini
sebagai variabel moderasi dengan proksi komisaris independen. Peraturan
BAPEPAM No: KEP – 315/BEJ/06 – 2000 mengatur tentang keberadaan
komisaris independen kemudian disempurnakan dengan surat keputusan
No: KEP – 339/BEJ/07 – 2001 yang menyampaikan bahwa komisaris
independen harus dibentuk oleh setiap perusahaan publik dengan
beranggotakan paling sedikit 30% dari keseluruhan jumlah anggota dewan
komisaris. Komisaris independent yang besar dapat mengontrol keputusan
manajerial dengan kuat. Komisaris independen diukur dengan
menggunakan perhitungan sebagai berikut:
𝑲𝒐𝒎𝒊𝒔𝒂𝒓𝒊𝒔 𝑰𝒏𝒅𝒆𝒑𝒆𝒏𝒅𝒆𝒏
Komisaris Independen = 𝑿 𝟏𝟎𝟎%
𝑱𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝒂𝒏𝒈𝒈𝒐𝒕𝒂 𝒅𝒆𝒘𝒂𝒏 𝒌𝒐𝒎𝒊𝒔𝒂𝒓𝒊𝒔

3.4 Metode Analisis Data


Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan perhitungan dengan
teknik analisis regresi linear berganda. Untuk mengetahui pengaruh
hubungan antara dua atau lebih variabel independen secara linear dengan
variabel dependen. Alat olah data yang digunakan dalam pengujian
penelitian ini menggunakan program SPSS versi 25. Berikut model regresi
linear bergandan yang digunaka dalam penelitian ini:
MLit = α + β1FDit + β2IFit +β3KAit + β4FOit + β5KIit + εit
Keterangan:
MLit = Manajemen laba perusahaan i pada tahun t
FDit = Financial distress i pada tahun t

39
IFit = Implementasi IFRS perusahaan i pada tahun t
KAit = Kualitas Audit perusahaan i pada tahun t
FOit = Kepemilikan Asing perusahaan i pada tahun t
KIit = Komisaris Independen perusahaan i pada tahun t
α = Konstanta
β = Beta
ε = Error
3.4.1 Analisis Statistik Deskriptif
Data-data yang akan diolah dalam penelitian ini adalah data dari
variabel independen yaitu financial distress, implementasi IFRS, kualitas
audit, dan kepemilikan asing. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah
manajemen laba, dan variabel moderasi yang digunakan adalah good
corporate governance. Statistik deskriptif memberikan gambaran atau
deskripsi pada suatu data yang didapat dari nilai rata-rata, standar deviasi,
varian, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis dan kemencengan
distribusi (Ghozali, 2018: 19).
3.4.2 Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik merupakan uji untuk menilai dan mengetahui
apakah data yang digunakan dalam penelitian ini terbebas dari bias
kesalahan, konsisten, dan valid untuk diuji. Beberapa pengujian yang
dipakai dalam uji asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian ini
diuraikan sebagai berikut:

1. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah dalam model
regresi, residual memiliki nilai distribusi normal (Ghozali, 2018). Dalam
penelitian ini, uji normalitas menggunakan uji Shapiro-Wilk. Dalam uji
normalitas Kolmogorov Smirnov digunakan tingkat nilai signifikansi yaitu
5% atau 0,05 sebagai batasannya.
H0 = data memiliki distribusi tidak normal
Ha = data memiliki distribusi normal

40
H0 diterima jika nilai Kolmogorov Smirnov yang dihasilkan lebih
kecil dari 0.05 diartikan residual memiliki distribusi nilai data tidak normal.
Ha diterima jika nilai Kolmogorov Smirnov yang dihasilkan lebih besar dari
0.05 atau 5%, dapat diartikan residual memiliki distribusi nilai data normal.
2. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas digunakan sebagai mengetahui hubungan
linear antara variabel independen dalam model regresi ada atau tidak
adanya penyimpangan asumsi klasi multikolinearitas. Model regresi
dinyatakan baik apabila tidak adanya multikolinearitas dengan korelasi
antar variabel independen. Uji multikolinearitas dalam penelitian ini
dengan melihat nilai Inflation Factor (VIF) atau Tolerance pada model
regresi. Jika nila VIF atau kurang dari 0.10 atau nilai Tolerance lebih dari
0.01 dapat dinyatakan bahwa tidak adanya multikolinearitas. Sebaliknya,
jika nilai VIF lebih dari 0.10atau nilai Tolerance kurang dari 0.01 dapat
dinyatakan bahwa adanya multikolinearitas.
3. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas adalah untuk mengetahui bahwa syarat
terpenuhinya model regresi tidak adanya heteroskedstisitas dan
penyimpangan dari syarat asumsi klasik dalam regresi linear. Dalam
penelitian ini, uji heteroskedastisitas yang digunakan adalah Scatterplots.
Uji Scatterplots dilakukan dengan melihat hasil uji gambar pada scatterplots
bahwa titik-titik data penyebar diatas atau dibawah atau disekitar 0,
penyebaran titik data tidak boleh berbentuk pola bergelombang, penyebaran
titik tidak berpola, dan titik-titik data tidak mengumpul diatas atau dibawah,
apabila data memenuhi syarat tersebut maka dapat dikatakan bahwa data
tidak adanya heteroskedastisitas.
4. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi
linear ada korelasi antara residual pada periode t dengan residual pada
periode sebelumnya (Ghozali, 2018: 111). Dalam penelitian ini, uji
autokorelasi yang digunakan adalah Durbin-Watson (DW Test). Durbin-

41
Watson yang digunakan yaitu dengan membandingkan antara Durbin Upper
(DU) dengan Durbin Lower (DL). Jika D lebih kecil dari DL atau lebih besar
dari (4-DL) maka hipotesis nol ditolak, yang berarti terdapat autokorelasi.
Sebaliknya, jika D terletak antara DU dan (4-DU), maka hipotesis nol
diterima, yang berarti tidak ada autokorelasi.
3.4.3 Uji Hipotesis
3.4.3.1 Uji Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) mengukur seberapa jauh kemampuan
model dalam menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2018: 97).
Apabila nilai R2 mendekati 1, dapat disimpulkan bahwa variabel-variabel
independen dapat menjelaskan variasi dari variabel dependen. Sebaliknya,
jika nilai R2 mendekati angka 0, maka terbatasnya penjelasan variasi
variabel dependen dari kemampuan variabel independen. Untuk
mengevaluasi model regresi yang terbaik disarankan untuk menggunakan
Adjusted R2, apabila ditambah satu variabel independen nilainya dapat naik
atau turun.
3.4.3.2 Uji Signifikansi Simultan (Uji-F)
Uji F dilakukan untuk menguji apakah model regresi dapat
memprediksi variabel dependen atau tidak serta dapat menguji apakah
variabel independen dapat berpengaruh secara bersama-sama terhadap
variabel dependen. Untuk menguhi hipotesis dalam penelitian ini, peneliti
akan menggunakan nilai probabilitas yang dihasilkan dari uji-F. Apabila
bila nilai probabilitas uji-F lebih besar dari nilai signifikansi 0.05
menunjukkan bahwa variabel-variabel independen tidak berpengaruh secara
simultan terhadap variabel dependen. Sebaliknya, jika nilai probabilitas uji-
F menunjukan nilai signifikansi kurang dari 0,05 menunjukan bahwa
variabel-variabel independen berpengaruh simultan secara bersama-sama
3.4.3.3 Uji Signifikansi Parsial (Uji-T)
Uji-t dilakukan untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu
variabel penjelas/independen secara individual dalam menerangkan variasi
variabel dependen (Ghozali, 2018: 99). Dalam penelitian ini, peneliti

42
menggunakan uji-T untuk membandingkan nilai probabilitas yang dapat
dihasilkan berdasarkan data yang diuji dengan tingkat nilai 0,05. Jika nilai
probabilitas uji-T lebih besar dari 0,05, maka variabel independen yang
terdapat dalam data dapat dikatakan tidak berpengaruh secara parsial
terhadap variabel dependen. Sebaliknya, jika nilai probabilitas uji-T lebih
kecil dari 0,05, maka variabel independen berpengaruh secara parsial
terhadap variabel dependen.

43

Anda mungkin juga menyukai