Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH ETIKA BISNIS

GOOD CORPORATE GOVERNANCE

Untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah “Etika Bisnis & Profesi”

Di Susun Oleh :
KELOMPOK 5

Utin Yulia Rachmah S 201910170311136


Aisyah Nabilla Putri P 201910170311256
Tiyas Rezkiyana 201910170311264
Aurelya Vindiana Dewi 201910170311274

DOSEN PENGAMPU MATA KULIAH :


Dra. Sri Wibawani Wahyuning Astuti, M.Si., Ak., CA

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
TAHUN 2022/2023
1. LATAR BELAKANG
Perkembangan dunia usaha yang pesat mendorong timbulnya persaingan bisnis yang ketat.
Pimpinan dan manajer dituntut untuk mampu mengelola keuangan perusahaan dengan baik dan
efisien. Nilai perusahaan menjadi salah satu alat ukur untukmenilai kesuksesan pimpinan dan
manajer dalammengelola keuangan perusahaan.Para pemegang saham menginginkan nilai
perusahaan yang tinggi. Nilai perusahaan yang tinggi mencerminkan nilai saham yang tinggi,
sehinggadianggap akan memberikan kesejahteraan yang tinggi kepada para pemegang saham.
Nilai perusahaan menjadi informasi penting yang memperlihatkan kinerja perusahaan yang
akan mempengaruhi penilaian para investor terhadap perusahaan..Perusahaan denganprospek
kinerja keuangan yang baik akan mendorong investor untuk berinvestasi yang pada akhirnya
akan meningkatkan nilai pasar saham perusahaan.. Jika nilai saham naik, maka akan memberikan
pengaruh positif tidak hanya bagi perusahaan tetapi juga memberikan tingkat pengembalian yang
tinggi bagi para pemegang saham.
Investor menilai kinerja perusahaan dengan melihat pada rasio-rasio keuangan. Jika nilai-nilai
rasio keuangan dapat memberikan sinyal positif kepada investor maka akan mendorong
peningkatan pada nilai pasar saham dan nilai perusahaan. Nilai-nilai rasio keuangan yang
menjadi faktor yang dapat mempengaruhi nilai perusahaan, diantaranya struktur modal (capital
structure), profitabilitas (profitability), dan ukuran perusahaan (firm size). Nilai perusahaan juga
dapat dipengaruhi oleh nilai-nilai non keuangan, seperti adanya tata kelola yang baik (Good
Corporate Governance/GCG) dalam perusahaan. Tata kelola dalam perusahaan (corporate
governance)akan meningkatkan efisiensi kinerja manajemen, pertumbuhan ekonomi perusahaan,
dan juga meningkatkan kepercayaan investor kepada perusahaan.
Para pemegang saham akan memiliki kepentingan yang berbeda dengan manajemen
perusahaan.Manajemen, sebagai agen, memiliki kepentingan dengan menentukan kebijakan
yang dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Sementara, pemegang saham sebagai principal
menginginkan manajemen menetapkan kebijakan yang mensejahterakan pemegang saham melalui
peningkatan nilai perusahaan..Untuk meningkatkan pengawasan dalam proses manajerial dan
kinerja perusahaan, salah satu caranya adalah dengan menerapkan praktik GCG, yang
ditunjukkan dari adanya kepemilikan institusional sebagai bagian dari pemegang saham.
Corporate Governance merupakan konsep yang diajukan guna peningkatan kinerja perusahaan
melalui supervisi atau monitoring kinerja manajemen serta menjamin akuntabilitas manajemen
terhadap stakeholder dengan mendasarkan pada kerangka peraturan.Konsep corporate governance
diajukan demi tercapainya pengelolaan perusahaan yang lebih transparan bagi para stakeholders.
Sistem corporate governance memberikan perlindungan efektif bagi stockholder dan stakeholder
sehingga mereka akan yakin memperoleh imbal hasil atas investasinya dengan benar. Corporate
governance juga membantu menciptakan iklim kondusif demi terciptanya pertumbuhan yang
efisien dan berkesinambungan di sektor korporasi.
FCGI (2003) mendefinisikan corporate governance sebagai susunan aturan yang menentukan
hubungan antara pemegang saham, manajer, kreditor, pemerintah, karyawan dan stakeholder
internal dan eksternal yang lain sesuai dengan hak dan tanggung jawabnya. Sehubungan dengan
perlunya peningkatan GCG, maka Bank Indonesia melalui Peraturan Bank Indonesia
No.8/4/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006 dan Nomor 8/14/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006
tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 mengatur tentang
Pelaksanaan GCG bagi Bank Umum yang merupakan salah satu upaya untuk memperkuat industri
perbankan nasional sesuai dengan Arsitektur Perbankan Indonesia.
Mekanisme corporate governance meliputi banyak hal, contohnya jumlah dewan komisaris,
independensi dewan komisaris, ukuran dewan direksi, dan keberadaan komite audit. Dengan
adanya salah satu mekanisme GCG ini diharapkan monitoring terhadap manajer perusahaan dapat
lebih efektif sehingga dapat meningkatkan kinerja perusahaan dan nilai perusahaan. Jadi jika
perusahaan menerapkan sistem GCG diharapkan kinerja tersebut akan meningkat menjadi lebih
baik, dengan meningkatnya kinerja perusahaan diharapkan juga dapat meningkatkan harga saham
perusahaan sebagai indikator dari nilai perusahaan sehingga nilai perusahaan akan tercapai.
Good Corporate governance semakin dianggap penting, dengan terbukanya skandal keuangan
berskala besar seperti skandal Enron, Worldcom, dan yang terbaru adalah kasus Panama Papers
yang terkuak awal tahun 2016.Mayoritas kasus yang terjadi ini melibatkan profesi akuntan.
Sehingga disini bisa dilihat tidak terlaksananya good corporate governance dengan baik. Beberapa
kasus yang terjadi di Indonesia, seperti PT. Lippo Tbk dan PT. Kimia Farma Tbk juga melibatkan
pelaporan keuangan (financial reporting) yang berawal dari terdeteksi adanya manipulasi.
Dengan semakin banyaknya berbagai kasus yang terjadi , semakin terlihat betapa pentingnya
penerapan good corporate governance. Good Corporate governance merupakan konsep yang
diajukan demi peningkatan kinerja perusahaan melalui supervisi atau monitoring kinerja
manajemen dan menjamin akuntabilitas manajemen terhadap stakeholder dengan mendasarkan
pada kerangka peraturan. Konsep Good corporate governance diajukan demi tercapainya
pengelolaan perusahaan yang lebih transparan bagi semua pengguna laporan keuangan. Sehingga
untuk jangka panjang, penerapan Good Corporate Governance akan sangat mempengaruhi kinerja
perusahaan yang juga tidak akan terlepas dari kinerja keuangan. Apabila kinerja keuangan
bermasalah, tentu akan mengganggu stabilitas perusahaan yang dalam kondisi jangka panjang akan
bisa mengarah kepada kondisi kebangkrutan.

2. PERMASALAHAN
Permasalahan yang terjadi di dalam Laporan Keuangan PT Bank Lippo Tbk, disebabkan adanya
tiga buah laporan keuangan yang dinyatakan telah diaudit, tetapi diantara ketiganya terdapat
perbedaan. Dari ketiga laporan keuangan tersebut ternyata hanya ada satu laporan keuangan PT
Bank Lippo Tbk. per 30 September 2002 yang diaudit dengan Opini Wajar Tanpa Pengecualian
dari Akuntan Publik Drs. Ruchjat Kosasih dari KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja, dengan laporan
auditor independen No. REC0031/02 dengan tanggal ganda (dual dating) tertanggal 20 November
2002 (kecuali untuk catatan 40a tertanggal 22 November 2002 dan catatan 40c tertanggal 16
Desember 2002) yang disampaikan kepada Manajemen PT Bank Lippo Tbk. Di dalam kedua
laporan keuangan yang belum diaudit tersebut ternyata ada pernyataan dari pihak Manajemen PT
Bank Lippo Tbk. bahwa laporan keuangan tersebut disusun berdasarkan Laporan Keuangan
Konsolidasi yang telah diaudit oleh KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja dengan pendapat wajar
tanpa pengecualian (untuk laporan keuangan PT Bank Lippo Tbk. yang diiklankan di surat kabar)
dan pernyataan dari Manajemen PT Bank Lippo Tbk. bahwa laporan keuangan yang disampaikan
adalah laporan keuangan “audited” yang tidak disertai dengan Laporan Auditor Independen yang
berisi opini Akuntan Publik (untuk Laporan Keuangan PT Bank Lippo Tbk. yang disampaikan
kepada BEJ). Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa pihak Manajemen PT Bank Lippo Tbk.
telah melakukan kelalaian, yaitu berupa pencantuman kata “audited” di dalam laporan keuangan
yang sebenarnya belum diaudit. Pengumuman laporan keuangan merupakan pemenuhan terhadap
prinsip GCG, khususnya prinsip transparansi. Dari prinsip transparansi tersebut dapat dilihat bahwa
kewajiban untuk menginformasikan laporan keuangan hendaknya dilakukan secara tepat dan
dilakukan secara profesional dengan cara menunjuk auditor yang independent, qualified, dan
competent. Dalam hal ini, kesalahan direksi juga dapat dimintai pertanggungjawaban karena telah
lalai melakukan pengawasan terhadap Manajemen PT Bank Lippo Tbk.
Peristiwa tersebut, jika dilihat dari sudut pandang GCG terjadi karena lemahnya penerapan
prinsip akuntabilitas di dalam PT Bank Lippo Tbk., khususnya dalam hal pembuatan laporan
keuangan. Di dalam permasalahan ini terjadi pelanggaran karena tidak adanya checks and balances
yang baik antara direksi dan komisaris dengan manajemen PT Bank Lippo Tbk. yang
menyampaikan dua laporan keuangan yang tidak diaudit. Tanggung jawab komite audit di bidang
laporan keuangan adalah untuk memastikan bahwa laporan yang dibuat manajemen telah
memberikan gambaran yang sebenarnya tentang kondisi keuangan, hasil usaha, rencana dan
komitmen perusahaan jangka panjang. Dapat dilihat disini, peranan komite audit untuk menciptakan
sebuah mekanisme check and balances yang ideal juga belum dapat terwujud.
Pada kasus PT Bank Lippo Tbk., menunjukkan bahwa perbuatan Manajemen PT Bank Lippo
Tbk. baik yang melibatkan direksi maupun komisaris secara bersama-sama tergolong perbuatan
yang telah memanipulasi Pasar Modal. Dimana, dalam UUPM telah menyatakan bahwa setiap
pihak dilarang melakukan perbuatan yang menyesatkan sehingga mempengaruhi harga efek apabila
pada saat pernyataan dibuat pihak yang bersangkutan mengetahui adanya kesesatan tersebut, atau
pihak tersebut tidak cukup hati-hati dalam menentukan kebenaran materiil dari pernyataan tersebut.
Namun, pada kenyataannya manajemen PT Bank Lippo Tbk. dengan sengaja telah merugikan
pihak lain (Bapepam-LK) dengan mencantumkan kata “diaudit” dengan Opini Wajar Tanpa
Pengecualian pada iklan laporan keuangan per 30 September 2002 pada tanggal 28 November 2002,
dan laporan keuangan yang tidak disertai dengan laporan auditor independen dan telah terdapat
penilaian kembali terhadap Agunan Yang Diambil Alih (AYDA) dan Penyisihan Penghapusan
Aktiva Produktif (PPAP) pada laporan keuangan PT Bank Lippo Tbk. Pada kasus ini pihak
Manajemen PT Bank Lippo Tbk. yang telah memanipulasi pasar ini dapat dituntut dengan ketentuan
yang terdapat dalam Pasal 104 Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal yakni
diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp15.000.000.000,- (lima belas milyar rupiah).
Namun pada kenyataannya, aturan-aturan mengenai sanksi terhadap pelanggaran Prinsip-
Prinsip Good Corporate Governance yang telah diatur dalam Undang-Undang Pasar Modal selama
ini masih sampai pada sanksi administratif saja, sedangkan mengenai sanksi pidana terhadap
pelanggaran prinsip GCG sudah diatur juga dalam Undang-Undang Pasar Modal yaitu dalam Pasal
103 - Pasal 110. Penerapan sanksi pidana belum diterapkan pada kasus-kasus pelanggaran terhadap
prinsip-prinsip GCG yang terjadi. Oleh karena itu, penjatuhan sanksi administratif saja tidak dapat
memberikan efek jera bagi para pelaku pelanggaran terhadap prinsip-prinsip GCG ini. Oleh karena
itu, hendaknya aturan mengenai penjatuhan sanksi administratif ini perlu dikaji lebih dalam agar
terdapat keseimbangan dan keadilan untuk setiap pihak agar hukum di Indonesia dapat dilaksanakan
dengan seadil-adilnya.

3. ANALISIS
Fakta Kasus Pelanggaran Prinsip GCG PT Bank Lippo Tbk.
1) Laporan Keuangan PT Bank Lippo Tbk. per 30 September 2002 yang diiklankan di Surat Kabar
Harian Investor Indonesia pada tanggal 28 November 2002. Pemuatan iklan tersebut
merupakan pelaksanaan kewajiban PT Bank Lippo Tbk. atas ketentuan Bank Indonesia.
Adapun materi atau informasi yang tercantum dalam iklan laporan keuangan tersebut antara
lain adalah :
● Adanya pernyataan Manajemen PT Bank Lippo Tbk. bahwa laporan keuangan tersebut
disusun berdasarkan Laporan Keuangan Konsolidasi yang telah diaudit oleh KAP Prasetio,
Sarwoko & Sandjaja (penanggung jawab Drs. Ruchjat Kosasih) dengan pendapat wajar
tanpa pengecualian;
● Penyajian dalam bentuk komparasi per 30 September 2002 (“audited”) dan per 30
September 2001 (“unaudited”);
● Nilai Agunan Yang Diambil Alih (“AYDA”) per 30 September 2002 sebesar Rp. 2,393
triliun;
● Total aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp. 24,185 triliun;
● Laba tahun berjalan per 30 September 2002 sebesar Rp. 98,77 miliar;
● Rasio Kewajiban Modal Minimum Yang Tersedia sebesar 24,77%
2) Laporan keuangan PT Bank Lippo Tbk. per 30 September 2002 yang disampaikan ke BEJ
(Bursa Efek Jakarta) pada tanggal 27 Desember 2002; Penyampaian laporan tersebut
merupakan pemenuhan kewajiban PT Bank Lippo Tbk. untuk menyampaikan Laporan
Keuangan Triwulan ke-3.
Adapun materi atau informasi yang tercantum dalam laporan keuangan tersebut antara lain:
Pernyataan manajemen PT Bank Lippo Tbk. bahwa laporan keuangan yang disampaikan adalah
laporan keuangan audited yang tidak disertai dengan Laporan Auditor Independen yang berisi
opini Akuntan Publik :
● Penyajian dalam bentuk komparasi per 30 September 2002 (“audited”) dan 30 September
2001 (“unaudited”);
● Nilai Agunan Yang Diambil Alih-bersih (“AYDA”) per 30 September 2002 sebesar Rp.
1,42 triliun;
● Total aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp. 22,8 triliun;
● Rugi bersih per 30 September 2002 sebesar Rp. 1,273 triliun;
● Rasio Kecukupan Modal sebesar 4,23%.
3) Laporan keuangan PT Bank Lippo Tbk. per 30 September 2002 yang disampaikan oleh
Akuntan Publik KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja kepada Manajemen PT Bank Lippo Tbk.
pada tanggal 6 Januari 2003. Adapun materi atau informasi yang tercantum dalam laporan
keuangan tersebut antara lain adalah:
● Laporan Auditor Independen yang berisi opini Akuntan Publik Drs. Ruchjat Kosasih dari
KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian. Laporan
auditor independen tersebut tertanggal 20 November 2002, kecuali untuk catatan 40a
tertanggal 22 November 2002 dan catatan 40c tertanggal 16 Desember 2002;
● Penyajian dalam bentuk komparasi per 30 September 2002, 31 Desember 2001 dan 31
Desember 2000;
● Total aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp. 22,8 triliun;
● Nilai Agunan Yang Diambil Alih-bersih (“AYDA”) per 30 September 2002 sebesar Rp.
1,42 triliun;
● Rugi bersih per 30 September 2002 sebesar Rp. 1,273 triliun;
● Rasio Kecukupan Modal sebesar 4,23%.
Profil PT Bank Lippo Tbk.
Profil Perusahaan PT Bank Lippo Tbk. Lippo Bank Tbk. dulunya merupakan bank terbesar
ke-9 di Indonesia berdasarkan jumlah aset yang dimilikinya. Bank yang berdiri pada tahun 1948
ini dipimpin oleh Mochtar Riady bersamaan engan Lippo Group. Pemerintah Indonesia
menjual sahamnya di Bank Lippo demi mengurangi defisit budget pemerintah akibat krisis
keuangan 1997 di Asia. Swissasia Global membeli 52,1 persen saham dari Bank Lippo pada
Februari 2004 dari Indonesian Bank Restructuring Agency seharga $142 juta. Badan inilah yang
mengambil alih Bank Lippo dari pemilik sebelumnya, keluarga Riady, setelah pemerintah
menyuntikkan dana ke pemberi pinjaman pada tahun 1999 untuk meningkatkan modal. Keluarga
Riady masih memegang saham minoritas dan memiliki hak kendali. Pada tanggal 26 Agustus
2005, pemegang saham bank dan Bank Indonesia menyetujui penjualan saham pengendali
52,05% yang dimiliki oleh Swissasia Global pada Santubong Investment BV yang seluruh
sahamnya dimiliki oleh Khazanah Nasional Berhad. Penjualan mulai berlaku pada tanggal 30
September pada tahun yang sama. Karena Khazanah, memiliki saham sebanyak 93 persen di
Lippo Bank melalui Santubong Investment BV dan Greatville Pte. Ltd, dan juga memiliki
64 persen dari Bank CIMB Niaga melalui Bumiputra-Commerce Holdings, Bank Niaga dan
Lippo Bank harus digabung untuk mematuhi "single presence policy". Pada tanggal 1
November 2008, Lippo Bank resmi bergabung dengan Bank CIMB Niaga dan dikenal sebagai
PT Bank CIMB Niaga Tbk dan menjadi anak perusahaan Indonesia dari CIMB Group. Dengan
bergabungnya Lippo Bank ke dalam Bank CIMB Niaga, Bank CIMB Niaga kini menawarkan
nasabahnya layanan perbankan yang komprehensif di Indonesia dengan menggabungkan
kekuatan di bidang perbankan ritel, UKM dan korporat dan juga layanan transaksi
pembayaran. Penggabungan ini menjadikan Bank CIMB Niaga menjadi bank terbesar ke-5 dari
sisi aset, pendanaan, kredit dan luasnya jaringan cabang.
Teori Dasar Analisis
Pengertian Good Corporate Governance Governance dalam konteks Good Corporate
Governance (GCG) disebut sebagai tata pamong. Sedangkan Corporate Governance (CG)
atau pengelolaan perusahaan, menurut Sutan Remi Sjahdeini adalah suatu konsep yang
menyangkut struktur perseroan, pembagian tugas, pembagian kewenangan, pembagian beban
tanggung jawab masing-masing unsur dari struktur perseroan. Jadi, Good Corporate
Governance (GCG) secara definitif merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan
perusahaan yang menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholder, baik itu
primary stakeholders (investor, karyawan dan manajer, supplier, rekanan bisnis dan
masyarakat) maupun secondary stakeholders (pemerintah, institusi bisnis, kelompok
sosial kemasyarakatan, akademisi dan pesaing).
Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance di Pasar Modal Prinsip-prinsip good corporate
governance tersirat dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, secara
normatif prinsip-prinsip GCG ini diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No. 8/14/PBI/2006
yaitu Transparancy (Transparansi), Accountability (Akuntabilitas), Responsibility
(Pertanggungjawaban), dan Fairness (Kewajaran).
● Implementasi prinsip keadilan. Kerangka kerja corporate governance memastikan
perlakuan yang wajar terhadap semua pemegang saham termasuk pemegang saham
minoritas dan asing. Pemegang saham dilindungi dari penipuan, self dialing, dan insider
trading yang dilakukan oleh board of directors, manajer, dan pemegang saham utama,
atau pihak lain yang mempunyai akses informasi perusahaan.
● Implementasi prinsip transparansi. Pedoman GCG memasukkan prinsip keterbukaan yang
mensyaratkan ketepatan waktu dan akurasi informasi. Perseroan mempunyai kewajiban
mengungkapkan informasi penting dalam laporan berkala dan laporan peristiwa penting
perseroan kepada pemegang saham dan instansi pemerintah yang terkait sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku secara tepat waktu, akurat, jelas dan secara
obyektif.
● Implementasi prinsip akuntabilitas Implementasi prinsip akuntabilitas diwujudkan
dengan adanya keterbukaan informasi dalam bidang financial dalam hal ini ada dua
pengendalian yang dilakukan oleh direksi dan komisaris. Direksi menjalankan
operasional perusahaan, sedangkan komisaris melakukan pengawasan terhadap jalannya
perusahaan oleh Direksi.
● Implementasi prinsip responsibilitas. Prinsip ini berhubungan dengan tanggungjawab
perusahaan sebagai anggota masyarakat yaitu dengan cara mengakomodasi kepentingan
pihak-pihak yang berkaitan dengan perusahaan seperti masyarakat, pemerintah, asosiasi
bisnis dan sebagainya.
Hasil Analisis Kasus Pelanggaran GCG PT Bank Lippo Tbk.
Implementasi GCG tidak hanya suatu kesadaran untuk menciptakan tata kelola formalitas oleh
dorongan dari kewajiban, tetapi menjadi kesadaran dalam budaya integritas di semua level dan
jajaran organisasi. Lalu, secara berkelanjutan dan konsisten perusahaan melaksanakan GCG dengan
komitmen dari visi, misi yang telah dibuat sebelumnya. Berdasarkan prinsip GCG perusahaan harus
menjunjung tinggi kepercayaan publik dengan menerapkan prinsip-prinsip transparency,
accountability, responsibility, independency, dan fairness. Perusahaan menetapkan nilai integritas
dalam setiap perilaku organisasi maupun individu karena perusahaan meyakini bahwa elemen
tersebut akan meningkatkan nilai perusahaan dalam jangka panjang.
Pada implementasinya, pihak perusahaan mengalami masalah mengenai prinsip transparansi
dan akuntabilitas. Permasalahan yang dialami PT Bank Lippo mengenai prinsip transparansi berupa
manajemen PT Bank Lippo Tbk. telah melakukan kelalaian, yaitu pencantuman kata “audited” di
dalam laporan keuangan yang sebenarnya belum diaudit. Sedangkan dalam permasalahan
akuntabilitas terjadi pelanggaran karena tidak adanya checks and balances yang baik antara direksi
dan komisaris dengan manajemen PT Bank Lippo Tbk. yang menyampaikan dua laporan keuangan
yang tidak diaudit.
Dengan demikian, Good Corporate Governance telah diimplementasikan dengan efektif,
meskipun secara keseluruhan belum mencapai tahap penerapan yang sempurna dikarenakan
beberapa kendala dan permasalahan yang telah dijelaskan. Penerapan GCG dapat dikatakan efektif
karena perusahaan telah berusaha menetapkan peraturan dimana terkandung kewajiban untuk
menyajikan dan melaporkan segala tindakan terutama dibidang administrasi keuangan kepada
pihak yang lebih tinggi. Perusahaan berupaya untuk fokus dalam melakukan perbaikan dalam
pemenuhan peraturan dari pihak eksternal (pemerintah) untuk peningkatan prinsip responsibility.
PT Bank Lippo Tbk. juga telah menerapkan prinsip kewajaran, keadilan dan kesetaraan dalam
memenuhi hak-hak stakeholders serta perlakuan yang sama kepada seluruh pemangku kepentingan
perusahaan sesuai dengan hak-hak yang dimiliki setiap individu.
Pelanggaran Prinsip GCG yang dilakukan oleh PT Bank Lippo Tbk. :
1) Prinsip Transparansi (Transparency)
Pedoman GCG memasukkan prinsip keterbukaan yang mensyaratkan ketepatan waktu
dan akurasi informasi. Perseroan mempunyai kewajiban mengungkapkan informasi penting
dalam laporan berkala dan laporan peristiwa penting perseroan kepada pemegang saham
dan instansi pemerintah yang terkait sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku secara tepat waktu, akurat, jelas dan secara obyektif. Manajemen PT Bank Lippo
Tbk. telah melakukan kelalaian, yaitu berupa pencantuman kata “audited” di dalam laporan
keuangan yang sebenarnya belum diaudit. Pengumuman laporan keuangan merupakan
pemenuhan terhadap prinsip GCG, khususnya prinsip transparansi. Dari prinsip
transparansi tersebut dapat dilihat bahwa kewajiban untuk menginformasikan laporan
keuangan hendaknya dilakukan secara tepat dan dilakukan secara profesional dengan cara
menunjuk auditor yang independent, qualified, dan competent.
2) Prinsip Akuntabilitas (Accountability)
Perbuatan Manajemen PT Bank Lippo Tbk. yang telah lalai karena mencantumkan
kata “audited” di dalam laporan keuangan yang sebenarnya belum diaudit merupakan
sebuah bentuk ketidakhati-hatian yang merupakan tanggung jawab dari Manajemen PT
Bank Lippo Tbk. Dalam hal ini kesalahan direksi juga dapat dimintai pertanggungjawaban
karena telah lalai melakukan pengawasan terhadap Manajemen PT Bank Lippo Tbk. Jika
dilihat dari sudut pandang GCG, hal ini terjadi karena lemahnya penerapan prinsip
akuntabilitas di dalam PT Bank Lippo Tbk., khususnya dalam hal pembuatan laporan
keuangan. Di dalam permasalahan ini terjadi pelanggaran karena tidak adanya checks and
balances yang baik antara direksi dan komisaris dengan manajemen PT Bank Lippo Tbk.
yang menyampaikan dua laporan keuangan yang tidak diaudit. Tanggung jawab komite
audit di bidang laporan keuangan adalah untuk memastikan bahwa laporan yang dibuat
manajemen telah memberikan gambaran yang sebenarnya tentang kondisi keuangan, hasil
usaha, rencana dan komitmen perusahaan jangka panjang. Dapat dilihat disini, peranan
komite audit untuk menciptakan sebuah mekanisme check and balances yang ideal juga
belum dapat terwujud. Dilihat secara normatif, ketentuan yang dibuat oleh otoritas pasar
modal sudah cukup memadai untuk terciptanya sebuah mekanisme check and balances yang
ideal.
Kronologis Kasus
Di tengah upaya pemulihan kepercayaan terhadap dunia perbankan dan perekonomian nasional,
kita dikejutkan oleh skandal keuangan yang dilakukan Bank Lippo Tbk. Salah satu bank peserta
rekapitalisasi itu memberikan laporan berbeda ke publik dan manajemen BEJ. Dalam laporan
keuangan per 30 September 2002 yang disampaikan ke publik pada 28 November 2002 disebutkan
total aktiva perseroan Rp 24 triliun dan laba bersih Rp 98 miliar. Namun dalam laporan ke BEJ
pada 27 Desember 2002 total aktiva perusahaan berubah menjadi Rp 22,8 triliun rupiah (turun Rp
1,2 triliun) dan perusahaan merugi bersih Rp1,3 triliun. Perbedaan laporan keuangan itu segera
memunculkan kontroversi dan polemik. Manajemen beralasan perbedaan itu terjadi karena ada
penurunan aset yang diambil alih atau foreclosed asset dari Rp 2,393 triliun menjadi Rp 1,420
triliun. Akibatnya pada keseluruhan neraca terjadi penurunan tingkat kecukupan modal atau capital
adequacy ratio (CAR) dari 24,77 menjadi 4,23%. Namun beberapa pihak menduga perbedaan
laporan keuangan terjadi karena ada manipulasi yang dilakukan manajemen. Dugaan itu beralasan
karena agunan yang dijadikan aset berasal dari kelompok Lippo. Yakni, PT Bukit Sentul Tbk, PT
Lippo Karawaci Tbk, PT Lippo Cikarang Tbk, PT Lippo Securities Tbk, PT Hotel Prapatan Tbk,
dan PT Panin Insurance Tbk. Bank Lippo diduga juga melanggar di pasar modal berupa
perdagangan memanfaatkan informasi dari orang dalam (insider trading). Praktisi pasar modal Lin
Che Wei mengatakan, selama 40 hari perdagangan bursa mulai 4 November 2002 sampai 10 Januari
2003 terjadi anomali dalam transaksi saham Bank Lippo (LPBN). Itu diduga dilakukan perusahaan
sekuritas yang berafiliasi dengan Lippo Group serta beberapa perusahaan sekuritas lain yang
mempunyai kedekatan dengan kelompok tersebut. Keanehan terjadi karena satu menit menjelang
penutupan pasar (pukul 15.59) sejumlah perusahaan sekuritas melakukan transaksi saham Bank
Lippo dengan volume hanya satu atau dua lot dengan harga selalu lebih rendah daripada rata-rata
harga pada hari itu. Akibatnya, hampir setiap hari harga saham bank itu turun.
Hasil Pemeriksaan oleh BAPEPAM
Pada hari ini, Senin, tanggal 17 Maret 2003, Bapepam menyampaikan hasil pemeriksaan kasus
PT Bank Lippo Tbk yang diduga telah melanggar peraturan perundang-undangan di bidang Pasar
Modal. Berkaitan dengan laporan keuangan PT Bank Lippo Tbk per 30 September 2002,
BAPEPAM menemukan bahwa terdapat 3 (tiga) versi laporan keuangan, yang semuanya
dinyatakan audited, yaitu :
1. Laporan Keuangan PT Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 yang diiklankan di surat
kabar pada tanggal 28 November 2002;
2. Laporan Keuangan PT Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 yang disampaikan ke BEJ
pada tanggal 27 Desember 2002;
3. Laporan Keuangan PT Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 yang disampaikan oleh
Akuntan Publik KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja kepada Manajemen PT Bank Lippo
Tbk pada tanggal 6 Januari 2003.
Adapun informasi yang tercantum dalam masing-masing laporan keuangan tersebut antara lain
adalah sebagai berikut:
1. Laporan Keuangan PT Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 yang diiklankan di surat
kabar pada tanggal 28 November 2002;
Pemuatan iklan tersebut merupakan pelaksanaan kewajiban PT Bank Lippo Tbk atas
ketentuan Bank Indonesia. Adapun materi atau informasi yang tercantum dalam iklan laporan
keuangan tersebut antara lain adalah :
1) Adanya pernyataan Manajemen PT Bank Lippo Tbk bahwa laporan keuangan tersebut
disusun berdasarkan Laporan Keuangan Konsolidasi yang telah diaudit oleh KAP Prasetio,
2) Sarwoko & Sandjaja (penanggung jawab Drs. Ruchjat Kosasih) dengan pendapat wajar
tanpa pengecualian.
3) Penyajian dalam bentuk komparasi per 30 September 2002 (“Diaudit”) dan per 30
September 2001 (“Tidak Diaudit”).
4) Nilai Agunan Yang Diambil Alih (“AYDA”) per 30 September 2002 sebesar Rp 2,393
triliun;
5) Total aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp 24,185 triliun;
6) Laba tahun berjalan per 30 September 2002 sebesar Rp 98,77 miliar;
7) Rasio Kewajiban Modal Minimum Yang Tersedia sebesar 24,77%.
2. Laporan Keuangan PT Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 yang disampaikan ke
BEJ pada tanggal 27 Desember 2002;
Penyampaian laporan tersebut merupakan pemenuhan kewajiban PT Bank Lippo Tbk
untuk menyampaikan Laporan Keuangan Triwulan ke-3. Adapun materi atau informasi yang
tercantum dalam laporan keuangan tersebut antara lain adalah :
1) Pernyataan manajemen PT Bank Lippo Tbk bahwa laporan keuangan yang disampaikan
adalah laporan keuangan “audited” yang tidak disertai dengan Laporan Auditor Independen
yang berisi opini Akuntan Publik.
2) Penyajian dalam bentuk komparasi per 30 September 2002 (“audited”) dan 30 September
2001 (“unaudited”).
3) Nilai Agunan Yang Diambil Alih-bersih (“AYDA”) per 30 September 2002 sebesar Rp
1,42 triliun;
4) Total aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp 22,8 triliun;
5) Rugi bersih per 30 September 2002 sebesar Rp 1,273 triliun;
6) Rasio Kecukupan Modal sebesar 4,23%.
3. Laporan Keuangan PT Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 yang disampaikan oleh
Akuntan Publik KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja kepada Manajemen PT Bank Lippo
Tbk pada tanggal 6 Januari 2003.
Adapun materi atau informasi yang tercantum dalam laporan keuangan tersebut antara lain
adalah:
1) Laporan Auditor Independen yang berisi opini Akuntan Publik Drs. Ruchjat Kosasih dari
KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian. Laporan
Auditor
2) Independen tersebut tertanggal 20 November 2002, kecuali untuk Catatan 40a tertanggal
22 November 2002 dan Catatan 40c tertanggal 16 Desember 2002.
3) Penyajian dalam bentuk komparasi per 30 September 2002, 31 Desember 2001 dan 31
Desember 2000.
4) Total aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp 22,8 triliun;
5) Nilai Agunan Yang Diambil Alih-bersih (“AYDA”) per 30 September 2002 sebesar Rp
1,42 triliun;
6) Rugi bersih per 30 September 2002 sebesar Rp 1,273 triliun;
7) Rasio Kecukupan Modal sebesar 4,23%.
Dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan, Bapepam menyimpulkan 5 hal dari kasus tersebut:
1) Bahwa hanya terdapat 1 (satu) Laporan Keuangan PT Bank Lippo Tbk per 30 September 2002
yang diaudit dengan opini Wajar Tanpa Pengecualian dari Akuntan Publik Drs. Ruchjat
Kosasih dari KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja, dengan Laporan Auditor Independen No.
REC-0031/02 dengan tanggal ganda (dual dating) tertanggal 20 November 2002 (kecuali untuk
Catatan 40a tertanggal 22 November 2002 dan catatan 40c tertanggal 16 Desember 2002) yang
disampaikan kepada Manajemen PT Bank Lippo Tbk pada tanggal 6 Januari 2003. Penerbitan
laporan yang diaudit dengan tanggal ganda (dual dating) dapat dilakukan sepanjang sesuai
dengan Standar Auditing Seksi 530 paragraf 5 dalam Standar Profesional Akuntan Publik
(SPAP) yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).
2) Bahwa laporan keuangan PT Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 yang diiklankan pada
tanggal 28 November 2002 adalah laporan keuangan yang tidak diaudit. Namun angka-
angkanya sama seperti yang tercantum dalam Laporan Auditor Independen.
3) Bahwa laporan keuangan PT Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 yang disampaikan ke
BEJ pada tanggal 27 Desember 2002 adalah laporan keuangan yang tidak disertai Laporan
Auditor Independen dan telah terdapat penilaian kembali terhadap Agunan Yang Diambil Alih
(AYDA) dan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP).
4) Bahwa perbedaan antara laporan keuangan PT Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 yang
diiklankan pada tanggal 28 November 2002 dengan laporan keuangan tersebut pada huruf a)
dan huruf c) di atas, hanya disebabkan oleh adanya penyesuaian penilaian kembali atas Agunan
Yang Diambil Alih (AYDA) dan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP).
5) Bahwa pemeriksaan atas prosedur penilaian kembali Agunan Yang Diambil Alih dan prosedur
audit atas beberapa akun Laporan Keuangan PT Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 saat
ini masih dalam proses pemeriksaan oleh instansi yang berwenang.
Dari 5 hal tersebut, Bapepam berpendapat bahwa direksi PT. Bank Lippo Tbk kurang hati-hati
dalam mencantumkan kata “diaudit” dan opini Wajar Tanpa Pengecualian pada iklan laporan
keuangan per 30 September 2002 pada tanggal 28 November 2002. Selain itu, terdapat pula
kelalaian yang dilakukan oleh Akuntan Publik Drs. Ruchjat Kosasih, partner KAP Prasetio,
Sarwoko & Sandjaja, berupa keterlambatan dalam menyampaikan peristiwa penting dan material
mengenai penurunan nilai AYDA PT Bank Lippo Tbk kepada Bapepam.
Hasil Pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan terhadap Akuntan Publik
Selain Bapepam, Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan, Departemen Keuangan juga
melakukan pemeriksaan, tetapi pemeriksaan dilakukan hanya terhadap penilai dan akuntan public
yang terkait kasus PT. Bank Lippo Tbk. Dari hasil pemeriksaaan terhadap Akuntan Publik Drs.
Ruchjat Kosasih, partner KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja ditemukan bahwa ada beberapa
prosedur yang belum dilakukan oleh Akuntan Publik, yaitu:
1) Akuntan Publik tidak melakukan komunikasi dengan Penilai sebagai salah satu prosedur dalam
memperoleh bukti yang kompeten untuk meyakini kewajaran saldo akun AYDA.
2) Auditor tidak melakukan prosedur pengujian yang cukup atas informasi manajemen PT Bank
Lippo yang menurunkan kategori kredit salah satu debitur dan membentuk PPAP untuk
kategori tersebut.
Pihak akuntan public berargumen bahwa akuntan public tidak perlu melakukan komunikasi
dengan penilai karena Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) tidak mewajibkan Akuntan
Publik melakukan komunikasi dengan spesialis. Selain itu, Akuntan Publik menyatakan bahwa
hasil penilaian telah dianggap masuk akal dan wajar oleh pihak penilai. Tetapi menurut Tim
Pemeriksa, meskipun SPAP tidak mengharuskan Akuntan Publik melakukan komunikasi dengan
Spesialis (Penilai), Akuntan Publik harus mempertimbangkan untuk melakukan komunikasi
dimaksud dalam rangka memperoleh keyakinan yang memadai atas saldo akun AYDA. Berkaitan
dengan komunikasi dimaksud, SPAP (Standar Audit Seksi 336 par.09) antara lain memberikan
panduan sebagai berikut: “Dalam beberapa keadaan, Akuntan Publik dapat memutuskan untuk
menghubungi spesialis untuk menentukan bahwa spesialis tersebut menyadari bahwa pekerjaannya
akan digunakan untuk menilai asersi dalam laporan keuangan”. Selain itu, auditor juga berargumen
bahwa penurunan kategori kredit dan penambahan PPAP karena adanya subsequent event yang
memberikan indikasi bahwa kredit tidak digunakan sesuai tujuan pada waktu kredit disetujui.
Namun demikian, Tim Pemeriksa berpendapat bahwa indikasi dimaksud tidak serta merta dapat
dijadikan dasar untuk meyakini kelayakan perubahan katagori kualitas aktiva produktif tersebut.
Akuntan Publik seharusnya melakukan evaluasi untuk meyakinkan apakah variabel-variabel yang
digunakan manajemen sebagai dasar untuk penurunan kategori kredit tersebut telah sesuai dengan
pedoman pengelompokkan kualitas kredit sebagaimana dimuat dalam Surat Keputusan Direksi
Bank Indonesia Nomor. 31/147/KEP/DIR tanggal 12 November 1998 tentang Kualitas Aktiva
Produktif.
Analisis Etika
Kelalaian yang dilakukan akuntan public dan ketidak hati-hatian direksi PT. Bank Lippo Tbk
memberikan dampak besar terhadap kepercayaan masyarakat terhadap profesionalitas PT. Bank
Lippo Tbk dan akuntan public yang melakukan audit atas laporan keuangan PT. Bank Lippo Tbk.
Pada majalah Gatra, saksi hukum perbankan, Dr Sutan Remy Syahdeini, menegaskan bahwa PT
Bank Lippo Tbk telah melakukan penyesatan publik dengan laporan keuangan ganda yang berbeda.
Laporan keuangan tersebut dapat membingungkan investor yang dapat mengakibatkan kesalahan
pengambilan keputusan. Selain berdampak kepada masyarakat, kejadian tersebut dapat
memberikan dampak yang besar terhadap PT. Bank Lippo tbk dan kantor akuntan public itu sendiri.
Kasus seperti ini dapat mengakibatkan tercemarnya nama baik perusahaan mereka. KAP Prasetio,
Sarwoko & Sandjaja dapat dinilai tidak kompeten oleh klien-klien mereka. Kepercayaan klien
terhadap hasil audit yang dilakukan oleh KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja dapat menurun.
Untungnya, dari hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Bapepam dan Direktorat Jenderal Lembaga
Keuangan terhadap auditor didapati bahwa kesalahan-kesalahan yang berhubungan dengan etika
profesi auditor tidak terlalu parah. Sehingga tidak sampai dibekukannya ijin Akuntan Publik Drs.
Ruchjat Kosasih.
Analisis Hukum
Atas kekuranghati-hatian Direksi PT. Bank Lippo Tbk dan kelalaian Akuntan Publik Drs.
Ruchjat Kosasih, partner KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja dalam penerapan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang Pasar Modal, BAPEPAM menjatuhkan sanksi administratif sebagai
berikut:
1) Terhadap Direksi PT Bank Lippo Tbk yang menjabat pada saat Laporan Keuangan PT Bank
Lippo Tbk per 30 September 2002 dipublikasikan, dikenakan sanksi administratif berupa
kewajiban menyetor uang ke Kas Negara sejumlah Rp 2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus
juta rupiah).
2) Terhadap PT Bank Lippo Tbk. diwajibkan untuk memberikan penjelasan kepada pemegang
saham mengenai kekuranghatihatian yang telah dilakukan serta sanksi adminstratif yang
mereka terima dalam Rapat Umum Pemegang Saham berikutnya.
3) Terhadap Sdr. Ruchjat Kosasih selaku partner KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja, dikenakan
sanksi administratif berupa kewajiban menyetor uang ke Kas Negara sebesar Rp 3.500.000 (tiga
juta lima ratus ribu rupiah) atas kelalaiannya berupa keterlambatan penyampaian informasi
penting mengenai penurunan AYDA PT Bank Lippo Tbk selama 35 (tiga puluh lima) hari.
Berdasarkan ketentuan Pasal 47 dan 48 Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan Publik, kelemahan-kelemahan yang dijumpai oleh
Tim Pemeriksa sebagai mana diuraikan pada butir 4.1 dan 4.2 merupakan kelemahan-kelemahan
yang tidak berpengaruh terhadap laporan auditor independen atas Laporan Keuangan PT Bank
Lippo Tbk per 30 September 2002. Oleh karena itu, berdasarkan Ketentuan Pasal 48 ayat (1) dan
(3) Keputusan Menteri Keuangan dimaksud, Akuntan Publik Drs. Ruchjat Kosasih, partner KAP
Prasetio, Sarwoko, & Sandjaja dikenakan Sanksi Peringatan.

4. SIMPULAN DAN REKOMENDASI


Dari pembahasan kasus di atas, dapat diketahui bahwa direksi PT. Bank Lippo Tbk melakukan
kelalaian yang dapat dikatakan sangat fatal. Kelalaian tersebut adalah adanya laporan keuangan
ganda yang berbeda dimana laporan keuangan yang dilaporkan ke public melalui surat kabar
dikatakan telah diaudit, tetapi laporan keuangan yang dilaporkan ke BEI merupakan laporan
keuangan yang belum diaudit. Hal tersebut dapat menyesatkan public. Publik terutama investor
dapat merasa dibohongi dengan adanya laporan keuangan ganda tersebut. Laporan keuangan ganda
itu dapat memunculkan asumsi-asumsi baru dari masyarakat terhadap Pt. Bank Lippo Tbk. Mereka
dapat beasumsi bahwa pihak manajemen melakukan kecurangan terhadap laporan keuangan
tersebut, walaupun hal tersebut tidak terbukti. Kejadian seperti ini dapat menurunkan kepercayaan
public terhadap manajemen PT. Bank Lippo Tbk.
Dalam kasus ini, akuntan public sebenarnya tidak sepenuhnya salah. Kesalahan akuntan public
hanya pada keterlambatan memberitahukan peristiwa mengenai penurunan nilai AYDA PT Bank
Lippo Tbk, dan akuntan public juga tidak melakukan komunikasi terhadap pihak penilai mengenai
penilaian terhadap AYDA tersebut. Selain itu, akuntan public Drs. Ruchjat Kosasih yang berperan
sebagai auditor PT Bank Lippo Tbk tidak melakukan prosedur pengujian yang cukup atas informasi
manajemen PT bank Lippo yang menurunkan kategori kredit salah satu debitur dan membentuk
PPAP untuk kategori tersebut.
Tetapi, jika akuntan public Drs. Ruchjat Kosasih merupakan akuntan public yang professional,
kelalaian tersebut seharusnya tidak terjadi. Dengan adanya kelalaian tersebut, profesionalitas
akuntan public Drs. Ruchjat Kosasih sebagai auditor akan mulai dipertanyakan oleh public.
Apalagi kelalaian tersebut dapat memicu permasalahan yang akan merugikan public. Kepercayaan
klien terhadap akuntan public Drs. Ruchjat Kosasih mungkin juga akan berkurang. Selain itu,
kelalaian tersebut dapat memicu adanya kesalahan informasi yang akan diterima oleh public.
Informasi tersebut dapat menyesatkan public. Oleh karena itu, sebagai akuntan public yang
professional akuntan public Drs. Ruchjat Kosasih seharusnya dapat mencegah terjadinya kelalaian-
kelalaian yang memicu hal-hal yang dapat merugikan public dan nama baik akuntan public itu
sendiri.

Anda mungkin juga menyukai