Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Kesuksesan suatu perusahaan banyak ditentukan oleh karakteristik strategis

dan manajerial perusahaan tersebut. Strategi tersebut diantaranya mencakup strategi

penerapan sistem Good Corporate Governance dalam perusahaan. Struktur dalam

Good Corporate Governance bias menjadi tolok ukur dalam menentukan kesuksesan

atau kegagalan pada suatu perusahaan. Maka sulit dipungkiri bahwa selama tahun-

tahun terakhir ini, Good Corporate Governance sangat popular. Tak hanya popular,

tetapi Good Corporate Governance tersebut juga ditempatkan di posisi terhormat.

Hal tersebut terwujud dalam dua keyakinan. Pertama, Good Corporate Governance

merupakan salah satu kunci sukses perusahaan untuk tumbuh dan menguntungkan

dalam jangka panjang, dan kedua memenangkan dalam bisnis global, terutama bagi

perusahaan yang telah mampu berkembang.

Industri perbankan mempunyai regulasi yang lebih ketat dibandingkan

dengan industri lainnya, misalnya suatu bank harus memenuhi kriteria CAR minimum

sebesar 10 %. Bank Indonesia menggunakan laporan keuangan sebagai dasar

dalam penentuan status suatu bank (apakah bank tersebut termasuk dalam bank

yang sehat atau tidak). Sesuai dengan Undang-undang nomor 2 tahun 2008, Bank

Indonesia sebagai pengawas tunggal perbankan secara konsisten akan terus

berupaya agar perkembangan sistem perbankan di Indonesia menuju ke arah sistem

perbankan yang sehat dan kokoh. Sebagai konsekuensinya, dalam masa transisi

bank-bank yang lemah harus mencari sendiri cara penyelesaian yang terbaik untuk

1
memperkuat posisinya berdasarkan situasi dan kompetisi pasar tanpa campur

tangan dari Bank Indonesia. Sikap Bank Indonesia dan komitmen untuk mendorong

ke arah terciptanya sistem perbankan yang sehat dan kokoh berdasarkan standar

internasioanal yang akan menjamin adanya pengakuan internasioanal terhadap

perbankan di Indonesia dalam era globalisasi.

Banyak manajer keuangan yang melakukan tindakan manajemen laba

supaya perusahaan mereka dapat masuk dalam kriteria kinerja keuangan yang baik.

Hasil penelitian Rahmawati dan Baridwan (2006) menunjukkan bahwa industri

perbankan di Indonesia melakukan tindakan manajemen laba untuk memenuhi

kriteria dari Bank Indonesia tersebut. Padahal industri perbankan merupakan industri

kepercayaan bagi para invertor. Jika para investor berkurang kepercayaannya

karena laporan keuangan yang bias yang disebabkan karena adanya tindakan

manajemen laba, maka mereka akan melakukan penarikan dana secara bersama-

sama yang dapat mengakibatkan rush. Oleh karena itu, perlu adanya suatu

mekanisme untuk meminimalkan bahkan menghilangkan tindakan manajemen laba

yang dilakukan oleh perusahaan perbankan. Salah satu mekanisme tersebut adalah

dengan menerapkan praktik Good Corporate Governance.

Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) mengungkapkan bahwa

corporate governance mengandung lima prinsip yaitu transparency, accountability,

responsibility, independency dan fairness, yang diharapkan dapat menjadi suatu

jalan dalam mengurangi konflik keagenan serta nilai perusahaan akan dapat dinilai

dengan baik oleh investor.

Menurut Enggar (2013), “corporate governance merupakan salah satu

elemen kunci dalam meningkatkan efisiensi ekonomis, yang meliputi serangkaian


hubungan antara manajemen perusahaan, dewan komisaris, para pemegang saham,

dan stakeholders lainnya”. Corporate governance dapat menciptakan nilai tambah

bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholder). Nilai tambah yang dimaksud

adalah perlindungan efektif terhadap investor dalam memperoleh kembali

investasinya dengan wajar dan bernilai tinggi.

Mekanisme yang sering dipakai dalam berbagai penelitian mengenai good

corporate governance (GCG) diantaranya kepemilikan institusional, kepemilikan

manajerial, proporsi dewan komisaris independen dan komite audit. Dalam penelitian

ini, penulis menggunakan variable bebas yaitu Good Corporate Governance yang

diproksikan dengan dewan direksi, dewan komisaris, komite audit. Return On Asset

yang diproksikan dengan laba bersih dan total aktiva, sementara ukuran perusahaan

diproksikan dengan total aset, sementara variable terikatnya menggunakan indikator

nilai perusahaan yang diproksikan rumus Tobin’s Q dan total aset .

Dewan direksi mempunyai peranan penting dalam meningkatkan nilai

perusahaan. Semakin banyak dewan direksi dalam perusahaan akan memberikan

pengawasan yang lebih baik terhadap kinerja perusahaan, dengan kinerja

perusahaan yang baik dan terkontrol, maka akan menghasilkan profitabilitas yang

baik dan nantinya akan meningkatkan harga saham perusahaan dan nilai

perusahaan menjadi ikut meningkat.

Agar tercipta corporate governance yang efektif pada lembaga perbankan

maka, angota Dewan Direksi harus memiliki reputasi moral yang baik dan

kompetensi teknis yang mendukung. Selain itu mereka juga harus memiliki

kesadaran yang penuh terhadap segala risiko, memiliki kemampuan untuk mengelola

resiko seiring dengan kompleksitas bisnis perbankan. Dewan Direksi bertanggung


jawab atas beberapa fungsi manajemen tanpa harus terlibat secara langsung dalam

operasionalisasi manajemen bank, sehingga ia harus memiliki agenda pertemuan

rutin dengan seluruh komponen perusahaan, serta memiliki fungsi kontrol yang

efektif.

Dewan Direksi memiliki fungsi utama dalam manajemen, yakni menetapkan

tujuan strategik dan prinsip-prinsip yang akan dijadikan sebagai acuan operasional

bank. Selain itu ia juga berperan dalam menetapkan kode etik bagi senior

manajemen dan standar operasional yang akan menjadi budaya kerja perusahaan.

Kerugian dari jumlah dewan yang besar berkaitan dengan dua hal, yaitu:

meningkatnya permasalahan dalam hal komunikasi dan koordinasi dengan semakin

meningkatnya jumlah dewan dan turunnya kemampuan dewan untuk mengendalikan

manajemen, sehingga menimbulkan permasalahan agensi yang muncul dari

pemisahan antara manajemen dan kontrol (Yenmack, 1996).

Bukti yang menyatakan efektifitas ukuran dewan masih berbaur. Dari hasil

yang masih belum pasti dapat dikatakan bahwa pengaruh ukuran direksi terhadap

kinerja perusahaan akan tergantung dari karakteristik dari masing-masing

perusahaan terkait. Kaitan tersebut terutama dengan karakteristik perusahaan secara

keuangan. Efektifitas direksi dalam mengahasilkan kinerja akan berbeda bagi

perusahaan yang sehat secara keuangan dibandingkan dengan perusahaan yang

sedang dalam masalah keuangan.

Dewan komisaris bertugas untuk melakukan pengawasan internal

bank agar Dewan Direksi tetap mengikuti kebijakan perseroan dan ketentuan yang

berlaku. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 11/33/PB1/2009 pasal 49

tentang pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum, rapat Dewan
komisaris wajib diselenggarakan paling kurang satu kali dalam satu bulan dan

pengambilan keputusan rapat dilakukan berdasarkan musyawarah mufakat.

Komite Audit harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Peraturan

Bank Indonesia nomor 8/4/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006 tentang Pelaksanaan

Good Corporate Governance bagi Bank Umum sebagaimana telah diubah

berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No.8/14/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006

dan diubah terakhir berdasarkan Peraturan Bank Indonesia nomor 11/33/PBI/2009

tanggal 7 Desember 2009 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi

lembaga perbankan. Persyaratan tersebut adalah anggota Komite Audit paling

kurang terdiri dari seorang Komisaris Independen, seorang pihak independen yang

memiliki keahlian di bidang akuntansi keuangan dan seorang dari pihak

independen yang memiliki keahlian di bidang perbankan.

Semakin banyak jumlah komite audit independen dalam perusahaan, maka

semakin baik fungsi pengawasan yang dilakukan. Termasuk pengawasan

pelaksanaan Corporate Governance dalam perusahaan. Maka, independensi komite

audit masuk kedalam faktor penting yang mempengaruhi pelaksanaan Corporate

Governance dalam suatu perusahaan. Komite audit mempunyai tanggung jawab

untuk mengawasi laporan keuangan, audit eksternal dan sistem pengendalian

internal. Dengan adanya komite audit maka laporan keuangan telah diawasi

sehingga kinerja keuangan pun terkontrol sehingga berdampak baik juga untuk nilai

perusahaan

Sementara rasionalisasi variable ukuran perusahaan mempunyai pengaruh

yang berbeda terhadap nilai perusahaan suatu perusahaan. Dalam hal ukuran

perusahaan yang dilihat dari total aset yang dimiliki perusahaan. Total aset kemudian
dapat digunakan untuk kegiatan operasi perusahaan. Jika perusahaan memiliki total

aset yang besar, maka pihak manajemen akan lebih leluasa dalam menggunakan

aset yang ada pada perusahaan tersebut. Kebebasan yang dimiliki manajemen akan

sebanding dengan kekhawatiran yang dilakukan oleh pemilik atas aset perusahaan.

Jumlah aset yang besar akan menurunkan nilai perusahaan jika dilihat dari sudut

pandang pemilik. Akan tetapi jika dilihat dari sudut pandang manajemen, kemudahan

yang dimiliki manajemen dalam mengendalikan perusahaan akan meningkatkan nilai

perusahaan.

Return On Assets (ROA) merupakan salah satu rasio profitabilitas. Dalam

analisis laporan keuangan, rasio ini paling sering disoroti, karena mampu

menunjukkan keberhasilan perusahaan menghasilkan keuntungan. ROA mampu

mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan pada masa lampau

untuk kemudian diproyeksikan di masa yang akan datang. Assets atau aktiva yang

dimaksud adalah keseluruhan harta perusahaan, yang diperoleh dari modal sendiri

maupun dari modal asing yang telah diubah perusahaan menjadi aktiva-aktiva

perusahaan yang digunakan untuk kelangsungan hidup perusahaan.

Brigham menjelaskan (2001:90) “Semakin tinggi rasio ROA berarti

perusahaan semakin efektif dalam memanfaatkan aktiva untuk menghasilkan laba

bersih setelah pajak”. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi

ROA berarti kinerja perusahaan semakin efektif, karena tingkat kembalian akan

semakin besar. Hal ini selanjutnya akan meningkatkan daya tarik investor kepada

perusahaan. Peningkatan daya tarik perusahaan menjadikan perusahaan tersebut

makin diminati investor, karena dapat memberikan keuntungan (return) yang besar
bagi investor. Dengan kata lain ROA akan berpengaruh terhadap return saham yang

akan diterima oleh investor.

Salah satu cara untuk mengukur nilai perusahaan adalah dengan melihat

harga saham penutupan saham di akhir tahun (closing price) dan dengan melihat

rasio Tobin’s Q. Closing price merupakan harga saham perusahaan pada akhir

tahun. Nilai closing price yang tinggi mengindikasi bahwa nilai perusahaan tersebut

juga tinggi. Rasio Tobins’s Q merupakan suatu rasio yang menawarkan penjelasan

nilai dari suatu perusahaan di pasar dimana nilai pasar suatu perusahaan

seharusnya sama dengan biaya ganti aktivanya. Jika nilai Tobin’s Q perusahaan

lebih dari satu, berarti nilai pasar perusahaan tersebut lebih besar dari aktiva

perusahaan tercatat. Pasar akan menilai baik perusahaan yang memiliki nilai Tobin’s

Q yang tinggi. Sebaliknya jika nilai Tobin’s Q kurang dari satu mengindikasi bahwa

biaya ganti aktiva lebih besar daripada nilai pasar perusahaan sehingga pasar akan

menilai kurang perusahaan tersebut.

Menurut sebuah kajian yang diselenggarakan oleh Bank Dunia, lemahnya

implementasi sistem tata kelola perusahaan atau yang biasa dikenal dengan istilah

Corporate Governance merupakan salah satu faktor penentu parahnya krisis yang

terjadi di Asia Tenggara (The World Bank, 1998, dalam Oktapiyani, 2009:13).

Kelemahan tersebut antara lain terlihat dari minimnya pelaporan kinerja keuangan,

kurangnya pengawasan atas aktivitas manajemen oleh Dewan Komisaris dan

Auditor, serta kurangnya intensif eksternal untuk mendorong terciptanya efisiensi di

perusahaan melalui persaingan yang fair. Lemahnya penerapan corporate

governance inilah yang menjadi pemicu utama terjadinya berbagai skandal keuangan

pada bisnis perusahaan. Banyak pihak yang mulai berpikir bahwa penerapan
corporate governance menjadi suatu kebutuhan di dunia bisnis sebagai barometer

akuntabilitas dari suatu perusahaan.

Dari sejumlah besar perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia, penulis memilih melakukan penelitian pada perusahaan perbankan

dengan kriteria sampel tertentu. Pemilihan kelompok perusahaan yang tergabung

dalam perusahaan perbankan yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia adalah

dengan pertimbangan bahwa perusahaan perbankan merupakan tiang pokok

perekonomian di Indonesia, dimana sektor ini telah mengalami kemunduran akibat

krisis moneter, yang telah mengubah struktur permodalan dan peta perbankan

Indonesia dari sekitar 240 bank menjadi 134 bank. Seiring perkembangan dunia

perbankan saat ini, informasi mengenai kinerja keuangan bank sangat diperlukan,

sebab merupakan indikasi untuk menetapkan kebijakan pajak, pembuatan berbagai

figulasi dan pemberian fasilitas.

Hasil penilaian Bank Indonesia tahun 2005 menunjukkan 69% perbankan

masih melanggar GCG, terutama pelanggaran oleh bank-bank kecil swasta. Menurut

Deputi Gubernur BI, pelanggaran yang terjadi terutama pada masalah komisaris

independen dalam dewan komisaris (53%). Pelanggaran dalam pembentukan

mencapai 30,7%, untuk kasus tidak terpenuhinya jumlah komisaris independen

adalah sekitar 18%, pelanggaran terhadap keharusan independensi presiden

direktur dari pemegang saham mencapai 10%, serta kasus rangkap jabatan

mencapai 7% (http://www.bi.go.id, 2016).

Sebagian perusahaan telah menerapkan Good Corporate Governance dalam

rangka pemulihan ekonomi dan persaingan dunia usaha yang semakin ketat. Dengan

penerapan Good Corporate Governance diharapkan dapat meningkatkan nilai


perusahaan. Menurut Kieso dan Weygandt (2002:232) “Nilai perusahaan merupakan

persepsi investor terhadap perusahaan, yang sering dikaitkan dengan nilai saham.

Harga saham yang tinggi membuat nilai perusahaan juga tinggi, dan meningkatkan

kepercayaan pasar tidak hanya pada kinerja perusahaan saat ini namun juga pada

prospek perusahaan dimasa yang akan dating”.

Menurut Kieso dan Weygandt juga menambahkan (2002:234) “dalam

hubungannya dengan kinerja, laporan keuangan sering dijadikan dasar untuk

penilaian kinerja perusahaan. Salah satu jenis laporan keuangan yang mengukur

keberhasilan operasi perusahaan untuk suatu periode tertentu adalah laporan laba

rugi”. Akan tetapi angka laba yang dihasilkan dalam laporan laba rugi seringkali

dipengaruhi oleh metode akuntansi yang digunakan. Nilai perusahaan perbankan

dapat dinilai berdasarkan return on asset (ROA), GCG, dan ukuran perusahaan,

sementara nilai perusahaan akan terbentuk apabila masyarakat dan konsumen

melihat kredibilitas yang dibangun oleh perusahaan tersebut. Kredibilitas dapat

dipengaruhi oleh penerapan Good Corporate Governance pada perusahaan

sehingga akan memperbaiki keadaan internal perusahaan dan kemudian akan

berpengaruh terhadap nilai perusahaan yang terbentuk di mata masyarakat. Selain di

mata masyarakat, kredibilitas juga akan mempengaruhi keputusan investor dan calon

investor dalam berinvestasi di sebuah perusahaan. Karena selama ini investor dan

calon investor merasa kesulitan memprediksi nilai perusahaan untuk keputusan

berinvestasi, maka penerapan Good Corporate Governance dapat menjadi suatu

jalan untuk meningkatkan nilai pasar perusahaan sehingga mudah diprediksi oleh

para investor.
Indikator rasio yang dipakai untuk mengukur nilai perusahaan dalam

penelitian ini adalah Tobin’s Q. Rasio ini dikembangkan oleh James Tobin (1976).

Rasio ini merupakan konsep yang berharga karena menunjukkan estimasi keuangan

pasar saat ini tentang nilai hasil pengembalian dari setiap dolar investasi inkremental.

Rasio ini juga dipakai untuk mendapatkan perkiraan yang akurat untuk nilai pasar

dari aset perusahaan dengan menambahkan nilai-nilai efek yang telah dikeluarkan

perusahaan. Rasio ini dinilai bisa memberikan informasi paling baik, karena rasio ini

bisa memasukkan semua unsur utang dan modal saham perusahaan, tidak hanya

saham biasa saja dan tidak hanya ekuitas perusahaan yang dimasukkan namun

seluruh aset perusahaan. Dengan memasukkan seluruh asset perusahaan berarti

perusahaan tidak hanya terfokus pada satu tipe investor saja yaitu investor dalam

bentuk saham namun juga untuk kreditur karena sumber pembiayaan operasional

perusahaan bukan hanya dari ekuitasnya saja tetapi juga dari pinjaman yang

diberikan oleh kreditur.

Darmawati (2004:44) mengatakan bahwa “rasio ini memberikan informasi

yang baik, karena memasukkan unsur hutang, modal saham perusahaan, dan

seluruh aset perusahaan karena rasio ini menjelaskan bahwa nilai perusahaan yang

baik dapat dilihat dari sisi pemegang saham ataupun kreditor”.

Permanasari (2010:67) menambahkan “semakin besar nilai Tobin’s Q

menunjukkan bahwa perusahaan memiliki prospek pertumbuhan yang baik. Hal ini

dapat terjadi karena semakin besar nilai pasar asset perusahaan dibandingkan

dengan nilai buku asset perusahaan maka semakin besar kerelaan investor untuk

mengeluarkan pengorbanan yang lebih untuk memiliki perusahaan tersebut”


Perusahaan didirikan dengan tujuan untuk meningkatkan nilai perusahaan.

Menurut Fama (1978) dalam Wahyudi dan Pawestri (2006:97), nilai perusahaan akan

tercermin dari harga sahamnya. Semakin tinggi harga saham maka semakin tinggi

nilai perusahaan. Harga saham didasarkan pada penilaian dari eksternal perusahaan

terhadap asset perusahaan serta pertumbuhan pasar saham. Harga pasar dari

saham perusahaan yang terbentuk antara pembeli dan penjual di saat terjadi

transaksi disebut nilai pasar perusahaan, karena harga pasar saham dianggap

sebagai cerminan dari nilai aset perusahaan sesungguhnya.

Lukas (2003: 417) menjelaskan “para investor maupun calon investor selain

mempertimbangkan nilai perusahaan, mereka juga akan melihat aset yang dimiliki

perusahaan agar dapat memberikan jaminan terhadap investasi yang diberikan pada

perusahaan tersebut”. ROA memberikan ide tentang bagaimana menajemen yang

lebih efisien adalah dengan menggunakan aset untuk menghasilkan pendapatan.

ROA merupakan perbandingan antara laba bersih dengan aktiva total perusahaan.

Modigliani dan Miller (Ulupui, 2007:121) menyatakan bahwa nilai perusahaan

ditentukan oleh kemampuan menghasilkan laba (earnings power) dari aset

perusahaan. Hasil positif menunjukkan bahwa semakin tinggi earnings power

semakin efisien perputaran aset dan atau semakin tinggi profit margin yang diperoleh

perusahaan. Hal ini berdampak pada peningkatan nilai perusahaan.

Jin dan Machfoedz, (1998:180) menjelaskan “selain Good Corporate

Governance dan Return On Assets, nilai perusahaan juga dipengaruhi oleh ukuran

perusahaan. Ukuran perusahaan dapat diketahui dari total aktiva perusahaan,

sehingga semakin besar total aktiva perusahaan maka akan semakin besar ukuran

perusahaan tersebut”. Ukuran perusahaan juga dapat dinyatakan dengan total aktiva,
penjualan dan kapitalisasi pasar. Selain dapat dilihat dari total aktiva, dalam ukuran

perusahaan juga dilihat dari besarnya penjualan perusahaan. Apabila penjualan

meningkat kemungkinan akan mempengaruhi besarnya nilai perusahaan. Oleh

karena itu, tiga hal tersebut saling berkaitan dalam pengaruhnya terhadap nilai

perusahaan agar investor maupun calon investor dapat memprediksi nilai

perusahaan yang terbentuk sehingga dapat memberikan keputusan dalam

berinvestasi.

Penelitian terdahulu mengenai penerapan Good Corporate Governance di

Indonesia sudah banyak dilakukan seperti penelitian Sulistianto dan Linggar (2002)

dan Sukmawati (2004). Dari penelitian tersebut menunjukan bahwa terdapat reaksi

pasar yang positif terhadap pengumuman komite audit sebagai wujud penerapan

Good Corporate Governance sehingga berpengaruh positif juga terhadap nilai

perusahaan. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Zulfikar (2006),

menghasilkan temuan yang berbeda. Penelitian tersebut menunjukkan pengaruh

negatif antara Good Corporate Governance terhadap nilai pasar perusahaan. Dapat

diketahui bahwa dari hasil penelitian-penelitian mengenai pengaruh penerapan GCG,

ROA dan ukuran perusahaan terhadap nilai pasar perusahaan sebelumnya masih

belum konsisten. Maka dengan penelitian ini penulis tertarik melakukan penelitian

yang lebih difokuskan pada perusahaan perbankan dengan menggunakan variable

bebas GCG, ROA, dan Ukuran Perusahaan terhadap variable terikat yaitu Nilai

Perusahaan pada Perusahaan Perbankan periode 2014-2016.

Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan perbankan yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia periode 2014-2016. Dengan jumlah populasi penelitian 25

perusahaan. Pemilihan sampel akan di uji dalam penelitian ini menggunakan metode
purposive sampling. Dalam penelitian ini, langkah-langkah untuk menyelesaikan

masalah dengan cara: (a) melakukan tabulasi data berdasarkan laporan keuangan,

(b) melakukan uji asumsi klasik yang terdiri dari uji normalitas, uji heterokedasitas,

uji autokorelasi dan uji multikolinearitas, (c) melakukan analisis data untuk

mengetahui hasil bukti empiris pengaruh variabel independen terhadap variabel

dependen dengan menggunakan regresi linier berganda melalui uji t (uji parsial), uji

F (uji simultan) dan koefisien deretminansi (R2). Hipotesis diuji menggunakan

software SPSS versi 17.00. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

tambahan referensi yang membantu di dalam perkembangan ilmu akuntansi dan

menambah pengetahuan serta wawasan terutama yang berkaitan dengan pengaruh

Good Corporate Governance, ROA dan ukuran perusahaan terhadap nilai

perusahaan.

Berdasarkan uraian latar belakang penelitian diatas, maka penulis tertarik

untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Good Corporate Governance,

Return On Asset, dan Ukuran Perusahaan terhadap Nilai Perusahaan pada

Perusahaan Perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2015-2017”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, di atas perumusan masalah yang

akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Apakah terdapat pengaruh Good Corporate Governance terhadap nilai

perusahaan?

b. Apakah terdapat pengaruh Return On Assets terhadap nilai perusahaan?

c. Apakah terdapat pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap nilai perusahaan?


d. Apakah terdapat pengaruh Good Corporate Governance, Return On Assets dan

Ukuran Perusahaan terhadap nilai perusahaan?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan dari perumusan masalah tersebut di atas maka tujuan dari

penelitian ini untuk :

a. Membuktikan secara empiris pengaruh Good Corporate Governance terhadap

nilai perusahaan.

b. Membuktikan secara empiris pengaruh Return On Assets berpengaruh terhadap

nilai

perusahaan.

c. Membuktikan secara empiris pengaruh ukuran perusahaan berpengaruh

terhadap nilai perusahaan.

d. Membuktikan secara empiris pengaruh Good Corporate Governance, Return On

Assets dan ukuran perusahaan terhadap nilai perusahaan.

1.4 Kegunaan Penelitian

a. Aspek Akademis

1. Bagi Penulis, diharapkan dapat menunjang pengembangan ilmu akuntansi

manajemen pada umumnya, khususnya mengenai Good Corporate

Governance terhadap nilai saham.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya, diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai

reverensi untuk penelitian yang sejenis

b. Aspek Pengembangan Ilmu Pengetahuan

Hasil penelitian ini sebagai bahan referensi mengenai strategi pengambilan harga
nilai saham terhadap saham perbankan yang diukur dengan Good Corporate

Governance

c. Kegunaan Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar dalam pembuatan

keputusan investasi bagi investor maupun calon investor potensial dengan

melakukan estimasi nilai pasar perusahaan berdasarkan informasi tentang Good

Corporate Governance, Return On Assets dan ukuran perusahaan sangat

penting untuk mengetahui nilai perusahaan. Hal ini juga dapat merefleksikan

tingkat kepercayaan investor terhadap pengaruh Good Corporate Govenance.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Nilai Perusahaan

Wahidawati (Permanasari, 2010:12) “Tujuan utama perusahaan adalah

untuk meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatan kemakmuran pemilik

atau para pemegang saham”. Nilai perusahaan pada dasarnya diukur dari

beberapa aspek salah satunya adalah harga pasar saham perusahaan, karena

harga pasar saham perusahaan mencerminkan penilaian investor atas keseluruhan

ekuitas yang dimiliki

Rika dan Ishlahuddin (Permanasari, 2010:20) mendefinisikan nilai

perusahaan adalah “Nilai perusahaan sebagai nilai pasar. Alasannya karena nilai

perusahaan dapat memberikan kemakmuran atau keuntungan bagi pemegang

saham. Secara maksimum jika harga saham perusahaan meningkat. Semakin

tinggi harga saham, maka makin tinggi keuntungan pemegang saham sehingga

keadaan ini akan diminati oleh investor karena dengan permintaan saham yang

meningkatkan menyebabkan nilai perusahaan juga akan meningkat”.

Menurut Keown, (2007) “nilai perusahaan merupakan nilai pasar atas surat

berharga hutang dan ekuitas perusahaan yang beredar”. Harga yang bersedia

dibayar oleh calon pembeli diartikan sebagai harga pasar atas perusahaan itu

sendiri. Nilai perusahaan dapat dicapai dengan maksimum jika para pemegang

saham menyerahkan urusan pengelolaan perusahaan kepada orang-orang yang

berkompeten dalam bidangnya, seperti manajer maupun komisaris.

16
Perusahaan didirikan dengan tujuan untuk meningkatkan nilai perusahaan.

Menurut Fama (1978) dalam Wahyudi dan Pawestri (2006) “nilai perusahaan akan

tercermin dari harga sahamnya. Semakin tinggi harga saham maka semakin tinggi

nilai perusahaan. Harga saham didasarkan pada penilaian dari eksternal

perusahaan terhadap asset perusahaan serta pertumbuhan pasar saham. Harga

pasar dari saham perusahaan yang terbentuk antara pembeli dan penjual di saat

terjadi transaksi disebut nilai pasar perusahaan, karena harga pasar saham

dianggap sebagai cerminan dari nilai aset perusahaan sesungguhnya.”

Menurut Modigliani dan Miller (Ulupui, 2007:121), “nilai perusahaan

ditentukan oleh earnings power dari asset perusahaan. Hasil positif menunjukkan

bahwa semakin tinggi earnings power maka semakin efisien perputaran asset dan

atau semakin tinggi profit margin yang diperoleh perusahaan. Hal ini berdampak

pada peningkatan nilai perusahaan.”

Nilai perusahaan sangat penting dikarenakan dengan nilai perusahaan yang

tinggi akan diikuti oleh tingginya kemakmuran pemegang saham. Semakin tinggi

harga saham semakin tinggi nilai perusahaan. Nilai perusahaan yang tinggi menjadi

keinginan para pemilik perusahaan, sebab dengan nilai yang tinggi menunjukan

kemakmuran pemegang saham juga tinggi. Kekayaan pemegang saham dan

perusahaan dipresentasikan oleh harga pasar dari saham yang merupakan

cerminan dari keputusan investasi, pendanaan (financing), dan manajemen asset.

Fama menjelaskan (Wahyudi, 2010 : 47) “nilai perusahaan akan tercermin

dari harga sahamnya. Harga pasar dari saham perusahaan yang terbentuk antara

pembeli dan penjual disaat terjadi transaksi disebut nilai pasar perusahaan, karena

harga pasar saham dianggap cerminan dari nilai asset perusahaan sesungguhnya”.
Nilai perusahaan yang dibentuk melalui indikator nilai pasar saham sangat

dipengaruhi oleh peluang-peluang investasi.

Penilaian perusahaan menurut Michell (2006:16), bahwa penilaian

tersebut mengandung unsur proyeksi, asuransi, perkiraan dan judgement. Ada

beberapa konsep dasar penilaian, yaitu :

1. Nilai ditentukan oleh suatu waktu atau periode tertentu.

2. Nilai harus ditentukan pada harga yang wajar.

3. Penilaian tidak dipengaruhi oleh sekelompok pembeli tertentu.

Menurut Hackel dan Livnat (Michell, 2006:21), menjelaskan : alat ukur nilai

perusahaan yang paling ideal yaitu bebas dari pengaruh penerapan kebijakan

masing-masing entitas adalah cash flow. Analisa cash flow merupakan alat

pengukuran yang sangat penting bagi investor maupun auditor. Alasannya karena

dapat terjadi pengakuan jumlah keuntungan suatu entitas dalam periode yang

sama dengan hasil berbeda, hal tersebut dikarenakan adanya perbedaan dalam

metode yang digunakan, estimasi akuntansinya serta factor lainnya.

Nurainun dan Sinta (Zenni, 2009: 53) “mengatakan bahwa nilai perusahaan

adalah nilai yang mencerminkan berapa harga yang mampu dibayar oleh investor

untuk suatu perusahaan yang biasanya diukur dengan price to book value ratio.

Harga yang mampu dibayar oleh investor tercermin dari harga pasar saham’.

Weston dan Copeland (2007:62) menyatakan bahwa ukuran yang paling tepat

digunakan dalam mengukur nilai perusahaan adalah rasio penilaian (valuation),

karena rasio tersebut mencerminkan rasio (risiko) dengan rasio hasil.

Weston dan Copeland (2007:62) juga menjelaskan nilai perusahaan dalam

beberapa literatur yang dihitung berdasarkan harga saham disebut dengan


beberapa istilah di antaranya:

1. Price to Book Value (PBV) yaitu perbandingan antara harga saham dengan nilai

buku saham.

2. Market to Book Ratio (MBR) yaitu perbandingan antara harga pasar saham

dengan nilai buku saham.

3. Market to Book Assets Ratio yaitu ekpektasi pasar tentang nilai dari peluang

investasi dan pertumbuhan perusahaan yaitu perbandingan antara nilai pasar

aset dengan nilai buku aset.

4. Market Value of Equity yaitu nilai pasar ekuitas perusahaan menurut penilaian

para pelaku pasar. Nilai pasar ekuitas adalah jumlah ekuitas (saham beredar)

dikali dengan harga per lembar ekuitas.

5. Enterprise value (EV) yaitu nilai kapitalisasi market yang dihitung sebagai nilai

kapitalisasi pasar ditambah total kewajiban ditambah minority interest dan

saham preferen dikurangi total kas dan ekuivalen kas.

6. Price Earnings Ratio (PER) yaitu harga yang bersedia dibayar oleh pembeli

apabila perusahaan itu dijual. PER dapat dirumuskan sebagai PER = Price per

Share / Earnings per Share.

7. Tobin’s Q yaitu nilai pasar dari suatu perusahaan dengan membandingkan nilai

pasar suatu perusahaan yang terdaftar di pasar keuangan dengan nilai

penggantian aset (asset replacement value) perusahaan.

2.1.2 Rasio Tobin’s Q

Rasio - rasio keuangan digunakan investor untuk mengetahui nilai

pasar perusahaan. Rasio tersebut dapat memberikan indikasi bagi manajemen

mengenai penilaian investor terhadap kinerja perusahaan dimasa lampau dan


prospeknya dimasa depan. Ada beberapa rasio untuk mengukur nilai pasar

perusahaan, salah satunya Tobin’s Q.

Menurut Claessens dan Fan (Sukamulja, 2004:45) menjelaskan “Rasio ini

dinilai bisa memberikan informasi paling baik, karena rasio ini bisa menjelaskan

berbagai fenomena dalam kegiatan perusahaan, seperti misalnya terjadinya

perbedaan cross-sectional dalam pengambilan keputusan investasi dan

diversifikasi; hubungan antara kepemilikan saham manajemen dan nilai

perusahaan, hubungan antara kinerja manajemen dengan keuntungan dalam

akuisisi, dan kebijakan pendanaan, dividen, dan kompensasi”.

Penelitian ini mencoba meneliti nilai perusahaan dengan pendekatan nilai

perusahaan dengan menggunakan rasio Tobin’s Q. Alasan memilih rasio Tobin’q

dalam penelitian ini untuk mengukur nilai perusahaan adalah karena penghitungan

rasio Tobin’s Q lebih rasional mengingat unsur-unsur kewajiban juga dimasukkan

sebagai dasar penghitungan. Salah satu versi Tobin’s Q yang dimodifikasi dan

disederhanakan oleh Smithers dan Wright (2007), adalah sebagai berikut

Q = ( EMV + D ) / ( EBV + D )

Keterangan:

EMV= Nilai Pasar Ekuitas

D ( Debt ) = Nilai buku dari total hutang

EBV = Nilai buku dari total aktiva

Jika nilai pasar semata-mata merefleksikan asset yang tercatat suatu

perusahaan maka Tobin’s Q akan sama dengan 1. Jika Tobin’s Q lebih besar dari

1, maka nilai pasar lebih besar dari nilai asset perusahaan yang tercatat. Hal ini

menandakan bahwa saham overvalued. Apabila Tobin’s Q kurang dari 1, nilai


pasarnya lebih kecil dari nilai tercatat asset perusahaan. Ini menandakan bahwa

saham undervalued yang juga dapat diartikan sebagai potensi pertumbuhan

investasi investasi.

Tobin’s Q memasukkan semua unsur utang dan modal saham

perusahaan, tidak hanya saham biasa saja dan tidak hanya ekuitas perusahaan

yang dimasukkan namun seluruh aset perusahaan. Dengan memasukkan seluruh

aset perusahaan berarti perusahaan tidak hanya terfokus pada satu tipe investor

saja yaitu investor dalam bentuk saham namun juga untuk kreditur karena sumber

pembiayaan operasional perusahaan bukan hanya dari ekuitasnya saja tetapi juga

dari pinjaman yang diberikan oleh kreditur (Sukamulja, 2004 dalam Permanasari,

2010).

Jadi semakin besar nilai Tobin’s Q menunjukkan bahwa perusahaan

memiliki prospek pertumbuhan yang baik. Hal ini dapat terjadi karena semakin

besar nilai pasar aset perusahaan dibandingkan dengan nilai buku aset

perusahaan maka semakin besar kerelaan investor untuk mengeluarkan

pengorbanan yang lebih untuk memiliki perusahaan tersebut (Sukamulja, 2004

dalam Permanasari, 2010).

Tobin Q ditemukan oleh seorang pemenang hadiah nobel dari Amerika

Serikat yaitu James Tobin. Tobin Q dapat dirumuskan sebagai perbandingan nilai

pasar aset dengan perkiraan jumlah uang yang harus dikeluarkan untuk mengganti

seluruh aset tersebut pada saat ini. Tobin’s Q “merupakan harga pengganti

(replacement cost) dari biaya yang dibutuhkan untuk mendapatkan asset yang

sama persis dengan asset yang dimiliki perusahaan”. Rasio ini merupakan konsep

yang berharga karena menunjukkan estimasi pasar keuangan saat ini tentang nilai
hasil pengembalian dari setiap rupiah investasi inkremental. Jika rasio-q di atas

satu, ini menunjukkan bahwa investasi dalam aktiva menghasilkan laba yang

memberikan nilai yang lebih tinggi daripada pengeluaran investasi, hal ini akan

merangsang investasi baru. Sebaliknya, jika rasio-q di bawah satu, maka investasi

dalam aktiva tidaklah menarik.

Penelitian yang dilakukan oleh Copeland (2002), Lindenberg dan Ross

(1981) yang dikutip oleh Herawaty (2008), menunjukkan bagaimana rasio-q dapat

diterapkan pada masing-masing perusahaan. Mereka menemukan bahwa

beberapa perusahaan dapat mempertahankan rasio-q yang lebih besar dari satu.

Teori ekonomi menyatakan bahwa rasio-q yang lebih besar dari satu akan menarik

arus sumber daya dan kompetisi barusampai rasio-q mendekati satu.

2.1.3 Good Corporate Governance

Menurut Emirzon (2007: 135) menyatakan bahwa “tata kelola perusahaan

dapat dilakukan dengan baik atau memenuhi prinsip GCG dengan unsur-unsur dan

penerapan GCG yang dapat diukur dengan jumlah dewan, dewan komisaris dan

ukuran komite audit yang ada pada perusahaan”. Ukuran dewan direksi merupakan

salah satu mekanisme GCG yang sangat penting dalam menentukan kinerja

perusahaan, jumlah dewan direksi secara logis akan berpengaruh terhadap

kecepatan pengambilan keputusan perusahaan. Ukuran dewan direksi yang besar

lebih optimal dalam melakukan koordinasi, komunikasi dan pengambilan keputusan

yang lebih baik dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki dewan yang lebih

kecil, sehingga akan mempengaruhi dalam meningkatkan nilai perusahaan.

Demikian pula dengan dewan komisaris semakin banyaknya anggota dewan

komisaris, maka pengawasan terhadap dewan direksi akan jauh lebih banyak,
sehingga dapat memaksimalkan kinerja dewan direksi dalam menghasilkan profit

yang tinggi bagi perusahaan. Demikian juga pada komite audit memiliki hubungan

yang positif terhadap nilai perusahaan. Jadi setiap adanya peningkatan jumlah

anggota komite audit maka akan diikut dengan peningkatan pada nilai perusahaan.

Menurut Wicaksono (2014) “Dewan direksi adalah pihak dalam suatu entitas

perusahaan sebagai pelaksana operasi dan kepengurusan perusahaan. Dewan

komisaris sebagai pengawas dalam suatu perusahaan sedangkan komisaris

independen sebagai kekuatan penyeimbang dalam pengambilan keputusan dari

dewan komisaris. Peranan dewan komisaris dan komisaris independen sangat

penting dan diperlukan komitmen penuh dari dua hal tersebut dalam menetukan

keberhasilan implementasi GCG tersebut. Sedangkan komite audit bertugas untuk

mengawasi jalannya perusahaan.”

Sebagian perusahaan telah menerapkan Good Corporate

Governance dalam rangka pemulihan ekonomi dan persaingan dunia usaha yang

semakin ketat. Dengan penerapan Good Corporate Governance diharapkan dapat

menarik nasabah maupun investor. Namun, penerapan Good Corporate

Governance tersebut belum dilakukan secara optimum terhadap semua lapisan

dalam perusahaan.

Boediono (2005) dalam seminar Forum for Corporate Governance in

Indonesia mendefinisikan Good Corporate Governance adalah : “sebagai

seperangkat peraturan yang menetapkan hubungan antara pemegang saham,

pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan

internal dan eksternal lainnya sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka,

atau dengan kata lain sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan”.
Sementara Djalil (2000) mendefinisikan Good Corporate Governance

“sebagai seluruh sistem dari hak-hak (rights), proses, dan pengendalian yang

dibentuk di dalam dan di luar manajemen secara menyeluruh dengan tujuan untuk

melindungi kepentingan stakeholder.” Khomsiyah (2005) juga menjelaskan “Good

Corporate governance merupakan suatu sistem yang bertujuan untuk melindungi

para investor dari asimetri informasi dan dampak negatifnya”.

Berdasarkan sudut pandang teori stakeholders, Solomon dan Solomon

(2004) “mendefinisikan Good Corporate Governance sebagai suatu sistem checks

find balance baik internal maupun eksternal yang menjamin bahwa perusahaan

melaksanakan akuntabilitas kepada seluruh stakeholders-nya dan bertanggung

jawab secara sosial dalam aktivitas bisnisnya”. Definisi tersebut diperkuat dan

diperjelas oleh Oman (2001) yang menyatakan : “bahwa Good Corporate

Governance berkaitan dengan institusi publik atau privat termasuk hukum, regulasi,

dan praktik-praktik bisnis yang bersama-sama mengatur hubungan antara manajer

perusahaan di satu pihak dengan pihak lainnya yang melakukan investasi sumber

(pemilik dana, kreditur, karyawan, dan pemilik sumber kekayaan lainnya yang

berwujud maupun tidak).

Menurut Suprayitno, dkk. (2009), menjelaskan “penerapan GCG bermanfaat

untuk mengurangi agency cost, yaitu biaya yang harus ditanggung pemegang

saham akibat pendelegasian wewenangnya kepada manajemen; menurunkan cost

of capital sebagai dampak dikelolanya perusahaan secara sehat dan bertanggung

jawab; meningkatkan nilai saham perusahaan; serta menciptakan dukungan

stakeholders terhadap perusahaan (license to operate).


2.1.4 Return On Asset

Return On Assets (ROA) merupakan salah satu rasio profitabilitas. Dalam

analisis laporan keuangan, rasio ini paling sering disoroti, karena mampu

menunjukkan keberhasilan perusahaan menghasilkan keuntungan. ROA mampu

mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan pada masa lampau

untuk kemudian diproyeksikan di masa yang akan datang. Assets atau aktiva yang

dimaksud adalah keseluruhan harta perusahaan, yang diperoleh dari modal sendiri

maupun dari modal asing yang telah diubah perusahaan menjadi aktiva-aktiva

perusahaan yang digunakan untuk kelangsungan hidup perusahaan.

Menurut Brigham dan Houston (2001:90), “Rasio laba bersih terhadap total

aktiva mengukur pengembalian atas total aktiva (ROA) setelah bunga dan pajak”.

Horne dan Wachowicz (2005:235), menambahkan “ROA mengukur efektivitas

keseluruhan dalam menghasilkan laba melalui aktiva yang tersedia; daya untuk

menghasilkan laba dari modal yang diinvestasikan”.

Sementara Riyanto (2001:336) menyebut istilah ROA dengan Net Earning

Power Ratio (Rate of Return on Investment / ROI) yaitu kemampuan dari modal

yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan

keuntungan neto. Keuntungan neto yang beliau maksud adalah keuntungan neto

sesudah pajak

2.1.5 Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar

kecilnya perusahaan menurut berbagai cara antara lain dengan total aktiva, log

size, nilai pasar saham, jumlah penjualan, rata-rata total penjulan dan rata-rata total

aktiva. Keputusan ketua Bapepam No. Kep 11/PM/1997 (Wulandari, 2006:17)


menyebutkan “perusahaan kecil dan menengah berdasarkan aktiva (kekayaan)

adalah badan hukum yang memiliki total aktiva tidak lebih dari seratus milyar

rupiah, sedangkan perusahaan besar adalah badan hukum yang total aktivanya di

atas seratus milyar”.

Berdasarkan Undang-undang No. 9 Tahun 1995, ukuran perusahaan

terbagi menjadi tiga, yaitu :

1. Perusahaan Kecil

Perusahaan kecil yang dimaksudkan di sini adalah suatu perusahaan yang

memiliki kekayaan bersih paling banyak 200 juta rupiah tidak termasuk

bangunan dan tanah, memiliki hasil penjualan minimal 1 milyar rupiah/tahun.

2. Perusahaan Menengah

Perusahaan menengah yang dimaksud adalah perusahaan yang memiliki

kekayaan bersih antara 1 milyar sampai 10 milyar rupiah termasuk bangunan

dan tanah, memiliki hasil penjualan lebih besar dari 1 milyar rupiah dan kurang

dari 50 milyar rupiah.

3. Perusahaan Besar

Perusahaan besar yang dimaksud adalah perusahaan yang memiliki kekayaan

bersih lebih dari 10 milyar termasuk bangunan dan tanah, memiliki hasil

penjualan lebih dari 50 milyar rupiah/tahun.

Daniati dan Suhairi (Widiastuti, 2008:22) menjelaskan “Perusahaan yang

memiliki total aktiva besar menunjukkan bahwa perusahaan tersebut mencapai

tahap kedewasaan dimana dalam tahap ini arus kas perusahaan sudah bertambah

dan dianggap memiliki prospek yang baik dalam jangka waktu yang relatif lama,
selain itu juga mencerminkan bahwa perusahaan besar relatif lebih stabil dan

lebih mampu menghasilkan laba dibanding perusahaan dengan aset yang kecil

Dalam penelitian ini akan digunakan total aktiva untuk mengukur ukuran

perusahaan karena nilai aktiva relatif lebih stabil dibandingkan penjualan

(Sudarmadji dan Sularto, 2007). Ukuran perusahaan menunjukkan besar kecilnya

perusahaan yang dapat dilihat dari besar kecilnya total aktiva yang dimiliki. Jadi

salah satu tolak ukur yang menunjukkan besar kecilnya perusahaan adalah total

aktiva dari perusahaan tersebut. Total aktiva adalah segala sumber daya yang

dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari transaksi masa lalu dan diharapkan

akan memberikan manfaat ekonomi bagi perusahaan di masa yang akan datang.

Ukuran perusahaan yang sebenarnya menunjukkan kemampuan

perusahaan untuk bertahan dan memanfaatkan peluang bisnis. Perusahaan yang

kokoh dan besar harus bisa memanfaatkan peluang bisnis yang ada dan menjaga

kestabilan pengelolaan dana dalam perusahaan. Semakin besar perusahaan maka

semakin besar dana yang diperlukan untuk membiayai kegiatan operasional

perusahaan.

Perusahaan yang memiliki total aktiva dengan jumlah besar atau disebut

dengan perusahaan besar akan lebih banyak mendapatkan perhatian dari investor,

kreditor maupun para pemakai informasi keuangan lainnya dibandingkan dengan

perusahaan kecil. Jika perusahaan memiliki total aktiva yang besar maka pihak

manajemen akan lebih leluasa dalam menggunakan aktiva yang ada di perusahaan

tersebut. Kemudahan dalam mengendalikan aktiva perusahaan inilah yang akan

meningkatkan nilai perusahaan. Dalam menghadapi goncangan ekonomi, biasanya

yang lebih kokoh berdiri adalah perusahaan yang berukuran besar, meskipun tidak
menutup kemungkinan dialaminya kebangkrutan, sehingga investor akan lebih

cenderung menyukai perusahaan berukuran besar daripada perusahaan kecil.

Perusahaan yang besar relatif mudah akses ke pasar modal. Kemudahan

ini mengindikasikan bahwa perusahaan besar relatif mudah memenuhi sumber

dana dari hutang melalui pasar modal. Semakin besar perusahaan maka semakin

banyak dana yang digunakan untuk menjalankan operasi perusahaan. Salah satu

sumber untuk memperoleh dana adalah melalui hutang di pasar modal.

2.2. Kerangka Konspetual

Adapun model kerangka konseptual untuk pembahasan pada penelitian ini

adalah sebagai berikut :

GCG
H1

ROA Nilai Perusahaan


H2

Size
H3 H4

Model matematis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Y = a + β1X1+ β2X2 + β3X3+ e

Dimana:

Y = Nilai Perusahaan

α = Konstanta

X1= GCG

X2 = ROA
X3 = Ukuran Perusahaan

β = Koefisien regresi variabel β

e = Error

2.3 Pengembangan Hipotesis

a. Pengaruh Good Corporate Governance terhadap Nilai Perusahaan

Good Corporate Governance merupakan seperangkat peraturan

yang menetapkan hubungan antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur,

pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal

lainnya sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata

lain sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan. Corporate

governance merupakan pedoman bagi manajer untuk mengelola perusahaan

secara best practice. Manajer akan membuat keputusan keuangan yang dapat

menguntungkan semua pihak (stakeholder). Manajer bekerja secara efektif dan

efisien sehingga dapat menurunkan biaya modal dan mampu meminimalkan

risiko. Usaha tersebut diharapkan menghasilkan profitabilitas yang tinggi. Investor

akan memperoleh pendapatan (return) sesuai dengan harapan.

Dampak penerapan good corporate governance selain bisa

menghilangkan KKN dan menciptakan serta mempercepat iklim berusaha yang

lebih sehat juga meningkatkan kepercayaan investor dan kreditor. Di sinilah

kaitan antara penerapan good corporate governance dengan kinerja perusahaan.

Penerapan corporate governance yang baik akan membuat investor memberikan

respon yang positif terhadap kinerja perusahaan dan meningkatkan nilai

perusahaan (Nuswandari, 2009).


H1 : Good Corporate Governance berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan

b. Pengaruh Return On Assets terhadap Nilai Perusahaan

Return On Assets merupakan salah satu rasio profitabilitas yang dapat

mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari aktiva yang

digunakan. Apabila perusahaan berhasil membukukan tingkat keuntungan yang

besar, maka hal ini akan memotivasi para investor untuk menanamkan modalnya

pada saham, sehingga harga saham dan permintaan akan saham pun

meningkat. Dimana, harga saham dan jumlah saham yang beredar akan

mempengaruhi nilai Tobin’s Q sebagai proksi dari nilai perusahaan. Jika harga

saham dan jumlah saham yang beredar naik, maka nilai Tobin’s Q juga akan naik

(Kusumadilaga, 2010). Tobin’s Q yang bernilai lebih dari 1, menggambarkan

bahwa perusahaan menghasilkan earning dengan tingkat return yang sesuai

dengan harga perolehan asset – assetnya (Tobin’s dan Brainard, 1977 dalam

Kusumadilaga, 2010). Hal ini akan berdampak pada nilai perusahaan.

H2 : Return On Asset berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan

c. Pengaruh Ukuran Perusahaan (Size) terhadap Nilai Perusahaan

Ukuran perusahaan dapat menentukan tingkat kemudahan perusahaan

memperoleh dana dari pasar modal. Untuk memperoleh dana umumnya

perusahaan kecil kekurangan akses ke pasar modal yang terorganisir. Ukuran

perusahaan juga dapat menentukan kekuatan tawar menawar dalam kontrak

keuangan. Perusahaan besar biasanya dapat memilih pendanaan dari berbagai

bentuk hutang, termasuk penawaran spesial yang lebih menguntungkan

dibandingkan yang ditawarkan oleh perusahaan kecil. Selain itu, adanya


kemungkinan memiliki pengaruh skala dalam biaya return yang membuat

perusahaan besar lebih banyak memperoleh laba.

Perusahaan yang memiliki total aktiva besar menunjukkan bahwa

perusahaan tersebut telah mencapai kedewasaan, dimana dalam tahap ini arus

kas perusahaan sudah positif dan dianggap memiliki prospek yang baik dalam

waktu yang relatif lama, selain itu juga ukuran perusahaan mencerminkan bahwa

perusahaan relatif stabil dan lebih mampu menghasilkan laba dibandingkan

perusahaan dengan total aset lebih kecil. Hal ini menunjukkan bahwa investor

mempertimbangkan ukuran perusahaan dalam membeli saham. Ukuran

perusahaan dijadikan patokan bahwa perusahaan tersebut mempunyai kinerja

yang bagus. Menurut Sujoko dan Soebiantoro (2007) ukuran perusahaan besar

menunjukkan daya saing perusahaan lebih tinggi dibanding pesaing utamanya.

Investor akan merespon positif sehingga nilai perusahaan akan meningkat.

H3 : Ukuran Perusahaan berpengaruh terhadap Nilai Perushaan

d. Pengaruh Good Corporate Governance, Return On Assets dan Ukuran

Perusahaan terhadap nilai perusahaan

Peneliti memasukkan variabel GCG sebagai suatu struktur yang

sistematis untuk memaksimalkan nilai perusahaan. GCG mensyaratkan adanya

tata kelola perusahaan yang baik. Proksi dari GCG yang digunakan adalah

dewan direksi, dewan komisaris, dan komite audit. Penyatuan kepentingan

pemegang saham, stakeholders, dan manajemen yang notabene merupakan

pihak-pihak yang mempunyai kepentingan terhadap tujuan perusahaan seringkali

menimbulkan masalah-masalah (agency problem).


Jensen dan Meckling (dalam Borolla, 2011) menjelaskan bahwa dewan

direksi, dewan komisaris, dan komite audit merupakan dua mekanisme corporate

governance yang dinilai dapat membantu mengatasi permasalahan keagenan.

Iskandar dkk (dalam Borolla, 2011) menyebutkan bahwa dengan adanya

coporate governance tersebut memungkinkan bagi stakeholders untuk

memaksimalkan nilai perusahaan.

Mengukur kinerja perusahaan investor biasanya melihat kinerja keuangan

yang tercermin dari berbagai macam rasio. Salah satunya Return on Asset

(ROA) adalah contoh indikator penting yang sering digunakan oleh investor untuk

menilai tingkat profitabilitas perusahaan sebelum melakukan investasi. Penelitian

lain mengenai faktor yang mempengaruhi nilai perusahaan dilakukan oleh

Cahyaningdyah dan Ressany (2012), di antara faktor tersebut adalah kebijakan

investasi, kebijakan pendanaan, dan kebijakan dividen.

Salah satu alasan utama perusahaan beroperasi adalah menghasilkan

laba yang bermanfaat bagi para pemegang saham. Ukuran dari keberhasilan

pencapaian alasan ini adalah semakin besar ROA mencerminkan kemampuan

perusahaan dalam menghasilkan keuntungan yang tinggi bagi pemegang saham.

Hal ini berdampak terhadap peningkatan nilai perusahaan.

Pengamatan menunjukan bahwa perusahaan dengan tingkat

pengembalian yang tinggi atas investasi perusahaan yang memperoleh laba

besar, maka dapat dikatakan berhasil atau memiliki kinerja baik, dan jika laba

yang diperoleh perusahaan relatif kecil atau menurun dari periode sebelumnya,

maka dapat dikatakan perusahaan kurang berhasil atau memiliki kinerja yang

kurang baik (Prasetyorini, 2013).


Ukuran perusahaan dianggap mampu mempengaruhi nilai perusahaan.

Ukuran perusahaan dapat tercermin dari berbagai hal, salah satunya adalah

terlihat dari total aset yang dimiliki oleh suatu perusahaan. Ukuran perusahaan

yang besar mencerminkan bahwa perusahaan dengan pertumbuhan yang besar

akan memperoleh kemudahan untuk memasuki pasar modal karena akan

meningkatkan ketertarikan investor untuk menanamkan modalnya. Respon yang

baik inilah yang akan menentukan prospek yang baik pula sehingga mampu

meningkatkan nilai perusahaan. Penelitian empiris yang dilakukan oleh beberapa

peneliti seperti Nuraina (2012), Maryam (2014), Prasetyorini (2013), serta Wahab

dan Mulya (2012), membuktikan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif

signifikan terhadap nilai perusahaan.

H4 : Good Corporate Governance, Return On Assets dan Ukuran Perusahaan

berpengaruh terhadap Nilai Perushaan

2.4 Penelitian Terdahulu

Dalam rangka penentuan fokus penelitian, peneliti telah membandingkan

dengan peneliti terdahulu guna mendukung materi yang akan dibahas. Terdapat

beberapa penelitian yang telah membahas pengaruh Good Corporate Governance

(GCG) terhadap nilai perusahaan. Diantaranya sebagai berikut:

1. Devi Nurbayani meneliti pengaruh penerapan Good Corporate Governance dan

Earning Management terhadap Nilai Perusahaan. Skripsi Fakultas Ekonomi dan

Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2010. Dengan indikator Earning

management, dewan komisaris, dewan direksi, komite audit, tobin’s Q.

Disimpulkan bahwa earning management, dewan komisaris dan dewan direksi

berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan yang diproksikan dengan


tobin’s q, sementara kepemilikan saham dan komite audit tidak berpengaruh

signifikan terhadap tingkat nilai perusahaan.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Dini Ratnasari dengan judul Pengaruh

Penerapan Peran Internal Auditor dan Dewan Pengawas Syariah dalam

Mewujudkan Good Corporate Governance (GCG) terhadap Kualitas Pelaporan

Keuangan Bank Syariah (Studi Empiris Pada Bank Umum Syariah di Jakarta).

Skripsi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Jakarta tahun 2011. Dengan indikator

Internal Auditor, Dewan Pengawas Syariah (DPS). Hasil penelitian menunjukkan

bahwa variabel internal auditor dan DPS berpengaruh signifikan positif terhadap

GCG dan variabel GCG berpengaruh signifikan positif terhadap kualitas

pelaporan keuangan bank syariah, sedangkan variabel internal auditor dan DPS

tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas pelaporan keuangan bank syariah.

3. Widagdo meneliti pengaruh Good Corporate Governance terhadap kinerja

perusahaan (Studi Empiris pada Perusahaan Non-Financial yang Terdaftar di

Bursa Efek Indonesia. Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro

Semarang tahun 2014. Dengan indikator Dewan Komisaris, Kepemilikan

Manajerial, Komite Audit dan kinerja keuangan diukur dengan Earning Per Share

(EPS). Dengan metode analisis yang digunakan adalah regresi linear berganda

disimpulkan bahwa variabel


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Penentuan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia karena belum diketahui pengaruh Good Corporate Governance,

Return On Asset, dan Ukuran Perusahaan terhadap Nilai Perusahaan pada

Perusahaan Perbankan yang terdaftar di BEI periode 2015-2017.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Dalam penelitian ini data penelitian yang digunakan adalah data sekunder,

yaitu data yang diperoleh dari literatur yang relevan dengan konteks permasalahan

penelitian baik itu melalui buku-buku maupun data dari situs IDX dan pada tiap-tiap

perusahaan yang diteliti. Sumber yang digunakan adalah laporan keuangan dari

tahun 2015 sampai dengan tahun 2017 dan data profit perusahaan perbankan yang

telah diterbitkan oleh Bursa Efek Indonesia melalui www.idx.co.id.

3.3 Metode Penelitian yang Digunakan

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yaitu

untuk mengetahui bagaimana hubungan variabel Good Corporate Governance,

Return On Asset, dan Ukuran Perusahaan terhadap Nilai Perusahaan pada lembaga

perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, berpengaruh signifikan, atau tidak,

baik secara parsial maupun simultan.

3.4 Populasi, Sampel dan Teknik Pemeriksaan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan perbankan yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia periode 2015-2017. Dengan jumlah sampel penelitian 25


perusahaan. Pemilihan sampel akan di uji dalam penelittian ini menngunakan metode

purposive sampling. Penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini

memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. Perusahaan perbankan yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia periode 2015-

2017

2. Data laporan keuangan tersedia berturut-turut untuk laporan tahun 2015 sampai

dengan tahun 2017

3. Laporan keuangan yang disajikan perbankan dalam bentuk Rupiah

Berdasarkan kriteria tersebut diperoleh perusahaan perbankan yang terpilih

sebagai sampel dalam penelitian ini sebanyak 25 perusahaan selama tahun 2015-

2017.

Pemilihan Sampel : Perusahaan Perbankan yang terdaftar Di Busa Efek Indonesia

Tahun 2015-2017 sesuai kriteria 25 Perusahaan

Periode Penelitian 3 Tahun x

Jumlah Sampel 75 Sampel

Tabel 3.1 Sampel Penelitian Perusahaan.

No Kode Perusahaan Nama Perusahaan

1 INPC Bank Arha Graha Internasional Tbk


2 BBKP Bank Bukopin Tbk
3 BBCA Bank Central Asia Tbk
4 BVIC Bank Victoria Internasional Tbk
5 BSIM Bank Sinar Mas Tbk
6 AGRO Bank Rakyat Indonesia Agroniaga Tbk
7 NISP Bank OCBC NISP Tbk
8 BNLI Bank Permata Tbk
9 BBRI Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
10 BBTN Bank Tabungan Nasional (Persero) Tbk
11 BTPN Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk
No Kode Perusahaan Nama Perusahaan

12 BNBA Bank Bumi Arta Tbk


13 BACA Bank Capital Indonesia Tbk
14 BBNI Bank Negara Indonesia Tbk
15 BBNP Bank Nusantara Parahyangan Tbk
16 BDMN Bank Danamon Indonesia Tbk
17 BNGA Bank CIMB Niaga Tbk
18 BNII Bank Maybank Indonesia Tbk
19 BSWD Bank of India Indonesia Tbk
20 MAYA Bank Mayapada Internasional Tbk
21 MEGA Bank Mega Tbk
22 PNBN Bank Pan Indonesia
23 SDRA Bank Woori Saudari Indonesia 1906 Tbk
24 BMRI Bank Mandiri (Persero) Tbk
25 MCOR Bank Windu Kentjana Internasional Tbk
Sumber: Idx 2017

3.5 Pengolahan dan Analisi Data

Teknik analisis data dilakukan dengan uji statistik menggunakan regresi linier

berganda dengan bantuan program Statistical Package for Social Science (SPSS)

versi 17.0. Berdasarkan hipotesis dalam penelitian ini maka metode analisis data

yang digunakan adalah analisis kuantitatif untuk memperhitungkan atau

memperkirakan secara kuantitatif dari beberapa faktor secara sendiri-sendiri maupun

bersama-sama terhadap variabel terikat. Hubungan fungsional antara satu varibel

terikat dengan variabel bebas dapat dilakukan dengan regresi linier berganda. Model

regresi linier berganda yang digunakan dalam analisis ini adalah seperti berikut:

Y = a + β1X1+ β2X2 + β3X3+ e

Y = Nilai Perusahaan

ɑ = Konstanta

X1= GCG

X2 = ROA
X3 = Ukuran Perusahaan

β = Koefisien regresi variabel β

e = Error

1. Pengujian asumsi klasik

Uji asumsi klasik digunakan untuk mengetahui apakah model regresi

benar-benar menunjukkan hubungan yang signifikan dan representatif maka

model tersebut harus memenuhi asumsi klasik regresi. Model regresi linier

berganda mengasumsikan empat hal penting yaitu: data harus normal, tidak

terjadi autokorelasi, tidak terjadi multikolinearitas dan tidak terjadi

heteroskedastisitas diantara koefisien regresi yang diuji. Uji asumsi klasik yang

dilakukan adalah uji normalitas, autokorelasi, heteroskedastisitas, dan

multikolinearitas.

a. Uji normalitas

Uji yang bertujuan untuk menguji apakah dalam proses model

regresi, variabel dependen dan variabel independen keduanya mempunyai

distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik merupakan model yang

memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Untuk menguji

normalitas dalam penelitian ini penulis menggunakan analisis grafik

(histogram dan normal probality plot). Normal probality plot merupakan

metode yang lebih andal dari histogram, karena normal probality plot

membandingkan distribusi kumulatif dari data yang sesungguhnya dengan

distribusi kumulatif dari distribusi normal. Menurut Ghazali (2005: 147)

“dsitribusi normal akan membentuk suatu garis lurus diagonal data dan

floating data akan dibandingkan dengan garis diagonal”. Jika distribusi data
normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan

mengikuti garis diagonal.

b. Uji Autokorelasi

Uji autokorelaso bertujuan utnuk menguji apakah dalam suatu model

regresi ada korelasi antara kesalahan penganggu (karena residual) pada

periode t dengan periode t-1. Autokorelasi muncul karena observasi yang

beruntun sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Model regresi yang baik

adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Untuk mendeteksi ada atau

tidaknya autokorelasi pada penelitian ini menggunakan uji Durbin Watson

(DW test) untuk pengambilan keputusannya menggunakan pertimbangan

menurut Ghazali (2015: 99) sebagai berikut:

1) Bila nilai DW terletak antara batas atas atau upper bound (du) dan (4-du)

maka koefiensi autokorelasi sama dengan nol. Ini berarti tidak ada

indikasi terjadinya autokorelasi.

2) Bila nilai DW lebih rendah daripada batas bawah lower bound (dl), maka

koefisien autokorelasi lebih besar daripada nol. Nilai berarti ada indikasi

autokorelasi positif.

3) Bila nilai DW lebih besar dari pada (4-dl) maka koefisien autokorelasi

lebih kecil daripada nol, berarti ada indikasi autokorelasi negatif.

4) Bila nilai DW terletak antara batas atas (du) dan batas bawah (dl) atau

nilai DW terletak antara (4-du) dan (4-dl), maka hasilnya tidak dapat

disimpulkan

c. Uji Heteroskedasitas
Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi

ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan

yang lain. Model regresi yang baik adalah yang homoskedasitas atau tidak

terjadi heteroskedasitas. Penelitian ini menggunakan metode grafik plot

untuk mendeteksi ada atau tidaknya homoskedasitas. Metode grafik plot

dilakukan dengan cara mendiagnosa diagram residual plot. Residual plot

(stundendixed) dibandingkan dengan hasil prediksi. Untuk itu, jika titik-titik

sebar membentuk pola tertentu dan teratur bergelombang, kemudian

menyempit, maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedasitas. Jika tidak

ada pola yang jelas, serat titik-titik menyebar di atas dan di bawah nol

pada sumbu Y, maka disimpulkan tidak terjadi heteroskedasitas (Ghazali,

2015: 125).

d. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya

penyimpangan asumsi klasik multikolinearitas yaitu adanya hubungan

linear antar variabel independen dalam model regresi. Model regresi yang

baik harusnya tidak terjadi kolerasi antara variabel bebas atau variabel

independen semestinya bersifat orthogonal. Variabel orthogonal

merupakan variabel independen yang nilai kolerasi antar sesama variabel

independen = 0. Menurut Ghazali (2005: 95) ada 3 cara yang dapat

digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas di dalam

regresi, yaitu:
1) Nilai R2 yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris sangat

tinggi, tetapi secara individual variabel-variabel independen banyak yang

tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen.

2) Menganalisis matriks korelasi variabel-variabel independen. Jika antar

variabel independen ada korelasi yang cukup tinggi (umumnya di atas

0.90) maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolinearitas.

3) Nilai tolerance dan lawannya variance inflation factor atau (VIF), nilai

tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF yang tinggi (karena VIF =

1/tolerance) ini menunjukkan adanya kolinearitas yang tinggi. Nilai cut off

yang umumnya dipakai adalah nilai tolerance (0.10) sama dengan nilai

VIF di atas 10.

2. Pengujian Hipotesis

Dalam penelitian ini pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan

alat uji t (uji parsial), uji F (uji simultan) dan Koefisien Determinasi (R 2).

a. Uji T

Yaitu pengujian hubungan regresi secara parsial dari variabel-variabel

independen terhadap variabel dependen. Untuk mengetahui tingkat

signifikansi pengaruh variable Good Corporate Governance, Return On

Asset, dan Ukuran Perusahaan terhadap nilai perusahaan secara parsial

dapat dilihat dari besarnya t test atau besarnya sig t. apabila besarnya sig t

lebih besar dari tingkat alpha yang digunakan, maka variabel independen

tersebut tidak berpengaruh terhadap variabel dependen atau hipotesis yang

diajukan ditolak oleh data. Tapi sebaliknya, apabila sig t lebih kecil dari tingkat

alpha (α=0.05) yang digunakan, maka hipotesis yang diajukan didukung oleh
data. Taraf signifikan ditentukan sebesar 5% (α=0.05). Syarat untuk

membuktikan hipotesa atau menolak Ho yaitu:

1) Jika nilai sig < α (5%) maka Ha diterima, artinya variabel independen

berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

2) Jika nilai sig > α (5%) maka Ha tidak diterima, artinya variable independen

tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

b. Uji F

Uji F digunakan untuk menguji pengaruh variabel independen

secara bersama-sama terhadap variabel dependen dari suatu persamaan

regresi (Ghozali, 2006). Hipotesis nol yang dikemukakan dalam pengujian ini

adalah bahwa semua variable independen yang dipergunakan dalam model

persamaan regresi serentak tidak berpengaruh terhadap variable dependen

jika nilai signifikansi lebih besar dari 0,05. Maka pedoman yang digunakan

adalah jika nilai signifikan lebih kecil maka kesimpulan yang diambil adalah

menolak hipotesis nol yang berarti koefisien signifikan secara statistic

(Ghozali, 2006). Pengambilan keputusan didasarkan pada nilai probabilitas

yang didapatkan dari hasil pengolahan data melalui program SPSS versi

19.00 Statistik Parametrik (Santoso 2004) sebagai berikut:

1) Jika Ho > 0,05 maka H0 diterima.

2) Jika Ho < 0,05 maka H0 ditolak.

Nilai probabilitas dari uji F dapat dilihat pada hasil pengolahan dari

program SPSS versi 19.00 pada tabel ANOVA kolom sig atau significance.

c. Koefisien Determinansi (R2)

Koefisien determinasi dimaksudkan untuk mengetahui tingkat


ketepatan paling baik dalam analisa regresi dimana hal yang ditunjukkan

oleh besarnya koefisien determinasi (R2) antara nol dan satu. Koefisien

determinasi nol (0) variabel independen sama sekali tidak berpengaruh

terhadap variabel dependen (Ghazali, 2011: 94). Apabila koefisien

determinasi semakin mendekati satu, maka dapat dikatakan bahwa variabel

independen berpengaruh terhadap variable dependen. Sedangkan

koefisien determinasi parsial digunakan untuk mengetahui seberapa besar

kontribusi variabel independen mempengaruhi variabel dependen.

3.6 Jadwal Waktu Penelitian

Tabel 3.1

Jadwal Waktu Penelitian

Bulan
Fase
Maret April Mei Juni
1 Persiapan xx
1. Pengumpulan Data xx
2. Pengolahan Data xx
3. Pengumpulan laporan xx

Sumber : Data diolah kembali


DAFTAR PUSTAKA

Arjamudin. 2012. Penerapan Konsep Good Governance di Indonesia.


http://arjaenim.blogspot.com/ Diunduh pada 5 Juni 2017.

Boediono, Gideon SB. 2005. Kualitas Laba: Studi Pengaruh Mekanisme Corporate
Governance dan Dampak Manajemen Laba dengan Menggunakan Analisis Jalur.
Makalah Simposium Nasional Akuntansi VIII. Solo, 15-16 September 2005.

Darmawati, Deni., Khomsiyah dan Rahayu. 2004. Hubungan Corporate Governance dan
Kinerja Perusahaan. Simposium Nasional Akuntansi VII. Denpasar-Bali, 2-3
Desember 2004.

Djalil, Sofyan. 2000. Good Corporate Governance. Disampaikan pada Seminar


Corporate Governance. Universitas Sumatera.

Ghazali, Imam, 2005. Aplikasi Multivariative dengan program SPSS. Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro.

Ghazali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS 19 (edisi
kelima) Semarang: Universitas Diponegoro.

Herawaty, Vinola. 2008. Peran Praktik Corporate Governance sebagai Moderating


Variabel dari Pengaruh Earnings Management terhadap Nilai Perusahaan.
Simposium Nasional Akuntansi XI.

Khomsiyah. 2005. Analisis Hubungan Struktur dan Indeks Corporate Governance


dengan Kualitas Pengungkapan. Disertasi doktor tidak publikasi, Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta.

Kusumadilagan, Rimba 2010,” Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai


Perusahaan dengan Profitabilitas Sebagai Variabel Moderating ( Studi Empiris
pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di bursa efek Indonesia”, Skripsi.
Universitas Diponegoro Fakultas Ekonomi.

Nuswandari, Cahyani. 2009. Pengaruh Corporate Governance Perception Index


Terhadap Kinerja Perusahaan Pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek
Jakarta. Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE). Vol. 16 No.2, September : 70 – 84.

Oman, C., P. 2001. Corporate Governance and National Development. Technical Paper
No. 180, OECD Development Centre.

Solomon, J., dan Solomon, A. 2004. Corporate Governance and Accountability. England:
John Wiley & Sons, LTd.
Sujoko, dan Subiantoro, Ugy. 2007. “Pengaruh Struktur Kepemilikan Saham, Leverage,
Faktor Intern dan Ekstern Terhadap Nilai Perusahaan “. Jurnal Manajemen dan
Kewirausahaan, vol 9, .No. 1, h, 41-48.

Ulupui, I. G. K. A. 2007. Analisis Pengaruh Rasio Likuiditas, Leverage, Aktivitas, dan


Profitabilitas terhadap Return Saham (Studi pada Perusahaan Makanan dan
Minuman dengan Kategori Industri Barang Konsumsi di Bursa Efek Jakarta.
Jurnal Akuntansi dan Bisnis. Vol. 2 No. 1, Januari : 88– 102.

Wahyudi, Untung., dan Pawestri, Hartini P. 2006. Implikasi Struktur Kepemilikan


Terhadap Nilai Perusahaan: Dengan Keputusan Keuangan sebagai Variabel
Intervening. Disampaikan dalam Makalah Simposium Nasional Akuntansi (SNA)
XI. Padang, 23-26 Agustus 2006.

Zulfikar. 2006. “Analisis Good Corporate Governance Di Sektor Manufaktur : Pengaruh


Penerapan Good Corporate Governance, Return On Assets Dan Ukuran
Perusahaan Terhadap Nilai Pasar Perusahaan”. BENEFIT. (Vol.10, No.2 tahun
2006). Hlm.130-141.

Anda mungkin juga menyukai