PENDAHULUAN
Good Corporate Governance bias menjadi tolok ukur dalam menentukan kesuksesan
atau kegagalan pada suatu perusahaan. Maka sulit dipungkiri bahwa selama tahun-
tahun terakhir ini, Good Corporate Governance sangat popular. Tak hanya popular,
Hal tersebut terwujud dalam dua keyakinan. Pertama, Good Corporate Governance
merupakan salah satu kunci sukses perusahaan untuk tumbuh dan menguntungkan
dalam jangka panjang, dan kedua memenangkan dalam bisnis global, terutama bagi
dengan industri lainnya, misalnya suatu bank harus memenuhi kriteria CAR minimum
dalam penentuan status suatu bank (apakah bank tersebut termasuk dalam bank
yang sehat atau tidak). Sesuai dengan Undang-undang nomor 2 tahun 2008, Bank
perbankan yang sehat dan kokoh. Sebagai konsekuensinya, dalam masa transisi
bank-bank yang lemah harus mencari sendiri cara penyelesaian yang terbaik untuk
1
memperkuat posisinya berdasarkan situasi dan kompetisi pasar tanpa campur
tangan dari Bank Indonesia. Sikap Bank Indonesia dan komitmen untuk mendorong
ke arah terciptanya sistem perbankan yang sehat dan kokoh berdasarkan standar
supaya perusahaan mereka dapat masuk dalam kriteria kinerja keuangan yang baik.
kriteria dari Bank Indonesia tersebut. Padahal industri perbankan merupakan industri
karena laporan keuangan yang bias yang disebabkan karena adanya tindakan
manajemen laba, maka mereka akan melakukan penarikan dana secara bersama-
sama yang dapat mengakibatkan rush. Oleh karena itu, perlu adanya suatu
yang dilakukan oleh perusahaan perbankan. Salah satu mekanisme tersebut adalah
jalan dalam mengurangi konflik keagenan serta nilai perusahaan akan dapat dinilai
bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholder). Nilai tambah yang dimaksud
manajerial, proporsi dewan komisaris independen dan komite audit. Dalam penelitian
ini, penulis menggunakan variable bebas yaitu Good Corporate Governance yang
diproksikan dengan dewan direksi, dewan komisaris, komite audit. Return On Asset
yang diproksikan dengan laba bersih dan total aktiva, sementara ukuran perusahaan
perusahaan yang baik dan terkontrol, maka akan menghasilkan profitabilitas yang
baik dan nantinya akan meningkatkan harga saham perusahaan dan nilai
maka, angota Dewan Direksi harus memiliki reputasi moral yang baik dan
kompetensi teknis yang mendukung. Selain itu mereka juga harus memiliki
kesadaran yang penuh terhadap segala risiko, memiliki kemampuan untuk mengelola
rutin dengan seluruh komponen perusahaan, serta memiliki fungsi kontrol yang
efektif.
tujuan strategik dan prinsip-prinsip yang akan dijadikan sebagai acuan operasional
bank. Selain itu ia juga berperan dalam menetapkan kode etik bagi senior
manajemen dan standar operasional yang akan menjadi budaya kerja perusahaan.
Kerugian dari jumlah dewan yang besar berkaitan dengan dua hal, yaitu:
Bukti yang menyatakan efektifitas ukuran dewan masih berbaur. Dari hasil
yang masih belum pasti dapat dikatakan bahwa pengaruh ukuran direksi terhadap
bank agar Dewan Direksi tetap mengikuti kebijakan perseroan dan ketentuan yang
tentang pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum, rapat Dewan
komisaris wajib diselenggarakan paling kurang satu kali dalam satu bulan dan
kurang terdiri dari seorang Komisaris Independen, seorang pihak independen yang
internal. Dengan adanya komite audit maka laporan keuangan telah diawasi
sehingga kinerja keuangan pun terkontrol sehingga berdampak baik juga untuk nilai
perusahaan
yang berbeda terhadap nilai perusahaan suatu perusahaan. Dalam hal ukuran
perusahaan yang dilihat dari total aset yang dimiliki perusahaan. Total aset kemudian
dapat digunakan untuk kegiatan operasi perusahaan. Jika perusahaan memiliki total
aset yang besar, maka pihak manajemen akan lebih leluasa dalam menggunakan
aset yang ada pada perusahaan tersebut. Kebebasan yang dimiliki manajemen akan
sebanding dengan kekhawatiran yang dilakukan oleh pemilik atas aset perusahaan.
Jumlah aset yang besar akan menurunkan nilai perusahaan jika dilihat dari sudut
pandang pemilik. Akan tetapi jika dilihat dari sudut pandang manajemen, kemudahan
perusahaan.
analisis laporan keuangan, rasio ini paling sering disoroti, karena mampu
untuk kemudian diproyeksikan di masa yang akan datang. Assets atau aktiva yang
dimaksud adalah keseluruhan harta perusahaan, yang diperoleh dari modal sendiri
maupun dari modal asing yang telah diubah perusahaan menjadi aktiva-aktiva
bersih setelah pajak”. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi
ROA berarti kinerja perusahaan semakin efektif, karena tingkat kembalian akan
semakin besar. Hal ini selanjutnya akan meningkatkan daya tarik investor kepada
makin diminati investor, karena dapat memberikan keuntungan (return) yang besar
bagi investor. Dengan kata lain ROA akan berpengaruh terhadap return saham yang
Salah satu cara untuk mengukur nilai perusahaan adalah dengan melihat
harga saham penutupan saham di akhir tahun (closing price) dan dengan melihat
rasio Tobin’s Q. Closing price merupakan harga saham perusahaan pada akhir
tahun. Nilai closing price yang tinggi mengindikasi bahwa nilai perusahaan tersebut
juga tinggi. Rasio Tobins’s Q merupakan suatu rasio yang menawarkan penjelasan
nilai dari suatu perusahaan di pasar dimana nilai pasar suatu perusahaan
seharusnya sama dengan biaya ganti aktivanya. Jika nilai Tobin’s Q perusahaan
lebih dari satu, berarti nilai pasar perusahaan tersebut lebih besar dari aktiva
perusahaan tercatat. Pasar akan menilai baik perusahaan yang memiliki nilai Tobin’s
Q yang tinggi. Sebaliknya jika nilai Tobin’s Q kurang dari satu mengindikasi bahwa
biaya ganti aktiva lebih besar daripada nilai pasar perusahaan sehingga pasar akan
implementasi sistem tata kelola perusahaan atau yang biasa dikenal dengan istilah
Corporate Governance merupakan salah satu faktor penentu parahnya krisis yang
terjadi di Asia Tenggara (The World Bank, 1998, dalam Oktapiyani, 2009:13).
Kelemahan tersebut antara lain terlihat dari minimnya pelaporan kinerja keuangan,
governance inilah yang menjadi pemicu utama terjadinya berbagai skandal keuangan
pada bisnis perusahaan. Banyak pihak yang mulai berpikir bahwa penerapan
corporate governance menjadi suatu kebutuhan di dunia bisnis sebagai barometer
dalam perusahaan perbankan yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia adalah
krisis moneter, yang telah mengubah struktur permodalan dan peta perbankan
Indonesia dari sekitar 240 bank menjadi 134 bank. Seiring perkembangan dunia
perbankan saat ini, informasi mengenai kinerja keuangan bank sangat diperlukan,
masih melanggar GCG, terutama pelanggaran oleh bank-bank kecil swasta. Menurut
Deputi Gubernur BI, pelanggaran yang terjadi terutama pada masalah komisaris
direktur dari pemegang saham mencapai 10%, serta kasus rangkap jabatan
rangka pemulihan ekonomi dan persaingan dunia usaha yang semakin ketat. Dengan
persepsi investor terhadap perusahaan, yang sering dikaitkan dengan nilai saham.
Harga saham yang tinggi membuat nilai perusahaan juga tinggi, dan meningkatkan
kepercayaan pasar tidak hanya pada kinerja perusahaan saat ini namun juga pada
penilaian kinerja perusahaan. Salah satu jenis laporan keuangan yang mengukur
keberhasilan operasi perusahaan untuk suatu periode tertentu adalah laporan laba
rugi”. Akan tetapi angka laba yang dihasilkan dalam laporan laba rugi seringkali
dapat dinilai berdasarkan return on asset (ROA), GCG, dan ukuran perusahaan,
mata masyarakat, kredibilitas juga akan mempengaruhi keputusan investor dan calon
investor dalam berinvestasi di sebuah perusahaan. Karena selama ini investor dan
jalan untuk meningkatkan nilai pasar perusahaan sehingga mudah diprediksi oleh
para investor.
Indikator rasio yang dipakai untuk mengukur nilai perusahaan dalam
penelitian ini adalah Tobin’s Q. Rasio ini dikembangkan oleh James Tobin (1976).
Rasio ini merupakan konsep yang berharga karena menunjukkan estimasi keuangan
pasar saat ini tentang nilai hasil pengembalian dari setiap dolar investasi inkremental.
Rasio ini juga dipakai untuk mendapatkan perkiraan yang akurat untuk nilai pasar
dari aset perusahaan dengan menambahkan nilai-nilai efek yang telah dikeluarkan
perusahaan. Rasio ini dinilai bisa memberikan informasi paling baik, karena rasio ini
bisa memasukkan semua unsur utang dan modal saham perusahaan, tidak hanya
saham biasa saja dan tidak hanya ekuitas perusahaan yang dimasukkan namun
perusahaan tidak hanya terfokus pada satu tipe investor saja yaitu investor dalam
bentuk saham namun juga untuk kreditur karena sumber pembiayaan operasional
perusahaan bukan hanya dari ekuitasnya saja tetapi juga dari pinjaman yang
yang baik, karena memasukkan unsur hutang, modal saham perusahaan, dan
seluruh aset perusahaan karena rasio ini menjelaskan bahwa nilai perusahaan yang
menunjukkan bahwa perusahaan memiliki prospek pertumbuhan yang baik. Hal ini
dapat terjadi karena semakin besar nilai pasar asset perusahaan dibandingkan
dengan nilai buku asset perusahaan maka semakin besar kerelaan investor untuk
Menurut Fama (1978) dalam Wahyudi dan Pawestri (2006:97), nilai perusahaan akan
tercermin dari harga sahamnya. Semakin tinggi harga saham maka semakin tinggi
nilai perusahaan. Harga saham didasarkan pada penilaian dari eksternal perusahaan
terhadap asset perusahaan serta pertumbuhan pasar saham. Harga pasar dari
saham perusahaan yang terbentuk antara pembeli dan penjual di saat terjadi
transaksi disebut nilai pasar perusahaan, karena harga pasar saham dianggap
Lukas (2003: 417) menjelaskan “para investor maupun calon investor selain
mempertimbangkan nilai perusahaan, mereka juga akan melihat aset yang dimiliki
perusahaan agar dapat memberikan jaminan terhadap investasi yang diberikan pada
ROA merupakan perbandingan antara laba bersih dengan aktiva total perusahaan.
semakin efisien perputaran aset dan atau semakin tinggi profit margin yang diperoleh
Governance dan Return On Assets, nilai perusahaan juga dipengaruhi oleh ukuran
sehingga semakin besar total aktiva perusahaan maka akan semakin besar ukuran
perusahaan tersebut”. Ukuran perusahaan juga dapat dinyatakan dengan total aktiva,
penjualan dan kapitalisasi pasar. Selain dapat dilihat dari total aktiva, dalam ukuran
karena itu, tiga hal tersebut saling berkaitan dalam pengaruhnya terhadap nilai
berinvestasi.
Indonesia sudah banyak dilakukan seperti penelitian Sulistianto dan Linggar (2002)
dan Sukmawati (2004). Dari penelitian tersebut menunjukan bahwa terdapat reaksi
pasar yang positif terhadap pengumuman komite audit sebagai wujud penerapan
negatif antara Good Corporate Governance terhadap nilai pasar perusahaan. Dapat
ROA dan ukuran perusahaan terhadap nilai pasar perusahaan sebelumnya masih
belum konsisten. Maka dengan penelitian ini penulis tertarik melakukan penelitian
bebas GCG, ROA, dan Ukuran Perusahaan terhadap variable terikat yaitu Nilai
perusahaan. Pemilihan sampel akan di uji dalam penelitian ini menggunakan metode
purposive sampling. Dalam penelitian ini, langkah-langkah untuk menyelesaikan
masalah dengan cara: (a) melakukan tabulasi data berdasarkan laporan keuangan,
(b) melakukan uji asumsi klasik yang terdiri dari uji normalitas, uji heterokedasitas,
uji autokorelasi dan uji multikolinearitas, (c) melakukan analisis data untuk
dependen dengan menggunakan regresi linier berganda melalui uji t (uji parsial), uji
software SPSS versi 17.00. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
perusahaan.
perusahaan?
nilai perusahaan.
nilai
perusahaan.
a. Aspek Akademis
Hasil penelitian ini sebagai bahan referensi mengenai strategi pengambilan harga
nilai saham terhadap saham perbankan yang diukur dengan Good Corporate
Governance
c. Kegunaan Praktis
penting untuk mengetahui nilai perusahaan. Hal ini juga dapat merefleksikan
TINJAUAN PUSTAKA
atau para pemegang saham”. Nilai perusahaan pada dasarnya diukur dari
beberapa aspek salah satunya adalah harga pasar saham perusahaan, karena
perusahaan adalah “Nilai perusahaan sebagai nilai pasar. Alasannya karena nilai
tinggi harga saham, maka makin tinggi keuntungan pemegang saham sehingga
keadaan ini akan diminati oleh investor karena dengan permintaan saham yang
Menurut Keown, (2007) “nilai perusahaan merupakan nilai pasar atas surat
berharga hutang dan ekuitas perusahaan yang beredar”. Harga yang bersedia
dibayar oleh calon pembeli diartikan sebagai harga pasar atas perusahaan itu
sendiri. Nilai perusahaan dapat dicapai dengan maksimum jika para pemegang
16
Perusahaan didirikan dengan tujuan untuk meningkatkan nilai perusahaan.
Menurut Fama (1978) dalam Wahyudi dan Pawestri (2006) “nilai perusahaan akan
tercermin dari harga sahamnya. Semakin tinggi harga saham maka semakin tinggi
pasar dari saham perusahaan yang terbentuk antara pembeli dan penjual di saat
terjadi transaksi disebut nilai pasar perusahaan, karena harga pasar saham
ditentukan oleh earnings power dari asset perusahaan. Hasil positif menunjukkan
bahwa semakin tinggi earnings power maka semakin efisien perputaran asset dan
atau semakin tinggi profit margin yang diperoleh perusahaan. Hal ini berdampak
tinggi akan diikuti oleh tingginya kemakmuran pemegang saham. Semakin tinggi
harga saham semakin tinggi nilai perusahaan. Nilai perusahaan yang tinggi menjadi
keinginan para pemilik perusahaan, sebab dengan nilai yang tinggi menunjukan
dari harga sahamnya. Harga pasar dari saham perusahaan yang terbentuk antara
pembeli dan penjual disaat terjadi transaksi disebut nilai pasar perusahaan, karena
harga pasar saham dianggap cerminan dari nilai asset perusahaan sesungguhnya”.
Nilai perusahaan yang dibentuk melalui indikator nilai pasar saham sangat
Menurut Hackel dan Livnat (Michell, 2006:21), menjelaskan : alat ukur nilai
perusahaan yang paling ideal yaitu bebas dari pengaruh penerapan kebijakan
masing-masing entitas adalah cash flow. Analisa cash flow merupakan alat
pengukuran yang sangat penting bagi investor maupun auditor. Alasannya karena
dapat terjadi pengakuan jumlah keuntungan suatu entitas dalam periode yang
sama dengan hasil berbeda, hal tersebut dikarenakan adanya perbedaan dalam
Nurainun dan Sinta (Zenni, 2009: 53) “mengatakan bahwa nilai perusahaan
adalah nilai yang mencerminkan berapa harga yang mampu dibayar oleh investor
untuk suatu perusahaan yang biasanya diukur dengan price to book value ratio.
Harga yang mampu dibayar oleh investor tercermin dari harga pasar saham’.
Weston dan Copeland (2007:62) menyatakan bahwa ukuran yang paling tepat
1. Price to Book Value (PBV) yaitu perbandingan antara harga saham dengan nilai
buku saham.
2. Market to Book Ratio (MBR) yaitu perbandingan antara harga pasar saham
3. Market to Book Assets Ratio yaitu ekpektasi pasar tentang nilai dari peluang
4. Market Value of Equity yaitu nilai pasar ekuitas perusahaan menurut penilaian
para pelaku pasar. Nilai pasar ekuitas adalah jumlah ekuitas (saham beredar)
5. Enterprise value (EV) yaitu nilai kapitalisasi market yang dihitung sebagai nilai
6. Price Earnings Ratio (PER) yaitu harga yang bersedia dibayar oleh pembeli
apabila perusahaan itu dijual. PER dapat dirumuskan sebagai PER = Price per
7. Tobin’s Q yaitu nilai pasar dari suatu perusahaan dengan membandingkan nilai
dinilai bisa memberikan informasi paling baik, karena rasio ini bisa menjelaskan
dalam penelitian ini untuk mengukur nilai perusahaan adalah karena penghitungan
sebagai dasar penghitungan. Salah satu versi Tobin’s Q yang dimodifikasi dan
Q = ( EMV + D ) / ( EBV + D )
Keterangan:
perusahaan maka Tobin’s Q akan sama dengan 1. Jika Tobin’s Q lebih besar dari
1, maka nilai pasar lebih besar dari nilai asset perusahaan yang tercatat. Hal ini
investasi investasi.
perusahaan, tidak hanya saham biasa saja dan tidak hanya ekuitas perusahaan
aset perusahaan berarti perusahaan tidak hanya terfokus pada satu tipe investor
saja yaitu investor dalam bentuk saham namun juga untuk kreditur karena sumber
pembiayaan operasional perusahaan bukan hanya dari ekuitasnya saja tetapi juga
dari pinjaman yang diberikan oleh kreditur (Sukamulja, 2004 dalam Permanasari,
2010).
memiliki prospek pertumbuhan yang baik. Hal ini dapat terjadi karena semakin
besar nilai pasar aset perusahaan dibandingkan dengan nilai buku aset
Serikat yaitu James Tobin. Tobin Q dapat dirumuskan sebagai perbandingan nilai
pasar aset dengan perkiraan jumlah uang yang harus dikeluarkan untuk mengganti
seluruh aset tersebut pada saat ini. Tobin’s Q “merupakan harga pengganti
(replacement cost) dari biaya yang dibutuhkan untuk mendapatkan asset yang
sama persis dengan asset yang dimiliki perusahaan”. Rasio ini merupakan konsep
yang berharga karena menunjukkan estimasi pasar keuangan saat ini tentang nilai
hasil pengembalian dari setiap rupiah investasi inkremental. Jika rasio-q di atas
satu, ini menunjukkan bahwa investasi dalam aktiva menghasilkan laba yang
memberikan nilai yang lebih tinggi daripada pengeluaran investasi, hal ini akan
merangsang investasi baru. Sebaliknya, jika rasio-q di bawah satu, maka investasi
(1981) yang dikutip oleh Herawaty (2008), menunjukkan bagaimana rasio-q dapat
beberapa perusahaan dapat mempertahankan rasio-q yang lebih besar dari satu.
Teori ekonomi menyatakan bahwa rasio-q yang lebih besar dari satu akan menarik
dapat dilakukan dengan baik atau memenuhi prinsip GCG dengan unsur-unsur dan
penerapan GCG yang dapat diukur dengan jumlah dewan, dewan komisaris dan
ukuran komite audit yang ada pada perusahaan”. Ukuran dewan direksi merupakan
salah satu mekanisme GCG yang sangat penting dalam menentukan kinerja
yang lebih baik dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki dewan yang lebih
komisaris, maka pengawasan terhadap dewan direksi akan jauh lebih banyak,
sehingga dapat memaksimalkan kinerja dewan direksi dalam menghasilkan profit
yang tinggi bagi perusahaan. Demikian juga pada komite audit memiliki hubungan
yang positif terhadap nilai perusahaan. Jadi setiap adanya peningkatan jumlah
anggota komite audit maka akan diikut dengan peningkatan pada nilai perusahaan.
Menurut Wicaksono (2014) “Dewan direksi adalah pihak dalam suatu entitas
penting dan diperlukan komitmen penuh dari dua hal tersebut dalam menetukan
Governance dalam rangka pemulihan ekonomi dan persaingan dunia usaha yang
dalam perusahaan.
internal dan eksternal lainnya sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka,
atau dengan kata lain sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan”.
Sementara Djalil (2000) mendefinisikan Good Corporate Governance
“sebagai seluruh sistem dari hak-hak (rights), proses, dan pengendalian yang
dibentuk di dalam dan di luar manajemen secara menyeluruh dengan tujuan untuk
find balance baik internal maupun eksternal yang menjamin bahwa perusahaan
jawab secara sosial dalam aktivitas bisnisnya”. Definisi tersebut diperkuat dan
Governance berkaitan dengan institusi publik atau privat termasuk hukum, regulasi,
perusahaan di satu pihak dengan pihak lainnya yang melakukan investasi sumber
(pemilik dana, kreditur, karyawan, dan pemilik sumber kekayaan lainnya yang
untuk mengurangi agency cost, yaitu biaya yang harus ditanggung pemegang
analisis laporan keuangan, rasio ini paling sering disoroti, karena mampu
untuk kemudian diproyeksikan di masa yang akan datang. Assets atau aktiva yang
dimaksud adalah keseluruhan harta perusahaan, yang diperoleh dari modal sendiri
maupun dari modal asing yang telah diubah perusahaan menjadi aktiva-aktiva
Menurut Brigham dan Houston (2001:90), “Rasio laba bersih terhadap total
aktiva mengukur pengembalian atas total aktiva (ROA) setelah bunga dan pajak”.
keseluruhan dalam menghasilkan laba melalui aktiva yang tersedia; daya untuk
Power Ratio (Rate of Return on Investment / ROI) yaitu kemampuan dari modal
keuntungan neto. Keuntungan neto yang beliau maksud adalah keuntungan neto
sesudah pajak
kecilnya perusahaan menurut berbagai cara antara lain dengan total aktiva, log
size, nilai pasar saham, jumlah penjualan, rata-rata total penjulan dan rata-rata total
adalah badan hukum yang memiliki total aktiva tidak lebih dari seratus milyar
rupiah, sedangkan perusahaan besar adalah badan hukum yang total aktivanya di
1. Perusahaan Kecil
memiliki kekayaan bersih paling banyak 200 juta rupiah tidak termasuk
2. Perusahaan Menengah
dan tanah, memiliki hasil penjualan lebih besar dari 1 milyar rupiah dan kurang
3. Perusahaan Besar
bersih lebih dari 10 milyar termasuk bangunan dan tanah, memiliki hasil
tahap kedewasaan dimana dalam tahap ini arus kas perusahaan sudah bertambah
dan dianggap memiliki prospek yang baik dalam jangka waktu yang relatif lama,
selain itu juga mencerminkan bahwa perusahaan besar relatif lebih stabil dan
lebih mampu menghasilkan laba dibanding perusahaan dengan aset yang kecil
Dalam penelitian ini akan digunakan total aktiva untuk mengukur ukuran
perusahaan yang dapat dilihat dari besar kecilnya total aktiva yang dimiliki. Jadi
salah satu tolak ukur yang menunjukkan besar kecilnya perusahaan adalah total
aktiva dari perusahaan tersebut. Total aktiva adalah segala sumber daya yang
dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari transaksi masa lalu dan diharapkan
akan memberikan manfaat ekonomi bagi perusahaan di masa yang akan datang.
kokoh dan besar harus bisa memanfaatkan peluang bisnis yang ada dan menjaga
perusahaan.
Perusahaan yang memiliki total aktiva dengan jumlah besar atau disebut
dengan perusahaan besar akan lebih banyak mendapatkan perhatian dari investor,
perusahaan kecil. Jika perusahaan memiliki total aktiva yang besar maka pihak
manajemen akan lebih leluasa dalam menggunakan aktiva yang ada di perusahaan
yang lebih kokoh berdiri adalah perusahaan yang berukuran besar, meskipun tidak
menutup kemungkinan dialaminya kebangkrutan, sehingga investor akan lebih
dana dari hutang melalui pasar modal. Semakin besar perusahaan maka semakin
banyak dana yang digunakan untuk menjalankan operasi perusahaan. Salah satu
GCG
H1
Size
H3 H4
Dimana:
Y = Nilai Perusahaan
α = Konstanta
X1= GCG
X2 = ROA
X3 = Ukuran Perusahaan
e = Error
lainnya sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata
secara best practice. Manajer akan membuat keputusan keuangan yang dapat
besar, maka hal ini akan memotivasi para investor untuk menanamkan modalnya
pada saham, sehingga harga saham dan permintaan akan saham pun
meningkat. Dimana, harga saham dan jumlah saham yang beredar akan
mempengaruhi nilai Tobin’s Q sebagai proksi dari nilai perusahaan. Jika harga
saham dan jumlah saham yang beredar naik, maka nilai Tobin’s Q juga akan naik
dengan harga perolehan asset – assetnya (Tobin’s dan Brainard, 1977 dalam
perusahaan tersebut telah mencapai kedewasaan, dimana dalam tahap ini arus
kas perusahaan sudah positif dan dianggap memiliki prospek yang baik dalam
waktu yang relatif lama, selain itu juga ukuran perusahaan mencerminkan bahwa
perusahaan dengan total aset lebih kecil. Hal ini menunjukkan bahwa investor
yang bagus. Menurut Sujoko dan Soebiantoro (2007) ukuran perusahaan besar
tata kelola perusahaan yang baik. Proksi dari GCG yang digunakan adalah
direksi, dewan komisaris, dan komite audit merupakan dua mekanisme corporate
yang tercermin dari berbagai macam rasio. Salah satunya Return on Asset
(ROA) adalah contoh indikator penting yang sering digunakan oleh investor untuk
laba yang bermanfaat bagi para pemegang saham. Ukuran dari keberhasilan
besar, maka dapat dikatakan berhasil atau memiliki kinerja baik, dan jika laba
yang diperoleh perusahaan relatif kecil atau menurun dari periode sebelumnya,
maka dapat dikatakan perusahaan kurang berhasil atau memiliki kinerja yang
Ukuran perusahaan dapat tercermin dari berbagai hal, salah satunya adalah
terlihat dari total aset yang dimiliki oleh suatu perusahaan. Ukuran perusahaan
baik inilah yang akan menentukan prospek yang baik pula sehingga mampu
peneliti seperti Nuraina (2012), Maryam (2014), Prasetyorini (2013), serta Wahab
dengan peneliti terdahulu guna mendukung materi yang akan dibahas. Terdapat
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2010. Dengan indikator Earning
Keuangan Bank Syariah (Studi Empiris Pada Bank Umum Syariah di Jakarta).
Skripsi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Jakarta tahun 2011. Dengan indikator
bahwa variabel internal auditor dan DPS berpengaruh signifikan positif terhadap
pelaporan keuangan bank syariah, sedangkan variabel internal auditor dan DPS
Manajerial, Komite Audit dan kinerja keuangan diukur dengan Earning Per Share
(EPS). Dengan metode analisis yang digunakan adalah regresi linear berganda
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini data penelitian yang digunakan adalah data sekunder,
yaitu data yang diperoleh dari literatur yang relevan dengan konteks permasalahan
penelitian baik itu melalui buku-buku maupun data dari situs IDX dan pada tiap-tiap
perusahaan yang diteliti. Sumber yang digunakan adalah laporan keuangan dari
tahun 2015 sampai dengan tahun 2017 dan data profit perusahaan perbankan yang
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yaitu
Return On Asset, dan Ukuran Perusahaan terhadap Nilai Perusahaan pada lembaga
perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, berpengaruh signifikan, atau tidak,
1. Perusahaan perbankan yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia periode 2015-
2017
2. Data laporan keuangan tersedia berturut-turut untuk laporan tahun 2015 sampai
sebagai sampel dalam penelitian ini sebanyak 25 perusahaan selama tahun 2015-
2017.
Teknik analisis data dilakukan dengan uji statistik menggunakan regresi linier
berganda dengan bantuan program Statistical Package for Social Science (SPSS)
versi 17.0. Berdasarkan hipotesis dalam penelitian ini maka metode analisis data
terikat dengan variabel bebas dapat dilakukan dengan regresi linier berganda. Model
regresi linier berganda yang digunakan dalam analisis ini adalah seperti berikut:
Y = Nilai Perusahaan
ɑ = Konstanta
X1= GCG
X2 = ROA
X3 = Ukuran Perusahaan
e = Error
model tersebut harus memenuhi asumsi klasik regresi. Model regresi linier
berganda mengasumsikan empat hal penting yaitu: data harus normal, tidak
heteroskedastisitas diantara koefisien regresi yang diuji. Uji asumsi klasik yang
multikolinearitas.
a. Uji normalitas
distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik merupakan model yang
metode yang lebih andal dari histogram, karena normal probality plot
“dsitribusi normal akan membentuk suatu garis lurus diagonal data dan
floating data akan dibandingkan dengan garis diagonal”. Jika distribusi data
normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan
b. Uji Autokorelasi
beruntun sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Model regresi yang baik
adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Untuk mendeteksi ada atau
1) Bila nilai DW terletak antara batas atas atau upper bound (du) dan (4-du)
maka koefiensi autokorelasi sama dengan nol. Ini berarti tidak ada
2) Bila nilai DW lebih rendah daripada batas bawah lower bound (dl), maka
koefisien autokorelasi lebih besar daripada nol. Nilai berarti ada indikasi
autokorelasi positif.
3) Bila nilai DW lebih besar dari pada (4-dl) maka koefisien autokorelasi
4) Bila nilai DW terletak antara batas atas (du) dan batas bawah (dl) atau
nilai DW terletak antara (4-du) dan (4-dl), maka hasilnya tidak dapat
disimpulkan
c. Uji Heteroskedasitas
Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi
yang lain. Model regresi yang baik adalah yang homoskedasitas atau tidak
ada pola yang jelas, serat titik-titik menyebar di atas dan di bawah nol
2015: 125).
d. Uji Multikolinearitas
linear antar variabel independen dalam model regresi. Model regresi yang
baik harusnya tidak terjadi kolerasi antara variabel bebas atau variabel
regresi, yaitu:
1) Nilai R2 yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris sangat
3) Nilai tolerance dan lawannya variance inflation factor atau (VIF), nilai
tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF yang tinggi (karena VIF =
1/tolerance) ini menunjukkan adanya kolinearitas yang tinggi. Nilai cut off
yang umumnya dipakai adalah nilai tolerance (0.10) sama dengan nilai
2. Pengujian Hipotesis
alat uji t (uji parsial), uji F (uji simultan) dan Koefisien Determinasi (R 2).
a. Uji T
dapat dilihat dari besarnya t test atau besarnya sig t. apabila besarnya sig t
lebih besar dari tingkat alpha yang digunakan, maka variabel independen
diajukan ditolak oleh data. Tapi sebaliknya, apabila sig t lebih kecil dari tingkat
alpha (α=0.05) yang digunakan, maka hipotesis yang diajukan didukung oleh
data. Taraf signifikan ditentukan sebesar 5% (α=0.05). Syarat untuk
1) Jika nilai sig < α (5%) maka Ha diterima, artinya variabel independen
2) Jika nilai sig > α (5%) maka Ha tidak diterima, artinya variable independen
b. Uji F
regresi (Ghozali, 2006). Hipotesis nol yang dikemukakan dalam pengujian ini
jika nilai signifikansi lebih besar dari 0,05. Maka pedoman yang digunakan
adalah jika nilai signifikan lebih kecil maka kesimpulan yang diambil adalah
yang didapatkan dari hasil pengolahan data melalui program SPSS versi
Nilai probabilitas dari uji F dapat dilihat pada hasil pengolahan dari
program SPSS versi 19.00 pada tabel ANOVA kolom sig atau significance.
oleh besarnya koefisien determinasi (R2) antara nol dan satu. Koefisien
Tabel 3.1
Bulan
Fase
Maret April Mei Juni
1 Persiapan xx
1. Pengumpulan Data xx
2. Pengolahan Data xx
3. Pengumpulan laporan xx
Boediono, Gideon SB. 2005. Kualitas Laba: Studi Pengaruh Mekanisme Corporate
Governance dan Dampak Manajemen Laba dengan Menggunakan Analisis Jalur.
Makalah Simposium Nasional Akuntansi VIII. Solo, 15-16 September 2005.
Darmawati, Deni., Khomsiyah dan Rahayu. 2004. Hubungan Corporate Governance dan
Kinerja Perusahaan. Simposium Nasional Akuntansi VII. Denpasar-Bali, 2-3
Desember 2004.
Ghazali, Imam, 2005. Aplikasi Multivariative dengan program SPSS. Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro.
Ghazali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS 19 (edisi
kelima) Semarang: Universitas Diponegoro.
Oman, C., P. 2001. Corporate Governance and National Development. Technical Paper
No. 180, OECD Development Centre.
Solomon, J., dan Solomon, A. 2004. Corporate Governance and Accountability. England:
John Wiley & Sons, LTd.
Sujoko, dan Subiantoro, Ugy. 2007. “Pengaruh Struktur Kepemilikan Saham, Leverage,
Faktor Intern dan Ekstern Terhadap Nilai Perusahaan “. Jurnal Manajemen dan
Kewirausahaan, vol 9, .No. 1, h, 41-48.