Latar belakang
Ada beberapa indikator yang dapat diukur dari delapan risiko tersebut
seperti risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas dan risiko operasional.
Indikator yang digunakan untuk mengukur risiko kredit adalah
menggunakan rasio Non Performing Loan (NPL) yang merupakan
perbandingan total kredit yang diberikan. NPL mempunyai pengaruh
yang negatif terhadap ROA. Risiko pasar adalah risiko pada posisi
neraca dan rekening administratif termasuk transaksi derivatif, akibat
perubahan dari kondisi pasar, termasuk risiko perubahan harga option.
Indikator yang digunakan untuk mengukur risiko pasar adalah
menggunakan rasio Net Interest Margin (NIM) yang merupakan
perbandingan pendapatan bunga bersih dengan aktiva produktif. NIM
mempunyai pengaruh positif terhaap ROA.
Risiko likuiditas adalah risiko akibat ketidakmampuan bank untuk
memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus
kas, dan/atau dari aset likuid berkualitas tinggi yang dapat diagunkan,
tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan bank. Indikator yang
digunakan untuk mengukur risiko likuiditas adalah menggunakan rasio
Loan to Deposit Ratio (LDR) yang merupakan perbandingan kredit yang
diberikan kepada pihak ketiga dan dana pihak ketiga. LDR memiliki
pengaruh positif terhadap ROA. Risiko operasional adalah risiko akibat
ketidakcukupan dan/atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan
manusia, kegagalan sistem, dan/atau adanya kejadian eksternal yang
mempengaruhi operasional bank. Indikator yang digunakan untuk
mengukur risiko operasional adalah menggunakan rasio Beban
Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO). Rasio BOPO
digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam
mengendalikan biaya operasional terhadap pendapatan operasional.
C. Pembahasan
Teori- Good Corporate Governance
Indonesia mengenal istilah Good Corporate Governance atau sering
disebut dengan tata kelola perusahaan yang baik, dalam aktivitas bisnis
mulai sejak krisis ekonomi pada tahun 1997 yang berkepanjangan. Hal itu
dinilai sebagai akibat pengelolaan perusahaan yang tidak bertanggung
jawab. Bentuk pengabaian peraturan dan praktek KKN (Korupsi, Kolusi,
dan Nepotisme) adalah salah satu sebab krisis yang terjadi (Budiati, 2012).
Bursa Efek Indonesia memberikan usulan untuk menyempurnakan
peraturan pencatatan yang mengatur mengenai peraturan bagi emiten yang
tercatat di BEI yang mewajibkan untuk mengangkat Komisaris Independen
dan membentuk Komite Audit pada tahun 1998.
D. Kesimpulan
1. Penerapan Good Corporate Governance (GCG) salah satunya dapat
didorong dari sisi regulasi. Dorongan tersebut adalah dengan
dituangkannya prinsip-prinsip dasar GCG ke dalam regulasi. GCG
menitikberatkan perlindungan terhadap pemegang saham terutama
pemegang saham minoritas, kepentingan tersebut pada dasarnya
telah diakomodasi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas namun untuk tidak dapat dikatakan
sempurna, dimana kehadiran Komite Audit, Komite Nominasi atau
Remunerasi telah menjadi bukti ketertinggalan dengan
perkembangan bisnis saat ini. Untuk
2. Salah satu karakteristik perseroan di Asia khususnya Indonesia
adalah terdapat konsentrasi kepemilikan dan pengendalian pada
sekelompok keluarga/grup usaha. Hal tersebut menyebabkan
lemahnya kontrol Perseroan karena perseroan didominasi oleh
majority shareholder, dominasi tersebut terjadi juga di jajaran Direksi
dan Dewan Komisaris karena dijabat oleh majority shareholder
maupun pihak lain yang dipilihnya sehingga cenderung terjadi conflict
of interest. Dimana hal tersebut terjadi dalam manajemen Bank X,
dimana Pemegang Saham Pengendali ikut dalam mencampuri
kegiatan operasional Perseroan sehingga mempengaruhi
kebijakan/keputusan yang diambil Direksi, begitu juga dengan Direksi
yang menjalankan tugasnya sebagai pengurus Perseroan untuk
kepentingan Pemegang Saham Pengendali bukan untuk kepentingan
Perseroan semata-mata.