Anda di halaman 1dari 31

BAB

14 PELAPORAN
BERKELANJUTAN
DAN PELAPORAN
TERINTEGRASI

Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari modul ini, pembelajar diharapkan dapat:
1. Menjelaskan definisi pelaporan berkelanjutan dan manfaatnya.
2. Menerapkan standar pelaporan berkelanjutan dan mempersiapkan laporan berkelanjutan.
3. Mejelaskan konsep pelaporan terintegrasi dan manfaatnya.
4. Menjelaskan kerangka prinsip pelaporan terintegrasi dan perbedaannya dengan pelaporan
berkelanjutan.
PENDAHULUAN
Modul ini adalah tentang pelaporan keberlanjutan (sustainability reporting) dan pelaporan
terintegrasi (integrated reporting). Modul ini membahas tentang latar belakang kedua pelaporan,
standar pelaporan, dan langkah-langkah penyusunan laporan.
14. 1 PELAPORAN KEBERLANJUTAN (SUSTAINABILITY REPORTING)
14. 1.1 Latar Belakang
Konsep bisnis awalnya menempatkan upaya menjaga kesinambungan entitas dan
kesehatan kesinambungan finansial sebagai perhatian utama. Namun mulai era
akhir 1980an isu pembangunan yang berkelanjutan mulai berhembus, terutama
kepada entitas-entitas yang menggunakan sumber daya alam. Apakah memang
entitas hanya bertanggung jawab secara keuangan kepada pemilik modal? Tidakkah
seharusnya entitas juga bertanggung jawab terhadap generasi berikutnya atas
pemanfaatan Sumber Daya Alam? Pertanyaan-pertanyaan itulah yang kemudian
membuat para Lembaga internasional mulai serius memikirkan yang dimaksud
dengan pembangunan berkelanjutan.

Definisi pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dalam garis sejarah


dapat ditarik ke tahun 1987, dimana istilah ini digunakan oleh komisi Persatuan
Bangsa-Bangsa bidang lingkungan hidup dan pembangunan seperti yang dikutip
dalam Unerman (2011). “Development that meets the needs of the present without
compromising the ability of future generations to meets their own needs. It contains
within it two key concepts: the concept of needs’, in particular the essential needs
of the world’s poor, to which overriding priority should be given; and the idea of
limitations imposed by the state of technology and social organization on the
environment’s ability to meet presemt ang future needs.”

Dengan definisi di atas maka ditegaskan bahwa pembangunan tidak boleh


mengorbankan kelangsungan hidup generasi mendatang. Jika entitas memiliki visi
bisnis yang terus berkelanjutan maka entitas akan memiliki strategi pemikiran
jangka Panjang dan menghindari kegiatan bisnis berparadigma mencari laba jangka
pendek. Visi keberlanjutan tersebut selanjutnya diturunkan menjadi tujuan,
program, dan aktivitas bisnis yang sesuai dengan prinsip-prinsip keberlanjutan.
Visi, tujuan, program dan aktivitas tersebut kemudian diungkapkan kepada public
dalam bentuk pelaporan keberlanjutan atau Sustainability Report (SR).

Dalam membahas pelaporan entitas yang selaras dengan keberlanjutan, khususnya


lingkungan, banyak ditemui istilah terkait yang mirip satu sama lain. Istilah tersebut
misalnya: akuntansi lingkungan (environtmental accounting), akuntansi hijau
(green accounting), triple bottom line reporting, Corporate Social Responsibility
Reporting, dan Environmental, Social and Governance (ESG).

Salah satu konsep yang mendasari pelaporan keberlanjutan adalah konsep triple
bottom line yang menjadi lazim di dunia akuntansi pada akhir 1990-an. Konsep ini
menganjurkan bahwa fokus dari proses akuntansi tidak hanya pada transaksi-
transaksi keuangan untuk menghasilkan laporan keuangan. Istilah triple bottom
line reporting ini pertama kali dicetuskan oleh John Elkington pada tahun 1994 dan
menganjurkan nilai entitas juga harus diukur dari tanggung jawabnya terhadap
social (People) dan lingkungan (planet) (Elkington 1994).

Sesungguhnya setiap transaksi dan interaksi yang dilakukan oleh entitas dengan
masyarakat (people) dan lingkungan (planet) pasti akan menimbulkan hubungan
sebab akibat satu sama lain. Hubungan sebab akibat tersebut membutuhkan
kegiatan pertanggungjawaban sosial lingkungan untuk menjaga keberlangsungan
usaha entitas di masa-masa yang akan dating. Salah satu bentuk
pertanggungjawaban sosial entitas dituangkan dalam kegiatan Corporate Social
Responsibility (CSR).

14. 1.2 Regulasi di Indonesia


Peraturan di Indonesia mengenai Sustainability Reporting (SR) salah satunya
tertuang dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
(UU PT) yang disahkan pada Juli 2007. Perundangan ini mengamatkan seluruh
Perseroan Terbatas (PT) yang kegiatan usahanya berkaitan dengan sumber daya
alam untuk melaksanakan kegiatan tanggung jawab sosial dan lingkungan, serta
menyajikan informasi kinerja kegiatan tanggung jawab sosial dan lingkungan
tersebut dalam laporan tahunan.

Selanjutnya, pada April 2012 Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah


Nomor 47 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Lingkungan
Perseroan. Pengaturan dalam Peraturan Pemerintah ini senada dengan pengaturan
dalam UU PT. disebutkan bahwa setiap Perseroan memiliki tanggung jawab sosial
dan lingkungan. Namun demikian kewajiban untuk melaksanakan tanggung jawab
sosial dan lingkungan tersebut hanya melekat pada Perseroan yang menjalankan
kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam.
Peraturan pemerintah ini juga kembali menegaskan bahwa pelaksanaan tanggung
jawab sosial dan lingkungan diungkapkan dalam laporan tahunan Perseroan dan
dipertanggung jawabkan kepada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Selain UU PT, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga telah menerbitkan beberapa
peraturan terkait kewajiban penyampaian informasi tentang tanggung jawab sosial
dan lingkungan atau keberlanjutan. Peraturan OJK Nomor 29/POJK.04/2016
tentang Laporan Tahunan Emiten atau Perusahaan Publik, BAB II, Pasal 4,
menyebutkan bahwa tanggung jawab sosial dan lingkungan merupakan salah satu
informasi yang wajib diungkapkan dalam laporan tahunan.

Pengaturan lebih lanjut tentang pengungkapan informasi tanggung jawab sosial dan
lingkungan kemudian dituangkan dalam Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor
30/SEOJK.04/2016 tentang bentuk dan isi laporan tahunan emiten atau perusahaan
public. Bagian III, angka 1, huruf a kembali menegaskan bahwa informasi tanggung
jawab sosial dan lingkungan merupakan komponen minimum dari laporan tahunan.
Selanjutnya pada huruf h dijelaskan lebih jauh kandungan informasi tanggung
jawab sosial dan lingkungan tersebut. Pada pengaturan ini juga disebutkan bahwa
perjanjian informasi tanggung jawab sosial dan lingkungan juga dapat disajikan
pada laporan tersendiri, sehingga tidak diwajibkan lagi untuk mengungkapkannya
dalam laporan tahunan.
Pada tahun 2017, OJK kembali menerbitkan POJK No. 51/POJK.03/2017 tentang
Penerapan Keuangan Berkebelanjutan bagi Lembaga Jasa Keuangan, Emiten, dan
Perusahaan Publik. Terkait dengan pelaporan keberlanjutan, peraturan ini
mewajibkan Lembaga Jasa Keuangan (LJK), Emiten, dan Perusahaan Publik,
Menyusun Laporan Keberlanjutan. Laporan Keberlanjutan dapat disusun secara
terpisah dari laporan tahunan atau sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
laporan tahunan. Laporan Keberlanjutan tersebut wajib disampaikan kepada OJK
dan dipublikasikan di situs web atau media cetak/media pengumuman lainnya yang
mudah terbaca public jika belum memiliki situs web. Peraturan ini juga
melampirkan acuan format laporan keberlanjutan.
14.1.3 Definisi dan Manfaat Laporan Keberlanjutan
Laporan Keberlanjutan atau Sustainability Report (SR) memiliki definisi yang
beragam. Menurut Elkington (1997), SR adalah laporan yang memuat tidak saja
informasi kinerja keuangan tetapi juga informasi non-keuangan yang terdiri dari
informasi aktivitas sosial dan lingkungan yang memungkinkan entitas bertumbuh
secara berkesinambungan (sustainable performance). SR menurut World Business
Council for Sustainable Development (WBCSD) dapat didefinisikan sebagai
laporan public dimana entitas memberikan gambaran posisi dan aktivitas entitas
pada aspek ekonomi, lingkungan, dan sosial kepada stakeholder dan eksternalnya
(WBCSD,2002).

SR adalah pelaporan yang dilakukan oleh entitas untuk mengukur dan


mengungkapkan (disclose) semua kegiatan yang dilaksanakan entitas berkaitan
dengan upaya pelestarian lingkungan sosialnya dan upaya entitas untuk menjadi
entitas yang akuntabel bagi seluruh pemangku kepentingan (stakeholders), dalam
upaya mencapai tujuan kinerja entitas menuju pembangunan yang berkelanjutan.
Melalui penerapan pelaporan keberlanjutan diharapkan entitas dapat berkembang
secara berkelanjutan (sustainable growth) dan didasarkan atas etika bisnis (business
ethics).
Munculnya SR tidak dapat dilepaskan dari berkembangnya akuntansi lingkungan
dalam beberapa tahun terakhir. Berkembangnya akuntansi lingkungan dewasa ini
merupakan dampak dari pandangan kalangan pengusaha yang mulai berubah.
Mereka tidak lagi terfokus untuk mencari laba sebesar-besarnya, tetapi mereka juga
mulai peduli terhadap kontribusi yang dapat mereka berikan terhadap pembangunan
berkelanjutan lingkungan sekitarnya.

Dengan adanya penyampaian SR yang dilakukan oleh entitas maka terdapat


tambahan informasi yang dapat digunakan oleh pihak-pihak berkepentingan sebagai
bahan pertimbangan untuk pengambilan keputusan. Beberapa manfaat yang
diperoleh oleh pihak-pihak berkepentingan dari penyampaian SR adalah: 1) bagi
entitas SR berguna sebagai alat ukur pencapaian target kerja dalam isu triple
bottom line (ekonomi, sosial, lingkungan), 2) bagi investor SR berguna sebagai alat
control atas capaian kinerja entitas sekaligus sebagai media pertimbangan investor
dalam mengalokasikan sumber daya keuangan yang mereka miliki terutama dalam
lingkup Sustainable & Responsible Investment (SRI), 3) bagi pemangku
kepentingan lainnya (media masa, pemerintah, akademisi, konsumen, dan lain-lain)
SR berguna sebagai tolak ukur menilai kesungguhan komitmen entitas terhadap
pembangunan berkelanjutan lingungan sekitarnya.

Selain beberapa manfaat diatas, masih banyak lagi manfaat yang diberikan oleh SR
seperti tersaji pada gambar 14.1
Gambar 14.1: Manfaat dari Sustainability Reporting

Sumber: DUPress.com

Berdasarkan gambar diatas dapat kita lihat bahwa terdapat tiga aspek yang
merasakan manfaat dari SR yaitu: 1) aspek ekonomi, 2) aspek sosial, dan 3) aspek
lingkungan. Pada aspek ekonomi terdapat tiga manfaat yang diperoleh yaitu:
mengurangi biaya life cycle, meminimalisir risiko bisnis, serta keunggulan dalam
sewa, hunian, dan penilaian (superior rent, occupancy and valuation). Pada aspek
sosial terdapat tiga manfaat yang diperoleh yaitu meningkatnya citra entitas,
transparansi, dan kolaborasi/hubungan dengan pemangku kepentingan. Pada aspek
lingkungan juga terdapat tiga manfaat yang diperoleh yaitu: mengurangi
penggunaan energi air dan emisi gas, mengurangi resiko lingkungan dan
penggunaan yang lebih tinggi terhadap sumber energi terbarukan.

14. 1. 4 Langkah-Langkah Penyusunan Laporan Keberlanjutan


Global Reporting Intiative (GRI) menganjurkan lima langkah dalam proses SR
yaitu (https://www.globalreporting.org/reporting/getstarted/pages/default.aspx):
1. Prepare
Pada tahap ini manajemen mempersiapkan dan melakukan perencanaan tentang
penentuan informasi yang sebaiknya dilaporkan dalam SR entitas dan
dampaknya terhadap entitas. Pada tahap ini juga dipikirkan langkah-langkah
yang akan dilaksanakan selanjutnya untuk menjalankan program pembangunan
berkelanjutan. Pada tahap ini entitas membuat action plan dan jika semuanya
sudah didiskusikan maka entitas dapat membuat “Kick Off Meeting”.
2. Connect
Pada tahap ini manajemen entitas mengindetifikasikan pemangku kepentingan
utama atau key stakeholder. Sangat penting untuk mengetahui kegiatan yang
perlu dilakukan entitas untuk membuat bisnis dan lingkungan berkelanjutan
dan informasi yang perlu dilaporkan. Pada tahapan ini entitas berdiskusi bagi
pemangku kepentingan.
3. Define
Berdasarkan diskusi yang telah dilakukan entitas dengan para key stakeholder,
entitas kemudian membuat assessment internal. Diskusi internal dengan
manajemen akan mengidenfikasikan hal-hal penting yang perlu dilaporkan baik
untuk kebutuhan internal dan eksternal. Perlu dipertimbangkan ruang lingkup
dan besarnya pengaruh entitas terhadap lingkungan, kapasitas, dan komitmen
entitas. Hal ini akan membantu kandungan informasi dan cara aktivitas entitas
dilaporkan dalam SR.
4. Monitor
Pada tahapan ini entitas memonitor proses dan data untuk memastikan kualitas
informasi yang akan dilaporkan. Tetapkan target-target capaian yang akan
dilaporkan dan menindaklanjuti (follow up) jika ada target yang belum tercapai.
5. Report
Pada tahap ini dilakukan penulisan informasi yang telah dikumpulkan dan
kemudian disusun sebagai laporan SR. Laporan ini juga harus dikomunikasikan
kepada para pemangku kepentingan untuk mendapatkan masukan dan
senantiasa dimutakhirkan.

14. 1. 5 Standar Pembuatan Laporan Keberlanjutan


Standar pembuatan SR salah satunya dapat mengacu ke pedoman yang diterbitkan
oleh Global Reporting Initiative (GRI). Pada tahun 2018, pedoman baru telah
diberlakukan, yaitu GRI Sustainability Reporting Standards atau GRI Standards
(GRIS). GRIS terbagi menjadi dua kelompok standar, yaitu Standar Universal dan
Standar Topik-Spesifik. Standar Universal terdiri dari Foundation (GRI 101),
General Disclosures (GRI 102), dan Management Approach (GRI 103). Standar
Topik-Spesifik terdiri dari Economic (GRI 200). Environmental (GRI 300), dan
Social (GRI 400). Dalam GRI 101 dijelaskan terdapat dua kelompok prinsip
pelaporan, yaitu prinsip-prinsip untuk menentukan isi laporan (reporting
principles for defining report content) dan prinsip-prinsip pelaporan untuk
menentukan kualitas pelaporan (reporting principles for defining report quality).
Prinsip-prinsip tersebut mendasari pelaporan menurut GRIS.

Prinsip-prinsip pelaporan untuk menentukan isi laporan terdiri dari empat prinsip
yaitu :
1. Stakeholder inclusiveness: entitas harus mengidentifikasi pemangku
kepentingannya, dan menjelaskan respon entitas terhadap ekspektasi rasional
dan kepentingan dari para pemangku kepentingannya.
2. Sustainable context: laporan harus menyajikan kinerja organisasi dalam
konteks keberlanjutan yang lebih luas.
3. Meateriality: laporan harus mencakup aspek yang: (a) mencerminkan dampak
ekonomi, sosial, dan lingkungan yang signifikan dari entitas; atau (b) secara
substansial berpengaruh terhadap penilaian dan keputusan pemangku
kepentingan.
4. Completeness: laporan harus mencakup aspek material dan ruang lingkupnya,
sehingga dapat mencerminkan dengan memadai dampak ekonomi,
lingkungan, dan sosial yang signifikan, serta memungkinkan pemangku
kepentingan menilai kinerja entitas pada periode pelaporan.

Sementara itu, prinsip-prinsip pelaporan untuk menentukan kualitas pelaporan


terdiri dari:
1. Accuary: informasi yang dilaporkan harus cukup akurat dan detail yang
memungkinkan pemangku kepentingan menilai kinerja entitas.
2. Balance: Laporan harus mencerminkan aspek positif dan negative dari kinerja
perusahaan sehingga memungkinkan penilaian kinerja secara keseluruhan.
3. Clarity: Entitas harus menyajikan informasi dalam format yang mudah untuk
dipahami dan diakses oleh pemangku kepentingan yang menggunakan
laporan.
4. Comparability: Entitas harus memilih, mengkompilasikan, dan melaporkan
informasi secara konsisten. Informasi yang dilaporkan harus disajikan
sedemikian rupa sehingga pemangku kepentingan dapat menganalisis
perubahan dalam kinerja entitas dari waktu ke waktu, dan harus mendukung
analisis perbandingan relative terhadap entitas lain.
5. Reliability: Entitas harus mengumpulkan, mencatat, mengkompilasikan,
menganalisis, dan mengungkapkan informasi dan proses yang dilakukan
dalam mempersiapkan laporan sedemikian rupa sehingga dapat dievaluasi
serta menunjukkan kualitas dan materialitas informasi.
6. Timeliness: Entitas harus melaporkan dalam skedul regular sehingga informasi
tersedia tepat waktu bagi pemangku kepentingan untuk mengambil keputusan.

GRI 101 juga menjelaskan cara menggunakan GRIS dan bentuk klaim atas
penggunaan GRIS. GRI 101 menyebutkan terdapat dua pilihan dalam penggunaan
GRIS, yaitu opsi “core” dan opsi ‘comprehensive”. Perbedaan kedua pilihan
tersebut terletak pada penerapan GRI 102 dan GRI Topik-Spesifik. Terdapat
beberapa pengungkapan di GRI 102 yang hanya wajib diungkapkan jika entitas
memilih “comprehensive”. Sementara terkait GRI Topik-Spesifik, pada “core”
entitas cukup mengungkapkan minimum 1 (satu) pengungkapan Topik-Spesifik.
Namun jika entitas memilih “Comprehensive” maka entitas harus menetapkan
seluruh pengungkapan topik-spesifik.

Selanjutnya GRI 102 mengatur tentang pengungkapan umum yang harus disajikan
semua entitas yang menerapkan GRIS dalam menyusun SR. pengungkapan umum
ini mencakup :
1. Profile Organisasi
Standar pengungkapan ini memberikan gambaran tentang karakteristik
organisasi dalam rangka memberikan konteks untuk pelaporan selanjutnya
lebih rinci terhadap bagian lain pedoman. Pengungkapan mencakup hal-hal
seperti berikut:
a. Nama Organisasi
b. Aktivitas, merk, produk dan jasa
c. Lokasi kantor pusat
d. Lokasi operasi
e. Status badan hukum dan kepemilikan
f. Pasar yang dilayani
g. Skala organisasi
h. Informasi tentang pegawai dan pekerja lainnya
i. Rantai pasokan
j. Perubahan organisasi yang signifikan dan rantai pasokannya
k. Prinsip atau pendekatan kehati-hatian
l. Inisiatif eksternal
m. Keanggotaan asosiasi

2. Strategi
Standar pengungkapan ini menyajikan pernyataan dari pembuat keputusan
paling senior dari organisasi (seperti Direktur Utama, Komisaris Utama, atau
posisi senior yang setara) tentang relevansi keberlanjutan terhadap organisasi
dan strategi organisasi untuk menuju keberlanjutan. Pernyataan tersebut harus
menyajikan visi secara keseluruhan, strategi jangka pendek, jangka menengah
dan jangka Panjang, terutama yang berkaitan dengan pengelolaan ekonomi,
lingkungan, dan dampak sosial, yang disebabkan oleh organisasi dan turut
memberikan kontribusi, atau dampak yang dapat dihubungkan dengan
kegiatannya sebagai akibat dari hubungan dengan orang lain (seperti pemasok,
orang atau organisasi dalam masyarakat lokal). Pernyataan juga harus
menyediakan dua bagian narasi singkat tentang dampak, resiko, dan peluang.
3. Etika dan Integritas
Standar pengungkapan ini memberi gambaran tentang:
a. Nilai-nilai organisasi, prinsip, standar, dan norma perilaku.
b. Mekanisme internal dan eksternal untuk memperolehsaran tentang perilaku
etis dan sesuai aturan atau hukum serta untuk melaporkan kekhawatiran
tentang perilaku yang tidak etis atau melanggar hukum dan integritas.
4. Tata Kelola
Standar pengungkapan ini memberi gambaran tentang:
a. Struktur tata kelola
b. Pendelegasian kewenangan
c. Penanggung jawab tingkat eksekutif untuk topik ekonomi, lingkungan, dan
sosial.
d. Mekanisme konsultasi dengan pemangku kepentingan untuk ekonomi,
lingkungan, dan sosial.
e. Komposisi organ tata kelola tertinggi dan komite-komitenya.
f. Ketua organ tata kelola tertinggi.
g. Proses nominasi dan pemilihan organ tata kelola tertinggi.
h. Konflik kepentingan.
i. Peran organ tata kelola tertinggi dalam menetapkan tujuan, nilai-nilai, dan
strategi.
j. Pengetahuan kolektif dari organ tata kelola tertinggi.
k. Evaluasi kinerja organ tata kelola tertinggi.
l. Identifikasi dan manajemen dampak ekonomi, lingkungan, dan sosial.
m. Efektivitas proses manajemen resiko.
n. Review topikn ekonomi, lingkungan, dan sosial
o. Peran organ tata kelola tertinggi dalam pelaporan keberlanjutan
p. Pengkomunikasian isu-isu kritis
q. Sifat dan jumlah isu-isu kritis
r. Kebijakan remunerasi
s. Proses penetapan remunerasi
t. Keterlibatan pemangku kepentingan dalam remunerasi
u. Rasio total kompensasi tahunan
v. Persentase peningkatan rasio kompensasi tahunan

5. Stakeholder engagement
Standart pengungkapan ini memberikan gambaran tentang keterlibatan
pemangku kepentingan organisasi selama periode pelaporan. Pengungkapan
mencakup:
a. Daftar kelompok pemangku kepentingan yang dilibatkan oleh organisasi
b. Perjanjian perundingan Bersama
c. Identifikasi dan seleksi pemangku kepentingan
d. Pendekatan organisasi untuk keterlibatan pemangku termasuk frekuensi
keterlibatan jenis dan kelompok pemangku kepentingan dan indikasi
apakah ada keterlibatan yang dilakukan secara khusus sebagai bagian dari
proses punyusunan laporan.
e. Topik utama dan masalah yang telah diangkat melalui keterlibatan
pemangku kepentingan dan bagaimana organisasi telah menanggapi topik-
topik utama dan masalah, termasuk melalui pelaporannya.

6. Profil Laporan
Standar pengungkapan ini memberikan gambaran tentang informasi dasar
tentang laporan tersebut, konten indeks GRI, dan pendekatan untuk mencari
asurans pihak eksternal. Pengungkapan mencakup:
a. Entitas yang tercakup dalam laporan keuangan konsilidasi
b. Penentuan isi laporan dan ruang lingkup topik
c. Daftar topik material
d. Penyajian kembali informasi
e. Perubahan pada pelaporan
f. Periode pelaporan
g. Tanggal terbaru untuk laporan sebelumnya (jika ada)
h. Siklus laporan (seperti tahunan, dua tahunan, dan sebagainya)
i. Kontak untuk pertanyaan mengenai laporan atau isinya
j. Klaim penerapan GRIS
k. Indek GRI
l. Asurans dari pihak eksternal

Berikutnya adalah GRI 102 yang menjelaskan tentang pendekatan manajemen.


Pengungkapan pendekatan manajemen ini mencakup:
1. Penjelasan tentang topik material dan ruang lingkupnya
2. Penjelasan tentang pendekatan manajemen dan komponennya
3. Evaluasi tentang pendekatan manajemen

Setelah GRI 101, GRI 102, GRI 103, GRIS menjelaskan standar pengungkapan
topik spesifik, yang terdiri dari GRI 200 (ekonomi), GRI 300 (lingkungan), dan
GRI 400 (sosial).
Table 1 menyajikan rincian pengungkapan untuk masing-masing topik-spesifik.
GRI 200 GRI 300 GRI 400
-Kinerja Ekonomi -Material -Pekerjaan
-Kehadiran Pasar -Energi -Hubungan Buruh/Manajemen
-Dampak Ekonomi secara tidak -Keselamatan dan Kesehatan
langsung -Air dan Limbah Cair Kerja
-Praktek Perolehan atau
pembelian -Keanekaragaman Hayati -Pelatihan dan Pendidikan
-Keanekaragaman dan
-Anti-korupsi -Emisi Persamaan Kesempatan
-Perilaku Anti-Persaingan -Limbah dan Sampah -Non-diskriminasi
-Kebebasan Berserikat dan
  -Kepatuhan Lingkungan Berunding Bersama
-Penilaian Kinerja Pemasok
  untuk Aspek Lingkungan -Pekerja Anak
    -Kerja Paksa
    -Praktek Keamanan
    -Hak Masyarakat Adat
    -Penilaian HAM
    -Komunitas Lokal
-Penilaian Kinerja Pemasok dari
    Aspek Sosial
    -Kebijakan Publik
-Keamanan dan Kesehatan
    Pelanggan
    -Pemasaran dan pelabelan
    -Privasi Pelanggan
-Kepatuhan terhadap Regulasi
    Terkait Aspek Sosial

Tabel 1. GRI 200, 300, 400

14. 1. 6 Standar-Standar SR Lain Selain GRI


Selain GRI, terdapat standar lain yang berkaitan dengan SR seperti ISO
14001:2004, ISO 26000, dan AA1000. ISO 14001:2004 merupakan standar
internasional tentang system manajemen lingkungan yang membahas berbagai
aspek pengelolaan lingkungan. ISO 14001:2004 menetapkan kriteria untuk system
manajemen lingkungan dan untuk dapat disertifikasi. ISO 14001:2004 tidak
menetapkan persyaratan untuk kinerja lingkungan, tetapi memetakan kerangka
yang dapat digunakan entitas untuk membangun sebuah system manajemen
lingkungan yang efektif. Hal ini dapat digunakan oleh setiap organisasi terlepas
dari jenis kegiatan atau sektornya. Penerapan ISO 14001:2004 dapat memberikan
jaminan kepada manajemen entitas dan karyawan serta pemangku kepentingan
eksternal bahwa dampak lingkungan telah diukur dan penanganannya
ditingkatkan.

Manfaat menggunakan ISO 14001:2004 adalah


(http://www.iso.org/iso/home/standards/managementstandards/iso14000.htm):
1. Mengurangi biaya pengelolaan sampah
2. Penghematan konsumsi energi dan material
3. Biaya distribusi yang lebih rendah
4. Peningkatan citra entitas di kalangan regulator, pelanggan dan masyarakat

Standar ISO lainnya adalah ISO 26000. ISO 26000 memberikan pedoman untuk
bisnis dan organisasi agar dapat beroperasi dengan cara yang bertanggung jawab
secara sosial. Beroperasi dengan bertanggung jawab secara sosial berarti bertindak
dengan cara yang etis dan transparan dengan memberikan kontribusi untuk
Kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. ISO 26000 membantu menjelaskan
tanggung jawab sosial, membantu bisnis dan organisasi menerjememahkan
prinsip-prinsip keberlanjutan kedalam Tindakan dan praktik terbaik yang
berkaitan dengan tanggung jawab sosial yang efektif secara global. Hal ini
ditujukan untuk semua jenis organisasi terlepas dari aktivitas mereka, ukuran atau
lokasi. Standar ini diluncurkan pada tahun 2010 setelah lima tahun negoisasi
antara berbagai pihak diseluruh dunia. Perwakilan dari pemerintah, LSM,
industry, kelompok konsumen dan organisasi buruh di seluruh dunia terlibat
dalam perkembangannya.
(http://www.iso.org/iso/home/standards/managementstandards/iso26000.htm).

Standar berikutnya adalah AA1000. AA1000 adalah standar berbasis prinsip yang
bertujuan membantu organisasi menjadi lebih akuntabel, bertanggung jawab dan
berkelanjutan. AA1000 membahas isu-isu yang mempengaruhi tata Kelola, model
bisnis dan strategi organisasi, serta memberikan bimbingan operasional pada
jaminan keberlanjutan dan keterlibatan pemangku kepentingan. AA1000 terdiri
atas tiga standar, yaitu (http://www.accountability.org):
1. The AA1000 Account Ability Principles Standard (AA1000APS):
menyediakan kerangka kerja bagi suatu organisasi untuk mengidentifikasi,
memprioritaskan, dan menanggapi tantangan keberlanjutan.
2. The AA1000 Assurance Standard (AA1000AS): menyediakan metodologi
untuk mengevaluasi sifat dan tingkat kepatuhan sebuah organisasi terhadap
Prinsip Akuntabilitas.
3. The AA1000 Stakeholder Engagement Standard (AA1000SES): menyediakan
kerangka kerja untuk membantu organisasi memastikan bahwa proses
pelibatan pemangku kepentingan direncanakan, intens, dan memberikan hasil.

14. 1. 7 Praktik Pelaporan Keberlanjutan Di Indonesia


Perkembangan pelaporan keberlanjutan di Indonesia tidak lepas dari peran sebuah
Lembaga yaitu National Center For Sustainability Reporting (NCSR) Indonesia.
NCSR adalah sebuah wadah (organisasi) independent dalam rangka
pengembangan, pembinaan, pengukuran, dan pelaporan atas implementasi
kegiatan CSR/keberlanjutan entitas (corporate sustainability). NCSR Indonesia
memiliki anggota dari korporasi, organisasi, dan individu-individu professional
yang mempunyai visi dan komitmen yang sama dalam menerapkan dan
mengembangkan pembangunan berkelanjutan di Indonesia.

Anggota NCSR terdiri dari lima organisai independent terkemuka, yaitu: Ikatan
Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Manajemen (IAI-KAM) atau saat ini
adalah Ikatan Akuntan Manajemen Indonesia (IAMI), Komite Nasional Kebijakan
Publik (KNKP), Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI), Asosiasi
Emiten Indonesia (AEI), dan Indonesia-Netherlands Asociation (INA). NCSR ini
dideklarasikan pada tanggal 23 juni 2005. NCSR setiap tahun menyelenggarakan
ajang/penghargaan Sustainability Reporting Awards (SRA). Ajang tahunan SRA
diselenggarakan atas Kerjasama NCSR bersana INA serta American Chamber Of
Commerce (AMCHAM), dengan dukungan Kementerian Negara Lingkungan
Hidup, Kedutaan Besar Kerajaan Belanda, Komite Nasional Kebijakan
Governance (KNKG), Institute Akuntan Manajemen Indonesia (IAMI), Forum for
Corporate Governance in Indonesia (FCGI), dan Asosiasi Emiten Indonesia
(AEI).

SRA diharapkan dapat meningkatkan tanggung jawab entitas terhadap pemangku


kepentingan utama dan meningkatkan kesadaran entitas terhadap aspek
transparasi dan akuntabilitas publik. SRA diberikan kepada entitas yang telah
mempublikasikan laporan keberlanjutan, baik yang diterbitkan secara terpisah
maupun terintegrasi dalam laporan tahunan. Terdapat 3 (tiga) kriteria yang
digunakan sebagai penilaian ajang penghargaan SRA, yaitu sebagai berikut:
1. Kelenngkapan (completeness), meliputi: profil entitas, dampak penting,
kebijakan sosial/lingkungan, komitmen manajemen, target dan tujuan
kebijakan sosial/lingkungan, layanan produk dan jasa, kebijakan pengadaan
bahan baku dan isu-isu yang terkait dengannya, kebijakan pelaporan dan
pembukuan, dan hubungan antara pelaporan sosial/lingkungan dengan
masalah pembangunan yang berkelanjutan (sustainability development),
system manajemen (management system) serta tata kelola entitas (corporate
governance).
2. Kepercayaan (credibility), meliputi: pencapaian utama saat ini, penyebutan
anggota tim yang bertanggung jawab untuk isu sosial/ekonomi, system
manajemen dan integrasinya ke kegiatan usaha, perencanaan ketidakpastian
dan manajemen resiko, proses audit internal, ketaatan (compliance) atau
ketidaktaatan terhadap peraturan, data-data mengenai dampak sosial/ekonomi,
data-data keuangan konvensional yang berhubungan, laporan keuangan
sosial/lingkungan dan full cost accounting, akreditasi atau sertifikasi ISO,
penjabaran mengenai interaksi dengan pihak terkait atau proses dialog,
pemanfaatan masukan dari pihak-pihak yang terkait, serta pernyataan dari
pihak ketiga.
3. Komunikasi (communication), meliputi: tata letak dan penampilan,
kemudahan dipahami, dibaca, dan proporsional uraian setiap bagian,
mekanisme komunikasi dan umpan balik (feedback), ringkasan pelaporan
(executive summary), tersedia petunjuk kemudahan untuk membaca laporan,
pemanfaatan sarana intranet dan internet, acuan bagi website dan pelaporan
lain, dan hubungan antar pelaporan, kesesuaian grafik, gambar dan foto
dengan narasi, integrasi dengan laporan keuangan (financial statement)

Sampai saat ini ada sekitar 40 entitas di Indonesia dari berbagai sector yang telah
membuat laporan keberlanjutan dan mereka pun ikut ambil bagian dalam acara
SRA setiap tahunnnya yang diselenggarakan oleh NCSR. PT. Kaltim Prima Coal
adalah perusahaan pertama di Indonesia yang membuat laporan keberlanjutan
pada tahun 2005. Kemudian pada tahun-tahun berikutnya jumlah perusahaan yang
membuat laporan keberlanjutan bertambah. Kondisi ini menunjukkan bahwa
semakin tingginya kesadaran Sebagian besar perusahaan di Indonesia terhadap
pembangunan berkelanjutan dan kepedulian perusahaan terhadap lingkungan.
Berikut adalah daftar entitas di Indonesia yang telah Menyusun laporan
keberlanjutan sampai saat ini:
1. PT Aneka Tambang, Tbk (Persero)
2. PT Kaltim Prima Coal (Persero)
3. PT Astra International, Tbk (Persero)
4. PT Telkom Indonesia, Tbk (Persero)
5. PT Batubara Bukit Asam, Tbk (Persero)
6. PT Holcim Indonesia, Tbk (Persero)
7. PT Perusahaan Gas Negara, Tbk (Persero)
8. PT Pertamina Geothermal, Tbk (Persero)
9. PT Unilever Indonesia, Tbk (Persero)
10. PT Bakrieland Development, Tbk (Persero)
11. PT Perkebunan Nusantara XII, (Persero)
12. PT Indonesia Power, Tbk (Persero)
13. PT Indika Energy, Tbk (Persero)
14. PT Timah, Tbk (Persero)
15. PT CIMB Niaga, Tbk (Persero)
16. PT Pertamina, Tbk (Persero)
17. PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk (Persero)
18. PT Semen Indonesia, Tbk (Persero)
19. PT Sari Husada (Persero)
20. PT Star Energy Kakap, Tbk (Persreo)
21. PT Bank Rakyat Indonesia, Tbk (Persero)
22. PT Bank Negara Indonesia, Tbk (Persero)
23. PT Bank Danamon, Tbk (Persero)
24. PT Freeport Indonesia, Tbk (Persero)
25. PT Medco Energy International, Tbk (Persero)
26. PT Saptaindra Sejati (Persero)
27. PT Perusahaan Listrik Negara, Tbk (Persero)
28. PT Indosat, Tbk (Persero)
29. PT Jasa Marga, Tbk (Persero)
30. PT International Nickel Indonesia, Tbk (Persero)
31. PT United Tractor, Tbk (Persero)
32. PT Fajar Surya Wisea, Tbk (Persero)
33. PT Pembangunan Jaya Ancol, Tbk (Persero)
34. PT Adaro Indonesia, Tbk (Persero)
35. PT Astra Agro Lestari, Tbk (Persero)
36. PT Petrosea, Tbk (Persero)
37. PT Express Transindo Utama (Persero)
38. PT Bank Mandiri, Tbk (Persero)
39. PT Bakrie Sumatra Plantation, Tbk (Persero)
40. PT Wijaya Karya, Tbk (Persero)

14. 2 LAPORAN TERINTEGRASI (INTEGRATED REPORTING)


14. 2. 1 Latar Belakang
Pelaporan keuangan telah lama menjadi laporan utama entitas kepada pemilik
modal. Laporan keuangan lebih menekankan pada penyajian informasi transaksi
keuangan masa lalu. Untuk melengkapinya entitas Menyusun laporan manajemen
(manajemen report). Laporan manajemen umumnya memberikan informasi
mengenai prospek entitas ke masa depan. Perkembangan (growth) entitas, inovasi
perusahaan, perubahan teknologi pasar, atau perubahan strategi entitas lazim
dijelaskan dalam laporan manajemen. Kedua laporan tersebut, laporan keuangan
dan laporan manajemen, disajikan di laporan tahunan. Oleh sebab itu laporan
tahunan semakin lama semakin tebal.

Kemudian berkembang juga praktik Laporan/Pelaporan Keberlanjutan atau


Sustainability Report/Reporting (SR). SR disusun berdasarkan panduan/standar
penyusunan SR seperti panduan yang diterbitkan GRI. Tujuan dari informasi yang
ingin disampaikan dalam SR berbeda dengan tujuan pelaporan keuangan. SR ini
dapat disajikan sebagai bagian dari laporan tahunan ataupun laporan tersendiri.
Ketika digabungkan dalam laporan tahunan maka tentu hal tersebut membuat
laporan tahunan semakin tebal. Jikalau disajikan terpisah tetap saja informasi
perlu dibaca oleh para pemangku kepentingan semakin banyak. Banyaknya jenis
dan ketebalan laporan yang dihasilkan membuat pembaca (contoh Investor) dapat
kehilangan gambaran utuh dari nilai tambah (value added) yang dilakukan oleh
entitas. Hal inilah yang berusaha dijawab oleh konsep Laporan/Pelaporan
Terintegrasi atau Integrated Report/Reporting (IR).

IR memiliki konsep yang berbeda dengan SR. dalam pembuatan IR, entitas
Menyusun pelaporan yang berfokus pada upaya entitas menciptakan nilai (value
creation) yang akan bertahan dalam jangka Panjang. Gambar 14.2 menjelaskan
konsep IR dan posisinya terhadap laporan-laporan lain.
Gambar 14.2: Konsep Integrated Reporting

Sumber:IIRC, 2011

Beberapa keunggulan yang ditawarkan oleh IR diantaranya: 1) menunjukkan


komitmen terhadap keberlanjutan bisnis kepada pemangku kepentingan; 2)
membantu mengintegrasikan sustainabilitas bisnis ke dalam strategi dan operasi;
3) meningkatkan relasi dengan para pemangku kepentingan umum; 4)
meningkatkan transparansi dan akuntabilitas entitas; 5) menyederhanakan
pelaporan eksternal (Laporan keuangan, Laporan Manajemen, Sustainibility
Report); 6) menunjukkan posisi entitas sebagai leader dan inovator; 7)
meningkatkan relasi dengan komunitas investor, kreditur, dan mitra usaha; 8)
meningkatkan akses modal/pendanaan; 9) meningkatkan reputasi dan memperkuat
citra (brand) entitas; serta 10) patuh terhadap regulasi. Konsep IR ini merupakan
konsep baru sehingga sampai saat ini belum terdapat standar penyusunan IR
seperti halnya SR. Pada saat ini baru terdapat semacam kerangka konseptual IR
yang diterbitkan pada tahun 2013 oleh International Integrated Reporting Council
(IIRC) yang didukung oleh Yayasan Pangeran Charles. IIRC kini telah didukung
oleh pelaku bisnis dan investor lebih dari 25 negara. Selain itu, terdapat juga
beberapa Lembaga penyusun standar internasional yang duduk di dewan
pengawas penyusun standar IR, yaitu diantaranya adalah perwakilan International
Accounting Standard Board (IASB), International Federation of Accountants
(IFAC), dan GRI.
14. 2. 2 Definisi dan Manfaat Pelaporan Terintegrasi
IIRC mendefinisikan IR sebagai suatu proses yang didasarkan pada pemikiran
yang terintegrasi yang menghasilkan laporan terintegrasi secara berkala oleh
sebuah organisasi tentang penciptaan nilai dari waktu ke waktu dan komunikasi
terkait aspek penciptaan nilai. IR adalah suatu komunikasi yang ringkas dan
terintegrasi tentang strategi, tata Kelola, remunerasi, kinerja, dan prospek suatu
organisasi dalam menghasilkan penciptaan nilai dalam jangka pendek, menengah,
dan jangka Panjang. Perlu ditekankan bahwa sebuah IR bukan sekedar
penggabungan laporan keuangan dan laporan keberlanjutan. Dalam membuat IR
fokus entitas adalah melaporkan upaya entitas menciptakan nilai untuk
keberlanjutan entitas dimasa depan. Tujuan utama dari IR adalah untuk
menjelaskan kepada penyedia modal keuangan upaya organisasi menciptakan
nilai dari waktu ke waktu.

Sebuah laporan yang terintegrasi menguntungkan semua pemangku kepentingan


yang tertarik pada kemampuan organisasi dalam menciptakan nilai dari waktu ke
waktu, termasuk karyawan, pelanggan, pemasok, mitra bisnis, masyarakat local,
legislator, regulator dan pembuat kebijakan. Proses IR juga akan menguntungkan
manajemen dan pihak yang bertanggung jawab atas tata Kelola, karena mereka
akan memiliki informasi yang lebih baik dan dapat menjadi dasar pengambilan
keputusan tentang upaya organisasi dapat menciptakan nilai dalam jangka pendek,
menengah dan panjang.

14. 2. 3 Perbedaan Laporan Terintegrasi dan Laporan Keberlanjutan


Secara umum, SR dan IR memiliki perbedaan tujuan. SR bertujuan untuk
membantu organisasi dalam menetapkan tujuan, mengukur kinerja, dan mengelola
perubahan menuju ekonomi global yang berkelanjutan – salah satu yang
menggabungkan keuntungan jangkan Panjang dengan tanggung jawab sosial dan
peduli lingkungan. Sementara itu, IR berfokus untuk melaporkan penciptaan nilai
entitas dengan membuat semua jenis pelaporan menjadi terpadu atau terintegrasi.
IR adalah konsep baru penyusunan laporan tahunan. Oleh sebab itu hubungan IR
dan SR adalah seperti hubungan SR dengan laporan tahunan. Sr merupakan
bagian intrinsic dalam IR dan menjadi fondasi dalam persiapan IR. SR
mempertimbangkan relevansi keberlanjutan sebuah organisasi dan juga membahas
prioritas keberlanjutan dan topik utama dengan fokus pada dampak dari tren
keberlanjutan, resiko, dan peluang pada prospek jangka Panjang dan kinerja
keuangan organisai. SR merupakan hal mendasar untuk pemikiran terintegrasinya
suatu organisasi dan proses pelaporan dalam memberikan masukan untuk
organisasi dalam mengidentifikasi masalah, tujuan strategis, dan penilaian
kemampuan untuk mencapai suatu tujuan dan menciptakan nilai dari waktu ke
waktu.

14. 2. 4 Kerangka Prinsip Pelaporan Terintegrasi


Pada Desember 2013, IIRC mengeluarkan kerangka prinsip pelaporan terintegrasi
yang bersifat internasional atau International Framework. Ditekankan oleh IIRC
bahwa kerangka ini bersifat principle-based dan tidak akan mengatur secara detail
isi yang harus ada dalam IR. Kerangka ini dikembangkan melalui due process,
termasuk penerbitan discussion paper yang dikeluarkan IIRC pada tahun 2011
dan disebarkan ke masyarakat global untuk dimintai masukan.

Tujuan dari kerangka prinsip IR adalah untuk membangun panduan prinsip dan
elemen-elemen yang mengatur keseluruhan isi IR dan untuk menjelaskan konsep
dasar yang mendukungnya. Kerangka Prinsip IR adalah suatu kerangka untuk:
1. Mengidentifikasi informasi untuk dimasukkan secara terpadu dalam laporan,
yang akan digunakan dalam menilai kemampuan organisasi menciptakan nilai;
dan
2. Ditujukan kepada sector swasta dari berbagai ukuran. Namun kerangka ini
juga dapat diterapkan dan disesuaikan seperlunya untuk digunakan oleh sektor
public dan organisasi nirlaba.
Berikut ini adalah pedoman prinsip-prinsip yang mendasari penyusunan IR, isi
laporan, penyajian informasi:
1. Fokus strategi dan orientasi masa depan: IR harus memuat informasi
mengenai strategi entitas dan mekanisme strategi tersebut dalam menciptakan
nilai untuk jangka pendek, menengah, dan jangka panjang, serta dampaknya
terhadap modal.
2. Konektivitas Informasi: IR harus menunjukkan gambaran menyeluruh
kombinasi, keterhubungan, dan ketergantungan dari factor-faktor yang
mempengaruhi penciptaan nilai.
3. Keterhubungan para pemangku kepentingan: IR harus menyediakan informasi
tentang kualitas hubungan entitas dengan para pemangku kepentingan umum.
IR juga harus menjelaskan seberapa jauh perusahaan memahami kebutuhan
para pemangku kepentingan dan merespon kebutuhan dan kepentingan
mereka.
4. Materialitas: IR harus menunjukkan informasi hal-hal material yang secara
substantif mempengaruhi proses penciptaan nilai jangka pendek, menengah,
dan Panjang.
5. Keringkasan: IR harus ringkas.
6. Keandalan dan kelengkapan: IR harus lengkap memuat hal-hal yang bersifat
material dan bebas dari kesalahan material.
7. Konsistensi dan keterbandingan: informasi yang dimuat dalam IR harus
konsisten dari waktu ke waktu dan dapat dibandingkan dengan laporan entitas
lain.

IR mencakup delapan elemen isi laporan yang fundamental yang saling terkait
satu sama lain dan tidak saling eksklusif. Delapan elemen tersebut adalah:
1. Ikhtisar tentang organisasi dan lingkungan eksternalnya: menggambarkan
kegiatan yang dilakukan oleh entitas dan keadaan lingkungan tempat entitas
beroperasi.
2. Tata Kelola (Governance): menggambarkan tentang tata kelola entitas dalam
mendukung penciptaan nilai dalam jangka pendek, menengah, dan Panjang.
3. Model bisnis: menggambarkan model bisnis.
4. Resiko dan peluang: mengidentifikasi jenis resiko dan peluang entitas dalam
proses penciptaan nilai dalam jangka pendek, menengah, dan jangka Panjang.
5. Strategi dan alokasi sumber daya: menjelaskan arah tujuan entitas dan cara
entitas mencapai tujuan-tujuan tersebut.
6. Kinerja: menggambarkan sejauh mana entitas telah mencapai tujuan-tujuan
strategis entitas untuk periode pelaporan dan dampaknya terhadap
permodalan.
7. Outlook: menggambarkan tantangan dan ketidakpastian yang mungkin
dihadapi entitas di masa depan dalam menjalankan strategi-strateginya dalam
potensi dari implikasinya terhadap model bisnis entitas dan kinerja masa
depan.
8. Dasar-dasar penyajian: mekanisme yang digunakan entitas untuk memutuskan
informasi yang material dan harus dilaporkan dalam IR, serta metode
pengukuran dan evaluasi metode pengukuran tersebut.

Kerangka Prinsip IR yang disusun oleh IIRC memberikan skema proses


penciptaan nilai dalam entitas terjadi seperti yang digambarkan dalam Gambar
14.3.

Gambar 14.3: Proses Penciptaan Nilai Dalam Entitas

Sumber: IIRC, 2013


Model penciptaan nilai berdasarkan Ganbar 3 menekankan bahwa penciptaan nilai
oleh entitas bergantung dari banyak faktor dan tidak hanya tertumpu pada entitas
semata. Penciptaan nilai sangat di pengaruhi oleh lingkungan eksternal entitas,
keterkaitan antar pemangku kepentingan, dan dipengaruhi oleh hubungan antar
elemen.

Lingkungan eksternal entitas termasuk lingkungan hidup, kondisi ekonomi,


perubahan teknologi, masalah-masalah sosial, dan tantangan kelestarian
lingkungan. Lingkungan eksternal entitas menciptakan konteks dari operasi
entitas. Operasi entitas sangat dipengaruhi oleh keadaan dan perkembangan
lingkungan eksternalnya.

Setiap model bisnis di dalam entitas terdiri dari berbagai masukan (input) melalui
aktivitas bisnis sehingga menghasilkan keluaran (output) yang terdiri dari produk,
jasa, produk sampingan, dan limbah. Aktivitas dan keluaran entitas ini kemudian
menciptakan hasil (outcome) yang memiliki efek terhadap modal. Perlu
ditekankan bahwa proses penciptaan nilai bukanlah sesuatu yang bersifat statis.
Penilaian ulang terhadap komponen-komponen penciptaan nilai perlu dilakukan
secara berkala.

14. 2. 5 Permodalan Entitas: Bukan hanya Finansial


Dalam Kerangka Prinsip IR disebutkan bahwa modal entitas untuk menciptakan
nilai bukan hanya dari modal keuangan tapi bersumber dari enam jenis modal,
yaitu sebagai berikut:
1. Financial capital
Modal keuangan (financial Capital) adalah sumber dana yang tersedia untuk
dimiliki oleh sebuah organisasi atau entitas, dimana dana tersebut digunakan
untuk produksi barang atau penyediaan layanan jasa. Dana tersebut diperoleh
melalui pembiayaan, seperti utang, ekuitas, atau hibah, ataupun dihasilkan
melalui operasi atau investasi.
2. Manufactured Capital
Modal produksi (manufactured capital) adalah modal yang dimiliki organisasi
atau entitas berupa benda-benda fisik yang digunakan untuk mendukung
proses produksi barang ataupun penyedian jasa. Modal produksi terdiri dari,
antara lain, bangunan. peralatan, mesin, infrastruktur (jalan, jembatan, sistem
pengolahan limbah dan air) dan lain-lain. Modal produksi umumnya dibuat
oleh organisasi lain (eksternal), tetapi aset tersebut juga dapat diproduksi oleh
organisasi pelapor untuk dijual atau disimpan untuk digunakan sendiri.
3. Intellectual Capital
Modal intelektual (intellectual capital) adalah modal yang dimiliki oleh
organisasi atau entitas berupa pengetahuan organisasi yang tak berwujud.
Modal intelektual terdiri dari. antara lain, properti intelektual seperti hak cipta
serta hak dan lisensi cipta perangkat. Modal intelektual organisasi mencakup
tacid knowledge, sistem, prosedur, dan protokoler.
4. Human Capital
Modal manusia (human capital) adalah modal yang dimiliki oleh organisasi
atau entitas berupa kemampuan, kompetensi, dan pengalaman karyawan, serta
motivasi untuk berinovasi. Termasuk didalamnya adalah: a) kemampuan
menyelaraskan dan mendukung kerangka tata kelola organisasi. pendekatan
manajemen risiko, dan etika nilai-nilai; b) kemampuan memahami.
mengembangkan, dan menerapkan strategi organisasi, c) loyalitas dan
motivasi untuk meningkatkan proses barang dan jasa, termasuk kemampuan
mereka untuk memimpin, mengelola, dan berkolaborasi.
5. Social and Relationship Capital
Modal sosial dan hubungan (social and relationship capital) adalah modal
yang dimiliki oleh organisasi atau entitas lembaga-lembaga dan hubungan
diantara masyarakat. kelompok-kelompok pemangku kepentingan, dan
jaringan lainnya, serta kemampuan untuk berbagi informasi, baik secara
individu maupun kolektif. Modal sosial dan hubungan meliputi: 1) berbagi
norma-norma, nilai-nilai umum, dan perilaku; 2) hubungan pemangku
kepentingan dan kepercayaan serta kesediaan untuk melibatkan organisasi
yang telah mengembangkan dan mengupayakan untuk membangun dan
melindungi bersama pemangku kepentingan eksternal; 3) aset tak berwujud
terkait dengan merek (brand) dan reputasi yang telah dikembangkan oleh
entitas; dan 4) lisensi sosial untuk organisasi dapat beroperasi (misalnya
persetujuan dengan suku adat setempat).
6. Natural Capital
Modal alam (natural capital) adalah modal yang dimiliki oleh organisasi atau
entitas berupa sumber daya alam yang ada di lingkungan, baik itu yang dapat
diperbarui dan yang tidak dapat diperbarui. Sumber daya ini berperan dalam
penyedian barang dan jasa yang mendukung masa lalu, saat ini, dan masa
depan dari sebuah organisasi atau entitas. Modal alam terdiri dari, antara lain,
air, tanah, mineral, udara, hutan, keanekaragaman hayati serta ekosistem.

14. 2. 6 Contoh Integrated Reporting Entitas


Berikut adalah link untuk contoh-contoh IR yang telah diterapkan oleh beberapa
entitas:
1. Integrated Report Vodacom 2017
http://www.vodacom-reports.co.za/integrated-reports/i-2017/pdf/full-
integrated.pdf
2. Integrated Report NedBank 2017
https://www.nedbank.co.za/content/dam/nedbank/site-assets/AboutUs/
Information%20Hub/Integrated%20Report/2017/2017%20Nedbank
%20Group%20Integrated%20Report.pdf.
3. Integreted Report Crown Estate 2017
https://www.thecrownnestate.co.uk/media/2081/Integrated-annual-report-
2016-17.pdf
4. Integrated Report Transnet 2018
https://www.transnet.net/InvestorRelations/AR2018/Transnet%202018.pdf
5. Integrated Report Sasol 2018
https://www.sasol.com/sites/default/files/financial_reports/Sasol
%20IR_Web.pdf
14. 3 PELAPORAN KEBERLANJUTAN (SUSTAINABILITY REPORTING)
DAN PELAPORAN TERINTEGRASI (INTEGRATED REPORTING)
SR adalah suatu bentuk pelaporan yang memadukan pelaporan sosial, lingkungan,
keuangan, dan tata kelola secara integral dan terpadu dalam satu paket pelaporan
korporasi, dalam pelaporan ini terdapat dua jenis informasi yang disajikan yaitu infomasi
yang bersifat kuantitatif yaitu informasi yang menjelasankan tentang informasi keuangan
dan informasi yang bersifat kualitatif yang menjelaskan tentang informasi sosial dan
lingkungan.
Tujuan dari SR adalah untuk menjamin sustainabilitas atau keberlangsungan korporasi,
sosial, dan lingkungan di masa-masa mendatang. Adapun pedoman yang lazim digunakan
oleh sebagian besar korporasi dalam praktik SR adalah pedoman yang diterbitkan Global
Reporting Intative (GRI). Sebagian besar masih menggunakan standar GRI generasi ke-4
(G.4), namun sebenarnya GRI telah memberlakukan standar baru pada tahun 2018 yang
disebut sebagai GRI Standards. Sementara itu, IR merupakan konsep pelaporan tahunan
yang menyediakan satu laporan yang sepenuhnya mengintegrasikan informasi keuangan
dan non-keuangan entitas (termasuk environmental, social, governance, dan intangibles).

Dengan semakin sadarnya sebagian besar korporasi terhadap kondisi krisis lingkungan
yang kian parah saat ini mampu mengubah paradigmna bisnis yang menganjurkan bahwa
dalam berbisnis selain untuk memperoleh laba (profit), korporasi perlu juga peduli dan
bertanggung jawab melestarikan lingkungan (planet) serta meningkatkan kesejahteraan
sosial (people). Kondisi seperti ini membuat SR dan IR menjadi tren pelaporan korporasi
saat ini. Dalam menyikapi tren seperti ini akan banyak tantangan dan hambatan yang
menghadang dalam implementasi SR dan IR kedepannya.

Dengan adanya tren korporasi yang mulai menggunakan SR dan IR menjadi tantangan
baru sekaligus peluang bagi profesi akuntan dan dunia pendidikan untuk menyediakan
sumber daya manusia yang kompeten menguasai SR dan IR untuk memenuhi banyaknya
permintaan korporasi kedepannya. Namun di sisi lain terdapat juga hambatan dalam
implementasi SR dan IR saat ini dengan adanya paradigma akuntansi yang masih
konvensional dan masih adanya resistensi dari para akuntan itu sendiri. Para Akuntan
masih beranggapan bahwa: 1) Akuntansi hanya memfokuskan pada kebutuhan informasi
dari stakeholder dominan yang memberi kontribusi dalam penciptaan nilai entitas. 2)
Akuntansi hanya memproses dan melaporkan informasi yang material dan dapat diukur:
31 Akuntansi mengadopsi asumsi entitas sehingga entitas diperlakukan sebagai entitas
yang terpisah dari pemilik dan pemangku kepentingan lainnya, sehingga jika suatu
transaksi tidak secara langsung berdampak pada nilai entitas maka diabaikan dalam
pelaporan akuntansi; dan 4) Masyarakat dan lingkungan adalah sumber daya yang tidak
berada dalam area kendali dan tidak terikat dalam executory contract dengan entitas.

Anda mungkin juga menyukai