Disusun Oleh:
Nama : Andini Trias Safitri
NPM :2001120066
Kelas : RP 2B
Mata Kuliah : Etika Bisnis dan Profesi Akuntansi
Dosen Pengasuh : Amanda Oktariyani, SE., M.Si.Ak
UNIVERSITAS TRIDINANTI
TAHUN AJARAN 2021-2022
BAB I
LATAR BELAKANG
sudah lama muncul di berbagai negara, hal ini terlihat dari praktik pengungkapan
corporate social responsibility (CSR), yang mengacu pada aspek lingkungan dan
sosial, yang semakin meningkat. Bahkan berbagai hasil studi telah dilakukan di
berbagai negara dan dimuat di berbagai jurnal internasional (Ghozali dan Chariri,
Terbatas Bab IV pasal; 66 ayat 2b dan Bab V pasal 74. Kedua pasal tersebut
Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan, memberikan arahan secara lebih
meskipun masih terbatas pada perusahaan BUMN dan perusahaan yang operasinya
perusahaan yang melakukan kegiatan usaha berkaitan dengan sumber daya alam
perusahaan. Artinya, kebijakan CSR tidak selalu dijamin selaras dengan visi dan
misi perusahaan. Jika pimpinan perusahaan memiliki kesadaran moral yang tinggi,
shareholders maka kebijakan CSR hanya sekedar untuk menjaga nama perusahaan.
CSR di perbankan lebih dari sekadar kepedulian sosial yang baik dan perlu, juga
rangka bisnis selalu berada dalam interaksi konstan dan terus menerus dengan
lingkungan sosial dan fisik di sekitarnya. Kesadaran ini juga menjelaskan bahwa
seluruh proses kegiatan bisnis, atau apapun dalam derajat yang bervariasi sesuai
skala kegiatannya akan selalu berdampak baik positif maupun negatif. Karena
seharusnya seluruh program CSR yang akan direalisasi oleh suatu institusi
perbankan, harus memiliki dasar alasan dalam menentukan program yang akan
digunakan sebagai program CSR mereka. Dasar alasan inilah yang menjadi pokok
yang akan direalisasikan. Pokok pertimbangan ini juga dapat digunakan sebagai
indikator tepat atau tidaknya suatu program dilihat dari praktek CSR yang
substansial.
kinerja bisnis serta realisasi program CSR mereka, terdapat kelemahan yang
yang sumir jika sebuah klaim pelaksanaan apalagi klaim keberhasilan suatu
program tidak didukung atau disertai dengan oleh piranti yang terukur. Kondisi
seperti inilah yang dijumpai ketika mengamati CSR perbankan. Paparan informasi
baik dan perlu tetapi sesungguhnya tidak memadai sebagai program CSR
perbankan. Selain itu, klaim implementasi program CSR semacam itu hanya
kritisisme atau masih diperlukan verifikasi pihak kedua bahkan juga pihak ketiga
yang independen.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah berbagai klaim dan publikasi
sederhana yang condong dititik beratkan pada ukuran input. Sementara pengukuran
terhadap proses, output dan outcome hampir bisa dikatakan tidak ada. Jika ada
pengukuran tentang output. Sebagai contoh kegiatan yang telah dilakukan oleh
perbankan yaitu: program ayo membaca dan menabung, renovasi sekolahku, bea
realisasi program CSR seperti ini bisa sangat menyesatkan. Diperlukan terobosan
kreatifitas dan juga kejujuran dari berbagai bank yang telah dan akan
pengukuran realisasi program yang bersifat lengkap, dari input, proses, output, dan
maupun kualitatif.
yang dikemukakan oleh John Eklington (1997) dikutip Teguh (2005) yang terkenal
dengan The Triple Botton Line yang terdapat dalam buku Canibalts with Forks, The
Triple Botton Line of Twentieth Century Business, perusahaan tidak lagi dihadapkan
pada tanggung jawab yang berpijak pada single botton line, yaitu nilai perusahaan
line lainnya, selain finansial adalah sosial dan lingkungan. Kondisi keuangan saja
Dari uraian diatas terlihat betapa pentingnya pelaksanaan CSR pada suatu
tahunan (annual report), dimana annual report dianggap sebagai alat yang paling
perusahaan (Branco dan Rodrigues, 2006). Selain itu era akuntabilitas sebagaimana
ditunjukan dalam salah satu prinsip Good Corporate Governance (GCG) yang
2004). Terdapat juga studi yang meneliti tentang pengungkapan sosial dan
lingkungan dalam annual report yang mengindikasikan bahwa hal tersebut telah
meningkat dari waktu ke waktu, baik dalam jumlah perusahaan yang membuat
Rodrigues 2006).
PEMBAHASAN
Sampai saat ini tidak ada definisi tunggal tentang CSR. Berikut beberapa
definisi CSR yang cukup berpengaruh dan sering dirujuk diantaranya disampaikan
oleh Bank Dunia mendefinisikan CSR sebagai berikut: “CSR is the commitment of
employees and their representatives, the local community and society at large to
improve quality of life, in ways that are both good for business and good for
development”. Sedangkan versi Uni Eropa dalam Amaeshi dan Adi (2006)
(2007) menyatakan bahwa tanggung jawab perusahaan dapat dibagi menjadi tiga
pekerjaan, dan memuaskan pemegang saham. Bila tanggung jawab pada level ini
Pada level ketiga ini, menunjukkan tahapan ketika interaksi antara bisnis
dan kekuatan lain dalam masyarakat yang demikian kuat sehingga perusahaan
dapat tumbuh dan berkembang secara berkesinambungan, terlibat dengan apa yang
menunjukkan dasar tertentu atau politik kebijakan tanggung jawab lingkungan dan
(belum diaudit), dan unregulated (tidak dipengaruhi oleh peraturan tertentu). Tema
1. Community (Kemasyarakatan)
yang terkait. Kategori ini, program lebih cenderung mengarah pada bentuk-bentuk
b) Community Services
kepentingan masyarakat atau kepentingan umum. Inti dari kegiatan ini adalah
c) Community Empowering
akses kepada pranata sosial yang ada tersebut agar dapat berlanjut. Dalam kategori
ini, sasaran utama adalah kemandirian komunitas. Dari sisi masyarakat, praktek
CSR yang baik akan meningkatkan nilai tambah adanya perusahaan di suatu daerah
terhadap pegawai yang merupakan aset yang sangat berharga ini diwujudkan
terbuka, bermartabat, tulus, menjadikan mereka sebagai bagian dari tim serta
pengetahuan yang relevan dan dapat dipakai di tempat lain. Peka terhadap
masyarakat, dan lingkungannya. Hal ini sejalan dengan legitimacy theory yang
disahkan DPR tanggal 20 Juli 2007 menandai babak baru pengaturan CSR di
negeri ini. Keempat ayat dalam pasal 74 UU tersebut menetapkan kewajiban
semua perusahaan di bidang sumber daya alam untuk melaksanakan CSR dan
CSR dan lingkungan tidak hanya berlaku untuk perusahaan yang bergerak
di bidang atau berkaitan dengan sumber daya alam, akantetapi berlaku untuk
semua perusahaan, tidak terkecuali perusahaan skala UKM, baru berdiri atau
adalah terpisah dan bertentangan adalah pandangan yang keliru. Perusahaan tidak
perusahaan itu beroperasi. Oleh karena itu, piramida CSR yang dikembangkan
Archie B. Carrol harus difahami sebagai satu kesatuan. Sebab, CSR merupakan
kepedulian perusahaan yang didasari tiga prinsip dasar yang dikenal dengan istilah
triple bottom lines, yaitu profit, people dan planet (3P). Penerapan CSR dipandang
sebagai sebuah keharusan. CSR bukan saja sebagai tanggung jawab, tetapi juga
sebuah kewajiban. CSR adalah suatu peran bisnis dan harus menjadi bagian dari
kebijakan bisnis. Maka, bisnis tidak hanya mengurus permasalahan laba, tapi juga
Raharjo ST, 2017) untuk memenuhi regulasi, hukum & aturan; sebagai investasi
sosial perusahaan untu mendapatkan image yang positif; bagian dari strategi bisnis
bagian dari risk management perushaan untuk meredam dan menghindari konflik
Dalam CSR terdapat dua orientasi bentuk program yaitu internal dan
eksternal. Internal yang berbentuk tindakan atas program yang diberikan terhadap
komunitas dan eksternal yang mengarah berupa nilai dan korporat yang dipakai
tindakan yang dilakukan sekarang yang dikemudian hari dapat berdampak atau
berpengaruh terhadap langkah-langah yang dapat kita ambil di masa depan. Dalam
& peningkatan basis sumber daya, orientasi teknologi & mampu mengatur resiko
mengenali setiap aktivitas yang langsung maupun tidak langsung yang berdampak
pada lingkungan luar atau diartikan sebagai bertanggung jawab atas tindakan yang
dilakukan. Konsep ini berlaku dengan mengkuatifikasikan akibat apa saja yang
dapat timbul dari tindakan yang diambil baik internal organisasi maupun eksternal.
negara maju, terutama Amerika Serikat memang lebih banyak didorong oleh
(voluntary driven) (Kotler & Nance, 2005). Kotler menitikberatkan pada elemen
karena dimandatkan oleh undang-undang atau bahkan oleh dasar moral atau etik,
tetapi lebih merupakan komitmen sukarela yang dilakukan oleh korporasi dalam
ditetapkan sebuah regulasi agar menciptakan standar yang perlu dipenuhi dalam
pelaksanaan CSR.
memberikan efek “domino” bagi perusahaan. Tentu efek tersebut merupakan efek
hambatan penting dalam penerapa CSR di beberapa negara, anatar lain seperti,
masyarakat; sikap-sikap sosial dari staf perusahaan atau hanya fokus pada solusi
teknis dan manajerial; tidak ada integrasi ke dalam sebuah rencana pembangunana
dan konteks isu khusus antara lain seperti konflik antar suku, korupsi, tidak adanya
(Fyrnas dalam Raharjo ST, 2017). Dalam buku Raharjo ST tentang CSR Relasi
teknis dan manajerial dan dengan pendekatan tersebut dapat mengatasi tantangan
lingkungan, tetapi hal tersebut tidak cukup dalam mementingkan soft skill,
Dan hal tersebut akan berpengaruh kepada konflik lokal karena adanya
masyarakat dan politik sehingga mereka tidak mau menerima tanggung jawab
terhadap isu-isu level makro dan isu yang berkaitan dengan dampak industri
setempat akibat adanya kesenjangan secara sosial maupun ekonomi antara pelaku
real needs (kebutuhan nyata) masyarakat. Hal ini disebabkan banyak perusahaan
masyarakat melalui pelaksanaan CSR yang tepat. Jika dalam penanganan yang
kurang tepat, maka hal tersebut akan menimbulkan sebuah masalah baru lagi,
Pengembangan bagi masyarakat agar lebih memiliki kualitas kehidupan yang lebih
baik sehingga dalam hal ini perusahaan dan masyarakat ikut serta dalam
berkembang bersama-sama.
Namun, pada penelitian PIRAC pada tahun 2001 dalam jurnal Tanudjaja
(2006) menunjukkan bahwa dana CSR dana CSR di Indonesia mencapai lebih dari
115 miliar rupiah atau sekitar 11.5 juta dollar AS dari 180 perusahaan yang
dibelanjakan untuk 279 kegiatan sosial yang terekam oleh media massa. Meskipun
dana ini masih sangat kecil jika dibandingkan dengan dana CSR di Amerika
bagi kegiatan CSR adalah sekitar 640 juta rupiah atau sekitar 413 juta per kegiatan.
Hal tersebut memperlihatkan bahwa Indonesia memang masih belum secara clear
terhadap masalah CSR-nya, tetapi terdapat track record sebelumnya yang cukup
bagus. Dan hal tersebut dapat dijadikan pacuan untuk melakukan lebih baik.
Terdapat motivasi perusahaan saat menjalankan CSR yaitu terdapat tiga tahap
yaitu:
baik dengan membangun sebuah reputasi, namun perlu membangun hal yang
berdampak lebih baik untuk masyarakat luas dan penentuan yang tepat agar lebih
tepat sasaran. Maka pada akhirnya aktivitas CSR tersebut akan terwujudkan
menjadi konkrit dalam tindakan nyata yang tulus dari perusahaan. Komitmen
sebuah organisasi, namun sudah merasuk pada nafas kehidupan dan keberlanjutan
analogi antara pemerintahan suatu negara atau kota dengan pemerintahan dalam
tanpa adanya good corporate governance (GCG), maka akan terjadi konflik
Daniri dalam Wibowo (2007) mendefiniskan GCG sebagai berikut “GCG adalah
lainnya sehubungan denga hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain
tingkat bunga atas dana dan sumber daya yang dipinjam oleh perusahaan
ditempuh perusahaan.
MBU/2002, CG adalah suatu proses dari struktur yang digunakan oleh organ
sebaik-baiknya, tentu saja dalam pengelolaan tersebut terkait beberapa prinsip yang
Development (OECD) berkaitan dengan GCG ini mencakup 4 bidang utama yaitu:
prinsip dari berbagai sumber. Menurut OECD menguraikan 4 prinsip dalam GCG,
yaitu:
1. Fairness (Keadilan)
seluruh asset perusahaan dikelola secara baik dan hati-hati sehingga terdapat
2. Transparency (Transparansi)
3. Accountability (Akuntabilitas)
internal yang efektif serta menjelaskan fungsi, hak, kewajiban, wewenang dan
tanggung jawab dalam anggaran dasar perusahaan dan target pencapaian
efektif maka ada kejelasan fungsi, hak, kewajiban, wewenang dan tanggung
1. Transparency (Transparansi)
2. Accountability (Akuntabilitabilitas)
pada sistem internal checks and balance yang mencakup praktek audit yang
dan direksi. Praktek audit yang sehat dan independen mutlak diperlukan untuk
3. Fairness (Kewajaran)
4. Responsibility (Pertanggungjawaban)
1. Transparancy (Transparansi)
Untuk mewujudkan dan mempertahankan objektivitas dalam praktek bisnis,
diwajibkan oleh hukum dan regulasi, tetapi juga informasi lain yang dianggap
keputusan.
2. Accountability (Akuntabilitas)
berkelanjutan.
Perusahaan harus mematuhi hukum dan aturan dan memenuhi tanggung jawab
baik.
4. Independensi (Kemandirian)
diatur secara independen oleh kekuasaan yang seimbang, dimana tidak ada
salah satu organ perusahaan yang mendominasi organ lain dan tidak ada
5. Fairness (Kewajaran)
Dalam melakukan aktifitasnya, perusahaan harus mengutamakan kepentingan
kesetaraan.
perusahaan itu dapat direalisasikan. Namun dibalik itu semua ada etika dan norma
2.4.1 Kasus GCG Terhadap Bank Panin Tbk, Bank Mega Tbk, Bank Jabar
Bank Indonesia (BI) memberikan sanksi kepada empat bank. Keempat bank
tersebut adalah PT Bank Mega Tbk, PT Bank Panin Tbk, PT Bank Jabar Banten
Alamsyah, sanksi berupa pembatasan diberikan lantaran keempat bank tersebut tak
pembatasan tersebut diterapkan berbeda antara satu bank dengan bank lainnya.
Permasalahan yang terjadi di empat bank tersebut masuk kategori sebagai risiko
operasional. Bahkan dari keempat bank tersebut terdapat permasalahan yang
bergulir ke ranah hukum. Meskipun demikian kinerja keempat bank tersebut masih
tergolong bagus dan tidak termasuk contoh kasus sengketa perdata internasional..
dalam bidang jasa pemasangan, pengujian dan uji kelayakan produk dan peralatan
telekomunikasi dan tercatat di BEI sejak 14 Juli 2009. RINA menggelar penawaran
saham perdana kepada publik dengan melepas 210 juta saham atau 25,93% dari
total saham, dengan harga penawaran Rp 160,- per lembar saham. Dari hasil IPO,
diperoleh dana segar sebesar Rp 33,66 miliar. Rencananya 54,05% dari dana hasil
IPO akan digunakan untuk kebutuhan modal kerja dan 36,04% dana IPO akan
tahun 2010 salah seorang dari pihak pemegang sahan PT Katarina melaporkan
bahwa telah terjadi tindalakan pelanggaran GCG. Dimana dan yang harusnya
mestinya. Dari dana hasil IPO sebesar Rp 33,66 miliar, yang direalisasikan oleh
Selain itu, Katarina diduga telah memanipulasi laporan keuangan audit tahun
2009 dengan memasukkan sejumlah piutang fiktif guna memperbesar nilai aset
perseroan. Bahkan Perusahaan Listrik Negara (PLN) telah memutus aliran listrik
ke kantor cabang RINA di Medan, Sumatera Utara, karena tidak mampu membayar
tunggakan listrik sebesar Rp 9 juta untuk tagihan selama 3bulan berjalan. Akhirnya
upah para pekerja Indonesia yang bila dibandingkan dengan tenaga kerja dari
negara lain yang sama levelnya sangat berbeda jauh. Gaji pekerja Freeport hanya
hukum, namun gaji yang diberikan tersebut jauh dari apa yang dibayangkan. Selain
minimnya gaji atau upah yang diberikan, pekerja di perusahaan tambang asal
Amerika Serikat (AS) tersebut sangat tidak merata antara pekerja lokal asli Papua
dengan pekerja asing. Dan ironisnya, para pekerja lokal umumnya dipekerjakan di
Freeport oleh tim pengawas dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Perhutanan selama ini tak akurat.
Sehingga, tim BPK mengkaji ulang laporan tersebut dan menemukan beberapa
sekelas ini ternyata ditemukan banyak melakukan bentuk pelanggaran yang tidak
sesuai dengan GCG. Adapun bentuk bentuk pelanggaran tersebut antara lain
Progran Jaminan Hari Tua (JHT) sebesar Rp7,24 triliun yang tidak sesuai dengan
penerapan tarif program yang tidak sesuai dengan ketentuan. Pada laporan
miliar karena tidak menerapkan tarif jaminan kecelakaan kerja sesuai ketentuan.
bermasalah, yakni jaminan medium term notes (MTN). Adapun aset yang belum
diselesaikan adalah tanah eks jaminan MTN PT Sapta Prana Jaya senilai Rp72,25
layanan perlindungan terhadap tenaga kerja melalui jaminan pensiun dan jaminan
hari tua.
Bentuk SMS promosi atau juga pean mengenai penawaran produk NSP
hingga fitur lainnya dari penyedia operator telekomunikasi. Hal yang paling sering
terjadi adalah bahwa tiba tiba pulsa anda berkurang padahal anda tidak mendaftar
untuk layanan tersebut. Bahkan hal ini berlangsung secara terus meneru dan
membuat anda rugi tentunya. Contoh diatan merupakan bentuk pelanggaran GCG
yang kerap dan bahkan hingga kini masih dilekukan oleh hampir semua penyedian
KESIMPULAN
mengurangi masalah yang ada. Hal lain, CSR dapat dijadikan sebagai
masih banyak pada tahap charity. Tahap tersebut belum masuk pada tahap
masyarakat masih belum terpenuhi secara nyata dan tepat sasaran. Terkadang
dari tiap perusahaan pun masih melakukan CSR ini bukan sebagai tanggung
perusahaan. Maka perusahaan perlu melakukan bukti nyata yang tepat bahwa
yang dilakukan merupakan komitmen yang nyata. Agar CSR dapat berjalan
dengan sesuai dan tepat maka perusahaan yang menjalankan CSR perlu
3. Penerapan prinsip tata kelola perusahaan yang baik (GCG) dimana salah satu
responsibility
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-Buku
A Chariri dan Imam Ghozali. 2007. Teori Akuntansi. Semarang : Badan Penerbit
Universitas Diponegoro.
Crowther, David & Aras, Guler. 2010. Corporate Social Responsibility: Part
IPrinciples, Stakeholder & Sustainablity. Ventus Publishing ApS.
Crowther, David. 2008. Corporate Social Responsibility. Gulen Aras & Ventus
Publishing Aps
Hashim, Hafiza Aishah dan Devi, S. Susela. 2007. “Corporate Governance,
Ownership Structure and Earnings Quality: Malaysian Evidence”. Universitas
Malaya.
G. Widjaja & YA Pratama. 2008. Risiko Hukum dan Bisnis Perusahaan Tanpa CSR.
Jakarta: Forum Sahabat.
Kotler, P., & Nance, L. 2005. Corporate Social Responsibility: Doing the Most Good for
Your Company and Your Cause. John Wiley & Sons Inc.
Raharjo, Santoso T. 2017. CSR: Relasi Dinamis Antara Perusahaan Multinasional dengan
Masyarakat Lokal. Jatinangor: Unpad Press.
Saidi, Zaim & Hamid Abidin. 2004. Menjadi Bangsa Pemurah: Wacana dan Praktek
Kedermawanan Sosial di Indonesia. Jakarta: Piramedia
Teguh Sri Pembudi. 2005. CSR. Sebuah Keharusan dalam Investasi Sosial.
Jakarta: Pusat Penyuluhan Sosial (PUSENSOS) Departemen Sosial RI. La
Tofi Enterprise.
B. Jurnal
Amaeshi, Kenneth dan Adi, Bongo. 2006. ”Reconstructing The Corporate Social
Responsibility Construck in Ultish”. http: www.nottingham.ac.id. Diunduh
pada tanggal 17 November 2021
Djalil, Sofyan. (2003). Kontek Teoritis dan Praktis Corporate Social Responsibility. Jurnal
Reformasi Ekonomi, Vol. 4 No. 1.
Hasan, Umar. (2014). Kewajiban Corporate Social Responsibility (CSR) Dilihat Dari
Perspektif Hukum. Majalah Hukum Forum Akademika, Vol. 25, No.1.
Initiative, G. C. (2002).
Marnelly, TR. (2012). Corporate Social Responsibility (CSR): Tinjauan Teori dan Praktek
di Indonesia. Jurnal Aplikasi Bisnis, Vol. 2 No. 2, 49-59.
Parsa, Sepideh dan Kouhy, Reza. (2007). Social Reporting by Companies Listed on the
Alternative Investment Market. Journal of Business Ethics, 79, 345-360.