Anda di halaman 1dari 3

Mid Semester

Mata Kuliah Teori Hukum:

Menurut teori hukum yang saudari pelajari peĺaksanaan/peristiwa hukum dapat


diterapkan menurut teori hukum positip bisa juga menurut teori hukum
sosiologis.

1. Dalam kasus apa dapat diterapkan teori hukum positip, Berikan


contoh kasus dan penjelasannya.
Jawab:

Penerapan teori hukum positip pada kasus perkelahian antar pelajar. Positivisme
hukum memisahkan secara tegas hukum yang ada dan hukum yang seharusnya ada,
memisahkan hukum dari unsur-unsur non hukum, dan mengedepankan hukum tertulis
atau undangundang sebagai perintah dari otoritas yang sah. Karena positivisme hukum ini
memisahkan secara tegas dari aspek non-hukum, maka telah kehilangan hakikatnya yaitu
nilai-nilai moralitas, keadilan, dan kebenaran. Oleh karena itu, positivisme dan legalisme
tidak dapat dipertahankan lagi dalam pergaulan hidup manusia. al ini, karena terdapat satu
unsur lagi yang menyebabkan tidak mudahnya penegakan hukum. Sehingga,
keseluruhannya enam faktor yang menjadikannya penegakan hukum tidak mudah dimana
terdapat lima alasan dan saat ini bertambah satu yang dapat mempengaruhi penegakan
hukum yaitu aliran positivisme hukum. Hal ini, karena aliran ini berpendapat bahwa
hukum harus tertulis, sehingga tidak ada norma hukum di luar hukum positif. Keenam
faktor ini, lima diantaranya diungkapkan Soerjono Soekanto, menjadi bertambah sulit
penegakan hukum sesungguhnya bermuara kepada positivisme hukum. Hal ini, karena
tanpa disadarinya dan diketahui para penegak hukum telah menyetujuinya. Berpikir aliran
ini bagaikan mesin mekanis dan otomatis yang bekerja dalam penegakan hukum dengan
mengabaikan rasa keadilan dan kebenaran yang seharusnya ada. Penegakan hukum
yang bersifat matematis ini berbahaya bagi pencari keadilan dengan ekonomi terbatas,
sebab tidak ada kesempatan untuk menjelaskan masalah sesungguhnya. Lain halnya
kelompok ekonomi yang mapan dan kuat mereka dapat mempengaruhi untuk
membelokkan kemana sesuai kehendaknya sepanjang penegak hukum mau berkerjasama.
Positivisme hukum ini terlalu memberikan penghargaan berlebihan-lebihan terhadap
kekuasaan yang membentuk dan menciptakannya hukum yang tertulis dan kekuasaan
adalah sumber hukum dari kekuasaan adalah hukum itu sendiri. Pola berpikir positivisme
hukum di atas berakibatnya dalam menegakan hukum hanya terbatas kepada
menegakkan bunyi undang-undang saja dan tidak berkehendak menegakan keadilan
dengan substansi hukum itu sendiri. Hal ini jika dilakukan dan dijalankan sebagai
dasarnya, penegakan hukum bagaikan menggunakan kaca mata kuda dalam penegakan
hukumnya. Hal ini berbahaya, karena para penegak hukum tidak dapat membedakannya
kesalahan yang prosedural dan substansial dalam menyelesaikan kasus yang dihadapinya.
Dalam hal ini penegakan hukum hanya berpegang “rule and procedure“-nya saja dan
tidak mendalami dibalik permasalahan sesungguhnya. Yang diutamakannya adalah
parsial saja dan seharusya menelah kasus dan menegakannya harus dengan melihat secara
komprehensif terhadap semua aspek hukum. Penegakan hukum lebih legaslistik
membuahkan rasa ketidakadilan. Ketidakadilan yang menjauhkan idealisme dan cita-cita
pembentuk peraturan itu sendiri. Sebuah kerugian yang tidak saja merugikan pencari
keadilan, tetapi juga semua lapisan masyarakat yang sedang dan akan mencari keadilan di
Indonesia sekarang dan masa yang akan datang.

2. Dalam kasus apa dapat diterapkan teori hukum sosioĺogis, Berikan


contoh kasus dan penjelasannya.
Jawab:

Penerapan teori hukum sosioĺogis pada Pola perilaku masyarakat kota yang sering
melanggar rambu lalu lintas. Pelanggaran lalu lintas adalah perbuatan yang bertentangan
dengan lalu lintas dan atau peraturan peraturan pelaksanaannya, baik yang dapat ataupun
tidak dapat menimbulkan kerugian jiwa atau benda dan juga kematian berlalu lintas.
Pelanggaran lalu lintas juga sering disebut dengan istilah tilang merupakan ruang lingkup
hukum pidana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan. Penegakan hukum yang diberikan aparat penegak hukum
yaitu dengan memberikan efek pencegahan terlebih dahulu agar pelanggaran itu tidak
terulang, harapannya dengan denda yang diberikan kepada pelanggar membuat mereka
sadar agar tidak mengulangi pelanggaran yang sama. Secara teori hukum sosiologi,
Dalam menciptakan dan memelihara keamanan, keselamatan, ketertiban serta kelancaran
lalu lintas, telah dilakukan pengaturan yang disesuaikan dengan perkembangan situasi
lalu lintas yang ada dengan mempertimbangkan perkembangan teknologi di bidang
transportasi baik yang berhubungan dengan kendaraan, sarana dan prasarana jalan serta
dampak lingkungan lainnya dalam bentuk suatu aturan yang tegas dan jelas serta telah
melalui proses sosialisasi secara bertahap sehingga dapat dijadikan pedoman dalam
berinteraksi di jalan raya. Setiap pengguna jalan wajib memahami setiap aturan yang
telah dibakukan secara formal baik dalam bentuk Undang-undang, Perpu, Peraturan
Pemerintah, Perda dan aturan lainnya sehingga terdapat satu persepsi dalam pola tindak
dan pola pikir dalam berinteraksi di jalan raya. Perbedaan tingkat pengetahuan dan atau
pemahaman terhadap aturan yang berlaku mengakibatkan suatu kesengajaan yang
berpotensi memunculkan permasalahan dalam berlalu lintas, baik antar pengguna jalan itu
sendiri maupun antara pengguna jalan dengan aparat yang bertugas untuk melaksanakan
penegakkan hukum tersebut.

Anda mungkin juga menyukai