Anda di halaman 1dari 50

PENGARUH KEBIJAKAN MAKROPRUDENSIAL

TERHADAP PERTUMBUHAN KREDIT DAN PEMBIAYAAN


UMKM DI INDONESIA

PROPOSAL SKRIPSI

DIAJUKAN KEPADA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
SEBAGAI SALAH SATU SYARAT MEMPEROLEH GELAR
SARJANA STRATA SATU DALAM EKONOMI SYARIAH
OLEH:

ADE SURYA SUKMA


NIM. 17108010019

PEMBIMBING:
Dr. SUNARYATI, S.E, M.Si
NIP. 19751111 200212 2 002

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2020
A. Latar Belakang

Pada tahun 2008 merupakan awal krisis global yang dialami oleh

beberapa negara yang tidak bisa mengantisipasi ketidakstabilan perekonomian

dan keuangan setelah reformasi. Sehingga setiap negara membuat suatu

regulasi untuk menstabilkan keuangan yang disebabkan oleh gejolak krisis

global. Krisis keuangan ini membuktikan bahwa setiap negara masih tidak

tanggap akan perubahan global sehingga dalam pengelolaan risiko sistem

keuangan melalui kebijakan yang telah dilakukan oleh bank sentral tidak

cukup mampu dalam menstabilkan krisis keuangan tersebut. Maka dari itu

sangat diperlukan tanggung jawab besar dari bank sentral dalam melakukan

kebijakan untuk menstabilkan keuangan.

Dalam menghindari adanya risiko keuangan yang sistemik serta

menstabilkan laju pertumbuhan kredit, sehingga pemerintah Indonesia

membuat kebijakan makroprudensial yang bertujuan untuk menstabilkan

keuangan dan meminimalisir risiko sistemik. Melalui Surat Bank Indonesia

Tahun 2013 kebijakan makroprudensial adalah bagian dari kebijakan utama

yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh Bank Indonesia untuk mencegah dan

mengurangi risiko sistemik. Feri Anggriawan (2015) mengungkapkan bahwa

risiko sistemik yang dimaksud adalah seberapa potensi terganggunya baik

seluruh ataupun sebagian dari sistem keuangan yang ditimbulkan oleh

beberapa faktor diantaranya faktor penularan (contaigon) dan faktor

1
keterkaitan (interconnectedness) antar pasar keuangan ataupun instansi dan

perilaku institusi cenderung mengikuti siklus ekonomi (procyclical).

Menurut Bailiu, et.al (2015) kebijakan makroprudensial adalah suatu

kebijakan yang didasari dengan ke hati-hatian untuk membatasi risiko

keuangan sistemik serta mencegah gangguan keuangan pada perekonomian

yang berdampak terjadinya krisis keuangan global. Tujuan dari kebijakan

makroprudensial yaitu mengurangi biaya makroekonomi yang digunakan

dalam membatasi risiko keuangan sistemik. Melalui instrumennya, interaksi

kebijakan makroprudensial dapat ditransmisikan dengan sektor perbankan.

Adapun instrumen yang dimaksud yaitu dapat dikategorikan menurut

obyektifitas apakah berkaitan dengan kredit (credit-related) seperti Loan to

Value (LTV) dan Pertumbuhan Kredit, lalu untuk berkaitan dengan likuiditas

(liquidity-related) seperti reserve requirement sedangkan untuk berkaitan

dengan modal (capital-related) seperti capital requirement.

Instrumen kebijakan makroprudensial yang selalu diandalkan adalah

instrumen countercyclical serta diiringi dengan pengawasan modal perbankan

yang ketat. Bank Indonesia menerbitkan Instrumen kebijakan

makroprudensial yang diantaranya yaitu Loan to Value, Giro Wajib

Minimum, dan transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) yang memiliki

spesifikasi masing-masing sesuai dengan permasalahan yang ditimbulkan,

berikut adalah penjelasan terkait instrumen kebijakan makroprudensial :

2
1. Loan to Value

Kebijakan Loan to Value ini mengatur rasio fasilitas kredit yang mana

fasilitas ini semakin menurun seiring banyaknya permintaan dari UMKM.

Kebijakan ini untuk meredam risiko sistemik yang terjadi dalam

pertumbuhan kredit dan pembiayaan UMKM yang dikelola oleh

masyarakat.

2. Giro Wajib Minimum

Kebijakan Giro Wajib Minimum ini berdasarkan Loan to Deposits Ratio

(LDR) yaitu mewajibkan bank umum untuk memelihara tingkat Loan to

Deposits Ratio (LDR) yang mana untuk mengukur tingkat likuiditas suatu

bank. Jika suatu rasio semakin tinggi maka dapat di indikasikan bahwa

semakin rendahnya likuiditas bank yang bersangkutan, ini disebabkan

oleh jumlah dana yang dibutuhkan untuk membiayai suatu kredit menjadi

semakin besar.

3. Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK)

Merupakan kebijakan yang dijalani oleh suatu bank dalam melakukan

transparansi nilai suatu suku bunga kredit yang digunakan. Dalam hal ini

pihak Bank wajib melaporkan kepada Bank Indonesia serta melakukan

publikasi secara rutin atas komponen SBDK tersebut.

Salah satu tujuan kebijakan makroprudensial ialah memitigasi suatu

risk system yang terjadi pada UMKM akibat dari pertumbuhan kredit yang

3
tinggi sehingga dapat menimbulkan kegagalan dalam kredit yang disalurkan.

Instrumen kebijakan makroprudensial ini memiliki potensi yang kuat dalam

memitigasi risk system yang terjadi pada sektor UMKM, jika menggunakan

kebijakan moneter dalam mengatasi kegagalan kredit akan berpengaruh cukup

luas dalam perekonomian sehingga tidak dapat fokus pada masalah yang

menimbulkan risk system.

Mitigasi risk system yang dilakukan oleh Indonesia salah satunya

adalah dalam memitigasi risiko kredit agar tidak terjadi gangguan pada sektor

kredit yang dapat berdampak pada sistemik. Pertumbuhan kredit UMKM

terhadap kredit perbankan dari tahun 2019 hingga 2020 mengalami fluktuaktif

dalam perbandingan pertumbuhan kredit UMKM dan pertumbuhan kredit

perbankan, dapat dilihat dari data berikut:

Kredit UMKM terhadap Kredit Perbankan


2019-2020 (Persen/Monthly)
20.00
19.90 19.87 19.89 19.86
19.80
19.70 19.71 19.70
19.60 19.63 19.58 19.61 19.55
19.50 19.50
19.40 19.45
19.32 19.37
19.30
19.20
19.10
19.00

Sumber : statistik sistem keuangan ojk.go.id

4
Dari data di atas pertumbuhan kredit UMKM terhadap kredit

perbankan masih berfluktuasi sehingga dalam memitigasi kegagalan kredit

yang terjadi pada sektor kredit ini bisa diatasi melalui kebijakan

makroprudensial yaitu instrumen LDR dan LTV/FTV sehingga sektor kredit

dapat menjadi lebih aman dari kegagalan kredit yang terjadi ataupun

gangguan yang sistemik. Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor

21/13/PBI/2019 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor

20/8/PBI/2018 Tentang Rasio Loan to Value untuk Kredit Properti, Rasio

Financing to Value untuk Pembiayaan Properti, dan Uang Muka untuk Kredit

atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor menjelaskan besaran maksimum

LTV/FTV untuk Kredit dan Pembiayaan ruko/rukan ialah 85% untuk

golongan II dan 75% golongan III dalam peraturan tersebut disebutkan mulai

berlaku dari 2 desember 2019 (Indonesia, 2019). Sesuai dengan peraturan

diatas bahwa relaksasi Loan To Value (LTV) yang dilakukan oleh Bank

Indonesia ini bertujuan mendorong pertumbuhan UMKM di Indonesia dan

juga menghindari terjadinya kredit macet di tengah penyaluran kredit kepada

UMKM.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat rentan terjadi guncangan

(shock) apabila ada gangguan risiko sistemik yang terjadi pada sistem

keuangan, pertumbuhan ekonomi sendiri memiliki dampak kepada penyaluran

pembiayaan UMKM dan pertumbuhan kredit. Berikut data perbandingan

5
pertumbuhan kredit dan pembiayaan UMKM terhadap GDP dari tahun 2010

hingga 2018:

Pertumbuhan Kredit dan Pembiayaan UMKM terhadap GDP


(Milyar)
250,000.00

200,000.00

150,000.00

100,000.00

50,000.00

0.00
Dec-10 Dec-11 Dec-12 Dec-13 Dec-14 Dec-15 Dec-16 Dec-17 Dec-18

Kredit UMKM GDP Pembiayaan

Sumber : Statistik Perbankan Syariah dan Laporan UMKM BI (data yang diolah)

Dari data diatas dapat diketahui bahwa pertumbuhan kredit UMKM

dan pembiayaan UMKM mengalami fluktuaktif dari tahun 2010 hingga 2018

akan tetapi GDP mengalami tren positif dari tahun 2010 hingga 2018 artinya

penyaluran kredit dan pembiayaan yang dilakukan oleh perbankan memiliki

dampak terhadap GDP dari tahun ke tahun. Tren positif GDP tersebut juga

memiliki dampak yang signifikan kepada lapangan usaha UMKM, yaitu

semakin bertambahnya jumlah lapangan usaha dari sektor UMKM. Sektor ini

berkembang sejalan dengan pertumbuhan kredit dan pembiayaan UMKM

yang disalurkan oleh perbankan selama 3 (tiga) tahun terakhir yang

mengalami peningkatan. Perkembangan lapangan usaha UMKM merupakan

salah satu solusi dalam mengurangi tingkat pengangguran dan menjadi salah

6
satu faktor pendorong dalam meningkatkan perekonomian di Indonesia.

Perkembangan lapangan usaha juga dibantu oleh jumlah kredit yang

disalurkan kepada UMKM, adapun besaran lapangan usaha yang dimiliki oleh

Indonesia dari tahun 2019 hingga sekarang adalah sebagai berikut:

Posisi Kredit UMKM menurut Lapangan


Usaha (Milyar)
1,140,000
1,120,000
1,100,000
1,080,000
1,060,000
1,040,000
1,020,000
1,000,000
980,000
960,000
9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 0 0
n-1 b-1 r-1 r-1 y-1 n-1 l-1 g-1 p-1 ct-1 v-1 c-1 n-2 b-2
a u e
Ja Fe M Ap Ma Ju J Au Se O No D Ja Fe

Sumber : laporan UMKM Bank Indonesia

Posisi kredit UMKM memiliki tren yang positif menurut lapangan

usaha sehingga berdampak kepada meningkatnya lapangan usaha UMKM di

Indonesia. Instrumen penyaluran kredit dan pembiayaan UMKM merupakan

instrumen yang sangat mendorong pertumbuhan ekonomi, tidak hanya kredit

dan pembiayaan faktor kebijakan makroprudensial yang diatur oleh Bank

Indonesia untuk melakukan pencegahan terjadinya risiko sistemik pada sistem

keuangan di Indonesia menjadi alat pengawas untuk penyaluran kredit dan

pembiayaan UMKM tersebut. Penelitian ini penting dilakukan untuk

mengetahui sejauhmana pengaruh kebijakan makroprudensial pada tren

7
meningkatnya pertumbuhan kredit UMKM setiap tahunnya baik itu secara

kolektif ataupun secara perorangan.

Hubungan antar variabel makroekonomi dengan instrumen kebijakan

makroprudensial serta pertumbuhan kredit dan pembiayaan UMKM

membutuhkan suatu pengujian yang dilakukan secara statistik sehingga

didapatkan hasil yang ilmiah dan komprehensif. Dilihat dari segi kredit

properti Feri Anggriawan (2015) menyebutkan bahwa pada penelitiannya

tentang Analisis Pengaruh Kebijakan Makroprudensial terhadap Pertumbuhan

Kredit Sektor Properti Indonesia bahwasannya Loan to Deposit Ratio (LDR)

dan tingkat Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) mampu memberikan pengaruh

yang positif pada perkembangan pertumbuhan kredit pada sektor properti di

Indonesia dari tahun 2010-2018.

Penelitian terdahulu Nufita Sari Utami (2017) tentang Pengaruh

Kebijakan Mikroprudensial dan Kebijakan Makroprudensial terhadap

Pembiayaan Bank Umum Syariah mengungkapkan bahwa bank yang

memiliki Financing to Deposit Ratio (FDR) yang rendah diperkirakan pihak

perbankan mengalokasikan pembiayaan untuk menunjang taraf Financing to

Deposit Ratio yang maksimal. Sehingga diharapkan pihak perbankan mampu

meminimalisir terjadi kegagalan pembiayaan ataupun masalah pembiayaan

lainnya.

8
Penelitian terdahulu Akhmad Kosasih (2016) tentang Analisis

Pengaruh Kebijakan Loan to Value (LTV), Suku Bunga Kredit Konsumsi dan

Non Performing Loans (NPL) terhadap Penyaluran Kredit Properti oleh

Perbankan di Provinsi Gorontalo menghasilkan bahwa kebijakan Loan to

Value (LTV) mampu menjaga kestabilan harga properti di Provinsi Gorontalo

dari harga yang tidak wajar atau bisa disebut dengan economic bubbles.

Disisi lain, penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ubaidillah (2019)

tentang Efektifitas Kebijakan Makroprudensial sebagai Countercyclical

Penyaluran Kredit dan Pembiayaan Perbankan di Indonesia juga

mengungkapkan hasil kebijakan makroprudensial sebagai Countercyclical

telah terpenuhi dengan instrumen LTV/FTV dan GWM-LDR dengan

indikator secara umum kebijakan LTV/FTV dan GWM-LDR mampu

menempatkan prosiklikalitas kredit dan pembiayaan.

Berdasarkan latar belakang di atas instrumen kebijakan

makroprudensial seperti LTV/FTV dan GWM-LDR termasuk ke dalam

instrumen yang mampu mencegah dan mengurangi risiko sistemik pada

sistem keuangan. Sehingga dapat dilakukan penelitan dengan makroekonomi

dan kredit serta pembiayaan UMKM di Indonesia. Maka peneliti mengambil

judul “Analisis Pengaruh Kebijakan Makroprudensial terhadap Pertumbuhan

Kredit dan Pembiayaan UMKM di Indonesia”.

9
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah-masalah

yang ada:

1. Bagaimana pengaruh dari LTV/FTV terhadap Pertumbuhan Kredit dan

Pembiayaan UMKM?

2. Bagaimana pengaruh dari GWM-LDR terhadapPertumbuhan kredit dan

Pembiayaan UMKM?

3. Bagaimana pengaruh dari NPL terhadap Pertumbuhan Kredit dan

Pembiayaan UMKM?

4. Bagaimana pengaruh dari BI Rate terhadap Pertumbuhan Kredit dan

Pembiayaan UMKM?

5. Bagaimana pengaruh dari Inflasi terhadap Pertumbuhan Kredit dan

Pembiayaan UMKM?

C. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah di atas dapat kita peroleh beberapa tujuan dari adanya

penelitian ini yaitu:

1. Menganalisis apakah ada pengaruh dari LTV/FTV terhadap Pertumbuhan

Kredit dan Pembiayaan UMKM

10
2. Menganalisis apakan ada pengaruh GWM-LDR terhadap Pertumbuhan

Kredit dan Pembiayaan UMKM

3. Menganalisis apakah ada pengaruh dari NPLterhadap Pertumbuhan Kredit

dan Pembiayaan UMKM

4. Menganalisis apakah ada pengaruh dari BI Rate terhadap Pertumbuhan

Kredit dan Pembiayaan UMKM

5. Menganalisis apakah ada pengaruh dari Inflasiterhadap Pertumbuhan

Kredit dan Pembiayaan UMKM

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dan kegunaan dari penelitian ini diantaranya:

1. Bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan

pengetahuan mengenai pengaruh kebijakan makroprudensial terhadap

berkembangnya suatu UMKM baik dari Kredit ataupun Pembiayaan.

2. Bagi pemeintah, penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan

masukan dan informasi tambahan bagi pemerintah dalam membuat

kebijakan baru dalam menangani masalalah pertumbuhan kredit dan

pembiayaan UMKM di Indonesia

3. Bagi akademisi, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan

referensi dalam membuat sebuah penelitian yang baru terkait kebijakan

makroprudensial dan UMKM.

E. Landasan Teori

1. Kredit dan Pembiayaan UMKM

11
Pada sistem keuangan terdapat beberapa lembaga keuangan yang memiliki

berbagai fungsi diantaranya yaitu fungsi Financial Intermediaries, fungsi

ini merupakan penjaminan dana nasabah yang meminjamkannya ke

UMKM baik berbentuk perorangan ataupun berbentuk badan usaha

a. Kredit UMKM Konvensional

Kredit UMKM merupakan instrumen dalam pengembangan usaha

yang memiliki konstribusi dalam pertumbuhan ekonomi sehingga

pemerintah memberikan perhatian dalam bentuk kredit. Menurut

Kohler (2009) kredit ialah suatu kemampuan dalam melaksanakan

suatu pembelian atau mengadakan sebuah pinjaman dengan perjanjian

pembayarannya dilakukan penangguhan dalam jangka waktu yang

telah disepakati. Berdasarkan Undang-Undang No 20 Tahun 2008

tentang UMKM pemerintah memberikan jaminan dan fasilitas untuk

UMKM dengan tujuan menumbuhkan kemandirian ekonomi dari

sektor usaha. Sehingga apabila pertumbuhan kredit meningkat

seharusnya pertumbuhan ekonomi juga meningkat.

Ada beberapa faktor yang memicu suatu pertumbuhan kredit yaitu

prosiklikalitas kredit, libealisasi sektor keuangan dan aliran modal

yang terlalu tinggi. Pertumbuhan kredit juga dipicu dengan

pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi, hubungan variabel

12
pertumbuhan kredit dengan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan

yang positif.

b. Pembiayan UMKM Syariah

pembiayaan UMKM Syariah didasari oleh pembiayaan yang dilakukan

oleh bank syariah untuk disalurkan ke usaha-usaha syariah dengan

tujuan melahirkan kemandirian ekonomi syariah dari sektor usaha

syariah yang diciptakan oleh masyarakat itu sendiri. Dalam alqur’an

juga dijelaskan tentang pembiayaan dengan perspektif prinsip islam

yaitu dalam potongan Q.S Al-Baqarah [2] : 275

‫ف َوأَ ْم ُرهُ إِلَى هَّللا ِ ۖ َو َمنْ َع ا َد‬


َ َ‫َوأَ َح َّل هَّللا ُ ْال َبي َْع َو َحرَّ َم الرِّ َبا ۚ َف َمنْ َجا َءهُ َم ْوعِ َظ ٌة مِنْ َر ِّب ِه َفا ْن َت َه ٰى َفلَ ُه َما َسل‬
َ َ ‫َفأُو ٰلَئ‬
ِ ‫ِك أصْ َحابُ ال َّن‬
َ ‫ار ۖ ُه ْم فِي َها َخالِد‬
‫ُون‬

Artinya : ......[.]padahal Allah SWT telah menghalalkan jual beli dan

mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya

larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba),

maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang

larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang

kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni

neraka; mereka kekal di dalamnya.

13
Berdasarkan Undang-Undang No 20 Tahun 2008 tentang UMKM juga

menjelaskan pembiayaan dan penjaminan UMKM mendapatkan

dorongan atau bantuan dari pemerintah melalui lembaga-lembaga

keuangan ataupun lembaga penjaminan kredit. Produk pembiayaan

syariah dalam usaha-usaha syariah ada empat kategori berdasarkan

akad-akad yaitu sebagai berikut (Ubaidillah, 2019).

a) Pembiayaan jual beli

b) Pembiayaan sewa menyewa

c) Pembiayan bagi hasil

d) Pembiayaan pinjam meminjam

Proses penyaluran pembiayaan tetap melakukan dengan pihak Bank

Umum Syariah (BUS) lalu disalurkan ke usaha-usaha syariah atau

UMKM melalui akad-akad yang dipilih sesuai permintaan dari yang

minta pembiayaan.

2. Kebijakan Makroprudensial

Kebijakan Makroprudensial merupakan salah satu instrumen yang berbentuk

regulasi dalam mengatur sistem keuangan untuk tetap stabil secara

keseluruhan. Kebijakan ini digunakan untuk mencegah risk system yang

terjadi pada lembaga keuangan baik itu risiko kredit ataupun likuiditas,

menurut Stijn Claessens (2012) ada dua dimensi penting dalam kebijakan

makroprudensial. Pertama, dimensi cross section yaitu mengubah fokus dari

14
regulasi keuangan yang diterapkan pada individual lembaga keuangan ke

sistem regulasi secara keseluruhan. Kedua, dimensi time seriesyaitu

kebijakan untuk menekan risiko yang terjadi akibat dari prosiklikalitas yang

berlebihan pada sistem keuangan.

Kebijakan makroprudensial ini memiliki beberapa instrumen kebijakan

diantaranya sebagai berikut

Risiko Instrumen
Kredit 1. Loan To Value ratio

2. Financing to Value Ratio

3. Giro Wajib Minimum Loan to

Deposit Ratio

4. Suku Bunga Dasar Kredit


Likuiditas 1. Giro Wajib Minimum Loan to

Deposit Ratio

2. Posisi Devisa Neto


Tata Kelola Suku Bunga Dasar Kredit
Modal 1. Countercyclical Capita Buffer

2. Capital Surcharge
Sumber : Bank Indonesia, www.bi.go.id

Instrumen tersebut dilaksanakan sesuai dengan kondisi ekonomi, sistem

keuangan dan guncangan (shock). Instrumen ini juga sering digunakan

dalam perpaduan kebijakan moneter dan fiskal yang berfungsi sebagai

stabillizer.

15
Dalam penerapannya, Bank Indonesia (2013) menerapkan 4 langkah strategi

operasional untuk mengurangi dan mencegah terjadinya risiko sistemik

yaitu:

1. Mengidentifikasi sumber resiko sistemik melalui asesmen internal,

selain itu juga dengan survei dan FGD kepada stakeholders institusi

keuangan terkait.

2. Melakukan pengawasan secara langsung atau tidak langsung dan

berkoordinasi dengan OJK kepada institusi keuangan terkait. Dengan

monitoring stress identification serta risk assessment terhadap

potensi risiko yang telah teridentifikasi sebelumnya.

3. Merespon kebijakan melalui desain dan implementasi instrumen

kebijakan makroprudensial sesuai dengan cakupannya.

4. Mengaktifkan Protokol Manajemen Krisis (PMK) apabila hasil

asesmen menunjukan suatu keadaan menuju krisis

Berikut merupakan instrumen-instrumen kebijakan makroprudensial dalam

memitigasi terjadi risk system pada sistem keuangan di Indonesia

a. Loan to Value (LTV)/ Financing to Value (FTV)

Loan to Value merupakan rasio antara nilai kredit yang diberikan oleh

Bank Umum maupun Bank Umum Syariah terhadap nilai agunan pada

saat awal pembukaan kredit (Siravati, 2017). LTV merupakan

instrumen yang sering digunakan dalam masalah kredit dan likuiditas

16
dan juga merupakan kebijakan untuk perbankan konvensional

sedangkan FTV sering digunakan untuk kebijakan perbankan syariah

dalam mengatasi permasalahan kredit ataupun likuiditas. Kebijakan ini

telah dilaksanakan setelah krisis pada tahun 2008 dan setelah

mengeluarkan kerangka kebijakan makroprudensial oleh komite Basel

(Renita Nur Pratiwi, 2018). Kebijakan LTV/FTV ini didasari oleh

pertumbuhan kredit yang cukup tinggi sehingga memiliki dampak

dalam risk system, pada bulan september 2012 Bank Indonesia

melakukan perubahan atas kebijakan tersebut dengan mengeluarkan

surat edaran yang mengatur penerapan manajemen risiko pada bank

yang melakukan kredit serta pembiayaan. Dalam surat edaran tersebut

penyesuaian yang dilakukan adalah comparation peraturan Bank

umum konvensional dan Bank umum syariah. Selanjutnya Bank

Indonesia telah menyesuaikan besaran LTV sebanyak 3 ( tiga) kali

pada tahun 2012, 2015 dan 2019. Pada tahun 2019 Bank Indonesia

melakukan perubahan yang bersifat melonggarkan ekspansi bertujuan

untuk menciptakan Green Economy di Indonesia (Indonesia, 2019).

b. Giro Wajib Minimum-Loan to Deposit Ratio (GWM-LDR)

GWM-LDR merupakan simpanan minimum dalam mata uang Rupiah

yang wajib dipelihara oleh bank berupa saldo giro pada Bank

Indonesia, dengan ketentuan persentase Dana Pihak Ketiga yang

17
terhitung berdasarkan selisih LDR Bank dengan LDR yang

ditargetkan. Kebijakan ini dikembangkan untuk mengurangi risk

system melalui fungsi intermediasi perbankan yang sesuai dengan

kapasitas pertumbuhan ekonomi dan menjaga likuiditas perbankan.

Proses intermediasi yang dilakukan oleh bank yakni menarik simpanan

yang berdasarkan deposito lalu kemudian disalurkan dalam bentuk

kredit, sehingga bank memiliki nasabah yang tercatat pada sisi neraca

bank (Adam Abdul Aziz, 2017). Hubungan GWM-LDR dengan

pertumbuhan kredit dan pembiayaan UMKM adalah Negatif karena

semakin tinggi jumlah GWM-LDR maka pertumbuhan kredit dan

pembiayaan juga menurun sejalan dengan jumlah yang beredar.

3. Non Performing Loan (NPL)

Non Performing Loan (NPL) merupakan rasio perbandingan kredit

bermasalah terhadap total kredit (Widiyanti et al., 2014). Fungsi

penyaluran kredit yang dilakukan tidak terlepas dari risiko kredit (default

risk). Default risk merupakan risiko kegagalan nasabah dalam

mengembalikan sejumlah simpanan yang diterima dari bank termasuk

bunga bank dalam jangka waktu yang dijadwalkan. Dalam ketentuan Bank

Indonesia standar Non Performing Loan (NPL) yang ideal adalah di

bawah 5%. Semakin tinggi pertumbuhan kredit maka akan berdampak

juga dengan tingginya NPL, hubungan NPL terhadap pertumbuhan kredit

18
dan pembiayaan UMKM adalah positif semakin tinggi nya NPL

disebabkan oleh pertumbuhan kredit dan pembiayaan yang meningkat.

4. BI Rate

BI Rate merupakan suatu kebijakan tingkat suku bunga yang diatur oleh

Bank Indonesia. Kebijakan ini juga disebut dengan kebijakan tingkat

diskonto pinjaman yang diberikan Bank Indonesia untuk Bank umum

(Ubaidillah, 2019). BI Rate diumumkan oleh Dewan Gubernur Bank

Indonesia setiap Rapat Dewan Gubernurbulanan. Pada 19 Agustus 2016

Bank Indonesia merubah BI Rate menjadi BI 7-Day Repo Rate untuk

mempermudah lembaga perbanka dalam menarik uangnya setelah

melakukan penyimpanan selama 7 (Tujuh) hari sehingga kebijakan ini

dapat mengontrol tingkat suku bunga dengan efektif. Di Indonesia

penentuan suku bunga baik itu berupa dana ataupun kredit harus mengacu

pada BI Rate. Keterkaitan BI Rate dengan kredit UMKM adalah jika BI

Rate dinaikkan maka mempengaruhi suku bunga kredit akan menjadi

meningkat.

5. Inflasi

Menurut Imamudi Yuliadi (2008) inflasi merupakan fenomena ekonomi

yang menyangkut dimensi ekonomi dan non ekonomi seperti aspek sosial,

politik, dan budaya masyarakat. Indikator yang selalu digunakan dalam

mengukur inflasi ialah Indeks Harga Konsumen (IHK).

19
Berikut adalah rumus IHK :

IHK t −IHK t−1


Inflasi= IHK t−1 x 100

Ada beberapa teori inflasi menurut Boediono (2014) diantaranya yaitu

a. Teori Kuantitas

Yaitu teori yang menjelaskan bahwa terjadinya inflasi disebabkan

oleh satu faktor yaitu faktor jumlah uang beredar

b. Teori Keynes

Yaitu teori yang menjelaskan bahwa inflasi terjadi karena

masyarakat cenderung ingin hidup diluar kemampuan

ekonominya.

c. Teori Strukturalis

Yaitu teori yang menjelaskan fenomena inflasi dalam jangka

panjang yang didasari pada penjelasan yang menyoroti penyebab

inflasi berasal dari kekakuan ekonomi negara.

Hubungan keterkaitan Inflasi dalam pertumbuhan kredit dan

pembiayaan UMKM adalah ketika inflasi tinggi maka

pertumbuhan kredit dan pembiayaan UMKM mengalami

penurunan.

20
F. Telaah Pustaka

Pada perkembangannya banyak peneliti yang melakukan penelitian

terkait bagaimana pengaruh kebijakan makroprudensial terhadap kredit

ataupun dengan makroekonomi sebagai variabel pendukung, baik dari segi

efektifitas penyaluran maupun dari segi dampak.

Renita Nur Pretiwi (2018) meneliti tentang Analisis Efektivitas Kebijakan

Makroprudensial pada Instrumen Loan To Value (LTV) dalam Memitigasi

Risko Kredit di Indonesia dengan menggunakan metode analisis yaitu Vector

Error Corection Model (VECM) yang menghasilkan bahwa kebijakan

makroprudensial dengan instrumen Loan to Value (LTV) dinilai efektif dalam

mempengaruhi pertumbuhan kredit jangka panjang sebesar 0,18%.

Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Akhmad Kosasih (2016) yang

menyebutkan bahwa Loan to Value(LTV) mampu menjaga kestabilan harga

properti di Provinsi Gorontalo dan terhindar dari harga yang tidak wajar

(Bubbles).

Selanjutnya pada sektor kredit properti, Feri anggriawan (2015) melakukan

penelitian tentang Analisis Pengaruh Kebijakan Makroprudensial terhadap

pertumbuhan kredit sektor properti Indonesia dengan menggunakan metode

21
VAR menghasilkan bahwa adanya pengaruh signifikan IHP, Tingkat Suku

Bunga Kredit, LDR terhadap pertumbuhan kredit sektor property sehingga

peran dari kebijakan makroprudensial itu sendiri sudah memberikan

kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan kredit sektor properti.

Namun berbeda dengan Ubaidillah (2019) yang meneliti tentang Efektifitas

Kebijakan Makroprudensial sebagai Countercyclical Penyaluran Kredit dan

Pembiayaan Perbankan di Indonesia dengan menggunakan metode analisis

VAR/VECM menghasilkan bahwa tujuan kebijakan makroprudensial sebagai

countercyclical telah terpenuhi dengan kebijakan LTV/FTV dan GWM-LDR

dengan indikator secara umum kebijakan LTV/FTV dan GWM-LDR mampu

menempatkan prosiklikalitas kredit dan pembiayaan pada sektor perbankan

konvensional maupun perbankan syariah.

Berdasarkan penelitian yang terdahulu tersebut, penelitian ini fokus kepada

penyaluran kredit yang berdampak kepada pertumbuhan kredit dan

pembiayaan kepada UMKM Konvensional dan UMKM Syariah melalui

penyaluran kredit yang dilakukan oleh sistem perbankan baik konvensional

ataupun syariah serta dibantu langsung oleh kebijakan makroprudensial yang

menjadi pengawas dan pembantu dalam proses penyaluran kredit dan

pembiayaan UMKM dengan metode analisis VAR/VECM.Perbedaan

penelitian yang dilakukan ini dengan penelitian sebelumnya adalah

penggunaan variabel dan objek yang akan terfokus kepada UMKM di

Indonesia dengan menggunakan data bulanan sampai 2018. Pada penelitian

22
juga memfokuskan bagaimana penyaluran kredit yang dilakukan oleh

perbankan kepada UMKM baik konvensional dan syariah.

23
Tabel. Penelitian Terdahulu

No Penelitian dan Tahun Sumber Referensi Judul Variabel dan Alat Ringkasan Hasil
Analisis
1 Eric Matheus Tena Jurnal Fakultas Pengaruh Kebijakan CAR , GWM dan Siklus Pada model pertama yang
Yoel. 2016 Ekonomi Makroprudensial Kredit menggunakan memuat keseluruhan bank (103),
Universitas Katolik terhadap Siklus Kredit alat Common Effect instrumen CAR lag 1 periode
Parahyangan : sebuah studi atas Model (CEM), Fixed mempengaruhi ATMR kredit
instrumen CAR dan Effect Model (FEM), secara negatif. Selanjutnya, pada
GWM Perbankan dan Random Effect model kedua dimana variabel
Indonesia 2006-2013 Model (REM) ATMR pasar ditambahkan ke
dalam model, CAR
mempengaruhi ATMR kredit
secara negatif sebesar 0,722%
namun mempengaruhi ATMR
pasar secara positif sebesar
0,338%
2 Meutia Qudraty Jurnal Perspektif Efektifitas Kebijakan Total Kredit Bank Berdasarkan hasil analisis
, Suriani. 2016 Ekonomi Darrusalam Makroprudensial Umum, NPL, LDR, statistik deksriptif, dapat
Perbankan dan LTV di Aceh. Alat disimpulkan bahwa sejak tahun
Penyaluran Kredit di analisis Metode Statistik 2011 hingga 2014 total
Aceh Deskriptif penyaluran kredit pada bank

24
umum di Provinsi Aceh terus
meningkat namun kredit
bermasalah (NPL) tidak
meningkat (masih berada dalam
batas toleransi BI yaitu ≤ 5
persen).
3 Adam Abdul Aziz. Jurnal Ilmiah Analisis Pengaruh Pertumbuhan Kredit, Instrumen makroprudensial
2017 Universitas Instrumen Kebijakan GWM+LDR, Cappital GWMLDR pada penelitian ini
Brawijaya Makroprudensial Buffer, NPL dan GDP. tidakberpengaruh terhadap
(Capital Buffer dan Alat Analisis FGLS pertumbuhan kredit bank umum
Giro Wajib Minimum dan Pooldata di Indonesia. Hal inidisebabkan
+ Loan to Deposite Heterogenitas (Data trend pertumbuhan kredit yang
Ratio) terhadap Panel) cenderung melambat dalam
Pertumbuhan Kredit mengikuti pertumbuhan GDP
Bank Umum yang mengalami penurunan.
Konvensional Di Instrumen makroprudensial
Indonesia Periode Capital Buffer mampu
2011Q1-2016Q4 mempengaruhi pertumbuhan
kredit bank umum di Indonesia.
Hal tersebut dikarenakan
perlambatan dan menurunnya
pertumbuhan kredit di periode

25
kontraksi (bust period),
4 Akhmad Kosasih. Thesis, Universitas Analisis Kebijakan Penyaluran Kredit Kebijakan penurunan LTV
2016 Terbuka Loan To Value, Suku Properti, LTV, Suku memiliki pengaruh positif
Bunga Kredit Bunga, NPL. Alat terhadap kredit properti dengan
Konsumsi dan Non analisi yang digunakan koefisien korelasi 0,56 dan
Performing Loans adalah Regresi Linier pertumbuhan kenaikan NPL
terhadap Penyaluran Berganda (OLS) memiliki pengaruh positif
Kredit Properti oleh terhadap kredit properti 1%
Perbankan di Provinsi
Gorontalo
5 Renita Nur Pretiwi. Skripsi, Universitas Analisis Efektivitas LTV, Pertumbuhan Kebijakan LTV efektif dalam
2018 Jember Kebijakan kredit perbankan , IHK , mempengaruhi pertumbuhan
Makroprudensial pada GDP, Alat analisis kredit jangka panjang sebesar
Instrumen Loan To VECM 0,18%
Value (LTV) dalam
Memitigasi Risko
Kredit di Indonesia
6 Sandi Atmaja Skripsi, Universitas Dampak Kebijakan Suku bunga, Inflasi, Suku bunga, LDR dan
Siravati. 2017 Negeri Semarang Loan To Value dan Pertumbuhan Ekonomi, pertumbuhan berpengaruh positif
Variabel LTV, LDR, KPR terhadap kredit pemilikan rumah.
Makroekonomi Sedangkan inflasi dan LTV
terhadap Permintaan tidak memiliki pengaruh

26
Kredit Pemilikan terhadap kredit pemilikan rumah.
Rumah di Jawa
Tengah
7 Hylton Hollander. Journal of Macroprudential Contingent convertible modal countercyclical rule dan
2017 debt, capital adequacy
Macroeconomics policy with CoCos memberikan pendekatan
(CA) ratios, Bank
convertible debt ganda yang efektif untuk
capital
kebijakan makroprudensial. Di
satu sisi, aturan kecukupan
modal meringankan penumpukan
sistemik risiko melalui
penyangga modal. Di sisi lain,
CoCos mampu mengurangi
dampak penurunan modal bank
secara tiba-tiba.

8 Novrianti Putri Jurnal Media Efektivitas Kebijakan LTV, GDP, Suku Berdasarkan hasil analisis data,
Ardely Bunga, KPR, alat variabel kredit properti KPR dan
Ekonomi Makroprudensial
, Syofriza Syofyan. analisis menggunakan
2016 Bank Indonesia analsis panel Model KPA secara signifikan
Common Effect dan Fix dipengaruhi oleh kebijakan Loan
Effect to Value, produk domestik bruto
Indonesia dan variabel interaksi
Loan to Value dengan suku

27
bunga kredit konsumsi. variabel
kredit properti KPR dan KPA
tidak dipengaruhi oleh variabel
suku bunga kredit konsumsi
9 Jeannine Bailliu a Jurnal Economic Macroprudential Rules output, investasi, Makalah ini menyoroti
, Cesaire Meh a
Modelling and Monetary Policy tingkat bunga nominal, pentingnya koordinasi moneter
, Yahong Zhang. 2015 inflasi dan biaya
when Financial dan kebijakan makroprudensial
keuangan eksternal.
frictions matter di hadapan guncangan keuangan.
Mengingat
sifat terbuka dari ekonomi
Kanada, guncangan keuangan
memancar dari pasar keuangan
internasional mungkin juga
penting dalam hal ini konteks.
Memperluas model saat ini ke
kasus terbuka kecil ekonomi
dengan demikian akan tampak
seperti jalan yang menjanjikan
untuk penelitian di masa depan
10 Bakhtiar Efendi. 2019 Jurnal Kajian Efektivitas Kebijakan pinjaman ke nilai, suku Hasilnya menunjukkan bahwa
bunga pinjaman
Ekonomi dan Makroprudensial instrumen kebijakan
konsumen, produk
Kebijakan Publik Terhadap Stabilitas domestik bruto, dan makroprudensial (pinjaman ke

28
Sistem Keuangan Di variabel interaksi nilai) efektif untuk dikendalikan
pinjaman terhadap nilai
Indonesia dengan tingkat bunga pinjaman properti. Kemudian,
kredit konsumen dan secara simultan empat variabel
variabel dependen
independen berpengaruh
adalah pinjaman
properti. Metode yang signifikan terhadap pinjaman
digunakan dalam tesis properti dan sebagian suku bunga
ini adalah data
kredit konsumen tidak
panel metode regresi.
signifikan berpengaruh pada
pinjaman properti. Berdasarkan
hasil uji koefisien integrasi,
kemampuan variabel independen
dalam model untuk menjelaskan
perubahan variabel dependen
adalah sebesar 62,68%.
11 Feri Anggriawan, Skripsi, Universitas Analisis Pengaruh LDR, tingkat suku Bahwa ada pengaruh signifikan
2015 bunga kredit, IHP dan
Airlangga Kebijakan IHP, Tingkat Suku Bunga Kredit,
Pertumbuhan Kredit
Makroprudensial Properti LDR terhadap pertumbuhan
terhadap pertumbuhan VAR kredit sektor properti
kredit sektor properti
Indonesia
12 Ahmad Kholid Skripsi, UIN Sunan Efektifitas Kebijakan LTV/FTV, GWM-LDR, Hasil menunjukan bahwa tujuan
Ubaidillah, 2019 BI Rate, Inflasi, Nilai
Kalijaga Yogyakarta Makroprudensial kebijakan makroprudensial

29
sebagai Tukar, Kredit sebagai countercyclical telah
Perbankan
Countercyclical terpenuhi dengan kebijakan
Konvensional,
Penyaluran Kredit dan Pembiayaan Perbankan LTV/FTV dan GWM-LDR
Syariah,
Pembiayaan dengan indikator secara umum
VECM
Perbankan di kebijakan LTV/FTV dan GWM-
Indonesia LDR mampu meng-address
prosiklikalitas kredit dan
pembiayaan

30
G. Pengembangan Hipotesis

Hipotesis merupakan dugaan dari hasil penelitian yang masih perlu

diuji kembali secara empiris. Berdasarkan pada landasan teori dan penelitian

yang terdahulu, penelitian ini mengasumsikan bahwa kebijakan

makroprudensial yakni instrumen LTV/FTV dan GWM-LDR mampu

mempengaruhi faktor makroekonomi seperti BI Rate dan Inflasi serta faktor

lain dalam penyaluran kredit diantaranya Non Performing Loan (NPL),

pertumbuhan kredit dan pembiayaan UMKMsehingga penelitian ini di

dapatkan hipotesis sebagai berikut:

1. Hubungan LTV/FTV dengan kredit dan pembiayaan UMKM

Jika kebijakan pengetatan LTV/FTV dilakukan maka pihak

perbankan akan melakukan penurunan batas penyaluran kredit dan

pembiayaan UMKM. Sebaliknya jika Bank Indonesia melakukan

pelonggaran LTV/FTV kepada suatu nilai agunan maka pihak

perbankan melakukan peningkatan penyaluran kredit dan

pembiayaan kepada UMKM. Pada kebijakan pengetatan yang

dilakukan Bank Indonesia sangat mempengaruhi keinginan nasabah

dalam setiap melakukan pembiayaan. Artinya kebijakan pengetatan

memiliki pengaruh negatif terhadap penyaluran kredit dan

pembiayaan, jika pengetatan ini dilakukan hingga batas maksimal

31
maka penyaluran kredit dan pembiayan akan mengalami penurunan.

Pada penelitian Purnawan dan Nasir (2015) mengungkapkan bahwa

kebijakan Loan to Value(LTV) yang dilakukan oleh Bank Indonesia

memberikan efek negatif kepada penyaluran kredit sehingga

kebijakan pengetatan Loan to Value(LTV) telah mampu melakukan

penekanan terhadap penyaluran kredit. Berdasarkan penjelasan di

atas dan didukung oleh suatu penelitian dalam memperkuat satu

hipotesis. Adapun hipotesis yang dirumuskan sebagai berikut:

H 1a = LTV berpengaruh negatif signifikan terhadap kredit

UMKM Konvensional

H 1b = FTV berpengaruh negatif signifikan terhadap

pembiayaan UMKM Syariah

2. Hubungan GWM-LDR dengan kredit dan pembiayaan UMKM

GWM-LDR merupakan simpanan minimum berupa rupiah yang

wajib dijaga oleh suatu bank dalam bentuk rekening giro pada Bank

Indonesia. Besaran persentase ditentukan oleh besarnya persentase

dari Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dihitung melalui selisih antara

LDR Bank dengan LDR yang ditargetkan. Instrumen GWM-LDR

bukanlah diperuntukkan untuk menurunkan kredit akan tetapi untuk

menetapkan rasio kredit terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) atau

Loan to Deposit Ratio (LDR) tetap dengan posisi optimal, yaitu

32
antara batas atas dengan batas bawah LDR target. Jika pengetatan

GWM-LDR dilakukan maka pihak perbankan juga menurunkan

batas penyaluran kredit dan pembiayaan UMKM sehingga

hubungan GWM-LDR adalah bersifat negatif maka diperoleh

hipotesis sebagai berikut:

H 2a = GWM –LDR berpengaruh negatif signifikan terhadap

kredit UMKM Konvensional

H 2b = GWM-LDR berpengaruh negatif signifikan terhadap

pembiayaan UMKM Syariah

3. Hubungan Non Performing Loan (NPL) dengan kredit dan

pembiayaan UMKM

Menurut Widiyanti et.al (2014) menjelaskan Non Performing Loan

(NPL) merupakan rasio perbandingan kredit bermasalah terhadap

total kredit. Kredit dikatakan bermasalah apabila suatu kredit

mengalami macet atau diragukan dalam kualitas kelancaran. Bank

Indonesia telah menetapkan rasio Non Performing Loan (NPL)

wajar adalah maksimum 5%, apabila melebihi batas maka bank

tersebut dikatakan tidak sehat.

Hasil penelitian Riska Rosalina, et.al (2019) menunjukan bahwa

hubungan Non Performing Loan (NPL) terhadap penyaluran kredit

adalah bersifat negatif, yang artinya ketika rasio Non Performing

33
Loan (NPL) setiap bank mengalami peningkatan maka penyaluran

kredit akan mengalami penurunan karena peningkatan rasio Non

Performing Loan (NPL) setiap bank memiliki arti bahwa bank

dikatakan tidak sehat secara financial. maka diperoleh hipotesis

sebagai berikut:

H 3 a = NPL berpengaruh negatif signifikan terhadap kredit

UMKM Konvensional

H 3b = NPL berpengaruh negatif signifikan terhadap

pembiayaan UMKM Syariah

4. BI Rate

Pergerakan suku bunga yang naik turun disebabkan oleh pergerakan

inflasi sehingga juga berdampak kepada Suku Bunga Dasar Kredit.

Jika BI Rate dinaikkan maka Suku Bunga Dasar Kredit juga naik

sehingga pihak perbankan mengacu kepada Suku Bunga Dasar

Kredit untuk menyalurkan kredit ke UMKM. Pada Suku Bunga

Dasar Kredit pihak perbankan hanya mengambil margin dalam

proses penyaluran kredit dan pembiayaan. Semakin tingginya Suku

Bunga Dasar Kredit Maka pengambilan juga semakin tinggi oleh

pihak bank sehingga penyaluran kredit dan pembiayaan akan

menurun. hubungan BI Rate dengan kredit dan pembiayaan UMKM

adalah negatif sehingga diperoleh hipotesis sebagai berikut:

34
H 4 a = BI Rate berpengaruh negatif signifikan terhadap

kredit UMKM Konvensional

H 4 b = BI Rate berpengaruh negatif signifikan terhadap

pembiayaan UMKM Syariah

5. Hubungan Inflasi dengan kredit dan pembiayaan UMKM

Jika inflasi mengalami peningkatan maka tingkat saving/investasi

akan cenderung mengalami penurunan, hal ini disebabkan karena

apabila inflasi terjadi maka harga suatu komoditas atau barang akan

mengalami peningkatan lalu menyebabkan mahalnya suatu biaya

pinjaman (Mankiw, 2007:61). Peningkatan suatu biaya pinjaman

itulah yang berdampak kepada penurunan penawaran kredit dan

pembiayaan dari bank. Pohan (2008) juga menjelaskan inflasi yang

tinggi mempengaruhi jumlah kredit yang disalurkan karena inflasi

yang tinggi dibantu oleh Bank Indonesia dengan menaikkan BI

Rate yang direspon langsung oleh Bank umum dengan menanikkan

suku bunga pinjaman. Berdasarkan uraian di atas maka hubungan

inflasi dengan kredit dan pembiayaan UMKM adalah bersifat

negatif sehingga diperoleh hipotesis sebagai berikut:

H 5 a = inflasi berpengaruh negatif signifikan terhadap kredit

UMKM Konvensional

35
H 5b = inflasi berpengaruh negatif signifikan terhadap

pembiayaan UMKM Syariah

H. Kerangka pemikiran

Berdasarkan uraian latar belakang, rumusan masalah, landasan teori

dan telaah pustaka yang telah dilakukan untuk mengetahui pengaruh

kebijakan makroprudensial terhadap pertumbuhan kredit dan pembiayaan

UMKM, berikut ini disusun kerangka pemikiran dari penelitian ini:

LTV/FTV Inflasi
Pertumbuhan Kredit dan
Pembiayaan UMKM
GWM-LDR BI Rate

NPL
I. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode penelitian

menggunakan Vector Auto Regressive(VAR) /Vector Error Corection Model

(VECM) untuk menganalisis pengaruh LTV/FTV, GWM-LDR, NPL, BI

Rate, dan Inflasi terhadap pertumbuhan kredit dan pembiayaan UMKM, serta

menggunakan EVIEWS10 sebagai software untuk mengolah data tersebut

36
2. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekundar. Data-

data tersebut diperoleh Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan. Data

sekunder dalam penelitian ini berupa data runtut waktu (time series) per bulan

mulai dari tahun 2010 sampai tahun 2018 . Dalam penelitian ini dugunakan

LTV/FTV, GWM-LDR, NPL, BI Rate, Inflasi, Pertumbuhan kredit dan

Pembiayaan UMKM

3. Definisi Operasional Variabel


Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel dependen dan

variabel independen. Variabel independen sebagai variabel yang dijelaskan

dan dipengaruhi oleh variabel bebas, sedangkan variabel independen sebagai

variabel yang menjelaskan dan mempengaruhi variabel terikat.

Variabel dependen pada penelitian ini adalah pertumbuhan kredit dan

pembiayaan UMKM dengan menggunakan data total kredit dari statistik

perbankan indonesia serta laporan bulan Bank Indonesia dan total pembiayaan

dari statistik perbankan syariah, sedangkan variabel independen nya adalah

sebagai berikut:

a. LTV/FTV

Merupakan rasio antara nilai kredit/pembiayaan yang diberikan pihak

perbankan kepada UMKM (Nasabah). Satuan yang digunakan dalam

data ini adalah data persenan (%) dengan menggunakan dummy.

Dummy yang dimaksud ialah angka 0 untuk saat ditetapkan nya

37
kebijakan pelonggaran dan sebelum kebijakan pengetatan sedangkan 1

untuk saat kebijakan pengetatan ditetapkan.

b. GWM-LDR
Merupakan simpanan minimum berbentuk mata uang rupiah yang

wajib dipelihara oleh bank dalam bentuk saldo giro pada Bank

Indonesia. Data ini adalah data persenan dengan menggunakan

dummy. Dummy yang dimaksud ialah angka 0 untuk saat tidak

ditetapkan nya kebijakan pengetatan sedangkan 1 untuk saat kebijakan

pengetatan ditetapkan. Pengetatan ini didasari oleh rasio LDR tersebut.

c. Non Performing Loan (NPL)

Merupakan rasio perbandingan kredit bermasalah terhadap total kredit.

Data yang digunakan adalah data bulanan berbentuk persenan dengan

deretan waktu dari 2010-2018 yang diperoleh dari statistik perbankan

indonesia, statistik perbankan syariah, dan laporan kredit UMKM

Bank Indonesia.

d. BI Rate

Merupakan suatu kebijakan tingkat suku bunga yang diatur oleh Bank

Indonesia. Kebijakan ini juga disebut dengan kebijakan tingkat

diskonto pinjaman yang diberikan Bank Indonesia untuk Bank umum.

Kebijakan BI Rate juga bertujuan untuk mengendalikan laju

inflasi,Pada 19 Agustus 2016 Bank Indonesia merubah BI Rate

menjadi BI 7-Day Repo Rate untuk mempermudah lembaga perbanka

38
dalam menarik uangnya setelah melakukan penyimpanan selama 7

hari sehingga kebijakan ini dapat mengontrol tingkat suku bunga

dengan efektif.

e. Inflasi

Merupakan fenomena ekonomi yang menyangkut dimensi ekonomi

dan non ekonomi seperti aspek sosial, politik, dan budaya masyarakat.

Indikator yang selalu digunakan dalam mengukur inflasi ialah Indeks

Harga Konsumen (IHK).

Berikut adalah rumus IHK :

IHK t −IHK t−1


Inflasi= IHK t−1 x 100

Data yang digunakan adalah data yang berbentuk persenan (%).

4. Metode Analisis

Pada penelitian ini pengujian analisis data yang digunakan adalah

dengan metode Vector Auto Regressive /Vector Error Corection

Model(VECM). Model VAR merupakan sistem persamaan yang

memperlihatkan setiap variabel sebagai fungsi linier dari konstanta dan nilai

lag dari variabel itu sendiri serta nilai lag variabel lain yang ada di dalam

sistem.Model VAR secara umum dapat dituliskan sebagai berikut:

Yt =
A0 + A1 Y t−1 + A2 Y t−2 ..... + Ap Y t−p

+  t

39
Dimana :

Y t = Vektor variabel tidak bebas

A 0 = Vektor intersep berukuran n x 1

A 1 = Matriks parameter berukuran n x 1

 t = Vektor residual

Asumsi yang digunakan dalam model VAR adalah semua variabel tak bebas

harus bersifat stasioner. Adapun model persamaan VAR untuk UMKM

Konvensional dan UMKM Syariah adalah sebagai berikut:

a. UMKM Konvensional

Kredit t = C1 +  a1
Kredity t−1 +  a1
LTV t +  a1

GWM −LDR t +

 a1
NPLt +  a1 BIrate t−1 +  a1 Inflasit−1 +  t

b. UMKM Syariah

Pembiayant = C1 +  a1 Pembiayaant−1 +  a1 FTV t +

 a1
GWM −LDR t + a1
NPLt +  a1 BIrate t−1 +  a1

Inflasit−1 +  t

40
Selanjutnya, apabila terdapat kointegrasi maka alat analisis yang digunakan

adalah Vector Error Corection Model (VECM). Dalam analisis model ini

diasumsikan bahwa semua variabel independen harus bersifat stasioner, uji ini

dilakukan karena adanya unit root yang akan menghasilkan persamaan regresi

spurious.

1. Uji Stasioner

Uji stasioner merupakan pengujian untuk mengetahui apakah data yang

digunakan untuk analisis adalah data yang stasioner, uji stasioner

menggunakan Augmented Dickey-Fuller (ADF) pada software dengan

level yang sama sehingga diperoleh data yang stasioner. Data yang

stasioner merupakan data yang variansnya tidak terlalu besar dan

mendekati nilai averages(nilai rata-rata). Persamaan dalam analisis ADF

adalah sebagai berikut :

p
ΔY t = α 0 + γ Y t−1 + β i ∑i ΔY t−i+1 + ε t

Dimana :

Yt = Bentuk dari level firstdifferent

α 0 = Intersep

Y = Variabel yang diuji

P = Panjang lag

Ε = Error term

41
Adapun prosedur dalam pengujian stasioner yaitu dengan

MacKinnon.
membandingkan nilai ADF dengan nilai kritisnya distribusi

Nilai statistik ADF dapat diketahui dari nilai t statistik koefisien γ Y t−1.

Jika nilai ADF lebih besar dari nilai kritisnya maka dapat disimpulkan

data yang digunakan adalah data yang stasioner. Jika sebaliknya nilai ADF

lebih kecil dari nilai kritisnya maka data yang digunakan adalah data yang

tidak stasioner.

2. Uji Panjang Kelambanan (Lag)

Jika nilai stasioner sudah diketahui langka selanjutnya dalam model VAR

yang menjadi permasalahan adalah pengukuran panjang lag yang paling

optimal. Jika dalam lag memiliki besaran yang digunakan terlalu sedikit

untuk makan residual dari regresi maka proses white noise tidak akan

ditampilkan dalam regresi tersebut sehingga model tersebut tidak mampu

mengestimasi actual error dengan tepat. Akan tetapi sebaliknya, jika

jumlah lag yang digunakan terlalu banyak maka kemampuan untuk

menolak H0 dapat berkurang karena adanya tambahan parameter yang

terlalu banyak sehingga mengurangi derajat bebas.

Berikut kriteria dalam pengujian lag untuk mengetahui jumlah lag yang

optimal:

a. Akaike Information Criterion(AIC) = -2 ( 1r )+2 ( k +T )

42
b. Schwarz Information Criterion (SIC)= -2 ( 1r )+k logT(T )
c. Hannan-Quinn Information Criterion(HQ) = --

2 ( 1r )+ Klog( log(T
T )
)

Dimana :

1= nilai fungsi log likehood

T= Total observasi/pengamatan

K= Parameter yang diestimasi.

Penentuan lag yang optimal dapat ditentukan dengan memilih kriteria

yang memiliki Final Prediction Error Correction(FPE) atau jumlah

lag yang paling kecil dari AIC, SIC dan HQ yang diajukan.

3. Uji Kausalitas Granger

Uji Kausalitas Granger merupakan pengujian yang bertujuan untuk

mengetahui hubungan antar variabel pada masa lalu dengan masa

sekarang apakah memiliki hubungan yang searah, hubungan dua arah atau

tidak memiliki hubungan. Berikut merupakan persamaan yang

digambarkan dalam uji kausalitas granger(Ubaidillah, 2019):


n
Y t= ∑i=1 αi Y t−1 + ∑ni=1 ¿ ¿ β1 X t−1 + ε1 t

n
Yt = ∑i=1 δi Y t−1 + ∑mi=1 ¿ ¿ ϕ1 X t−1 + ε2 t

43
Berdasarkan persamaan diatas dapat diketahui tidak dapat berkorelasi

antara error term 1 dan 2. Selanjutnya untuk mengetahui hubungan

variabel Y dan X dapat dilakukan dengan cara uji F dengan

membandingkan nilai hitung F dengan F tabel. Jika F hitung > F tabel

maka dapat diketahui bahwa variabel Y mempengaruhi variabel X,

sebaliknya jika F hitung < F tabel maka variabel Y tidak mempengaruhi

variabel X

4. Uji Kointegrasi

Uji kointegrasi merupakan sebuah pengujian yang dilakukan apabila telah

melakukan pengujian stasioner ditingkat level akan tetapi data tetap tidak

stasioner. Uji kointegrasi dalam penelitian ini menggunakan uji johansen

yang dapat menentukan kointegrasi pada sejumlah variabel. Persamaan uji

johansen sebagai berikut:

ΔY t = A 1 Y t−1 +......+ A p Y t−p + BX t + ε t

Selanjutnya melakukan uji likelihood ratio (LR) yaitu dengan

membandingkan nilai LR terhadap nilai kritis LR untuk mengetahui

terkointegrasi atau tidak suatu data. Jika nilai hitung LR > nilai kritis LR

maka dapat diketahui adanya kointegrasi antar variabel. Sebaliknya, jika

nilai hitung LR < nilai kritis LR maka tidak ada kointegrasi antar

variabel. Pada penelitian ini juga menggunakan uji statistik alternatif LR

44
untuk mengidentifikasi kointegrasi antar variabel, jika ada kointegrasi

maka model yang digunakan dalam penelitian ini adalah Vector Error

Correction Model (VECM). Jika tidak ada kointegrasi maka digunakan

model Vector Autoregesive (VAR).

5. Estimasi Model VAR

Pengujian ini merupakan suatu pengujian peramalan dari data/variabel

time series yang berhubungan dan digunakan untuk menganalisis dampak

dinamis yang dimiliki suatu variabel. Dalam metode VAR mampu

mengamati suatu pergerakan/tren suatu data yang diamati sehingga dapat

dilakukan peramalan. Jika terdapat kointegrasi antar variabel maka model

yang digunakan adalah Vector Error Correction Model (VECM).

pengujian VECM digunakan untuk mengetahui hubungan jangka pendek

antar variabel terhadap hubungan jangka panjang dengan menggunakan

lag residual dari regresi yang sudah terkointegrasi (Sochrul Rohmatul

Ajija, 2011).

J. Sistematika Pembahasan

Dalam penelitian ini, sistematika pembahasan dibagi menjadi lima bagian

diantaranya:

1. BAB I Pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan masalah,

tujuan, manfaat penelitian, dan sistematika pembahasan. Dalam bab I

akan dipaparkan mengenai gambaran fenomena dan permasalahan yang

45
melandasi penelitian ini. Gambaran tersebut akan didukung dengan data,

teori, serta penelitian sebelumnya.

2. BAB II Landasan Teori yang berisi tentang definisi, konsep, serta

berbagai hal yang terkait dengan masing-masing variabel yang digunakan

dalam penelitian dan bersumber dari buku, artikel maupun jurnal. Pada

bagian ini juga dipaparkan tentang teori yang melandasi hubungan antar

variabel dihubungkan dengan penelitian sebelumnya yang relevan dengan

topik penelitian. Selain itu ada pengembangan hipotesis serta kerangka

pemikiran yang menjadi dasar topik yang diteliti oleh penulis.

3. BAB III Metode Penelitian berisi tentang diskripsi penelitian ini

dilakukan dan menjelaskan setiap variabel penelitian. Pada bagian ini

juga menjelaskan tentang obyek penelitian seperti sumber data, jenis

penelitian hingga alat analisis yang digunakan.

4. BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan berisi tentang hasil

perhitungan olahan data serta interpretasi terkait hasil perhitungan

tersebut. Bab ini juga merupakan jawaban atas pertanyaan yang muncul

dalam rumusan masalah.

5. BAB V Penutup berisi tentang kesimpulan atas hasil pembahasan serta

jawaban atas pertanyaan penelitian. Dalam bab ini juga berisi tentang

saran kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan penelitian ini.

Peneliti juga akan menyampaikan kekurangan dalam melakukan

penelitian ini sebagai bahan analisis di masa mendatang.

46
Daftar Pustaka

Adam Abdul Aziz, G. M. (2017). "Analisis Pengaruh Instrumen Kebijakan


Makroprudensial (Capital Buffer dan Giro Wajib Minimum + Loan to Deposit
Ratio) terhadap Pertumbuhan Kredit Bank Umum di Indonesia 2011Q1-
2016Q4". Jurnal Ilmiah Universitas Brawijaya, 1–22.

Bailliu, J., Meh, C., & Zhang, Y. (2015). "Macroprudential rules and monetary policy
when financial frictions matter". Economic Modelling, 50, 148–161.
https://doi.org/10.1016/j.econmod.2015.06.012

Bank Indonesia, & Makroprudensial, D. K. (2013). Kebijakan Makroprudensial. 1–


13.

Boediono. (2014). Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi. BPFE.

Feri anggriawan, U. (2015). Analisis pengaruh kebijakan makroprudensial terhadap


pertumbuhan kredit sektor properti di indonesia (Issue 2504).

Imamudin Yuliadi. (2008). Ekonomi Moneter. PT Indeks.

Indonesia, G. B. (2019). Peraturan Bank Indonesia Nomor 21/13/PBI/2019. In Bank


Indonesia. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Kohler, E. L. (2009). Pengantar Manajemen Perkreditan.

47
Kosasih, A. (2016). Analisis Pengaruh Kebijakan Loan to Value (LTV), Suku Bunga
Kredit Konsumsi dan Non Performing Loans terhadap Penyaluran Kredit
Properti oleh Perbankan di Gorontalo. Universitas Terbuka.

N.Gregory Mankiw. (2007). Makroekonomi (Edisi ke 6). Erlangga.

Nufita Sari Utami. (2017). Pengaruh Kebijakan Mikroprudensial dan Kebijakan


Makroprudensial terhadap Risiko Pembiayaan Bank Umum Syariah 2013-2015.
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Pohan, A. (2008). Potret Kebijakan Moneter Indonesia (P. R. Grafindo (ed.)). PT


Raja Grafindo.

Purnawan, M. E., & Nasir, M. A. (2015). "the Role of Macroprudential Policy To


Manage Exchange Rate Volatility, Excess Banking Liquidity, and Credits".
Buletin Ekonomi Moneter Dan Perbankan, 18(1), 21–44.
https://doi.org/10.21098/bemp.v18i1.511

Renita Nur Pratiwi, U. J. (2018). Analisis Efektifitas Kebijakan Makroprudensial


pada instrumen LTV dalam memitigasi risiko kredit.

Rosalina, R., Lestari, M. N., Ekonomi, F., Galuh, U., Koefisien, A., Poduct, K., &
Determinasi, A. (2019). "Pengaruh Non Performing Loan (NPL) terhadap
Penyaluran Kredit". Bussiness Management and Enterpreneurship Journal, 1.

Siravati, S. A. (2017). Dampak Kebijakan Loan To Value Dan Variabel.

Sochrul Rohmatul Ajija. (2011). Cara Cerdas Menguasai EVIEWS.

Stijn Claessens, I. (2012). Shadow Banking : Economic and Policy. IMF.

Ubaidillah, A. K. (2019). Efektifitas Kebijakan Makroprudensial sebagai


Countercyclical Penyaluran Kredit dan Pembiayaan Perbankan di Indonesia. In
Macroeconomics & Monetary Theory. https://doi.org/10.4324/9780203786802-
12

48
Widiyanti, Mariso, M., & Sjahruddin. (2014)." Pengaruh CAR, ROA, NPL, BOPO
dan DPK terhadap Penyaluran Kredit UMKM di Indonesia (Studi pada Bank
Umum yang Terdaftar di BEI Periode 2010-2012". Jom Fekon, 1(2), 1–15.

49

Anda mungkin juga menyukai