Anda di halaman 1dari 20

PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BANK SYARIAH DI INDONESIA

Iwan Wahyuddin Safrillah


Mahasiswa Program Magister UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
iwantwahyudin@gmail.com

Pendahuluan

Setiap bidang hal dalam bisnis senantiasa berhadapan dengan risiko. Interaksi suatu lembaga
dalam kegiatannya akan menimbulkan risiko dari faktor mikro dan makro ekonomi. Resesi
ekonomi dan persaingan bisnis, keunggulan teknologi, kesalahan suplier, intervensi politik, atau
bencana alam merupakan risiko potensial yang akan dihadapi oleh setiap lembaga bisnis. Namun
demikian, peran lembaga keuangan yang spesifik dalam proses intermediasi dan sistem
pembayaran akan menyebabkannya menghadapi berbagai risiko yang tidak dihadapi oleh jenis
lembaga lainnya1. Untuk itu, setiap lembaga harus mampu mengelola setiap risiko yang
dihadapinya

Kegiatan usaha Bank senantiasa dihadapkan pada risiko-risiko yang berkaitan erat dengan
fungsinya sebagai lembaga intermediasi keuangan. Perkembangan lingkungan eksternal dan
internal perbankan syariah yang semakin pesat mengakibatkan Risiko kegiatan usaha perbankan
syariah semakin kompleks. Menghadapi kondisi tersebut, Bank perlu memperhatikan seluruh
Risiko baik yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi kelangsungan
usaha Bank, termasuk yang berasal dari Perusahaan Anak dengan menerapkan Manajemen
Risiko secara konsolidasi. Bank dituntut untuk mampu beradaptasi dengan lingkungan melalui
penerapan Manajemen Risiko yang sesuai dengan Prinsip Syariah. Prinsip-prinsip Manajemen
Risiko yang diterapkan pada perbankan syariah di Indonesia diarahkan sejalan dengan aturan
baku yang dikeluarkan oleh Islamic Financial Services Board (IFSB).

Penerapan Manajemen Risiko pada perbankan syariah disesuaikan dengan ukuran dan
kompleksitas usaha serta kemampuan Bank. Otoritas Jasa Keuangan menetapkan aturan
Manajemen Risiko ini sebagai standar minimal yang harus dipenuhi oleh BUS dan UUS

1
Santoso, Wimboh dan Enrico Heriantoro, “Market Risk di Perbankan Indonesia”, Kajian Stabilitas Keuangan, No. 1
Juni, Jakarta: Bank Indonesia, 2003, hlm.76
sehingga perbankan syariah dapat mengembangkan sesuai dengan kebutuhan dan tantangan yang
dihadapi namun tetap dilakukan secara sehat, istiqomah, dan sesuai dengan Prinsip Syariah.

Pengertian Manajemen Risiko

Kata manajemen Risiko terdiri dari dua kalimat yaitu manajemen dan Risiko, menurut kotler2
manajemen adalah suatu proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan
pengendalian upaya dari anggota organisasi serta penggunaan semua sumber daya yang ada pada
organisasi untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam literasi
yang lain Manajemen diartikan pengarahan suatu usaha melalui perencanaan, pengorganisasian,
pengkoordinasian, dan pengendalian sumber-sumber tenaga manusia dan bahan, dijuruskan
untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan (Soebagio, 1999: 15).

Makna Risiko merupakan kata yang sering didengar hampir setiap hari. Biasanya kata
tersebut mempunyai konotasi yang negatif, sesuatu yang tidak disukai, sesuatu yang ingin
dihindari3 (Hanafi, 2014, hlm. 1). Kata risiko berasal dari bahasa inggris “risk”, yang artinya
berarti ketidakpastian dari pada kerugian (uncertainly of loss). Risiko sebagai suatu keadaan
yang tidak pasti yang dihadapi seseorang atau perusahaan yang dapat memberikan dampak yang
merugikan.4. Menurut (Hanafi, 2006: 1) Risiko adalah kemungkinan hasil yang diperoleh
menyimpang dari yang diharapkan”. Dalam kaitannya dengan perbankan Risiko di artikan suatu
kejadian potensial, baik yang dapat diperkirakan (expected) maupun yang tidak dapat
diperkirakan (unexpected) yang berdampak negatif terhadap pendapatan dan permodalan bank.
Risiko juga dapat dianggap sebagai kendala dalam pencapaian suatu tujuan5.

Ketika dua kalimat ini digapunkan akan melahirkan pengertian atau makna tambahan, yang
mana manajemen Risiko adalah seperangkat kebijakan, prosedur yang lengkap, yang dipunyai
organisasi, untuk mengelola, memonitor dan mengendalikan eksposur organisasi terhadap risiko”

2
Muhammad Harlianto Purnama, Topowijono, Achmad Husaini, ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO PADA
PERUSAHAAN EKSPORTIR YANG MENGGUNAKAN METODE PEMBAYARAN LETTER OF CREDIT (Studi Pada PT. Inti
Luhur Fuja Abadi Pasuruan), Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)|Vol. 16 No. 1 November 2014. Hlm. 3
3
Hanafi, M. Mahmud. 2014. Manajemen Risiko. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
4
Ronny Kountur, Manajemen Risiko Operasional: Memahami Cara Mengelola Risiko Operasional Perusahaan,
PPM, Jakarta, 2004, Hal. 4
5
Surat Edaran Bank Indonesia No. 13 tahun 2011
(Hanafi, 2006: 26); “Manajemen risiko adalah suatu proses dengan metode-metode tertentu
supaya suatu organisasi mempertimbangkan risiko yang dihadapi setiap kegiatan organisasi
dalam mencapai tujuan organisasi”6. Dalam POJK no 65/POJK.03/2016 Manajemen Risiko
adalah serangkaian metodologi dan prosedur yang digunakan usntuk mengidentifikasi,
mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko yang timbul dari seluruh kegiatan usaha Bank.
Dari beberapa pengertian tersebut maka dapat ditarik kesimpulan manajemen risiko adalah
sebuah metode atau cara yang dilakukan oleh entitas untuk merencanakan, melaksanakan, dan
mengendalikan kerugian yang tidak diharapkan terhadap sebuah aktivitas.

Jenis Risiko Bank Syariah

Jenis risiko adalah risiko yang melekat pada kegiatan usaha, berdasarkan POJK no
65/POJK.03/2016 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum Syariah dan Unit
Usaha Syariah. terdapat 10 (sepuluh) Risiko yang harus dikelola bank. Kesepuluh jenis Risiko
tersebut adalah Risiko kredit, Risiko pasar, Risiko operasional, Risiko likuiditas, Risiko
kepatuhan, Risiko hukum, Risiko reputasi, Risiko strategis, Risiko imbal hasil, dan Risiko
investasi7.

Tabel 1.
Jenis-jenis Risiko Bank Syariah
No Jenis Risiko Uraian
1 Risiko Kredit Risiko akibat kegagalan nasabah atau pihak lain dalam memenuhi
kewajiban kepada Bank sesuai dengan perjanjian yang disepakati,
termasuk Risiko Kredit akibat kegagalan debitur, Risiko konsentrasi
kredit, counterparty credit risk, dan settlement risk.
2 Risiko Pasar Risiko pada posisi neraca dan rekening administratif akibat perubahan
harga pasar, antara lain Risiko berupa perubahan nilai dari aset yang
dapat diperdagangkan atau disewakan.
3 Risiko Risiko akibat ketidakmampuan Bank untuk memenuhi kewajiban yang

6
Siahaan, H. 2007. Manajemen Risiko: Konsep, Kasus, dan Implementasi. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, hlm.
22
7
POJK No 65/POJK.03/2016 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha
Syariah
Likuiditas jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas dan/atau dari aset likuid
berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa mengganggu aktivitas
dan kondisi keuangan Bank
4 Risiko Risiko kerugian yang diakibatkan oleh proses internal yang kurang
Operasional memadai, kegagalan proses internal, kesalahan manusia, kegagalan
sistem, dan/atau adanya kejadian eksternal yang mempengaruhi
operasional Bank.
5 Risiko Hukum Risiko akibat tuntutan hukum dan/atau kelemahan aspek yuridis.
6 Aspek Reputasi Risiko akibat menurunnya tingkat kepercayaan pemangku kepentingan
(stakeholder) yang bersumber dari persepsi negatif terhadap Bank.
7 Risiko Stratejik Risiko akibat ketidaktepatan dalam pengambilan dan/atau pelaksanaan
suatu keputusan stratejik serta kegagalan dalam mengantisipasi
perubahan lingkungan bisnis.
8 Risiko Risiko akibat Bank tidak mematuhi dan/atau tidak melaksanakan
Kepatuhan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku serta
Prinsip Syariah.
9 Risiko Imbal (Rate of Return Risk) adalah Risiko akibat perubahan tingkat imbal
Hasil hasil yang dibayarkan Bank kepada nasabah, karena terjadi perubahan
tingkat imbal hasil yang diterima Bank dari penyaluran dana, yang
dapat mempengaruhi perilaku nasabah dana pihak ketiga Bank.
10 Risiko Investasi (Equity Investment Risk) adalah Risiko akibat Bank ikut menanggung
kerugian usaha nasabah yang dibiayai dalam pembiayaan berbasis bagi
hasil baik yang menggunakan metode net revenue sharing maupun
yang menggunakan metode profit and loss sharing.
Sumber : POJK No 65/POJK.03/2016 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum Syariah
dan Unit Usaha Syariah.

Karakteristik Manajemen Risiko Pada Perbankan Syariah

Bank syariah adalah salah satu unit bisnis. Dengan demikian, bank syari’ah juga akan
menghadapi Risiko manajemen bank itu sendiri. Bahkan, apabila dicermati secara mendalam,
bank syariah merupakan bank yang rentan akan Risiko8. Manajemen Risiko pada perbankan
syariah mempunyai karakter yang berbeda dengan bank konvensional, terutama karena adanya
jenis-jenis Risiko yang khas melekat hanya pada bank bank yang beroperasi secara syariah.
Dengan kata lain, perbedaan mendasar antara bank Islam dan bank konvensional bukan terletak
bagaimana cara mengukur (how to measure), melainkan pada apa yang dinilai (what to
measure)9.

Perbedaan tersebut akan tampak terlihat dalam proses manajemen Risiko operasional perbankan
syariah yang meliputi identifikasi Risiko, penilaian Risiko, antisipasi Risiko, dan monitoring
Risiko10:

Gambar 1.
Perbandingan Porses Manajemen Risiko Operasional antara Bank Islam dengan Bank
Konvensional
Bank Konvensional Bank Syariah
Identifikasi Risiko General Banking Risk General Banking Risk
Syariah Spesific Risk
Penilaian Risiko Penilaian Risiko Penilaian Risiko
Anisipasi Risiko Antisipasi Risiko General Banking Response
Syariah Banking Response
Monitoring Risiko Monitoring Risiko General Banking Activities
Syariah Spesific Activities

Identifikasi Risiko

Identifikasi Risiko dilakukan dalam perbankan syariah tidak hanya mencakup berbagai Risiko
yang ada pada bank-bank secara umum. Melainkan meliputi berbagai Risiko yang khas hanya
pada bank-bank yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah. Dalam hal ini, keunikan tersebut
terbagi menjadi 6 (enam) hal yaitu :

8
Muhammad. 2011. Manajemen Bank Syariah. Yogyakarta: STIM YKPN. Hlm. 357
9
Karim, Adiwarman. 2013. Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan. Jakarta: Raja Grafindo Persada, hlm. 256
10
Zaenul Arifin. 2009, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah., (Jakarta:Pustaka Alfabet), hlm. 63
Pertama, proses transaksi pembiayaan, karakteristik Bank Islam dalam proses ini setidaknya
terlihat pada tiga aspek yaitu; proses transaksi pembiayaan syariah, proses transaksi bagi hasil
dana pihak ketiga dan proses transaksi devisa.

Kedua, proses manajemen. Keunikan Bank Islam dalam proses manajemen terlihat pada sistem
dan prosedur operasional akuntansi dan chart of account (CoA), sistem dan prosedur operasional
teknologi informasi, sistem dan prosedur operasional Tutup buku, sistem dan prosedur
operasional pengembangan produk.

Ketiga, sumber daya manusia, yaitu spesifikasi kapabilitas yang tidak hanya mencakup dalam
bidang perbankan secara umum tetapi juga meliputi aspek-aspek Syariah.

Keempat, teknologi. Terlihat pada business requirement specification (BRS) bisnis untuk
pembiayaan berbasis bagi hasil dan business recruitment specification (BRS) dana pihak ketiga

Kelima, lingkungan eksternal. Keunikan Bank Islam dalam hal ini terlihat pada keberadaan dual
regulatory body yaitu Bank Indonesia dan Dewan Syariah Nasional.

Keenam, kerusakan. Keunikan Bank Islam dalam hal ini terlihat ketika terjadi kerusakan pada
objek Ijarah atau IMBT.

Penilaian Risiko

Dalam penilaian Risiko, keunikan perbankan syariah terlihat pada hubungan antara probability
dan impact, atau biasa dikenal sebagai qualitative approach.

Antisipasi Risiko

Antisipasi Risiko dalam perbankan syariah bertujuan untuk:

(a) Preventive. Dalam hal ini, perbankan syariah memerlukan persetujuan DPS untuk
mencegah kekeliruan proses dan transaksi dari aspek syariah. Disamping itu, perbankan
syariah juga memerlukan opini bahkan fatwa DSN bila Bank Indonesia memandang
persetujuan DPS belum memadai atau berada di luar kewenangannya.
(b) Detective. Pengawasan dalam perbankan syariah meliputi dua aspek, yaitu aspek
perbankan oleh Bank Indonesia dan aspek syariah oleh DPS. Kadangkala timbul
pemahaman yang berbeda atas suatu transaksi apakah melanggar syariah atau tidak.
(c) Recovery. Koreksi atas suatu kesalahan dapat melibatkan Bank Indonesia untuk aspek
perbankan dan DSN untuk aspek syariah (Karim, 2013: 258).

Monitoring Risiko

Aktivitas monitoring dalam perbankan syariah tidak hanya meliputi manajemen bank Islam,
tetapi juga melibatkan Dewan Pengawas Syariah. Secara sederhana, hal ini dapat digambarkan
sebagai berikut (Karim, 2013: 259):
Gambar 2.
Monitoring Risiko pada Bank Syariah

Proses Manajemen Risiko Bank Syariah

Agar bisa menerapkan proses manajemen risiko, pertama bank syariah harus secara tepat
mengenal, memahami dan mengidentifikasi risiko, baik yang sudah ada (inherent risk) maupun
yang timbul dari suatu bisnis baru bank. Selanjutnya, secara berturut-turut, bank syariah perlu
melakukan pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko. Proses ini berkesinambungan
sehingga menjadi sebuah lifecycle.

Gambar 3.
Siklus Manajemen Risiko
Assessing Measuring

Identifying Managing

Understanding Monitoring

Dalam pelaksaanya, proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko


memperhatikan hal-hal sebagai berikut11:

a. Identifikasi risiko dilaksanakan dengan melakukan analisis terhadap:


1) Karakteristik risiko yang melekat pada aktifitas fungsional
2) Risiko dari produk dan kegiatan usaha.
b. Pengukuran risiko dilaksanakan dengan melakukan:
1) Evaluasi secara berkala terhadap kesesuaian asumsi, sumber data prosedur yang
digunakan untuk mengukur risiko.
2) Penyempurnan terhadap sistem pengukuran risiko apabila terdapat perubahan
kegiatan usaha, produk, transaksi dan faktor risiko ayng bersifat material.
c. Pemantauan risiko dilaksanakan dengan melakukan:
1) Evaluasi terhadap eksposur risiko
2) Penyempurnaan proses pelaporan apabila terdapat perubahan kegiatan usaha, produk,
transaksi, faktor risiko, teknologi informasi dan sistem informasi manajemen risiko
yang bersifat material.
d. Pelaksanan proses pengendalian risiko, digunakan untuk mengelola risiko tertentu yang
dapat membahayakan kelangsungan usaha bank.

Menurut Khan dan Ahmed proses dan manajemen Risiko yang digunakan perbankan ialah12 :

a. Pembentukan Lingkungan Manajemen Risiko dan Kebijakan dan Prosedur yang baik.
Taraf ini berkaitan dengan keseluruhan tujuan dan strategi bank terhadap risiko dan
kebijakan manajemennya. Dewan direktur bertanggung jawab menyusun seluruh tujuan,
11
Karim, Adiwarman. 2013. Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan. Jakarta: Raja Grafindo Persada, hlm. 256
12
Rizki Ramadiyah, MODEL SISTEM MANAJEMEN RISIKO PERBANKAN SYARIAH ATAS TRANSAKSI USAHA
MASYARAKAT, Menara Riau : Jurnal Kewirausahaan , Vol 13, No.2, Juli - Desember 2014, hlm. 232-234
kebijakan, dan strategi manajemen risiko bagi lembaga keuangannya. Tujuan tersebut
harus dikomunikasikan kepada seluruh lini dalam organisasi. Di samping menyetujui
seluruh kebijakan bank terkait dengan risiko, dewan direktur harus menjamin bahwa
manajemen mengambil tindakan yang cukup untuk mengidentifikasi, mengukur,
memonitor, dan mengontrol risiko tersebut. Dewan secara periodik juga harus
memperoleh informasi dan review status berbagai risiko terkini yang dihadapi bank.
Manajemen senior bertanggung jawab untuk mengimplementasikan semua
persetujuan dewan direktur. Untuk menjalankannya, manajemen harus membuat
kebijakan dan prosedur yang akan digunakan bank dalam mengelola risiko. Hal ini
mencakup penyelenggaraan proses review manajemen risiko, batasan pengambilan risiko
yang tepat, system pengukuran risiko yang memadai, sistem pelaporan yang
komprehensif, dan kontrol internal yang efektif. Prosedur yang dibuat harus mencakup
proses persetujuan (approval), batasan, dan mekanisme yang tepat, yang desain untuk
menjamin pencapaian tujuan manajemen risiko bank. Bank harus secara jelas
mengidentifikasi individu dan atau komite yang bertanggung jawab terhadap manajemen
risiko dan mendefinisikan garis Kewenangan dan pertanggung jawabannya. Perhatian
harus diambil bahwa pemisahan kewajiban yang cukup atas fungsi pengukuran,
pemantauan, dan kontrol.
Selanjutnya, aturan dan standar keikutsertaan yang jelas harus disertai batasan
posisi, keterbukaan/jangkauannya terhadap counterpart, kredit, dan konsentrasi. Panduan
dan strategi investasi harus disertakan untuk membatasi risiko dalam berbagai aktifitas.
Panduan tersebut harus mencakup struktur asset dalam hal konsentrasi dan jatuh tempo,
ketidak-sesuaian asset-liabilitas, hedging, sekuritisasi, dan sebagainya.
b. Proses Pengukuran, Mitigasi, dan Monitoring yang Terpelihara
Bank harus memiliki sistem informasi manajemen reguler untuk mengukur, memonitor,
mengontrol, dan melaporkan berbagai eksposur risiko. Tahapan yang diperlukan untuk
tujuan pengukuran dan pemantauan risiko adalah pembuatan standar kategorisasi dan
review risiko, serta evaluasi dan pemeringkatan eksposur yang konsisten. Frekuensi
risiko dan laporan audit yang terstandarisasi dalam lembaga juga penting. Tindakan yang
diperlukan dalam hal ini adalah menciptakan standar inventarisasi risiko berdasarkan
aset, dan secara reguler menghasilkan laporan manajemen risiko dan laporan audit. Bank
juga dapat menggunakan sumber daya luar untuk menilai (asses) risiko, penggunaan
pemeringkatan risiko apapun, ataupun kriteria penilaian - pengawasam risiko seperti
CAMEL (Capital Asset Management Equity Liability).
Risiko yang diambil bank harus termonitor dan terkelola secara efisien. Bank juga harus
menyelenggarakan pengujian stress untuk melihat portofolio yang dimiliki terhadap
berbagai perubahan potensial di masa depan. Area-area yang harus diperiksa bank adalah
efek penuntunan dalam industri atau perekonomian dan keadaan risiko pasar dalam hal
tingkat default dan kondisi likuiditas bank. Uji tekanan harus dirancang untuk
mengidentifikasi kondisi di mana posisi bank akan menjadi lemah dan tanggapan-
tanggapan yang dapat dilakukan terhadap situasi tersebut. Bank juga harus memiliki
rencana kontijensi/alternatif yang dapat digunakan dalam berbagai skenario.
c. Kontrol Internal yang Memadai
Bank harus memiliki kontrol internal untuk menjamin bahwa semua kebijakan dapat
dipertahankan. Sebuah sistem kontrol internal yang efektif mencakup proses yang
memadai untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi berbagai jenis risiko dan kepemilikan
sistem informasi yang cakap (sufficient) untuk mendukung hal ini. Sistem itu juga harus
menguatkan kebijakan dan prosedur dan keberlangsungannya yang secara terusmenerus
dapat ditinjau. Hal ini akan mencakup pelaksanaan audit internal secara periodik atas
berbagai proses dan menghasilkan laporan independen secara reguler dan evaluasi untuk
mengidentifikasi bidang-bidang dari kelemahan. Bagian penting dari kontrol internal
adalah untuk menjamin bahwa kewajiban orangorang yang mengukur, memonitor, dan
mengontrol risiko adalah terpisah.
Akhirnya, struktur insentif dan akuntabilitas yang terukur dengan pengurangan
pengambilan risiko dari setiap karyawan juga merupakan suatu elemen penting untuk
mengurangi keseluruhan risiko. Suatu prasyarat yang berbasis kontrak perangsangan
ini adalah pelaporan akurat atas eksposur bank dan sistem control internalnya. Sebuah
struktur insentif yang terukur dan efisien akan membatasi individu untuk mencapai level
dan mendorong pembuat kebijakan untuk mengelola risiko dalam suatu cara yang
konsisten dengan goal dan tujuan bank.

PENERAPAN MENEJEMEN RISIKO DALAM BANK SYARIAH


Bank Indonesia menyatakan bahwa esensi penerapan manajemen Risiko adalah kecukupan
prosedur dan metodologi pengolahan Risiko sehingga kegiatan usaha Bank tetap dapat terkendali
manajemen pada batas atau limit yang dapat diterima koma serta memberikan keuntungan bagi
bank sesuai dengan tingkat Risiko yang dapat diterima13. Namun demikian mengingat perbedaan
kondisi pasar struktur, ukuran serta kompleksitas usaha bank, tidak ada satu sistem manajemen
risiko yang universal untuk seluruh bank, sehingga setiap bank harus membangun sistem
manajemen risiko sesuai dengan fungsi dan organisasi manajemen risiko pada bank14.

Penerapan menejemen risiko secara efektif memuat15 :


a. Pengawasan aktif Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas Syariah;
b. Kecukupan kebijakan dan prosedur Manajemen Risiko serta penetapan limit Risiko;
c. Kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko serta
sistem informasi Manajemen Risiko; dan
d. Sistem pengendalian intern yang menyeluruh.

Risiko yang melekat dalam kegiatan perbankan syariah terdapat 10 (sepuluh) Risiko yang harus
dikelola Bank Syariah, yaitu :

a. Manajemen Risiko Kredit/Pembiayaan


Merupakan risiko yang disebabkan oleh adanya kegagalan counterparty dalam memenuhi
kewajibannya. Risisko ini mencakup risiko produk dan risiko pembiayaan korporasi16.
Termasuk dalam kelompok Risiko Kredit adalah Risiko konsentrasi pembiayaan,
counterparty credit risk, dan settlement risk17.
Risiko konsentrasi pembiayaan merupakan Risiko yang timbul akibat terkonsentrasinya
penyediaan dana kepada 1 (satu) pihak atau sekelompok pihak, industri, sektor, dan/atau
area geografis tertentu yang berpotensi menimbulkan kerugian cukup besar yang dapat
mengancam kelangsungan usaha Bank.Counterparty credit risk merupakan Risiko yang

13
Ikatan Bankir Indonesia. 2014. Memahami Bisnis Syariah. Jakarta: Gramedia Pustaka, hlm. 342
14
Rahmani Timorita Yulianti, Manajemen Risiko Perbankan Syari’ah, La_Riba Jurnal Ekonomi Islam, Vol. III, No. 2,
Desember 2009, hlm. 156
15
POJK No 65/POJK.03/2016 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha
Syariah.
16
Karim, Adiwarman. 2013. Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan. Jakarta: Raja Grafindo Persada, hlm. 260
17
Penjelasan Atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 65 /Pojk.03/2016 Tentang Penerapan Manajemen
Risiko Bagi Bank Umum Syariah Dan Unit Usaha Syariah, Pasal 5, Huruf b
timbul akibat terjadinya kegagalan pihak lawan dalam memenuhi kewajibannya dan timbul
dari jenis transaksi yang memiliki karakteristik tertentu, misalnya transaksi yang
dipengaruhi oleh pergerakan nilai wajar atau nilai pasar. Settlement risk merupakan Risiko
yang timbul akibat kegagalan penyerahan kas dan/atau instrumen keuangan pada tanggal
penyelesaian (settlement date) yang telah disepakati dari transaksi penjualan dan/atau
pembelian instrumen keuangan18.
Contoh : Nasabah A mengambil KPR dari Bank B dengan skema Murabahah berjangka
waktu 25 (dua puluh lima) tahun. Pada tahun pertama sampai tahun keempat, Nasabah
tersebut masih lancar dalam mebayar angsuran. Pada tahun keenam, Nasabah di PHK
dari perusahaannya. Atas kejadian itu, Bank B berpotensi menghadapi Risiko kredit karena
Nasabah tidak memiliki pendapatan lagi untuk membayar angsuran rumah yang sudah
dinikmatinya.19

b. Risiko Pasar
Risiko yang muncul yang disebabkan oleh adanya pergerakan variabel pasar (adverse
movement) dari portofolio yang dimiliki oleh bank, yang dapat merugikan bank. Variabel
pasar dalam hal ini adalah suku bunga dan nilai tukar termasuk derivasi dari kedua jenis
risiko pasar tersebut yaitu perubahan harga option. Risiko pasar antara lain terdapat pada
aktivitas fungsional bank seperti kegiatan treasury dan investasi dalam bentuk surat berharga
dan pasar uang maupun penyertaan pada lembaga keuangan lainnya, penyediaan dana
(pinjaman dan bentuk sejenis), dan kegiatan pendanaan dan penerbitan surat utang, serta
kegiatan pembiayaan perdagangan.20 Sebagai contoh :
1) Bank membeli sukuk Negara dengan kupon tetap, di mana harga pasar obligasi akan
turun apabila imbal hasil pasar meningkat;
2) Bank membeli USD dengan nilai dalam valuta rupiah akan menurun apabila nilai tukar
USD melemah;
3) Bank melakukan aktivitas trading atau jual beli surat berharga21

18
Penjelasan Atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 65 /Pojk.03/2016 Tentang Penerapan Manajemen
Risiko Bagi Bank Umum Syariah Dan Unit Usaha Syariah, Pasal 5, Huruf b
19
Ikatan Bankir Indonesia. 2014. Memahami Bisnis Syariah. Jakarta: Gramedia Pustaka, hlm. 343
20
Veithzal Rivai dkk, 2007, Bank and Financial Institution,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada), hlm. 807
21
Ikatan Bankir Indonesia. 2014. Memahami Bisnis Syariah. Jakarta: Gramedia Pustaka, hlm. 344
c. Risiko Operasional
Risiko Operasional, adalah risiko yang timbul akibat ketidakcakapan atau tidak berfungsinya
proses internal. Risiko ini dapat bersumber dari kesalahan atau kekurangan manusia,
kegagalan system pencatatan, pembukuan, dan pelaporan transaksi secara lengkap, benar,
dan tepat waktu. Ini juga karena ketidakpatuhan pada ketentuan internal atau regulasi yang
berlaku atau perubahan perubahan regulasi yang mempengaruhi operasional bank22.
Sebagai contoh:
a. Pemalsuan bilyet deposito oleh karyawan bank yang kemudian dijadikan agunan
pembiayaan;
b. Kesalahan postingan uang masuh karena pegawai yang ditunjuk kurang
berpengalaman;
c. Terjadi bencana alam berupa banjir besar sehingga bank tidak dapat beroperasi secara
normal;
d. Kejahatan keuangan seperti fraud yang sering dilakukan oleh pihak luar yang bekerja
sama dengan pegawai bank23.
Ada tiga faktor yang menjadi penyebab utama timbulnya Risiko ini, yaitu: Infrastruktur
seperti teknologi, kebijakan, lingkunan, pengamanan, perselisihan, dan sebagainya; Proses
dan Sumber daya24.
d. Risiko Likuiditas
Risiko yang antara lain disebabkan oleh ketidakmampuan bank untuk memenuhi
kewajibannya pada saat jatuh tempo Contoh: Sebuah bank banyak memberikan kredit
jangka panjang kepada debiturnya dengan sumber dana yang didominasi deposito lembaga 1
(satu) tahun. Dengan struktur neraca missmatch maturity seperti itu, bank tersebut
berpotensi menghadapi risiko likuiditas25.
Sebagaimana bank-bank pada umumnya, bank syariah juga menghadapi Risiko likuiditas
seperti berikut :
1) Turunnya kepercayaan nasabah terhadap sistem perbankan, khususnya perbankan
syariah;
22
Ghozali, Imam, Manajemen Risiko Perbankan: Pendekatan Kuantitatif Value at Risk (VaR), (Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro), 2007, hlm. 13
23
Ikatan Bankir Indonesia. 2014. Memahami Bisnis Syariah. Jakarta: Gramedia Pustaka, hlm. 344-345
24
Karim, Adiwarman. 2013. Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan. Jakarta: Raja Grafindo Persada, hlm. 275
25
Ikatan Bankir Indonesia. 2014. Memahami Bisnis Syariah. Jakarta: Gramedia Pustaka, hlm. 345
2) Kebergantungan pada sekelompok deposan;
3) Keterbatasan instrumen keuangan untuk solusi likuiditas;
4) Mismatching antara dana jangka pendek dengan pembiayaan jangka panjang;
5) Bagi hasil antar bank kurang menarik karena financial settlementnya harus menunggu
6) selesai perhitungan cash basis pendapatan bank yang biasanya baru terlaksana pada
akhir bulan.
7) Di dalam kontrak mudhorobah, memungkinkan nasabah untuk menarik dananya kapan
saja tanpa pemberitahuan lebih dahulu26

e. Risiko Hukum
Risiko hukum adalah risiko yang terkait dengan bank yang menanggung kerugian sebagai
akibat adanya tuntutan hukum, kelemahan dalam aspek legal atau yuridis. Kelemahan ini
diakibatkan antara lain oleh ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung
atau kelemahan perikatan seperti tidak terpenuhinya syarat-syarat syahnya kontrak dan
pengikatan agunan yang tidak sempurna27. Contoh: Bank H tidak melakukan legal meeting
dengan baik ketika memberikan kredit modal kerja kepada PT A, terutama verifikasi atas
pengesahan Kementrian Hukum dan HAM atas perubahan Anggaran Dasar PT A. Di
kemudian hari, ternyata pengurus PT A telah memalsukan pengesahan Anggaran Dasar PT
A. Perbuatan pengurus PT A tersebut telah menyebabkan Bank H berpotensi mengalami
Risiko hukum28

f. Risiko Reputasi
Risiko reputasi disebabkan oleh adanya publikasi negatif yang terkait dengan kegiatan bank
atau adanya persepsi negatif terhadap bank. Contoh: Mesin ATM Bank A sering mengalami
“off- line” sehingga membuat kecewa nasabahnya setiap kali melakukan transaksi pada
mesin ATM Bank A. Nasabah melampiaskan rasa kekecewaannya melalui kontak pembaca
di Harian Nasional. Atas pemberitaan itu maka nasabah tersebut telah mengakibatkan Bank

26
Karim, Adiwarman. 2013. Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan. Jakarta: Raja Grafindo Persada, hlm. 275
27
Aan Zainul Anwar & Edi Susilo, IMPLEMENTASI MANAJEMEN RISIKO LIKUIDITAS LEMBAGA KEUANGAN MIKRO
SYARIAH (Studi Kasus BMT Aman Utama Jepara), JDEB Vol. 12 No. 2 Oktober 2015, hlm. 206
28
Ikatan Bankir Indonesia. 2014. Memahami Bisnis Syariah. Jakarta: Gramedia Pustaka, hlm. 345
A berpotensi menghadapi Risiko reputasi29. Hal-hal yang sangat berpengaruh terhadap
reputasi adalah: a) Manajemen; b) Pemegang saham; c) Pelayanan yang disediakan; d)
Penerapan prinsipprinsip syariah; e) Publikasi30.
Kegagalan manajemen Risiko reputasi dapat menimbulkan penarikan besar-besaran dana
pihak ketiga, menimbulkan masalah likuiditas, ditutupnya bank oleh otoritas, dan bahkan
bisa mengalami kebangkrutan. Oleh karena itu, tujuan utama manajemen Risiko reputasi
adalah untuk mengantisipasi dan meminimalkan dampak kerugian dari Risiko reputasi bank
syariah. Risiko reputasi dalam bisnis dapat bersumber dari berbagai aktivitas bisnis bank
syariah31. Factor-faktor yang mempengaruhi terjadinya Risiko reputasi antara lain : a)
Kesalahan Manajemen; b) Melanggar Peraturan; c) Melanggar Fatwa DSN MUI, d)
Sekandal Keuangan; e) Kurang Kompeten baik dalam pengelolaan maupun pelayanan; f)
Integrasi yang diragukan; g) Performance keuangan yang kurang baik32.

g. Risiko Stratejik
Risiko Stratejik timbul antara lain karena bank menetapkan strategi yang kurang sejalan
dengan visi dan misi bank, melakukan analisis lingkungan stratejik yang tidak
komprehensif, dan/atau terdapat ketidaksesuaian rencana stratejik (strategic plan) antar level
stratejik. Selain itu, Risiko Stratejik juga timbul karena kegagalan dalam mengantisipasi
perubahan lingkungan bisnis mencakup kegagalan dalam mengantisipasi perubahan
teknologi, perubahan kondisi ekonomi makro, dinamika kompetisi di pasar, dan perubahan
kebijakan otoritas terkait33.
Bank syariah mandiri dalam memgelola manajemen Risiko stratejik bank melakukan
performance review secara berkala (2 mingguan) untuk mengevaluasi kinerja dan efektifitas
strategi34. Sehingga dapat diketahui kegagalan dalam mencapai target bisnis yang telah
ditetapkan, baik target kuangan maupun non-keuangan.

29
Ikatan Bankir Indonesia. 2014. Memahami Bisnis Syariah. Jakarta: Gramedia Pustaka, hlm. 346
30
Karim, Adiwarman. 2013. Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan. Jakarta: Raja Grafindo Persada, hlm. 275-276
31
Rianto, Rustam Bambang. 2013. Manajemen Risiko Perbankan Syariah di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.
Hlm. 245
32
Karim, Adiwarman. 2013. Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan. Jakarta: Raja Grafindo Persada, hlm. 276
33
Penjelasan Atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 65 /Pojk.03/2016 Tentang Penerapan Manajemen
Risiko Bagi Bank Umum Syariah Dan Unit Usaha Syariah, Pasal 5, Huruf g
34
Laporan Tahunan 2015 PT. Bank Syariah Mandiri, dapat diakses pada
https://www.syariahmandiri.co.id/assets/pdf/laporan-audit/AR-BSM-2016-Lap-Keuangan.pdf
h. Risiko Kepatuhan
Risiko Kepatuhan adalah risiko akibat Bank tidak mematuhi dan/atau tidak melaksanakan
peraturan perundang-undangan, ketentuan dari regulator yang berlaku, dan/atau tidak
memenuhi prinsip syariah35. Risiko kepatuhan dapat bersumber dari :
1) Kententuan Giro Wajib Minimum, Net Open Position, Non Performing Financing, dan
Batas Maksimum Pemberian Pembiayaan;
2) Ketentuan dalam penyediaan produk;
3) Ketentuan dalam pemberian pembiayaan;
4) Ketentuan dalam pelaporan baik laporan internal, laporan kepada Bank Indonesia
maupun laporan kepada pihak ketiga lainnya;
5) Ketentuan perpajakan;
6) Ketentuan dalam akad kontrak;
7) Fatwa Dewan Syariah Nasional

Contoh Risiko kepatuhan: petugas sebuah bank terlambat dalam menyampaikan laporan
Sistem Informasi Debitur (SID) kepada Bank Indonesia. Atas keterlambatan pelaporan itu,
bank tersebut akan dikenakan denda oleh Bank Indonesia. petugas tersebut telah
membawa banknya sendiri menghadapi Risiko kepatuhan36. Kegagalan manajemen Risiko
kepatuhan dapat menimbulkan penarikan besar-besaran dana pihak ketiga, menimbulkan
masalah likuiditas, ditutupnya bank oleh otoritas, dan bahkan bisa mengalami
kebangkrutan. Oleh karena itu, tujuan utama manajemen Risiko untuk Risiko kepatuhan
adalah untuk memastikan bahwa proses manajemen Risiko dapat meminimalkan
kemungkinan dampak negatif dari perilaku bank syariah yang melanggar standar yang
berlaku secara umum, ketentuan, dan/atau peraturan perundangundangan yang berlaku.37

i. Risiko Imbal Hasil (Rate of Return Risk)


Risiko Imbal Hasil (Rate of Return Risk) timbul antara lain karena adanya perubahan
perilaku nasabah dana pihak ketiga Bank yang disebabkan oleh perubahan ekspektasi tingkat
imbal hasil yang diterima dari Bank. Perubahan ekspektasi bisa disebabkan oleh faktor
35
Kebijakan Manajemen Risiko BTPN Syariah, dapat diakses pada
https://www.btpnsyariah.com/images/documents/IPO/Kebijakan_Manajemen_Risiko.pdf
36
Ikatan Bankir Indonesia. 2014. Memahami Bisnis Syariah. Jakarta: Gramedia Pustaka, hlm. 345
37
Rianto, Rustam Bambang. 2013. Manajemen Risiko Perbankan Syariah di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.
Hlm. 233
internal seperti menurunnya nilai aset Bank dan/atau faktor eksternal seperti naiknya
return/imbal hasil yang ditawarkan bank lain. Perubahan ekspektasi tingkat imbal hasil
tersebut dapat memicu perpindahan dana nasabah dari Bank kepada bank lain.38
Sebagai Contoh:
1) Bank memberikan imbal hasil dana yang lebih kecil dibandingkan dengan bulan lalu
akibat beberapa debiturnya mengalami penurunan kualitas pembiayaan;
2) Bank mengambil kebijakan untuk meningkatkan tingakt imbal hasil dana guna
mempertahankan nasabah deposan besar yang berpotensi kepada bank lain39 (Ikatan
Bankir Indonesia: 346).
3) Bank Syariah mengharapkan hasil 7% dari asetnya yang nantinya akan dibagikan
kepada investor, pada saat yang sama BI rate naik menjadi 8%40.

Dalam manajemen Risiko imbal hasil, bank syariah harus memiliki sistem yang tepat untuk
identifikasi dan pengukuran factor yang bisa meningkatkan Risiko imbal hasil tersebut. Pada
bank mandiri syariah bank menetapkan protocol imbal hasil pembiayaan dan pemantauan
gross revenue41.
j. Risiko Investasi
Risiko Investasi (Equity Investment Risk) timbul apabila Bank memberikan pembiayaan
berbasis bagi hasil kepada nasabah dengan Bank ikut menanggung Risiko atas kerugian
usaha nasabah yang dibiayai (metode profit and loss sharing). Dalam hal ini, perhitungan
bagi hasil tidak hanya didasarkan atas jumlah pendapatan atau penjualan yang diperoleh
nasabah namun dihitung dari keuntungan usaha yang dihasilkan nasabah. Apabila usaha
nasabah mengalami kebangkrutan maka jumlah pokok pembiayaan yang diberikan Bank
kepada nasabah tidak akan diperoleh kembali. Sementara perhitungan bagi hasil juga dapat

38
Penjelasan Atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 65 /Pojk.03/2016 Tentang Penerapan Manajemen
Risiko Bagi Bank Umum Syariah Dan Unit Usaha Syariah, Pasal 5, Huruf i
39
Ikatan Bankir Indonesia. 2014. Memahami Bisnis Syariah. Jakarta: Gramedia Pustaka, hlm. 345
40
Muhammad Iqbal Fasa, MANAJEMEN RISIKO PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA, Li Falah Jurnal Studi Ekonomi
dan Bisnis Islam Volume I, Nomor 2, Desember 2016, hlm. 47
41
Laporan Tahunan 2015 PT. Bank Syariah Mandiri, dapat diakses pada
https://www.syariahmandiri.co.id/assets/pdf/laporan-audit/AR-BSM-2016-Lap-Keuangan.pdf
menggunakan metode net revenue sharing yakni bagi hasil dihitung dari pendapatan setelah
dikurangi modal42.
Risiko investasi memiliki beberapa fitur berbeda:
1) Sifat investasi ekuitas memerlukan pengawasan mendalam untuk mengurangi asimetri
informasi;
2) Mudhorobah dan musyarakah adalah perjanjian pembagian keuntungan dan kerugian
serta menghadapi Risiko hilangnya modal walau dengan pengawasan yang memadai.
Tingkat Risiko lebih tinggi dibandingkan investasi lain.
3) Investasi ekuitas selain investasi pasar saham tidak memiliki pasar sekunder yang
mengakibatkan besarnya biaya untuk keluar lebih awal. Tidak likuidnya investasi
tersebut dapat menyebabkan kerugian pada bank43.

Contoh pengaplikasian :
1) Bank menderita kerugian atas fasilitas pembiayaan Mudhorobah yang disalurkan
kepada suatu nasabah yang bergerak di bidang usaha tekstil;
2) Bank menderita kerugian akibat nasabah yang bergerak di bidang usaha pertambangan
batu bara mengalami penurunan omset penjualan dalam beberapa bulan terakhir44

Dalam mengevaluasi suatu permohonan investasi, pejabat pembiayaan Bank Syari’ah


memperhatikan beberapa hal berikut: Uji kelayakan proyek oleh tim penilai (Komite
Pembiayan), Faktor 5 C, Analisis berdasarkan data yang lengkap dan dilakukan secara jujur
dan obyektif, Layanan cepat, agar realisasi pembiayaan, “on time”, Mengutamakan
kepentingan lembaga dan hindari “vested interest” pribadi penilai45. Ada beberapa hal yang
harus dipertimbangkan bank syari'ah terkait dengan kolektabilitas investasinya, yaitu:46
1) Penentuan kualitas investasi, yang perlu dipertimbangkan adalah:
a) Prospek usaha

42
Penjelasan Atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 65 /Pojk.03/2016 Tentang Penerapan Manajemen
Risiko Bagi Bank Umum Syariah Dan Unit Usaha Syariah, Pasal 5, Huruf j
43
Rianto, Rustam Bambang. 2013. Manajemen Risiko Perbankan Syariah di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.
Hlm. 260
44
Ikatan Bankir Indonesia. 2014. Memahami Bisnis Syariah. Jakarta: Gramedia Pustaka, hlm. 347
45
M.F. Hidayatullah, Manajemen Investasi Bank Syari’ah, HUMAN FALAH: Volume 1. No. 2 Juli – Desember 2014,
hlm. 72
46
Wasilul Chair, MANAJEMEN INVESTASI DI BANK SYARI'AH, Iqtishadia Vol . 2 No. 2 Desember 2015, hlm. 214
b) Kondisi keuangan dengan penekanan pada arus kas nasabah
c) Kemampuan membayar
2) Penilaian; kualitas Aktiva Produktif wajib dinilai secara bulanan.
3) Dokumentasi; kelengkapan dokumen terkait dengan penanaman
dana dalam bentuk aktiva produktif harus diperhatikan. Dengan memperhatikan
kolektabilitas investasi pada sebuah usaha, maka perbankan syari’ah diharapkan mampu
menekan terjadinya default atau wanprestasi terhadap nasabah investasi.

Risiko Pembiayaan,
Risiko Pasar,
Risiko Likuiditas,
Risiko Operasional,
Risiko Hukum,
Risiko Reputasi,
Risiko Stratejik,
Risiko Kepatuhan,
Risiko Imbal Hasil,
Inheren Risk Risiko Investasi

1. Low
Risk Profile 2. Low To Moderate
Peringkat 3. Moderate
4. Moderate To High
5. High

a. Pengawasan aktif Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan


Pengawas Syariah;
b. Kecukupan kebijakan dan prosedur Manajemen Risiko
Kualitas Penerapan serta penetapan limit Risiko;
Manajemen Risiko c. Kecukupan proses identifikasi, pengukuran,
pemantauan, dan pengendalian Risiko serta sistem
informasi Manajemen Risiko; dan
d. Sistem pengendalian intern yang menyeluruh.

1. Strong
2. Satisfactory
Peringkat 3. Fair
4. Marginal
5. Unsatisfactory

Sumber : POJK No 65/Pojk.03/2016 Tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum
Syariah Dan Unit Usaha Syariah
Pengendalian Risiko dapat dilakukan antara lain dengan cara lindung nilai, metode mitigasi
Risiko, dan penambahan modal untuk menyerap potensi kerugian. Selain itu dalam
melaksanakan fungsi pengendalian Risiko benchmark suku bunga, Risiko nilai tukar, dan
Risiko Likuiditas, Bank paling sedikit menerapkan Assets and Liabilities Management
(ALMA)47.

Penutup

47
Penjelasan Atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 65 /Pojk.03/2016 Tentang Penerapan Manajemen
Risiko Bagi Bank Umum Syariah Dan Unit Usaha Syariah, Pasal 13 ayat 4

Anda mungkin juga menyukai