Disusun Oleh:
Aziza Novia Masum
21040114420079
BAGIAN I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Permasalahan transportasi yang saat ini tengah dihadapi terutama di banyak kota
besar di Indonesia salah satunya adalah kemacetan jalan yang tidak dapat dihindari.
Bertambahnya volume kendaraan yang tidak sebanding dengan pertumbuhan jaringan jalan
yang ada menjadi fenomena umum permasalahan kemacetan di pusat-pusat pertumbuhan
suatu wilayah. Solusi reaktif yang seringkali diberikan oleh pemerintah adalah dengan
melakukan penambahan, pelebaran, ataupun pembuatan jaringan jalan yang baru.
Sayangnya upaya ini bukannya mengurangi beban kemacetan yang ada, namun justru
memicu penambahan volume kendaraan yang digunakan oleh masyarakat di suatu kota.
Kota Bandung termasuk dalam kota besar di Indonesia yang mengalami polemik
kemacetan yang cukup tinggi. Dengan mobilitas kota yang tinggi, aktifitas warga yang
beragam, kepadatan penduduk yang sangat tinggi, dan jumlah wisatawan yang selalu
meningkat tiap tahunnya menyumbang pertumbuhan kemacetan di Kota Bandung. Dalam
menangani permasalahan kemacetan ini, Pemerintah Kota Bandung dalam RTRW 2011-2031
menuangkan strategi untuk pengembangan dan peningkatan kualitas pelayanan sarana dan
prasarana transportasi berbasis transportasi publik yang terpadu dan terkendali. Salah
satunya adalah dengan membuka peluang investasi dan kemitraan bagi sektor privat dan
masyarakat dalam menyediakan prasarana dan sarana transportasi. Keterkaitan dalam hal
itu, pada Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
dijelaskan bahwa pemerintah wajib menjamin tersedianya angkutan umum untuk jasa
angkutan orang dan/atau barang, hal tersebut dapat diartikan bahwa ketersediaan moda
angkutan umum harus diupayakan oleh pemerintah sebagai pihak yang berkewajiban.
Menurut Ridwan Kamil, Walikota Bandung terpilih 2013-2018, jumlah wisatawan
yang mendatangi bandung setiap tahunnya kurang lebih 6 juta orang dan kebanyakan
wisatawan tersebut menggunakan kendaraan pribadi sebagai moda transportasi
pengangkutnya. Masalah ini tidak didukung dengan adanya jaringan jalan Kota Bandung
yang hanya memenuhi 4% dari keseluruhan luas kota. Hal ini menyebabkan
ketidakseimbangan antara kebutuhan transportasi dan keberadaan jaringan jalan sehingga
kemacetan pun tidak bisa dihindari. Melihat banyaknya sumbangan beban kemacetan dari
sektor pariwisata ini, maka diperlukan suatu solusi alternatif dalam menangani
permasalahan kemacetan yang ada.
Dimulai dengan gagasan yang diawali oleh komunitas bernama bike.bdg pada
pertengahan tahun 2012 yang menawarkan konsep bike-sharing pertama di Indonesia untuk
memberikan suatu pemahaman konsep transportasi yang ramah lingkungan dan contoh
baik berkendara yang sehat dengan memanfaatkan rental sepeda kepada masyarakat Kota
Bandung. Saat ini Pemerintah Kota Bandung tengah mengembangkan suatu program
bernama Bandung Bike Share (BIK) sebagai salah satu pendekatan inovatif yang ditawarkan
oleh Pemerintah Kota Bandung dalam mencari solusi mobilitas perkotaan. Bike-sharing ini
nantinya akan berfungsi sebagai moda pengumpan (feeder) dari moda angkutan umum.
Melalui penulisan paper ini, penulis akan mencoba menguraikan permasalahan
terkait fenomena penggunaan bike-sharing sebagai solusi alternatif permasalahan
Page |1
transportasi perkotaan yang terjadi di Kota Bandung. Penulis akan mencoba menguraikan
permasalahan berdasarkan fakta-fakta yang didapat dari berbagai sumber seperti Koran,
artikel, jurnal, buku, ataupun sumber-sumber lainnya didukung dengan kajian pustaka yang
ada sehingga pada akhirnya dapat merumuskan inti dari permasalahan yang ada dan
menjelaskan penyebab serta akibat yang dihasilkan. Pada bagian akhir penulis akan
memberikan usulan mengenai topik penelitian yang berhubungan dengan fenomena
penggunaan bike-sharing sebagai solusi alternatif permasalahan transportasi perkotaan.
2. Pengantar Permasalahan
Tingginya kunjungan wisatawan ke Kota Bandung setiap tahunnya menyumbang
beban kemacetan yang cukup tinggi terhadap tingkat kemacetan di Kota Bandung. Dalam
rangka memenuhi kebutuhan akan pergerakan, tiap individu memiliki pilihan untuk
menggunakan moda transportasi yang dinilai memiliki tingkat efisiensi yang tinggi,
memenuhi aspek keamanan dan kenyamanan, dan lain sebagainya. Sayangnya pemilihan
moda transportasi yang diambil oleh para wisatawan yang datang mengunjungi bandung
lebih kepada pemanfaatan kendaraan pribadi. Hal ini dikarenakan faktor keamanan dan
kenyaman yang diberikan oleh kendaraan pribadi dibandingkan kendaraan umum.
Melihat dari kondisi ruang Kota Bandung yang mendukung pengembangan konsep
bike-sharing, Pemerintah Kota Bandung mencanangkan program Bandung Bike Share (BIK)
yang akan dijalankan pada akhir tahun 2015 ini. Namun sejalan dengan tengah di
persiapkannya program ini, terdapat pertanyaan yang timbul mengenai konsep bike-sharing
yang ada. Bagaimana arahan pemerintah kota dalam mengembangkan infrastruktur yang
mendukung program ini, penetapan kebijakan seperti apa yang dapat mendukung program
tersebut, pemilihan lokasi yang seperti apa yang cocok dalam penerapan program ini,
bagaimana dampaknya terhadap pengurangan kemacetan yang ada dan bagaimana dampak
bagi perubahan perilaku masyarakat perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut. Oleh karena itu
diperlukan penstrukturan atau perumusan permasalahan yang jelas terkait fenomena
penggunaan bike-sharing di Kota Bandung serta dampak-dampak turunan yang dipicu atau
disebabkan oleh adanya fenomena tersebut.
Page |2
BAGIAN II
SINTESA PERMASALAHAN DARI BERBAGAI SUMBER
Tahun
Mobil
Penumpang
2010
2011
2012
8.891.041
9.548.866
10.432.259
Bis
2.250.109
2.254.406
2.273.821
Truk
4.687.789
4.958.738
5.286.061
Sepeda Motor
61.078.188
68.839.341
76.381.183
Jumlah
76.907.127
85.601.351
94.373.324
Page |3
Gambar diatas menunjukkan salah satu titik kemacetan di ruas jalan Ir. Juanda yang
terletak di sekitar area Pusat Pelayanan Kota Bandung. Kemacetan di ruas jalan Ir. Juanda ini
mengalami peak season pada hari-hari libur disebabkan lonjakan wisatawan yang
mengunjungi bandung dari akses jalan tol Pasteur. Menurut Iwan Muliawan, Kepala Humas
PT. Jasa Marga Purbaleunyi, pada tahun 2011 rata-rata setiap hari kendaraan menuju
Bandung lewat jalan tol berkisar antara 50 ribu hingga 60 ribu kendaraan dan semuanya
mengarah dari Jakarta (http://www.tempo.co/read/news/2011/12/29/058374327). Hal ini
dapat memperlihatkan bahwa kontribusi kemacetan yang disebabkan oleh penggunaan
kendaraan pribadi yang berasal dari luar wilayah Kota Bandung sangat besar. Jika
permasalahan ini tidak segera ditanggulangi, maka tidak menutup kemungkinan Kota
Bandung akan mengalami kelumpuhan lalu lintas total seperti yang akan dialami di
beberapa Kota Besar di Indonesia.
Page |4
Gambar 2.2 Shelter bike-sharing di Jl. Diponegoro depan Gedung Sate Bandung
Sumber: http://bandung.panduanwisata.id/melirik-shelter-unik-di-bandung/
Menurut Dada Rosada, Walikota Bandung terpilih periode 2008-2013, pada saat
peluncuran program Bike-sharing di Kota Bandung menyatakan bahwa perlu diadakannya
penyempurnaan sarana dan prasarana pendukung dan dukungan dari beberapa pihak
termasuk peran swasta dan perusahaan-perusahaan BUMN. Hal ini menunjukkan peran
pemerintah sangat penting dalam mendukung terlaksananya program bike-sharing yang
dapat mengatasi permasalahan kemacetan yang ada di suatu kota.
Program bike-sharing yang menyediakan transportasi sehat dan ramah lingkungan
sebenarnya dapat mendorong manfaat-manfaat lain diantaranya penghematan bahan bakar
minyak, berkurangnya polusi udara, dan polusi suara (kebisingan). Selain itu dapat
berdampak baik bagi kesehatan si penggunanya karena pemakaian sepeda juga
menyehatkan bagi tubuh. Keberlangsungan pelaksanaan bike-sharing yang terintegrasi
dengan transportasi publik, secara tidak langsung juga dapat mengurangi kemacetan yang
terjadi di suatu kota. Bike-sharing yang diintegrasikan dengan public transit pada setiap
pemberhentian transportasi publik seperti Bus atau kereta api juga dapat mengurangi
pemakaian kendaraan pribadi.
Penggunaan program bike-sharing yang terintegrasi dengan transportasi publik
dapat dijadikan sebagai suatu moda transportasi pendukung dalam mengurangi pemakaian
kendaraan pribadi yang dipergunakan oleh warga Kota Bandung sendiri maupun wisatawan
domestik yang berkunjung ke Kota Bandung. Apalagi salah satu penyumbang kemacetan
yang terjadi di Kota Bandung adalah dengan banyaknya kunjungan wisatawan setiap
tahunnya ke Kota Bandung. Hal ini ditekankan oleh Ridwan Kamil, selaku Walikota Bandung
terpilih periode 2013-2018, penggunaan bike-sharing untuk mengakomodasi kebutuhan
wisatawan dalam bepergian di Kota Bandung dianggap tepat jika diterapkan di Kota
Bandung melihat jarak tempuh yang diperlukan dari satu tempat wisata tergolong relatif
dekat.
yang berada di depan Kampus Unikom sehingga akhirnya shelter bike-sharing yang semula
ada di poin tersebut akhirnya dibongkar (www.news.detik.com).
Selain itu pula, keberadaan shelter yang ada saat ini malah menimbulkan kesan
kumuh dan tidak terawat. Sesuai dengan pengamatan yang dilakukan penulis pada kondisi
dilapangan memperlihatkan bahwa kondisi shelter yang ada malah jauh dari kesan terawat
dan sebagian shelter sudah tidak lagi dipergunakan.
Gambar 2.3 Shelter Bike-Sharing di Ruas Jalan Ganecha (kiri) dan Jalan Ir. Juanda (kanan) Bandung
Sumber : Pengamatan Lapangan Penulis, 20 April 2015.
Belum adanya badan independen yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk melakukan
pengelolaan program bike-sharing yang komprehensif. Permasalahannya, bagaimanakah
karakteristik badan yang ideal agar terciptanya perencanaan penggunaan lahan transportasi
yang terintegrasi mengingat di Indonesia sekarang ini belum memiliki badan yang
melakukan pengaturan transportasi yang terintegrasi. Dengan adanya badan ini juga dapat
melakukan pengelolaan yang tepat dari segi pengelolaan sistem pelaksanaan, pendanaan
maupun pengaturan kemitraan dengan publik swasta. Belum ada kebijakan yang dibuat oleh
Pemerintah untuk mendukung berjalannya program bike-sharing yang terintegrasi dengan
transportasi publik. Kebijakan seperti apa yang dapat mengakomodir kebutuhan pengguna
sepeda maupun keberlanjutan sistem transportasi yang sudah ada.
Penyediaan sarana dan prasarana yang mendukung program ini juga perlu dikaji
lebih lanjut. Hal ini mengingat kenyataan dilapangan dimana tersedianya sarana untuk
program bike-sharing belum didukung dengan prasarana dalam hal ini jalur sepeda di ruasruas jalan yang dilalui oleh pengguna bike-sharing. Belum terintegrasinya program bikesharing dengan transportasi publik yang sudah ada menyebabkan kurang dimanfaatkannya
sepeda yang telah disediakan sebagai moda transportasi pengumpan (feeder).
Lokasi Shelter bike-sharing yang telah ada saat ini belum dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat untuk bertransportasi. Berdasarkan pengamatan penulis, dari sekitar
12 shelter yang sudah dibangun, hanya sekitar 5 shelter saja yang sampai saat ini masih
dapat digunakan.
Sejauh ini penggunaan bike-sharing lebih dimanfaatkan sebagai alat rekreasi atau
alat olahraga oleh masyarakat. Sehingga Pemerintah Kota Bandung perlu melakukan
pengenalan lebih lanjut kepada masyarakat jika hendak menerapkan program bike-sharing
sebagai salah satu alternatif moda transportasi berkelanjutan.
Page |6
BAGIAN III
KAJIAN PUSTAKA
1. Pengertian Transportasi dan Sepeda Sebagai Moda Transportasi
Menurut Tamin dalam Akbar (2010), Transportasi adalah suatu sistem yang terdiri
dari prasarana/sarana dan sistem pelayanan yang memungkinkan adanya pergerakan
keseluruh wilayah sehingga terakomodasi mobilitas penduduk, dimungkinkan adanya
pergerakan barang, dan dimungkinkannya akses kesemua wilayah.
Menurut Miro (2005) transportasi dapat diartikan sebagai usaha yang memindahkan,
menggerakkan, mengangkut, atau mengalihkan suatu objek dari suatu tempat ke tempat
lain, dimana di tempat lain objek tersebut lebih bermanfaat atau dapat berguna untuk
tujuan-tujuan tertentu.
Tersedianya sistem jaringan transportasi akan memudahkan pergerakan manusia
ataupun barang dengan menggunakan moda transportasi (sarana) dan media (prasarana)
tempat moda transportasi tersebut bergerak. Kesesuaian pemilihan sistem jaringan
transportasi yang ada dengan karakteristik wilayah akan menentukan keefektifan dari
penggunaan moda transportasi yang ada.
Pertumbuhan pergerakan masyarakat perkotaan yang heterogen sangat
mempengaruhi sistem pergerakan di suatu perkotaan. Ketidakseimbangan jumlah
transportasi publik dalam memenuhi kebutuhan gerak dari masyarakat dengan kondisi
sistem jaringan yang ada menjadi permasalahan transportasi yang saat ini tengah dihadapi
oleh banyak kota di Indonesia. Maka diperlukan solusi inovatif dengan memanfaatkan moda
transportasi publik. Sepeda merupakan salah satu solusi alternatif yang dapat dijadikan
pilihan untuk mengatasi permasalahan transportasi di perkotaan.
Menurut Kalasova (2011), Sepeda adalah moda transportasi yang cocok dan efisien
untuk dipergunakan di lingkungan perkotaan. Sedangkan menurut Karim (2013), Sepeda
termasuk moda transportasi yang dapat dikatakan sebagai salah satu cara untuk
mewujudkan kota yang berkelanjutan. Dalam pengoperasiannya, sepeda tidak menghasilkan
emisi gas buang sehingga memberikan dampak yang kecil bagi lingkungan jika dibandingkan
dengan mobil. Keuntungan lainnya adalah cara termudah dan nyaman dalam
mengintegrasikan aktifitas fisik dan kehidupan kota.
Beberapa alasan yang membatasi atau mencegah penggunaan sepeda diantaranya
kurangnya jalur dan ruang yang disesuaikan untuk sepeda sehingga berakibat perasaan tidak
aman, kondisi persimpangan yang buruk, jarak, maupun kondisi geografis dan cuaca. Selain
itu terdapat segi waktu perjalanan dimana sepeda lebih kompetitif dibandingkan dengan
moda transportasi lain yaitu pada waktu tempuh berkisar 2 8 menit, namun lebih dari itu
sepeda akan kehilangan potensi disini (Frade, 2013).
Pendapat yang keliru bahwa tidak ada kebutuhan untuk membangun infrastruktur
bersepeda dengan alasan bahwa hanya sebagian kecil dari penduduk kota menggunakan
sepeda. Sesungguhnya yang terjadi adalah sebaliknya, banyak penduduk yang dapat
menggunakan sepeda namun tidak didukung oleh infrastruktur yang ada.
Page |7
Page |8
Berdasarkan kajian yang telah dilakukan oleh DeMaio (2004) terdapat lima faktor
utama yang menentukan kesuksesan dalam pelaksanaan program bike-sharing. Lima faktor
tersebut diantaranya:
a. Kebutuhan Pengguna
Pengukuran utama terhadap keberhasilan program bike-sharing didasarkan pada
penggunanya dan kebutuhan terhadap bike-sharing. Bike-sharing dapat dianggap
sukses pada saat kebutuhan pengguna yang tinggi dan kemudahan mengakses
fasilitas bike-sharing yang ada. Hal ini karena bike-sharing memberikan pilihan
mobilitas tambahan untuk pengguna transit atau pejalan kaki untuk mencapai tujuan
yang terlalu jauh atau akan memakan waktu terlalu lama jika ditempuh dengan
berjalan kaki.
b. Tersedianya Fasilitas bersepeda yang aman
Tersedianya fasilitas penunjang bersepeda seperti jalur sepeda yang nyaman dan
perlengkapan bersepeda yang memadai seperti pelindung lutut dan helmet bagi
setiap pengguna bike-sharing di suatu tempat sangat mendukung penarikan minat
masyarakat untuk menggunakan sepeda sebagai moda transportasi. Hal ini karena
dalam melakukan kegiatan transportasi diperlukan rasa nyaman dan aman dari tiap
masyarakat. Saat moda transportasi publik sudah dapat memberikan rasa nyaman
dan aman kepada penggunanya, maka saat itu pula moda transportasi itu dikatakan
berhasil.
c. Profitabilitas
Sejauh ini belum ada program bike-sharing yang menghasilkan keuntungan. Namun
DeMaio mengatakan bahwa program bike-sharing non-profit oriented akan lebih
menguntungkan dan menimbulkan minat bersepeda yang lebih besar jika
dibandingkan dengan program bike-sharing dengan profit oriented. Disinilah peran
pemerintah sangat besar dalam mendukung berjalannya program bike-sharing di
suatu kota.
d. Penanganan terhadap pencurian dan perusakan
Berdasarkan berbagai pengalaman penggunaan bike-sharing dari setiap generasi
maka dapat disimpulkan penanganan terhadap kasus pencurian dan perusakan
sangatlah penting. Maka dari itu penerapan tekonologi pada program bike-sharing
untuk menangani masalah pencurian dan perusakan harus benar-benar diperhatikan
salah satunya adalah dengan menggunakan smart cards dan penggunaan teknologi
pelacak.
e. Multimodal Konektifitas
Penggunaan bike-sharing akan mengalami kesuksesan pada lokasi dengan potensi
konektifitas yang tinggi. Pada beberapa studi kasus, perkembangan bike-sharing
mengalami potensi yang lebih baik di wilayah perkotaan dibandingkan dengan
daerah di pinggiran kota hal ini dikarenakan lebih banyaknya potensi konektifitas
transportasi di wilayah perkotaan jika dibandingkan dengan daerah pinggiran kota.
Banyaknya transportasi publik yang dapat dihubungkan dengan penggunaan bikesharing memungkinkan pemanfaatan bike-sharing diperkotaan lebih baik jika
dibandingkan di pinggiran kota.
Page |9
BAGIAN IV
PENSTRUKTURAN DAN PERUMUSAN MASALAH
Untuk mengidentifikasi struktur dan perumusan masalah dari fenomena penggunaan
bike-sharing sebagai solusi alternatif permasalahan transportasi perkotaan maka penulis
menggunakan analisa pohon masalah dalam membantu melakukan pengidentifikasian.
Pohon masalah ini merupakan suatu teknik untuk mengidentifikasi suatu masalah dalam
suatu situasi tertentu dan memperagakan informasi yang berkaitan sebagai rangkaian
hubungan sebab akibat. Alat analisis ini membantu untuk mengilustrasikan korelasi antara
masalah, penyebab masalah, dan akibat dari masalah dalam suatu hirearki faktor-faktor
yang berhubungan. Berikut adalah bagan pohon masalah dari fenomena penggunaan bikesharing sebagai solusi alternatif permasalahan transportasi perkotaan :
P a g e | 10
AKIBAT
POKOK
PERMASALAHAN
PENYEBAB
Pengelolaan bike-sharing yang
belum mengarah ke moda
transportasi
Kurangnya ketersediaan
jalur sepeda
KELEMBAGAAN
SOSIAL
Peningkatan kebutuhan
terhadap moda transportasi
INFRASTRUKTUR
TRANSPORTASI
REGULASI
Gambar 4.1 Pohon Masalah Fenomena Penggunaan Bike-Sharing sebagai Moda Transportasi Alternatif
(Studi Kasus : Kota Bandung)
P a g e | 11
siapnya penggunaan sepeda sebagai moda pengumpan. Belum tersedianya jalur sepeda
yang disediakan khusus untuk pengguna sepeda rental berjejaring tentunya masyarakat
akan merasa kurang aman dalam penggunaan sepeda karena harus bersinggungan
langsung dengan pengguna kendaraan bermotor yang dapat mengancam keselamatan
pengguna sepeda.
Selain itu pula, pemilihan lokasi shelter bike-sharing yang belum memperhatikan
kemudahan pengguna dalam mengaksesnya, menyebabkan masyarakat kurang memilih
bike-sharing sebagai pendukung aktifitasnya. Dalam pemilihan lokasi potensial
sebenarnya dapat memperhatikan kebutuhan masyarakat dalam melakukan pergerakan.
Berdasarkan kebutuhan pemerintah Kota Bandung, pemilihan lokasi bike-sharing dapat
dilakukan dengan mempertimbangkan overlay dari lokasi wisata, perkantoran, dan
pendidikan. Hal ini dapat digunakan untuk menentukan cakupan wilayah penggunaan
bike-sharing yang lebih efektif dalam mendukung kemudahan pergerakan masyarakat.
d. Aspek Transportasi
Kota bandung dengan aktifitas warganya yang heterogen dan tingginya kunjungan
wisatawan menyebabkan peningkatan yang cukup tinggi terhadap kebutuhan moda
transportasi. Dengan tingginya pergerakan manusia yang ada harus diimbangi dengan
pertumbuhan sistem pelayanan transportasi.
Namun transportasi umum yang ada saat ini di Kota Bandung belum dapat
memberikan kenyamanan dan keamanan bagi penggunanya. Hal ini dilihat dari semakin
banyaknya pengguna transportasi pribadi seperti mobil dan sepeda motor di Kota
Bandung. Bike-sharing yang diharapkan dapat dipergunakan sebagai moda transportasi
alternatif belum dapat menggantikan ketergantungan yang tinggi terhadap transportasi
pribadi.
e. Aspek Regulasi
Pelaksanaan bike-sharing yang terlaksana saat ini belum didukung oleh kebijakan
dari pemerintah selaku pihak yang berwenang menetapkan kebijakan. Kebijakan terkait
tata kelola bike-sharing, penetapan lokasi, maupun bentuk kerjasama dalam
pelaksanaan bike-sharing akan dapat memudahkan kesiapan pelaksanaan program bikesharing. Namun perencanaan dan kebijakan terkait di bidang transportasi saat ini belum
berjalan secara efektif. Sejauh ini pengaturan kebijakan terkait transportasi yang ada di
Kota Bandung baru mengatur mengenai pemanfaatan transportasi publik diluar
penggunaan sepeda sebagai moda transportasi pendukung. Hal ini perlu dijadikan
perhatian bagi Pemerintah untuk dapat mempersiapkan penggunaan bike-sharing yang
lebih efektif.
Kelima aspek diatas menyebabkan terkendalanya penggunaan bike-sharing sebagai
salah satu moda transportasi alternatif di Kota Bandung. Akibat yang ditimbulkan dari belum
siapnya bike-sharing ini diantaranya:
1. Belum dapat berubahnya perilaku berkendara masyarakat Kota Bandung dari
menggunakan kendaraan bermotor menjadi menggunakan transportasi publik yang
sudah diintegrasikan dengan sepeda sebagai moda pengumpannya;
2. Belum efektifnya penggunaan sarana bike-sharing yang sudah tersedia;
3. Kurangnya minat dan dukungan masyarakat untuk menggunakan bike-sharing;
4. Belum berkurangnya kemacetan yang disebabkan oleh penggunaan transportasi pribadi.
P a g e | 13
BAGIAN V
USULAN TOPIK PENELITIAN / THESIS
Berdasarkan penstrukturan masalah dari fenomena penggunaan bike-sharing di Kota
Bandung terdapat beberapa hal yang bisa diteliti lebih lanjut untuk dapat memberikan
masukan kepada program bike-sharing yang akan dilaksanakan oleh pemerintah. Kajian
lebih lanjut dari poin-poin dibawah ini dapat dijadikan sebagai usulan topik penelitian lebih
lanjut mengenai penggunaan bike-sharing sebagai moda transportasi alternatif dan sebagai
moda transportasi pengumpan (feeder) bagi transportasi publik lainnya. Diantara poin-poin
usulan tersebut diantaranya:
a. Keefektifan penggunaan bike-sharing sebagai moda pengumpan (feeder)
transportasi publik.
b. Masalah kelembagaan dari pengelolaan bike-sharing. Perlunya kajian lebih lanjut
terkait sistem pelaksanaan dari tata kelola bike-sharing dan bentuk kerjasama
antara pemerintah maupun pihak publik swasta sehingga didapatkan efektifitas
kegunaan bike-sharing sebagai moda transportasi alternatif ataupun sebagai
moda pengumpan dari transportasi publik yang sudah ada. Perlunya juga kajian
lebih lanjut terkait keuntungan yang mungkin didapatkan dari pelaksanaan bikesharing sehingga perbandingan cost yang telah dikeluarkan pemerintah sesuai
dengan kebermanfaatan yang diberikan oleh program bike-sharing.
c. Masalah cakupan wilayah. Perlunya kajian lebih lanjut dalam penentuan cakupan
wilayah layanan bike-sharing yang tepat dengan mempertimbangan demand
dari masyarakat terhadap penggunaan bike-sharing dan kajian literature yang
sudah ada terkait aspek yang sangat berpengaruh terhadap pemanfaatan sepeda
sebagai moda transportasi. Dapat pula dilakukan kajian terhadap pemilihan
lokasi dengan melakukan overlay terhadap pusat-pusat layanan wisata,
perkantoran, dan pendidikan sehingga didapat cakupan wilayah pelayanan bikesharing yang sesuai dengan misi Pemerintah Kota Bandung.
d. Masalah pengaruh sosial (perubahan budaya berkendara). Dengan adanya
pemanfaatan bike-sharing yang ada perlu dikaji keefektifan pengaruh
penggunaan bike-sharing terhadap budaya berkendara dari masyarakat di
suatu wilayah. Apakah dengan adanya bike-sharing memberikan dampak yang
signifikan terhadap pengurangan jumlah penggunaan kendaraan pribadi. Dan
perlunya kajian lebih lanjut terkait dampak adanya pembuatan jalur khusus
sepeda untuk bike-sharing terhadap pengguna jaringan jalan yang sudah ada
sebelumnya (pengendara mobil, motor, dan angkutan umum lainnya).
P a g e | 14
BAGIAN VI
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, Mohammad Salman. 2010. Faktor yang Berperan Terhadap Perilaku Kepemilikan dan
Penggunaan Kendaraan Pribadi Penduduk Lokal di Sekitar Kawasan UGM. Tugas
Akhir Tidak Diterbitkan, Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik,
Universitas Diponegoro, Semarang.
DeMaio, Paul. 2004. Will Smart Bikes Succeed as Public Transportation in the United States.
Jurnal of Public Transportation Vol. 7 No. 2.
Frade, Ines and Ribeiro, Anabela. 2013. Bicycle Sharing System Demand. Procedia Social
and Behavioral Sciences III.
Kalasova, A. and Krchova, Zuzana. 2011. The Possibility of Solving Cycling Transport in
Central Urban Areas. Transport Problem Vol 6 Issues 2.
Karim, M. Yunus dan Zulkaidi, Denny. 2013. Strategi Peningkatan Tingkat Pelayanan Sepeda
di Kota Bandung. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V2N3.
Matsuura, Masahiro. 2003. Presentation: Bicycle Sharing : Cases and The Implications for
The Development Process of Green Technologies.
Miro, Fidel. 2005. Perencanaan Transportasi untuk Mahasiswa, Perencana, dan Praktisi.
Jakarta: Penerbit Erlangga.
Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung Tahun 2011-2031
http://jakarta.kompasiana.com/transportasi/2014/12/29/pengaruh-pertumbuhanpenduduk-terhadap-penggunaan-kendaraan-bermotor-713323.html. Diakses pada
tanggal 22 April 2015.
http://news.detik.com/read/2012/10/22/181934/2069686/486/1/unikom-keukeuh-tolak-sheltersepeda-di-depan-kampus. Diakses pada tanggal 21 April 2015.
http://www.jawapos.com/baca/artikel/10287/kepedulian-komunitas-b2w-indonesia-menekankemacetan-jakarta. Diakses pada tanggal 21 April 2015.
P a g e | 15