Disusun oleh:
2023
KATA PENGANTAR
Sebuah pengantar adalah langkah pertama dalam menjelajahi dunia makalah ini, di mana kita
akan berusaha untuk menyelidiki dan mendalam ke dalam topik yang menjadi perhatian kita.
Makalah ini membahas Pajak dan Retribusi Daerah.
Sebagai penulis, kami merasa terhormat untuk dapat mengeksplorasi topik ini dan
membagikan pandangan kami dengan pembaca. Proses penelitian dan penulisan ini telah
memberikan kami pemahaman yang lebih baik tentang pentingnya Pajak dan Retribusi
Daerah dalam kehidupan sehari-hari dan dalam berbagai aspek masyarakat.
Selama proses penulisan, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang
telah memberikan dukungan dan inspirasi kepada kami. Kami ingin berterima kasih kepada
[sebutkan nama pihak atau individu yang telah memberikan panduan dan bimbingan selama
penelitian ini.
Tentu saja, makalah ini tidak akan menjadi kenyataan tanpa dukungan dan kerjasama
berbagai pihak. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan pemahaman yang lebih
dalam tentang Pajak dan Retribusi Daerah.
Terakhir, kami berharap pembaca dapat menikmati dan mengambil manfaat dari isi makalah
ini. Kami berharap makalah ini dapat menjadi sumber referensi yang bermanfaat dan
memberikan kontribusi positif dalam pemahaman kita tentang Pajak dan Retribusi Daerah.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
BAB 2 PEMBAHASAN
BAB 4 PENUTUP
1. Kesimpulan
…………………………………………………………………………..16
2. Saran …………………………………………………………………………………16
BAB I
PENDAHULUAN
3
1. Latar Belakang
Dalam era otonomi daerah di Indonesia, pembiayaan pembangunan di tingkat lokal semakin
meningkat pentingnya. Salah satu sumber pendanaan tersebut datang dari Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah. Instrumen ini menjadi salah satu pilar pendapatan asli daerah yang
menunjang kegiatan pembangunan di tingkat lokal.
Pajak dan retribusi daerah merupakan dua sumber pendapatan asli daerah yang sangat penting
dalam sistem pemerintahan desentralisasi di Indonesia. Berikut ini latar belakang atau alasan
keberadaan pajak dan retribusi daerah:
2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari pajak daerah dan retribusi daerah?
2. Bagaimana peran pajak dan retribusi daerah dalam mendukung otonomi daerah?
3. Apa saja tantangan dalam pengelolaan pajak dan retribusi daerah?
4
3. Tujuan Penulisan
BAB II
PEMBAHASAN
5
1. Definisi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
a. Pajak Daerah
Pajak daerah merupakan kontribusi wajib kepada daerah tanpa jasa yang dapat diidentifikasi
kembali dan digunakan untuk pembiayaan pengeluaran daerah guna mencapai kesejahteraan
umum.
Pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapat imbalan
langsung yang dapat diidentifikasi dan digunakan untuk membiayai pengeluaran daerah bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
1. Kontribusi Wajib: Ini menekankan bahwa pembayaran pajak daerah bukanlah suatu
pilihan, melainkan kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak.
2. Bersifat Memaksa: Hal ini mengartikan bahwa pemerintah daerah memiliki otoritas
untuk memungut pajak dari wajib pajak. Jika wajib pajak tidak memenuhi
kewajibannya, ada sanksi hukum yang dapat dikenakan.
3. Tanpa Imbalan Langsung: Ini berarti bahwa pembayaran pajak daerah tidak
sebanding dengan jasa atau pelayanan tertentu yang diberikan oleh pemerintah daerah
kepada wajib pajak. Namun, pajak daerah digunakan untuk kepentingan umum
masyarakat.
4. Untuk Membiayai Pengeluaran Daerah: Pendapatan dari pajak daerah digunakan
oleh pemerintah daerah untuk membiayai berbagai program dan kegiatan
pembangunan serta pelayanan publik yang ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat
daerah tersebut.
b. Retribusi Daerah
Retribusi daerah adalah penerimaan daerah dari pemberian pelayanan khusus kepada orang
pribadi atau badan yang dilakukan oleh pemerintah daerah.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah:
6
Retribusi daerah adalah penerimaan daerah sebagai imbalan atas jasa atau pemberian izin
tertentu yang khusus diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau
badan tertentu.
Dari definisi di atas, beberapa poin penting dari retribusi daerah adalah:
1. Sebagai Imbalan: Retribusi dikenakan sebagai balasan atas suatu jasa atau pemberian
izin oleh pemerintah daerah. Artinya, ada hubungan langsung antara pemberian jasa
atau izin dengan pungutan retribusi.
2. Jasa atau Izin Tertentu: Retribusi bukan dikenakan untuk layanan umum yang
diberikan oleh pemerintah daerah kepada seluruh masyarakat, tetapi spesifik untuk
jasa atau izin tertentu yang diberikan kepada individu atau entitas tertentu. Misalnya,
retribusi pasar dikenakan atas pemberian hak untuk menggunakan fasilitas pasar.
3. Diberikan oleh Pemerintah Daerah: Retribusi adalah pungutan yang dikelola dan
ditentukan oleh pemerintah daerah, sesuai dengan kewenangan otonomi daerah yang
dimilikinya.
Dalam praktiknya, contoh dari retribusi daerah antara lain adalah retribusi pelayanan pasar,
retribusi tempat pemakaman, retribusi izin mendirikan bangunan, dan lain sebagainya. Setiap
retribusi memiliki dasar perhitungan yang berbeda-beda sesuai dengan jenis jasanya dan
kebijakan masing-masing pemerintah daerah.
a. Pajak Daerah:
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah salah satu jenis pajak yang dikenakan atas
kepemilikan atau hak atas tanah dan/atau bangunan. Menurut peraturan perundang-undangan
di Indonesia, khususnya berdasarkan Undang-Undang No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak
Bumi dan Bangunan yang telah mengalami beberapa perubahan dan penyesuaian:
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak yang dikenakan atas tanah dan atau bangunan
yang merupakan kekayaan yang tergolong dalam kekayaan tidak berwujud.
Dari definisi tersebut, beberapa poin penting mengenai PBB antara lain:
1. Objek Pajak: Objek dari PBB adalah tanah dan/atau bangunan. Artinya, baik tanah
kosong maupun tanah yang telah dibangun dapat dikenakan PBB.
2. Kekayaan Tidak Berwujud: Meskipun tanah dan bangunan adalah aset fisik yang
nyata, dalam konteks PBB, keduanya dianggap sebagai kekayaan yang tidak berwujud
karena yang menjadi objek pajaknya adalah hak atas tanah dan/atau bangunan, bukan
fisik tanah dan bangunannya secara langsung.
3. Subjek Pajak: Biasanya, subjek pajak dari PBB adalah pemilik tanah dan/atau
bangunan, namun dalam beberapa kondisi tertentu, subjek pajak bisa juga adalah
orang atau badan yang memiliki hak atas tanah dan/atau bangunan tersebut, seperti
hak guna bangunan atau hak pakai.
7
PBB adalah salah satu sumber pendapatan daerah dan dikelola oleh pemerintah daerah
dengan pengawasan dari pemerintah pusat. Setiap tahunnya, wajib pajak akan menerima
Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) yang mencantumkan besaran PBB yang harus
dibayar berdasarkan NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) dan tarif pajak yang berlaku.
Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) adalah salah satu jenis pajak daerah yang dikenakan
terhadap kepemilikan dan atau penggunaan kendaraan bermotor. Menurut peraturan
perundang-undangan di Indonesia, khususnya berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun
2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah:
Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) adalah pajak daerah yang dikenakan terhadap kepemilikan
dan atau penggunaan kendaraan bermotor kecuali kendaraan bermotor jenis tertentu sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
1. Objek Pajak: Objek dari PKB adalah kendaraan bermotor, yang meliputi sepeda
motor, mobil pribadi, bus, truk, dan jenis kendaraan bermotor lainnya. Namun, ada
beberapa jenis kendaraan bermotor tertentu yang dapat dikecualikan berdasarkan
ketentuan perundang-undangan.
2. Subjek Pajak: Subjek pajak dari PKB umumnya adalah pemilik atau pengguna
kendaraan bermotor yang terdaftar.
3. Kendaraan Bermotor: Kendaraan yang memiliki mesin penggerak dan biasa
digunakan di jalan raya. Ini tidak hanya mencakup kendaraan roda empat tetapi juga
kendaraan roda dua dan kendaraan lainnya yang memenuhi kriteria.
PKB merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting. Pembayaran PKB
biasanya dilakukan secara tahunan, dan besarnya tergantung pada jenis, spesifikasi, serta usia
kendaraan. Selain PKB, pemilik kendaraan bermotor juga dikenakan biaya lain seperti Bea
Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) saat proses perubahan kepemilikan kendaraan.
Pajak Rokok
Pajak Rokok di Indonesia merujuk pada pungutan yang dikenakan terhadap produk
tembakau, terutama rokok. Pajak ini merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang
cukup signifikan. Berikut adalah definisi Pajak Rokok berdasarkan peraturan perundang-
undangan di Indonesia:
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 39 Tahun 2007 tentang Pajak Umum:
Pajak Rokok adalah pajak yang dikenakan atas produk tembakau dalam bentuk apapun
termasuk cerutu dan cerutu tangan.
1. Objek Pajak: Objek dari Pajak Rokok adalah produk tembakau. Ini mencakup tidak
hanya rokok biasa tetapi juga cerutu dan bentuk produk tembakau lainnya.
8
2. Tujuan: Pajak rokok memiliki beberapa tujuan, antara lain meningkatkan pendapatan
negara, mengurangi konsumsi rokok (khususnya di kalangan anak-anak dan remaja),
dan mendanai program kesehatan serta kampanye anti rokok.
3. Tarif: Tarif pajak rokok ditentukan berdasarkan jenis dan kelas produk tembakau.
Dalam beberapa kasus, tarif ini dapat berubah sesuai dengan kebijakan pemerintah
dalam rangka mengatur konsumsi rokok atau untuk tujuan fiskal lainnya.
Selain Pajak Rokok, pemerintah juga memberlakukan Cukai Hasil Tembakau (CHT) yang
merupakan jenis cukai khusus untuk produk tembakau. Cukai ini dikelola oleh pemerintah
pusat dan menjadi salah satu sumber pendapatan negara dari sektor non-migas.
Pajak Hotel
Pajak Hotel adalah salah satu jenis pajak daerah yang dikenakan terhadap jasa penyediaan
penginapan oleh hotel kepada para tamu atau pengunjung. Berdasarkan Undang-Undang
Republik Indonesia No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah:
Pajak Hotel adalah pajak daerah yang dikenakan atas jasa penyediaan penginapan oleh hotel.
1. Objek Pajak: Objek dari Pajak Hotel adalah jasa penyediaan penginapan yang
diselenggarakan oleh hotel. Ini mencakup berbagai jenis akomodasi yang disediakan,
mulai dari kamar tidur hingga fasilitas lainnya seperti ruang pertemuan yang
disewakan.
2. Subjek Pajak: Subjek pajak dari Pajak Hotel umumnya adalah pengusaha atau
pemilik hotel yang menyediakan jasa penginapan.
3. Tarif dan Perhitungan: Tarif dan cara perhitungan Pajak Hotel bisa berbeda-beda
tergantung pada kebijakan masing-masing pemerintah daerah. Biasanya dihitung
berdasarkan persentase dari tarif kamar atau total pendapatan dari jasa penginapan
yang diperoleh hotel.
Pajak Hotel merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting, khususnya di
daerah-daerah tujuan wisata. Penerimaan dari pajak ini digunakan oleh pemerintah daerah
untuk mendanai berbagai program pembangunan dan pelayanan publik. Selain itu, pajak ini
juga bertujuan untuk mengoptimalkan potensi pendapatan daerah dari sektor pariwisata.
Pajak Restoran
Pajak Restoran adalah salah satu jenis pajak daerah yang dikenakan terhadap jasa penyediaan
makanan dan/atau minuman oleh restoran kepada konsumen. Berdasarkan Undang-Undang
Republik Indonesia No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah:
Pajak Restoran adalah pajak daerah yang dikenakan atas jasa penyediaan makanan dan/atau
minuman yang disajikan oleh restoran, rumah makan, kafe, warung, bar, tempat penyajian
minuman keras, dan sejenisnya.
9
Beberapa poin penting dari definisi Pajak Restoran:
1. Objek Pajak: Objek dari Pajak Restoran adalah jasa penyediaan makanan dan/atau
minuman. Ini mencakup seluruh pendapatan yang diperoleh dari penyediaan makanan
dan minuman, termasuk tambahan seperti service charge.
2. Subjek Pajak: Subjek pajak dari Pajak Restoran adalah pengusaha atau pemilik
restoran, rumah makan, kafe, dan sejenisnya yang menyediakan jasa penyediaan
makanan dan/atau minuman kepada konsumen.
3. Lingkup Pemungutan: Pajak ini tidak hanya berlaku untuk restoran besar saja, tetapi
juga meliputi rumah makan, kafe, warung, dan tempat-tempat penyajian lainnya,
termasuk tempat yang menyajikan minuman keras.
4. Tarif dan Perhitungan: Tarif dan cara perhitungan Pajak Restoran bisa berbeda-beda
tergantung pada kebijakan masing-masing pemerintah daerah. Biasanya, pajak ini
dihitung berdasarkan persentase dari total pendapatan jasa penyediaan makanan
dan/atau minuman.
Pajak Restoran merupakan salah satu sumber pendapatan daerah, khususnya di daerah-daerah
dengan banyak aktivitas kuliner dan pariwisata. Penerimaan dari pajak ini digunakan oleh
pemerintah daerah untuk mendanai berbagai program pembangunan dan pelayanan publik.
b. Retribusi Daerah:
Retribusi Pasar
Retribusi Pasar adalah pungutan yang dikenakan oleh pemerintah daerah sebagai imbalan
atas jasa yang diberikan terkait dengan penggunaan fasilitas atau pemanfaatan area pasar
tradisional. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah:
Retribusi Pasar adalah penerimaan daerah yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan
sebagai imbalan atas pemanfaatan fasilitas pasar tradisional atau pasar lain yang dikelola oleh
pemerintah daerah.
Retribusi Pasar biasanya ditentukan berdasarkan besaran area yang ditempati, lokasi kios atau
los dalam pasar, atau jenis barang yang dijual. Pungutan ini bertujuan untuk menutup biaya
operasional dan pemeliharaan fasilitas pasar serta mendukung pendapatan daerah.
10
Retribusi Parkir
Retribusi Parkir adalah pungutan yang dikenakan oleh pemerintah daerah sebagai imbalan
atas jasa yang diberikan terkait dengan pemanfaatan fasilitas atau area parkir yang dikelola
atau diatur oleh pemerintah daerah. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 28
Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah:
Retribusi Parkir adalah penerimaan daerah yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan
sebagai imbalan atas pemanfaatan fasilitas atau area parkir yang dikelola oleh pemerintah
daerah.
Retribusi Parkir bertujuan untuk mengatur dan memastikan ketersediaan ruang parkir,
mengurangi kemacetan, serta mendukung pendapatan daerah. Besaran tarif retribusi biasanya
ditentukan berdasarkan durasi waktu parkir, jenis kendaraan, atau lokasi area parkir.
Retribusi Tempat Pemakaman adalah pungutan yang dikenakan oleh pemerintah daerah
sebagai imbalan atas jasa yang diberikan terkait dengan pemanfaatan lahan atau fasilitas di
tempat pemakaman yang dikelola oleh pemerintah daerah. Berdasarkan Undang-Undang
Republik Indonesia No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah:
Retribusi Tempat Pemakaman adalah penerimaan daerah yang dikenakan kepada orang
pribadi atau badan sebagai imbalan atas pemanfaatan lahan atau fasilitas di tempat
pemakaman yang dikelola oleh pemerintah daerah.
1. Sebagai Imbalan: Retribusi dikenakan sebagai balasan atas pemanfaatan lahan atau
fasilitas di tempat pemakaman. Ada hubungan langsung antara pemberian jasa atau
fasilitas dengan pungutan retribusi.
2. Pemanfaatan Lahan atau Fasilitas: Retribusi ini khusus dikenakan kepada mereka
yang memanfaatkan lahan atau fasilitas di tempat pemakaman, seperti keluarga
almarhum yang memakamkan anggota keluarganya di lahan tersebut atau mereka
yang menggunakan fasilitas pemakaman lainnya.
11
3. Dikelola oleh Pemerintah Daerah: Retribusi Tempat Pemakaman dikenakan untuk
area pemakaman yang dikelola oleh pemerintah daerah.
Retribusi Pelayanan Kesehatan adalah pungutan yang dikenakan oleh pemerintah daerah
sebagai imbalan atas jasa pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat di fasilitas
kesehatan yang dikelola oleh pemerintah daerah. Berdasarkan kerangka Undang-Undang
Republik Indonesia No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah:
Retribusi Pelayanan Kesehatan adalah penerimaan daerah yang dikenakan kepada orang
pribadi atau badan sebagai imbalan atas jasa pelayanan kesehatan yang diberikan oleh
fasilitas kesehatan milik pemerintah daerah.
1. Sebagai Imbalan: Retribusi dikenakan sebagai balasan atas jasa pelayanan kesehatan
yang diberikan. Ada hubungan langsung antara pemberian jasa atau pelayanan dengan
pungutan retribusi.
2. Jasa Pelayanan Kesehatan: Retribusi ini dikenakan kepada individu atau badan yang
memanfaatkan jasa pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan milik pemerintah
daerah, seperti rumah sakit daerah, puskesmas, atau klinik kesehatan daerah.
3. Dikelola oleh Pemerintah Daerah: Retribusi Pelayanan Kesehatan dikenakan untuk
fasilitas kesehatan yang dikelola oleh pemerintah daerah.
Dengan adanya pajak dan retribusi daerah, pemerintah daerah memiliki sumber pendanaan
yang memadai untuk mendanai berbagai program pembangunan daerah, termasuk
infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan lainnya. Selain itu, pajak daerah dan retribusi daerah
juga mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam proses pembangunan. Otonomi daerah
merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri
12
urusan pemerintahannya dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Pajak dan retribusi daerah memainkan peranan penting dalam konteks
otonomi daerah. Berikut ini beberapa peranannya:
Dalam konteks otonomi daerah, pajak dan retribusi daerah tidak hanya menjadi instrumen
pembiayaan, tetapi juga menjadi alat strategis yang dapat dimanfaatkan pemerintah daerah
untuk mewujudkan tujuan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat daerah.
BAB 3
TANTANGAN PENGELOLAAN PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH
Pengelolaan pajak dan retribusi daerah di Indonesia dalam konteks otonomi daerah
menghadapi berbagai tantangan. Beberapa di antaranya adalah:
13
1. Keterbatasan Sumber Daya Manusia:
o Daerah-daerah tertentu mungkin belum memiliki SDM yang memadai dalam
hal pengetahuan, keahlian, dan kapasitas untuk mengelola dan mengaudit
pungutan pajak dan retribusi.
2. Kurangnya Kesadaran Masyarakat:
o Kesadaran masyarakat untuk memenuhi kewajiban pajak masih menjadi
tantangan, terutama di daerah-daerah dengan tingkat pendidikan dan
pemahaman tentang pajak yang rendah.
3. Potensi Kecurangan:
o Tanpa sistem pengawasan yang efektif, ada risiko kecurangan, seperti
penggelapan, korupsi, atau pencurian pendapatan pajak.
4. Sistem Administrasi yang Belum Terintegrasi:
o Banyak daerah yang masih menggunakan sistem manual atau semi-otomatis
dalam administrasi pajak, yang bisa meningkatkan risiko kesalahan dan
inefisiensi.
5. Ketidaksesuaian Regulasi:
o Terkadang, regulasi daerah tentang pajak dan retribusi bertentangan atau tidak
sinkron dengan regulasi tingkat pusat, sehingga menimbulkan kebingungan
dan ketidakpastian.
6. Ketidakadilan Pajak:
o Dalam praktiknya, bisa jadi ada ketidakadilan dalam pengenaan pajak, di
mana kelompok masyarakat tertentu merasa lebih memberatkan dibandingkan
kelompok lain.
7. Persaingan antar Daerah:
o Otonomi daerah bisa menimbulkan persaingan antar daerah dalam menarik
investasi. Hal ini bisa berdampak pada kebijakan pajak yang terlalu kompetitif
hingga mengurangi potensi penerimaan daerah.
8. Ketergantungan pada Pajak Pusat:
o Meskipun daerah memiliki kewenangan untuk mengumpulkan pajak daerah,
banyak daerah yang masih tergantung pada alokasi dana dari pemerintah
pusat.
9. Kesulitan dalam Penagihan:
o Penagihan pajak dan retribusi kepada wajib pajak yang bandel seringkali
menemui hambatan, baik dari segi hukum maupun implementasi di lapangan.
10. Fluktuasi Pendapatan:
Penerimaan dari pajak daerah dan retribusi bisa fluktuatif dan tergantung pada kondisi
ekonomi, baik lokal maupun nasional.
Dapat dikatakan tantangan yang dihadapi dalam pengelolaan pajak dan retribusi daerah
antara lain:
14
Keterbatasan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi di bidang perpajakan
daerah.
BAB 4
PENUTUP
Kesimpulan
15
Pajak daerah dan retribusi daerah memiliki peran yang sangat penting dalam mendukung
pelaksanaan otonomi daerah. Meskipun demikian, masih terdapat berbagai tantangan yang
perlu diatasi agar pengelolaan pajak dan retribusi daerah dapat lebih efektif dan efisien. Pajak
dan retribusi daerah adalah instrumen penting dalam kerangka otonomi daerah di Indonesia.
Keduanya memegang peran krusial sebagai sumber pendapatan asli daerah yang dapat
digunakan untuk membiayai berbagai program dan kegiatan pembangunan daerah. Pajak
daerah dikenakan berdasarkan objek tertentu tanpa imbalan langsung kepada wajib pajak,
sedangkan retribusi daerah dikenakan sebagai imbalan atas jasa atau pelayanan tertentu yang
diberikan oleh pemerintah daerah.
Dalam konteks otonomi daerah, pajak dan retribusi memiliki peran strategis untuk
mendukung kemandirian finansial daerah, mengatur dan mengendalikan kegiatan ekonomi,
serta mendistribusikan pendapatan. Namun, pengelolaannya seringkali dihadapkan pada
berbagai tantangan, seperti keterbatasan sumber daya manusia, kurangnya kesadaran
masyarakat, potensi kecurangan, dan kesulitan dalam penagihan.
Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan pajak dan retribusi daerah,
diperlukan peningkatan kapasitas sumber daya manusia, modernisasi sistem administrasi,
serta peningkatan transparansi dan akuntabilitas. Melalui pengelolaan yang baik, pajak dan
retribusi daerah dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan dan
Saran
16
9. Review Tarif: Melakukan review dan penyesuaian tarif pajak dan retribusi secara
berkala untuk memastikan bahwa tarif tersebut masih relevan dengan kondisi
ekonomi dan kebutuhan pembangunan daerah.
10. Evaluasi Berkala: Mengadakan evaluasi berkala terhadap kebijakan dan
implementasi pajak dan retribusi daerah untuk memastikan pencapaian tujuan dan
memperbaiki kelemahan yang mungkin ada.
Dengan menerapkan saran-saran di atas, diharapkan pengelolaan pajak dan retribusi daerah
menjadi lebih optimal, mampu mendukung otonomi daerah, dan berkontribusi positif bagi
pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang Republik Indonesia No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah.
https://jurnalekonomi.unisla.ac.id/index.php/jpensi/article/view/169
17
https://kemenkeupedia.kemenkeu.go.id/search/konten/20851-jenis-pajak-daerah-berdasarkan-
undang-undang-nomor-1-tahun-2022-tentang-hubungan-keuangan-antara-pemerintah-pusat-
dan-pemerintah-daerah-hkpd
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, “Pajak dan Retribusi Daerah Sebagai Sumber
Pendanaan Pembangunan”, Jakarta, 2017.
https://ejournal.umm.ac.id/index.php/humanity/article/view/120
https://tanahdatar.go.id/berita/6889/buka-konsultasi-publik-tentang-pajak-dan-retribusi-
daerah-wabup-richi-pesankan-stakeholder-terkait-lakukan-kajian-mendalam.html
18