Anda di halaman 1dari 28

HUBUNGAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

OLEH:

1.MUH.YUDHA PRATAMA/02120190023

2.MUH IQBAL JAENUDDIN/02120190027

3.MUH.AAN ANDRIAN/02120190028

4.REHAN FIRMANSYAH/02120190037

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

STUDY PEMBANGUNAN
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah kami ucapkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah yang merupakan tugas kami UNIVERSITAS MUSLIM
INDONESIA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS JURUSAN STUDY
PEMBANGUNAN
Kami berharap dengan terselesainya makalah ini, pembaca dan khususnya kami
sebagai penyusun dapat lebih memahami masalah tentang perekonomian di Indonesia
serta dapat mengaplikasikannya baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam dunia
kerja.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan makalah ini masih banyak
sekali kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, maka dengan segala kerendahan hati
kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari semua pihak
yang membaca makalah ini, sehingga penyusunan makalah selanjutnya akan menjadi
lebih baik,amin.

Mamuju, 10 Oktober 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul.......................................................................................................i
Kata Pengantar.......................................................................................................ii
Daftar Isi................................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN
 LATAR BELAKANG MASALAH
 RUMUSAN MASALAH
 TUJUAN PENULISAN
BAB 2.DAFTAR ISI
 Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah Menurut UU No. 32/2004...... 3
 Hubungan Keuangan Antara Perintah pusat Dengan Daerah..............13
 Perimbangan Keuangan Perintah Pusat dan Daerah...........................25
BAB 3 PENUTUP
 Kesimpulan
 Saran.................27
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................27

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keuangan merupakan faktor penting dalam suatu negara, dikarenakan pengaruhnyayang
demikian menetukan terhadap konpleksitas hidup negara dan masyarakatnya. Pengaruh dari
aspek keuangan negara antara lain juga mencerminkan kualitas keberadaan dari suatu
pemerintahan dalam menjalankan fungsi-fungsi kenegaraannya. Apabila sumber pendanaan
dari keuangan negara yang dimiliki semakin baik, maka kedudukan pemerintah di dalam
menjalankan keorganisasian negara, baik dalam rangka melaksanakan urusan-urusan
pemerintah dan pembangunan maupun pelayanan terhadap warganya akan bertambah stabil
dan semakin baik serta positif di mata rakyatnya.

Sebaliknya suatu pemerintahan dipandang akan menghadapi berbagai problema pelik dalam
memperlancar pelaksanaan segenap fungsi dan tugas kenegaraan, jika tidak didukung kondisi
keuangan negara yang baik pula. Mengingat eksistensi keuangan demikian vital bagi suatu
negara, maka segala daya upaya akan dilakukan oleh pemerintah untuk menciptakan dan
memanfaatkan segenap sember keuangan yang ada. Hasil-hasil yang diperoleh selanjutnya
akan dipergunakan untuk membianya pengeluaran kegiatan jalannya pemerintahan dan
pembangunan. Sebagian besar hasil penerimaan yang diperoleh dari upaya pemanfaatan
segenap potensi keuangan yang berhasil diterima oleh Pemerintah Pusat, disalurkan dan
digunakan melalui sektor-sektor yang ditentukan dalam APBN

Awal tahun 80-an, pemikiran tentang perlunya undang-undang yang mengatur tentang
hubungan keuangan Pusat dan daerah (HKPD) sudah ada. Namun demikian, sebagaimana kita
ketahui bersama, UU 25/1999 tentang Perimbangan Keuang
Pusat dan Daerah (PKPD) baru bisa lahir bersamaan dengan adanya tututan reformasi di
berbagai bidang, atau setelah berakhirnya Orde Baru.

Pemikiran terhadap perlunya undang-undang yang mengatur HKPD timbul atas pengalaman
selama ini khususnya berkaitan dengan pengolaan dana yang berasal dari Pusat kepada
Daerah, terakhir berupa Subsidi (untuk belnaja rutin daerah) dan Bantuan berupa Inpres
(untuk belanja pembangunan daerah) sering kurang jelas. Paling tidak, permasalahan yang
sering timbul adalah :
 Aspek perencanaan, dominannya peranan Pusat dalam menetapkan prioritas pembangunan
(top down) didaerah, dan kurang melibatkan stakeholders;
 Aspek pelaksanaan, harus tunduk kepada berbagai arahan berupa petunjuk pelaksanaan
maupun petunjuk teknis dari Pusat ;

4
 Aspek pengawasan, banyaknya institusi pengawasan fungsional, berupa BPKP, Itjen
Departemen, Irjenbang, Inspektorat Daerah, yang satu sama lain dapat saling tumpang tindih.
Beberapa kelemahan tersebut diatas menjadi bahan untuk pokok-pokok pemikiran tentang
pembaharuan dibidang HKPD. Oleh karena itu, lahirnya UUPKPD tidak bisa lepas kaitannya
dengan upaya untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah, efisiensi penggunaan keuangan
negara, serta prinsip-prinsip good governance seperti partisipasi, transparansi, dan
akuntabilitas.

B. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah


: a. Bagaimanakah hubungan pemerintah pusat dan daerah menurut UU No. 32/2004 ? b.
Bagaimanakah hubungan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah ?
c. Bagaimanakah perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah ?
C. Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah
: a. Untuk mengetahui hubungan pemerintah pusat dan daerah menurutnUU No. 32/2004
b. Untuk mengetahui hubungan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah
daerah
c. Untuk mengetahui perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah

5
BAB II
PEMBAHASAN

 Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah Menurut UU No. 32/2004 Dalam

Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 dinyatakan bahwa otonomi daerah adalah kewenangan
daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam iakatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Beranjak dari
rumusan diatas, dapat disimpulkan bahwa otonomi daerah pada prinsipnya mempunyai tiga aspek,
yaitu : 1. Aspek Hak dan Kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
2. Aspek kewajiban untuk tetap mengikuti peraturan dan ketentuan dari pemerintahan diatasnya,
serta tetap berada dalam satu kerangka pemerintahan nasional.
3. Aspek kemandirian dalam pengolaan keuangan baik dari biaya sebagai perlimpahan kewenangan
dan pelaksanaan kewajiban, juga terutama kemampuan menggali sumber pembiayaan sendiri.

Yang dimaksud dengan hak dalam pengertian otonomi adalah adanya kebebasan pemerintah daerah
untuk mengatur rumah tangga, seperti dalam bidang kebijaksanaan, pembiayaan serta perangkat
pelaksanaannya. Sedangkan kewajiban harus mendorong pelaksanaan pemerintah dan
pembangunan nasional.
Selanjutnya wewenang harus mendorong pelaksanaan pemerintah daerah untuk berinisiatif sendiri,
menetapkan kebijaksanaan sendiri, perencanaan sendiri serta mengelola keuangan sendiri. Dengan
demikian, bila dikaji lebih jauh isi dan jiwa undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, maka otonomi
daerah mempunyai arti bahwa daerah harus mampu :
1. Berinisiatif sendiri yaitu harus mampu menyusun dan melaksanakan kebijaksanaan sendiri.
2. Membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta peraturan pelaksanaannya.
3. Menggali sumber-sumber keuangan sendiri. 4. Memiliki alat pelaksana baik personil maupun
sarana dan prasarananya.
Kewenangan mengantar dan mengurus rumah tangga daerah di Negara kesatuan meliputi segnap
kewenangan pemerintahan kecuali beberapa urusan yang dipegang oleh Pemerintah Pusat seperti :
1. Politik Luar Negeri, 2. Pertahanan dan Keamanan, 3. Peradilan, 4. Moneter dan Fiskal, 5. Agama
Tujuan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat daerah dengan
mendekatkan pelayanan publik didaerah.

6
Perimbangan keuangan pusat dan daerha merupakan konsekuensi dari desentralisasi penyerahan
urusan pusat dan daerah. Prinsip money follow function yang bermakna pendanaan harus mengikuti
pembagian urusan dan tanggung jjawab dari masing-masing tingkat Pemerintahan. Pelaksanaan
otonomi daerah yang disertai desentralisasi fiscal telah dimulai sejak tahun 2001. Instrumen fiscal
sebagai salah satu pendukung desentralisasi dalam menyelenggarakan pembangunan
daerahh,meliputi Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil dan Dana Alokasi Khusus. Selain ketiga
dana perimbangan dalam rangka desentralisasi fiscal diatas, pemerintah juga mengalokasikan
belanja dalam rangka azas dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang bersifat langsung ke daerah
tanpa melalu APBD.

Dana Bagi Hasil dan Dana Alokasi Khusus. Selain ketiga dana perimbangan dalam rangka
desentralisasi fiscal diatas, pemerintah juga mengalokasikan belanja dalam rangka azas
dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang bersifat langsung ke daerah tanpa melalu APBD.
Dana perimbangan bertujuan untuk menciptakan keseimbaangan keuangan anntara Pemerintah
Pusat dan Daerha dan antara Pemerintahan Daerah. Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang
No.33 Tahun 2004, dana perimbangan merupakan pendanaan daerah yang bersumber dari APBN
yang terdiri atas Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus. Dana perimbangan
selain dimaksudkan untuk membantu daerah dalam mendanai kewenangannya juga bertujuan untuk
mengurangii ketimpangan sumber pendanaan pemerintahan antar daerah.

Pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan urusanpemerintahan memiliki hubungan dengan


pemerintah pusat dan dengan pemerintahan daera lainnya. Hubungan tersebut meliputi:
a. Hubungan wewenang
b. Keuangan
c. Pelayanan umum
d. Pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya. Hubungan keuangan, pelayanan
umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya dilaksanakan secara adil dan
selaras. Hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam lainnya
menimbulkan hubungan administrasi dan kewilayahan antar susunan pemerintahan.

Ketentuan hukum yang mengatur lebih lanjut hubungan antara pempus dan pemda sebagai
penjabaran dari dasar konstitusional adalah Pasal 10-18 UU Nomor 32 Tahun 2004. Dalam kaitannya
dengan hubungan pempus dan pemda maka adanya pembagian wewenang urusan pemerintahan.
Pembagian urusan pemerintahan di Indonesia, pada hakekatnya dibagi dalam tiga kategisri, yaitu

7
: a. Urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintyah pusat (pemerintah)
b. Urusan pemerintah yang dilaksanakan oleh pemerintah provinsi
c. Urusan pemerintah yang dilaksanakan oleh pemerintah Kabupaten/Kota

 2. Kriteria pembagian urusan antar Pemerintah, daerah Provinsi/Kabupaten/Kota


Untuk mewujudkan pembagian kewenangn yang concurren (artinya urusan pemerintah yang
penangannya dalam bagian atau bidang tertentu dapat dilaksanakan bersama antar Pemerintah dan
pemerintah daerah) secara proporsional antara pemeerintah, daerah provinsi, daerah kabupaten
dan kota maka disusunlah kriteria yang meliputi eksternalisasi, akuntabilitas, dan efesien dengan
memperhatikan keserasian hubungan antar susunan pemerintahan sebagai suatu sistem antara
hubungan kewenangan pemerintah,kewenangan pemerintahh daerah provinsi dan pemerintah
Kabupaten/Kota, atau antar pemerintahan daerah yang saling terkait, tergantung dan sinergis.
a. Eksternalitas Adalah pendekatan dalam pembagian urusan pemerintahan dengan
memperrtimbangkan dampak / aakibat yang ditimbulkan dalam penyelenggaraan urusan
pemerintahan tersebut. Apabila dampak yang ditimbulkan bersifat lokal, maka urusan
pemerintahan tersebut menjadi kewenangan kabupaten/ kota, apabila regional menjadi
kewenangan provinsi, dan apabila nasional menjadi kewenangan Pemerintah.
b. Akuntabilitas Adalah pendekatan dalam pembagian urusan pemerintahan dengan
pertimbangan bahwa tingkay pemerintahan yang menangani sesuatu bagian urusan adalah
tingkay pemerintahan yang lebih langsung/dekt dengan dampak/akibat dari urusan yang
ditangani tersebut. Dengan demikian akuntabilitas penyelenggaraan bagian urusan
pemerintahan tersebut kepada masyarakat akan lebih terjamin
c. Efisiensi Adalah pendekatan dalam pembagian urusan pemerintahan dengan
mempertimbangkan tersedianya sumber daya (personil, dana, dan peralatan) untuk
mendapatkan ketepatan, kepastian, dan kecepatan hasil yang harus dicapai dalam
penyelenggaraan bagian urusan. Artinya apabila suatu bagian dalam penangannya
dipastikan akan lebih berdayaguna dan berhasilguna dilaksanakan oleh daerah Provinsi
dan/atauDaerah Kabupaten/Kota dibandingkan apabila ditangani oleh pemerintah maka
bagian urusan tersebut diserahkan kepada Daerah Provinsi dan/atau Daerah
Kabupaten/Kota.
3. Urusan Pemerintah yang menjadi urusan pempus
Urusan pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan
Pemerintah dan urusan pemerintahan yang dibagii bersama antar tingkatan dan/atau susunan
pemerintahan. Dalam Pasal 10 ayat (3) UU 32 Tahun 2004 wewenang pemerintah Pusat terdiri Dari 6

8
1. Politik luar negeri; mengangkat pejabat diplomatik dan menunjuk warga negara untuk ddudk
dalam jabatan lembaga internasional, menetapkan kebijakan luar negeri, melakukan
perjanjian dengan negara lain,
2. Pertahanan; misalnya mendirikan dan membentuk angkatan bersenjata,menetapkan
kebijakan perdagangan luar negeri, dan sebagainya. menyatakan damai dan perang,
menyatakan negara atau sebagaian wilayah negara dalam keadaan bahay, membangun,
membangun dan mengembangkan sistem pertahanan negara dan persenjataan,
menetapkan kebijakan untuk wajib militer, bela negaara bagi setiap warga negara dan
sebagainya
3. Keamanan;misalnya mendirikan dan membentuk kepolisian negara,sebagainya.
menetapkan kebijakan keamanan nasional, menindak setiap orang yang melanggar hukum
negara, menindak kelompok atau organisasi yang kegiatannya menganggu keamanan
negara
4. Yustisi; misalnya mendirikan lembaga peradilan, mengangkat hakim dan jaksa, mendirikan
lembaga permasyarakatan , menetapkan kebijakan kehakiman dan keimigrasian,
memberikan grasi, amnesti, abolisi, memberntuk undang-undang, peraturan pemrintah
pengganti undangundang, peraturan pemerintah, dan peraturan lain yang berskala nasional,
dan lain sebagainya
5. Moneter dan fiskal nasional; misalnya mencetak uang dan menentukan dan lain sebagainya.
nilain mata uang, menetapkan kebijakan moneter, mengendalikan Agama; misalnya
menetapkan hari libur keagamaan yang berlaku secara peredaran uang dan sebagainya.
nasional, memberikan pengakuan terhadap keberadaab suatau agama, menetapkan
kebijakan dalam penyelenggaranaan kehidupan keagamaan dan sebagainya
6. Agama; misalnya menetapkan hari libur keagamaan yang berlaku secara nasional,
memberikan pengakuan terhadap keberadaab suatau agama, menetapkan kebijakan dalam
penyelenggaranaan kehidupan keagamaan dan sebagainya
Urusan pemerintahan yang dibagi bersama antar tingkatan dan/atau susunan pemerintahan yaitu
semua urusan pemerintahan diluar pempus meliputi :
a. Pendidikan;
b. Kesehatan;
c. Pekerjaan umum;
d. Perumahan;
e. Penataan ruang;
f. Perencanaan pembangunan;

9
g. Perhubungan;
h. Lingkungan hidup;
i. Pertahanan;
j. Kependudukan dan catatan sipil;
k. Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak;
l. Keluarga berencana dan keluaraga sejahtera;
m. Sosial
n. Ketenagakerjaan dan ketrasmigrasian;
o. Koperasi dan usaraha kecil dan menengah;
p. Penanaman modal;
q. Kebudayaan dan pariwisata
r. Kepemudaan dan olahraga;
s. Kesatuan bangsa dan politik luar negeri;
t. Otonomi daerah, pemerintah umum, administrasi keuangan daerah, perangkat daerah,
kepegawainan, dan persandian;
u. Pemberdayaan masyarakat dan desa;
v. Statistik;
w. Kearsipan;
x. Perpustakaan;
y. Komunikasi dan informatika;

4. Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan


(pasak 10 ayat 3 UU No. 32/2004) Pemerintah :
a. Menyelenggarakan sendiri
b. Dapat melimpakan sebagian urusan pemerintahan kepada perangkat pemerintah atau wakil
pemerintah didaerah atau
c. Dapat menugaskan kepada pemerintahan daerah dan/atau pemerintahan desa
Disamping itu, penyelenggaraan diluar 6 urusan pemerintahan (Pasal 10 ayat 3) Pemerintah dapat :
a. Menyelenggarakan sendiri sebian urusan pemerintahan, atau
b. Melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada Gubernur selaku wakil pemerintah,Atau
c.menugaskan sebagian urusan kepada pemerintah daerah dan/atau pemerintahan desa
berdasarkan asas tugas pembuatan.

10
5. urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemda Urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan pemerintahan daerah, yang diselenggarakan berdasarkan kriteria-kriteria, terdiri atas
urusan wajib dan urusan pilihan.
 Urusan wajib artinya : Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib yang
berpedoman pada standar pelayanan minimal dilaksanakan sescara bertahap dan ditetapkan
oleh Pemerintah. Urusan wajib menurut penjelasan UU No.32/2004 artinya suatu urusan
pemerintahan yang berkaitan dengan hak dan pelayanan dasar warga negara seperti
perlindungan hak konstitusional, pendidikan dasar, kesehatan, pemenuhan kebutuhan hidup
minimal, prasaranan lingkungan dasar, perlindungan kepentingan nasional, kesejahteraan
masyarakat, ketentraman dan ketertiban umum dalam kerangka menjaga keutuhan NKRI,
dan pemenuhan komitmet nasional yang berhubungan dengan perjanjian dan konvensi
internasional
 Urusan pilihan artinya : baik untuk pemerintahan daerha provinsi dan pemerintahan daerah
kabupaten/kota, meliputi pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakata sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi
unggulan daerah yang bersangkutan. Urusan pilihan menurut PP No 38/2007 meliputi : a)
Kelautan dan perikanan; b) Pertanian; c) Kahutanan; d) Energi dan sumber daya mineral; e)
Pariwisata; f) Industri; g) Perdagangan; h) Ketransmigrasian
Urusan pemerin tahan yang diserahkan kepada daerah dosertai dengan sumber perdanaan,
pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang di
dosentralisasikan. Urusan pemerintahan yang melimpahkan kepada Gubernur juga disertai dengan
pendanaan sesuai dengan urusan yang didekonsentrasikan.
Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintajan daerah provinsi merupaka urusan dalam skala
provinsi dan meliputi (Pasal 13 UU No. 32 tahun 2004)
 a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan;
 b. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
 c. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakath
 d. Penyediaan sarana dan prasarana umum;
 e. Penanganan dibidang kesehatan;
 f. Penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial;
 g. Penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota; h. Pelayanan bidang
ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota;
 i. Fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk lintas
kabupaten/kota;

11
 j. Pengendalian lingkungan hidup;
 k. Pelayanan pertahanan termasuk lintas kabupaten/kota;
 l. Pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;
 m. Pelayanan administrasi umum pemerintahan;
 n. Pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas
 o. Penyelenggaraaan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilakasanakan oleh
kabupaten/kota ;
 p. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundangundangan
Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah untuk kabupaten/kota merupakan
urusan yang beskala kabupaten/kota (pasal 14) meliput
 a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan;
 b. Perencanaan, pemanfaatana, dan pengawasan tata ruang;
 c. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
 d. Penyediaan saran dan prasasrana umum;
 e. Penanganan bidang kesehatan;
 f. Penyelenggaraan pendidikan;
 g. Penanggulan masalaha sosial;
 h. Pelayanan bidang ketenagakerjaan dan lain-lainnya
Hubungan Dalam Bidang Keuangan Hubungan keuangan antara pempus dan pemda Pasal 15 ayat 1
UU No. 32/2004 meliputi :
 a) Pemberian sumber-sumber keuangan untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan pemerintahan daerha;
 b) Penglokasian dana perimbangan kepada pemerintahan daerah;
 dan c) Pemberian pinjaman dan/atau hibah kepada pemerintah daerah.
Hubungan dalam bidangn keuangan antar pemerintah daerah, meliputi :
 Bagi hasil pajak dan nonpajak antara pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah
kabupaten/kota;
 b) Pendanaan urusan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab bersama;
 c) Pembiayaan bersama atas kerja sama antar daerah; dan
 d) Pinjaman dan/atau hibah antar pemerintah daerah.

12
7. Hubungan dalam bodang pelayanan umum
Antara pempus dan pemda (vertikal) meliputi
 : a) Kewenangan, tanggung jawab, dan penentuan standar pelayanan minimal;
 b) Pengalokasian pendanaan pelayanan umum yang menjadi kewenangan daerah; dan
 c) Fasilitas pelaksanaan kerjasama antar pemerintah daerah dalam penyelenggaraan
pelayanan umum.
Antar pemerintahan daerah (horisontal) meliputi
 : a) Pelaksanaan bidang pelayanan umum yang menjadi kewenangan daerah;
 b) Kerjasama antar pemerintahan daerah dalam penyelenggaraan pelayanan
umum; dan
 c) Pengelolaan perizinan bersama bidang pelayanan umum.
8. Hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya
 Antara pemerintah dan pemerintah daerah
a) Kewenangan, tanggung jawab, pemanfaatan, pemeliharaan, pengendalian
dampak, budidaya, dan pelastria;
b) Bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya;
c) Penyerasian lingkungan dari tata ruang serta rehabilitasi lahan
Antar pemerintaha daerah (horisontal) meliputi :
a) Pelaksanaan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang menjadi
kewenangan daerah;
b) Kerja sama dan bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya
antar pemerintahan daerah; dan
c) Pengelolaan perizinan bersama pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainny
Daerah yang memiliki wilayah laut diberikan kewenangan untuk mengelola sumber daya diwilayah
laut. Daerah mendapatkan bagi hasil atas pengelolaan sumber daya alam dibawah dasar dan/atau
didasar laut sesuai dengan peraturan perundanganundangan. Kewenangan daerah untuk mengelola
sumber daya diwilayah laut, meliputi
a) Eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut;
b) Pengaturan administratif;
c) Pengaturan tata ruan
d) Penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan
kewenangannya oleh pemerintah
e) Ikut serta dalam pemeliharaan keamanan; dan
f) Ikut serta dalam pertahanan kedaulatan negara

13
Kewenangan untuk mengelola sumber daya diwilayah laut paling jauh 12(dua belas) mil laut
diukur dari garis pantai kearah laut lepas dan/atau kearah perairan kepulauan untuk provinsi
dan1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi untuk kabupaten/kota. Apabila wilayah
laut antara 2 (dua) provinsi kurang dari 24 (duapuluh empat) mil, kewenangan untuk mengelola
sumber daya. Di wilayah laut dibagi sama jarak atau diukur sesuai prinsip garis tengah dari
wilayah antar 2 (dua) provinsi tersebut, dan untuk kabupaten /kota memperoleh 1/3 (sepertiga)
dari wilayah kewenangan provinsi

B. Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah


K.J. Davey, sebagaimana dikutip Yuswanto, bahwa hubungan keuangan antara pusat dan
daerah adalah menyangkut pembagian tanggung jawab untuk melaksakanakan kegiatan-
kegiatan tertentu antara tingkat-tingkat pemerintahan dan pembagian sumber penerimaan
untuk menutup pengeluaran akibat kegiatan-kegiatan tersebut. Tujuan utamanya adalah untuk
mencapaui perimbangan antara berbagai pembagian, disamping itu antara potensi dan sumber
daya masing-masing daerah dapat sesuai.
Lebih lanjut dikatakan K.J.Daevey, intisari dari hubungan pusat-daerah adalah menyangkut
pembagian kekuasaan; tentang hak mengambil keputusan mengenai anggrana pemerintah
termasuk bagaimana memperoleh dan membelanjakannya. Hubungan tersebut mencermikan
tujuan politik yang mendasar karena perannya menentukan bobot kekuasaan yang dijalankan
pemda dalam seluruh sistem pemerintahan dalam mana hubungan itu harus serasi (harmonis)
dengan peramam yang dimainkan pemda yang bersangkutan.
Adapun yang menjadi dasar hukum mengenai hubungan dalam bidang keuangan antara
pemerintah pusat dan daerah, yaitu diatur dalam
Pasal 15 Undangundang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yaitu
 : 1. Hubungan dalam bidang keuangan antara Perintahan dan pemerinthan daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan ayat (5) meliputi
 : a. Pemberian sumber-sumber keuangan untuk menyelenggarakan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah
 ; b. Pengalokasian dana perimbangan kepadaa pemerintahan daerah
 ; c. Pemberian pinjaman dan/atau hibah kepada pemerintah daerah.
2. Hubungan dalam bidang keuangan antar pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam
dalam Pasal 2 ayat (4) dan ayat (5) meliputi
 : a. Bagi hasil pajak dan nonpajak antara pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan
daerah kabupaten/kota;

14
 b. Pendanaan urusan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab bersama;
 c. Pembiayaan bersama atas kerja sama antar daerah; dan
 d. Pinjaman dan/atau hibah pemerintahan daerah.
3. Hubungan dalam bidang keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diataur
dalam peraturan perundangan-undangan. Tujuan hubungan keuangan pusat dan daerah, meliputi :
 Pembagian kekuasaan yang rasional antar berbagai tingkatan pemerintahan dalam
memungut dan membelanjakan sumber dana pemerintah, yakni suatu pembagian yang
sesuai dengan pola umum desentralisasi.
 2) Bagian yang memadai dari sumber-sumber dana secara keseluruhan untuk membiayai
pelaksanaan fungsi-fungsi, penyediaan pelayanan dan pembangunan yang diselenggarakan
oleh pemerintah daerah.
 3) Pembagian yang adil antar daerah atas pengeluaran pemerintah atau
sekurang0kurangnya ada perkembangan ke arah itu.
 4) Suatu upaya perpajakan (tax effort) dalam memungut pajak dan distribusi oleh pemda
yang sesuai dengan yang adil atas beban keseluruhan dari pengeluaran pemerintah dalam
masyarakat
Sehubungan dengan hal tersebut, dinegara manapun, selalu ada campur tangan pemerintah
dalam perekonomian. Tidak ada pemerintahan yang dalam pecaturan ekonomi negaranya
berperan semata-mata sebagai “wasit” atau “polisi”, yang hanya berfungsi membuat undang-
undang dan peraturan, untuk kemudian menjadi pelerai jika timbul masalah. Tidak ada satu
perekonomian pu, termasuk negara maju, bebas dari intervensi pemerintahnya
1. Dalam perekonomian modern, peranan pemerintah dapat dipilih menjadi empat macam,
yakni :
a. Peran alokatif, yakni peran pemerintah dalam mengalokasikan sumber daya ekonomi
yang ada agar pemanfaatannya bisa optimal dan mendukung efisiensi produksi;
b. Peran distribusi, yakni peran pemerintah dalam mendistribusikan sumber daya,
kesempatan dan hasil-hasil ekonomi secara adil dan wajar;
c. Peran stabilatif, yakni peran pemerintah dalam memelihara stabilitas perekonomian dan
memulihkannya jika berada dalam disequibilirium, dan;
d. Peran dinamisatif, peran pemerintah dalam menggerakkan proses pembangunan
ekonomi agar lebih cepat tumbuh, berkembang dan maju
Hubungann antara pemerintah pusat dan daerah dapat diartikan sebagai suatu sistem yang
mengatur bagaimana caranya sejumlah dana dibagi diantara berbagai tingkat pemerintah, serta
bagaimana cara mencari sumber-sumber pembiayaan daerah untuk menunjang kegiatan-kegiatan

15
sekotr publiknya Pengaturan relasi keuangan pemerintah pusat dan daerah, yang antara lain
dilaksanakan melalui dana pertimbangan keuangan pemerintah pisat dan daerah (PKPD) adalah :
 Dalam rangka pemberdayaan (empowerment) masyarakay dan pemerintah daerah agar
tidak tertinggal dibidang pembangunan;
 Untuk mengintensifkan aktifitas dan kreativitas perekonomian masyarakat daerah yang
berbasis pada potensi yang dimiliki setiap daerah. Pemda dan DPRD bertindak sebagai
fasilitator dalam pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh rakyatnya. Artinya dalam era
otda rakyat harus berperan aktif dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan daerah
 Mendukung terwujudnya goog governance oleh Pemda melalui perimbangan keuangan
secara transparan
 Untuk menyelenggarakan otda secara demokratis, efektif dan efisien dibutuhkan SDM yang
profesional, memiliki moralitas yang baik. Oleh sebab itu, desentralisasi fiskal yang
dilaksanakan melalui perimbangan keuangan akan meningkatkan kemampuan daerah dalam
membangun dan pemberian pelayanan kepada masyarakat daerah, bukan hany sekedar
pembagian dana, lalu terjadi “desentralisasi KKN” dari pusat ke daerah
C. Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Hubungan keuangan antara
pemerintah pusat dan daerah ini ditandai dengan adanya dana perimbangan, yaitu dana yang
bersumber dari pemerintah pusat yang dialokasikan kepada pemerintah daerah untuk mendanai
kebutuhan daerah dalan rangka pelaksanaan desentralisasi, yang terdiri dari Dana Alokasi Umum,
Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil dari pemerimaan pajak dan SDA
 Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
menagandung pokok-pokok muatan sebagai berikut
1. Penegasan Prinsip-Prinsip Dasar Perimbangan Keuangan Pemerintah dan
Pemerintah Daerah
2. Penambahan jenis Dasar Bagi Hasil (DBH) sektor Pertambangan Panas Bumi, PPh
Pasal 25/29 dan PPh Pasal 21
3. Pengelompokan Dana Reboisasi yang semula masuk dalam Komponen DAK menjadi
DBH
4. Penyempurnaan Prinsip pengalokasian DAU
5. Penyempurnaan Prinsip Pengalokasian DAK
6. Penyempurnaan persyaratan dan mekanisme Pinjaman Daerah, termasuk obligasi
Daerah 7.
7. Pengaturan pengelolaan dan Pertanggung jawaban Keuangan 8.
8. Penegasan Pengaturan Sistim Informasi Keuangan Daerah (SIKD) 9.

16
9. Penambahan Pengaturan Hibah dan Dana Darurat 10.
10. Prinsip Akuntabilitas dan responsibilitas Dipertegas denagn pemberian sanksi
Dalam Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 ini diatur tentang perimbangan keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yng berdasarkan atas hubungan fungsi, yaitu berupa
sistem keuangan daerah yang diatur berdasakan pembagian kewenangan, tugas dan tanggung jawab
antar tingkat pemerintahan sesuai dengan pada UU tentang Pemerintahan Daerah.
Peristilaan tentang dana perimbangan pusat dan daerah merupakan kondekuensi logis dari suatu
sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan dan efisien dalam
rangka pendanaan desentrralisasi , dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan
daerah, serta besaran pendanaan penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas pembantuan
sebagaimana yang termaksud dalam UU No. 32 tahun 2004, UU No 33 tahun 2004 dan PP No. 55
tahun 2005.
Asas desentralisasi yang memberikan wewenang kepada daerah untuk mengurus rumah tangganya
sendiri mengindikasikan adanya dua pihak yang akan saling berhubungan. Dalam UU No 33 tahun
2004 dirincikan bahwa dana perimbangan keuangan terbagi menjadi yaitu bagian yaitu dana bagi
hasil, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus.
a. Dana bagi hasil yang termasuk dalam PBB ini yaitu meliputi PBB perkebunan,
kehutanan, dan pertambangan yang masih sebagai pajak pusat yang
mengutamakannya bisa melibatkan Pemerintah Daerah.
Sementara itu dengan berlakunya UU No 28 Tahun 2009, sektor PBB perkotaan dan
pedesaan sudah menjadi pajak daerah. Penerimaan negara dari PBB dibagi dengan
imbangan 10% untuk Pemerintah Pusat dan 90% untuk daerah . Alokasi 90% daerah
tersebut kemudian dialokasikan 16,2% untuk daerah provinsi yang bersangkutan,
64,8% untuk kabupaten/ kota yang bersangkutan dan 9% untuk biaya pemungutan.
Alokasi DBH Pemerintah Pusat dialokasikan 6,5% dibagikan secara merata kepada
seluruh kabupaten dan kota dimana pembagian ini dimaksudkan dalam rangka
pemerataan kemampuan keuangan antar daerah, 3,5% dibagikan sebagai insentif
kepada kabupaten dan/ atau kota yang realisasi penerimaan PBB sektor pedesaan
dan perkotaan pada tahun anggaran sebelumnya mencapai/ melampaui rencana
penerimaan yang ditetapkan sebelum PBB sektor perdesaan dan perkotaan ini
menjadi pajak daerah. Dana bagi hasil BPHTB merupakan pajak yang dikenakan atas
perolehan hak atas tanah dan atau bangunan yang dapat terjadi karena
pemindahan hak, dan pemberian hak baru. Proporsi antara Pemerintah Pusat dan
daerah adalah 20% untuk Pemerintah Pusat dan 80% untuk daerah.

17
Pemerintah Daerah mengalokasikan dari 80 % tersebut, 16% untuk provinsi dan 64%
untuk kabupaten/ kota. Dana Bagi Hasil pajak penghasilan orang pribadi dalam
negeri adalah pajak penghasilan yang terutang oleh wajib pajak orang pribadi dalam
negeri berdasarkan ketentuan pasal 25 dan pasal 29 UU No.7 Tahun 1983, dan
terakhir diubah dengan UU No. 17 Tahun 2000, kecuali atas`pajak penghasilan
sebagaimana diatur dalam pasal 25 ayat 8.
 Selanjutnya PPh pasal 21 adalah pajak penghasilan yang dipotong oleh pemberi kerja atas
penghasilan yang dibayarkan kepada wajib pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan
dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan berdasarkan ketentuan
UU No. 17 tahun 2000.
 Pajak –pajak ini akan menjadi pajak pusat yang kemudian akan dibagihasilkan dengan
daerah dengan proporsi Pemerintah Pusat 80% dan Pemerintah Daerah 20% (tempat wajib
pajak terdaftar). 20% dari bagian ini yang kemudian oleh Pemerintah Daerah dialokasikan
kembali 8% untuk daerah provinsi, 12% untuk daerah kabupaten/ kota. Bagian 12% ini
kemudian dialokasikan dengan proporsi 8,4% untuk kabupaten/ kota tempat wajib pajak
terdaftar dan 3,6% untuk seluruh kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan dengan
bagian yang sama besar.
 Dana bagi hasil sumber daya alam adalah bagian daerah yang bersumber dari kehutanan,
pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi,
dan pertambangan panas bumi. Sumber DBH kehutanan adalah Iuran Izin Usaha
Pemanfaatan Hutan (IIUPH), Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH), dan Dana Reboisasi (DR).
Proporsi DBH kehutanan adalah Penerimaan kehutanan yang berasal dari penerimaan iuran
Hak Pengusahaan Hutan (IHPH) dan provisi Sumber daya hutan (PSDH) yang dihasilkan dari
wilayah daerah yang bersangkutan dibagi dengan imbangan 20% untuk Pemerintah Pusat
dan
 80% untuk daerah. Sedangkan penerimaan kehutanan yang berasal dari dana reboisasi
dibagi dengan imbangan 60% untuk pemerintah dan 40% untuk daerah. DBH kehutanan 80
% yang berasal dari IIUPH dibagikan kembali 16 % untuk provinsi dan 64% untuk
kabupaten/kota penghasil. Kemudian 80% dari yang bersumber dari PSDH dialokasikan
dengan proporsi 16% untuk provinsi, 32% untuk kabupaten/ kota penghasil, 32% untuk
kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan.
 DBH ini selanjutnya dibagikan dengan porsi sama besar untuk seluruh kabupaten/kota
lainnya dalam provinsi yang bersangkutan. DBH yang bersumber dari dana reboisasi Sebesar
40% dibagi kepada kabupaten/ kota penghasil untuk mendanai kegiatan rehabilitasi hutan

18
dan lahan. Dana bagi hasil pertambangan Umum bersumber dari iuran tetap (land rent)
serta Iuran Eksplorasi dan Iuran eksploitasi.
 DBH sumber daya alam pertambangan umum dibagi dengan imbangan 20% untuk
Pemerintah Pusat dan 80% untuk daerah. Selanjutnya dari 80% yang bersumber dari iuran
tetap yang berasal dari wilayah kabupaten/kota ini dibagikan 16% untuk provinsi dan 64%
untuk kabupaten/kota penghasil. Sedangkan 80 % yang bersumber dari iuran eksploitasi dan
eksplorasi wilayah kabupaten/kota dibagikan dengan proporsi 16% untuk provinsi, 32%
untuk kabupaten/kota penghasil, dan 32% untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi
yang bersangkutan yang dibagikan dengan porsi sama besar untuk seluruh kabupaten/ kota
lainnya dalam provinsi tersebut.
 DBH Pertambangan Umum dari Iuran Tetap yang berasal dari wilayah provinsi (80%)
seluruhnya dialokasikan untuk provinsi. Sementara DBH pertambangan umum yang berasal
dari iuran eksploitasi dari iuran eksplorasi yang berasal dari wilayah provinsi (80%) dibagikan
dengan proporsi 26% untuk provinsi, 54% untuk kabupaten/ kota lainnya dalam provinsi
tersebut, yang kemudian dibagikan dengan porsi sama besar untuk seluruh kabupaten/kota
lainnya dalam provinsi tersebut.
 Dana bagi hasil sumber daya perikanan berasal dari pungutan hasil perikanan yang
dikenakan kepada perusahaan perikanan Indonesia yang melakukan usaha penangkapan
ikan sesuai dengan Surat Penangkapan Ikan (SPI) yang diperoleh. Pembagian proporsinya
adalah 20% untuk Pemerintah Pusat dan 80% untuk daerah yang kemudian dibagikan
dengan porsi yang sama besar untuk seluruh kabupaten/ kota.
 Dana bagi hasil sumber daya alam dari pertambangan minyak bumi adalah penerimaan
pertambangan minyak bumi yang dihasilkan dari wilayah suatu daerah setelah dikurangi
komponen pajak dan pungutan lainnya sesuai dengan undang-undang, yang kemudian
dibagikan dengan imbangan 84,5% untuk Pemerintah Pusat dan 15,5% untuk daerah. 15 %
dari pertambangan minyak bumi wilayah kabupaten/kota dibagikan kembali 3% dibagikan
untuk provinsi yang bersangkutan, 6% dibagikan untuk kabupaten/kota penghasil, 6% untuk
kabupaten/kota lainnya dalam provinsi tersebut yang dibagikan dengan porsi sama besar
untuk seluruh kabupaten/kota lainnya dalam provinsi tersebut. Sementara 0,5% dari
pertambangan minyak bumi wilayah kabupaten/kota ini dialokasikan kembali 0,1%
dibagikan untuk provinsi, 0,2% dibagikan untuk kabupaten/kota penghasil, 0,2% untuk
kabupaten/kota lainnya dalam provinsi tersebut yang dibagikan dengan porsi sama besar
untuk seluruh kabupaten/ kota lainnya dalam provinsi tersebut.

19
 Dana bagi hasil pertambangan minyak bumi wilayah provinsi (15%) dialokasikan dengan
imbangan 5% dibagikan untuk provinsi tersebut, 10% untuk kabupaten/kota lainnya dalam
provinsi yang bersangkutan yang dibagikan dengan porsi sama besar untuk seluruh
kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan. Sedangkan 0,5% dari
pertambangan minyak bumi wilayah provinsi dialokasikan kembali yaitu 0,17% dibagikan
untuk provinsi yang bersangkutan, 0,33% untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang
bersangkutan yang dibagikan dengan porsi sama besar untuk seluruh kabupaten/kota
lainnya dalam provinsi yang bersangkutan.
 Kemudian DBH untuk pertambangan gas bumi dengan imbangan 69,5% untuk Pemerintah
Pusat dan 30,5% untuk daerah. 30% dari pertambangan gas bumi wilayah kabupaten/kota,
6% dibagikan untuk provinsi yang bersangkutan, 12% dibagikan untuk kabupaten/kota
penghasil, 12% untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan yang
dibagikan dengan porsi sama besar untuk seluruh kabupaten/kota lainnya dalam provinsi
yang bersangkutan. 0,5% dari wilayah kabupaten/kota dialokasikan kembali 0,1 % dibagikan
untuk provinsi yang bersangkutan, 0,2% dibagikan untuk kabupaten/kota penghasil, 0,2%
untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan yang dibagikan dengan
porsi sama besar untuk seluruh kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan.
Porsi 30 % dari wilayah provinsi 10% dibagikan untuk provinsi yang bersangkutan, 20%
untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan yang dibagikan dengan
porsi sama besar untuk seluruh kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan.
Sementara itu dari 0,5% wilayah provinsi, 0,17% dibagikan untuk provinsi yang
bersangkutan, 0,33% untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan yang
dibagikan dengan porsi sama besar untuk seluruh kabupaten/kota lainnya dalam provinsi
yang bersangkutan.
 Dana bagi hasil sumber daya alam pertambangan panas bumi dibagi dengan proporsi 20%
untuk Pemerintah Pusat dan 80% untuk daerah yang kemudian oleh daerah dialokasikan
kembali 16% untuk provinsi yang bersangkutan, 32% untuk kabupaten/kota penghasil, 32%
untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan yang dibagikan dengan
porsi sama besar untuk seluruh kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan.
 Selain Dana bagi hasil yang dikemukakan di atas, dana perimbangan mencakup pula dana
alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK). DAU ini sumbernya dari pendapatan
APBN yang dialokasikan kepada provinsi serta kabupaten/kota dengan tujuan pemerataan
kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi. Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26%

20
 Dalam perumusan jumlah alokasi DAU per daerah. Perhitungan jumlah DAU berada pada
otoritass menteri keuangan dibantu oleh Dewan penasehat otonomi daerah (DPOD) yang
kemudian hasil dari rancangan perhitunngan DAU tersebut dijadikan rujukan dalam RAPBN.
DAU suatu daerah dialokasikan atas dasar celah fiscal dan alokasi dasar. Celah fiscal yang
dimaksud adalah perbedaan antara kebutuhan fiscal dan kapasitas fiscal suatu daerah atau
kebutuhan fiscal dikurangi kapasitas fiscal. Sedangkan alokasi dasar yang dimaksud adalah
perhitungan alokasi yang biassanya dihitung dari jumlah gaji pegawai negeri suatu daerah.
 dari pendapatan dalam negeri neto yang ditetapkan dalam APBN. Proporsi DAU antara
provinsi dan kabupaten/kota dihitung dari perbandingan antara bobot urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan provinsi dan kabupaten/kota.( Kapasitas fiscal :PAD + DBH *PAD
: pendapatan asli daerah *DBH : Dana bagi hasil )
 Kebutuhan fiskal merupakan kebutuhan pendnaan daerah untuk melaksanakan fungsi
layanan dasar umum seperti pelayanan kesehatan dan pendidikan, infrastruktur, dan
pengetasan kemiskinan.
Kementrian keuangan mengukur kebutuhna pendanaan Jumlah penduduk merupakan
variabel penilaian dalam penentuan publik dengan beberapa indikator :
a. Luas wilayah, dalam hal ini luas wilayah menjadi acuan untukkuantitas dan kualitas
yang akan diterapkan dalam bentuk layanan publik.
b. Luas wilayah, dalam hal ini luas wilayah menjadi acuan untuk menentukan tingkat
kebutuhan suatu daerah akan sarana prasarana publik
c. Indeks kemahalan konstruksi merupakan analisis geografis suatu daerah untukyang
mempengaruhi harga persediaan prasarana fisik.
d. Produk domestic regional bruto per kapita dijadikan indicator mengukur aktivitas
perekonomian yang dihitung dengan melihat total seluruh output produksi suatu
daerah
e. Human development indeks variabel ini mencerminkan tingkat kualitas hidup
masyarakat ditinjau dari sisi pendidikan dan kesehatan.
Analisis tersebut kemudian dijadikan acuan untuk menentukan tingkat kebutuhan fiscal suatu
daerah dengan mengukur total belanja daerah dengan indeks factor-factor tersebut. Rumus (DAU =
CF + A) Kebutuhan fiscal = Total belanja daerah x(1+2+3+4+5)
1. Bobot indeks jumlah penduduk
2. Bobot indeks luas wilayah
3. Bobot indeks kemahalan konstruksi
4. Bobot indeks PDRB per kapita dan Bobot indeks HDI

21
Kendala dalam implementasi dana alokasi umum diantaranya :
 Daerah dirugikan akibat selisih DAU yang seharusnya diterima dengan yang ditetapkan
APBN.
 Formula DAU memberikan insentif bagi daerah terjadinya indefisiensi belanja pegawai dan
terjadinya pemekaran daerah.
 Variabel yang dipergunakan pada formula DAU merupakan variabel proxy yang  tidak
mencerminkan kebutuhan daerah.
 Formula perhitungan sulit disimulasikan dan tidak ada mekanisme penangan keluhan

Dana alokasi khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan
kepada daerah yang memenuhi kriteria yang ditetapkan setiap tahun untuk mendapatkan alokasi
DAK, dimana DAK dialokasikan untuk membantu daerah mendanai kebutuhan fisik sarana dan
prasarana dasar yang merupakan prioritas nasional di bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur
(jalan, irigasi, air bersih), kelautan dan perikanan, pertanian, prasarana pemerintahan daerah, serta
lingkungan hidup. Tujuannya adalah untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan
urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Kegiatan khusus yang ditetapkan oleh
pemerintah mengutamakan kegiatan pembangunan dan/atau pengadaan dan/atau peningkatan
dan/atau perbaikan sarana dan prasarana fisik pelayanan dasar masyarakat dengan umur ekonomis
yang panjang, termasuk sarana fisik penunjang. Penentuan daerahnya berdasarkan kriteria umum,
kriteria khusus, dan kriteria teknis.
 Berdasarkan pemaparan tentang dana perimbangan di atas, apabila dicermati ketentuan
dalam UU Nomor 33 tahun 2004 dan PP nomor 5 Tahun 2005 sebenarnya tidak begitu besar
perubahannya, hanya ada sedikit perubahan dalam persentase bagi hasil antara Pemerintah
Pusat dan daerah, dan antar pemerintah provinsi dengan wilayah pemerintah
kabupaten/kota di dalam wilayah provinsi yang bersangkutan.
 Selanjutnya pajak penghasilan PPh pasal 25, pasal 29, pasal 21 yang pada awalnya
merupakan pajak pusat sekarang masuk dalam dana bagi hasil, dimana daerah akan turut
menikmatinya. Demikian pula dengan adanya UU no 28 tahun 2009, PBB perkotaan dan
perdesaan tidak lagi menjadi pajak pusat tapi menjadi pajak daerah.
 Implikasi dari berbagai perubahan ini adalah akan meningkatkan pendapatan daerah dan
memperkuat otonomi daerah.
 Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan keuangan antara pusat dengan daerah dimana
adanya penyerahan beberapa jenis pajak dan retribusi negara untuk menjadi pajak dan
retribusi daerah. Pada umumnya dasar tarif pajak dan retribusi yang diserahkan itu

22
mempunyai dasar pengenaan dan objek serta subjek pajak dan retribusi yang disesuaikan
dengan daerah itu sendiri.
Penyerahan beberapa jenis pajak dan retribusi daerah itu, berdasarkan ketentuan Undang-
undang yang pernah dikeluarkan Pemerintah Pusat adalah UU Darurat Nomor 11 Tahun 1957
tentang Pajak Daerah dan UU Darurat Nomor 12 Tahun 1957 tentang Retribusi Daerah, pada
tahun 1997 dikeluarkanlah UU Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah, selanjutnya setelah UU Nomor 22 Tahun 1999 lahir, undang-undang ini direvisi menjadi
UU Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dan terakhir dengan landasan UU Nomor 32 Tahun
2004 yang telah mengalami perubahan sebanyak 2 (dua) kali dan terakhir dengan UU Nomor 12
Tahun 2008 keluar UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang
menjadi patokan bagi Pemerintah Daerah dalam memungut pajak dan retribusi di daerahnya.

Dengan demikian, dalam kerangka otonomi daerah, esensi yang terkandung didalamnya terlihat
adanya desentralisasi fiskal. Hal ini berarti dibutuhkan adanya suatu sistem tertentu untuk
membagibagikan kewenangan dibidang keuangan antara pusat dengan daerah-daerah,
N. Arsyad (2001:2) ,
yaitu suatu sistem yang mengatur bagaimana caranya sejumlah dana dibagi antar pelbagai
tingkat pemerintahan untuk menunjang kegiatan-kegiatan sektor publik pada berbagai macam
tingkatan. Dengan demikian sekalipun perihal keuangan negara diatur dan berada pada
kekuasaan negara secara mutlak, namun pembagian pengaturannya di daerah tetap menjadi hal
yang niscaya dilakukan (Bird,1998). Oleh karena itu Pemerintah Daerah mempunyai hak dan
kewajiban dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah. Hak dan kewajiban daerah
dalam menjalankan roda pemerintahannya perlu diatur dalam suatu sistem pengelolaan
keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah merupakan subsistem dari sistem pengelolaan
keuangan negara dan merupakan elemen pokok dalam penyelenggaraan Pemerintah Daerah.

Pengelolaan keuangan daerah juga harus dilakukan dengan efektif dan efisien penggunaanya
sesuai dengan kebutuhan daerah. Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah
dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk
didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban (Suparmoko,
2002).

23
Hak daerah dalam menjalankan urusan pemerintahan ini diantaranya memungut pajak dan
retribusi, memperoleh dana perimbangan serta melakukan pinjaman. Disisi lain daerahpun
mempunyai kewajiban untuk melakukan penyelarasan program-program pusat dan daerah
disamping harus dapat mengelola anggaran secara efektif dan efisisen serta menyampaikan
laporan keuangan yang akuntabel.
Oleh karena itu, daerah harus mampu melakukan pengelolaan keuangan daerah yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan
keuangan daerah itu sendiri, dimana pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah
adalah kepala daerah yang karena jabatannya mempunyai kewenangan menyelenggarakan
keseluruhan pengelolaan keuangan daerah.

Tujuan yang ingin dicapai apabila daerah mampu melakukan pengelolaan keuangan daerah
sebagai wujud dari UU no. 32 tahun 2004 dan UU no. 33 tahun 2004, maka masyarakat akan
mejadi lebih sejahtera dan pelayanan publik semakin meningkat, sesejalan dengan Pasal 18 ayat
(5) UUD 1945 (hasil amandemen kedua tahun 2000) yang memberikan penegasan bahwa
pemerintahan daerah dijalankan dengan prinsip otonomi yang seluasluasnya kecuali urusan
pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.

Sehingga dengan demikian kewenangan untuk menjalankan urusan pemerintahan daerah


berdasarkan asas otonomi semakin memberikan peluang bagi masyarakat daerah untuk
melaksanakan otonomi daerahnya dengan tujuan peningkatan kesejahteraan masyarakat
daerah itu sendiri dengan memanfaatkan segenap sumber daya alam dan sumber daya lainnya
yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah secara adil serta peningkatan
pelayanan publik yang tidak hanya dilihat dari banyaknya jenis pelayanan tetapi lebih
mengedepankan mutu pelayanan dan manfaat pelayanan bagi masyarakat. Model hubungan
keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah sebagai ujung tombak meningkatkan pelayanan
public dan kesejahteraan masyarakat lebih jelasnya dapat terlihat pada gambar model
hubungan keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah berikut ini

24
Gambar 1. Model Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah

BAB 3 Penutup
A.Kesimpulan

dari rumusan diatas, dapat disimpulkan bahwa otonomi daerah pada prinsipnya mempunyai tiga
aspek, yaitu :

1) Aspek Hak dan Kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.

2) Aspek kewajiban untuk tetap mengikuti peraturan dan ketentuan dari pemerintahan diatasnya,
serta tetap berada dalam satu kerangka pemerintahan nasional.

3) Aspek kemandirian dalam pengolaan keuangan baik dari biaya sebagai perlimpahan kewenangan
dan pelaksanaan kewajiban, juga terutama kemampuan menggali sumber pembiayaan sendiri.

25
Tujuan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat daerah dengan
mendekatkan pelayanan publik didaerah. Perimbangan keuangan pusat dan daerha merupakan
konsekuensi dari desentralisasi penyerahan urusan pusat dan daerah. Prinsip money follow function
yang bermakna pendanaan harus mengikuti pembagian urusan dan tanggung jjawab dari masing-
masing tingkat Pemerintahan.

K.J. Davey, sebagaimana dikutip Yuswanto, bahwa hubungan keuangan antara pusat dan daerah
adalah menyangkut pembagian tanggung jawab untuk melaksakanakan kegiatan-kegiatan tertentu
antara tingkat-tingkat pemerintahan dan pembagian sumber penerimaan untuk menutup
pengeluaran akibat kegiatan-kegiatan tersebut.

Tujuan utamanya adalah untuk mencapaui perimbangan antara berbagai pembagian, disamping itu
antara potensi dan sumber daya masing-masing daerah dapat sesuai. Adapun tujuan hubungan
keuangan pusat dan daerah,

meliputi : 1. Pembagian kekuasaan yang rasional antar berbagai tingkatan pemerintahan dalam
memungut dan membelanjakan sumber dana pemerintah, yakni suatu pembagian yang sesuai
dengan pola umum desentralisasi.

2. Bagian yang memadai dari sumber-sumber dana secara keseluruhan untuk membiayai
pelaksanaan fungsi-fungsi, penyediaan pelayanan dan pembangunan yang diselenggarakan oleh
pemerintah daerah.

3. Pembagian yang adil antar daerah atas pengeluaran pemerintah atau sekurang kurangnya ada
perkembangan ke arah itu.

4. Suatu upaya perpajakan (tax effort) dalam memungut pajak dan distribusi oleh pemda yang sesuai
dengan yang adil atas beban keseluruhan dari pengeluaran pemerintah dalam masyarakat

Hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah ini ditandai dengan adanya dana
perimbangan, yaitu dana yang bersumber dari pemerintah pusat yang dialokasikan kepada
pemerintah daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalan rangka pelaksanaan desentralisasi,
yang terdiri dari Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil dari pemerimaan
pajak dan SDA.

Pada UU No. 33 tahun 2012 tertulis bahwa konsep yang digunakan adalah perimbangan keuangan.
Akan tetapi terdapat sesuatu yang janggal, yang paling mencolok adalah pelanggaran dari paradigma
perimbangan itu sendiri. Misal pada pasal 14 undang-undang tersebut terdapat rincian bagi hasil
sumber daya alam yang dimiliki daerha. Untuk sektor pertambangan, daerah hanya memperoleh 20
persen, sedangkan 80 persennya harus disetorkan kepada pusat. Terlebih lagi minyak bumi, pada
huruf e pasal tersebut, tertulis bahwa daerah menerima 15,5 persen dari hasil minyak bumi.

Maka sumber daya yang seharusnya memberikan kemakmuran bagi daerahnya, cenderung kurang
tercapai karena ketidak adilan proporsional. Adanya pembedaan tersebut menghasilkan
kesenjangan antar daerah yang kaya sumber daya alam dan daerah yang kaya sumber daya manusia.
Daerah yang memilki kekayaan alam cenderung berpendudukan sedikit. Dengan demikian,, apa yang
mereka berikan untuk pusat jauh lebih besar dari daerah yang berpenduduk banyak ditambah
tingkat kesadaran masyarakat dalam membayar pajak yang jauh lebih penting(tertib administratif).

26
Sehingga jika dalam undang-undang tertulis sebagai perimbangan, secara teori hal itu tidak sesuai
karena adanya intervensi pusat dalam pengelolaan PAD itu sendiri yang malah tidak adil dan justru
hal memenuhi kebutuhan daerah.

Dalam pembagian keuangan, pemerintah diharapkan bisa lebih proporsional, demokratis,


transparan, dan tanggung jawab terhadap pendanaan proses penyelenggaraan sistem desentralisasi
dengan mempertimbangan situasi dan kondisi kebutuhan pemerintah daerah.

B.Saran

Saran Dari Kami Kelompok 3 ialah Terkait Keuangan Perintah Pusat dan Pemerintah Daerah Lebih
Menunjang semata-mata untuk Rakyat Akan tetapi tetap teguh Pada UU dan Benar kata K.J Davey
bahwah Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah menyangkut pembagian tanggung jawab untuk
melaksakanakan kegiatan-kegiatan tertentu antara tingkat-tingkat pemerintahan dan pembagian
sumber penerimaan untuk menutup pengeluaran akibat kegiatan-kegiatan tersebut.

Terimakasi atas waktu dan Kesempatan Alhamdulillah Kami dari kelompok 3 telah menyelesaikan
Tugas Makalah kami bila ada kata kata dalam penulisan Mohon di Maafkan SEKIAN

27
DAFTAR PUSTAKA
UU Otonomi Daerah, 1999. Undang-undang Otonomi Daerah UU No. 22. 1999 tentang
Pemerintahan Daerah; UU No 25 Thn. 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah
pusat dan daerah;UU No 28 Thn 1999, tentang penyelenggara yang bersih dan bebas dari KKN.

Stockmayer, A. 1999. Decentralization : Global Fad or Recipe for Sustainable Local Development
Agriculture + Development Vol (6) : 1

Yani, Ahmad (2008), hubungann keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, Raja
Grafindo Persada. Jakarta

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pusat dan Daerah

Djumhana, Muhammad, 2007. Pengantar Hukum Keuangan Daerah, Citra Aditya Bhaktim: Bandung

Herlambang Perdana, Wiratraman, Badan Pemeriksa Keuangan dan Pertanggungjawaban Keuangan


Negara, Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, 2008,
hal.6.

28

Anda mungkin juga menyukai