Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

KEUANGAN NEGARA DAN DAERAH


Dosen Pengampu: Udin Syamsudin, Drs. M.M

Disusun Oleh:

Putri Indriani (2101010004)

Ilmu Administrasi Negara

Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Universitas Islam Syekh-Yusuf Tangerang

2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas Rahmat- Nya
makalah Pendidikan Kewarganegaraan dengan judul “Keuangan Negara dan Daerah” dapat
terselesaikan tepat pada waktuny waktunya. Atas dukungan materi dan moral yang diberikan
dalam penyusunan makalah ini, tidak lupa saya ucapkan terimakasih kepada Bapak Udin
Syamsudin, Drs. M.M selaku dosen pembimbing dalam penyusunan makalah ini.

Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, jika ada
kata-kata yang salah maupun kurang berkenan, mohon permaklumannya dan dengan
kerendahan hati saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat
menjadi refrensi serta acuan untuk menambah wawasan mengenai pengertian negara dan dapat
diapresiasikan kedalam sebuah desain yang lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat berguna
bagi semua pihak yang membaca.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................. 1
DAFTAR ISI............................................................................................................................. 1
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .............................................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ......................................................................................................... 1
BAB II LANDASAN TEORI .................................................................................................... 2
2.1. Metode Penelitian ......................................................................................................... 2
BAB III PEMBAHASAN .......................................................................................................... 2
3.1. Pengertian keuangan negara…………………………………………………………..2
3.2. Pengertian anggaran pendapatan dan belanja daerah ( APBD )……………………… 3
3.2. Prinsip-Prinsip pada APBD…………………………………………………………...5
3.3. Sumber keuangan negara……………………………………………………………...5
3.4. Kebijakan APBD………………………………………...............................................7
3.5. Penyusunan dan penetapan APBN dan APBD………………………………………..7
3.6. Penetapan anggaran APBD……………………..…………………………………….7
BAB IV
PENUTUPAN………………………………………………………………………11
5.1. Kesimpulan………………………………………………………………………………11
5.2. SARAN…………………………………………………………………………………..11
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………12
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

keuangan negara merupakan masalah yang menarik untuk dikaji karena merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dengan sebuah negara. Selama ini terdapat pemahaman yang kurang
tepat terhadap hukum keuangan negara yang mengundang potensi mengurangi konsepsi
berpikir atas manfaat dan hakikat keuangan negara. hal ini khususnya di tunjukan pada manfaat
ilmu hukum keuangan negara dalam rangka menjaga konsistensi efektivitas tujuan
pemeriksaan keuangan negara dan efisiensi pengawasan pembangaunan secara keseluruhan
guna mencegah kebocoran penggunaan uang negara.Namun, selama 65 tahun indonesia
merdeka, hukum keuangan negara dalam tataran praktik di dalam peraturan
perundang-undangan yang mengatur keuangan negara mengalami kemunduran. hal ini
demikian peraturan perundangn-undangan terjadi gejala konservatisme dalam pembentukan
peraturan perundang-undangan yang mengatur keuangan negara, yang dikhawatirkan akan
membawa akibat goyahnya pondasi bangunan keuangan negara sebagai tiang penyangga
penyelenggara negara dalam memberikan pelayanan publik.dalam rangka penyampaian tujuan
bernegara sebagaimana tercantum dalam alinea 4 pembukaan undang-undang dasar 1945
dibentuk pemerintahan negara yang menyelenggarakan fungsi pemerintahan dalam berbagai
bidang. Pembentukan pemerintahan negara tersebut menimbulkan hak dan kewajiban negara
yang dapat dinilai dengan uang yang dikelola dalam suatu sistem pengelolaan keuangan
negara.Sebagai suatu negara yang berkedaulatan rakyat,berdasarkan hukum, dan
menyelenggarakan pemerintahan negara berdasarkan konstitusi, sistem pengelolaan keuangan
negara harus sesuai dengan aturan pokok yang ditetapkan dalam undang-undang dasar. dalam
undang-undang dasar 1945 BAB VIIl keuangan,
APBD, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui
bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Suatu
daerah tidak akan dapat menjalankan kegiatan pemerintahan tanpa adanya anggaran, oleh
karena itu setiap tahunnya APBD ditetapkan guna meningkatkan efektifitas dan efisiensi
perekonomian daerah berdasarkan fungsi alokasi APBD. Untuk mengetahui lebih dalam lagi
tentang penyusunan dan penetapan APBD, berikut ini rumusan masalah pada pembahasan
ini.

1.2. Rumusan Masalah


Di dalam Sistem keuangan negara terdapat pertanyaan - pertanyaan berikut:
1) Pengertian Keuangan Negara?
2) Prinsip-prinsip apakah yang berkaitan dengan penyusunan APBD?
3) kebijakan umum apa sajakah yang digunakan dalam penyusunan APBD?
5) Bagaimanakah proses penyusunan APBD?
4) dan bagaimanakah proses dan peraturan yang mengatur tentang penetapan APB
BAB II
LANDASAN TEORI

Keuangan daerah merupakan elemen penting bagi kegiatan penyelenggaraan pemerintah


daerah. Menurut PP Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, keuangan
daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka menyelenggarakan
pemerintahan daerah dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan
yang berhubungan dengan hak dan kewajiban tersebut dalam kerangka anggaran pendapatan
dan belanja daerah.
Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa keuangan daerah mencakup tiga hal,
yaitu hak daerah, kewajiban daerah, dan kekayaan yang bersangkutan dengan hak dan
kewajiban daerah tersebut. Hak merupakan bentuk penerimaan yang mampu meningkatkan
kekayaan daerah. Semua hak merupakan hak untuk memungut sumber-sumber pemerintah
daerah yang meliputi pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, dan lain-
lain, atau hak untuk menerima sumber-sumber pendapatan lain seperti Dana Alokasi Umum
dan Dana Alokasi Khusus sesuai peraturan yang telah ditetapkan (Halim, 2002). Kewajiban
adalah bentuk pengeluaran yang mampu menurunkan kekayaan daerah. Kewajiban adalah
kewajiban untuk mengeluarkan uang guna membayar tagihan-tagihan atas kegiatan
penyelenggaraan fungsi pemerintah, infrastruktur, pelayanan umum, dan pengembang
an ekonomi.

2.1. Metode Penelitian


Metode adalah melakukan sesuatu dengan menggunakan pikiran secara seksama untuk
mencapai suatu tujuan. Sedangkan penelitian adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data
dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Sesuai dengan pokok masalah dan tujuan yang telah
dirumuskan, dalam penelitian “ Keuangan Negara dan Daerah terhadap Kesejahteraan
Masyarakat”
maka metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis yaitu
suatu metode yang berusaha mengumpulkan, menyajikan, serta menganalisis data sehingga
dapat memberikan gambaran yang cukup jelas mengenai objek yang diteliti dan menarik
kesimpulan berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan cara melakukan penelitian untuk
dapat menganalisis hubungan antara Pengelolaan Keuangan negara terhadap
Kesejahteraan Masyarakat.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Pengertian keuangan negara

Definisi Keuangan negara yang dimaksud adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk
apapun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan,termasuk didalamnya segala bagian
kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena:
(a) berada dalam penguasaan,pengurusan, dan pertanggung jawaban pejabat lembaga
Negara,baik ditingkat pusat maupun di daerah
(b) berada dalam penguasaan,pengurusan,dan pertanggung jawaban badan Usaha Milik Negara
,badan Usaha Milik daerah,yayasan,badan hukum dan perusahaan yang menyertakan modal
negara, atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan
Negara.
pendekatan yang digunakan dalam merumuskan Keuangan Negara adalah dari sisi objek,
subjek,proses,dan tujuan.dari sisi objek yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi
semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang,termasuk kebijakan dan
kegiatan dalam bidang skala moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan,serta
segala sesuatu baik berupa uang,maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara
berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut dari sisi subjek yang dimaksud
dengan Keuangan Negara meliputi seluruh objek sebagaimana tersebut di atas yang dimiliki
negara,dan,atau dikuasai oleh pemerintah pusat,
pemerintah daerah, perusahaan Negara daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan
ke8uangan negara.dari sisi proses,Keuangan Negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan
yang berkaitandengan pengelolaan objek sebagaimana tersebut di atas mulai dari perumusan
kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggungg jawaban dari sisi
tujuan,Keuangan Negara meliputi seluruh kebijakan,kegiatan dan hubungan hukum yang
berkaitan dengan pemilikan dan atau penguasaan objek sebagaimana tersebut di atas dalam
rangka penyelenggaraan pemerintahan negara bidang pengelolaan Keuangan Negara yang
demikian luas dapat dikelompokkan dalam sub bidang pengelolaan skala sub bidang
pengelolaan moneter,dan subbidang pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan.

3.2. Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disingkat APBD adalah suatu rencana
keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
(UU No. 17 Tahun 2003 pasal 1 butir 8 tentang Keuangan Negara). Semua Penerimaan Daerah
dan Pengeluaran Daerah harus dicatat dan dikelola dalam APBD. APBD merupakan dasar
pengelolaan keuangan daerah dalam satu tahun anggaran. APBD merupakan rencana
pelaksanaan semua Pendapatan Daerah dan semua Belanja Daerah dalam rangka pelaksanaan
Desentralisasi dalam tahun anggaran tertentu. Pemungutan semua penerimaan Daerah
bertujuan untuk memenuhi target yang ditetapkan dalam APBD. Demikian pula semua
pengeluaran daerah dan ikatan yang membebani daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi dilakukan sesuai jumlah dan sasaran yang ditetapkan dalam APBD. Karena
APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah, maka APBD menjadi dasar pula bagi
kegiatan pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan keuangan daerah. Tahun anggaran
APBD sama dengan tahun anggaran APBN yaitu mulai 1 Januari dan berakhir tanggal 31
Desember tahun yang bersangkutan. Sehingga pengelolaan, pengendalian, dan pengawasan
keuangan daerah dapat dilaksanakan berdasarkan kerangka waktu tersebut.
Berkaitan dengan belanja, jumlah belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi untuk
setiap jenis belanja. Jadi, realisasi belanja tidak boleh melebihi jumlah anggaran belanja yang
telah ditetapkan. Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian
tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup.

3.3. Prinsip-prinsip pada APBD


Prinsip-prinsip dasar (azas) yang berlaku di bidang pengelolaan Anggaran Daerah yang berlaku
juga dalam pengelolaan Anggaran Negara / Daerah sebagaimana bunyi penjelasan dalam
Undang Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yaitu :
1. Kesatuan : Azas ini menghendaki agar semua Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah
disajikan dalam satu dokumen anggaran.
2. Universalitas : Azas ini mengharuskan agar setiap transaksi keuangan ditampilkan secara
utuh dalam dokumen anggaran.
3. Tahunan : Azas ini membatasi masa berlakunya anggaran untuk suatu tahun tertentu.
4. Spesialitas : Azas ini mewajibkan agar kredit anggaran yang disediakan terinci secara jelas
peruntukannya.
5. Akrual : Azas ini menghendaki anggaran suatu tahun anggaran dibebani untuk pengeluaran
yang seharusnya dibayar, atau menguntungkan anggaran untuk penerimaan yang seharusnya
diterima, walaupun sebenarnya belum dibayar atau belum diterima pada kas.
6. Kas : Azas ini menghendaki anggaran suatu tahun anggaran dibebani pada saat terjadi
pengeluaran/ penerimaan uang dari/ ke Kas Daerah.

3.4. Kebijakan APBD


Kebijakan Umum Anggaran (KUA) menjadi acuan dalam perencanaan operasional anggaran.
Kebijakan anggaran berkaitan dengan analisa fiskal sedangkan operasional anggaran berkaitan
dengan sumber daya.
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No 22 Tahun 2011 KUA mencakup hal-hal yang
sifatnya kebijakan umum dan tidak menjelaskan hal-hal yang bersifat teknis. Hal-hal yang
sifatnya kebijakan umum, seperti:
a. Gambaran kondisi ekonomi makro termasuk perkembangan indikator ekonomi makro
daerah;
b. Asumsi dasar penyusunan Rancangan APBD Tahun Anggaran termasuk laju inflasi,
pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan asumsi lainnya terkait dengan
kondisi ekonomi daerah;
c. Kebijakan pendapatan daerah yang menggambarkan prakiraan rencana sumber dan besaran
pendapatan daerah untuk tahun anggaran serta strategi pencapaiannya;
d. Kebijakan belanja daerah yang mencerminkan program dan langkah kebijakan dalam upaya
peningkatan pembangunan daerah yang merupakan manifestasi dari sinkronisasi kebijakan
antara pemerintah daerah dan pemerintah serta strategi pencapaiannya;
e. Kebijakan pembiayaan yang menggambarkan sisi defisit dan surplus anggaran daerah
sebagai antisipasi terhadap kondisi pembiayaan daerah dalam rangka menyikapi tuntutan
pembangunan daerah serta strategi pencapaiannya. (Peraturan MenteriDalam
Negeri No 22 th 2011)

3.5. Penyusunan dan penetapan APBN DAN APBD

Ketentuan mengenai penyusunan dan penetapan APBN/APBD dalam undang-undang ini


meliputi penegasan tujuan dan fungsi penganggaran pemerintah,penegasan peran
"DPR/DPRD" dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan
anggaran,pengintegrasian sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran,
penyempurnaan klasifikasi anggaran,pengetuan anggaran,dan penggunaan kerangka
pengeluaran jangka menengah dalam penyusunan anggaran.Anggaran adalah alat
akuntabilitas,manajemen,dan kebijakan ekonomi! sebagai instrumen kebijakan ekonomi
anggaran berfungsi untuk mewujudkan pertumbuhan stabilitas perekonomian serta pemerataan
pendapatan dalam rangka mecapai tujuan bernegara. dalam upapa untuk meluruskan kembali
tujuan dan fungsi anggaran tersebut perlu dilakukan pengaturan se'ara jelas peran
"DPR/DPRD” dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran sebagai
penjabaran aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang dasar 1945.sehubungan
dengan itudalam undang-undang ini disebutkan bahwa belanja negara,belanja daerah diringi
sampai dengan unit organisasi fungsi program kegiatan, dan jenis belanja. Hal tersebut berarti
bahwa setiap pergeseran anggaran antar unit organisasi,antar kegiatan,dan antar jenis belanja
harus mendapat persetujuan "DPR/DPRD. Masalah lain yang tidak kalah pentingnya dalam
upaya memperbaiki prosespenganggaran di sektor publik adalah penerapan anggaran berbasis
prestasi kerja Mengingat bahwa sistem anggaran berbasis prestasi kerja hasil memerlukan
kriteria pengendalian kinerja dan evaluasi serta untuk menghindari duplikasi dalam
penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian negara lembaga perangkat daerah, perlu
dilakukan penyatuan sistem akuntabilitas kinerja dalam system penganggaran dengan
memperkenalkan sistem penyusunan ren'ana kerja dananggaran kementerian negara Lembaga
perangkat daerah. dengan penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian lembaga
perangkat daerah tersebut dapat terpenuhi sekaligus kebutuhan akan anggaran berbasis prestasi
kerja danpengukuran akuntabilitas kinerja kementerian Lembaga perangkat daerah yang
bersangkutan sejalan dengan upaya untuk menerapkan secara penuh anggaran berbasis
kinerjadi sektor public,perlu pula dilakukan perubahan klasifkasi anggaran agar sesuaidengan
klasifikasi yang digunakan se'ara internasional! perubahan dalam pengelompokan transaksi
pemerintah tersebut dimaksudkan untuk memudahkan pelaksanaan anggaran berbasis kinerja,
memberikan gambaran yang objekti dan proporsional mengenai kegiatan pemerintah, menjaga
konsistensi dengan standar akuntansi sektor publik,serta memudahkan penyajian dan
meningkatkan kredibilitas statistik keuangan pemerintah. selama ini anggaran belanja
pemerintah dikelompokkan atas anggaran belanja rutin dan anggaran belanja
pembangunan.pengelompokan dalam anggaran belanja rutin dan anggaran belanja
pembangunan yang semula bertujuan untuk memberikan penekanan pada arti pentingnya
pembangunan dalam pelaksanaann setelah menimbulkan peluang terjadinnya
duplikasi,penumpukan,dan penyimpangan anggaran sementara itu,penuangan rencana
pembangunan dalam suatu dokumen perencanaan nasional lima tahunan yang ditetapkan
dengan undang-undang dirasakan tidak realistis dan semakin tidak sesuai dengan dinamika
kebutuhan penyenggaraan pemerintahan dalam era globalisasi perkembangan dinamis dalam
penyelenggaraan pemerintahan membutuhkan sistem perencanaan sebagai berikut:
a. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah didanai dari dan
atas beban APBD.
b. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat di
daerah didanai dari dan atas beban APBN.
c. Penyelenggaraan urusan pemerintahan provinsi yang penugasannya dilimpahkan kepada
kabupaten/kota, didanai dari dan atas beban APBD provinsi.
d. Penyelenggaraan urusan pemerintahan kabupaten/kota yang penugasannya dilimpahkan

kepada desa, didanai dari dan atas beban APBD kabupaten/kota.


Seluruh penerimaan dan pengeluaran pemerintahan daerah baik dalam bentuk uang, barang
dan/atau jasa pada tahun anggaran yang berkenaan harus dianggarkan dalam APBD.
Penganggaran penerimaan dan pengeluaran APBD harus memiliki dasar hukum penganggaran.
Anggaran belanja daerah diprioritaskan untuk melaksanakan kewajiban pemerintahan daerah
sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
1. Rencana Kerja Pemerintahan Daerah
Penyusunan APBD berpedoman kepada Rencana Kerja Pemerintah Daerah. Karena itu
kegiatan pertama dalam penyusunan APBD adalah penyusunan Rencana Kerja Pemerintah
Daerah (RKPD). Pemerintah daerah menyusun RKPD yang merupakan penjabaran dari
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dengan menggunakan bahan dari
Renja SKPD untuk jangka waktu 1 (satu) tahun yang mengacu kepada Rencana Kerja
Pemerintah Pusat.
RKPD tersebut memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan dan
kewajiban daerah, rencana kerja yang terukur dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan
langsung oleh pemerintah, pemerintah daerah maupun ditempuh dengan mendorong partisipasi
masyarakat. Secara khusus, kewajiban daerah mempertimbangkan prestasi capaian standar
pelayanan minimal yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. RKPD
disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran,
pelaksanaan, dan pengawasan. Penyusunan RKPD diselesaikan paling lambat akhir bulan Mei
sebelum tahun anggaran berkenaan. RKPD ditetapkan dengan peraturan kepala daerah.

2.Kebijakan Umum APBD


Setelah Rencana Kerja Pemerintah Daerah ditetapkan, Pemerintah daerah perlu menyusun
Kebijakan Umum APBD (KUA) serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) yang
menjadi acuan bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam menyusun Rencana Kerja
dan Anggaran (RKA) SKPD.
Kepala daerah menyusun rancangan KUA berdasarkan RKPD dan pedoman penyusunan
APBD yang ditetapkan Menteri Dalam Negeri setiap tahun. Pedoman penyusunan APBD yang
ditetapkan Menteri Dalam Negeri tersebut memuat antara lain:
a. pokok-pokok kebijakan yang memuat sinkronisasi kebijakan pemerintah dengan pemerintah
daerah;
b. prinsip dan kebijakan penyusunan APBD tahun anggaran berkenaan;
c. teknis penyusunan APBD; dan
d. hal-hal khusus lainnya.

Rancangan KUA memuat target pencapaian kinerja yang terukur dari program-program yang
akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah untuk setiap urusan pemerintahan daerah yang
disertai dengan proyeksi pendapatan daerah, alokasi belanja daerah, sumber dan penggunaan
pembiayaan yang disertai dengan asumsi yang mendasarinya. Program-program diselaraskan
dengan prioritas pembangunan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. Sedangkan asumsi yang
mendasari adalah pertimbangan atas perkembangan ekonomi makro dan perubahan pokok-
pokok kebijakan fiskal yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Dalam menyusun rancangan KUA, kepala daerah dibantu oleh Tim Anggaran Pemerintah
Daerah (TAPD) yang dipimpin oleh sekretaris daerah. Rancangan KUA yang telah disusun,
disampaikan oleh sekretaris daerah selaku koordinator pengelola keuangan daerah kepada
kepala daerah, paling lambat pada awal bulan Juni.
Rancangan KUA disampaikan kepala daerah kepada DPRD paling lambat pertengahan bulan
Juni tahun anggaran berjalan untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun
anggaran berikutnya. Pembahasan dilakukan oleh TAPD bersama panitia anggaran DPRD.
Rancangan KUA yang telah dibahas selanjutnya disepakati menjadi KUA paling lambat
minggu pertama bulan Juli tahun anggaran berjalan.

3. Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara


Selanjutnya berdasarkan KUA yang telah disepakati, pemerintah daerah menyusun rancangan
Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS). Rancangan PPAS tersebut disusun dengan
tahapan sebagai berikut :
a. menentukan skala prioritas untuk urusan wajib dan urusan pilihan;
b. menentukan urutan program untuk masing-masing urusan; dan
c. menyusun plafon anggaran sementara untuk masing-masing program.
Kepala daerah menyampaikan rancangan PPAS yang telah disusun kepada DPRD untuk
dibahas paling lambat minggu kedua bulan Juli tahun anggaran berjalan. Pembahasan
dilakukan oleh TAPD bersama panitia anggaran DPRD. Rancangan PPAS yang telah dibahas
selanjutnya disepakati menjadi PPAS paling lambat akhir bulan Juli tahun anggaran berjalan.
KUA serta PPAS yang telah disepakati, masing-masing dituangkan ke dalam nota kesepakatan
yang ditandatangani bersama antara kepala daerah dengan pimpinan DPRD. Dalam hal kepala
daerah berhalangan, yang bersangkutan dapat menunjuk pejabat yang diberi wewenang untuk
menandatangani nota kepakatan KUA dan PPAS. Dalam hal kepala daerah berhalangan tetap,
penandatanganan nota kepakatan KUA dan PPAS dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk oleh
pejabat yang berwenang.
4. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD
Berdasarkan nota kesepakatan yang berisi KUA dan PPAS, TAPD menyiapkan rancangan
surat edaran kepala daerah tentang pedoman penyusunan RKA SKPD sebagai acuan kepala
SKPD dalam menyusun RKA-SKPD. Rancangan surat edaran kepala daerah tentang pedoman
penyusunan RKA-SKPD mencakup:
a. PPAS yang dialokasikan untuk setiap program SKPD berikut rencana pendapatan dan
pembiayaan;
b. sinkronisasi program dan kegiatan antar SKPD dengan kinerja SKPD berkenaan sesuai
dengan standar pelayanan minimal yang ditetapkan;
c. batas waktu penyampaian RKA-SKPD kepada PPKD;
d. hal-hal lainnya yang perlu mendapatkan perhatian dari SKPD terkait dengan prinsip-prinsip
peningkatan efisiensi, efektifitas, tranparansi dan akuntabilitas penyusunan anggaran dalam
rangka pencapaian prestasi kerja; dan
e. dokumen sebagai lampiran meliputi KUA, PPA, kode rekening APBD, format RKASKPD,
analisis standar belanja dan standar satuan harga.
Surat edaran kepala daerah perihal pedoman penyusunan RKA¬SKPD diterbitkan paling
lambat awal bulan Agustus tahun anggaran berjalan. Berdasarkan pedoman penyusunan RKA-
SKPD, kepala SKPD menyusun RKA-SKPD.
RKA-SKPD disusun dengan menggunakan pendekatan kerangka pengeluaran jangka
menengah daerah, penganggaran terpadu dan penganggaran berdasarkan prestasi kerja.
Pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah daerah dilaksanakan dengan menyusun
prakiraan maju. Prakiraan maju tersebut berisi perkiraan kebutuhan anggaran untuk program
dan kegiatan yang direncanakan dalam tahun anggaran berikutnya dari tahun anggaran yang
direncanakan.
Pendekatan penganggaran terpadu dilakukan dengan memadukan seluruh proses perencanaan
dan penganggaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan di lingkungan SKPD untuk
menghasilkan dokumen rencana kerja dan anggaran.
Pendekatan penganggaran berdasarkan prestasi kerja dilakukan dengan memperhatikan
keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran yang diharapkan dari kegiatan dan hasil serta
manfaat yang diharapkan termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran tersebut.
RKA-SKPD memuat rencana pendapatan, rencana belanja untuk masing-masing program dan
kegiatan, serta rencana pembiayaan untuk tahun yang direncanakan dirinci sampai dengan
rincian objek pendapatan, belanja, dan pembiayaan serta prakiraan maju untuk tahun
berikutnya. RKA-SKPD juga memuat informasi tentang urusan pemerintahan daerah,
organisasi, standar biaya, prestasi kerja yang akan dicapai dari program dan kegiatan.RKA-
SKPD yang telah disusun oleh SKPD disampaikan kepada PPKD untuk dibahas lebih lanjut
oleh TAPD.
5. Penyiapan Raperda APBD
Selanjutnya, berdasarkan RKA-SKPD yang telah disusun oleh SKPD dilakukan pembahasan
penyusunan Raperda oleh TAPD. Pembahasan oleh TAPD dilakukan untuk menelaah
kesesuaian antara RKA-SKPD dengan KUA, PPA, prakiraan maju yang telah disetujui tahun
anggaran sebelumnya, dan dokumen perencanaan lainnya, serta capaian kinerja, indikator
kinerja, kelompok sasaran kegiatan, standar analisis belanja, standar satuan harga, standar
pelayanan minimal, serta sinkronisasi program dan kegiatan antar SKPD.
Dalam hal hasil pembahasan RKA-SKPD terdapat ketidaksesuaian, kepala SKPD melakukan
penyempurnaan. RKA-SKPD yang telah disempurnakan oleh kepala SKPD disampaikan
kepada PPKD sebagai bahan penyusunan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan
rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD. Rancangan peraturan daerah
tentang APBD dilengkapi dengan lampiran yang terdiri dari:
a. ringkasan APBD;
b. ringkasan APBD menurut urusan pemerintahan daerah dan organisasi;
c. rincian APBD menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, pendapatan, belanja dan
pembiayaan;
d. rekapitulasi belanja menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, program dan kegiatan;
e. rekapitulasi belanja daerah untuk keselarasan dan keterpaduan urusan pemerintahan daerah
dan fungsi dalam kerangka pengelolaan keuangan negara;
f. daftar jumlah pegawai per golongan dan per jabatan;
g.daftar piutang daerah;
h.daftar penyertaan modal (investasi) daerah;
i. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset tetap daerah;
j. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset lain-lain;
k.daftar kegiatan-kegiatan tahun anggaran sebelumnya yang belum diselesaikan dan
dianggarkan kembali dalam tahun anggaran ini;
l. daftar dana cadangan daerah; dan
m. daftar pinjaman daerah.
Bersamaan dengan penyusunan rancangan Perda APBD, disusun rancangan peraturan kepala
daerah tentang penjabaran APBD. Rancangan peraturan kepala daerah tersebut dilengkapi
dengan lampiran yang terdiri dari:
a. ringkasan penjabaran APBD;
b. penjabaran APBD menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, program, kegiatan,
kelompok, jenis, obyek, rincian obyek pendapatan, belanja dan pembiayaan.
Rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD wajib memuat penjelasan
sebagai berikut:
a. untuk pendapatan mencakup dasar hukum, target/volume yang direncanakan, tarif
pungutan/harga;
b. untuk belanja mencakup dasar hukum, satuan volume/tolok ukur, harga satuan, lokasi
kegiatan dan sumber pendanaan kegiatan;
c. untuk pembiayaan mencakup dasar hukum, sasaran, sumber penerimaan pembiayaan dan
tujuan pengeluaran pembiayaan.
Rancangan peraturan daerah tentang APBD yang telah disusun oleh PPKD disampaikan
kepada kepala daerah. Selanjutnya rancangan peraturan daerah tentang APBD sebelum
disampaikan kepada DPRD disosialisasikan kepada masyarakat. Sosialisasi rancangan
peraturan daerah tentang APBD tersebut bersifat memberikan informasi mengenai hak dan
kewajiban pemerintah daerah serta masyarakat dalam pelaksanaan APBD tahun anggaran yang
direncanakan. Penyebarluasan rancangan peraturan daerah tentang APBD dilaksanakan oleh
sekretaris daerah selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah.
6. Penyampaian dan Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD
Kepala daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang APBD beserta lampirannya
kepada DPRD paling lambat pada minggu pertama bulan Oktober tahun anggaran sebelumnya
dari tahun yang direncanakan untuk mendapatkan persetujuan bersama. Pengambilan
keputusan bersama DPRD dan kepala daerah terhadap rancangan peraturan daerah tentang
APBD dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan
dilaksanakan.
Penyampaian rancangan peraturan daerah tersebut disertai dengan nota keuangan. Penetapan
agenda pembahasan rancangan peraturan daerah tentang APBD untuk mendapatkan
persetujuan bersama, disesuaikan dengan tata tertib DPRD masing-masing daerah.
Pembahasan rancangan peraturan daerah tersebut berpedoman pada KUA, serta PPA yang
telah disepakati bersama antara pemerintah daerah dan DPRD. Dalam hal DPRD memerlukan
tambahan penjelasan terkait dengan pembahasan program dan kegiatan tertentu, dapat meminta
RKA-SKPD berkenaan kepada kepala daerah.
Apabila DPRD sampai batas waktu 1 bulan sebelum tahun anggaran berkenaan, tidak
menetapkan persetujuan bersama dengan kepala daerah terhadap rancangan peraturan daerah
tentang APBD, maka kepala daerah melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar
angka APBD tahun anggaran sebelumnya untuk membiayai keperluan setiap bulan.
Pengeluaran setinggi-tingginya untuk keperluan setiap bulan tersebut, diprioritaskan untuk
belanja yang bersifat mengikat dan belanja yang bersifat wajib. Belanja yang bersifat mengikat
merupakan belanja yang dibutuhkan secara terus menerus dan harus dialokasikan oleh
pemerintah daerah dengan jumlah yang cukup untuk keperluan setiap bulan dalam tahun
anggaran yang bersangkutan, seperti belanja pegawai, belanja barang dan jasa. Sedangkan
Belanja yang bersifat wajib adalah belanja untuk terjaminnya kelangsungan pemenuhan
pendanaan pelayanan dasar masyarakat antara lain pendidikan dan kesehatan dan/atau
melaksanakan kewajiban kepada pihak ketiga.
Rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD dapat dilaksanakan setelah memperoleh
pengesahan dari gubernur bagi kabupaten/kota. Sedangkan pengesahan rancangan peraturan
kepala daerah tentang APBD ditetapkan dengan keputusan gubernur bagi kabupaten/kota.

7.Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan Rancangan Peraturan Kepala
Daerah tentang Penjabaran APBD
Rancangan peraturan daerah Kabupaten/Kota tentang APBD yang telah disetujui bersama
DPRD dan rancangan peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD sebelum
ditetapkan oleh Bupati paling lama 3 (tiga) hari kerja disampaikan terlebih dahulu kepada
Gubernur untuk dievaluasi. Penyampaian rancangan disertai dengan:
a. Persetujuan bersama antara pemerintah daerah dan DPRD terhadap rancangan peraturan
daerah tentang APBD;
b. KUA dan PPA yang disepakati antara kepala daerah dan pimpinan DPRD;
c. Risalah sidang jalannya pembahasan terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD;
dan
d. Nota keuangan dan pidato kepala daerah perihal penyampaian pengantar nota keuangan pada
sidang DPRD.
Evaluasi bertujuan untuk tercapainya keserasian antara kebijakan daerah dan kebijakan
nasional, keserasian antara kepentingan publik dan kepentingan aparatur serta untuk meneliti
sejauh mana APBD Kabupaten/Kota tidak bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan
yang lebih tinggi dan/atau peraturan daerah lainnya yang ditetapkan oleh Kabupaten/Kota
bersangkutan. Untuk efektivitas pelaksanaan evaluasi, Gubernur dapat mengundang pejabat
pemerintah daerah Kabupaten/Kota yang terkait.
Hasil evaluasi dituangkan dalam keputusan Gubernur dan disampaikan kepada
Bupati/Walikota paling lama 15 (lima betas) hari kerja terhitung sejak diterimanya rancangan
dimaksud. Apabila Gubernur menyatakan hasil evaluasi atas rancangan peraturan daerah
tentang APBD dan rancangan peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD sudah
sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi,
Bupati/Walikota menetapkan rancangan dimaksud menjadi peraturan daerah dan peraturan
Bupati/Walikota.
Keputusan pimpinan DPRD bersifat final dan dilaporkan pada sidang paripurna berikutnya.
Sidang paripurna berikutnya yakni setelah sidang paripurna pengambilan keputusan bersama
terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD.

8. Penetapan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan Peraturan Kepala Daerah
tentang Penjabaran APBD
Rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan kepala daerah tentang
penjabaran APBD yang telah dievaluasi ditetapkan oleh kepala daerah menjadi peraturan
daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD. Penetapan
rancangan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran
APBD tersebut dilakukan paling lambat tanggal 31 Desember tahun anggaran sebelumnya.
Dalam hal kepala daerah berhalangan tetap, maka pejabat yang ditunjuk dan ditetapkan oleh
pejabat yang berwenang selaku penjabat/pelaksana tugas kepala daerah yang menetapkan
peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD.
Kepala daerah menyampaikan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah
tentang penjabaran APBD kepada gubernur bagi kabupaten/kota paling lama 7 (tujuh) hari
kerja setelah ditetapkan.

9. Perubahan APBD
Penyesuaian APBD dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan, dibahas bersama
DPRD dengan pemerintah daerah dalam rangka penyusunan prakiraan perubahan atas APBD
tahun anggaran yang bersangkutan, apabila terjadi:
a. perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi KUA;
b. keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar
kegiatan, dan antar jenis belanja;
c. keadaan yang menyebabkan saldo anggaran Iebih tahun sebelumnya harus digunakan dalam
tahun berjalan;
d. keadaan darurat; dan
e. keadaan luar biasa.
3.6. Penetapan Anggaran Daerah (APBD)
Penetapan anggaran merupakan tahapan yang dimulai ketika pihak eksekutif menyerahkan
usulan anggaran kepada pihak legislatif, selanjutnya DPRD akan melakukan pembahasan
untuk beberapa waktu. Selama masa pembahasan akan terjadi diskusi antara pihak Panitia
Anggaran Legislatif dengan Tim Anggaran Eksekutif dimana pada kesempatan ini pihak
legislatif berkesempatan untuk menanyakan dasar-dasar kebijakan eksekutif dalam membahas
usulan anggaran tersebut.
Penetapan APBD dilaksanakan dengan melalui tiga tahap sebagai berikut:
1. Penyampaian dan Pembahasan Raperda tentang APBD
Menurut ketentuan dari Pasal 104 Permendagri No. 13 Tahun 2006, Raperda beserta lampiran-
lampirannya yang telah disusun dan disosialisasikan kepada masyarakat untuk selanjutnya
disampaikan oleh kepala daerah kepada DPRD paling lambat pada minggu pertama bulan
Oktober tahun anggaran sebelumnya dari tahun anggaran yang direncanakan untuk
mendapatkan persetujuan bersama. Pengambilan keputusan bersama ini harus sudah terlaksana
paling lama 1 (satu) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dimulai. Atas dasar
persetujuan bersama tersebut, kepala daerah menyiapkan rancangan peraturan kepala daerah
tentang APBD yang harus disertai dengan nota keuangan. Raperda APBD tersebut antara lain
memuat rencana pengeluaran yang telah disepakati bersama. Raperda APBD ini baru dapat
dilaksanakan oleh pemerintahan kabupaten/kota setelah
mendapat pengesahan dari Gubernur terkait.

2. Evaluasi Raperda tentang APBD dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang
Penjabaran APBD
Raperda APBD pemerintahan kabupaten/kota yang telah disetujui dan rancangan Peraturan
Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh Bupati.Walikota harus
disampaikan kepada Gubernur untuk di-evaluasi dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja.
Evaluasi ini bertujuan demi tercapainya keserasian antara kebijakan daerah dan kebijakan
nasional, keserasian antara kepentingan publik dan kepentingan aparatur, serta untuk meneliti
sejauh mana APBD kabupaten/kota tidak bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan
yang lebih tinggi dan/atau peraturan daerah lainnya. Hasil evaluasi ini sudah harus dituangkan
dalam keputusan gubernur dan disampaikan kepada bupati/walikota paling lama 15 (lima
belas) hari kerja terhitung sejak diterimanaya Raperda APBD tersebut.

3. Penetapan Perda tentang APBD dan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD
Tahapan terakhir inidilaksanakan paling lambat tanggal 31 Desember tahun anggaran
sebelumnya. Setelah itu Perda dan Peraturan Kepala Daerah tentang penjabaran APBD ini
disampaikan oleh Bupati/Walikota kepada Gubernur terkait paling lama 7 (tujuh) hari kerja
setelah tanggal ditetapkan.
Peraturan Yang Mengatur Tentang Penetapan APBD
Prosedur tentang penetapan APBD diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara (UU 17/2003) dan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005
tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (PP 58/2005) sebagai berikut:
1. APBD merupakan wujud pengelolaan keuangan daerah yang ditetapkan setiap tahun dengan
Peraturan Daerah (Pasal 16 (1) UU 17/2003).

2. Tahun anggaran APBD meliputi masa 1 (satu) tahun mulai tanggal 1 Januari sampai dengan
31 Desember. (Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah (PP 58/2005)

3. Tahun anggaran APBD meliputi masa 1 (satu) tahun mulai tanggal 1 Januari sampai dengan
31 Desember (Pasal 19 PP 58/2005).

4. Kepala daerah menyampaikan rancangan kebijakan umum APBD tahun anggaran


berikutnya sebagai landasan penyusunan RAPBD kepada DPRD selambat-lambatnya
pertengahan bulan Juni tahun anggaran berjalan. Rancangan kebijakan umum APBD yang
telah dibahas kepala daerah bersama DPRD dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD
selanjutnya disepakati menjadi Kebijakan Umum APBD (Pasal 34 ayat (2) dan (3) PP
58/2005).

5. Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati, pemerintah daerah dan DPRD
membahas rancangan prioritas dan plafon anggaran sementara paling lambat minggu kedua
bulan Juli tahun anggaran sebelumnya (Pasal 35 ayat (1) dan (2) PP 58/2005).

6. Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD, disertai


penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD pada minggu pertama bulan
Oktober tahun sebelumnya (Pasal 20 (1) UU 17/2003 dan Pasal 43 PP 58/2005).

7. Pengambilan keputusan oleh DPRD mengenai Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD
dilakukan selambat-lambatnya satu bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan
dilaksanakan (Pasal 20 (4) UU 17/2003 dan Pasal 45 PP 58/2005).

8. Apabila DPRD tidak menyetujui Rancangan Perda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
untuk membiayai keperluan setiap bulan Pemerintah Daerah dapat melaksanakan pengeluaran
setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya (Pasal 20 (6) UU 17/2003
dan Pasal 46 PP 58/2005).
BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan

Karakteristik pengelolaan keuangan negara dan daerah mengharuskan untuk taat terhadap
peraturan perundang-undangan. Seperangkat peraturan perundang-undangan sebagai produk
dari eksekutif bersama legislatif telah dihasilkan untuk mengatur (manajemen) keuangan
daerah,dari perencanaan,pengorganisasian,menggerakkan dan pengawasan. Namun dalam
pelaksanaannya masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan. Akar permasalahan
pengelolaan keuangan negara dan daerah terletak pada komitmen pemimpin dan pengambil
kebijakan untuk melaksanakan aturan perundang-undangan secara konsisten.
Motif-motif ekonomi dan politisdalam melaksanakan pengelolaan keuangan negara dan daerah
masih menjadi main setaparatur eksekutif dan legislatif. Motif-motif tersebut harus di geser
kepada motif - motif yang memperhatikan standar-standar etika hakiki. Budaya sekulerisme
menjadi virus penyakit mewabah yang memisahkan berbagai aspek kehidupan dengan standar
etika hakiki. Menjadi hal yang aneh dan tabu jika bicara mengenai standar etika hakiki yang
identik dengan kebenaran dan keadilan. Ini sebagai bukti lunturnya karakter bangsa yang
seharusnya menjadi perhatian serius oleh pengambil kebijakan.

Saran
Kepada aparatur pengelola keuangan, khususnya PPK-SKPD sebagai penanggung jawab
langsung pelaporan keuangan SKPD disarankan untuk lebih memperhatikan perubahan
peraturan perudang-undangan terkait SAP. Selanjutnya diharapkan agar memiliki perhatian
yang lebih terhadap sosialisasi dan pelatihan yang diadakan terkait perubahan SAP sehingga
tidak hanya mengandalkan kemampuan staf.
DAFTAR PUSTAKA

Bird, R.M. dan Vailancourt, F. 2000. Fiscal Decentralization in Developing Countries.


Cambridge University Press. PT. Gramedia Pustaka Utama (penterjemah). 2000.
Desentralisasi Fiskal di Negara-Negara Berkembang. Cetakan Pertama. PT. Sun.
Jakarta.

Fachturahman Nur, Turiman, 2009.13 Masalah Keuangan Negara dan


Daerah,http://rajawaligarudapancasila.blogspot.com , Di akses 13 Juli 2012 Mardiasmo,
2002.Akuntansi Sektor Publik, Andi Yogyakarta

Renyowijoyo, Muindro, 2008. Akuntansi Sektor Publik Organisasi Non Laba, Mitra Wacana
Media JakartaRepublik Indonesia. 2004. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah.

1999. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.

1999. Undang-Undang Nomor 25 1999 tentang Pemerintah Daerah.

2004. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara


Pemerintah Daerah dan Pusat.

2004.Undang-Undang No. 1Tahun 2004 tentang Perbendaharaan


Negara.

2003 Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

Anda mungkin juga menyukai