Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

Tentang

Keuangan Negara
Disusun Oleh :

ANOS YEREMIAS
NIM : 1369420008

PASCASARJANA
UNIVERSITAS PATTIMURA
PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI
ANGKATAN 2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan  banyak nikmatnya kepada penulis sehingga atas berkat dan rahmat
serta karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan tugas makalah  yang berjudul
“KEUANGAN NEGARA” ini sesuai dengan waktu yang penulis rencanakan.
Terima kasih penulis sampaikan juga kepada dosen mata kuliah Ekonomi
Publik, Dr. Maryam Sangadji, SE. ME, yang telah memberikan kesempatan bagi
penulis untuk mengerjakan tugas ini, sehingga penulis menjadi lebih mengerti dan
memahami tentang Keuangan Negara, tak lupa penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada seluruh pihak yang baik secara langsung maupun tidak langsung telah
membantu dalam upaya penyelesaian makalah ini baik mendukung secara moril
maupun materil.
Ibarat pepatah “Tak Ada Gading Yang Tak Retak”, maka begitu pulalah dengan
halnya makalah ini, walaupun penulis telah berusaha semaksimal mungkin, akan
tetapi penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kesalahan, kekurangan dan
kehilapan dalam penulisan makalah ini. Untuk itu, saran dan kritik tetap penulis
harapkan demi perbaikan makalah ini kedepan. Akhir kata penulis berharap
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Terima Kasih.

Ambon, 22 Oktober 2021


Penulis

Anos Yeremian

2
Daftar Isi HALAMAN

Cover…………………………………………………………………………………………………………
Kata Pengantar…………………………………………………………………………………………
Daftar Isi……………………………………………………………………………………………………
PENDAHULUAN…………………………………………………………………………………………
Latar Belakang…………………………………………………………………………………………
Rumusan Masalah………………………………………………………………………………………
PEMBAHASAN……………………………………………………………………………………………
Definisi Keuangan Negara……………………………………………………………………….
Ruang Lingkup Keuangan Negara………………………………………………………………
Asas-Asas Pengelolaan Keuangan……………………………………………………………
Kekuasaan Atas Pengelolaan Keuangan……………………………………………………
Penerimaan Negara………………………………………………………………………………….
Pengeluaran Negara………………………………………………………………………………….
Siklus Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara……………………………………
Kebijakan Fiskal, Kebijakan Moneter, dan Kebijakan BF dan BM…………
PENUTUP……………………………………………………………………………………………………
Kesimpulan………………………………………………………………………………………………
Daftar Pustaka………………………………………………………………………………………….

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Definisi keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat
dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang
yang dapat dijadikan milik Negara berhubung dengan kegiatan pelaksanaan hak
dan kewajiban tersebut. Keuangan negara yang dimaksud adalah seluruh kekayaan

3
negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan,
termasuk didalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban
yang timbul, karena berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggung
jawaban pejabat lembaga Negara, baik ditingkat pusat maupun di daerah. Serta
berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggung jawaban Badan Usaha
Milik Negara (BUMN)/Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), yayasan, badan hukum dan
perusahaan yang menyertakan modal negara, atau perusahaan yang menyertakan
modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan Negara RI.
2. Rumusan Masalah
a) Apa pengertian dari definisi keuangan negara ?
b) Apa saja asas-asas umum dalam pengelolaan keuangan negara?
c) Apa yang dimaksud dengan penerimaan negara serta poin-poinnya ?
d) Apa yang dimaksud dengan pengeluaraan negara serta poin-poinnya ?
e) Bagaimana siklus anggaran pendapatan dan belanja negara ?
f) Kebijakan apa saja yang digunakan dalam pengelolaan keuangan negara ?

BAB II
KERANGKA TEORI

2.1. PENGERTIAN KEUANGAN NEGARA


UU 17 tahun 2003 mengatakan bahwa di dalam Pasal 2 Undang-Undang
tentang Keuangan Negara diatur bahwa ruang lingkup keuangan negara yaitu: hak

4
negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, serta
melakukan pinjaman; kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan
umum, pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga; penerimaan
negara; pengeluaran negara; penerimaan daerah; pengeluaran daerah; kekayaan
negara atau kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa
uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai
dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara atau
perusahaan daerah; kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam
rangka penyelenggaran tugas pemerintahan dan kepentingan umum; dan kekayaan
pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan
pemerintah.
Keuangan Negara dinyatakan bahwa pendekatan yang digunakan dalam
merumuskan Keuangan Negara adalah dari sisi objek, subjek, proses, dan tujuan.
Dari sisi obyek yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi semua hak dan
kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan
kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang
dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun berupa barang yang
dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban
tersebut. Dari sisi subyek yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi seluruh
obyek sebagaimana tersebut di atas yang dimiliki negara, dan/atau dikuasai oleh
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Perusahaan Negara/Daerah, dan badan lain
yang ada kaitannya dengan keuangan negara. Dari sisi proses, Keuangan Negara
mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan obyek
sebagaimana tersebut di atas mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan
keputusan sampai dengan pertanggung jawaban. Dari sisi tujuan, Keuangan Negara
meliputi seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan
pemilikan dan penguasaan obyek sebagaimana tersebut di atas dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan negara.
Berdasarkan pengertian keuangan negara dengan pendekatan objek, terlihat
bahwa hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang diperluas
cakupannya, yaitu termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter
dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan (non-moneter). Pada dasarnya,
pemerintahan negara melibatkan usaha-usaha yang disebut sebagai pengelolaan

5
keuangan negara. Pengelolaan keuangan negara dapat dipahami sebagai
keseluruhan kegiatan pejabat pengelola keuangan negara sesuai dengan kedudukan
dan kewenangannya yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan
pertanggung jawaban yang secara eksplisit disebut sebagai ruang lingkup
pengelolaan keuangan Negara. Ruang lingkup keuangan negara meliputi:
a. Hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan
melakukan pinjaman;
b. Kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan
negara dan membayar tagihan pihak ketiga;
c. Penerimaan negara;
d. Pengeluaran negara;
e. Penerimaan daerah;
f. Pengeluaran daerah;
g. Kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain
berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat
dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan
negara/perusahaan daerah;
h. Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka
penyelenggaraan tugas pemerintahan dan kepentingan umum;
i. Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang
diberikan pemerintah;
Kekayaan pihak lain sebagaimana dimaksud meliputi kekayaan yang dikelola
oleh orang atau badan lain berdasarkan kebijakan pemerintah, yayasan-yayasan di
lingkungan Kementerian Negara/Lembaga, atau Perusahaan Negara/Daerah. Dalam
rangka mendukung terwujudnya good governance dalam penyelenggaraan negara,
pengelolaan keuangan negara perlu diselenggarakan secara profesional, terbuka,
dan bertanggung jawab sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Aturan pokok
Keuangan Negara telah dijabarkan ke dalam asas-asas umum, yang meliputi baik
asas-asas yang telah lama dikenal dalam pengelolaan keuangan negara, seperti
asas tahunan, asas universalitas, asas kesatuan, dan asas spesialitas maupun asas-
asas baru sebagai pencerminan penerapan kaidah-kaidah yang baik (best practices)

6
dalam pengelolaan keuangan negara. Penjelasan dari masing-masing asas tersebut
adalah sebagai berikut :
a. Asas Tahunan, memberikan persyaratan bahwa anggaran Negara dibuat
secara tahunan yang harus mendapat persetujuan dari badan legislatif
(DPR).
b. Asas Universalitas (kelengkapan), memberikan batasan bahwa tidak
diperkenankan terjadinya percampuran antara penerimaan negara dengan
pengeluaran negara.
c. Asas Kesatuan, mempertahankan hak budget dari dewan secara lengkap,
berarti semua pengeluaran harus tercantum dalam anggaran. Oleh karena
itu, anggaran merupakan anggaran bruto, dimana yang dibukukan dalam
anggaran adalah jumlah brutonya.
d. Asas Spesialitas mensyaratkan bahwa jenis pengeluaran dimuat dalam
mata anggaran tertentu/tersendiri dan diselenggarakan secara konsisten
baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Secara kuantitatif artinya
jumlah yang telah ditetapkan dalam mata anggaran tertentu merupakan
batas tertinggi dan tidak boleh dilampaui. Secara kualitatif berarti
penggunaan anggaran hanya dibenarkan untuk mata anggaran yang telah
ditentukan.
e. Asas Akuntabilitas berorientasi pada hasil, mengandung makna bahwa
setiap pengguna anggaran wajib menjawab dan menerangkan kinerja
organisasi atas keberhasilan atau kegagalan suatu program yang menjadi
tanggung jawabnya.
f. Asas Profesionalitas mengharuskan pengelolaan keuangan negara ditangani
oleh tenaga yang profesional.
g. Asas Proporsionalitas; pengalokasian anggaran dilaksanakan secara
proporsional pada fungsi-fungsi kementerian/lembaga sesuai dengan
tingkat prioritas dan tujuan yang ingin dicapai.
h. Asas Keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara, mewajibkan
adanya keterbukaan dalam pembahasan, penetapan, dan perhitungan
anggaran serta atas hasil pengawasan oleh lembaga audit yang
independen.

7
i. Asas Pemeriksaan Keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri,
memberi kewenangan lebih besar pada Badan Pemeriksa Keuangan untuk
melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara secara
objektif dan independen. 

2.2. Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara


Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan
keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Kekuasaan tersebut
meliputi kewenangan yang bersifat umum dan kewenangan yang bersifat khusus.
Untuk membantu Presiden dalam penyelenggaraan kekuasaan dimaksud, sebagian
dari kekuasaan tersebut dikuasakan kepada Menteri Keuangan selaku Pengelola
Fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan,
serta kepada Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna
Barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya. Menteri Keuangan sebagai
pembantu Presiden dalam bidang keuangan pada hakekatnya adalah Chief
Financial Officer (CFO) Pemerintah Republik Indonesia, sementara setiap
menteri/pimpinan lembaga pada hakekatnya adalah Chief Operational Officer
(COO) untuk suatu bidang tertentu pemerintahan. Prinsip ini perlu dilaksanakan
secara konsisten agar terdapat kejelasan dalam pembagian wewenang dan
tanggung jawab, terlaksananya mekanisme checks and balances serta untuk
mendorong upaya peningkatan profesionalisme dalam penyelenggaraan tugas
pemerintahan.
Sub bidang pengelolaan fiskal meliputi fungsi-fungsi pengelolaan kebijakan
fiskal dan kerangka ekonomi makro, penganggaran, administrasi perpajakan,
administrasi kepabeanan, perbendaharaan, dan pengawasan keuangan.
Sesuai dengan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan
negara sebagian kekuasaan Presiden tersebut diserahkan kepada
Gubernur/Bupati/Walikota selaku pengelola keuangan daerah. Demikian pula
untuk mencapai kestabilan nilai rupiah tugas menetapkan dan melaksanakan
kebijakan moneter serta mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran
dilakukan oleh bank sentral.
Ada beberapa masalah yang secara realita masih dihadapi dalam pengelolaan
keuangan negara saat ini,  yaitu :

8
Pertama, rendahnya efektivitas dan efisiensi penggunaan keuangan
pemerintah akibat maraknya irasionalitas pembiayaan kegiatan negara. Kondisi ini
disertai oleh rendahnya akuntabilitas para pejabat pemerintah dalam mengelola
keuangan publik. Karenanya, muncul tuntutan yang meluas untuk menerapkan
sistem anggaran berbasis kinerja.
Kedua, kurang adanya skala prioritas yang terumuskan secara tegas dalam
proses pengelolaan keuangan negara yang menimbulkan pemborosan sumber daya
publik. Selama ini, hampir tidak ada upaya untuk menetapkan skala prioritas
anggaran di mana ada keterpaduan antara rencana kegiatan dengan kapasitas
sumber daya yang dimiliki. Juga harus dilakukan analisis biaya-manfaat (cost and
benefit analysis) sehingga kegiatan yang dijalankan tidak saja sesuai dengan skala
prioritas tetapi juga mendatangkan tingkat keuntungan atau manfaat tertentu bagi
publik.
Ketiga yang menuntut dilakukannya reformasi manajemen keuangan
pemerintah adalah terjadinya begitu banyak kebocoran dan penyimpangan,
misalnya sebagai akibat adanya praktek Kolusi Korupsi dan Nepotisme.
Keempat adalah rendahnya profesionalisme aparat pemerintah dalam
mengelola anggaran publik. Inilah merupakan sindrom klasik yang senantiasa
menggerogoti negara-negara yang ditandai oleh superioritas pemerintah. Dinamika
pemerintah, termasuk pengelolaan keuangan di dalamnya, tidak dikelola secara
profesional sebagaimana dijumpai dalam manajemen sektor swasta. Jarang
ditemukan ada manajer yang profesional dalam sektor publik. Bahkan terdapat
negasi yang tegas untuk memasukkan kerangka kerja sektor swasta ke dalam sektor
publik di mana nilai-nilai akuntabilitas, profesionalisme, transparansi, dan
economic of scale menjadi kerangka kerja utamanya.
2.3. PENERIMAAN NEGARA
Penerimaan negara merupakan pemasukan yang diperoleh egara untuk
membiayai dan menjalankan setiap program-program pemerintahan, sedangkan
sumber-sumber penerimaan egara berasal dari berbagai egara, dimana semua hasil
penerimaan tersebut akan digunakan untuk membiayai pembangunan dan
meningkatkan kesejahtraan seluruh rakyat Indonesia. Pengelompokan sumber-
sumber penerimaan egara menurut Pasal 33 UUD 1945 yang mengatur bahwa bumi,
air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh egara dan

9
dipergunakan untuk kemakmuran rakyat yang sebesar-besarnya. Selanjutnya Pasal
1 Ayat (2) Undang-Undang Pokok Agraria menegaskan bahwa bumi, air, dan ruang
angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dalam wilayah
Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa. Bumi, air, dan ruang
angkasa milik bangsa Indonesia merupakan kekayaan nasional.
Yang termasuk pengertian menguasai adalah mengatur dan menyelenggarakan
peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaannya, menentukan dan
mengatur yang dapat dimiliki atas bagian dari bumi, air, dan ruang angkasa, serta
mengatur hubungan egar antara subjek egar dan pembuatan-pembuatan egar
mengenai bumi, air, dan ruang angkasa. Negara hanya menguasai bumi, air, dan
ruang angkasa. Sehingga, dapat dipahami bahwa egara tidak dapat menjual tanah
kepada pihak swasta. Contoh penerimaan egara dari kekayaan alam adalah minyak
dan gas bumi.
Salah satu unsur APBN adalah anggaran pendapatan negara dan hibah yang
diperoleh dari :
2.3.1. Penerimaan perpajakan
Pendapatan Pajak Dalam Negeri :
a. pendapatan pajak penghasilan (PPh)
b. pendapatan pajak pertambahan nilai dan jasa dan pajak penjualan atas
barang mewah
c. pendapatan pajak bumi dan bangunan
d. pendapatan cukai
e. pendapatan pajak lainnya
f. Pendapatan Pajak Internasional
g. pendapatan bea masuk dan pendapatan bea keluar.

2. 3.2. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)


- Penerimaan sumber daya alam :
a) penerimaan sumber daya alam minyak bumi dan gas bumi (SDA migas)
b) penerimaan sumber daya alam non-minyak bumi dan gas bumi (SDA
nonmigas)
- Pendapatan bagian laba BUMN :
a) pendapatan laba BUMN perbankan

10
b) pendapatan laba BUMN non perbankan
c) PNBP lainnya yang terdiri dari :
1. pendapatan dari pengelolaan BUMN
2. pendapatan jasa
3. pendapatan bunga
4. pendapatan kejaksaan dan peradilan dan hasil tindak pidana korupsi
5. pendapatan pendidikan
6. pendapatan gratifikasi dan uang sitaan hasil korupsi
7. pendapatan iuran dan denda
8. pendapatan BLU
9. pendapatan jasa layanan umum
10. pendapatan hibah badan layanan umum
11. pendapatan hasil kerja sama BLU
12. pendapatan BLU lainnya.
PNBP dipungut atau ditagih oleh Instansi Pemerintah dengan perintah UU atau
PP atau penunjukan dari Menteri Keuangan, berdasarkan Rencana PNBP yang
dibuat oleh Pejabat Instansi Pemerintah tersebut. PNBP yang telah dipungut atau
ditagih tersebut kemudian disetorkan ke kas negara dan wajib dilaporkan secara
tertulis oleh Pejabat Instansi Pemerintah kepada Menteri Keuangan dalam bentuk
Laporan Realisasi PNBP Triwulan yang disampaikan paling lambat 1 (satu) bulan
setelah triwulan tersebut berakhir. Untuk satker yang berstatus Badan Layanan
Umum, tidak seluruh PNBP harus disetor ke kas negara, namun boleh dikelola
sendiri oleh satuan kerja yang bersangkutan dengan catatan siap dan sanggup
diaudit.

2. 4. PENGELUARAN NEGARA
Pengeluaran negara adalah pengeluaran pemerintah menyangkut pengeluaran
untuk membiayai program-program dimana pengeluaran itu ditujukan untuk
pencapaian kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan pengeluaran pemerintah
dapat bersifat :
a. Exhaustive yaitu merupakan pembelian barang-barang dan jasa-jasa
dalam perekonomian yang dapat langsung dikonsumsi maupkun dapat
pula untuk menghasilkan barang lain lagi.

11
b. Exhaustive expenditure : mengalihkan factor-faktor produksi dari
sektor swasta ke sektor pemerintah. Sedangkan Exhaustic
expenditures : merupakan pembelian barang-barang yang dihasilkan
oleh swasta dan dapat pula pembelian itu dilakukan terhadap barang-
barang yang dihasilkan oleh pemerintah sendiri.
c. Transfer yaitu berupa pemindahan uang kepada individu-individu
untuk kepentingan social, kepada perusahaan-perusahaan sebagai
individu atau mungkin pula kepada negara-negara sebagai hadiah
(grants). Transfer payment : menggeser tenaga beli dari unit-unit
ekonomi yang satu kepada unit- unit yang ekonomi yang laindan
membiarkan yang terakhir inimenentukan pengguna dari uang
tersebut.
2. 4.1. Teori Pengeluaran Negara

1. Musgrave dan Rostow


Perkembangan pengeluaran negara sejalan dengan tahap perkembangan
ekonomi dari suatu negara. Pada tahap awal perkembangan ekonomi diperlukan
pengeluaran negara yang besar untuk investasi pemerintah, utamanya untuk
menyediakan infrastruktur seperti sarana jalan, kesehatan, pendidikan, dll. Pada
tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi tetap diperlukan untuk
pertumbuhan ekonomi, namun diharapkan investasi sektor swasta sudah mulai
berkembang. Pada tahap lanjut pembangunan ekonomi, pengeluaran pemerintah
tetap diperlukan, utamanya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
misalnya peningkatan pendidikan, kesehatan, jaminan sosial dsb.

2. Wagner
Berdasarkan pengamatan dari negara-negara maju, disimpulkan bahwa dalam
perekonomian suatu negara, pengeluaran pemerintah akan meningkat sejalan
dengan peningkatan pendapatan perkapita negara tersebut. Di negara-negara
maju, kegagalan pasar bisa saja terjadi, menimpa industri-industri tertentu dari
negara tersebut. Kegagalan dari suatu industri dapat saja merembet ke industri
lain yang saling terkait. Di sini diperlukan peran pemerintah untuk mengatur
hubungan antara masyarakat, industri, hukum, pendidikan, dll.

12
3. Peacock dan Wiseman
Kebijakan pemerintah untuk menaikkan pengeluaran negara tidak disukai oleh
masyarakat, Karena hal itu berarti masyarakat harus membayar pajak lebih besar.
Masyarakat mempunyai sikap toleran untuk membayar pajak sampai pada suatu
tingkat tertentu. Apabila pemerintah menetapkan jumlah pajak di atas batas
toleransi masyarakat, ada kecenderungan masyarakat untuk menghindar dari
kewajiban membayar pajak. Sikap ini mengakibatkan pemerintah tidak bisa
semena-mena menaikkan pajak yang harus dibayar masyarakat.
Dalam kondisi normal, dengan berkembangnya perekonomian suatu negara
akan semakin berkembang pula penerimaan negara tersebut, walaupun pemerintah
tidak menaikkan tarif pajak. Peningkatan penerimaan negara akan memicu
peningkatan pengeluaran dari negara tersebut.
Dalam kondisi tidak normal, misalnya dalam keadaan perang, pemerintah
memerlukan pengeluaran negara yang lebih besar. Keadaan ini membuat
pemerintah cenderung meningkatkan pungutan pajak kepada masyarakat.
Peningkatan pungutan pajak dapat mengakibatkan investasi swasta berkurang, dan
perkembangan perekonomian menjadi terkendala.
Perang tidak bisa dibiayai dari pajak saja. Pemerintah terpaksa cari pinjaman
untuk biaya perang. Setelah perang selesai pemerintah harus membayar angsuran
pinjaman dan bunga. Oleh karenanya pajak tidak akan turun ke tingkat semula
walaupun perang sudah selesai. Setelah perang selesai, pengeluaran negara akan
turun dari tingkat pengeluaran negara saat perang, namun masih lebih tinggi dari
tingkat pengeluaran negara sebelum perang. Sementara itu pengeluaran swasta
akan meningkat, namun masih masih dibawah tingkat pengeluaran swasta sebelum
perang.
2. 4.2. Macam-macam Pengeluaran Negara
Menurut Organisasi Pemerintah Pusat dalam APBN, pengeluaran Pemerintah Pusat
dibedakan menjadi :
- Pengeluaran untuk Belanja
- Belanja Pemerintah Pusat
- Belanja Pegawai
- Belanja Barang
- Belanja Modal

13
- Pembayaran Bunga Utang
- Subsidi
- Belanja Hibah
- Bantuan Sosial Belanja Lain-lain
- Dana yang dialokasikan ke Daerah
- Dana Perimbangan
- Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian
- Pengeluaran untuk Pembiayaan
- Pengeluaran untuk Obligasi Pemerintah
- Pembayaran Pokok Pinjaman Luar Negeri
- Pembiayaan lain-lainnya.
Pemerintah Provinsi
Dalam APBD Provinsi, pengeluaran negara dibedakan menjadi:
- Pengeluaran untuk Belanja
- Belanja Operasi, yang terdiri dari :
- Belanja Pegawai
- Belanja Barang dan jasa
- Belanja Pemeliharaan
- Belanja perjalanan Dinas
- Belanja Pinjaman
- Belanja Subsidi
- Belanja Hibah
- Belanja Bantuan Sosial
- Belanja Operasi Lainnya.
Pemerintah Kabupaten/Kota
Dalam APBD Kabupaten/Kota, pengeluaran negara dibedakan menjadi :
- Pengeluaran untuk Belanja
- Belanja Operasi, yang terdiri dari
- Belanja Pegawai
- Belanja Barang dan jasa
- Belanja Pemeliharaan
- Belanja perjalanan Dinas
- Belanja Pinjaman

14
- Belanja Subsidi
- Belanja Hibah
- Belanja Bantuan Sosial
- Belanja Operasi Lainnya
- Belanja Modal, terdiri dari:
- Belanja Aset Tetap
- Belanja aset lain-lain
- Belanja tak tersangka
- Bagi hasil pendapatan ke desa/kelurahan, terdiri dari :
- Bagi hasil pajak ke Desa/Kelurahan
- Bagi hasil retribusi ke Desa/Kelurahan
- Bagi hasil pendapatan lainnya ke Desa/Kelurahan
- Pengeluaran untuk Pembiayaan, terdiri dari
- Pembayaran Pokok Pinjaman
- Penyertaan modal pemerintah
- Pemberian pinjaman kepada BUMD/BUMN/Pemerintah Pusat/Kepala Daerah
otonom Lainnya.

2. 4.3. Prinsip Pokok dalam Pengeluaran Pemerintah


a. Asas moralita : Asas moralita menyangkut bahwa pengeluaran negara haruslah
berprinsip pada nilai-nilai moral kemasyarakatan. Apa yang disusun
(direncanakan) dan mekanisme yang dijalankan haruslah berdasarkan nilai-nilai
moralitas masyarakat.
b. Asas nasionalita : Asas nasionalita terkait bahwa nilai
nasionalisme(kebangsaan) menjadi ruh yang terus menjiwai setiap
aktivitas(proses) penyusunan anggaran tersebut, termasuk apa yang menjadi
tujuan dari setiap pengeluaran yang di rencanakan tersebut adalah demi
terciptanya kesejahteraan bangsa Indonesia.
c. Asas kerakyatan (demokrasi) : Bahwa kesejaheraan rakyat indonesia harus
menjadi prioritas pemerintah dalam menyelenggarakan pemerintahan, yang
hal ini dilakukan melalui mekanisme dan nilai-nilai demokrasi.
d. Asas rasionalita : Apa yang terjadi di lapangan (kehidupan masyarakat
sesungguhnya) dan juga apa yang menjadi keterbutuhan masyarakat harus

15
menjadi landasan atau acuan untuk memutuskan apa yang akan di ambil
sebagai pilihan. Hal ini-pun bertujuan agar pengeluaran benar-benar bisa
efektif dan efisien (produktif).
e. Asas fungsionalita (teologi) : Asas kemanfaatan harus menjadi pertimbangan
utama dalam menyusun anggaran pengeluaran. Dana tersebut akan bisa
menghasilkan apa dan dapat d gunakan untuk apa, selain itu aspek teologis
bagi bangsa kita yang merupakan bangsa yang beragama tentu menjadi aspek
penting yang juga tidak boleh kita lepaskan begitu saja. Sisi spiritualitas
penting untuk menjadi nilai/ukuran kemanfaatan sesuatu hal.
f. Asas perkembangan : Pembangunan nasional tentu menjadi unsur yang
penting, yang memang tentu saja mejadi tujuan dari banyak negara untuk
terus meningkatakan pertumbuahan ekonominya.
g. Asas keseimbangan dan keadilan : Dalam menyusun suatu anggaran
pengeluaran tentu faktor keadilan pada semua pihak dan masalah
keseimbangan (keproporsionalan) menjadi titik tekan terrcapainya suatu
kesejahteraan yang merata untuk seluruh rakyat.
2. 4.4 Pengeluaran Negara dan Pengaruhnya Terhadap Perekonomian
Ada beberapa sektor perekonomian yang umumnya terpengaruh oleh besar
atau kecilnya pengeluaran negara, antara lain :
1.        Sektor produksi
Pengeluaran negara secara langsung atau tidak langsung berpengaruh
terhadap sektor produksi barang dan jasa. Dilihat secara agregat pengeluaran
negara merupakan faktor produksi (money), melengkapi faktor-faktor produksi
yang lain (man, machine, material, method, management). Pengeluaran
pemerintah untuk pengadaan barang dan jasa akan berpengaruh secara langsung
terhadap produksi barang dan jasa yang dibutuhkan pemerintah. Pengeluaran
pemerintah untuk sektor pendidikan akan berpengaruh secara tidak langsung
terhadap perekonomian, karena pendidikan akan menghasilkan SDM yang lebih
berkualitas. Dengan SDM yang berkualitas produksi akan meningkat.
2.         Sektor distribusi
Pengeluaran negara secara langsung atau tidak langsung berpengaruh
terhadap sektor distribusi barang dan jasa. Misalnya, subsidi yang diberikan oleh
masyarakat menyebabkan masyarakat yang kurang mampu dapat menikmati

16
barang/jasa yang dibutuhkan, misalnya subsidi listrik, pupuk, BBM, dll.
Pengeluaran pemerintah untuk biaya pendidikan SD-SLTA membuat masyarakat
kurang mampu dapat menikmati pendidikan yang lebih baik (paling tidak sampai
tingkat SLTA). Dengan pendidikan yang lebih baik, diharapkan masyarakat tersebut
dapat meningkatkan taraf hidupnya di masa yang akan datang. Apabila pemerintah
tidak mengeluarkan dana untuk keperluan tersebut, maka distribusi pendapatan,
barang, dan jasa akan berbeda. Hanya masyarakat mampu saja yang akan
menikmati tingkat kehidupan yang lebih baik, sementara masyarakat kurang
mampu tidak memperoleh kesempatan untuk meningkatkan tara hidupnya.
3. Sektor konsumsi masyarakat
Pengeluaran negara secara langsung atau tidak langsung berpengaruh
terhadap sektor konsumsi masyarakat atas barang dan jasa. Dengan adanya
pengeluaran pemerintah untuk subsidi, tidak hanya menyebabkan masyarakat yang
kurang mampu dapat menikmati suatu barang/jasa, namun juga menyebabkan
masyarakat yang sudah mampu akan mengkonsumsi produk/jasa lebih banyak lagi.
Kebijakan pengurangan subsidi, misalnya BBM, akan menyebabkan harga BBM naik,
dan kenaikan harga BBM akan menyebabkan konsumsi masyarakat terhadap BBM
turun
4. Sektor keseimbangan perekonomian
Untuk mencapai target-target peningkatan PDB, pemerintah dapat mengatur
alokasi dan tingkat pengeluaran negara. Misalnya dengan mengatur tingkat
pengeluaran negara yang tinggi (untuk sektor-sektor tertentu), pemerintah dapat
mengatur tingkat employment (menuju full employment). Apabila target
penerimaan tidak memadai untuk membiayai pengeluaran tersebut, pemerintah
dapat membiayainya dengan pola defisit anggaran. Sebab-sebab pengeluaran
pemerintah selalu meningkat antara lain :
Adanya perang : pengeluarn-pengeluaran untuk keperluan perang itu diadakan
akan sulit sekali untuk dikurangi meskipun perang tersebut sudah selesai.
Pengeluaran harus tetap diadakan bagi tentara-tentara yang sudah terlanjur
diangkat sebagai pegawai negeri, dimana mereka ini sebelumnya menganggur dan
tidak menjadi tanggung jawab pemerintah.
Adanya kenaikan tingkat penghasilan dalam masyarakat : Dengan
meningkatnya tingkat penghasilan, maka jelas kebutuhan akan konsumsi barang-

17
barang maupun jasa-jasa akan meningkat. Banyak barang-barang dan jasa-jasa
yang tidak mungkin diusahakan oleh swasta, seperti kegiatan pendidikan,
kesehatan umum, pemeliharaan prasarana jalan dan jembatan.
Adanya urbanisasi yang membarengi perkembangan ekonomi : Urbanisasi atau
perpindahan penduduk dari desa ke kota, perlu dilayani oleh pemerintah dalam hal
penyediaan lapangan kerja, kebutuhan listrik, air minum, perumahan, keamanan,
dan kesehatan.
Perkembangan demokrasi : Perkembangan demokrasi memerlukan biaya yang
sangat besar, terutama untuk mengadakan musyawarah-musyawarah, pemungutan
suara, rapat-rapat dan sebagainya. Semakin berkembangnya peranan pemerintah
itu sendiri justru mengakibatkan adanya ketidakefisienan, pemborosan dan
birokrasi sehingga pengeluaran pemerintah menjadi semakin besar. Untuk negara
sedang berkembang peranan pemerintah dalam pembangunan ekonomi semakin
mencolok kerena pemerintah bertindak sebagai penggerak dan pelopor
pembangunan ekonomi. Timbulnya program kesejahteraan masyarakat, seperti
program Panti Asuhan, Rumah Jompo, dan sebagainya.

2.5.SIKLUS APBN
Siklus Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rangkaian
kegiatan dalam proses penganggaran yang dimulai pada saat anggaran negara
mulai disusun sampai dengan perhitungan anggaran disahkan dengan undang-
undang. Ada 5 tahapan pokok dalam satu siklus APBN di Indonesia. Dari kelima
tahapan itu, tahapan ke-2 (kedua) dan ke-5 (kelima) dilaksanakan bukan oleh
pemerintah, yaitu masing-masing tahap kedua penetapan/persetujuan APBN
dilaksanakan oleh DPR (lembaga legislatif), dan tahap kelima pemeriksaan dan
pertanggungjawaban dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Sedangkan tahapan lainnya dilaksanakan oleh pemerintah. Tahapan kegiatan dalam
siklus APBN adalah sebagai berikut:
2.5.1. Perencanaan dan penganggaran APBN
Tahapan ini dilakukan pada tahun sebelum anggaran tersebut dilaksanakan
(APBN t-1) misal untuk APBN 2014 dilakukan pada tahun 2013 yang meliputi dua
kegiatan yaitu, perencanaan dan penganggaran. Tahap perencanaan dimulai dari:
 penyusunan arah kebijakan dan prioritas pembangunan nasional

18
 Kementerian Negara/Lembaga (K/L) melakukan evaluasi pelaksanaan
program dan kegiatan pada tahun berjalan, menyusun rencana inisiatif baru
dan indikasi kebutuhan anggaran
 Kementerian Perencanaan dan Kementerian Keuangan mengevaluasi
pelaksanaan program dan kegiatan yang sedang berjalan dan mengkaji
usulan inisiatif baru berdasarkan prioritas pembangunan serta analisa
pemenuhan kelayakan dan efisiensi indikasi kebutuhan dananya
 Pagu indikatif dan rancangan awal Rencana Kerja Pemerintah ditetapkan;
 K/L menyusun rencana kerja (Renja);
 Pertemuan tiga pihak (trilateral meeting) dilaksanakan antara K/L,
Kementerian Perencanaan, dan Kementerian Keuangan;
 Rancangan awal RKP disempurnakan;
 RKP dibahas dalam pembicaraan pendahuluan antara Pemerintah dengan
DPR; (9) RKP ditetapkan.
Tahap penganggaran dimulai dari:
 penyusunan kapasitas fiskal yang menjadi bahan penetapan pagu indikatif;
 penetapan pagu indikatif (3) penetapan pagu anggaran K/L;
 penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran K/L (RKA-K/L);
 penelaahan RKA-K/L sebagai bahan penyusunan nota keuangan dan
rancangan undang-undang tentang APBN;
 penyampaian Nota Keuangan, Rancangan APBN, dan Rancangan UU tentang
APBN kepada DPR.

2.5.2. Penetapan/Persetujuan APBN


Kegiatan penetapan/persetujuan ini dilakukan pada APBN t-1, sekitar bulan
Oktober-Desember. Kegiatan dalam tahap ini berupa pembahasan Rancangan APBN
dan Rancangan Undang-undang APBN serta penetapannya oleh DPR. Selanjutnya
berdasarkan persetujuan DPR, Rancangan UU APBN ditetapkan menjadi UU APBN.
Penetapan UU APBN ini diikuti dengan penetapan Keppres mengenai rincian APBN
sebagai lampiran UU APBN dimaksud.
2.5.3. Pelaksanaan APBN

19
Jika tahapan kegiatan ke-1 dan ke-2 dilaksanakan pada APBN t-1, kegiatan
pelaksanaan APBN dilaksanakan mulai 1 Januari - 31 Desember pada tahun berjalan
(APBNt). Dengan kata lain, pelaksanaan tahun anggaran 2021 akan dilaksanakan
mulai 1 Januari 2021- 31 Desember 2021. Kegiatan pelaksanaan APBN dilakukan
oleh pemerintah dalam hal ini kementerian/lembaga (K/L). K/L mengusulkan
konsep Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) berdasarkan Keppres mengenai
rincian APBN dan menyampaikannya ke Kementerian Keuangan untuk disahkan.
DIPA adalah alat untuk melaksanakan APBN. Berdasarkan DIPA inilah para
pengelola anggaran K/L (Pengguna Anggaran, Kuasa Pengguna Anggaran, dan
Pembantu Pengguna Anggaran) melaksanakan berbagai macam kegiatan sesuai
tugas dan fungsi instansinya.

2.5.4. Pelaporan dan Pencatatan APBN


Tahap pelaporan dan pencatatan APBN dilaksanakan bersamaan dengan tahap
pelaksanaan APBN, 1 Januari-31 Desember. Laporan keuangan pemerintah
dihasilkan melalui proses akuntansi, dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi
keuangan pemerintah yang terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca,
dan Laporan Arus Kas, serta catatan atas laporan keuangan.
2.5.5. Pemeriksaan dan Pertanggungjawaban APBN
Tahap terakhir siklus APBN adalah tahap pemeriksanaan dan
pertanggungjawaban yang dilaksanakan setelah tahap pelaksanaan berakhir (APBN
t+1), sekitar bulan Januari - Juli. Misalkan Contoh : Jika APBN dilaksanakan tahun
2021, tahap pemeriksaan dan pertanggungjawabannya dilakukan pada tahun 2022.
Pemeriksaan ini dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Untuk
pertanggungjawaban pengelolaan dan pelaksanaan APBN secara keseluruhan
selama satu tahun anggaran, Presiden menyampaikan rancangan undang-undang
tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN kepada DPR berupa laporan
keuangan yang telah diperiksa BPK, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah
tahun anggaran berakhir.
2.5.6. Fungsi APBN
APBN merupakan instrumen untuk mengatur pengeluaran dan pendapatan
negara dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan
pembangunan, mencapai pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan

20
nasional, mencapai stabitas perekonomian, dan menentukan arah serta prioritas
pembangunan secara umum.
APBN mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi,
distribusi, dan stabilisasi. Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran
yang menjadi kewajiban negara dalam suatu tahun anggaran harus dimasukkan
dalam APBN. Surplus penerimaan negara dapat digunakan untuk membiayai
pengeluaran negara tahun anggaran berikutnya.
 Fungsi otorisasi, mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar
untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan,
Dengan demikian, pembelanjaan atau pendapatan dapat
dipertanggungjawabkan kepada rakyat.
 Fungsi perencanaan, mengandung arti bahwa anggaran negara dapat menjadi
pedoman bagi negara untuk merencanakan kegiatan pada tahun tersebut. Bila
suatu pembelanjaan telah direncanakan sebelumnya, maka negara dapat
membuat rencana-rencana untuk medukung pembelanjaan tersebut. Misalnya,
telah direncanakan dan dianggarkan akan membangun proyek pembangunan
jalan dengan nilai sekian miliar. Maka, pemerintah dapat mengambil tindakan
untuk mempersiapkan proyek tersebut agar bisa berjalan dengan lancar.
 Fungsi pengawasan, berarti anggaran negara harus menjadi pedoman untuk
menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah negara sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian akan mudah bagi rakyat
untuk menilai apakah tindakan pemerintah menggunakan uang negara untuk
keperluan tertentu itu dibenarkan atau tidak.
 Fungsi alokasi, berarti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk
mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya serta meningkatkan
efesiensi dan efektivitas perekonomian.
 Fungsi distribusi, berarti bahwa kebijakan anggaran negara harus
memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan
 Fungsi stabilisasi, memiliki makna bahwa anggaran pemerintah menjadi alat
untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental
perekonomian.

2.6.KEBIJAKAN FISKAL

21
Kebijakan fiskal adalah kebijakan pemerintah yang dilakukan dengan cara
mengubah penerimaan dan pengeluaran negara untuk menciptakan : stabilitas
ekonomi, kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi yang tinggi, keadilan dalam
distribusi pendapatan (mengurangi dan menambah pajak dan subsidi dan mengatasi
pengangguran).
A.           Cara mengatasi pengangguran (Menurut John Maynard Keynes)
Mengurang pajak penghasilan supaya daya beli masyarakat (permintaan
Agregat) meningkat, produsen akan menambah produksinya dan meningkatkan
penggunaan tenaga kerja. Menambah pengeluaran pemerintah untuk membeli
barang dan jasa yang dibutuhkan maupun untuk menambah investasi pemerintah
untuk menambah permintaan agregat.
B.            Tujuan Kebijakan Fiskal
Ada 2 yaitu Mencegah Pengangguran dan Stabilitas Harga. Secara umum,
tujuan yang ingin dicapai melalui kebijakan fiskal adalah kestabilan ekonomi yang
lebih mantap, artinya tetap mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi yang
layak tanpa adanya pengangguran yang berarti, dan terjaganya (kestabilan) harga-
harga umum.
1.             Mencegah Pengangguran
Pencegahan timbulnya pengangguran merupakan tujuan yang paling utama
dari kebijakan fiskal. Mengapa? Karena suatu perekonomian dapat mencapai laju
pertumbuhan yang dikehendaki melalui tingkat penggunaan tenaga kerja penuh
(full employment). Full employment dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang
menunjukkan seluruh angkatan kerja mendapat pekerjaan.
Kondisi ini dapat terwujud bila pemerintah mampu menambah lapangan kerja
sehingga dapat menampung seluruh tenaga kerja. Kebijakan yang dilakukan
pemerintah, dalam hal ini, antara lain, dengan mengundang investor asing untuk
berinvestasi di Indonesia. Dari dalam negeri, pemerintah penambah pengeluaran
untuk membuka lapangan kerja padat karya melalui proyek-proyek pembangunan
fisik; di bidang moneter pemerintah mempermudah kredit usaha.
2.             Stabilitas Harga
Penurunan yang tajam dari dalam harga-harga umum (deflasi) jelas akan
mendorong timbulnya pengangguran karena sektor usaha swasta akan kehilangan
harapan untuk mendapat keuntungan. Demikian pula sebaliknya, harga-harga

22
umum yang meningkat terus (inflasi) juga mempunyai akibat yang tidak baik bagi
perekonomian.
Karena penghasilan yang diterima oleh masyarakat tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan hidup yang harganya terus naik. Inflasi yang berkepanjangan
akan melemahkan perekonomian karena para memilik modal akan beralih dari
investasi produktif ke investasi dalam bentuk barang-barang tahan lama seperti
rumah, tanah, dan gedung karena hal ini lebih menguntungkan daripada investasi
produktif.
C.            Tujuan Kebijakan Fiskal Kebijakan Mengatasi Inflasi & Deflasi
1. Mengubah Pengeluaran Pemerintah : Dalam kondisi inflasi, uang yang beredar
melebihi dari yang diperlukan dalam perekonomian. Untuk itu pemerintah
mengurangi pengeluaran sehingga mengakibatkan tabungan (pendapatan lebih
besar daripada pengeluaran).
2. Mengubah Tingkat Pajak : Menaikkan tarif pajak pendapatan masyarakat
sehingga mengakibatkan turunnya tingkat konsumsi masyarakat.
3. Pinjaman Paksa : Pemerintah memotong gaji pegawai negeri sebagai
pinjaman pemerintah untuk mengurangi jumlah uang yang beredar.
D.           Jenis Kebijakan Fiskal
1.             Kebijakan Anggaran Pembiayaan Fungsional (Functional Finance)
Dalam hal ini pengeluaran dan penerimaan pemerintah ditentukan dengan
melihat akibat-akibat tidak langsung terhadap pendapatan nasional terutama guna
meningkatkan kesempatan kerja (employment). Misalnya kebijakan perpajakan. Di
satu pihak pajak berfungsi sebagai sumber penerimaan pemerintah, di lain pihak
pajak dipakai untuk mengatur pengeluaran swasta maupun individu. Sehingga
dalam kondisi banyaknya pengangguran, pajak sama sekali tidak diperlukan. Lalu,
kebijakan apa yang dipakai? Melakukan pinjaman yang dipakai sebagai alat untuk
menekan inflasi lewat pengurangan dana yang tersedia dalam masyarakat.
2.             Kebijakan Pengelolaan Anggaran (The Managed Budget Approach)
Pada pendekatan ini pengeluaran pemerintah, perpajakan dan pinjaman
senantiasa dihubungkan. Hubungan langsung antara pengeluaran pemerintah dan
perpajakan selalu dibuat guna memperkecil ketidakstabilan ekonomi sehingga pada
suatu saat dapat terjadi defisit maupun surplus.

23
Kebijakan anggaran defisit adalah pengaturan pengeluaran negara lebih besar
daripada penerimaan negara. Kebijakan ini biasa diterapkan dalam keadaan
deflasi, yaitu suatu keadaan yang menunjukkan jumlah barang-barang dan jasa
berkembang lebih cepat daripada perkembangan jumlah uang. Dalam keadaan
deflasi harga-harga menjadi turun, perdagangan menjadi lesu, akibatnya uang
sukar diperoleh, daya beli masyarakat berkurang, produksi menurun, dan
pengangguran meluas.
Sedangkan kebijakan anggaran surplus adalah pengaturan pengeluaran negara
lebih kecil daripada penerimaan. Kebijakan ini biasa diterapkan dalam keadaan
inflasi, yaitu suatu keadaan jumlah uang yang beredar berkembang lebih cepat
daripada perkembangan jumlah barang dan jasa. Dalam kondisi inflasi ini harga-
harga naik secara menyeluruh akibatnya nilai uang menjadi turun, upah riil
menurun
3.             Kebijakan Stabilitas Anggaran Otomatis (The Stabilizing Budget)
Dengan kebijakan stabilitas anggaran otomatis, pengeluaran pemerintah akan
ditentukan berdasarkan atas perkiraan manfaat dan biaya relatif dari berbagai
macam program dan pajak akan ditentukan sehingga menimbulkan surplus dalam
periode kesempatan kerja penuh.
Apabila terjadi deflasi, program pengeluaran pemerintah tidak akan diubah,
namun penerimaan dari pajak akan diturunkan terutama dari pajak pendapatan.
Oleh karena itu, akan terjadi keadaan pengeluaran lebih besar daripada
penerimaan (defisit dalam anggaran belanja) dan hal ini akan mendorong
perkembangan sektor swasta kembali bergairah sampai tercapainya kesempatan
kerja penuh. Sebaliknya, dalam masa inflasi ada kenaikan dalam penerimaan
pemerintah yang berasal dari pajak pendapatan dan tidak perlu banyak tunjangan
pengangguran, sehingga akan ada surplus anggaran belanja.
4.             Kebijakan Anggaran Belanja Berimbang (Balanced Budget Approach)
Kebijakan anggaran belanja seimbang adalah pembelanjaan secara seimbang
dalam jangka panjang, tetapi ditempuh defisit pada masa depresi dan surplus pada
masa inflasi. Dapat pula ditempuh melalui pendekatan dengan mempertahankan
keseimbangan anggaran. Dalam masa depresi, pengeluaran perlu ditingkatkan,
diikuti pula dengan peningkatan penerimaan sehingga tidak akan memperbesar
utang negara.

24
2. 7. KEBIJAKAN MONETER
Kebijakan moneter adalah kebijakan pemerintah melalui bank sentral untuk
menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar dalam rangka
mengendalikan perekonomian. Di Indonesia kedudukan bank sentral di wakili oleh
BI (Bank Indonesia).

A.           Tujuan Kebijakan Moneter


1.             Menjaga Stabilitas Ekonomi
Stabilitas ekonomi akan terganggu jika jumlah uang yang beredar di
masyarakat melebihi jumlah barang dan jasa yang tersedia sehingga menyebabkan
terjadinya inflasi (harga barang dan jasa naik tinggi). Stabilitas ekonomi juga akan
terganggu jika jumlah uang yang beredar kurang dari jumlah barang dan jasa
sehingga menyebabkan terjadinya deflasi (kelesuan ekonomi). Oleh karena itu,
kebijakan moneter sangat diperlukan untuk menjaga stabilitas ekonomi yang selalu
mengupayakan jumlah uang yang beredar seimbang dengan jumlah barang dan jasa
yang tersedia.
2.             Menjaga Stabilitas Harga
Tinggi rendahnya harga sangat memengaruhi jalannya perekonomian. Harga-
harga yang terlalu tinggi bisa mengakibatkan turunnya permintaan. Turunnya
permintaan dapat pula menurunkan produktivitas dunia usaha. Pemerintah dapat
menggunakan kebijakan moneter. Caranya, jika harga terlalu tinggi, pemerintah
harus mengurangi jumlah uang yang beredar. Dan, jika harga terlalu rendah,
pemerintah harus menambah jumlah uang yang beredar.
3.             Meningkatkan Kesempatan Kerja
Dengan mengatur jumlah uang yang beredar, perekonomian akan stabil. Jika
perekonomian stabil, para pengusaha atau investor akan menambah investasi baru.
Investasi akan membuka lapangan kerja baru sehingga kesempatan kerja dapat
ditingkatkan.
4.             Memperbaiki Posisi Neraca Perdagangan dan Neraca Pembayaran
Kebijakan moneter dapat dipakai untuk memperbaiki posisi neraca
perdagangan sehingga negara tidak terlalu banyak mengalami defisit, atau kalau
bisa posisinya menjadi seimbang atau bahkan surplus. Salah satunya dengan

25
melakukan devaluasi (menurunkan nilai mata uang negara sendiri terhadap mata
uang asing).
Dengan devaluasi, harga barang-barang dalam negeri menjadi lebih murah,
bila dibeli dengan mata uang asing. Akibatnya, akan meningkatkan jumlah ekspor.
Jika ekspor terus meningkat, posisi neraca perdagangan sekaligus neraca
pembayaran dapat diperbaiki, paling tidak defisit dapat dikurangi atau kalau bisa
seimbang, atau bahkan surplus.
B.            Macam-macam Kebijakan Moneter
 Kebijakan Pasar Terbuka (Open Market Policy) : Kebijakan pasar terbuka
adalah kebijakan bank sentral untuk menambah atau mengurangi jumlah uang
beredar dengan cara menjual atau membeli surat-surat berharga. Jika bank
sentral menjual surat berharga SBI (Sertifikat Bank Indonesia), berarti bank
sentral ingin mengurangi jumlah uang dari masyarakat. Dengan menjual SBI,
berarti bank sentral akan menerima uang dari masyarakat. Dengan demikian,
jumlah uang yang beredar akan berkurang. Bank sentral menjual SBI apabila
perekonomian menunjukkan gejala-gejala inflasi (kelebihan uang sehingga
harga-harga terus naik).
 Kebijakan Diskonto (Discount Policy) : Kebijakan diskonto adalah kebijakan
bank sentral untuk menambah atau mengurangi jumlah uang beredar dengan
cara menaikkan atau menurunkan suku bunga bank. Jika bank sentral
menaikkan suku bunga bank, berarti bank sentral ingin mengurangi jumlah
uang yang beredar. Dengan menaikkan suku bunga, diharapkan masyarakat
akan menyimpan (menabung) uangnya di bank lebih banyak dari biasanya.
Dengan demikian, jumlah uang yang beredar akan berkurang. Bank sentral
akan menaikkan suku bunga jika perekonomian menunjukkan gejala inflasi.
 Kebijakan Cadangan Kas (Cash Ratio Policy) : Kebijakan cadangan kas adalah
kebijakan bank sentral untuk menambah atau mengurangi jumlah uang beredar
dengan cara menaikkan atau menurunkan cadangan kas minimum yang dimiliki
bank-bank umum. Cadangan kas minimum adalah jumlah cadangan kas yang
tidak boleh dipinjamkan bank umum kepada masyarakat.
 Kebijakan Kredit Selektif Dan Kredit Longgar : Kebijakan kredit selektif dan
kredit longgar adalah kebijakan bank sentral untuk mengurangi jumlah uang
beredar dengan cara memperketat syarat-syarat pemberian kredit. Dalam hal

26
ini, bank-bank diperbolehkan memberikan kredit asalkan dengan
mempertimbangkan sungguh-sungguh syarat-syarat 5C (character, capability,
collateral, capital, dan condition of economic).
 Bank sentral menjalankan kebijakan kredit selektif jika perekonomian
menunjukkan gejala-gejala inflasi. Sebaliknya, kebijakan kredit longgar
dilakukan bank sentral dalam rangka menambah jumlah uang yang beredar.
Caranya, dengan memperlonggar syarat-syarat pemberian kredit. Kebijakan
kredit longgar dilakukan jika perekonomian menunjukkan gejala-gejala deflasi.
 Kebijakan Devaluasi Dan Revaluasi : Devaluasi adalah kebijakan bank sentral
untuk menurunkan nilai mata uang dalam negeri (rupiah) terhadap mata uang
asing. Kebijakan ini dilakukan dengan tujuan memperbaiki neraca perdagangan
dan neraca pembayaran. Dengan devaluasi, harga barang-barang dalam negeri
menjadi lebih murah jika dibeli dengan mata uang asing, sehingga barang-
barang dalam negeri bisa bersaing dengan barang-barang luar negeri, dan bisa
meningkatkan jumlah ekspor. Jika ekspor meningkat, posisi neraca
perdagangan dan neraca pembayaran dapat diperbaiki. Kebijakan revaluasi
adalah kebijakan bank sentral menaikkan nilai mata uang dalam negeri
(rupiah) terhadap mata uang asing. Revaluasi dilakukan bank sentral jika
keadaan ekonomi sudah meningkat dalam arti barangbarang dalam negeri
sudah mampu bersaing dengan barang-barang luar negeri.
 Sanering : Sanering adalah kebijakan bank sentral untuk memotong nilai mata
uang dalam negeri (rupiah). Kebijakan ini dilakukan jika negara mengalami
hiperinflasi (inflasi di atas 100 %). Sanering pernah dilakukan Indonesia pada
tahun 1950 dengan memotong uang sebesar 50%. Jadi, uang dengan nominal
Rp1000,- nilainya tinggal Rp500,-. Kebijakan tahun 1950 lebih dikenal dengan
istilah “Gunting Syafrudin”. Kemudian pada tahun 1965, pemerintah kembali
memotong nilai uang Rp1000,- sebanyak 99,9% sehingga nilainya tinggal 0,1%.
Dengan demikian, uang Rp1000,- nilainya tinggal Rp1,-.
 Mencetak Uang Baru : dilakukan bank sentral dalam rangka menambah jumlah
uang beredar.
 Menarik atau Memusnahkan Uang Lama : dilakukan bank sentral dalam rangka
mengurangi jumlah uang beredar.

27
 Dorongan Moral : Untuk memengaruhi jumlah uang yang beredar, bank sentral
dapat mengeluarkan pidato, pengumuman atau edaran kepada bank umum dan
pelaku moneter lain yang berupa larangan atau ajakan. Misalnya, larangan atau
ajakan untuk menahan pinjaman atau melepaskan pinjaman pada waktu
tertentu.

2. 8. KEBIJAKAN BUKAN FISKAL DAN BUKAN MONETER


A.           Bentuk Kebijakan
1. Kebijakan mengendalikan tuntutan kenaikan pendapatan para pekerja.
Tujuannya untuk menghindari kenaikan biaya produksi yang berlebihan,
karena kenaikan biaya produksi yang berlebihan dapat menaikkan harga
jual sehingga memicu terjadinya inflasi.
2. Kebijakan mendorong para pengusaha meningkatkan efisiensi produksi.
Kebijakan ini dilakukan di antaranya dengan cara memberi insentif
(misal, berupa pengurangan atau pembebasan pajak) bagi pengusaha
yang melakukan inovasi. Atau, menyediakan dana yang besar untuk
kegiatan litbang (penelitian dan pengembangan) dalam rangka
meningkatkan mutu barang.
3. Kebijakan mengembangkan infrastruktur Kebijakan ini seperti jalan,
jembatan, bandara, sarana listrik, telepon, dan sejenisnya untuk
memperlancar kegiatan perekonomian.
4. Kebijakan membuat peraturan-peraturan yang kondusif. Untuk
mengembangkan perekonomian sekaligus untuk mencegah dan
mengatasi masalah-masalah di bidang ekonomi, pemerintah perlu
membuat berbagai peraturan yang kondusif (mendukung) tujuan-tujuan
pemerintah. Misalnya dengan membuat peraturan tentang PMA
(Penanaman Modal Asing), peraturan tentang pasar modal, dan lain-lain.

28
PENUTUP
1.        Kesimpulan
Keuangan Negara dinyatakan bahwa pendekatan yang digunakan dalam
merumuskan Keuangan Negara adalah dari sisi objek, subjek, proses, dan tujuan.
Dari sisi obyek yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi semua hak
dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan
kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang
dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun berupa barang yang
dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban
tersebut. Dari sisi subyek yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi seluruh
obyek sebagaimana tersebut di atas yang dimiliki negara, dan/atau dikuasai oleh
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Perusahaan Negara/Daerah, dan badan lain
yang ada kaitannya dengan keuangan negara. Dari sisi proses, Keuangan Negara
mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan obyek
sebagaimana tersebut di atas mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan
keputusan sampai dengan pertanggung jawaban. Dari sisi tujuan, Keuangan Negara
meliputi seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan
pemilikan dan penguasaan obyek sebagaimana tersebut di atas dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan negara.
UU 17 tahun 2003 mengatakan bahwa di dalam Pasal 2 Undang-Undang
tentang Keuangan Negara diatur bahwa ruang lingkup keuangan negara yaitu: hak
negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, serta
melakukan pinjaman; kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan
umum, pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga; penerimaan
negara; pengeluaran negara; penerimaan daerah; pengeluaran daerah; kekayaan
negara atau kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa
uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai
dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara atau
perusahaan daerah.

29
Daftar Pustaka
Undang-Undang No.17 tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, Departemen NKRI.
Ahmad Yani, S.H., M.M., Ak., Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan
Daerah Di Indonesia, Divisi Buku Perguruan Tinggi, PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta, Cetakan kedua, April, 2004.
Powerpoint SUGIHARTO, SE, M.SI., kebijakan fiskal, kebijakan moneter, kebijakan
bukan fiskal dan moneter. Bahan ajar mata kuliah Keuangan Negara.
http//:makalah KEUANGAN NEGARA,www.google.com

30

Anda mungkin juga menyukai