“ OTONOMI DAERAH “
OLEH :
KELOMPOK 2
1
KATA PENGANTAR
Penyusun
ii
2
DAFTAR ISI
COVER ............................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang .......................................................................... 1
B. Rumusan masalah...................................................................... 2
C. Tujuan ...................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTKA
A. Sejarah Pekembangan Otonomi Daerah .................................. 3
B. Peranan Otonomi Daerah Terhadap Ekonomi Daerah ............ 10
C. Bagaimana Otonomi Daerah Mempengaruhi Pertumbuhan
Ekonomi Suatu Daerah ............................................................ 12
BAB III Kesimpulan...................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA
iii
3
BAB I
PENDAHULUAN
1
B. Rumusan Masalah
1. Apakah Otonomi Daerah ?
2. Bagaimana Perkembangan Pelaksanaan Otonomi di Indonesia ?
3. Bagaimana Otonomi Daerah Mampu Mempengaruhli Pertumbuhan Ekonomi
suatu Daerah ?
C. Tujuan
1. Mengetahui arti otonomi daerah
2. Mengetahui jalannya pelaksanaan otonomi daerah
3. Mengetahui bagaimana otonomi daerah mampu mempengaruhli pertumbuhan
ekonomi suatu daerah
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Sumatera atas dasar Ketetapan Gubernur Nomor 102 tanggal 17 Mei 1946,
dikukuhkan dengan PP Nomor 8 Tahun 1947. Peraturan yang terakhir
menetapkan Propinsi Sumatera sebagai Daerah Otonom.
Dari uraian diatas maka tidak dapat dilihat secara jelas system rumah
tangga apa yang dianut oleh Undang-undang ini.
a. Propinsi
b. Kabupaten/ Kota Besar
c. Desa/ Kota Kecil, negeri, marga dan sebagainya A s/d C tyang berhak
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. (Soejito;1976)
4
Dari kedua pasal diatas terlihat bahwa luas daripada urusan rumah
tangga atau kewenangan daerah dibatasi dalam undang-undang
pembentukannya. Daerah tidak memiliki kewenangan untuk mengatur atau
mengurus urusan-urusan diluar yang telah termasuk dalam daftar urusan yang
tersebut dalam UU pembentukannya kecuali apabila urusan tersebut telah
diserahkan kemudian dengan UU. Dari uraian di atas terlihat bahewa UU ini
menganut sistem atau ajaran materiil.
5
pemerintah daerah dari daderah setingkat diatasny, urusan-urusan tersebut
dalam ayat 2 ditambah denga urusan lain.
6
a. Asas desentralisai digunakan seimbang dengan asas dekonsentrasi
dimana asas dekonsentrasi tidak lagi dipandang sebagai suplemen atau
pelengkap dari asas desentralisasi ;
b. Prinsip yang dianut tidak lagi prinsip otonomi yang seluas-luasnya,
melainkan otonomi yang nyata dan bertanggungjawab. Di kemudian
hari, MPR dengan ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1978
menambahkan kata dinamis di samping kata nyata dan
bertanggungjawab.
1. Pasal 5 yang merupakan ketentuan yang belum pernah ada pada semua
UU terdahulu yaitu yang mengatur tentang penghapusan suatu daerah.
2. Pasal 7 yang berbunyi daerah berhak, berwenang dan berkewajiban
mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri sesuai dengan peraturan
perundang undangan yang berlaku;
3. Pasal 8 ayat 1 berbunyi “Penambahan penyerahan urusan pemerintahan
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah”
4. Pasal 9 yang berbunyi “sesuatu urusan pemerintahan yang telah
diserahkan kepada daerah dapat ditarik kembali dengan pengaturan
perundang-undangan yang setingkat.
7
5. pasal 39 yang mengatur pembatasan-pembatasan terhadap ruang lingkup
materi yang yang dapat diatur oleh Peraturan Daerah.
8
kabupaten dan kota serta kewenangan yang tidak atau belum dilaksankan
oleh kabupaten dan kota. Selain itui kewenangan propinsi sebagai daerah
administrative mencakup kewenangan dalam bidang pemerintahan yanmg
dilimpahkan kepada gubernur selaku wakil pemerintah pusat.
3. Dalam pasal 10 ayat 1 daerah berwenang mengelola sumberdaya nasional
yang tersedia diwilayahnya dan bertanggung jawab memelihara kelestarian
lingkungan sesuai dengan perundang-undangan.
4. Dalam pasal 11 dinyatakan bahwa kewenangan daerah kabupaten dan kota
mencakup semua kewenangan pemerintahan selain kewenangan yang
dikecualikan dalam pasal 7 dan yang diatur dalam pasal 9.
9
masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Prinsip-
prinsip pemberian Otonomi Daerah dalam UU 32/2004 adalah :
a. Penyelengaraan Otonomi Daerah dilaksanakan dengan memperhatikan
aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman
Daerah.
b. Pelaksanaan Otonomi Daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan
bertangung jawab.
c. Pelaksanaan Otonomi Daerah yang luas dan utuh diletakkan pada Daerah
Kabupaten dan Daerah Kota.
d. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus sesuai dengan konstitusi negara
sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta
antara Daerah.
e. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan kemandirian
Daerah Otonom, dan karenanya dalam daerah Kabupaten dan Daerah Kota
tidak ada lagi wilayah administratif.
f. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan peranan dan
fungsi badan legislatif Daerah, baik sebagai fungsi legislatif, fungsi
pengawas maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah.
10
Kebijakan pemberian otonomi daerah dan desentralisasi yang luas nyata dan
bertanggung jawab kepada daerah merupakan langkah strategis dalam dua hal.
Pertama, otonomi daerah dan desentralisasi merupakan jawaban atas permasalahan
lokal bangsa Indonesia berupa ancaman disentrgrasi bangsa, kemiskinan, ketidak
merataan pembangunan, rendahnya kualitas hidup masyarakat dan masalah
pembaguna sumber daya manusia (SDM). Kedua, otonomi daerah dan desentralisasi
fiskal merupakan langkah strategis bangsa Indonesia untuk menyongsong era
globalisasi ekonomi dengan memperkuat basis perekonomian daerah.
Otonomi yang diberikan kepada daerah dan kota dilaksanakan dengan
memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada
pemerintah daerah secara proporsiona. Artinya, pelimpahan tanggung jawab akan
diikuti oleh pengaturan, pembagian, dan pemamfaatan dan sumber daya nasional
yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Hal-hal yang mendasar pada undang-undang ini adalah kuatnya upaya untuk
mendorong pemberdayaan masyarakat, perkembangan prakarsa dan kreativitas,
peningkatan peran serta masyarakat, dan pengembangan peran dan fungsi DPRD. UU
ini memberikan otonomi secara penuh kepada daerah kabupaten dan kota untuk
membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi
masyarakatnya. Artinya, saat sekarang daerah sudah di berikan kewenagan penuh
untuk merencanakan, melaksanakan, mengawasi, mengendalikan dan mengevaluasi
kebijakan-kebijakan daerah. Dengan semakin besarnya partsipasi masyarakat ini,
desentralisasi kemudian akan mempengaruhi komponen kualitas pemerintahan
lainnya. Salah satunya berkaitan dengan pergeseran orientasi pemerintah dari
command and control menjadi berorientasi pada tuntutan dan kebutuhan publik.
Orientasi yang seperti ini kemudian akan menjadi dasar bagi pelakasanaan peran
pemerintah sebagai stimulator, fasilitator, koordinator dan entrepreneur (wirausaha )
dalam proses pembangunan.
Maka dengan demikan jelas bahwa peran otonomi daerah sangat besar
terhadap perkembangan ekonomi daerah karena otonomi daerah membeikan
11
kewenangan bagi daerah untuk mengelola segala potensi yang ada dalam daerahnya
masing-masing. Hal ini akan menstimulan masyarakat daerah itu sendiri untuk
berbuat lebih maju agar daerahnya sendiri dapat maju dan berkembang.
12
Menurut Mardiasmo( 2002) ” Perubahan struktual adalah perubahan dari
ekonomi tradisional yang subsistem menuju ekonomi yang modern yang berorientasi
pada pasar”. Untuk mendukung perubahan struktual dari ekonomi tradisional yang
subsistem menuju ekonomi yang modern ini di perlukan pengalokasian sumber daya,
penguatan kelembagaan, penguatan teknologi pembagunan sumber daya manusia.
Langkah-langkah yang perlu diambil dalam mewujudkan kebijakan tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Pemberian peluang atau skes yang lebih besar kepada asset prosuksi, yang paling
mendasar adalah askes pada dana.
2. Memperkuat posisi transaksidan kemitraan usaha ekonomi rakyat.
3. Meningkatkan pelayanan pendidikan dan kesehatan dalam rangka kualitas
sumber daya manusia, disertai dengan upaya peningkatan gizi
4. Kebijakan pengembangan industri harus mengarah pada penguatan industri rakyat
yang terkait dengan industri besar. Industri rakyat yang berkembang menjadi
industri-industri kecil dan menengah yang harus kuat menjadi tulang punggung
industri nasional.
5. Kebijakan ketenagakerjaan yang mendorong tumbuhnya tenaga kerja yang
mandiri sebagai cikal bakal wirausaha baru yang nantinya berkembang menjadi
wirausaha kecil dan menengah yang kuat dan saling menunjang.
6. Pemerataan pembagunan antar daerah. Ekonomi rakyat tersebut tersebar di
seluruh penjuru tanah air,
\ Oleh karena itu pemerataan pembagunan daerah diharapkam mempengaruhi
peningkatan pembaguna ekonomi rakyat.
13
BAB III
KESIMPULAN
14
DAFTAR PUSTAKA
15