Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH KEWARGANEGARAAN

“ OTONOMI DAERAH “

OLEH :
KELOMPOK 2

1. NATASYA OCTA YOSVI


2. EGA PERMATA SARI
3. AULIA TRI FRASTIWI
4. RATNA SUKMAWATI
5. GITA SELLA
6. ENJA PUTRI MARTHADINOVA
7. WIKEN KRISWIBOWO
TINGKAT : I.A
DOSEN PEMBIMBING : IRIANSYAH, SH, M.Pd

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
PRODI KEPERAWATAN BATURAJA
TAHUN 2022

1
KATA PENGANTAR

Asslamu’ alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.


Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang
t e l a h m e l i m p a h k a n rahmat,taufik dan hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga
pada kesempatan ini kami dapat menyelesaikan makalah ini.Makalah ini disusun
agar pembaca dapat memperluas tentang ilmu hukum yang kami sajikan
berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini di susun oleh penyusun
dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun
maupunyang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama
pertolongan dari Tuhanakhirnya makalah ini dapat terselesaikan.Makalah ini
membahas tentang “OTONOMI DAERAH”.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada dosen IRIANSYAH,
SH, M.Pd. yang telah membimbing penyusun agar dapat mengerti tentang
bagaimana cara saya menyusun makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas
kepada pembaca.Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan
kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak kami
harapkan. Terima kasih.

Baturaja, Oktober 2022

Penyusun

ii

2
DAFTAR ISI

COVER ............................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang .......................................................................... 1
B. Rumusan masalah...................................................................... 2
C. Tujuan ...................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTKA
A. Sejarah Pekembangan Otonomi Daerah .................................. 3
B. Peranan Otonomi Daerah Terhadap Ekonomi Daerah ............ 10
C. Bagaimana Otonomi Daerah Mempengaruhi Pertumbuhan
Ekonomi Suatu Daerah ............................................................ 12
BAB III Kesimpulan...................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA

iii

3
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah


Demokrasi di Indonesia saat ini adalah demkrasi yang memperhatikan aspirasi
masyarakat. Menurut Kuncoro(2007:55)” demokrasi diartikan sebagai pemerintah
atau kekuasaan dari rakat untuk rakyat” dan demokrasi yang tepat dalam hal
pembagian kekuasaan adalah penerapan desentralisasi. Dalam era orde baru
pelaksanaan demokrasi seperti ini membuat orde baru jatuh pada masa krisis yang
tengah melada asia dan digantikan ke era reformasi yang menekankan kepada
demokrasi yang lebih bebas dalam berpendapat serta sistim demokrasi yang tidak
terpusat atau desentralisasi(Wijaya, 2005:2). Inti dari desentralisasi adalah
penyerahan urusan pemerintah dari pemerintah atau daerah tingkat atasnya
kepada daerah menjadi urusan rumah tangganya. Untuk menjalankan system
desentralisasi ini, maka di bentuklah suatu system desentralisasi yang di sebut
dengan otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, kewajiban
Daerah mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Dengan adanya hal ini maka di harapkan
terjadinya percepatan ekonomi dan mempercepat tujuan pembagunan nasional.
Adanya otonomi daerah tentunya juga aka memacu daerah untuk mampu
mengelola daerahnya sediri agar mampu menjadi daerah yang mandiri dan
menjadi sumber bagi pembagunan nasional. Dengan adanya rangsangan yang
memacu daerah inilah yang akan membuat daerah berlomba-lomba meningkatkan
potensinya masing-masing sehingga mampu menimbulkan suatu percepatan
ekonomi.
Maka sangatlah jelas bahwa otonomi daerah memiiki peran yang sangat
penting terhadap pembangunan suatu daerah.

1
B.    Rumusan Masalah
1. Apakah Otonomi Daerah ?
2. Bagaimana Perkembangan Pelaksanaan Otonomi di Indonesia ?
3. Bagaimana Otonomi Daerah Mampu Mempengaruhli Pertumbuhan Ekonomi
suatu Daerah ?

C.    Tujuan
1. Mengetahui arti otonomi daerah
2. Mengetahui jalannya pelaksanaan otonomi daerah
3. Mengetahui bagaimana otonomi daerah mampu mempengaruhli pertumbuhan
ekonomi suatu daerah

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Pekembangan Otonomi Daerah


Sejarah perkembangan otonomi daerah dapat dibagi menjadi beberapa tahap
diantaranya sebagai berikut :
a. UU Nomor 1 Tahun 1945 Tentang Pembentukan Komite Nasional Daerah.

Dalam pasal 18 UUD 1945, dikatakan bahwa, “Pembagian daerah


Indonesia ataas dasar daerah besar dan daerah kecil, dengan bentuk susunan
pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-Undang, dengabn memandang
dan mengingat dasar permusyawaratan dalam system pemerintahan Negara,
dan hak-hak asal usul dalam daerah yang bersifat istimewa”. Oleh karena itu
Indonesia dibagi dalam daerah-daerah yang lebih kecil yang bersifat otonom
yang pengaturanya dilakukan dengan Undang-undang. Peraturan perundangan
yang pertama yang mengatur otonomi daerah di Indonesia adalah Undang-
Undang Nomor 1 tahun 1945. Undang-Undang ini dibuat dalam keadaan
darurat, sehingga sehingga hanya mengatur hal-hal yang bersita darurat dan
segera saja. Dalam batang tubuhnya pun hanya terdiri dari 6 (enam ) pasal saja
dan sama sekali tidak memiliki penjelasan. Penjelasan kemudian dibuat oleh
Menteri Dalam Negeri dan tentang penyerahan urusan kedaerah tidak ada
penjelasdan secara eksplisit.

Dalam undang-undang ini menetapkan tiga jenis daerah otonom, yaitu


karesidenan, kabupaten dan kota berotonomi. Pada pelaksanaannya wilayah
Negara dibagi kedalam delapan propinsi berdasarkan penetapan Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tanggal 19 Agustus 1945. Propinsi-
propinsi ini diarahkan untuk berbentuk administratif belaka, tanpa otonomi.
Dalam perkembangannya khususnya, Propinsi Sumatera, propinsi berubah
menjadi daerah otonom. Di propinsi ini kemudian dibentuk Dewan Perwakilan

3
Sumatera atas dasar Ketetapan Gubernur Nomor 102 tanggal 17 Mei 1946,
dikukuhkan dengan PP Nomor 8 Tahun 1947. Peraturan yang terakhir
menetapkan Propinsi Sumatera sebagai Daerah Otonom.

Dari uraian diatas maka tidak dapat dilihat secara jelas system rumah
tangga apa yang dianut oleh Undang-undang ini.

b. Undang-Undang Pokok tentang Pemerintahan Daerah Nomor 22 Tahun 1948.

Peraturan kedua yang mengatur tentang otonomi daerah di Indonesia


adalah UU nomor 22 tahun 1948 yang ditetapkan dan mulai berlaku pada
tanggal 15 April 1948.

Dalam UU dinyatakan bahwa daerah Negara RI tersusun dalam tiga


tingkat yakni :

a. Propinsi
b. Kabupaten/ Kota Besar
c. Desa/ Kota Kecil, negeri, marga dan sebagainya A s/d C tyang berhak
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. (Soejito;1976)

Dalam undang-undang ini tidak dinyatakan mengenai system rumah


tangga yang dianutnya. Oleh karena itu untuk mengetahui system mana yang
dianutnya, kita harus memperhatikan pasal-pasal yang dimuatnya. Terutama
yang mengatur batas-batas rumah tangga daerah. Ketentuan yang mengatur hal
ini terutama terdapat pada pasal 23 yang terdiri dari 2 ayat sebagi berikut:

1. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mengatur dan mengurus rumah tangga


daerahnya.
2. Hal-hal yang masuk urusan rumah tangga tersebut dalam ayat 1 ditetapkan
dalam undang-undang pembentukan bagi tiap-tiap daerah. (Sujamto;1990)

4
Dari kedua pasal diatas terlihat bahwa luas daripada urusan rumah
tangga atau kewenangan daerah dibatasi dalam undang-undang
pembentukannya. Daerah tidak memiliki kewenangan untuk mengatur atau
mengurus urusan-urusan diluar yang telah termasuk dalam daftar urusan yang
tersebut dalam UU pembentukannya kecuali apabila urusan tersebut telah
diserahkan kemudian dengan UU. Dari uraian di atas terlihat bahewa UU ini
menganut sistem atau ajaran materiil.

c. Undang-Undang Nomor 1 tahun1957

Dalam perjalannya UU ini mengalami dua kali penyempunaan yaitui


dengan Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959 dan Penetapan Presiden
Nomor 5 Tahun 1960. Adapun nama resmi dari system otoniomi yang dianut
adalah system otonomi riil, sebagaimana secara tegas dinyatakan dalam
memori penjelan UU tersebut. (Soejito;1976)

Ketentuan yang mencirikan tentang system otonomi yang dianutnya terdapat


pada pasal 31 ayat 1,2 dan 3 sebagai berikut:

1. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mengatur dan mengurus segala urusan


rumah tangga daerahnya kecuali urusan yang oleh Undang-undang
diserahkan kepada peguasa lain.
2. Dengan tidak mengurangi ketentuan termaksud dalam ayat 1 diatas dalam
peraturan pembentukan ditetapkan urusan-urusan tertentu yasng diatur dan
diurus oleh dewan perwakilan Rakyat Daerah sejak saat pembentukannya.
3. Dengan peraturan pemerintah tiap-tiap waktu dengan memperhatikan
kesanggupan dan kemampuan dari masing-masing daerah, atas usul dari
dewan perwakilan rakyat daerah yang bersangkutan dan sepanjang
mengenai daerah tingkat II dan III setelah minta pertimbangan dari dewan

5
pemerintah daerah dari daderah setingkat diatasny, urusan-urusan tersebut
dalam ayat 2 ditambah denga urusan lain.

d. Undang-undang Nomor 18 tahun 1965

UU ini hampir seluruhnya melanjutkan ketentuan yang ada dalam


UU Nomor 1 tahun 1957 dan Penetapan Presiden Nomor 6 tahun 1959
serta Nomor 5 tahun 1960. Dikatakan oleh Sujamto (1990) Seperti halnya
UU Nomor 1 Tahun 1957 UU ini juga menyatakan diri menganut Sistem
Otonomi Riil. Bahkan dalam penjelasan umumnya banyak sekali mengoper
bagian dari penjelasan umum UU Nomor 1 Tahun 1957.

Dalam pelaksanaannya meski konsepsinya menyatakan adalah penyerahan


otonomi daerah secara riil dan seluas-luasnya, namun kenyataannya
otonomi daerah secara kesel;uruhan masih berupa penyerahan oleh
pusat.daerah tetap menjadi actor yang pasif.

e. UU Nomor 5 tahun 1974

Berbeda dengan dua UU terdahulu ( UU Nomor 1 tahun 1957 dan


UU Nomor 18 tahun 1965) yang menyatakan diri menganut system
otonomi riil UU nomor 5 tahun 1974 tidak berbicara apa-apa mengenai
system otonomi yang dianutnya. UU ini menyatakan otonomi yang nyata
dan bertanggung jawab bukan sebagai system atau faham atau pengertian
akan tetapi sebagai suatu prinsip. (Sujamto; 1990)

Sebagaimana diketahui pada masa pemerintahan Orde baru


melakukan perombakan secara mendasar dalam penyelenggaraan
desentralisasi dan otonomi daerah, melalui kebijakan yang tertuang di
garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dalam Ketetapan MPR No.
IV/MPR/1973, yang antara lain mengatakan :

6
a. Asas desentralisai digunakan seimbang dengan asas dekonsentrasi
dimana asas dekonsentrasi tidak lagi dipandang sebagai suplemen atau
pelengkap dari asas desentralisasi ;
b. Prinsip yang dianut tidak lagi prinsip otonomi yang seluas-luasnya,
melainkan otonomi yang nyata dan bertanggungjawab. Di kemudian
hari, MPR dengan ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1978
menambahkan kata dinamis di samping kata nyata dan
bertanggungjawab.

Menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974, otonomi daerah


adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan Peraturan Perundang-
Undangan yang berlaku. Dalam Undang-undang ini juga menganut prinsip
otonomi yang nyata dan bertanggung jawab. Prinsip ini dianut untuk
mengganti sistem otonomi rill dan seluas-luasnya yang dianut oleh
Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965.

Adapun ketentuan yang mengatur mengenai pembatasan terhadap luasnya


urusan rumah tangga daerah dapat dilihat dalam beberapa pasal berikut :

1. Pasal 5 yang merupakan ketentuan yang belum pernah ada pada semua
UU terdahulu yaitu yang mengatur tentang penghapusan suatu daerah.
2. Pasal 7 yang berbunyi daerah berhak, berwenang dan berkewajiban
mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri sesuai dengan peraturan
perundang undangan yang berlaku;
3. Pasal 8 ayat 1 berbunyi “Penambahan penyerahan urusan pemerintahan
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah”
4. Pasal 9 yang berbunyi “sesuatu urusan pemerintahan yang telah
diserahkan kepada daerah dapat ditarik kembali dengan pengaturan
perundang-undangan yang setingkat.

7
5. pasal 39 yang mengatur pembatasan-pembatasan terhadap ruang lingkup
materi yang yang dapat diatur oleh Peraturan Daerah.

Dari ketentuan-ketentuan diatas maka terlihat sesungguhnya UU adalah


menganut system atau ajaran rumah tangga material . dalam UU ini tidak
ditemukan ketentuan yang mengatakan tentang gugurnya suatu Peraturan
Daerah apabila materinya telah diatur dalam Peraturan perundang-undangan
atau dalam peraturan daerah yang lebih tinggi yang merupakan ciri dari
system rumah tangga formil.

f. UU Nomor 22 tahun 1999

Sebagaimana UU Nomor 5 tahun 1974 dalam UU ini juga tidak


dinyatakan secara gamblang tentang system atau ajarang rumah tangga yang
dianutnya. Untuk dapat mengetahui system atau ajaran yang dianut kita harus
melihatnya pada pasal-pasal yang mengatur tentang pembatasan kewenangan
atau luasnya uruasan yang diberikan kepada daerah.  Dalam UU sebutan
daerah tingkat I dan II sebagaimana UU Nomor 5 tahun 1974 dihilangkan
menjadi hanya daerah propinsi dan daerah kabupaten/ kota. Hierarki antara
propinsi dan Kabupaten/ kota ditiadakan. Otonomi yang luas diberikan kepada
daerah kabupaten dan daerah kota. Sedangkan propinsi.

Adapun ketentuan yang mengatur mengenai pembatasan terhadap luasnya


urusan rumah tangga daerah dapat dilihat dalam beberapa pasal berikut :

1. Dalam pasal 7 dinyatakan bahwa kewenangan daerah mencakup


kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan
dalam politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan
fiscal, agama serta kewenangan bidang lain.
2. Dalam pasal 9 dinyatakan Kewenangan propinsi sebagai daerah otonom
mencakup kewenangan dalam bidang pemerintahan yang bersifat lintas

8
kabupaten dan kota serta kewenangan yang tidak atau belum dilaksankan
oleh kabupaten dan kota. Selain itui kewenangan propinsi sebagai daerah
administrative mencakup kewenangan dalam bidang pemerintahan yanmg
dilimpahkan kepada gubernur selaku wakil pemerintah pusat.
3. Dalam pasal 10 ayat 1 daerah berwenang mengelola sumberdaya nasional
yang tersedia diwilayahnya dan bertanggung jawab memelihara kelestarian
lingkungan sesuai dengan perundang-undangan.
4. Dalam pasal 11 dinyatakan bahwa kewenangan daerah kabupaten dan kota
mencakup semua kewenangan pemerintahan selain kewenangan yang
dikecualikan dalam pasal 7 dan yang diatur dalam pasal 9.

g. UU Nomor 32 tahun 2004

Otonomi Daerah yang dilaksanakan saat ini adalah Otonomi Daerah


yang berdasarkan kepada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah. Menurut UU ini, otonomi daerah dipahami sebagai
Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Pemerintahan daerah adalah
penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-
luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Kewenangan Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah
kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang
berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi

9
masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Prinsip-
prinsip pemberian Otonomi Daerah dalam UU 32/2004 adalah :
a. Penyelengaraan Otonomi Daerah dilaksanakan dengan memperhatikan
aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman
Daerah.
b. Pelaksanaan Otonomi Daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan
bertangung jawab.
c. Pelaksanaan Otonomi Daerah yang luas dan utuh diletakkan pada Daerah
Kabupaten dan Daerah Kota.
d. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus sesuai dengan konstitusi negara
sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta
antara Daerah.
e. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan kemandirian
Daerah Otonom, dan karenanya dalam daerah Kabupaten dan Daerah Kota
tidak ada lagi wilayah administratif.
f. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan peranan dan
fungsi badan legislatif Daerah, baik sebagai fungsi legislatif, fungsi
pengawas maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah.

B.    Peranan Otonomi Daerah Terhadap Ekonomi Daerah


Era reformasi saat ini memberikan peluang bagi perubahan paradigma
pembangunan nasional dari paradigma pertumbuhan menuju paradigma pemerataan
pembagunan secara lebih adil dan berimbang. Perubahan paradigma ini antara lain
diwujudkan melalui kebijakan otonomi daerah dan perimbangan keuangan pusat dan
daerah diatur dalam satu paket undang-undang yaitu UU No 32 tahun 2004 tentang
pemerintahan daerah dan UU No 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan
antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

10
Kebijakan pemberian otonomi daerah dan desentralisasi yang luas nyata dan
bertanggung jawab kepada daerah merupakan langkah strategis dalam dua hal.
Pertama, otonomi daerah dan desentralisasi merupakan jawaban atas permasalahan
lokal bangsa Indonesia berupa ancaman disentrgrasi bangsa, kemiskinan, ketidak
merataan pembangunan, rendahnya kualitas hidup masyarakat dan masalah
pembaguna sumber daya manusia (SDM). Kedua, otonomi daerah dan desentralisasi
fiskal merupakan langkah strategis bangsa Indonesia untuk menyongsong era
globalisasi ekonomi dengan memperkuat basis perekonomian daerah.
Otonomi yang diberikan kepada daerah dan kota dilaksanakan dengan
memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada
pemerintah daerah secara proporsiona. Artinya, pelimpahan tanggung jawab akan
diikuti oleh pengaturan, pembagian, dan pemamfaatan dan sumber daya nasional
yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Hal-hal yang mendasar pada undang-undang ini adalah kuatnya upaya untuk
mendorong pemberdayaan masyarakat, perkembangan prakarsa dan kreativitas,
peningkatan peran serta masyarakat, dan pengembangan peran dan fungsi DPRD. UU
ini memberikan otonomi secara penuh kepada daerah kabupaten dan kota untuk
membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi
masyarakatnya. Artinya, saat sekarang daerah sudah di berikan kewenagan penuh
untuk merencanakan, melaksanakan, mengawasi, mengendalikan dan mengevaluasi
kebijakan-kebijakan daerah. Dengan semakin besarnya partsipasi masyarakat ini,
desentralisasi kemudian akan mempengaruhi komponen kualitas pemerintahan
lainnya. Salah satunya berkaitan dengan pergeseran orientasi pemerintah dari
command and control menjadi berorientasi pada tuntutan dan kebutuhan publik.
Orientasi yang seperti ini kemudian akan menjadi dasar bagi pelakasanaan peran
pemerintah sebagai stimulator, fasilitator, koordinator dan entrepreneur (wirausaha )
dalam proses pembangunan.
Maka dengan demikan jelas bahwa peran otonomi daerah sangat besar
terhadap perkembangan ekonomi daerah karena otonomi daerah membeikan

11
kewenangan bagi daerah untuk mengelola segala potensi yang ada dalam daerahnya
masing-masing. Hal ini akan menstimulan masyarakat daerah itu sendiri untuk
berbuat lebih maju agar daerahnya sendiri dapat maju dan berkembang.

C.    Bagaimana Otonomi Daerah Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Suatu


Daerah
Pemberian otonomi daerah di harapkan dapat meningkatkan efisiensi,
efekivitas, dan akuntanbilitas sektor publik di Indonesia. Dengan otonomi, daerah di
tuntut untuk mencari alternative sumber pembiayaan pembangunan tanpa mengurangi
harapan masi adanya bantuan dan bagian sharing dari pemerintah pusat dan
mengunakan dana publik sesuai dengan prioritan dan aspirasi masyarakat.
Dengan kondisi seperti ini, peran investasi swasta dan perusahaan milik daerah
sangat di harapkan sebagai pemicu utama pertumbuhandan pembagunan ekonomi
daerah. Daerah juga di harapkan mampu menarik investor untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi daerah serta menimbulka efek multiplier yang besar.
Pemberian otonomi daerah diharapkan dapat memberikan keleluasaan kepada
daerah dalam pembangunan daerah melalui usaha-usaha yang sejauh mungkin
mampu meningkatkan partisipasi aktif masyarakat, karena pada dasarnya terkandung
tiga misi utama sehubungan dengan pelaksanaan otonomi daerah tersebut, yaitu :
1. Menciptakan efisiensi dan efektifitas pengelolaan sumber daya daerah
2. Meningkatkan kualitas pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat
3. Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk ikut serta
( berpartisipasi) dalam proses pembagunan.
Globalisasi ekonomi telah meningkatkan persaingan antar Negara dalam suatu
sistem ekonomi internasional. Salah satu dengan cara menghadapi dan
memamfaatkan perdagangan internasional adalah meningkatkan daya saing melalui
peningkatan efisiensi dan produktivitas kerja. Sebagai langkah awal untuk
meningkatkan efisiensi dan produktivitas, perlu dilakukan perubahan struktual untuk
memperkuat kedudukan dan peran ekonomi rakyat dalam perekonomian nasional.

12
Menurut Mardiasmo( 2002) ” Perubahan struktual adalah perubahan dari
ekonomi tradisional yang subsistem menuju ekonomi yang modern yang berorientasi
pada pasar”. Untuk mendukung perubahan struktual dari ekonomi tradisional yang
subsistem menuju ekonomi yang modern ini di perlukan pengalokasian sumber daya,
penguatan kelembagaan, penguatan teknologi pembagunan sumber daya manusia.
Langkah-langkah yang perlu diambil dalam mewujudkan kebijakan tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Pemberian peluang atau skes yang lebih besar kepada asset prosuksi, yang paling
mendasar adalah askes pada dana.
2. Memperkuat posisi transaksidan kemitraan usaha ekonomi rakyat.
3. Meningkatkan pelayanan pendidikan dan kesehatan dalam rangka kualitas
sumber daya manusia, disertai dengan upaya peningkatan gizi
4. Kebijakan pengembangan industri harus mengarah pada penguatan industri rakyat
yang terkait dengan industri besar. Industri rakyat yang berkembang menjadi
industri-industri kecil dan menengah yang harus kuat menjadi tulang punggung
industri nasional.
5. Kebijakan ketenagakerjaan yang mendorong tumbuhnya tenaga kerja yang
mandiri sebagai cikal bakal wirausaha baru yang nantinya berkembang menjadi
wirausaha kecil dan menengah yang kuat dan saling menunjang.
6. Pemerataan pembagunan antar daerah. Ekonomi rakyat tersebut tersebar di
seluruh penjuru tanah air,
\ Oleh karena itu pemerataan pembagunan daerah diharapkam mempengaruhi
peningkatan pembaguna ekonomi rakyat.

13
BAB III
KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan diatas adalah :


1. Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban untuk mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku
2. Pada masa orde baru peran pemerintah terlalu dominan dalam segala kebijakan
sehingga muncul gelombang baru pada era reformasi yang menghendaki adanya
kewenangan terhadap daerah memalui otonomi daerah
3. Otonomi daerah memiliki peranan yang sangat besar terhadap perkembangan
ekonomi daerah karena otonomi memberikan kewenangan dagi daerah untuk
mengelola segala potensi yang ada dalam daerahnya masing-masing. Hal ini akan
menstimulan masyarakat itu sendiri untuk berbuat lebih maju agar daerahnya
sendiri maju
4. Salah satu kunci keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan dalam menghadapi
era global adalah dengan mengembangkan otonomi daerah dan desentralisasi
fiskal. Dengan demikian, diharapkan mekanisme perumusan kebijakan yang
akomodatif terhadap aspirasi masyarakat daerah dapat dibagun, sehingga
keberadaan otonomi daerah akan lebih bermakna dan pada akhirnya akan
meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat.

14
DAFTAR PUSTAKA

Adi, W(Ed.). 2005.Otonomi Daerah dan Optimalisasi Sumber Daya Ekonomi,


Jakarta:Pusat Penenlitian Ekonomi-LIPI
Kaelan,(Ed.).2007.Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi.
Yogyakarta:Paradigma.
Kuncoro (2004).Otonomi dan Pembaguan Daerah;Reformasi,Perencanaan,Strategi
dan peluang, Jakarta: Penerbit Erlangga
Mardiasmo. 2002. Otonomi Daerah Sebagai UpayaMemperkokoh Basis
Perekonomian Daerah. Ekonomi Rakyat. Jilid 4, No.3, (online).
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
Undang-undang No 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah

15

Anda mungkin juga menyukai